Anda di halaman 1dari 20

KAREKTERISTIK DAN TIPELOGI MANAJEMEN PENGETAHUAN

Dosen Pengampu:
Reni Indriani,S.E.,M.M
Disusun Oleh:
1. Anes Monica (2261201156)
2. Dela Evrilia Andini (2261201155)
3. Agel Syaputra (2261201153)
4. Fadilah Hidayat Utama (2261201152)
5. Muhammad Febri (2261201157)

PRODI MANAJEMEN 2D
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH BENGKULU


2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG

Sektor pertanian memegang peran penting dalam menopang perekonomian


Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah memberikan perhatian yang besar
terhadap sektor pertanian, salah satunya tertuang dalam Rencana Induk
Pembangunan Nasional (RIPIN) 2015- 2035 yang memuat strategi
pengembangan industri hulu dan industri antara berbasis sumberdaya alam.
Target utamanya adalah meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam pada
industri hulu berbasis agro guna memantapkan kesiapan pada aspek hulu
(pertanian) dalam mewujudkan industrialisasi yang tangguh. Dalam
perkembangannya, kegiatan pertanian seringkali menimbulkan ketidakpastian
dari segi ekonomi. Gambaran mengenai kondisi kesejahteraan petani di Jawa
Timur menurut BPS (2014) menyebutkan bahwa sebesar 40,07% dialami oleh
penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Kondisi tersebut sangat berbanding
terbalik dengan jasa para petani dalam mengupayakan ketahanan dan
kedaulatan pangan. Kondisi sektor pertanian yang demikian dapat diminimalisir
dengan adanya kegiatan agroindustri. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pratiwi dkk (2017) yang menemukan bahwa agroindustri
hilir memiliki pengaruh yang besar dalam usaha pemerataan pendapatan
melalui kegiatan pengolahan dan pengawetan makanan. Kota Batu sebagai
wilayah dengan basis utama pada sektor pertanian memiliki berbagai potensi,
salah satunya melalui buah apel sebagai unggulannya. Meskipun berbagai
produk pertanian seperti sayuran, tanaman hias, dan buahbuahan lainnya
banyak dibudidayakan, buah apel telah melekat menjadi ciri khas tersendiri
bagi Kota Batu. Produktivitas apel di Kota Batu mengalami penurunan, hal
tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Ruminta (2015) penurunan
produktivitas apel dipengaruhi oleh faktor non-iklim, diantaranya ialah
permasalahan pada budidaya, tanaman apel berumur tua, adanya konversi
lahan tanaman apel, serta harga komoditas apel yang menurun. Kondisi
fluktuasi produktivitas apel di Kota Batu mendapatkan perhatian yang serius
dari pemerintah setempat. Upaya mengatasi permasalahan produktivitas apel
tersebut dirumuskan dalam program pengembangan agribisnis apel melalui
tiga program prioritas yakni
1). Penghambatan laju degradasi dan perbaikan mempunyai visi pembangunan
yang bertumpu pada sektor pertanian, IKM, dan pariwisata. Berkenaan dengan
pentingnya peran agroindustri dalam kaitannya menambah nilai guna maupun
ekonomis, maka penting untuk dilakukan kajian terhadap kondisi agroindustri
apel di kota Batu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan
tipologi agroindustri apel di Kota Batu.
2. Metode Lokasi penelitian dilakukan di Kota Batu Jawa Timur. Pemilihan
lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa sentra utama produksi apel di
Indonesia berada di Jawa Timur, salah satunya Kota Batu. Selain itu visi dan misi
pada dokumen RPJMD Kota Batu juga bertumpu pada tiga sektor utama, yakni
pertanian, pariwisata, dan IKM. Data yang digunakan merupakan data primer
dan sekunder yang diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara
terstruktur menggunakan kuesioner, serta data sekunder dari Pemerintah Kota
Batu terkait agroindustri apel. Metode yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah semua agroindustri apel
berskala mikro, kecil, dan menengah di Kota Batu. Penelitian ini menggunakan
metode sensus untuk menentukan sampel sebanyak 47 agroindustri apel.
Analisis karakteristik agroindustri dilakukan secara deskriptif kuantitatif
menggunakan crosstab dan uji chi kuadrat menggunakan software spss.
Sedangkan untuk menentukan tipologi agroindustri apel digunakan teknik
skoring dan pembobotan dengan skala data nominal. Adapun hipotesis
penelitian ini meliputi: a). Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat
pendidikan pengusaha dengan skala industri, b). Terdapat perbedaan yang
signifikan antara asal bahan baku dengan skala industri, c). Terdapat perbedaan
yangmutu lahan, 2). Pengawalan teknologi dan penelitian budidaya apel ramah
lingkungan, 3) pembentukan dan penguatan kelembagaan agribisnis apel
(Suhariyono, 2014). Selain itu, upaya lain juga dituliskan pemerintah Kota Batu
dalam RPJMD Kota Batu yang signifikan antara lingkup pemasaran dengan skala
industri.
3. Hasil dan Pembahasan Karakteristik agroindustri apel di Kota Batu 1)
Karakteristik industri Karakteristik agroindustri apel dibedakan menjadi tiga,
yakni pada skala mikro, kecil, dan menengah sesuai klasifikasi Departemen
Perindustrian (2010) yang mengacu pada jumlah tenaga kerja yang terlibat
didalamnya. Klasifikasi tersebut membedakan skala industri mikro memiliki
jumlah pekerja 1 hingga 4 orang, skala industri kecil 5 hingga 19 orang, serta
skala industri menengah 20 hingga 30 orang.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana kapasitas knowledge management untuk meningkatkan kerja
sama dan invormasi dalam perusahaan?
2. Bagaimana analisis tingkat penerapan manajemen pengetahuan dalam
membangun organisasi berbasis pengetahuan?
3. Bagaimana sistem pengolahan pengetahuan?
4. Apa saja keritik berbasis teori dinamika spiral atas tipelogi sistem
pengendalian manajemen?
5. Apa saja karekteristik dan tipelogi industri mikro,kecil dan menengah ?

