Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Modul Praktikum Mekanika Tanah dan Batuan ini bertujuan memberikan


informasi kepada praktikan mengenai kegiatan yang perlu disiapkan dan
diketahui oleh praktikan praktikum.

Sekaligus menyiapkan bahan untuk persiapan praktikum dan bahan bacaan.


Modul ini disusun dalam beberapa bab yang akan menjadi pedoman dalam
panduan praktikum yang akan dilaksanakan.

Fokus pembelajaran diarahkan pada keharusan praktikan secara kelompok


melengkapi semua kebutuhan akan kegiatan praktikum, perhitungan serta
penyusunan laporan.

Termasuk didalamnya untuk mengetahui aturan dalam praktikum. Modul


ini disusun secara sistematis agar praktikan dapat menyiapkan pelaksanaan
praktikum dengan lebih mudah.

Metode yang digunakan dalam penyelenggaraan pembelajaran diharapkan


dapat mendorong peran aktif praktikan. Akhirnya, ucapan terima kasih dan
penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun dan tim penyempurna
atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan modul ini.

Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa


terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi,
kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Harapan kami tidak
lain modul ini dapat memberikan manfaat.

Jambi, Oktober 2021


I
BORHAND

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Dapat menentukan metode lubang dengan pemboran sampai
kedalaman tertentu.
2. Dapat menentukan metode pengambilan secara langsung.
3. Dapat menentukan metode pengambilan dengan mesin bor.
II. Dasar Teori
Borhand adalah salah satu cara penyelidikan bawah permukaan tanah
yang dangkal dan digerakkan dengan bukan tenaga mesin. Dimana kita
akan mendapatkan informasi data mengenai keadaan bawah tanah melalui
garis lubang pemboran. Selain itu, pemboran tangan juga merupakan usaha
mengetahui struktur geologi bawah permukaan dengan menggunakan alat
bukan mesin, dalam hal ini menggunakan bor dengan prinsip kerja manual.
Tingkat kedalaman yang dapat dicapai oleh metode pemboran tangan ini
cukup kecil/dangkal, hanya sampai pada kedalaman kurang dari 20 meter.
Kelebihan metode pemboran tangan adalah faktor biaya yang
dikeluarkan lebih murah, alat yang digunakan sederhana dan mudah dirakit.
Selain itu, penentuan lokasi pemboran pun mudah ditentukan ataupun
dipindah-pindah karena alat yang sederhana dan waktu pemboran yang
relatif cepat.
Jenis-jenis Borhand :
a. Auger bor
Borhand dengan mata bor spiral, Auger Bor atau Bor Auger ini sangat
praktis untuk pekerjaan-pekerjaan prospeksi bahan galian pada endapan-
endapan yang tidak begitu dalam. Pahatnya kebanyakan berbentuk spiral.
Tenaga penggeraknya boleh digunakan mesin ataupun manusia. Beberapa
jenis bor auger disajikan sebagai berikut :
 Auger sekrup (Screw type auger)
 Closed spiral auger (Auger spiral tertutup)
 Ship Auger
 Jamaica Open Spiral Auger
 Auger power head
 Small auger power head
b. Flint Auger
Borhand yang di gunakan untuk ukuran butir lempung – lanau
c. Spiral Cutter Head
Untuk memasang tiang pancang. Spiral cutter head (Kepala pemotong
spiral) digunakan pada satu sisi pembidang, dua sisi pembidang,
pembidang lebar, dan pelipat. Sudut masuk membangkitkan sebuah
pemotong dimana membuat permukaan halus bahkan pada kayu keras.
Spiral cutter head memerlukan daya kuda yang tidak banyak, membuat
bunyi lebih rendah dan kepingan-kepingan lebih kecil. Jika kepala
pemotong memotong pada material keras seperti batu, paku atau tepian-
tepian tumpul, sekrup tidak kencang, menjadi tepian tumpul atau rusak dari
satu atau dua pemasukkan menuju tepian-tepian lain rusak atau tumpul.
d. Bor bangka
Digerakkan dengan tenaga kuda. Alat bor ini sebetulnya adalah ”empire
drill”. Karena pemakaiannya di Indonesia pertama kali dilakukan di Pulau
Bangka untuk eksplorasi bijih timah (kasiterit), maka kemudian dinamakan
Bor Bangka.
e. Bor tumbuk
Prinsip seperti kerekan dengan beban tertentu yang bergerak bebas. Bor
Tumbuk yang digerakkan tenaga manusia umumnya sudah jarang sekali
dipakai. Ini disebabkan karena kemajuan pemboran lambat, banyak waktu
yang hilang pada pencabutan dan pemasangan batang bor serta
pengambilan hasil pemboran, hanya cocok untuk batuan lunak dan bila
kena batuan yang keras sukar untuk menembusnya, dan kedalamn terbatas.
Salah satu contoh bor tumbuk ini ialah Spring Pole.
III. Alat Dan Bahan
 Auger  Tabung 2 buah
 2 buah batang dan 1 buah  Palu dan kepala pemukul
kepala pemutar  Beberapa kantong plastik
 Batang pemegang  Oli
 2 Kunci Inggris  Cangkul
 Socket
IV. Prosedur Kerja
1. Memasang alat auger pada batang bor lalu diletakkan diatas titik
yang akan dilakukan pengeboran
2. Batang bor diletakkan tegak lurus di atas titik pengeboran,
mengusahakan tetap tegak lurus selama pengeboran terjadi.
3. Memutar bor searah jarum jam sambil dibebani.
4. Melakukan pengeboran sampai kedalaman lubang bor sedalam 30
cm.
5. Setelah kedalaman mencapai 30 cm, auger diganti dengan socket
dan tabung, lalu memasang hammer kemudian di angkat keatas lalu
dilepaskan sehingga socket dan tabung tertekan ke bawah, hal ini
dilakukan hingga kedalaman 1 m.
6. Setelah tabung terisi tanah, tabung diangkat dan dilepas kemudian
tutup kedua ujung tabung ditutup dengan plastik dan diikat dengan
karet.
7. Lalu hal yang sama dilakukan pada titik kedua.
II
SIEVE ANALYS

