TOPIK: YADNYA
Oleh Kelompok 4
NAMA : NIM :
NI PUTU WIDIARI 2102014164
I PANDE PUTU SURYATAMA 2102014159
NI MADE AMELIA MARSYA 2102014191
I MADE KRISNA WAHYU PUTRA 2102014332
NI WAYAN SEPTIANI 2102014182
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Yadnya dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
pengetahuan kita mengenai Yadnya .Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.Oleh sebab itu,kami berharap
adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang
akan datang,mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membantu.
Demikian yang dapat kami sampaikan,semoga makalah ini dapat dipahami dan bermanfaat
bagi kami sendiri dan bagi siapapun yang membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
( Kelompok empat )
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban yang harus
dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan
manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia
memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan
untukmemperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan
YangMaha Esa).
Seperti dalam sloka dikatakan:Sahayajnah prajah strishtvapuro vácha prajapatihanena
prasavishya dhvamesha va stv ishta kamadhuk
(Bh. G. III.10)
Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan
bersabda: "dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan
kebahagiaan(kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu".
Sloka tersebut diatas mengisyaratkan kepada kita bahwa Tuhanpun selalu melakukan yadnya
di dalam menciptakan alam semesta, sebab bila Beliau berhenti beryadnya maka duniapun akan
hancur atau Pralaya. Sehingga sudah seharusnyalah kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, patut
bersyukur atas hal tersebut dengan jalan melaksanakan Yandya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Yadnya ?
b. Apa yang dimaksud dengan Panca Yadnya ?
c. Apa saja Bagian – bagian dari Panca Yadnya ?
d. Apa yang dimaksud dengan Tri Rna ?
e. Bagaimana pelaksanaan Yadnya dalam kehidupan sehari – hari ?
f. Bagaimana dasar pelaksanaan Yadnya dan Dasar Hukum pelaksanaan Yadnya ?
C. Tujuan Penulisan
a. Agar dapat mengetahui tentang Yadnya dan juga bagian – bagian dari Yadnya
b. Agar dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan Yadnya dalam kehidupan sehari – hari
c. Agar dapat mengetahui tentang dasar oelaksanaan Yadnya dan dasar hukum
pelaksanaan Yadnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Yadnya
2
C. Bagian - Bagian Panca Yadnya
1. Dewa Yadnya
Dewa Yadnya adalah korban suci dengan tulus iklas kehadapan Tuhan Yang
Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa) dengan jalan cinta bakti dan sujud memuja serta
mengikuti segala ajaran-ajaran suci-Nya.
Ketentuan-ketentuan yang harus diketahui dalam melaksanakan Dewa Yadnya:
a. Tempatnya di tempat yang bersih dan memiliki suasana kesucian, misalnya pura.
b. Adanya Sanggar Surya sebagai syarat minimal yaitu sebagai pengganti Padma Sana,
tempat bertahannya Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
c. Adanya sesajen, haturan dengan bahan utama yang terdiri dari api, air bersih, buah
dan bunga.
Adapun tata cara melaksanakan Dewa Yadnya ialah:
a. Pelinggih Ida Hyang Widhi Wasa diberi upacara penyucian
b. Memohon dengan pujaan semoga Sang Hyang Widhi datang dan bersthana di
pelinggih itu dipakai puja upeti
c. Menghantarkan upacara penyucian dengan diantar oleh puja sthihi
d. Sembahyang yang diakhiri dengan metirta
e. Upacara penutup disebut “nyimpen” dengan memakai puja pralina.
2. Pitra Yadnya
Pitra yadnya ialah korban suci yang tulus ikhlah kepada leluhur dengan
memujakan keselamatannya di akhirat serta selanjutnya memelihara keturunannya dan
menuruti semua tuntunannya .
Ketentuan –ketentuan upacara Pitra yadnya. Pitra yadnya dilakukan dengan cara ;
1.Sawa Prateka
Sawa Prateka artinya; penyelenggaraan mayat untuk kembali kepada panca Maha
Bhuta [alam semesta ],yaitu ;unsur –unsur air ,api ,tanah ,hawa dan ether dengan
cara dibakar atau dikuburkan .
