PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
Vasuita Ferel Ramadhanti
NPM. E1D016148
PENDAHULUAN
Gambar 1.
GrafikjjNilaijjRata-Rata LQjjWilayahjjBasisjjProduksijjKomoditas Kopi di Indonesia.
TINJAUANjjPUSTAKA
2.1 Kopijj
Kopi adalah tanaman budidaya yang telah lama dan umum ditemukan di Indonesia. Kopi
pertama kalijjditemukan di daerahjjpegunungan dijjEtopia, Afrika, Akan tetapi kopi sendiri baru
mulai dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di Yaman di
bagian selatan Arab, di luar daerah asalnya (Raharjo, 2012). Adapunjjklasifikasijjtanaman kopi
(Coffea sp.) jjmenurutjjRahardjojj (2012) jjadalahjjsebagaijjberikut: jj
Kingdomm : Plantaee
Subkingdomm : Tracheobiontaa
Super Divisii : Spermatophytaa
Divisii : Magnoliophytaa
Kelass : Magnoliopsidaa
Sub Kelass : Asteridaee
Ordoo : Rubialess
Familii : Rubiaceaee
Genuss : Coffeaa
Spesiess :Coffea sp. ( Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea
liberica, Coffea excels).))
Di Indonesia kopi pertama kali dibawa oleh VOC pada tahun 1696. Kopi mulai
diproduksi dengan hanyajjbersifat coba-coba tepatnya di pulau Jawa, namun dengan hasil yang
memuaskan dan dipandang menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC mulai
memproduksijjsecara besar-besaran dijjberbagaijjdaerahjjIndonesia (Najiyati, 2007). jj
Kopi biji maupun kopi olahan karena tidak terlepas dari masalah-masalah seperti
kurangnya pengetahuan penanganan panen dan pasca panen oleh petani sehingga mutu biji kopi
masih rendah baik sebagai bahan baku pada industri pengelolaan kopi maupun untuk ekspor.
Jaminan pasokan bahan baku kopi masih rendah baik dalam hal jumlah, mutu maupun
kontinutas, produktivitasjjtanamanjjkopijjmasihjjsangat rendah sedangkan kesadaran petani
untuk menggunakan benih ungguljjjugajjmasihjjrendah. jjSebagian besar areal kopi dikelola
dalam bentuk perkebunan rakyat dengan penerapan kultur teknis yang belum sesuai dengan
teknologi anjuran, terbatasnya fasilitas produksi dan pengolahan biji kopi misalnya mesin
peralatan pengering, pengupas dan sortasi utamanya ditingkat skala kecil dan menengah,
terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting, kurangnya kemampuan melakukan
inovasi danjjdiversifikasijjproduk sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun
internasional (Fikriyah, 2012). jj
2.3 JenisjjKopijj
Robustajj
Permasalahanjjpadajjpenelitianjjkopijjrobustajjini yaitu dari hulu (on farm)
hingga hilir (off farm). jjDi sisi on farm, tingkat produktivitas kopi di Indonesia masih
rendah, jjhal tersebutjjdisebabkanjjkarenajj95%jjkopijjmerupakan perkebunan rakyat
yang umumnya belum menggunakan bibitjjunggul, teknik budidaya masih sederhana,
terlambat dalam melakukan peremajaan tanaman, minimnya sarana, dan prasarana
pendukung mengakibatkan rendahnya mutu kopijj (Nalurita dkk, 2014). Bagian hilir
industri skala kecil memiliki keterbatasan sarana dan prasarana produksi (mesin
pengolahan), jjteknologijjyangjjtinggi dimiliki oleh industri skala menengah dan besar.
Industri skalajjkeciljjkurangjjberinovasi untuk menciptakan diversifikasi produk olahan
kopi yang beragam. jjManfaat dari penelitian ini adalah petani dapat dibantu dalam
pengambilan strategi guna mengembangkanjjusahajjbudidaya kopi robusta mulai dari
hulu (on farm) hingga ke hilirjj (off farm) dan memberikan informasi kepada
kelembagaanjjpemerintah. jj
Arabikajj
KopijjarabikajjIndonesiajjdewasa ini banyak menjadi kopi khusus yang
merupakanjjjenis kopijjdenganjjcitarasa terbaik, dengan aroma yang bersifat khas karena
itujjmemilikijjpasar yang khusus potensi pengembangannya untuk Indonesia masih
sangat terbukajjterutamajjdenganjjbergesernyajjkonsumenjjkopi biasa ke kopi khusus di
negara-negarajjkonsumen sepertijjAmerika Serikat. Beberapa jenis kopi arabika
Indonesia tercatatjjsebagaijjkopijjkhusus single origin Indonesia yang mempunyai
reputasi di pasar internasional karena mutu dan cita rasanya antara lain adalah :
Mandailing danjjLintong Coffee (Sumatra Utara), jjGayo Mountain Coffee (Aceh), Java
Arabika Coffee (Jawa Timur), jjBali Kintamani Coffee (Bali), jjToraja dan Kalosi Coffee
(Sulawesi-Selatan), jjFlores Bajawa Coffee (NTT), Baliem Coffee (Papua), Luwak
Arabika Coffee.
Pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi
yang paling sederhana, dimana biji kopi yang digoreng tanpa minyak (sangrai) kemudian
dihancurkan dan dikemas. jjPembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani,
pedagang, industri kecil dan pabrik. jjPembuatanjjkopijjbubukjjdapat dibagi ke dalam
dua tahap yaitu tahap penggorengan tanpa minyak dan tahap penggilingan. Industri
pengolahanjjkopijjpada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi arabika dan
robusta dengan komposisi perbandinganjjtertentu. jjSelain biji kopi, industri pengolahan
kopijjjugajjmembutuhkanjjbahan tambahan sepertijjgula, jagung, dan mentega serta
bahan penolong seperti kemasan (packing), pallet, danjjkratjj (Departemen Perindustrian,
2009). Jj
Industri kopi dalam negeri sangat beragam yang dimulai dari unit industri
berskala home industry hingga industri kopi berskala multinasional. Produk-produk yang
dihasilkanjjtidakjjhanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun
juga untuk mengisijjpasar di luar negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi
di dalam negerijjmerupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih
memberikan prospekjjdanjjpeluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang
kondusifjjdalam berinvestasi di bidang industri kopi (Asosiasi Eksportir dan Industri
Kopi Indonesia, 2010) jj
2.4 KonsepjjKeberlanjutanjjUsahajj
Tahapjjyang dilakukan untuk dapat memperoleh hasil dari MDS berdasarkan lima
dimensi atau aspek, yaitujjekologi, jjekonomi, jjsosial, jjteknologi, dan kelembagaan di
antaranyajj (1) jjpenentuan atribut setiap dimensi, ditentukan melalui diskusi pakar, kajian
pustaka, dan pengamatanjjdi lapangan. jj (2) Penilaian setiap atribut dalam skala ordinal untuk
mengetahuijjkeberlanjutanjjdijjsetiap dimensi, jjpemberianjjskorjjdalamjjrentan 0 (buruk) sampai
3 (baik) berdasarkanjjsurvei lapangan; (3) analisis ordinasi dengan MDS untuk menentukan
status keberlanjutanjjpadajjsetiapjjdimensijjdalamjjskalajjindeks keberlanjutan; (4) menilai
indeks dan status keberlanjutan di setiap dimensi; (5) penentuan atribut-atribut pengungkit
sensitif di setiap dimensijjmelaluijjanalisisjjleverage, jjatributjjsensitif yaitu atribut yang
memiliki nilai Root Mean Squarejj (RMS) pada sumbu x, semakin besar nilai RMS maka
semakin sensitif perananjjatributjjtersebutjjterhadap peningkatan status keberlanjutan; (6)
tahapan terakhir yaitu melalukan analisis Monte Carlo untuk memperhitungkan dimensi
ketidakapastian, dengan selang kepercayaan 95%.jj
(Kavanagh, jj2001jjdalamjjHidayanto, 2009) jjnilai indeks Monte Carlo dibandingkan
dengan indeks MDS, jjnilaijjStress dan koefisein deteminasi R² mempunyai fungsi
untukmengetahui perlujjtidaknyajjpenambahan atribut, dan mencerminkan keakuratan dimensi
yang dikaji dengan keadaan sebenarnya. Nilai S-Stress yang rendah menunjukkan good
fit,Menurut Kavanagh danjjPitcher 2004 dalam hidayanto 2009, hasil analisis cukup baik
ditandai dengan nilai S-Stress kurang dari 0,25 (S<0,25), dan R2 mendekati 1 (100%)
(Hidayanto 2009).