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Mengetahui konsep dasar dari klasifikasi pembagian tanah
berdasarkan ukuran butir.
2. Mengetahui langkah-langkah dan hal-hal yang diperhatikan dalam
uji pengayakan
3. Mengetahui pemanfaatan dalam uji pengayakan itu sendiri.
II. Dasar Teori
Uji pengayakan merupakan salah satu dari tes untuk menentukan
ukuran butir dari tanah yang berasal dari lokasi yang akan diteliti. Salah
satu klasifikasi yang sering digunakan dalam pembagian klasifikasi tanah
yaitu sistem USCS (Unified Soil Classification System) merupakan sistem
klasifikasi yang dikembangkan oleh Casagrande. Kesatuan Engineering
Angkatan Darat Amerika.

Gambar 2.1 Ukuran butir pada batuan.


Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing
and Materials (ASTM) sebagai metoda standar klasifikasi tanah (ASTM D
2487). Berdasarkan sistem USCS ini, tanah diklasifikasikan dalam tanah
berbutir kasar dan tanah berbutir halus dan dapat dilihat pada Gambar 2.1
untuk ukuran butir. Tanah berbutir kasar dibagi ke dalam kerikil,
dinotasikan sebagai G (dari kata gravel), dan pasir (S = sands). Setiap grup
tanah ini dibagi lagi ke dalam empat golongan, yaitu (Gambar 2.2) :

Gambar 2.2 Grafik distribusi ukuran partikel tanah (ASTM)


 Bergradasi baik dan cukup bersih artinya hanya sedikit kandungan
material berbutir halus dinotasikan W (well-graded)
 Bergradasi buruk dan cukup bersih dinotasikan P (poorly graded)
 Bergradasi baik dengan lempung sebagai pengikat dinotasikan C
(clay)
 Berbutir kasar dan mengandung tanah berbutir halus dinotasikan M
(silt)
Tanah berbutir halus dibagi kedalam:
 Tanah lanau organik (tidak mengandung material organik) dan tanah
yang mengandung pasir yang berbutir sangat halus dinotasikan M
(silt)
 Tanah lempung anorganik dinotasikan C (clay)
 Tanah lanau dan lempung organik dinotasikan O (organik)
 Tanah dengan kadar organik sangat tinggi dinotasikan Pt (peat)
Ketiga golongan tanah berbutir halus itu dibagi lagi kedalam beberapa
golongan berdasarkan batas cairnya, yaitu:
 Batas cair < 50%, digolongkan kedalam tanah berbutir halus dengan
kompresibilitas rendah hingga sedang dinotasikan L (low
compressibility)
 Batas cair > 50 %, digolongkan kedalam tanah berbutir halus dengan
kompresibilitas tinggi dinotrasikan H (high compressibility)
Untuk penentuan golongan tanah berbutir halus dalam klasifikasi
USCS ini diagram plastisitas dibagi dalam dua golongan batas cair, yaitu:
tinggi dan rendah (high and low). Untuk melakukan penghitungan berat
total digunakan persamaan yaitu :

Sedangkan untuk menghitung tanah yang tertahan setiap saringan


menggunakan persamaan yaitu :
Menghitung persentase tanah yang lolos pada tiap saringan
menggunakan persamaan yaitu:

Saringan atau ayakan yang digunakan memiliki beberapa macam


ukuran yang akan dijelaskan pada Tabel 2.1. Hasil akhir dari praktikum
pengayakan ini adalah diketahuinya kurva distribusi dari tanah yang
diambil serta membandingkan dari beberapa tanah yang diuji kurva yang
didapat memiliki 3 parameter menurut Pratikso (2008) yaitu :
 Ukuran efektif (D10), saat diameter bersesuaian saat lolos ayakan
pada 10%
 Koefisien keseragaman saat diameter bersesuaian saat lolos ayakan
60%

 Koefisien gradasi

Tabel 2.1 Ukuran-ukuran Ayakan Standard di Amerika Serikat (Pratikso,


2008)
III. Alat dan Bahan
 Alat Tulis (jangka, penggaris,  Mesin shaker
busur, pensil warna, penghapus,  Oven
millimeter blok, dll)  Mesin pengguncang saringan
 Lembar Kerja  Cawan
 Timbangan digital ketelitian  Kuas, sikat, sendok
0.001 gr  Sampel tanah Kering / pasir
 Palu karet kering
 Satu set saringan (mesh) ukuran
4, 10, 16, 20, 30, 40, 50, 60, 80,
100, 200, dan pan.

