Buffer
Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan, agar mahasiswa dapat mempelajari pengaruh
penambahan asam atau basa pada cairan rumen, serta untuk membuktikan sifat
penyangga pada rumen.
TINJAUAN PUSTAKA
Rumen
Perut hewan ruminansia yang merupakan saluran pencernaan, terdiri atas
rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat
mencpai 100 liter atau lebih dan untuk domba berkisar 10 liter (Putnam, 1991).
Bagian cair dari isi rumen sekitar 8-10% dari berat sapi yang digunakan sebelum
dipotong (Gohl, 1981). Rumen merupakan bagian terbesar pada saluran pencernaan
ruminansia. Di dalam rumen dan reticulum terdapat mikroba dan merupakan alat
pencernaan fermentative dengan kondisi anaerob, suhu 39 oC dan pH 6-7 (Sutardi,
1977).
Rumen merupakan salah satu saluran pencernaan pada ruminansia yang
dihuni oleh mikroba dan berfungsi sebagai tempat pencernaan fermentatif. Rumen
dihuni oleh bakteri, protozoa, dan fungi yang berfungsi dalam pencampuran,
pengadukan, pencernaan, dan pengaliran digesta ke organ pencernaan berikutnya. Di
rumen terjadi proses fermentasi, penyerapan produk fermentasi, sintesis sel mikroba,
sintesis vitamin B12 dan vitamin K (Despal, et. al., 2007).
Retikulo rumen mengandung mikroba yang terdiri atas protozoa dan bakteri
yang berfungsi melakukan fermentasi untuk mensintesis asam amino, vitamin B
komplek dan vitamin K sebagai sumber zat makanan bagi hewan induk semang
(Hungate, 1966). Mikroba-mikroba rumen tersebut aktif mendegradasi polisakarida
hijauan terutama yang menempel pada partikel pakan. Fermentasi makanan oleh
mikroba rumen akan berlangsung baik apabila didukung oleh kondisi yang sesuai
untuk kehidupan mikroba.
Faktor-faktor yang diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH
diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga, kontrksi rumen
menambah kontak antara enzim dengan makanan. Laju pengosongan rumen diatur
selalu terisi walaupun ternka menderita lapar dalam waktu lama, serta suhu rumen
konstan, factor tersebut dibutuhkan untuk kelangsungan proses fermentasi (Sutardi,
1977).
Bagian cair dari isi rumen kaya akan protein, vitamin B komplek, serta
mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981). Church (1979)
menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase,
hemiselulose dan selulose. Williams dan Withers (1992) menambahkan selain
enzim-enzim tersebut di atas, cairan rumen juga mengandung enzim xilanase yang
aktif pada xilan dan arabinosa. Nilai aktivitas enzim xilanase cairan rumen dan
seluruh isi cairan rumen menurut Lee et al. (2002) berkisar antara 528 U/ml-1.751
U/ml.
Buffer
Buffer adalah larutan yang pHnya tidak berubah apabila terjadi penambahan
sedikit asam, sedikit basa atau dilakukan pengenceran. Semua cairan tubuh
merupakan larutan buffer, agar pH cairan tubuh selalu konstan saat metabolisme.
Terdapat dua jenis larutan buffer, yaitu buffer asam dan buffer basa. Komponen
buffer asam adalah asam lemah dan basa konjugasinya, sedang buffer basa terdiri
dari basa lemah dan konjugasinya (Dikmenum, 2008).
Sifat larutan buffer:
- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.
Saroji (1996) menyatakan bahwa buffer adalah larutan zat yang digunakan
untuk memperlambat perubahan pH pada reaksi atau penambahan
asam/alkali/larutan yang memperlambat proses kimia. Dantith (1990) menambahkan
bahwa buffer adalah larutan yang menahan perubahan pH bila asam atau basa
ditambahkan atau bila larutan diencerkan.
HCl
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl),
merupakan asam kuat dan merupakan komponen utama dalam asam lambung.
Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani
dengan peralatan kesehtan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif
(Wikipedia, 2008).
NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton dari
Na+. Basa ini mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium Na +. Ciri dari
golongan alkali adalah reduktor kuat (mampu mereduksi asam), larut dalam air,
merupakan penghantar arus yang baik, urutan kerektifannya meningkat seiring
dengan bertambahnya kulit atom (Linggih, 1988).
NaOH biasanya digunakan sebagai pelarut, disebabkan kegunaan dan
efektivitasnya sangat banyak, antara lain untuk menetralkan asam. NaOH dihasilkan
dari elektrolisis larutan NaCL dan merupakan basa kuat (Anshori dalam Fauzan,
2001).
