Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada empat masalah gizi utama di Indonesia, yaitu kekurangan zat besi
(anemia gizi), Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI), dan Kekurangan Vitamin A (KVA). Defisiensi besi adalah salah
satu masalah defisiensi zat gizi yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun dinegara maju. Anemia defisiensi besi masih menetap dalam urutan
anemia yang terbanyak, diperkirakan 10-20 % penduduk di negara-negara maju
dan 25-50 % di negara-negara berkembang menderita anemia gizi ini.
Anemia defisiensi besi merupakan masalah serius yang berdampak pada
perkembangan fisik, psikis dan perilaku. Anemia akibat defisiensi besi adalah
anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1992 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil 63,5
% dan balita 55,5 %. Pada tahun 1995 terjadi penurunan prevalensi pada ibu
hamil menjadi 50,9 % dan balita 49,5 %.
Anemia defisiensi besi dapat diinduksi oleh kurangnya tembaga dalam tubuh.
Defisiensi tembaga akan menyebabkan penurunan aktivitas feroksidase yang pada
akhirnya menghambat sintesis sel darah merah. Defisiensi tembaga dalam ini
jarang ditemukan karena kandungan tembaga pada makanan sehari-hari
mencukupi kebutuhan tubuh. Tetapi rendahnya kadar tembaga plasma didapatkan
pada penderita kwashiorkor, sindroma nefrotik, sariawan, dan penderita anemia
defisiensi besi.
Tembaga memegang peranan penting dalam proses pembentukan hemoglobin
yang membawa oksigen dalam peredaran darah ke seluruh tubuh. Kekurangan
tembaga diduga dapat menimbulkan anemia yang sulit dibedakan dari anemia
yang memang disebabkan kurangnya zat besi dalam tubuh, karena tembaga turut
berperan dalam oksidasi ion fero menjadi ion feri dalam metabolisme
hemoglobin. Berdasarkan kenyataan tersebut timbul permasalahan bagaimana
epidemiologi deficienci Cu (tembaga).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan fungsi tembaga (Cu) ?
2. Bagaimana Konsep penyebab defisiensi tembaga (Cu) ?
3. Bagaimana hasil penelitian gizi tentang defisiensi tembaga (Cu) ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan fungsi tembaga (Cu)
2. Menjelasakan konsep penyebab defisiensi tembaga (Cu)
3. Menjelaskan hasil penelitian gizi defisiensi tembaga (Cu).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Fungsi Cu


Zat tembaga atau copper atau cuprum (Cu) adalah mineral penting yang
terkandung di dalam makanan dan dibutuhkan tubuh manusia agar sehat serta
dapat berfungsi dengan baik. Zat tembaga dapat ditemukan di hampir semua
jaringan tubuh, dan sebagian besar berada di dalam liver (hati), otak, jantung,
ginjal, juga sistem rangka. Tembaga (Cu) / Copper tergolong mineral mikro
merupakan nutrisi penting, meskipun diperlukan hanya dalam jumlah kecil di
tubuh, namun merupakan logam ketiga yang penting bagi tubuh (disamping besi
dan zink). Tembaga merupakan bagian dari enzim dan berperan untuk mencegah
anemia dengan cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin,
melepas simpanan besi dari feritin dalam hati dan sebagai bagian dari enzim
ceruloplasmin.
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dibutuhkan bagi setiap orang berbeda-
beda, tergantung usia dan kondisi masing-masing. Berikut ini adalah AKG
berdasarkan usia:
1. Orang dewasa : Usia 19 tahun ke atas: 0,9 mg/hari. Maksimal 10
mg/hari.
2. Wanita hamil :1 mg/hari. Maksimal 8 mg/hari.
3. Wanita menyusui : 1,3 mg/hari. Maksimal 10 mg/hari.
4. Anak-anak :
a. Usia 14-18 tahun: 0,89 mg/hari. Maksimal 8 mg/hari.
b. Usia 9-13 tahun: 0,7 mg/hari. Maksimal 5 mg/hari.
c. Usia 4-8 tahun: 0,44 mg/hari. Maksimal 3 mg/
d. Usia 1-3 tahun: 0,34 mg/hari. Maksimal 1 mg/
e. Usia 7-12 bulan: 0,22 mg/hari. Batas maksimal belum
ditentukan.
f. Usia 0-6 bulan: 0,2 mg/hari. Batas maksimal belum ditentukan.
Cuprum atau tembaga adalah mineral yang bermanfaat untuk mencegah dan
mengobati defisiensi tembaga. Fungsi tembaga adalah mulai dari membantu
kesehatan kulit, tulang, membantu fungsi kognitif (kemampuan berpikir), hingga
menunjang sistem imun. Tembaga juga bermanfaat bagi tubuh menggunakan zat
besi dan gula, serta berguna dalam menjalankan fungsi saraf dan pertumbuhan
tulang. Pada bayi, tembaga berperan penting dalam membantu perkembangan
otak, sistem kekebalan tubuh, dan pertumbuhan tulang yang kuat. Tembaga sangat
penting karena kekurangan tembaga dapat memicu penyakit anemia dan
osteoporosis.
Tembaga terutama ditemukan dalam daging organ (hati), makanan laut,
coklat, jamur, kacang-kacangan, biji-bijian, roti gandum dan sereal. Susu juga
sangat rendah tembaga, seperti halnya kandungan untuk besi. Makanan dengan
kepadatan nutrisi tertinggi untuk tembaga (mg / kkal) adalah tiram, lobster, hati,
biji bunga matahari dan berbagai kacang.