IV. Prosedur Kerja


a) Cara Kering
1. Bersihkan masing-masing saringan + pan yang akan digunakan,
kemudian timbang masing-masing saringan tersebut dan susun sesuai
standart yang dipakai.
2. Letakan susunan saringan tersebut diatas alat pengguncang.
3. Keringkan benda uji dalam oven dengan temperatur 600 C sampai
dapat digemburkan, atau dengan panas matahari, kemudian tumbuk
dengan palu karet agar butirannya tidak hancur.
4. Masukan benda uji kedalam susunan saringan kemudian ditutup.
5. Kencangkan penjepit susunan saringan.
6. Hidupkan motor penggerak mesin pengguncang 10-15 menit .
7. Setelah dilakukan pengguncangan selama 10-15 menit, mesin
pengguncang dimatikan. Biarkan selama 5 menit untuk memberi
kesempatan debu-debu agar mengendap.
8. Timbang berat masing-masing saringan beserta benda uji yang
tertahan didalamnya, demikian pula halnya dengan pan.
b) Cara Basah
1. Contoh tanah dari lapangan dikeringkan (dijemur) atau dengan
menggunakan alat pemanas lain dengan suhu tidak lebih dari 60 0 C.
Tumbuk gumpalan-gumpalan tanah dengan menggunakan palu karet
agar butiran-butirannya lepas. Agar benda uji dapat mewakili, maka
dilakukan cara seperempat atau dengan memasukan kedalam sample
splitter.
2. Timbang sample sebanyank 500 gram, masukan kedalam saringan
no.200 kemudian cuci sampai air kelihatan bersih. Keringkan sampel
tertahan saringan no.200 tersebut didalam oven selama 24 jam
dengan suhu 1100C.
3. Susun atau set saringan sesuai dengan standar yang digunakan.
4. Timbang masing-masing saringan tersebut dan sebelumnya
dibersihkan dengan menggunakan sikat.
5. Masukan sampel yang tertahan saringan no.200 kedalam saringan
yang telah tersusun, goncangkan dengan menggunakan sieve shaker
(alat pengguncang) selama 10-15 menit, diamkan selama 5 menit
agar sample mengendap.
6. Timbang sample yang tertahan pada masing-masing saringan ,
7. Hitung hasil keseluruhan.
III
HYDROMETER

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Mengetahui langkah - langkah dan hal - hal yang diperhatikan dalam
uji Hydrometer.
2. Mengetahui pemanfaatan dalam uji Hydrometer itu sendiri.
II. Dasar Teori
Analisa Hydrometer merupakan analisa yang digunakan untuk
menentukan klasifikasi tanah yang lolos pada ayakan nomor 200. Menurut
Verruijt (2012), analisa hydrometer berdasarkan Hukum Strokes yang
menjelaskan kecepatan deposisi di dalam air yang dijelaskan pada
persamaan :

Dimana D dapat diuraikan menjadi persamaan di bawah, sedangkan


pada persamaan di bawah juga dijelaskan tentang kecepatan pengendapan
dimana pada dasarnya hydrometer digunakan untuk menentukan
tenggelamnya alat serta interval waktu sehingga didapat kecepatan
pengendapan. Terdapat beberapa koreksi karena beberapa faktor terutama
lingkungan diantaranya :
Zero Correction (ZC), tergantung dari pembacaan hydrometer bila
dibawah air maka (+) dan diatas maka (–) dan bila tepat maka nilainya (0)
Meniscus Correction (Fm), perbedaan antar meniskus lengkung dan
meniskus air.
Temperature Correction (Ft), karena seharusnya pengukuran dilakukan
pada suhu 20℃ sehingga karena ada faktor lingkungan maka dilakukan
koreksi suhu yaitu : Ft = -4.85 + 0.025 T (T = 15℃ - 28℃)
ρs : Densitas benda padat (g/cm3)
ρf : Densitas benda cair (g/cm3)
g : Percepatan gravitasi (980.7
cm/s2)
D : Dimeter partikel (cm)
L : Jarak pengendapan (cm)
Keterangan : T : Interval waktu (s)
V : Kecepatan pengendapan (cm/s)
Pada gambar 1. dijelaskan keberadaan dan kenampakan hydrometer di
tabung air. Praktikum kali ini pun banyak menggunakan perhitungan-
perhitungan untuk mendapatkan nilai bacaan dari alat serta untuk
mendapatkan nilai akhir yaitu persentase. Percent Finer dapat dibaca
langsung menggunakan hydrometer bila namun ρs = 2.65 g/cm3 dan ρf =
1.00 g/cm3, namun pada kenyataannya keadaan di lab bisa saja berubah
sewaktu-waktu maka dari itu digunakan Tabel 3.1

Gambar 3.1 Kenampakan dan keberadaan hydrometer (ASTM)