MATERI DAN METODE
Materi
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pH meter, pengaduk,
gelas ukur dan gelas piala atau wadah apa saja untuk menampung larutan. Bahan
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cairan rumen, larutan HCL, larutan
NaOH, dan larutan buffer pospat.
Metode
Penambahan NaOH pH
20 ml 11
Grafik :
Penambahan HCl pH
20 ml 2
Grafik :
Penambahan NaOH pH
20 ml 7
40 ml 9
60 ml 11
80 ml 12
Grafik :
4. Tabel perubahan pH rumen dengan penambahan asam ( HCl )
Penambahan HCl pH
20 ml 7
40 ml 5
60 ml 4.5
80 ml 4
100 ml 3
120 ml 2
140 ml 1
Grafik :
20 ml 12
40 ml 12
60 ml 12
80 ml 11
100 ml 4
120 ml 2
Grafik :
Pembahasan
Praktikum mengenai buffer kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
serta penambahan larutan asam dan basa jika dimasukkan dalam cairan rumen. pH
dari buffer tidak akan berubah terhadap penambahan sedikit asam, sedikit basa atau
pengenceran. Rumen yang digunakan merupakan limbah dari RPH yang telah
mengalami pendinginan dan disimpan dalam lemari Es.
Percobaan pertama yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan asam
terhadap pH cairan rumen dan buffer fosfat. pH dari asam (HCl) adalah 2. Rumen
memiliki cairan yang bersifat buffer. Sifat dari buffer itu sendiri adalah agar pH
cairan selalu konstan saat metabolisme terjadi. Hasil percobaan memperlihatkan
bahwa pH awal rumen yaitu 7, menurut Aurora (1989) yang menyatakan bahwa pH
dari cairan rumen adalah 6,8. Hal ini mungkin dapat disebabkan rumen terlalu lama
disimpan dalam lemari es, sehingga mengakibatkan pH rumen berbeda. Setelah
mengalami penambahan HCL sebanyak 20 ml setiap penambahan ditujukan agar pH
2 dan hal itu terjadi setelah ditambahkan HCl sebanyak 140 ml, sehingga menjadi
asam dengan pH 1. Pada buffer fospat hanya dilakukan 20 ml penembahan HCl
untuk menjadi konstan dengan pH asam 2.5.
Percobaan kedua dilakukan dengan penambahan basa terhadap pH cairan
rumen dan buffer fospat, pH NaoH (basa) itu sendiri 13 Penambahan pada rumen
dengan NaoH akan menyebabakan pH menjadi basa, hal ini terjadi pada pH rumen
yang awalnya 7 naik jadi 12 setelah dilakukan penambahan NaoH sebanyak 80 ml.
Pada buffer fospat kenaikan pH menjadi 11 atau mendekati pH konstan basa sebesar
12 terjadi setelah dilakukan penambahan NaoH sebanyak 20 ml. Hal ini terjadi akibat
penambahan basa pada larutan buffer sebagian besar adalah ion hidroksida, yang
bergabung membentuk air, dan sebagian besar ion hidrogen dihilangkan, pH akan
berubah tetapi karena kesetimbangan ikut terlibat, maka pH akan naik.
Percobaan terakhir adalah pembuatan titrasi asam dan basa. Perlakuan yang
ditujukan sebagai satandarisasi antara NaOH sebagai basa kuat dengan HCl sebagai
asam kuat. pH akhir yang didapat setelah pencampuran antara HCl dan NaOH yaitu
2, ini berarti kondisi asam.
KESIMPULAN
Cairan rumen yang merupakan buffer atau larutan penyangga. Namun
berbeda cara dalam mempertahankan kondisi pH terhadap penambahan NaoH dan
HCl. Cairan rumen cenderung mempertahankan pH lebih lama dibuktikan dengan
lamanya penambahan larutan untuk menjadi asam ataupun basa. Sedangkan larutan
buffer terjadi perubahan pH yang sangat signifikan serta penambahan larutan yang
sedikit untuk mencapai perubahan asam maupun basa.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, A. 2001. Pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu proses terhadap derajat
deasetilasi khitosan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hungate, R. E. 1966. The Ruments and Its Microbes. Academic Press, New Jersey.
Williams, A. G., and S. E. Withers. 1992. Changes in the rumen microbial and its
activities during the refaunation periode after the reintroduction of cilliate
protozoa into the rumen of defaunated sheep. Can. J. Microbiol. 39: 61-69