BUFFER
Nazwa Aulia Khasanah
D2401211126
Kelompok 3/P2
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan larutan
asam dan larutan basa kedalam larutan buffer serta membuat kurva titrasi.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buffer
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan harga pH. Larutan buffer memiliki komponen asam yang
dapat menahan kenaikan pH dan komponen basa yang dapar menahan
penurunan pH. Komponen tersebut merupakan konjugat dari asam basa
lemah penyusun larutan buffer itu sendiri. Dengan demikian, larutan
penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah
dan basa konjugasinya ataupun basa lemah dengan asam konjugatnya.
Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. Larutan buffer
digunakan secara luas dalam kimia analitis, biokimia, bakteriologi,
fotografi, industri kuli, dan zat warna. Dalam tiap bidang tersebut, terutama
dalam biokimia dan bakteriologi, diperlukan rentang pH yang sempit untuk
mencapai hasil optimum. Kerja suatu enzim, tumbuhnya kultur bakteri, dan
proses biokimia lainnya sangat sensitif terhadap perubahan pH.
(Widyamulyani 2016). Kemudian di dalam lambung ruminansia, buffer
berguna sebagai larutan penyangga untuk mempertahankan pH lambung
agar tetap berada di angka 6-7 walaupun proses fermentasi yang terjadi di
lambung ruminansia menghasilkan pH yang asam. Buffer ini berasal dari
saliva yang disekresikan oleh mikroba yang terdapat dalam lambung hewan
ruminansia (Sahri 2010).
2.5 NaOH
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik,
adalah sejenis basal ogam kaustik. Natrium hidroksida membentuk larutan
alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium Hidroksida
digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan
sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air
minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling
umum digunakan dalam laboratorium kimia. Sifat fisik NaOH antara lain,
berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%, bersifat lembab cair dan secara spontan, titik
leleh 318°C, Titik didih 1390°C, dan padatan berwarna putih (Hidayatullah
dan Triyani 2018).
2.6 HCL
Hydrogen Klorida (HC) adalah asam monoprotik, yang berarti
bahwa ia dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan
asam klorida H+ bergabung dengan molekul air membentuk ion hydronium
H3O+. Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida C1. Oleh sebab itu asam
klorida dapat digunakan untuk membuat natrium klorida. Asam klorida
adalah asam kuat karena dia berdisosiasi penuh dalam air, sehingga pada
percobaan ini HCl berfungsi untuk menurunkan pH (Yurida et al. 2013)..
III METODE
3.2.1 Titrasi cairan rumen dengan NaOH 0,05 N dan HCL 0,05 N
Cairan rumen diambil sebanvak 20 ml dengan menagunakan gelas
ukur dan dimasukkan ke dalam gelas selai. Cairan rumen diukur nilai pH
dengan memasukkan kertas indikator pH ke dalam cairan dan dilihat
warna yang timbul lalu disamakan dengan warna indikator pH. Larutan
NaOH 0,05 N diambil sebanyak 10 ml dengan pipet mohr kemudian
diukur nilai pH nya dengan cara vang sama seperti mengukur pH cairan
rumen. Campurkan NaOH ke dalam rumen setiap 10 ml lalu diukur
dengan indikator pH hingga hasil dari pH nya sesuai dengan pH murni
NaOH. Setiap penambahan NaOH 0,05 N dicatat nilai pH nya. Hasil
akhirnya yaitu jumlah tetes dan perubahan pH nya. Lakukan dan ulangi
prosedur yang sama, dengan mengganti larutan NaOH 0,05 N meniadi
larutan HCI 0,05 N.
3.2.2 Titrasi buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N dan HCL 0,05 N
Buffer fosfat diambil sebanvak 20 mL dengan menggunakan pipet
ke gelas, ukur. Kemudian buffer fosfat dimasukkan ke gelas selai dan
diukur nilai pH nya dan dicatat. Larutan NaOH 0,05 N ditambahkan
sebanyak 10 mL ke dalam buffer fosfat, lalu diaduk agar tercampur.
Campuran tersebut diukur dengan indikator pH. NaOH ditambahkan
setiap 10 mL ke dalam larutan hingga pH nya sesuai dengan pH murni
NaOH. Penambahan setiap, 10 ml larutan NaOH dan perubaban nilai
pHuva dicatat. Selanjutnya lakukan prosedur yang sama dengan
menggunakan larutan HCI 0,05 N hingga pH dari campurannya sama
dengan pH awal HCI.