Keterangan :
Rc : Nilai koreksi
Ra : Nilai bacaan
ZC : Zero correction tergantung alat
CT : Didapat dari tabel berdasarkan temperature (Tabel 3.3)

Keterangan :
a : koreksi untuk densitas partikel (Tabel 3.2)
Ws : Berat kering

Keterangan :
R : Pembacaan meniscus yang telah dikoreksi berdasarkan
Meniskus Correction (Fm) : Ra + Fm
L : Kedalaman efektif (Tabel 3.5)

Keterangan :
K : Hubungan antara temperature dan densitas partikel (Tabel 3.4)
Tabel 3.1 Properties air Tabel 3.3 Koreksi Temperatur
terdistilasi (air murni)

Tabel 3.2 Koreksi a berdasarkan


densitas partikel
Tabel 3.4 Nilai K

Tabel 3.5 Nilai L


III. Alat dan Bahan
a) Alat b) Bahan
Adapun alat yang digunakan Adapun bahan yang
pada praktikum kali ini yaitu : digunakan pada praktikum kali
 Alat tulis ini yaitu :
 Sendok pengaduk 1/kelas  Sampel tanah lolos
 Gelas beaker 1000/500 saringan no. 200 50 gr
1/kelas  Sodium
 Tabung ukur 1000 ml 1 hetamethaphospat/Calgo
kelas ne 40 gr
 Timbangan 1  Air suling
 Plastik sampel  Modul
 Hydrometer
IV. Prosedur kerja
Adapun langkah kerja yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Siapkan sampel 50 gram dan dilakukan pengeringan menggunakan
oven.
2. Campurkan Calgon dengan air terdistilasi.
3. Letakkan sampel yang telah siap dan campurkan dengan larutan dari
langkah 2 dan biarkan selama 8-12 jam.
4. Campur air 875 ml dengan 125 ml calgon lalu letakkan di tempat
yang tenang dengan suhu ruangan yang konstan lalu letakkan
hydrometer dan diukur untuk mendapatkan Zero Correction dan
Meniscus Correction.
5. Gunakan spatula untuk meletakkan sampel (langkah 3) kedalam
tabung 1000 ml dan pastikan tidak ada sampel yang tersisa,gunakan
air terdistilasi untuk mencucinya.
6. Tambahkan air terdistilasi pada tabung (langkah 5) hingga penuh
1000 ml lalu tutup menggunakan karet penutup dan guncang secara
horizontal beberapa kali.
7. Letakkan hydrometer dengan waktu tertentu.
8. Setelah pengukuran 2 m letakkan hydrometer di tabung 1 (langkah 4)
dan masukkan untuk pengukuran selanjutnya 30 detik sebelum
pengukuran, untuk peletakkan dan pengangkatan hydrometer
lakukan secara hati-hati agar tidak terjadi gaya turbulen.
IV
KADAR AIR DAN BOBOT ISI

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Mengetahui dasar mekanika tanah.
2. Dapat menentukan kadar isi dan bobot isi dari suatu jenis tanah.
II. Dasar Teori
Menurut Braja, dkk (1995), tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang
telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas
yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah
merupakan hasil pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat
tersebut sangat bervariasi dan sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung
dari faktor-faktor ukuran, bentuk, dan komposisi kimia dari butiran.

Gambar 4.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli dan (b) Tiga fase elemen
tanah.
Dalam bukunya Hardiyatmo (2002), menyatakan, segumpal tanah dapat
terdiridari dua atau tiga bagian. Dalam tanah yang kering hanya akan terdiri
dari dua bagian yaitu butir tanah dan pori-pori udara. Dalam tanah yang
jenuh juga terdapat dua bagian yaitu butiran padat dan pori air. Dalam
keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian butiran
padat, pori udara dan pori air.
Dari Gambar 4.1 di atas dapat dibentuk persamaan :

Ket :
W : berat total V : volume total
Ws : berat butiran padat Vs : volume butiran padat
Ww : berat air Vw : volume air
Wa : berat udara Va : volume udara
Hubungan-hubungan volume dan berat yang sering digunakan dalam
mekanika tanah adalah berat isi (𝛾), kadar air (w), angka pori (e), porositas
(n), dan derajat kejenuhan (S).

a) Berat isi (𝜸)


Manurut Braja, dkk (1995), berat isi juga disebut dengan berat volume
adalah berat tanah per satuan volume.

Ket :
W : berat contoh tanah W2 : berat wadah + tanah
W1 : berat wadah V : volume contoh tanah
b) Kadar air (w)
Menurut Braja dkk (1995), kadar air atau water content adalah
perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah
yang diselidiki.

Ket :
Ww : berat air Ws : berat kering

c) Angka pori (e)


Menurut Braja dkk (1995), angka pori adalah perbandingan antara
volume pori dengan volume butiran padat.

Ket :
Vv : volume pori Vs : volume butiran padat

d) Porositas (n)
Menurut Braja dkk (1995), porositas didefinisikan sebagai perbandingan
antara volume pori dengan volume total.

e) Derajat kejenuhan (Sr)


Manurut Braja, dkk (1995), derajat kejenuhan didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air dengan volume pori.