B. Konsep Penyebab Defisiensi Cu


Defisiensi atau kekurangan tembaga, maupun masalah pada penyerapannya,
tergolong jarang terjadi. Defisiensi tembaga merupakan konsekuensi dari
kurangnya cadangan tembaga saat lahir, intake tembaga dari makanan yang tidak
adekuat, absopsi yang buruk dan peningkatan kebutuhan yang diinduksi oleh
pertumbuhan cepat atau meningkatnya kehilangan tembaga. Defisiensi tembaga
menyebabkan efek pada jaringan ikat yang menyebabkan gangguan pada
pembuluh darah dan tulang, dan anemia yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme besi.
Ada beberapa kondisi medis yang menimbulkan tubuh kekurangan mineral
tembaga. Kondisi medis tersebut, meliputi:
1. Cacat genetik akibat gangguan metabolisme tembaga, atau dikenal sebagai
sindrom Menkes.
2. Masalah pada penyerapan.
3. Asupan suplemen vitamin C dan mineral yang terlalu tinggi.
4. Beberapa gangguan pada saraf, seperti peradangan pada saraf optik
Manfaat tembaga sangatlah penting untuk pertahanan tubuh. Jika kekurangan
tembaga, dapat mengalami beberapa dampak, berupa:
a. Penyakit anemia
b. Suhu tubuh rendah
c. Patah tulang dan osteoporosis
d. Hilangnya pigmen kulit
e. Gangguan pada kelenjar tiroid
1) Gejala defisiensi tembaga antara lain :
2) Bayi gagal tumbuh kembang; edema dengan serum albumin rendah
3) Anemia dengan perubahan pada metabolisme besi dan perubahan pada
jaringan tulang.
4) Gangguan fungsi kekebalan
5) Perubahan pada kerangka tuubuh yang dapat menyebabkan patah tulang
dan osteoporosis
6) Hernia dan pelebaran pembuluh darah karena kegagalan pengikatan-silang
kolagen dan elastin
7) Depigmentasi rambut dan kulit

C. Hasil Penelitian Gizi Tentang Defisiensi Cu


Defisiensi tembaga merupakan konsekuensi dari kurangnya cadangan
tembaga saat lahir, intake tembaga dari makanan yang tidak adekuat, absopsi yang
buruk dan peningkatan kebutuhan yang diinduksi oleh pertumbuhan cepat atau
meningkatnya kehilangan tembaga. Defisiensi tembaga menyebabkan defek pada
jaringan ikat yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah dan tulang, dan
anemia yang berhubungan dengan gangguan metabolisme besi.
Hal ini juga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan sistem kekebalan
tubuh serta sistem kardiovaskular, terutama pada bayi. Defisiensi tembaga jarang
pada manusia tetapi dapat terlihat dalam keadaan tertentu pada bayi dan pada
keadaan pemberian total nutrisi parenteral. Gejala termasuk normositik, anemia
hiperkromik, leukopenia dan neutropenia. Studi-studi lain menyatakan kejadian
osteoporosis pada bayi akibat defisiensi tembaga pada bayi dan anak-anak dan
iregularitas denyut jantung.
Defisiensi tembaga dapat menyebabkan anemia, menurunnya jumlah sel
darah putih, abnormalitas pada tulang, meningkatnya kadar kolesterol dalam
darah, gangguan toleransi glukosa dan abnormalitas pada irama jantung.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Zat tembaga atau copper atau cuprum (Cu) adalah mineral penting yang
terkandung di dalam makanan dan dibutuhkan tubuh manusia agar sehat serta
dapat berfungsi dengan baik. Zat tembaga dapat ditemukan di hampir semua
jaringan tubuh, dan sebagian besar berada di dalam liver (hati), otak, jantung,
ginjal, juga sistem rangka.
Manfaat tembaga sangatlah penting untuk pertahanan tubuh. Jika kekurangan
tembaga dapat mengalami beberapa dampak, berupa:
1. Penyakit anemia
2. Suhu tubuh rendah
3. Patah tulang dan osteoporosis
4. Hilangnya pigmen kulit
5. Gangguan pada kelenjar tiroid

B. Saran
1. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu pembaca dalam
memahami tentang epidemiologi defisiensi Cu atau tembaga.
2. Perlu diadakan kajian, penulisan, dan penelitian lebih lanjut mengenai
epidemiologi defisiensi Cu atau tembaga.
DAFTAR PUSTAKA

Willy, TJin. 2019. Tembaga. www.alodokter.com/tembaga (diakses tanggal 29


Oktober 2020).
Widasari, Lucy. 2017. Tembaga, Mikro Mineral Penting Bagi Tubuh. www.komp
asiana.com/lucywidasari/5853660eb07e61c8474d0c5d/tembaga mikro min
eral penting-bagi-tubuh?page=all (diakses tanggal 29 Oktober 2020).
Yuniastuti, Ari. 2014. Nutrisi Mikromineral dan Kesehatan. Semarang: Unnes
Press

Anda mungkin juga menyukai