Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

DIABETES INSIPIDUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dengan Dosen Pengampu : Ibu Sri Sumartini, S.Kp., M.Kep.

Disusun Oleh :

Adinda Laqiyta Falasifa 2007338


Danies Laelatul Ahdiah 2002071
Dhandy Muhammad Zuhdy 2007493
Halwiyana Ziyanka Latiefah 2001954
Nur Fatimah Puspitasari 2001896
Resa Aisyah Isna Asyaroh 2006968
Salma Adila Rahmani 2001958
Silviana Safitri 2005592
Silvy Mutiara Dewi 2001903

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak ada
bandingan atas rahmat dan karunia – Nya yang telah memberikan kesehatan jasmani dan
rohani yang tiada tara kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembahasan
makalah yang berjudul “Diabetes Insipidus Sentral” yang diajukan untuk mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari ketidaksempurnaan dan keterbatasan baik


dalam pengetahuan, wawasan dan pengalaman penulis. Maka dari itu, penulis berharap
pembaca dapat ikut berpartisifasi dalam kritik dan saran yang membangun untuk penulis agar
lebih teliti dan semangat dikemudian hari.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri Sumartini, S.Kp., M.Kep. selaku dosen
pengampu mata kuliah “Keperawatan Medikal Bedah I” yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat diterima dan dianalisis oleh pembaca. Penulis
penjatkan doa semoga yang maha sempurna Allah SWT memberikan Kesehatan yang
berlimpah kepada kita semua.

Bandung, 03 Desember 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
B. Patofisiologi
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalaksanaan Medis

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian
B. Diagnosis Keperawatan
C. Intervensi

BAB IV SIMPULAN
A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh


hiperglikemia akibat cacat dalam sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
Hiperglikemia kronis diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan
kegagalan berbagai organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh
darah. Beberapa proses patogen terlibat dalam perkembangan diabetes Ini berkisar dari
penghancuran autoimun sel-sel pankreas dengan akibat defisiensi insulin hingga kelainan
yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin tindakan. Dasar kelainan pada
Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada diabetes adalah defisiensi kerja insulin
pada jaringan target. Kekurangan insulin Tindakan ini dihasilkan dari sekresi insulin yang
tidak memadai dan/atau berkurangnya respons jaringan terhadap insulin pada satu atau
lebih titik di dalam tubuh jalur kompleks aksi hormon. Gangguan sekresi insulin dan
defek kerja insulin sering terjadi bersamaan pada pasien yang sama, dan seringkali tidak
jelas kelainan mana, jika salah satunya, adalah penyebab utama hiperglikemia.
Gejala hiperglikemia yang nyata termasuk poliuria, polidipsia, penurunan berat badan,
terkadang dengan polifagia, dan kabur penglihatan. Gangguan pertumbuhan dan
kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai hiperglikemia kronis. Akut,
konsekuensi yang mengancam jiwa dari diabetes yang tidak terkontrol adalah
hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik. Komplikasi
jangka panjang diabetes termasuk retinopati dengan potensi kehilangan penglihatan;
nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki,
amputasi, dan sendi Charcot; dan neuropati otonom yang menyebabkan gastrointestinal,
genitourinari, dan kardiovaskular gejala dan disfungsi seksual. Pasien dengan diabetes
memiliki insiden yang meningkat kardiovaskular aterosklerotik, arteri perifer, dan
penyakit serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein sering
ditemukan pada orang-orang dengan diabetes.
Sebagian besar kasus diabetes jatuh ke dalam dua kategori etiopatogenetik yang luas
(dibahas secara lebih rinci di bawah). Dalam satu kategori, diabetes tipe 1, penyebabnya
adalah defisiensi absolut sekresi insulin. Individu dengan peningkatan risiko terkena
diabetes jenis ini seringkali dapat diidentifikasi dengan bukti serologis dari proses
patologis autoimun yang terjadi di pulau pankreas dan secara genetik penanda. Di
kategori lain yang jauh lebih umum, diabetes tipe 2, penyebabnya adalah kombinasi
resistensi terhadap kerja insulin dan respon sekresi insulin kompensasi yang tidak
memadai. Di yang terakhir kategori, tingkat hiperglikemia yang cukup untuk
menyebabkan patologis dan fungsional perubahan di berbagai jaringan target, tetapi tanpa
gejala klinis, mungkin hadir untuk jangka waktu yang lama sebelumnya diabetes
terdeteksi. Selama periode tanpa gejala ini, dimungkinkan untuk menunjukkan kelainan