3.2.3 Titrasi saliva buatan dengan NaOH 0,05 N dan HCL 0,05 N
Saliva buatan diambil sebanyak 20 mL menggunakan gelas ukur
dan dimasukkan ke dalam gelas selai. Ukur pH saliva buatan terlebih
dahulu menggunakan kertas indikator pH. Tambahkan 10 mL NaOH
0.05 N menggunakan pipet ke dalam saliva buatan, kemudian aduk dan
ukur kembali pH. Tambahkan 10 ml NaOH 0,05 N lagi sampai terjadi
perubahan pH yang awal ke perubahan pH 13. Setelah itu, ambil 20 ml
saliva buatan menggunakan gelas ukur ke dalam gelas selai kemudian
cek pH dari cairan tersebut lalu tambahkan 10 ml HCl 0.05 N kemudian
ukur kembali dan lakukan pengukuran pH setiap penambahan 10 ml HCl
0.05 N dan berhenti ketika indikator pH sudah menunjukkan ke pH 2.
4.1 Hasil
Pada tabel 1 ini dilakukan pengamatan perubahan pH cairan rumen
yang telah dicampur dengan larutan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
didapatkan hasil bahwa pH awal cairan rumen dengan NaOH yaitu dari 7
berubah menjadi 13 setelah di titrasi. Sedangkan untuk pH awal cairan
rumen dengan HCl yaitu dari 6 berubah menjadi 2 setelah di titrasi.
Tabel 1. Titrasi cairan rumen dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
Volume NaOH pH Volume HCL pH
0,05 N 0,05 N
0 7 0 6
10 7 10 6
20 11 20 7
30 12 30 7
40 12 40 5
50 12 50 5
60 12 60 3
70 12 70 3
80 13 80 2
Berdasarkan hasil dari pengamatan titrasi cairan rumen dengan larutan
HCl 0,05 N dan NaOH 0,05 N disajikan pada grafik 1 dibawah ini.
6
4
2
0
0 20 40 60 80
Volume Titrasi HCl dan NaOH
Tabel 2. Titrasi buffer fosfat dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
Volume NaOH pH Volume HCL pH
0,05 N 0,05 N
0 7 0 7
10 8 10 3
20 10 20 2
30 12
40 12
50 12
60 13
Grafik 2 Titrasi Buffer Fosfat dengan HCl 0,05 N dan NaOH 0,05N
Tabel 3. Titrasi saliva buatan dengan NaOH 0,05 N dan HCl 0,05 N
Volume NaOH pH Volume HCL pH
0,05 N 0,05 N
0 7 0 7
10 9 10 7
20 10 20 7
30 11 30 6
40 12 40 6
50 13 50 4
60 3
70 2
12
10
8
pH
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Volume Titrasi HCl dan NaOH
pH MC Dougald setelah dititrasi dengan larutan HCl
pH MC Dougald setelah dititrasi dengan larutan NaOH
Grafik 3 Titrasi Saliva buatan Mc Dougall dengan HCl 0,05 N dan NaOH
0,05N
4.2 Pembahasan
Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan harga pH. Larutan buffer memiliki komponen asam yang
dapat menahan kenaikan pH dan komponen basa yang dapar menahan
penurunan pH. Komponen tersebut merupakan konjugat dari asam basa
lemah penyusun larutan buffer itu sendiri. Dengan demikian, larutan
penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh reaksi suatu asam lemah
dan basa konjugasinya ataupun basa lemah dengan asam konjugatnya.
Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa konjugasi. (Widyamulyani
2016). Dengan demikian, larutan penyangga dapat mengikat ion H+
maupun ion OH- dan menyebabkan larutan buffer akan mempertahankan
pH serta tidak mengubah pH secara signifikan apabila ditambahkan asam
atau basa. Prinsip kerja larutan buffer, yaitu apabila ditambahkan sedikit
asam kuat atau sedikit basa kuat atau pengenceran, pH larutan buffer tidak
berubah. Apabila ditambahkan asam kuat atau basa kuat yang relatif banyak,
sehingga menghabiskan komponen larutan buffer tersebut, maka pH larutan
akan berubah secara drastis. (Widyamulyani 2016).