Diagram jaring laba-labajjuntuk Multi Dimensional Scaling (MDS) dapat dilihat di
bawah.
2.7 KerangkajjPikiranjj
Kopi bubuk merupakan hasil dari pengolahan usahatani dari biji kopi. Mulai banyak
peminatnya untukjjmenjadijjbahanjjminumanjjyangjjakanjjdiolahjjkembali.
Desty, dkk (2018) jjtentangjj “Analisis Keberlanjutan Biogas Limbah Tahu Pedesaan (Studi
Kasus Di Desa Kalisari, jjKabupatenjjBanyumas)” jjStatus berkelanjutan biogas limbah tahu
pada dimensi sosial, jjekonomi, ekologijjdanjjkelembagaan adalah cukup berkelanjutan
sedangkanjjpadajjdimensijjteknologi berstatusjkurang berkelanjutan. Faktor yang mempengaruhi
status cukup berkelanjutan pada 4 dimensi tersebut adalah biogas menyediakan energi bersih dan
murah sehingga masyarakat saat ini dapat mengurangi ketergantungan penggunaan gas elpiji 3
kg yang keberadaannya semakin langka serta harganya cukup mahal bagi masyarakat pedesaan.
Selain itu, solusi pencemaran bau limbah tahu saat ini hanya dapat diatasi oleh instalasi biogas
sehingga ke depannya masyarakat optimis mengembangkan biogas limbah tahu sebagai energi
alternatif mereka.
Elida dkk (2012) dalam penelitan tentang “analisis keberlanjutan kawasan usaha perkebunan
kopi (kupk) rakyat di desa Sidomulyo kabupaten Jember” berdasarkan simulasi program Rap-
Coffee untuk masing-masing dimensi diketahui bahwa dimensi ekonomi tidak berkelanjutan.
Berdasarkan gabungan simultan antara keempat dimensi, indeks keberlanjutan KUPK Desa
Sidomulyo adalah 59.5 % yang berarti berlanjut. Indeks keberlanjutan ini dapat ditingkatkan
apabila dilakukan perbaikan terhadap faktor-faktor yang sensitif untuk masing-masing dimensi.
Oleh karena itu di dalam perencanaan kebijakan untuk pengembangan KUPK Desa Sidomulyo
sebaiknya memprioritaskan pada peningkatan indikator yang memiliki sensitivitas tinggi di
masing-masing dimensi. Dimensi teknologi merupakan salah satu aspek penting untuk
meningkatkan mutu kopi rakyat.
Seppa dkk (2020) tentang “strategi peningkatan kinerja dan keberlanjutan rantai pasok
agroindustri kopi robusta di kabupaten Tanggamus” menunjukkan bahwa penilaian keberlanjutan
dilakukan melalui analisis dimensi ekonomi, sosial, lingkungan, teknologi, dan 24 indikator
keberlanjutan. Hasil nilai keberlanjutan mengindikasikan dua indikator sensitif terhadap
keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu responsif terhadap pelanggan dan efisiensi biaya, dua
indikator sosial yang sensitif, yaitu penegakan hukum sengketa lahan dan ketenagakerjaan, dua
indikator lingkungan yaitu pengolahan limbah dan konsumsi energi serta enam indikator
teknologi yang dinilai memiliki nilai sensitif terhadap keberlanjutan rantai pasok. Berdasarkan
hasil penilaian indikator keberlanjutan, maka status keberlanjutan berada dalam kisaran hampir
berkelanjutan, selanjutnya perlu ditingkatkan menjadi status berkelanjutan dalam dimensi
ekonomi, sosial, lingkungan dan teknologi.
