Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH YADNYA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH

Ni Kadek Dwi Anjani

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat karunia nya lah, maka pada akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas
berbentuk makalah ini
terima kasih kepada bapak guru pembimbing yang telah membina dalam
menyelesaikan makalah ini
penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat membantu dan berguna
bagi pembaca untuk menambah wawasan pengetahuan.
Penulis sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi kinerja yang lebih baik kedepannya.

Donggala, 29 agustus 2018

penulis

Daftar isi

Kata pengantar …………………………………………………..

Daftar isi…………………………………………………………

Bab I Pendahuluan ……………………………………………..

a. latar belakang masalah ……………………………………


b. rumusan masalah……………………………………………

c. tujuan………………………………………………………..

Bab II Pembahasan…………………………………………

1.pengertian yadnya………………………………………….

2. jenis jenis dan tingkatan pelaksanaan yadnya……………

3. hubungan yadnya dengan Tri Guna………………………

Bab III Penutup…………………………………………

Kesimpulan

Saran

Daftar pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang Masalah
Sejarah menyatakan, bahwa pada jaman dahulu kala di wilayah Nusantara Indonesia telah
berdiri Kerajaan-Kerajaan Besar seperti salah satu di antaranya adalah Kerajaan Majapahit
yaitu sebuah Kerajaan penganut Agama Hindu yang merupakan Kerajaan terbesar yang bisa
menyatukan seluruh wilayahnya sampai ke Madagaskar.Pada jaman itu sudah ada hubungan
dagang dengan negara Luar Negeri terutama dengan Negeri Campa, yang saat ini Negara
Cina. Kerajaan ini bertempat di Jawa Timur, yang pada jaman keemasannya dipimpin oleh
seorang Raja yang bernama Hayam Wuruk dengan Patihnya bernama Gajah Mada.
Pada jaman itu perkembangan budaya yang berlandaskan Agama Hindu sangat pesat
termasuk di Daerah Bali dan perkembangan terakhir menunjukkan bahwa para Arya dari
Kerajaan Majapahit sebagian besar hijrah ke Bali dan di Daerah ini para Arya-Arya tersebut
lebih memantapkan ajaran-ajaran Agama Hindu sampai sekarang.Masyarakat Hindu di Bali
dalam kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu warisan para
lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara ritual dalam Falsafah Tri Hita
Karana. Arti kata Tri Hita Karana yakni Tiga keharmonisan yang menyebabkan adanya
kehidupan, diantaranya:
1. Parhyangan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan
2. Pawongan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia
3. Palemahan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
Dalam pelaksanaannya tetap berlandaskan Tatwa (aturan/kitab suci), Susila (kebiasaan) dan
Upacara. dalam kegiatan Upacara Keagamaan berpatokan pada Panca Yadnya.Panca Yadnya
menurut ajaran agama Hindu, merupakan satu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh
umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta
makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan
mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan
mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

Sahayajñáh prajah strishtva


puro vácha prajápatih
anena prasavishya dhvam
esha va stv ishta kámadhuk (Bh. G. III.10)
Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan
bersabda: “dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan
(kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu”.

Deván bhávayatá nena


te devá bhávayantuvah
parasparambhávayantah
sreyah param avápsyatha. (Bh. G. III.11)
Dengan ini (yadnya), kami berbakti kepada Hyang Widhi dan dengan ini pula Hyang Widhi
memelihara dan mengasihi kamu, jadi dengan saling memelihara satu sama lain, kamu akan
mencapai kebaikan yang maha tinggi.
Tanpa penciptaan melalui yadnya-Nya Hyang Widhi maka alam semesta berserta segala
isinya ini, termasuk pula manusia tidak mungkin ada. Hyang Widhilah yang pertama kali
beryadnya menciptakan dunia dengan segala isinya ini dengan segala cinta kasih-Nya.
Karena inilah pelaksanaan yadnya di dalam kehidupan ini sangat penting artinya dan
merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia di dunia. Karena itu pula kita dituntut untuk
mengerti, memahami dan melaksanakan yadnya tersebut di dalam realitas hidup sehari-hari
sebagai salah satu amalan ajaran agama yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa).