Larutan buffer memiliki peran penting dalam hewan ternak salah
satunya pada hewan ternak ruminansia. Ternak ruminansia memiliki
kemampuan dalam meproduksi buffer sehingga dapat menetralisir asam
pada saliva hewan ternak. Kegiatan pengeluaran saliva pada saat ternak
mengkonsumsi hijauan akan lebih banyak dibandingkan pada saat
mengkonsumsi pakan konsentrat, oleh sebab itu diperlukannya bahan pakan
hijauan yang berkualitas dan sedikit bahan konsentratnya agar kandungan
asamnya tidak terlalu tinggi. Oleh sebab itulah sistem buffer pada
ruminansia berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan pH sistem
pencernaan ternak apabila terjadi perubahan pH. Perubahan pH akan
memengaruhi metabolisme nutrien di dalam sel yang akan memengaruhi
pertumbuhan, nafsu makan, metabolisme asam amino dan energi,
penggunaan mineral, metabolisme vitamin dan penyerapan zat makanan di
usus halus.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah kita lakukan dapat kita
simpulkan bahwa pada tabel 1 sampai table 4 saling menunjukkan kekuatan
pertahanan pH. Pada tabel 1 percobaan titrasi cairan rumen menunjukkan
bahwa pertahanan pH yang terjadi sangat kuat, hal ini dapat dilihat pada
tabel 1 perubahan pH yang ditambahkan NaOH dan HCl membutuhkan
waktu yang lama untuk kembali ke pH awal serta membutuhkan volume
sampai 80 mL. Keberhasilan perubahan pH ini menunjukkan bahwa cairan
rumen memiliki daya tahan yang cukup kuat terhadap larutan yang bersifat
asam dan basa. Grafik 1 menunjukkan bahwa perubahan ketika
ditambahkan larutan HCl grafik mengalami penurunan yang cukup
signifikan dan untuk larutan NaOH nya grafik memiliki perubahan tidak
terlalu signifikaan dan hal ini memiliki arti bahwa NaOH sangat kuat
mempertahankan pH.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah kita lakukan dapat kita
simpulkan bahwa pada tabel 2 titrasi pada buffer fosfat dengan ditambahkan
NaOH memiliki volume yang lebih lama dibandingkan dengan ditambahkan
HCl. Perubahan pH pada NaOH membutuhkan volume 60 mL untuk
merubah pH awal dari larutan tersebut. Sedangkan untuk HCl cukup
membutuhkan volume 20 mL untuk kembali ke pH awal, hal ini dapat
disimpulkan bahwa NaOH sangat kuat untuk mempertahankan suatu pH
dibandingkan HCl pada percobaan titrasi buffer fosfat ini. Pada grafik 2 ini
menunjukkan bahwa grafik untuk NaOH menaik secara signifikan dan
untuk HCl grafiknya menurun dan dapat merubah pH hanya dengan volume
20 mL.
Berdasarkan hasil percobaan pada tabel 3 mengenai titrasi saliva
buatan didapatkan perubahan pH ketika ditambahkan NaOH 0,05 N
membutuhkan volume 50 mL agar pH titrasi sama dengan pH sebelum di
titrasi. Sedangkan pada penambahan HCL 0,05 N membutuhkan volume 70
mL agar pH kembali ke awal. Pada grafik terlihat perubahan pH ketika
ditambahkan NaOH membentuk garis secara konsisten meningkat,
sedangkan pada penambahan HCl terlihat grafik yang tidak lurus. Hal ini
dapat disimpulkan pada percobaan 3 saliva buatan ini HCl lebih terlihat
untuk mempertahankan pH nya dibandingkan larutan NaOH. Selanjutnya
pada tabel 4 titrasi NaOH dengan HCl di dapatkan perubahan pH ketika
ditambahkan HCL 0,05 N membutuhkan volume 40 mL agar pH
campurannya sama dengan pH NaOH. Sedangkan pada titrasi HCl ketika
ditambahkan NaOH hanya membutuhkan volume 20 mL agar pH nya sama
dengan pH HCl. Hal ini dapat disimpulkan pada percobaan 4 antara titrasi
NaOH dan HCl ini yang mempertahankan pH secara kuat yaitu pada larutan
HCl.
V SIMPULAN
Pengaruh penambahan asam kuat dan basa kuat terhadap beberapa
larutan buffer (cairan rumen, buffer fosfat, saliva buatan, serta HCl dan
NaOH) dapat dilihat dari hasil percobaan bahwa cairan rumen buffer asam
yang mempertahankan pH pada kondisi asam, sehingga pada larutan cairan
rumen dan cairan HCl membutuhkan penambahan HCl yang sangat banyak.
Sedangkan buffer fosfat merupakan buffer basa yang mempertahankan pH
pada larutan buffer fosfat dan NaOH. Selain itu dapat diketahui kurva dari
penambahan asam atau basa kuat terhadap beberapa larutan buffer. Grafik
dari setiap percobaan menghasilkan bentuk yang berbeda, akan tetapi arah
dari grafik ketika ditambahkan HCl akan bergerak ke bawah dan ketika
dimbahkan NaOH akan bergerak ke atas.
DAFTAR PUSTAKA
Joseph G. 2015. Status asam basa pada ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalis)
yang diberi pakan jerami padi dan konsentrat dengan penambahan natrium.
J. Ilmu Ternak dan Vet. 6 (4):235-238.
Langen EN, Rumampuk JF, Leman MA. 2017. Pengaruh saliva buatan dan
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap kekerasan resin komposit
nano hybrid. Jurnal Ilmiah Farmasi. 6(1):9-15. doi:
https://doi.org/10.35799/pha.6.2017.14999.
Pinta Rizki Mala Hasibuan, Mitha Alviyulita, Farida Hanum. 2014. Pengaruh
penambahan natrium klorida (NaCL) dan waktu perendaman buffer fosfat
terhadap perolehan crude papain dari daun pepaya (Carica papaya, l.). J Tek
Kim USU. 3(3):39–44. doi: https://doi.org/10.32734/jtk.v3i3.1642.
Yurida M, Afriani E, Arita RS. 2013. Pengaruh kandungan CaO dari jenis
adsorben semen terhadap kemurnian gliserol. Jurnal Tek. Kim. 19(2):33–
42.
LAMPIRAN