Kopi Bubuk
Rafflesia Coffee
1. Dimensi Ekologi
2. Dimensi Ekonomi
3. Dimensi Sosial
4. Dimensi Teknologi
5. Dimensi Kelembagaan
MDS:
Analisis Keberlanjutan
2.8 Hipotesa
Dimensi Ekologi, Dimensi Ekonomi, Dimensi Sosial, Dimensi Teknologi, dan Dimensi
Kelembagaan diduga mempengaruhi dalam keberlanjutan usaha kopi bubuk Rafflesia Coffee
BAB III
METODE PENELITIAN
TC = TVC + TFC
Keterangan:
TVC = Biaya Tidak tetap (Variabel Cost)
TFC = Biaya tetap (Fixed Cost)
TR = Total Penerimaan (Total Revenue) dirumuskan sebagai berikut:
TR = Q x Py
Keterangan:
Q = Kuantitas Produksi
Py = Harga
Posisi titik-titik keberlanjutan pembangunan ini secara visual akan sangat sulit
dibayangkan mengingat dimensinya sangat banyak. Oleh karena itu, untuk memudahkan
visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi dengan metoda multidimensional scaling
(MDS). Dalam MDS, dua titik atau objek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling
berdekatan. Sebaliknya, objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang
berjauhan. Titik-titik ini juga akan sangat berguna di dalam analisis regresi untuk menghitung
“stress” yang merupakan bagian dari metode MDS. Nilai skor pada setiap atribut akan
membentuk matriks X (n x p), n adalah jumlah wilayah beserta titik-titik acuannya, p adalah
jumlah atribut yang digunakan. Kemudian dilakukan standarisasi nilai skor untuk setiap atribut
sehingga setiap atribut mempunyai bobot yang seragam dan perbedaan antar skala pengukuran
dapat dihilangkan.
Metode standarisasi adalah:
Xik sd = Xik – Xk Sk
Keterangan: Xik sd = nilai skor standar wilayah (termasuk titik acuannya) ke-i = 1,2,…n, pada
setiap atribut ke k = 1,2,…p;
Xik = nilai skor awal wilayah (termasuk titik-titik acuannya) ke-i = 1,2,…n, pada
setiap atribut ke k = 1,2,…p; Xk = nilai tengah skor pada setiap atribut ke k = 1,2,
…p;
Sk = simpangan baku skor pada setiap atribut ke k = 1,2,…p.
Adapun langkah-langkah untuk mengukur biaya produki pada kopi bubuk Raflessia di kota
Bengkulu sebagai berikut:
Biaya Bahan Baku = Saldo awal bahan baku + Pembelian bahan baku – Saldo akhir bahan
baku
Biaya produksi = biaya bahan baku + Biaya tenaga kerja langsung + Biaya overhead Produksi
Harga produksi = Total biaya produksi + Saldo awal persediaan barang – Saldo akhir
persediaan barang
4. Menghitung HPP
Cara Menghitung HPP dapat dihitung dengan menjumlahkan harga pokok produksi
dengan persediaan barang awal kemudian dikurangi persediaan barang akhir. Rumus
Menghitung HPP dapat dituliskan sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan (HPP) = Harga pokok produksi + Persediaan barang awal –
Persediaan barang akhir
Yang di maksud dengan Margin di sini adalah persentase keuntungan atau laba yang
diharapkan. Yaitu dengan cara menentukan harga jual dengan menjadikan margin sebagai
patokan:
Adapun beberapa proses produksi dari kopi bubuk Raflessia di Kota Bengkulu sebagai berikut:
1. Kopi Bubuk merupakan salah satu produk olahan dari biji kopi setelah melewati proses
sangrai, penggilingan, dan pengemasan.
