Anda di halaman 1dari 2

Kyai Haji Ibrahim 

lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1874 dan meninggal di Yogyakarta, 13


Oktober 1932 pada umur 58 tahun. Ia adalah ketua umum Muhammadiyah yang kedua
menggantikan KH. Ahmad Dahlan. KH. Ibrahim adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat,
seorang Penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sri
Sultan Hamengkubuwono VII, dan ia adalah adik kandung dari Nyai Ahmad Dahlan. KH.
Ibrahim adalah ulama yang hafal Al-Quran (hafidh), ahli seni baca Al-Quran (qira'at), serta
mahir dalam bahasa Arab. Pada periode kepemimpinannya, cabang-cabang Muhammadiyah
banyak didirikan di berbagai tempat di Indonesia.

KH Ibrahim termasuk seorang yang cerdas, luas wawasannya, dalam ilmunya dan disegani. Ia
adalah seorang penghafal al-Quran dan ahli qira'ah, serta mahir berbahasa Arab. Sebagai seorang
Jawa, ia sangat dikagumi oleh banyak orang karena keahlian dan kefasihannya dalam
penghafalan Al-Qur'an dan bahasa Arab. Pernah orang begitu kagum dan takjub, ketika dalam
pidato pembukaan Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukit Tingi Sumatera Barat pada tahun
1939, ia menyampaikan dalam bahasa Arab yang fasih.

Semenjak kepemimpinan KH. Ibrahim, Muhammadiyah berkembang di seluruh Indonesia, dan


terutama tersebar di berbagai tempat Jawa dan Madura. Kongres-kongres mulai diselenggarakan
di luar kota Yogyakarta, seperti Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya, Kongres
Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan, Kongres Muhammadiyah ke-17 di Solo, Kongres
Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar, dan Kongres
Muhammadiyah ke-22 di Semarang pada tahun 1933 (Kongres Muhammadiyah terakhir dalam
periode kepemimpinan KH. Ibrahim). Dengan berpindah-pindahnya tempat kongres tersebut,
maka Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bahkan cabang-cabang
Muhammadiyah telah berdiri hampir di seluruh tanah air di bawah kepemimpinannya.

KH. Ibrahim juga memimpin kaum ibu Muhammadiyah agar rajin beramal dan beribadah
melalui sebuah perkumpulan yang diberi nama Adz-Dzakiraat. Perkumpulan Adz-Dzakiraat ini
banyak memberikan jasa kepada Muhammadiyah dan `Aisyiyah, misalnya banyak membantu
pencarian dana untuk Kas Muhammadiyah, `Aisyiyah, PKU, Bagian Tabligh, dan bagian Taman
Poestaka.

Menurut catatan AR Fachruddin (1991), pada masa kepemimpinan KH. Ibrahim, kegiatan yang
dapat dikatakan menonjol dan penting adalah:
 Pada tahun 1924, Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah
untuk anak-anak miskin. Pada tahun 1925, ia juga mengadakan khitanan massal. Di samping
itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri
keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah juga secara gencar disebarluaskan ke
luar Jawa
 Pada periode kepemimpinan Ibrahim, Muhammadiyah sejak tahun 1928 mengirim putra-
putri lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian
dikenal dengan 'anak panah Muhammadiyah'
 Pada Kongres Muhammadiyah di Solo pada tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan
Uitgeefster My, yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang
bernanung di bawah Majelis Taman Pustaka.
 Ia lebih banyak memberikan kebebasan gerak bagi angkatan muda untuk
mengekspresikan aktivitasnya dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Di samping itu, ia
juga berhasil dalam membimbing gerakan Aisyiyah untuk semakin maju, tertib, dan kuat. Ia
juga berhasil dalam meningkatkan kualitas takmirul masajid, serta berhasil pula dalam
mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat.
 Pada periode kepemimpinan KH. Ibrahim telah diselenggarakan sepuluh kali Rapat
Tahunan Muhammadiyah yang terus-menerus memilihnya sebagai Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah. Mulai tahun 1926, istilah Rapat Tahunan Muhammadiyah diganti menjadi
Kongres Muhammadiyah yang bertempat di Surabaya sebagai Kongres Muhammadiyah ke-
5.

Anda mungkin juga menyukai