1
pada karbohidrat metabolisme dengan pengukuran plasma glukosa dalam keadaan puasa
atau setelah tantangan dengan beban glukosa oral.
Diabetes insipidus (DI) adalah gangguan yang ditandai dengan ekskresi sejumlah
besar urin hipotonik. DI sentral dihasilkan dari defisiensi hormon arginine vasopressin
(AVP) di kelenjar pituitari atau hipotalamus, sedangkan DI nefrogenik dihasilkan dari
resistensi terhadap AVP di ginjal. DI sentral dan nefrogenik biasanya didapat, tetapi
penyebab genetik harus dievaluasi, terutama jika gejala terjadi pada anak usia dini. DI
sentral atau nephrogenic harus dibedakan dari polidipsia primer, yang melibatkan asupan
air yang berlebihan dalam jumlah besar meskipun sekresi dan aksi AVP normal.
Polidipsia primer paling sering terjadi pada pasien psikiatri dan penggemar kesehatan
tetapi polidipsia pada subkelompok kecil pasien tampaknya disebabkan oleh ambang rasa
haus yang rendah secara abnormal, suatu kondisi yang disebut DI dipsogenik.
Membedakan antara berbagai jenis DI dapat menjadi tantangan dan dilakukan baik
dengan tes kekurangan air atau dengan stimulasi salin hipertonik bersama dengan
pengukuran copeptin (atau AVP). Selanjutnya, riwayat medis rinci, pemeriksaan fisik dan
studi pencitraan diperlukan untuk memastikan diagnosis DI yang akurat. Pengobatan DI
atau polidipsia primer tergantung pada etiologi yang mendasari dan berbeda pada DI
pusat, DI nefrogenik dan polidipsia primer.

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi Diabetes Insipidus?
b. Apa Patofisiologi dari Siabetes Insipidus?
c. Apa Etiologi dari Diabetes Insipidus?
d. Apa Manifestasi kliinis dari Diabetes Insipidus?
e. Apa Komplikasi dari Diabtes Insipidus?
f. Apa Pemerikasaan diagnostik dari Diabtes Insipidus?
g. Apa Penatalaksanaan medis dari Diabtes Insipidus?

C. Manfaat Penulisan
a. Mengetahui definisi Diabetes Insipidus.
b. Mengetahui Patofisiologi dari Siabetes Insipidus.
c. Mengetahui Etiologi dari Diabetes Insipidus.
d. Mengetahui Manifestasi kliinis dari Diabetes Insipidus.
e. Mengetahui Komplikasi dari Diabtes Insipidus.
f. Mengetahui Pemerikasaan diagnostik dari Diabtes Insipidus.
g. Mengetahui Penatalaksanaan medis dari Diabtes Insipidus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan ginjal
yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai denganrasa haus
yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemihyang sangat
encer (poliuri).Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:
1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormon
antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesisatau
penyimpanan.
2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak responsif
terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak memberikan respon
yang normal terhadap hormon ini).

B. Patofisiologi

Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan Diabetes Insipidus,termasuk


didalamnya tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisisdi sela
tursika, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus. gangguan sekresi1asopresin
antara lain disebabkan oleh Diabetes Insipidus dan sindrom gangguan ADH. Pada
penderita Diabetes Insipidus, gangguan ini dapat terjadi sekunder daridestruksi
nucleus hipotalamik yaitu tempat dimana vasopressin disintetis (Diabetes Insipidus
Sentral) atau sebagai akibat dari tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin
(Diabetes Insipidus Nefrogenik). Diabetes Insipidus sentral (DIS) disebabkan oeh
kegagalan pelepasan hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat
merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan, selain itu DIS juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada aksontraktus supraoptiko
hipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk
sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.Istilah Diabetes

3
Insipidus Nefrogenik (DIN) dipakai pada Diabetes Insipidus yang tidak responsi1e
terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis DIN dapat disebabkan oleh:

1. Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam


medullarenalis.
2. Kegagalan utilisasi gradient pada kegagalan dimana ADH berada dalam
jumlah yang cukup dan berfungsi normal. Kehilangan cairan yang banyak
melalui ginjal ini dapat dikompensasikan dengan minum banyak air.
Menderita yang mengalami dehidrasi, berat badan menurun, serta kulit dan
membrane mukosa jadi kering.Karena meminum banyak air untuk
mempertahankan hidrasi tubuh, penderita akan mengeluh perut terasa penuh
dan anoreksia. rasa haus dan akan berlangsung terus pada malam hari
sehingga penderita akan merasa terganggu tidurnya karenaharus BAK pada
malam hari