Pelaksanaannya:
Sawa Prateka dilakukan dengan jalan:
1) Mayat dimandikan dengan air bersih dan terakhir dengan air kumkuman
2) Segala lubang yang ada dibadan ditutup, lubang hidung, telinga, mulut, dan
lainnya
3) Digulung dengan kain putih
4) Dibakar atau ditanam
Sawa Prateka dibagi dalam dua yaitu ;
a) Sawa Wedana
Sawa wedana ialah ; Upacara pembakaran mayat yang masih
diketemukan. Didalam mana termasuk Asti Wedana
Asti Wedana ialah ;Upacara setelah mayat menjadi tulang ,abunya yang
kemudian dianyut kesungai atau kelaut
3
Sawa Wedana yaitu membakar mayat di kubur dengan cara:
1) Mayat dibakar dengan api suci
2) Abunya dipuja dan kemudian dihanyutkan kesungai atau ke laut
3) Memakai bahan sesajen yang terutama terdiri dari api, air suci dan bunga
besar
4) Diantar dengan sembah oleh sanak keluarga kehadapan Hyang Widhi, dan
terakhir bersujud pada Sang Pitara(Roh Leluhur)
b) Swasta
Swasta ialah ;Upacara pembakaran atas mayat yang tidak dapat
diketemukan .
Selain dari pembakaran mayat yang secara Sawa Wedana, ada juga secara Swata
jika mayat tak mungkin ditemukan lagi, upacara ini dilakukan dengan
menggantikan dengan kusa caria(jalinan lalang yang berbentuk badan manusia)
atau dengan toya carira (air suci ditambah dengan bunga-bungaan). Setelah itu
dibakar dengan upacara yang sama dengan Sawa Sedana. Setelah upacara Sawa
Wedana berakhir, maka ada upacara Atma Wedana.
2.Atma Wedana
Atma Wedana artinya ;Upacara mengembalikan atama dari Bhur Loka [bumi ]
dan bhuvah loka [alam] ke svuah loka [sorga atau alam Hyang Widhi].
Upacara Atma Wedana dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Tempatnya dirumah atau di suatu tempat yang lain yang telah ditentukan
2) Simbol dari Atma ini Puspa Carira atau Toya Sarira
3) Banten terutama terdiri dari air, api, bunga-bungaan tertentu yang harum
4) Diantara dengan puja pralina oleh sulinggih yang diakhiri dengan membakar
puspa sarira itu
5) Sanak keluarga menyembah ke hadapan Sang Hyang Widhi dan akhirnya
kepada Sang Pitara
6) Abu Puspa Carira di hanyutkan ke laut atau air sungai yang bermuara ke laut.
Pelaksanaan penguburan mayat itu harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
1) Jurusan kuburan harus menghadap matahari terbit dan ke arah gunung setempat
2) Adapun lubang kuburan dalamnya minimal satu setengah meter
3) Sebelum kuburan itu dipergunakan harus diberi upacara penyucian dan
permakluman kepada Sang Hyang Praja Pati.
4) Sesudah 12 hari lamanya terjadi kematian itu, maka perlu dibuat sesajen ala
kadarnya upacara ini disebut Ngerorasin.
3. Rsi Yadnya
Rsi Yadnya adalah korban suci yang tulus iklas untuk kesejahteraan para Rsi
serta mengamalkan segala ajarannya.
4
1) Menobatkan sulinggih menjadi orang suci agama
2) Membangun tempat pemujaan untuk para Rsi
3) Menghaturkan punia kepada Para Rsi
4) Menaati dan mengamalkan ajaran-ajaran Para Rsi
5) Membantu pendidikan agama bagi calon Sulinggih
Mediksa dan Medwijati artinya disucikan menurut ketentuan dan untuk tujuan
keagamaan umpamanya untuk menjadi pendeta atau sulinggih. Yakni yang
mengandung maksud bahwa dalam hubungan-hubungan niskala ialah agar Roh yang
meninggal itu tidak terikat dengan unsur-unsur keluarga.
Sehubungan dengan Pitra Yadnya, maka disini perlu dipertegas bahwa yang
oaling baik adalah agar mayat itu selambat-lambatnya dapat dibakar dalam 7 hari
setelah meninggal.
Kata Diksa artinya Suci. Kata Dwijati artinya lahir dua kali. Maksudnya bahwa
manusia itu lahir pertama dari perut ibu ke dunia ini. Tetapi agar orang itu tetap hidup
di dalam agama, maka ia perlu dilahirkan untuk kedua kalinya yaitu dari dunia ke dunia
ini yang pernah di Dwijatikan.
Tetapi yang perlu diketahui dan dilaksanakan olehn orang-orang biasa pada
umumnya bahwa untuk menyucikan diri itu cukup dilakukan dengan jalan Mewinten
saja. Orang yang belum disiksa atau didwijati atau mewinten tak berhak sama sekali
mewintenkan orang lain.
4. Manusa Yadnya
Manusa Yadnya ialah:Korban suci yang tulus iklas untuk keselamatan serta
kesejahteraanmanusia lainnya.
Cara-caranya ada bermacam –macam yaitu:
a. Mengadakan upacara selamatan pada waktu:
1) Bayi dalam kandungan atau Garbha Wedana ( megedong-gedongan)
2) Bayi baru lahir
3) Bayi berumur 42 hari ( tutug kambuhan)
4) Bayi berumur tiga bulan(nelu bulanin)
5) Bayi berumur enam bulan(otonan)
6) Anak meningkat dewasa(raja sewala)
7) Potong gigi(metatah)
8) Pernikahan
b. Mengadakan usaha untuk kemajuan serta kebahagian anak dalam masyarakat antara
lain: pendidikan, dan kesehatannya(Dharma Santana Widhi)
c. Menolong serta menghormati sesama umat Hindu, misalnya: menghormati tamu
(atiti Karma) serta menolong orang lain dalam kesusahan serta mengadakan usaha-
usaha sosial lainnya untuk kesejahteraan masyarakat dan Negara(Dana Punya).
Upacara- Upacara Manusa Yadnya
1) Upacara Magedong-Gedongan
5
Upacara pagedong-gedongan ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada saat
kandungan berumur 7 bulan, upacara ini dilaksanakan bertujuan untuk menyucikan
janin dalam kandungan, agar nantinya terlahir anak yang Suputra. Upacara
Pagedong-gedongan ini dilaksanakan setiap terjadinya suatu kehamilan pada si Ibu.
2) Bayi Lahir
Upacara ini dilaksanakan pada waktu bayi baru dilahirkan. Upacara ini adalah
sebagai ungkapan kebahagiaan atas kehadiran si kecil di dunia.
6
Upacara yang dilakukan pada saat bayi berumur 105 hari, atau tiga bulan dalam
hitungan pawukon.
Sarana Upakara kecil: panglepasan, penyambutan, jejanganan, banten kumara
dan tataban.
Sarana Upakara besar: panglepasan, penyambutan, jejanganan, banten kumara,
tataban, pula gembal, banten panglukatan, banten turun tanah.
Waktu Upacara ini dilakukan pada saat anak berusia 105 hari. Bila keadaan
tidak memungkinkan, misalnya, keluarga itu tinggal di rantauan dan ingin
upacaranya dilangsungkan bersama keluarga besar sementara si anak terlalu kecil
untuk dibawa pergi jauh, upacara bisa ditunda. Biasanya digabungkan dengan
upacara 6 bulan. Tempat Seluruh rangkaian upacara bayi tiga bulan dilaksanakan di
lingkungan rumah. Pelaksana Upacara ini dipimpin oleh Pandita atau Pinandita.