 Rumusan masalah
A. Makna dan Tujuan Yadnya?
B. Jenis-Jenis dan Tingkatan Pelaksanaan Yadnya?
C. Hubungan yadnya dengan Tri Guna?

 Tujuan
Tujuan dari ditulisnya makalah ini saya harapkan agar dapat para pembaca/ umat hindu agar
mengetahui makna dan tujuan yadnya, mengetahui jenis-jenis dan tingkatan pelaksanaan
yadnya, mengetahui hubungan yadnya dengan tri guna. Dan dapt menyampaikan hal-hal
tersebut kepada sesama nya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Yadnya
Jika ditinjau secara ethimologinya, kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata
“yaj” yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu
juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini timbul kata
yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral,
retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti
sama dengan Brahma.
Yadnya (yajna) dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas
pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh
perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan
yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia
dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan
persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan
pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan
tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Dengan demikian jelaslah bahwa yadnya mempunyai arti sebagai suatu perbuatan suci yang
didasarkan atas cinta kasih, pengabdian yang tulus iklas dengan tanpa pamerih. Kita
beryadnya, karena kita sadar bahwa Hyang Widhi menciptakan alam ini dengan segala isinya
termasuk manusia dengan yadnyanya pula. Penciptaan Hyang Widhi ini didasarkan atas
korban suci-Nya, cinta dan kasih-Nya sehingga alam semesta dengan segala isinya ini
termasuk manusia dan mahluk-mahluk hidup lainnya menjadi ada, dapat hidup dan
berkembang dengan baik. Hyang Widhilah yang mengatur peredaran alam semesta berserta
segala isinya dengan hukum kodrat-Nya, serta perilaku kehidupan mahluk dengan
menciptakan zat-zat hidup yang berguna bagi mahluk hidup tersebut sehingga teratur dan
harmonis. jadi untuk dapat hidup yang harmonis dan berkembang dengan baik, maka manusia
hendaknya melaksanakan yadnya, baik kepada Hyang Widhi beserta semua manifestasi-Nya,
maupun kepada sesama makhluk hidup. Semua yadnya yang dilakukan ini akan membawa
manfaat yang amat besar bagi kelangsungan hidup makhluk di dunia.
Agnim ile purohitam yajnasya devam rtvijam,
hotaram ratna dhatanam (R.V.I.1.1)
Hamba menuja Agni, pendeta agung upacara yadnya, yang suci, penganugrah, yang
menyampaikan persembahan (kepada para Dewa), dan pemilik kekayaan yang melimpah.
Ishtân bhogaân hi vo devâ
dâsyante yahjna bhâvitâh
tair dattân apradâyai byo
yo bhunkte stena eva sah. (Bh. G.III.12)
Sebab dengan yadnyamu (pujaanmu) Hyang Widhi (dewata) akan memberkahi kebahagiaan
bagimy, dia yang tidak membalas rakhmat ini kepada-Nya, sesungguhnya adalah pencuri.
Yâjna sishtâsinah santo
muchyante sarva kilbishaih
bhunjate te ty agham pâpâ
ye paehamty atma karanat. (Bh. G.III.13)
Yang baik makan setelah upacara bakti akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan
makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini, sesungguhnya makan dosa.
Sesorang hendaknya menyadari , bahwa sesuatu yang dimakan, dipakai maupun yang
digunakan dalam hidup ini pada hakikatnya adalah karunia Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Kuasa). Berdosalah ia yang hanya suka menerima namun tidak mau memberi. Setiap orang
ingin terlepas dari segala dosa, maka itu setiap orang patut beryadnya. Dengan yadnya,
Hyang Widhi akan memberkahi kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Dia yang tidak
beryadnya, yang tidak membalas rahmat yang ia terima sebagaimana yadnya dan anugrah
yang diberikan oleh Hyang Widhi, sesungguhnya ia itu adalah pencuri.
Jadi dengan memperhatikan beberapa sloka di atas, maka jelaslah bahwa yadnya adalah suatu
amal ibadah agama yang hukumnya adalah wajib atau setidak-tidaknya dianjurkan untuk
dilaksanakan oleh umat manusia yang iman terhadap Hyang Widhi. Seseorang hendaknya
mengabdikan diri kepada-Nya dengan penuh kesujudan dan rasa bakti dengan mengadakan
pemujaan dan persembahan yang dilakukan secara tulus iklas.

Patram pushpam phalam toyam


yo me bhaktya prayachchati
tad aham bhaaktypahritam
asnami prayatatmanah. (Bh. G.IX.26)

Siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga,
sebiji buah-buahan atau seteguk air, Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang
yang berhati suci.

Biasanya pemujaan dan persembahan itu dapat dilakukan dalam bentuk upacara yadnya, yaitu
persembahan berupa banten atau sajen-sajen, yang terdiri dari bahan-bahan seperti bunga,
daun-daun, air dan buah-buahan. Semuanya ini adalah persembahan yang bersifat simbolik.
Yang terutama adalah hati suci, pikiran terpusatkan dan jiwa dalam keseimbangan tertuju
kepada Hyang Widhi.

Ye yatha mam prapadyante


tams tathai va bhajamy aham
mama vartma nurvartante
manushyah partha sarvatah (Bh. G. IV.11)

Jalan manapun ditempuh manusia ke arah-Ku semuanya Ku terima dari mana-mana


semua mereka menuju jalan-Ku oh Parta.

Hyang Widhi akan menemui setiap orang yang mengharapkan karunia daripada-Nya. Hyang
Widhi tidak menghapus harapan setiap orang yang melaksanakan yadnya menurut cara dan
kepercayaannya masing-masing. Disini tidak harus satu cara atau jalan tertentu untuk
mencapai hubungan dengan Hyang Widhi, sebab semuanya menuju kepada-Nya. Didalam
pelaksanaan upacara yadnya, hal-hal yang patut diperhatikan adalah Desa, kala, Patra. Desa
adalah menyesuaikan diri dengan bahan-bahan yang tersedia ditempat yang bersangkutan, di
tempat mana upakara yadnya itu dibuat dan dilaksanakan, karena biasanya antara tempat
yang satu dengan tempat yang yang lainnya mempunyai cara-cara yang berbeda. Kala adalah
penyesuaian terhadap waktu untuk beryadnya, atau kesempatan di dalam pembuatan dan
pelasksanaan yadnya tersebut. Sedangkan Patra adalah keadaan yang harus menjadi
perhitungan di dalam melakukan yadnya. Orang tidak dapat dipaksa untuk membuat yadnya
besar atau yang kecil. Yang penting disini adalah upakara dan upacara yang dibuat tidak
mengurangi tujuan yadnya itu dan berdasarkan atas bakti kepada Hyang Widhi, karena di
dalam bakti inilah letak nilai-nilai dari pada yadnya tersebut.
B. Jenis-jenis dan tingkatan pelaksanaan yajna
1. Jenis-Jenis Pelaksanaan Yadnya
Adapun pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :

1. Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-
dewa.
2. Butha Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur
alam.
3. Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
4. Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah
meninggal.
5. Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci
umat Hindu.
kegiatan Yadnya ini didasari oleh Tri Rna yaitu tiga hutang yang mesti dibayar sehubungan
dengan keberadaan kita. adapun tri rana tersebut adalah

1. Dewa Rna, hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai para
dewata yang telah memberikan anungrahnya kepada setiap mahluk.
2. Pitra Rna, hutang kepada para leluhur termasuk orang tua, sehubungan dengan kelahiran
kita serta perhatiannya semasahidup.
3. Rsi Rna, hutang kepada para sulinggih, pemangku dan para guru lainya atas bimbingannya
selama ini.
hutang – hutang tersebut kemudian dibayar dengan yadnya, yang kemudian diaplikasikan
dengan Panca Yadnya. adapun cara pembayaran tersebut adalah:

1. Dewa Rna, dibayar melalui Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.


2. Pitra Rna, dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
3. Rsi Rna, dibayar melalui Rsi Yadnya.

Sesuai dengan agama dan tradisi di Bali, masyarakat Bali Hindu sesungguhnya manusia yang
penuh ritual agama yang terbungkus dalam Panca Yadnya. Ritual agama itu dilakukan
terhadap manusia Bali Hindu dari sejak dalam kandungan, dari lahir sampai menginjak
dewasa, dari dewasa sampai mulih ke tanah wayah (meninggal).
Pemberkahan demi pemberkahan dilakukan untuknya dengan segala bebantenan serta
mantra-mantranya agar munusia Bali Hindu itu menjadi manusia yang berbudi luhur atau
memiliki sifat kedewataan di mayapada ini dan bisa amoring acintya dengan Sanghyang
Widhi di alam vaikunta (alam keheningan).
Inilah daftar ritual agama yang dilakukan manusia Bali Hindu sesuai dengan tradisi di Bali:
1. Pegedong-gedongan – dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender).
Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
2. Bayi Lahir – upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
3. Kepus Puser – bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
4. Ngelepas Hawon – dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
5. Kambuhan – upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan
tempat suci pemrajan.
6. Nelu Bulanin/Nyambutin – upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma
sang bayi benar-benar berada pada raganya.
7. Otonan (Oton Tuwun) – upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi
(210 hari).
8. Tumbuh Gigi – mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
9. Meketus – si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di
pelangkiran Hyang Kumara)
10. Munggah Daha / raja sewala – upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran
asmara.
11. Potong Gigi/metatah – simbolis pengendalian Sad Ripu.
12. Mawinten – mohon waranugraha utk mempelajari ilmu pengetahuan.
13. Upacara Perkawinan – (a) medengen-dengenan (mekala-kalaan), (b) natab.
14. Upacara Ngaben/Palebon – pengembalian panca mahabuta.
15. Upacara Nyekah/Malagia – Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara
Hyang di pemrajan.
16. Upacara Piodalan dan Pecaruan – memohon ketentraman alam
Semua upacara di atas disertai dengan bebantenan sesuai dengan fungsi atau peruntukannya.
Daftar ritual agama di atas menunjukkan bahwa manusia Bali Hindu secara tradasi penuh
dengan ritual agama. Seolah-olah tiada hidup tanpa ritual agama baik pada dunia maya ini
maupun pada dunia akhirat (sekala dan niskala).
Jika semua upacara itu bisa diterapkan sesuai dengan aturannya, maka manusia Bali
diharapkan menjadi manusia yang memiliki sifat yang mengarah kesifat kedewataan,
pergerakan perilaku dari tamasik- rajasik mengarah ke rajasik-satwika atau bahkan pada
satwika. Perputaran perilaku itu dapat dihasilkan dari begitu dalam makna tahap demi tahap
ritual agama itu utk menghantarkan menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau
satwika dari getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan mantra-mantranya secara
sinergistik.

2. Tingkatan-Tingkatan Yadnya
Tingkatan Yadnya didasari oleh besar kecilnya upakara yang dipersembahkan dan dibedakan
menjadi tiga tingkatan,yaitu :
– Nista
– Madya
– Utama
Masing-masing dari ketiga tingkatan diatas dapat dibedakan dalam tiga tingkatan lagi
berdasarkan dari besar kecilnya upakara yang menjadi sarana persembahannya, yaitu :
– Nistaning Nista
– Nistaning Madya
– Nistaning Utama
– Madyaning Nista
– Madyaning Madya
– Madyaning Utama
– Utamaning Nista
– Utamaning Madya
– Utamaning Utama
Perbedaan tingkatan yadnya ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan umat yang akan
melaksanakan karena tujuan yadnya yang menuju kesejahtraan dan kebahagian tidak
memberiikan penderitaan bagi umat.Dan dari segi kualitas kesembilan tingkatan yadnya
tersebut tidaklah ada perbedaan sepanjang dilaksanakan dengan rasa bakti,ketulusan dan
kesucian hati.

C. Hubungan Yadnya Dengan Tri Guna


Dilihat dari segi kualitas tri guna yang melatar belakangi pelaksanaan yadnya, Bhagawadgita
membedakan tiga jenis yadnya, yaitu :
 Sattwika Yadnya
Adalah yadnya yang dilaksanakan dengan keiklasan tanpa mengharapkan hasilnya dan
dilaksanakan sebagai suatu kewajiban yang patut dilaksanakan, serta sesuai dengan sastranya.

Aphalakanksibhir yajno vidhi-drsto ya ijyate,


Yastavyam eveti manah samadhaya sa sattvikah
(bhagawadgita.XVII.11)

Artinya :
Yadnya yang dihaturkan sesuai dengan sastranya, oleh mereka yang tidak
mengharapkan buahnya dan teguh kepercayaannya, bahwa memang sudah
kewajibannya untuk beryadnya, adalah satwika(baik)
 Rajasika Yadnya
Adalah yadnya yang dipersembahkan dengan motivasi untuk memamerkan kemampuan serta
terikat dengan keinginan untuk memperoleh buahnya.
Abhisandhaya tu phalam dambhartham api caiva yat,
Ijyate bharata-srestha tam yajnam vidhi rajasam
(bhagawadgita. XVII.12)
Artinya :
Akan tetapi apa yang dihaturkan degan pengharapan akan buahnya atau hanya untuk
memamerkan, ketahuilah oh arjuna, bahwa yadnya itu adalah rajasika(bernafsu).
 Tamasika Yadnya
Adalah yadnya yang dilaksanakan secara sembarangan, tidak sesuai dengan ketentuan
sastranya, tidak ada makanan yang dibagi-bagikan, tidak ada mantra, syair yang dinyanyikan,
tidak ada daksina, serta tidak dilandasi keyakinan dan kepercayaan.

Vidhi-hinam asrstannam mantram-hinam adaksinam,


Sraddha-vivirahitam yajnam tamasam paricaksate.
(bhagawadgita, XVII.13)
Artinya:
Yadnya yang tidak sesuai degan petunjuk, dengan tidak ada makanan yang dibagi-
bagikan, tidak ada mantra, syair yang dinyanyikan dan tidak ada punia daksina yang
diberikan, tidak mengandung kepercayaan, mereka sebut yadnya yang
tamasika(bodoh).

Dengan demikian tinkat kualitas yadnya dibedakan atas dasar pengaruh tri guna yang
memberi motivasi dalam pelaksanaannya.Dalam tingkatan ini besar kecilnya tingkatan
yadnya tidak menjadi ukuran, namun tingkat spiritual suatu persembahan/yadnya lebih
ditentukan oleh sradha, bakti, keimanan, keiklasan serta jauh dari rasa ego

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Panca yadnya merupakan korban suci yang tulus iklas yang didasari atas rasa bhakti dan
kasih sayang serta tanpa pamrih.Yadnya memiliki lima pembagian (panca yadnya), yaitu
dewa yadnya, manusa yadnya, butha yadnya, pitra yadnya dan rsi yadnya.Pelaksanaan
yadnya ini bukan ditentukan oleh tingkatan yadnya, namun oleh tri guna.Karena
bagaimanapun besarnya sebuah upacara, jika tanpa didasari oleh ketulusan, iklas,bhakti,
kasih sayang dan tanpa pamrih(phala). Upacara tersebut tidak akan menjadi sempurna
(kurang bermakna).

 Saran
Berdasarkan uraian diatas hendaknya kita menyadari bahwa nilai sebuah yadnya bukan
ditentukan oleh tingkatan yadnya, namun bagaimana cara kita belajar untuk iklas, tulus,
penuh kasih sayang dan didasari oleh hati yang suci nirmala dalam melaksanakan sebuah
pengorbanan (yadnya).
DAFTAR PUSTAKA
 http://www.bloger.com// panca yajna hindu bali.. di post tgl:Selasa, 11 Januari 2011
 http://www.parissweethome.com/bali/cultural_my.php
 pancayadnya.blogspot.com/ –
 http://www.babadbali.com/…/pa-panca-yadnya.htm –
 paduarsana.com/…/yadnya-dalam-hindu-panca-yajna

Anda mungkin juga menyukai