C. Etiologi
Diabetes insipidus disebabkan oleh penurunan produksi ADH baik total
maupun parsial oleh hipotalamus atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis
anterior. Berdasarkan etiologinya, diabetes insipidus dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diabetes Insipidus Sentral
Penyebabnya antara lain:
A. Bentuk idiopqtik.
1) Bentuk non familiar.
2) Bentuk familiar
B. Pasca hipofisektomi.
C. Trauma (Fraktur dasar tulang tengkorak)
D. Granuloma
1) Sarkoid
2) Tuberkolosis.
3) Sifilis
4) Infeksi
5) Meningitis
6) Ensefalitis

4
7) Landry-Guillian-Barre's syndrome.
E. Vascular
1) Trombosis atau perdarahan serebral.
2) Aneurisma serebral
3) Post-partum necrosis
F. Histiocytosis.
1) Granuloma eosinofilik
2) Penyakit Schuller-Christian
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik.
Penyebabnya antara lain:
A. Penyakit ginjal kronik
1) Penyakit ginjal polikistik
2) Medullary cystic disease
3) Pielonefritis.
4) Obstruksi ureteral
5) Gagal ginjal lanjut
B. Gangguan elektrolit
1) Hipokalemia
2) Hiperkasemia
C.Obat-obatan
1) Litium
2) Demeklosikin
3) Asetoheksamid
4) Tolazamid
5) Glikurid
6) Propoksifen
7) Amfoarisin
8) Vinblastin
9) Kolkisin
D. Penyakit Sickle Cell.
E. Gangguan diet.
1) Intake air yg berlebihan

5
2) Penurunan intake NaCl
3) Penurunan intake protein.
F. Lain-lain
1) Multiple mieloma
2) Amiloidosis.
3) Penyakit Sjogren's
4) Sarkoidosis.

D. Manifestasi Klinis
Tanpa kerja vasopressin pada nefron distal ginjal, maka akan terjadi
pengeluaran urine yang sangat encer seperti air dengan berat jenis 1,001 hingga 1,005
dalam jumlah setiap harinya. Urine tersebut tidak mengandung zat-zat yang biasa
terdapat di dalamnya seperti glukosa dan albumin.
Pada diabetes insipidus herediter, gejala primernya dapat berawal sejak lahir.
Kalau keadaan ini terjadi pada saat usia dewasa biasanya gejala poliuria memiliki
awitan yang mendadak atau terhadap (Insidious). Penyakit ini tidak dapat
dikendalikan dengan membatasi asupan cairan karena kehilangan urin dalam jumlah
besar akan terus terjadi sekalipun untuk penggantian cairan.

E. Komplikasi
1. Dehidrasi
Diabetes insipidus dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan:
a) Mulut kering
b) Perubahan elastisitas kulit
c) Rasa haus yang berlebih
d) Kelelahan
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
Diabetes insipidus dapat menyebabkan ketidakseimbangan mineral dalam darah
seperti natrium dan kalium (elektrolit), yang menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh. Gejala ketidakseimbangan elektrolit antara lain:
a) Kelemahan
b) Mual dan muntah

6
c) Kehilangan selera makan
d) Kram otot
e) Kebingungan

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium : Darah, Urinalisis Fisis, Dan Kimia
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450 mOsml/l. Pada keadaan
dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295
mOsmoll, dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar
natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang
tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan defisiensi
ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia primer
pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan
periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada individu normal,
osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis
yang naik (800-1200).
2. Radioimunoassay Untuk Vasopresin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang
menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini
berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
3. Rontgen Cranium
Rontgen carmin dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti
klasifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya
sutura.
4. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan TI dapat membedakan kelenjar pituitara interior dan posterior
dengan isyarat hiperintense atau yang disebut titik terang/isyarat terang. Titik terang

7
muncul pada MRI kebanyakan penderita normal, namun tidak tampak pada penderita
dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise. Penderita dengan diabetes insipidus
autosom dominan titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi
mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitaria dapat terlihat
dengan MRI pada penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis sel langerhans
(LCH) atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa penderita abnormalitas MRI dapat
dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain ada.

5. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Cairan Parenteral
Untuk mencegah dehidrasi, penderita diabetes insipidus harus selalu minum
cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus karena penyakit
diabetes insipidus merupakan suatu kelainan dimana terdapat kekurangan
hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan dan
pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer sehingga penderita
harus sering diberi minum.
2. Jika kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate untuk
merangsang sintesis hormone ADH di hipotalamus.
3. Jika diabetes insipidus lebih berat maka akan diberikan diberikan vasopressin
atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) yang
merupakan pemberian ADH melalui semprotan hidung dengan pemberian
beberapa kali sehari berguna untuk mempertahankan pengeluaran urine yang
normal.
4. Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid
(misalnyahidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan non-steroid
(misalnya, indometacin atau tolmetin).

8
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1.Keluhan utama
klien mengatakan sering sekali BAK teruma pada malam hari.
2. Riwayat sekarang
klien mengatakan sering sekali BAK teruma pada malam hari karena klien
mengeluh sering haus dan sangat banyak minum terutama air dingin,klien sulit
berkonsentrasi dan merasa kurang nyaman dibagian kandung kemihnya, lalu klien
sulit tidur akibat sering merasa BAK, BB menurun dan tidak nafsu makan , klien
merasa kelelahan atau lemah, turgor kulit tampak buruk, wajah pucat, membran
mukosa pucat dan kering., kulit kering , klien tampak gelisah. Hasil TTV tekanan
darah 100/70 mmhg, Nadi 69x/ menit, Suhu 37,9 °c, Respirasi 21x/menit.

3.Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Penampilan : Badan lemas, wajah pucat, membran mukosa kering dan pucat
Tanda – tanda vital
TD : 100/70 mmhg
N : 69x/menit
S : 37,9°c
R : 21x/menit
BB sebelum sakit : 65 kg
BB saat sakit : 50 kg
TB : 170cm

4.Pengkajian Head to toe


1.Muka
Bentuk wajah simetris, bentuk mata , telinga , hidung, mulut simetris, warna sawo
matang, ketika dipalpasi sibus wajah tidak ada nyeri dan wajah terlihat pucat.

9
2.Mulut
jumlah gigi 32 . tidak ada caries gigi atau lubang gigi, mukosa mulut bau, membran
mukosa kering dan pucat, tidak ada lesi dan tidak ada pendarahan , fungsi pengecapan
baik ( klien dapat membedakan rasa asin, pahit, manis )
3.Abdomen
Warna perut sawo matang , bentuknya sedikit cembung saat dipalpasi terdapat nyeri
tekan pada uluh hati di daerah perut kiri bagian atas, tidaka ada massa , ketika di
auskultasi terdengar bising usus 12x/ menit, skala nyeri 7 (0-10)
4.Kulit
Warna kulit sawo matang , turgor kulit ≥ 3 detik

5.Pola aktivitas
a.Nutrisi
(makan)
2x/hari ,½ porsi keluhan tidak nafsu makan
(minum )
air putih dingin, 10 gelas /hari keluhan sering merasa haus
b.Istirahat tidur (malam)
5jam 22.00-03.00 keluhan kesulitan tidur karena sering BAK
c.Eliminasi (BAK)
10x/hari , warna kuning, bau khas urine, keluhan sering merasa sakit bagian kandung
kemih karena sering BAK.

6. Data penunjang
laboratorium
Hasil laboratorium klien menunjukkan osmolalitas urin klien sebesar 105 mOsm/L,
osmolalitas plasma klien sebesar 312 mOsm/L, berat jenis urin klien 1,001 g/ml, dan
tes DDAVP menunjukkan osmolalitas sampel meningkat >50%. Hasil pencitraan MRI
menunjukkkan tidak adanya sinyal hiperintens pada kelenjar hipofisis posterior

10
B. Diagnosis Keperawatan
1.Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung kemih d.d klien
mengatakan sering BAK ,nokturia, volume residu urin meningkat, osmolalitas urin
klien sebesar 105 mOsm/L.
2.Defisit nutrisi b.d faktor psikologi d.d berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal.
3.Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d klien mengeluh sulit tidur,sering
terjaga, tidak puas tidur, istirahat tidak cukup
4.Risiko gangguan integritas d.d neuropati perifer

C. Intervensi

11
BAB IV
SIMPULAN

A. Kesimpulan

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdelazis Elamin. 2009. Diabetes Insipidus. Departement of Child Health and Pediatric
Endocrinologist Sultan Qaboos University.
Asman Boedi Santoso. Diabetes Insipidus. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, FK UI.
Christ-Crain, M., Bichet, D.G., Fenske, W.K. et al. Diabetes insipidus. Nat Rev Dis
Primers 5, 54 (2019).
https://care.diabetesjournals.org/content/diacare/28/suppl_1/s37.full.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai