Disusun Oleh :
Merlinda Rahmadiyanti (1603052)
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-
Nya yang telah memberikan penulis kesempatan untuk menyusun Makalah yang berjudul
“Upacara Butha Yadnya” dengan tepat waktu . Penulis menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing pengampu mata kuliah Agama Hindu yang
telah memberikan Bimbingan dan arahan kepada penulis.
Dalam penyusunan ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan pada kesmpatan ini penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyempurnaan penulisan pada masa-masa mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1PengertianYadnya..........................................................................................
2.2 Pengertian Bhuta Kala Dan Makna Bhuta Yadnya......................................
2.3 Makna Segehan, Caru, Tawur......................................................................
TUJUAN YADNYA
Bila direnungkan tujuan diadakannya sebuah Yadnya yaitu untuk membalas
Yadnya yang dahulu dilakukan oleh Ida Sang Hyang Widhi ketika menciptakan alam
semesta beserta isinya. Hal tersebut dapat kita lihat dari sloka dibawah ini: “sahayajnah
prajah srishtva, paro vacha pajapatih, Anema prasavish dhvam, esha yostvisha kamaduk”
Artinya: Pada zaman dulu kala Praja Pati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan manusia
dengan Yadnya dan bersabda. Dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi
kamanduk (memenuhi) dari keinginanmu. Dari sloka di atas dapat kita lihat secara jelas,
bahwa kita melaksanakan Yadnya atas dasar Tuhan mengawali menciptakan dunia besrta
isinya berdasarkan Yadnuhan itu diteruskan agar kehidupan di dunia ini berlanjut terus
dengan saling beryadnya. Bukankah akibat dari Tuhan berbuat Yadnya itu menimbulkan
Rnam (hutang). Kemudian agar tercipta hokum keseimbangan, maka rnam itu harus
dibayar dengan Yadnya (Tri Rna). Tri Rna ini dalam kehidupan sehari-hari dapat dibayar
dengan pelaksanakan Panca Yadnya. Dimana Dewa Rna dibayar dengan Dewa Yadnya
dan dibayar dengan Bhuta Yadnya, kemudian Rsi Rna dibayar dengan Rsi Yadnya, dan
yang terakhir yaitu Pitra Rna dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Memang
konsep Agama Hindu adalah mewujudkan keseimbangan. Dengan
terwujudnya keseimbangan berarti terwujud pula keharmonisan hidup yang didambakan
oleh setiap orang didunia ini. Untuk terwujudnya keseimbangan tersebut dalam Umat
Hindu diajarkan Tri Hita Karana yaitu tiga factor yang menyebabkan terwujudnya suatu
kebahagiaan. Berkaitan dengan itu, dalam Bhagawadgita III.2 menyebutkan: “ishtan
bhogan hivodeva, donsyante yajna bhavitah, tair dattan apradayabho, yobhunkte stena eca
sah” Artinya: Dipelihara oleh Yadnya Para Dewa, akan memberikan kamu kesenangan
yang kamu inginkan. Ia yang menikmati pemberian ini, tanpa memberikan balasan
kepadanya adalah pencuri. Selanjutnya seloka Bhagawadgita III.13 menyebutkan:
“yajna sisyah sinah santo, nucyanta sarwa kilbisaih, bhujate tuagham papa, ye pacauty
atmakatanat”
Artinya: Orang yang baik, maka apa yang tersisa dari Yadnya, mereka itu terlepas dari
segala dosa, akan tetapi mereka yang jahat yang menyediakan makanan kepentingan
sendiri, mereka itu adalah makan dosanya sendiri. Jadi dengan petikan sloka di atas dapat
ditegaskan bahwa Yadnya itu bertujuan untuk melangsungkan kehidupan yang
berkesinambungan yaitu dengan cara: · Membayar Rna (hutang) untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Melebur dosa untuk mencapai kebebasan yang sempurna.
FUNGSI DAN MAKNA YADNYA
Jika kita lihat dari tujuan pelaksanaan Yadnya yang dijelaskan diatas maka secara
umum fungsi daripada Yadnya adalah sebagai sarana untuk mengembangkan serta
memelihara kehidupan agar terwujud kehidupan yang sejahtra dan bahagia atau kelepasan
yakni menyatu dengan Sang Pencipta. Berdasarkan uraian diatas dapat dijabarkan fungsi
dari pelaksanaan Yadnya, yaitu sebagai berikut:
1. Sarana untuk mengamalkan Weda
Yadnya adalah sarana untuk mengamalkan Weda yang dilukiskan dalam bentuk
symbol-simbol atau niyasa. Yang kemudian symbol tersebut menjadi realisasi dari
ajaran Agama Hindu.
2. Sarana untuk meningkatkan kualitas diri
Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap
kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi
yaitu bersatunya atman dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai.
Dalam upaya meningkatkan kualitas diri, umat Hindu selalu diajarkan untuk buatan
baik. Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian
setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas
jiwatman.
3. Sebagai sarana penyucian
Dengan sebuah Yadnya sesuatu hal bisa disucikan seperti diadakannya Dewa Yadnya,
Bhuta Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya yaitu pada bagian-
bagian tertentu mengandung makna dan tujuan untuk penyucian atau pembersihan.
4. Sarana untuk terhubung Kepada Ida Sang Hyang Widhi Yadnya
merupakan sarana yang dapat
digunakan untuk mengadakan hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasinya, seperti yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Sarana untuk mengungkapkan rasa terima kasih
Dengan sebuah yadnya seseorang mampu mengungkapkan rasa syukur dan ucapan
terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sesame manusia, maupun kepada
alam, seperti yang sudah biasa dilakukan dalam penerapan Panca Yadnya.
Segehan
Segehan ini adalah persembahan sehari- hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara
/ Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan di bawah /
sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke
perempatan jalan. Bahan utamanya adalah nasi berwarna beberapa kepal. Yang umum
segehan: putih dan kuning. Dalam Lontar Carcaning Caru, penggunaan ekasata (kurban
dengan seekor ayam yang berbulu lima jenis warna, di Bali disebut ayam brumbun, yakni:
ada unsur putih, kuning, merah, hitam, dan campuran keempat warna tadi) sampai dengan
pancasata (kurban dengan lima ekor ayam masing-masing dengan bulu berbeda, yakni
unsur putih, kuning, merah, hitam, dan campuran keempatnya, sehingga akhirnya juga
menjadi lima warna) ini masih digolongkan segehan **khusus untuk kelengkapan piodalan
saja, sehinggamemiliki fungsi sebagai runtutan proses piodalan (ayaban atau tatakan
piodalan) yang memilki kekuatan sampai datang piodalan berikutnya.
Caru
Sedangkan pancasanak sampai dengan pancakelud dalam lontar Carcaning Caru
tersebut mulai digolongkan sebagai caru yang berfungsi sebagai pengharmonis atau
penetral buwana agung (alam semesta), di mana caru ini bisa dikaitkan engan proses
pemlaspas maupun pangenteg linggihan pada tingkatan menengah (madya). Usia caru ini
10-20 tahun, tergantung tempat upacara. Penyelenggaraan caru juga dapat dilaksanakan
manakala ada kondisi kadurmanggalan dibutuhkan proses pengharmonisan dengan caru
sehingga lingkungan alam kembali stabil.
Tawur
Adapun yang digolongkan tawur dimulai dari tingkatan balik sumpah sampai
dengan marebu bumi—sesuai dengan yang tersurat dalam lontar Bhama Kertih
digolongkan sebagai upacara besar (utama) yang diselenggarakan pada pura-pura besar.
Tawur ini memiliki fungsi sebagai pengharmonis buwana agung (alam semesta). Adapun
tawur ini memiliki kekuatan mulai dari 30 tahun, 100 tahun untuk eka dasa rudra), dan
1000 tahun untuk marebu bumi. Adapun tawur dilaksanakan pada tingkatan utama, baik
sebagai pangenteg linggih maupun upacara-upacara rutin yang sudah ditentukan
oleh turan sastra atau rontal pada berbagai pura besar di Bali. Tawur ini memiliki makna
sebagai pamarisuddha jagat pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, maupun negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahwa bhuta yadnya merupakan sebuah upacara korban suci yang dilaksanakan dengan
ketulusan hati, sebagai ungkapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Whidi Wasa serta
memohon agar senantiasa melimpahkan dan memberikan keharmonisan di dunia antara
manusia engan alam semesta.
3.2 Saran
Manusia yang beragama Hindu diwajibkan melaksanakan bhuta yadnya agar tercipta
hubungan yang harmonis dengan mahluk lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suarjaya, Dr. I Wayan, dkk. 2008. Panca Yadnya. Widya Dharma ; Denpasar
2. Suparta, I Nyoman Suda, dkk. 2002. Agama Hindu. Ganeca Exact : Jakarta
3. Pujda, I Gede. 1999. Manava Dharmasastra. Paramita : Surabaya
4. http/www.wikipedia.co.id.Panca yadnya.