Sarana :
a. Upacara kecil : Petinjo kukus dengan telor.
b. Upacara besar : Petinjo kukus dengan ayam atau itik, dilengkapi dengan tataban.
Waktu Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi tumbuh gigi yang pertama dan
sedapat mungkin tepat pada waktu matahari terbit. Tempat Keseluruhan rangkaian
upacara dilaksanakan di rumah. Pelaksana Upacara ini dipimpin oleh seorang
pandita / pinandita atau salah seorang anggota keluarga tertua.
7
1) Pemujaan mempersembahkan sesajen kehadapan Hyang Widhi Wasa.
2) Si anak bersembahyang.
3) Setelah selesai sembahyang, dilanjutkan dengan natab sesayut / tetebasan.
4) Si anak diperciki tirtha.
8
Sarana:
a. Segehan cacahan warna lima.
b. Api takep (api yang dibuat dari serabut kelapa).
c. Tetabuhan (air tawar, tuak, arak).
d. Padengan-dengan/ pekala-kalaan.
e. Pejati.
f. Tikar dadakan (tikar kecil yang dibuat dari pandan).
g. Pikulan (terdiri dari cangkul, tebu, cabang kayu dadap yang ujungnya diberi
periuk, bakul yang berisi uang).
h. Bakul.
i. Pepegatan terdiri dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang
putih.
Waktu Biasanya dipilih hari yang baik, sesuai dengan persyaratannya (ala-
ayuning dewasa). Tempat Dapat dilakukan di rumah mempelai Iaki-laki atau wanita
sesuai dengan hokum adat setempat (desa, kala, patra). Pelaksana Dipimpin oleh
seorang Pendeta / Pinandita / Wasi / Pemangku.
Tata cara:
1) Sebelum upacara natab banten pedengan-dengan, terlebih dahulu mempelai
mabhyakala dan maprayascita.
2) Kemudian mempelai mengelilingi sanggah Kamulan dan sanggah Pesaksi
sebanyak tiga kali serta dilanjutkan dengan jual beli antara mempelai Iaki-laki
dengan mempelai wanita disertai pula dengan perobekan tikar dadakan oleh
mempelai Iaki-laki.
3) Sebagai acara terakhir dilakukan mejaya-jaya dan diakhiri dengan natab banten
dapetan.
Bagi Umat Hindu upacara perkawinan mempunyai tiga arti penting yaitu :
1) Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian diri kedua calon
mempelai agar mendapatkan tuntunan dalam membina rumah tangga dan
nantinya agar bisa mendapatkan keturunan yang baik dapat menolong
meringankan derita orang tua/leluhur.
2) Sebagai persaksian secara lahir bathin dari seorang pria dan seorang wanita
bahwa keduanya mengikatkan diri menjadi suami-istri dan segala perbuatannya
menjadi tanggung jawab bersama.
3) Penentuan status kedua mempelai, walaupun pada dasarnya Umat Hindu
menganut sistim patriahat (garis Bapak) tetapi dibolehkan pula untuk mengikuti
sistim patrilinier (garis Ibu). Di Bali apabila kawin mengikuti sistem patrilinier
(garis Ibu) disebut kawin nyeburin atau nyentana yaitu mengikuti wanita karena
wanita nantinya sebagai Kepala Keluarga.
Upacara Pernikahan ini dapat dilakukan di halaman Merajan/Sanggah
Kemulan ( Tempat Suci Keluarga) dengan tata upacara yaitu kedua mempelai
mengelilingi Sanggah Kemulan ( Tempat Suci Keluarga ) sampai tiga kali dan
9
dalam perjalanan mempelai perempuan membawa sok pedagangan ( keranjang
tempat dagangan) yang laki memikul tegen-tegenan (barang-barang yang
dipikul) dan setiap kali melewati “Kala Sepetan”(upakara sesajen yang ditaruh
di tanah) kedua mempelai menyentuhkan kakinya pada serabut kelapa belah tiga.