Ket :
Vw : Volume air Vv : volume pori
Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S = 1. Tabel 4.1 menunjukan
berbagai macam derajat kejenuhan tanah untuk maksud agar dapat
diklsifikasikan.
Tabel 4.1 Kondisi tanah dan derajat kejenuhan
Keadaan tanah Derajat kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab >0 – 0.25
Tanah lembab 0.26 – 0.50
Tanah sangat lembab 0.51 – 0.75
Tanah basah 0.76 – 0.99
Tanah sangat basah 1

f) Berat jenis (Gs)


Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume butiran padat
dengan berat volume air pada temperature 4o C.

Berat jenis dari berbagai tanah berkisar antara 2.65 sampai 2.75. nilai
berat jenis 2.67 biasanya digunakan untuk tanah-tanah tak berkohesi.
Sedangkan untuk tanah kohesif tak organik berkisar di antara 2.68 sampai
2.72. Nilai-nilai dari berbagai jenis tanah diberikan dalam Tabel 4.2
Tabel 4.2 Berat jenis tanah
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2.65 – 2.67
Pasir 2.65 – 2.68
Lanau anorganik 2.62 – 2.68
Lanau organic 2.58 – 2.65
Lempung anorganik 2.68 – 2.75
Humus 1.37
Gambut 1.25 – 1.80

III. Alat dan Bahan


 Timbangan dengan ketelitian  Alumuniumvoil
0,01 gr  Plat kaca
 Oven  Sample tanah
 Cetakan benda uji berbentuk
tabung
IV. Prosedur Kerja
Adapun langkah kerja yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu :
a) Pengujian kadar air
1. Timbang cawan kosong
2. Contoh tanah dimasukan kedalam cawan lalu ditimbang
3. Cawan yang berisi tanah dimasukan kedalam oven selama 24 jam
setelah itu di timbang
4. Langkah tersebut diulangi untuk contoh tanah yang lainnya
b) Pengujian Berat Isi
1. Timbang cetakan benda uji
2. Hitung volume cetakan benda uji
3. Masukan sampel tanah sesuai dengan dengan cetakan benda uji
4. Timbag hasil cetakan benda uji yang telah diisi sample tanah
5. Langkah tersebut diulangi untuk sampel tanah yang lainnya
V
ATTERBERG LIMIT

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Dapat memahami konsep dari atterberg limit
2. Dapat menentukan batas cair dan batas plastis suatu tanah

II. Dasar Teori


Konsistensi didefinisikan sebagai suatu kondisi fisis dari tanah berbutir
halus pada kadar air tertentu. Sedangkan plastisitas adalah kemampuan
tanah untuk berdeformasi pada volume yang tanpa retakan ataupun
remahan. Plastisitas merupakan karakteristik dari tanah berbutir haus
(lempung) yang sangat penting (Santosa dkk, 1996). Apabila tanah
berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat
diremas- remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini
disebabkan karena adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling
permukaan dari partikel lempung (Braja dkk, 1995).

Gambar 5.1 Batas-batas Atterberg


Menurut Hardiyatmo (2002), bergantung pada kadar air, tanah dapat
berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah
berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Konsistensi
bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempung. Sembarang
pengurangan kadar air menghasilkan berkurangnya tebal lapisan kation
yang menyebabkan bertambahnya gaya tarik partikel. Bila tanah dalam
kedudukan plastis, besamya jaringan gaya antar partikel akan sedemikian
hingga partikel bebas menggelincir antara satu dengan yang lain, dengan
kohesi yang tetap terpelihara. Pengurangan kadar air menghasilkan
pengurangan volume tanah (Gambar 5.1).
Atas dasar air yang terkandung didalamnya tanah dibedakan atau
dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar yaitu padat, semi padat, plastis, cair.
 Transisi dari padat ke semi padat disebut batas susut (shrinkage
limit) : SL = WS yang didefinisikan besar kadar air tanah dimana
tanah tersebut mempunyai volume terkecil saat airnya mongering.
 Transisi dari semi padat ke plastis disebut batas plastis (plastic
limit) : PL = WP yang didefinisikan besar kadar air dimana tanah
apabila digulung sampai diameter 3 mm tanah akan retak-retak.
 Transisi dari plastis ke cair disebut batas cair (liquid limit) : LL =
WL yang didefinisikan kadar air dimana tanah akan mengalir
akibat beratnya sendiri.
Kadar air pada kondisi transisi di atas pada masing-masing konsistensi
disebut batas-batas Atterberg (Braja, 1995).

a) Batas Cair (Liquid Limit)


Menurut Braja (1995), batas cair (LL) , didefinisikan sebagai kadar air
tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas
dari daerah plastis. Dalam batas cair ada yang dikenal dengan indeks aliran
(flow index) yang didefinisikan sebagai kemiringan dari garis aliran yang
dapat dituliskan sebagai :

Dimana :
IF : Indeks aliran
w1 : Kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuain dengan
jumlah pukulan N1
w2 : Kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuain dengan
jumlah pukulan N2
Sehingga persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk umum
sebagai :

Gambar 5.2 Contoh kurva aliran untuk penentuan batas cair


Atas dasar analisis dari beberapa uji batas cair, US Waterways
Experiment Station, Vicksburg, Mississippi (1949), mengajukan suatu
persamaan empiris untuk menentukan batas cair yaitu :
Dimana :
N : jumlah pukulan untuk menutup celah 0,5 in (12.7 mm)
WN : kadar air
Tan β = 0.121 (tapi tan β tidak sama 0.121 untuk semua jenis tanah)

b) Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara


daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah
dengan diameter silinder 3 mm mulai retak ketika digulung (Hardiyatmo,
2002), kemudian batang yang retak tersebut dicari kadar airnya (Santosa
dkk, 1996). Dalam uji ini juga da yang dikenal dengan indeks plastis yang
merupakan perbedaan antara batas cair dan batas plastis suatu tanah.