2. Usaha merupakan setiap aktivitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan apa yang
diinginkan. Jika diartikan secara khusus, istilah usaha dapat diartikan ke dalam banyak
makna dan sangat bergantung dengan di mana istilah usaha ini digunakan.
3. Kualitas adalah tingkat baik atau buruknya, mutu, taraf atau derajat sesuatu kesesuaian
antara spesifikasi produk dengan kebutuhan konsumen, atau tingkat baik buruknya
sebuah produk (barang atau jasa) di mata penggunanya.
4. Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap
keputusan yang diambil oleh seorang biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik
itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan
dari sebuah pelaksanaan.
5. Limbah adalah bahan pembuangan tidak terpakai yang berdampak negatif bagi
masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah merupakan sisa produksi, baik dari
alam maupun hasil kegiatan manusia.
6. Lokasi Lokasi adalah tempat suatu usaha atau aktivitas perusahaan beroperasi dan
melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang, jasa atau tempat konsumen untuk
datang dan berbelanja.
7. Harga adalah senilai uang yang harus dibayarkan konsumen kepada penjual untuk
mendapatkan barang atau jasa yang ingin dibelinya. Oleh sebab itu, harga pada umumnya
ditentukan oleh penjual atau pemilik jasa. Akan tetapi, dalam seni jual beli, pembeli atau
konsumen dapat menawar harga tersebut.
8. Daya Saing adalah konsep perbandingan kemampuan dan kinerja perusahaan, sub-sektor
atau negara untuk menjual dan memasok barang dan atau jasa yang diberikan dalam
pasar. Daya saing sebuah negara dapat dicapai dari akumulasi daya saing strategis setiap
perusahaan.
9. Kontribusi merupakan daya dukung atau sumbangsih yang diberikan oleh sesuatu hal,
yang memberi peran atas tercapainya sesuatu yang lebih baik. Secara sederhana dapat
diartikan sebagai sumbangan.
10. Intensifikasi adalah Peningkatan kapasitas bisnis yang merujuk pada upaya untuk
meningkatkan omzet bisnis dengan cara mengoptimalkan potensi bisnis yang ada. Dalam
hal ini, pebisnis tidak melakukan suatu inovasi baru.
11. Eksistensi Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa: “Eksistensi artinya
Keberadaan, maka yang dimaksud dengan eksistensi adalah suatu keberadaan atau
keadaan kegiatan usahanya masih ada dari dulu hingga sampai sekarang dan masih
diterima oleh lingkungan masyarakat perawang, dan keadaannya tersebut lebih dikenal
atau lebih eksis dikalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, M., Ghaly, A.E. 2007. Maximizing sustainability of the costarican coffee industry.
Journal of Cleaner Production, 15: 1716-1729.
Adnyana, Made Oka. 2001. Pengebangan Sistem Usaha Pertanian Berkelanjutan. JurnalFAE,
19(2), 38-49.
AEKI (Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia). 2013. Perkembangan Konsumsi Kopi di
Indonesia. http://www.aeki-aice.org. Akses tanggal 1 September 2015. Ciamis.
Ati Kusmiati&Reni Windiarti.2011. Analisis Wilayah Komoditas Kopi Di Indonesia.J-SEP Vol.
5 No. 2 Juli 2011
Brklacich, M., Bryant, C.R. and Smith,B. 1991.Review and Appraisal ofConcept ofSustainable
Food Production Systems. Environ. Management, 15(1),1-1 4.
Budiasa, I Wayan. 2011. Pertanian Berkelanjutan dan Teori Pemodelan.