Setelah tiga kali berkeliling, lalu berhenti kemudian mempelai laki
berbelanja sedangkan mempelai perempuan menjual segala isinya yang ada
pada sok pedagangan (keranjang tempat dagangan), dilanjutkan dengan
merobek tikeh dadakan (tikar yang ditaruh di atas tanah), menanam pohon kunir,
pohon keladi (pohon talas) serta pohon endong dibelakang sanggar
pesaksi/sanggar Kemulan (Tempat Suci Keluarga) dan diakhiri dengan
melewati "Pepegatan" (Sarana Pemutusan) yang biasanya digunakan benang
didorong dengan kaki kedua mempelai sampai benang tersebut putus.
5. Bhuta yadnya
Bhuta yadnya ialah korban suci yang tulus ikhas kepada sekalian makhluk bawahan
yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan untuk memelihara kesejahteraan alam
semesta.
1) Dengan mengadakan upacara korban terhadap makhluk yang tak kelihatan serta
kekuatan alam semesta yang di namai mecaru atau tingkatan caru dari yang terkecil
sampai yang terbesar ialah :
a) Saiban/jotan
Upacara bhuta yadnya ini merupakan tingkatan yang paling sederhana atau
nistaning nista, yang di lakukan setiap hari sehabis menanak nasi. Banten saiban
di lakukan dengan beberapa nasi lengkap dengan lauk pauk seadana, minimal
dengan garam putih.
b) Segehan
Upacara bhuta yadnya jenis segehan ini dapat di lakukan pada hari-hari tertentu
yang di sebut dengan rerainan,misalnya purnama, tilem, kajeng kliwon, anggar
kasih, buda cemeng atau buda wage, tumpek (sabtu kliwon) dan hari-hari suci
yang lebih besar lainnya.
10
Caru panca sata, yaitu upacara bhuta yadnya yang dilakukan menggunakan lima
ekor ayam yang berwarna warni sesuai dengan tempatnya, seperti ayam yang
berwarna putih ditempatkan di arah timur, warna merah ditempatkan di arah
selatan, warna kuning di arah barat, warna hitam ditempatkan di arah utaradan
warna brumbun di tengah.
e) Caru Rsi Ghana
Caru Rsi Ghana, yaitu upacara Bhuta Yadnya yang dilakukan dengan
menggunakanlima ekor ayam brumbun dan ditambah dengan satu ekor itik.
11
D. Tri Rna
Panca yadnya ini ada karena sejak manusia di lahirkan sudah memiliki hutang, hutang
ini harus di bayar yang jumlahnya tiga yang disebut Tri Rna. Tentang Tri Rna dimuat
dalam Kitab Manawa Dharmasastra VI.35, sebagai berikut:
Rinani trinyapakritya manomok-
Se niwecayet
Anapakritya moksam tu sewama-
No wrajatyadhah
Artinya:
Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, kepada Leluhur dan
kepada Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk memcapai kebebasan
terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa menyelesaikan tiga macam
hutangnya akan tenggelam ke bawah.
12
a. Melakukan Tri Sandya tiga kali dalam sehari,
b. Selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
c. Memelihara kebersihan tempat suci,
d. Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,
e. Melaksanakaan persembahyangan pada hari-hari suci seperti Purnama, Tilem,
Galungan, Kuningan, dll.
13
c. Kemauan berkorban dengan tiada mengharapkan pembalasan atau pujian, juga tiada
paksaan
d. Agar diliputi oleh rasa bakti yang sedalam-dalamnya
e. Mengandung dasar pikiran yang suci, rasa cinta, kasih dan sayang
f. Dapat menentramkan jiwa
g. Selalu bertujuan untuk kesejahteraan dan kesentausaan bersama
h. Dalam pelaksanaanya selalu ada unsur-unsur kebaikan dan kebijakan
Terjemahannya :
Sesungguhnya keinginan untuk mendapat kesenangan telah diberikan kepadamu oleh
dewa-dewa karena yadnyamu, sedangkan itu yang telah memperoleh kesenangan tanpa
memberi yadnyanya sesungguhnya adalah pencuri.