III. Alat dan Bahan


 Cawan  Cassagrande
 Solet  Aquades
 Timbangan dengan  Pisau Cassagrande
ketelitan 0.001 gr  Pisau
 Oven  Sample tanah dan tanah
 Mangkuk lempung
 Lempeng kaca
Gambar 5.3 Alat Cassagrande
IV. Prosedur Kerja
a) Pengujian batas cair
1. Timbang berat cawan dan letakan sampe tanah dalam cawan
2. Tambahkan air kedalam sampel lalu aduk hingga merata
3. Letakan sampel ke dalam mangkuk, aduk dan meratkannya
dengan solet
4. Membelah sampel pada cassagrande dengan solet hingga terpisah
menjadi dua bagian yang sama
5. Memutar stang cassagrande sehingga tertekuk hingga alur
menutup kembali sepanjang 1 cm
6. Mencatat jumlah ketukan
7. Ambil tanah dari cassagrande menjadi 3 bagian lalu timbang
8. Lalukan percobaab sebanyak 4 kali dan usahakan gar jumlah
ketukan di bawah 25 kali sebanyak 2 kali dan di atas 25 kali
sebanyak 2 kali juga
9. Masukan sampel yang telah di timbang dalam oven kemudian
timbang kembali
b) Pengujian batas plastis
1. Timbang cawan kosong
2. Tambahkan sampel tanah dengan aquades dan aduk hingga rata
3. Letakan sampel di atas kaca dan menggelintirnya sampai
berdiameter 3 mm dan mulai retak
4. Jika sampai diameter 3 mm dan belum retak berarti tanah terlalu
banyak mengandung air, maka cari bagian tanah yang tidak
banyak mengandung air
5. Jika sampai diameter 3 mm dan mulai retak lalu masukan
kedalam oven selama 24 jam pada suhu 1100 C dan timbang
kembali

Gambar 5.4 Gulungan tanah pada uji batas plastis


VI
KUAT GESER TANAH

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Dapat memahami konsep dari kuat geser tanah
2. Dapat menentukan kuat geser suatu tanah

II. Dasar Teori


Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah melawan tegangan geser
yang terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser (Shear failur) tanah
terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi
karena adanya gerak relatif antara butir-butir tanah tersebut. Pada peristiwa
kelongsoran suatu lereng berarti telah terjadi pergeseran dalam butir-butir
tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimiliki oleh suatu tanah disebabkan
oleh :
 Pada tanah berbutir halus (kohesif) misalnya lempung kekuatan geser
yang dirniliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan
antara butir-butir tanah (c soil).
 Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan
karena adanya gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering
disebut sudut gesek dalam (φ soil).
 Pada tanah yang merupakan campuran antara tanah halus dan tanah
kasar (c dan it soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya
lekatan(karena kohesi) dan gesekan antara butir-butir tanah (karena
(φ).
Kuat geser dinyatakan dalam rumus :
S = c’ + σ’ tan φ’ … (kN/m2)
dimana :
S : Kekuatan geser tanah.
U : Tekanan air pori.
Σ : Tegangan total.
σ' : Tegangan efektif.
φ’ : Sudut geser dalam efektif
c' : Kohesi
Hubungan antara tegangan total,tegangan efektif dan tekanan air pori
adalah sebagai berikut :
σ = σ '+U

Pengujian kuat geser dimaksudkan untuk mencari parameter-parameter


dari tanah yang diperlukan dalam menentukan kuat geser. Percobaan untuk
menentukan kuat geser dibagi menjadi :
a) Drained Test
Sampel tanah diberi tegangan normal dan selama percobaan air
dialirkan. Tegangan geser diberikan dengan air tetap terbuka dan tegangan
pori dijaga supaya tetap nol.
b) Undrained Test
Pada percobaan ini tekanan air pori tidak diukur dan selarna percobaan
air tidak diperbolehkan mengalir. Hanya kekuatan geser undrained yang
dapat ditentukan.
c) Consolidated Undrained Test
Sampel tanah diberikan tegangan normal sampai konsolidasi selesai dan
air diperbolehkan mengalir dari sampel. Konsolidasi dianggap selesai jika
sudah tidak adaperubahan pada isi sampel. Setelah itu jalan air ditutup dan
sampel diberi tegangan geser secara undrained. Tegangan normal tetap
bekerja dan tegangan pori diukur.
III. Alat dan Bahan
 Alat uji geser langsung :  Cincin cetak benda uji
 Setang penekan dan  Neraca dengan ketelitian ±
pemberi beban, proving 0.01 gram
ring dan 2 extensiometer,  Stopwatch
cincin pemeriksaan, beban-  Oven yang dilengkapi dengan
beban, dan dua buah batu pengatur suhu untuk
pori. memanasi sampai (110±5)0C.
 Alat pengeluar contoh dan
pisau pemotong
IV. Prosedur Kerja
1. Masukkan benda uji ke dalam cincin pemeriksaan yang telah
terkunci menjadi satu dan pasanglah batu pori pada bagian atas dan
bawah benda uji.
2. Setang penekan dipasang vertikal untuk memberi beban normal pada
beban uji dan diatur hingga beban yang diterima oleh beban uji sama
dengan beban yang diberikan pada setang tersebut.
3. Penggeser benda uji dipasang pada arah mendatar untuk memberi
beban mendatar pada bagian atas cincin pemeriksaan. Atur
pembacaan arloji geser sehingga menunjukkan angka nol. Kemudian
buka kunci cincin pemeriksaan.
4. Berikan beban normal pertama sesuai dengan beban yang diperlukan.
Segera setelah pembebanan pertama diberikan isilah kotak cincin
pemeriksaan dengan air sampai penuh di atas permukaan benda uji,
jagalah permukaan air supaya tetap selama pemeriksaan.
5. Diamkan benda uji sehingga konsolidasi selesai. Catat proses
konsolidasi tersebut pada waktu-waktu tertentu.
6. Sesudah konsolidasi selesai hitung t50 untuk menentukan kecepatan
pergeseran. Konsolidasi dibuat dalam tiga beban yang diperlukan.
Kecepatan pergeseran dapat ditentukan dengan membagi deformasi
geser maksimum dengan t50. deformasi geser maksimum kira-kira
10% diameter asli benda uji.
7. Lakukan pemeriksaan sehingga tekanan geser konstan dan bacalah
arloji geser setiap 15 detik.
8. Berikan beban normal pada benda uji kedua sebesar dua kali beban
normal yang pertama dan lakukan langkah-langkah (5), 6), dan (7).
9. Berikan beban normal pada benda uji ketiga sebesar 3 kali beban
normal pertama dan lakukan langkah-langkah (5), 6), dan (7).
VII
PEMADATAN TANAH

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Memperbaiki kuat geser tanah yaitu menaikkan nilai θ dan C
(memperkuat tanah).
2. Mengurangi kompresibilitas yaitu mengurangi penurunan oleh
beban.
3. Mengurangi permeabilitas yaitu mengurangi nilai k.
4. Mengurangi sifat kembang susut tanah (lempung).

II. Dasar Teori


Pemadatan tanah yaitu usaha secara mekanik agar butir-butir tanah
merapat. Volume tanah akan berkurang. Volume pori akan berkurang juga
namun butir tidak berubah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menggilas
atau menumbuk tanah tersebut. Pemadatan tanah biasanya digunakan pada
pembuatan bendungan, jalan raya, lapangan terbang, dasar pondasi, dsb.
Perubahan yang terjadi jika tanah dipadatkan adalah pengurangan volume
pori tanah sehingga akibatnya :
 Volume total tanah berubah
 Nilai C dan e berkurang
 Berat volume kering (yk) naik, sesuai rumus Yk = G yw / 1+e
 Derajat kenyang air naik meskipun kadar air tetap S = Vs / Vv
Dalam praktek yang digunakan sebagai ukuran kepadatan adalah berat
volume kering gk makin padat suatu tanah nilai yk naik. Hasil pemadatan
suatu tanah disini dipengaruhi oleh :
 Tenaga pemadatan
 Kadar air tanah
Sedangkan tenaga pemadatan ditentukan oleh misalnya pada
penggilasan yang menentukan berat mesin gilas, banyaknya lintasan
penggilasan, dan tebal lapisan. Makin besar tenaga pemadatan, tanah akan
makin padat, tapi tidak berbanding linear dan ada maksimum nya. Tanah
dengan kadar basah tertentu digilas dengan 5 kali lintasan.

III. Alat dan Bahan


 Cetakan (mold) dengan φ 102 mm dan tinggi 11,5 cm
 Alat tumbuk tangan dengan φ 50,8 mm dan berat 2,5 kg serta tinggi
jatuh 32 cm dengan selubung yang mempunyai paling tidak 4 buah
lubang udara dengan 9,5 mm
 Alat pengeluar contoh
 Timbangan kapasitas 50 kg dengan ketelitian 1 kg
 Oven pemanas / heater
 Kapi
 Saringan No.4
 Kuas
 Wadah / Cawan
 Neraca dengan ketelitian 0,01 gram
 Gelas beaker