UdayanaUniversity Press: Denpasar,
Chandra, D., Ismono, R. H., & Kasymir, E. (2013). Prospek perdagangan kopi Robusta
Indonesia di pasar internasional. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 1(1), 10–15.
Cuthbertson, R. 2011. The need for sustainable supply chain management di dalam Sustainable
Supply Chain Management: Practical Ideas for Moving Towards Best Practice. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg
Darmanto, S. M., Adib, A., & Wijayanti, A. Perancangan Corporate Identity Dan Kemasan Kopi
Surya Kintamani Bali. (On line) (publication.petra.ac.id, diakses 11 Juni 2018).
Departemen Perindustrian. 2009. Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian.
http://www.pustaka.deptan.go.id. Departemen Pertanian. Jakarta. Akses tanggal 1
September 2015. Ciamis.
Ditjen Perkebunan, 2012. Sasaran Luas Areal Komoditas Unggulan
Nasional.http://www.ditjenperkebu nan.co.id.
Fikriyah, 2012.Dinamika Kopi Sulawesi di Pasar Global dan Pengaruhnya terhadap rantai kopi
lokal di Sulawesi-Selatan.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program
Sarjana Geografi. Universitas Indonesia. Depok.
Hariyati, Y., Sofia, & Sumarno, J. 2013. Pengembangan Agroindustri Pedesaan Berbasis
KopiMenuju Produk Specialty Kabupaten Jember. Laporan Hasil Penelitian Hibah
Strategis Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Jember.
Hidayanto, M., S. Supiandi., S. Yahya., Dan L., I. Amien. 2009. Analisis Keberlanjutan
Perkebunan Kakao Rakyat Di Kawasan Perbatasan Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan,
Provinsi Kalimatan Timur. Jurnal Agro Ekonomi. 27(2): 213-229 .
Hurni, H. 2000. Assessing sustainable land management (SLM). Agric. Ecosys. Environ. 81: 83-
92.
Najiyati, S., Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Seri Pertanian.
Penebar Swadaya. Jakarta
Narulita, S., Ratna, W.A., & Siti, J. 2014. Analisis Daya Saing Dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Kopi Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia, 2(1): 63–74.
Novita, E., Suryaningrat, I. B., Adriyani, I., dan Widyotomo, S. 2012. Analisis Keberlanjutan
Kawasan Usaha Perkebunan Kopi (KUPK) Rakyat Di Desa Sidomulyo Kabupaten
Jember. Jurnal Agritech. Vol. 32(2).
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ramli R.2012. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Penyebab Tidak TuntasnyaPenerapan Inovasi
Teknologi oleh Petani Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah. Dalam Prosiding
Seminar Nasional: Petani dan Pembangunan Pertanian. Pusat Sosial Ekonomidan
Kebijakan Pertanian. Bogor (ID).
Retno Murwanti . 2016. Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi Rakyat Di Kecamatan Silo
Kabupaten Jember. jurnal.unmuhjember.ac.id. Akses tanggal 18 Mei 2021
Statistik. 2019. Statistik Kopi Indonesi 2019. Badan Pusat Statistik.
Sugiarti, S. (2010). Analisis pemasaran kopi di Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten Rejang
Lebong. Jurnal AGRISEP, 9(2), 130–136.
Sudjatmoko, 2013.Kopi Sejarah, Botani, Proses Produksi, Pengolahan Produksi Hilir dan Sistem
Kemitraan.ICCRI
Udayana, I. G. B. 2010. Peran Agroindustri dalam Pembangunan Pertanian. Singhadwala, 44. pp.
3-8. ISSN 0852-775. Universitas Warmadewa. Denpasar
Widyotomo, S. 2013. Potensi Dan Teknologi Diversifikasi Limbah Kopi Menjadi Produk
Bermutu Dan Bernilai Tambah. Review Penelitian Kopi Dan Kakao. Vol. 1(1): 63-Badan
Pusat
Wilkinson et al, 2007. United Nation Division for Sustainable Development. Document:
Sustainable Development Issue Retrieved, 2007.