Jadi, Yadnya apapun yang kita lakukan bersifat jasmaniah atau kebendaan,
maupun rohaniah atau tuntutan jiwa, jika dilakukan dengan penuh keiklasan dan
keyakinan akan dapat membawa kita menuju cita-cita kita, yaitu hidup lahir batin.
Dalam Brahmana Purana : 20, disebutkan bahwa tujuh kesadaran yang diberikan okeh
Hyang Cista kepada mahluk ialahtidak tamak, memberi, kesetiaan, kebenaran, ilmu
pengetahuan, kesabaran, dan Yadnya.
Dalam Manava Dharmasastra : Buku 122 menyebutkan :
Terjemahannya:
Tuhan yang menciptakan tingkatan-tingkatan dari pada dewa-dewa, yang memiliki
hidup, dan mempunyai sifat bergerak, juga diciptakan tingkat “sadhya” yang berbadan
halus serta upacara-upacara yang kekal.
Sloka ini menyebutkan bahwa apa yang di alam semesta ini semuanya berasal dari
Tuhan, maka dari itu kita sebagai umat beragama wajib mempersembahkan apa yang
akan kita nikmati.
14
Mengorbankan segala aktivitas, mengorbankan harta benda (kekayaan) dan
pengorbanan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Jadi banyak jalan yang bisa kita tempuh
untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa).
Berdasarkan waktu pelaksanaanya Yadnya dapat dibedakan menjadi:
1. Nitya Yadnya
Nitya Yadnya yaitu Yadnya yang dilaksanakan setiap hari seperti halnya:
a. Tri Sandhya
Tri Sandhya adalah merupakan bentuk Yadnya yang dilaksanakan setiap hari,
dengan kurun waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Tujuannya adalah
untuk memuja kemaha kuasaan Hyang Widhi, mohon anugerah keselamatan,
mohon pengampunan atas kesalahan dan kekurangan yang kita lakukan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
b. Yadnya Seṣa/masaiban/ngejot
Mesaiban/ngejot adalah Yadnya yang dilakukan ke hadapan Sang Hyang
Widhi Wasa beserta manifestasinya setelah memasak atau sebelum menikmati
makanan. Tujuannya adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan terima kasih
atas segala anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita. Dalam sastra suci
Agama Hindu disebutkan sebagai berikut:
Terjemahan:
Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa, Karena mereka
makan makanan yang dipersembahkan Terlebih dahulu untuk korban suci.
Orang lain, yang hanya menyiapkan makanan untuk menikmati indriya-indriya
Pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.
15
d) Di pelangkiran, di atap rumah, persembahan ditujukan kepada Sang Hyang
Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai akasa dan ether.
e) Di tempat beras.
f) Di tempat saluran air (sombah).
g) Di tempat menumbuk padi.
h) Di pintu keluar pekarangan (lebuh)
c. Jnana Yadnya
Jnana Yadnya adalah merupakan Yadnya dalam bentuk pengetahuan.
Dengan melalui proses belajar dan mengajar. Baik secara formal maupun secara
informal. Proses pembelajaran ini hendaknya dimulai setiap hari dan setiap saat,
sehingga kemajuan dan peningkatan dalam dunia pendidikan akan mencapai
sasaran yang diinginkan.
Melalui sistem pendidikan yang ada, yang dimulai sejak dini di dalam keluarga
kecil, sekolah dan dilakukan secara terus-menerus selama hayat dikandung
badan.
2. Naimittika Yadnya
Naimittika Yadnya adalah Yadnya yang dilakukan pada waktu-waktu
tertentu yang sudah dijadwal, dasar perhitungan adalah :
3. Insidental
Yadnya ini didasarkan atas adanya peristiwa atau kejadian-kejadian tertentu
yang tidak terjadwal, dan dipandang perlu untuk melaksanakan Yadnya atau
dianggap perlu dibuatkan upacara persembahan. Melaksanakan Yadnya diharapkan
menyesuaikan dengan keadaan, kemampuan, dan situasi.