IV. Prosedur Kerja


1. Contoh tanah sebanyak 3 kg (disaring dengan mess No.4)
dikeringkan.
2. Sample tanah dibagi menjadi 3 bagian yang sama, kemudian
dicampur dengan air yang sudah ditentukan dan diaduk sampai rata.
3. Untuk sample yang pertama tidak perlu ditambahkan air, atau
dianggap penambahan air sebanyak 0 ml, selanjutnya penambahan
air dilakukan sebanyak 15 ml.
4. Penambahan air pada sample diatur setiap kelipatan 15 ml, sehingga
didapatkan kadar air benda uji masing-masing 1-3 %.
5. Timbang cetakan (mold) dan alasnya dengan ketelitian 5 kg.
6. Mold dan keeping dijadikan satu dan ditempatkan pada alas yang
kokoh.
7. Ambil salah satu dari contoh tanah (yang sudah dicampur air dan
dibagi menjadi tiga bagian), lalu dipadatkan
8. Potong kelebihan tanah dari bagian keliling leher dengan pisau dan
lepaskan leher sambung.
9. Pergunakan alat perata untuk meratakan kelebihan tanah sehingga
betul-betul rata dengan permukaan cetakan.
10. Timbang cetakan berisi sample uji dengan ketelitian 1 kg.
11. Keluarkan benda uji tersebut dan ambil sebagian kecil untuk
pemeriksaan kadar air.
12. Selanjutnya uji pemadatan dilakukan dengan menambahkan sample
dengan kelipatan 15 ml sampai air yang ditambahkan pada sample 75
ml.
VIII
PERMEABILITAS DAN POROSOTAS

I. Tujuan
Tujuan melakukan praktikum ini yaitu agar mahasiswa :
1. Dapat mengukur dan menentukan nilai porositas dari suatu sampel
batuan
2. Dapat mengukur dan menentukan nilai koefisien permeabilitas dari
suatu sampel tanah
3. Mengetahui hubungan antara porositas dan permeabilitas

II. Dasar Teori


a) Porositas
Porositas didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume total batuan (bulk volume), dengan simbol “Ø”.
Porositas juga dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
besar rongga dalam batuan (Koesmadinata, 1980). Faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya suatu porositas adalah:
 Sudut kemiringan batuan
 Bentuk butiran
 Cara susunannya
 Lingkungan pengendapan
 Ukuran butiran batuan
 Komposisi mineral pembentuk batuan
Persamaan dalam menghitung nilai porositas pada batuan :
Ket : Ø : Porositas
𝑊1−𝑊2
Ø= x 100% W1 : Massa basah
𝑊2
W2 : Massa Kering
Nilai porositas yang didapatkan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kualitas :
Tabel 8.1 Nilai porositas berdasarkan kualitasnya (koesmadinata, 1980)

Porositas Kualitas

0  5% Jelek Sekali
5 – 10% Jelek
10 – 15% Sedang
15 – 20% Baik
> 20% Sangat Bagus

b) Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan media berpori untuk mengalirkan atau
meloloskan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan tanpa
merusak partikel pembentuk batuan tersebut (Hanafiah, 2005). Tinggi
rendahnya permeabilitas dapat ditentukan dengan ukuran pori.
 Pori bersifat sangat permeable → permeabilitasnya tinggi
(bersifat pervious)
 Lempung bersifat impermeable → permeabilitasnya rendah
(impervious/rapat air/kedap air)
Tabel 8.2 Koefisien permeabilitas

Koefisien Permeabilitas
Jenis
(k)

Kerikil < 10 cm/det

Pasir 10 – 102 cm/det


Lanau 102 – 105 cm/det
Lempung > 105 cm/det
Penetuan nilai k dilakukan dengan cara mengukur penurunan tinggi
muka air selama periode waktu tertentu dan pada saat tegangan air menjadi
tidak tetap sehingga rumus darcy dapat digunakan. Pada ketinggian air (h)
akan mengalami penurunan (dh) yang membutuhkan waktu tertentu (dt)
agar air dapat masuk kedalam media berpori,maka koefisien permeabilitas
dapat diturunkan dari rumus Darcy sehingga :

Q = k.i.a

ℎ Sehingga : 𝑞.𝐿
i= k=
𝐿 𝐴.ℎ

Ket :
q : Debit fluida ( m3/s atau cm3/s )
A : luas penampang aliran (m2 atau cm2)
t : waktu tempuh fluida sepanjang L (detik)
h : selisih ketinggian fluida (m atau cm)
L : panjang daerah yang dilewati aliran (m atau cm)

Gambar 8.1 Prinsip permeabilitas


III. Alat dan Bahan
 Sampel Batuan beku dan  Timbangan
sedimen  Stopwatch
 Sampel tanah  Oven
 Gelas ukur  Silinder
 Buret  Termometer

IV. Prosedur Kerja


a) Pengujian Porositas
1. Menimbang batu pada keadaan awal (massa normal).
2. Memasukkan batu ke dalam gelas ukur, direndam dalam air
selama satu malam
3. Menimbang massa basahnya.
4. Memanaskan batu ke dalam microwave dengan suhu 90 o C
selama 30 menit
5. Kemudian, menimbang batu lagi (massa kering).
b) Pengujian Permeabilitas
1. Sampel contoh dimasukkan kedalam silinder
2. Isi buret dengan air dengan ketinggian yang telah ditentukan
3. Alirkan air dari buret kedalam silinder berisi sampel contoh
4. Catat waktu yang dibutuhkan air sampai habis.
5. Ukur air yang lolos dengan menggunakan gelas ukur.

Anda mungkin juga menyukai