16
- Madhyaning Niṣṭa adalah sedang di antara yang kecil.
- Utamaning Niṣṭa adalah tersebar di antara yang kecil.
Dan belum tentu Yadnya yang menggunakan sarana dan prasarana yang
banyak/besar akan berhasil dengan baik. Keberhasilan suatu Yadnya sangat
ditentukan oleh kesucian dan ketulusan hati, serta kualitas daripada Yadnya
tersebut. Berkaitan dengan kualitas Yadnya dalam sastra Agama Hindu disebutkan
sebagai berikut:
Terjemahan:
ʻDi antara korban-korban suci korban suci yang dilakukan menurut kitab suci,
karena kewajiban yang dilaksanakan oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih,
adalah korban suci dalam sifat kebaikanʼ.
Terjemahan:
Tetapi hendaknya kalian mengetahui bahwa, korban suci yang diakukan demi suatu
keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat nafsu,
wahai yang paling utama di antara para Bharata
Terjemahan:
Korban suci apapun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk kitab suci,
tanpa membagikan praŝadam (makanan rohani). Tanpa mengucapkan mantra-
mantra Veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa
kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohan’
Pada sloka di atas menjelaskan ada tiga pembagian Yadnya dilihat dari kualitasnya
17
yaitu:
Berdasarkan kutipan sastra agama di atas. banyak nilai-nilai etika sosial, budaya
18
yang kita peroleh dari melaksanakan Yadnya seperti ketulus-ikhlasan dalam setiap
perbuatan, sikap kebersamaan (tidak mementingkan diri sendiri), pengendalian diri
dengan Tapa, Brata, dan Samadhi, menanamkan rasa bersyukur dan terima kasih
atas segala anugerah yang dilimpahkan kepada kita oleh Tuhan Yang Maha Esa
(SangHyangWidhiWasa).
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan
Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan
persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya memiliki lima bagian yang bisa disebut
dengan Panca Yadnya. Panca Yadnya berarti lima persembahan suci dengan tulus ikhlas.
Bagian – bagian dari panca yadnya yaitu Dewa Yandya , Pitra Yadnya , Rsi
Yadnya ,Manusa Yadnya , Bhuta Yadnya Pelaksanaan Panca Yadnya Dalam Kehidupan
Sehari-Hari. Dalam pelaksanaan sebuah Yadnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya
dalam melaksanakan satu Yadnya pasti yadnya yang lain dilaksanakan juga. Contohnya
kita melaksanakan Dewa Yadnya seperti odalan di Pura. Odalan di Pura termasuk Dewa
Yadnya. Dalam rangkaian upacara odalan di Pura diisi juga dengan upacara mecaru.
Mecaru adalah pelaksanaan Bhuta Yadnya.
Dasar-Dasar Pelaksanaan Yadnya . Berdasarkan pelaksanaan Dharma, Ada unsur-unsur
pengabdian yang tulus iklas , Kemauan berkorban dengan tiada mengharapkan pembalasan
atau pujian, juga tiada paksaan
Dasar hukum Yadnya yang terdapat dalam Bhagawadgita III. 12 yang menyebutkan:
Istan bhogan hi wo deva
Dasyante yajna bhawitah
Tair dattan apradayaibhyo
Yo bhunkte stena eva sah (Masniwara,97, hal 168)
Terjemahannya :
Sesungguhnya keinginan untuk mendapat kesenangan telah diberikan kepadamu oleh
dewa-dewa karena yadnyamu, sedangkan itu yang telah memperoleh kesenangan tanpa
memberi yadnyanya sesungguhnya adalah pencuri.
20
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Tugas Sekolah. 2015. Makalah Yadnya Agama Hindu. 16 Februari 2015
http://adidocsite.blogspot.com/2015/02/makalah-yadnya-agama-hindu.html
21