C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui kapasitas knowledge management untuk
meningkatkan kerja sama dan invormasi dalam perusahaan.
2. Agar mengetahui analisis tingkat penerapan manjemen.
3. Agar mengetahui sistem pengolahan pengetahuan.
4. Untuk mengetahui karakter berbasis teori dinamika spiral atas tipelogi
sistem pengnedalian manajemen.
5. Agar mengetahui karakteristik dan tipelogi industri mikro,kecil, dan
menenga.
BAB II
PEMBAHASAN

1.KAPASITAS KNOWLEDGE MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA


DAN INOVASI DALAM PERUSAHAAN
1.KAPASITAS KNOWLEDGE DAN KERJASAMA
Dalam perusahaan proses berbagi pengetahuan antara individu memerlukan
peran yng intensiv dari depertemen penelitian dan pengembangan.semakin
baik perandepartemen penelitian dan pengembangan dalam membagi
pengetahuan akan semakin baik pula daya serap individu terhadap
pengetahuan.
Hal ini akan berdampak pula pada peningkatan inovasi dan daya saing
perusahaan. Menurut Capaldo dan Messeni (2015) bahwa hubungan
departemen penelitian dan pengembangan yang berintegrasi pada
pengetahuan yang jauh secara geografis dan pengetahuan yang dekat secara
organisasi dalam aliansi R&D terdapat hubungan yang negatif dengan kinerja
inovasi, rentang pencarian aliansi secara positif memoderasi kedua hubungan.
Para peneliti menyimpulkan bahwa perusahaan yang berpartisipasi dalam
aliansi R&D harus mengintegrasikan pengetahuan yang jauh secara geografis
tetapi dekat secara organisasional.
Dengan demikian, perusahaan mengambil keuntungan dari keragaman dan
kebaruan yang menjadi ciri pengetahuan yang jauh secara geografis, sambil
mempertahankan tingkat kapasitas penyerapan relatif yang diperlukan bagi
mereka untuk memahami, menginternalisasi, dan secara efektif menggunakan
pengetahuan mitra dari wilayah yang berbeda. Selanjutnya menurut Yoo,
Sawyerr dan Tan (2015) menyatakan bahwa adanya efek langsung dari faktor
lingkungan dan spesifikasi perusahaan serta efek moderasi dari lingkungan
eksternal pada faktor spesifikasi perusahaan. Díaz-Díaz dan Saá-Pérez (2014)
mengkonfirmasi bahwa jenis sumber pengetahuan yang digunakan, internal
atau eksternal, merupakan keputusan penting, dan mengungkapkan bahwa
perlu untuk mengidentifikasi setiap sumber yang mungkin digunakan, karena
pengaruhnya terhadap inovasi dapat berbeda tergantung pada pentingnya
basis pengetahuan internal.
2.KAPASITAS KNOWLEDGE MANAGEMENT DAN TUJUAN ORGANISASI
Hal itu dimungkinkan karena beberapa penelitian bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana kapasitasnya bekerja. Aribi dan Dupouët (2016)
melanjutkan pernyataan berikutnya. Pertama, semua penulis menyajikan
kapasitas serap sebagai proses yang terungkap dari waktu ke waktu dan yang
mungkin melibatkan aktor yang berbeda dari perusahaan. Kedua, terlepas dari
perbedaan antara model, setiap orang dapat membedakan tiga fase utama:
eksplorasi, transformasi, dan eksploitasi. Berdasarkan manajemen
pengetahuan dan gagasan kapasitas serap organisasi sebagai kapasitas meta-
rutin (Paulsen & Hjert, 2014; Van der Heiden et al., 2016) dan dikelilingi dalam
konteks kerjasama, tipologi kapasitas serap diwakili perlu dihubungkan dengan
pengaturan tujuan organisasi. Ketika sumbernya eksternal, kapasitas
penyerapan memungkinkan karyawan memperkenalkan data penting dan
melacak informasi potensial di sekitar batasnya. Untuk memperoleh suatu
kapasitas realisasi diperlukan suatu kapasitas potensial. Semakin banyak
potensi dapat berarti semakin besar persentase realisasinya. Perusahaan
kapasitas serap yang berkinerja baik mengubah potensinya dalam tindakan
yang direalisasikan. Selanjutnya, pekerja perusahaan harus dengan jelas
mengidentifikasi apa tujuan yang diperlukan untuk meningkatkan proyek R&D
internal. Kami menganggap bahwa perusahaan ketika belajar adalah proses
yang tidak menguntungkan kecuali jika dikaitkan dengan instrumen untuk
meningkatkan. Sementara pembelajaran adalah proses akumulatif tanpa akhir,
daya serap yang berguna tergantung pada penetapan tujuan. Kapasitas daya
serap pengetahuan selesai ketika tujuannya terpenuhi dan dengan demikian
lebih banyak pembelajaran tidak diperlukan. Berdasarkan pembahasan diatas,
maka dapat disarikan beberapa variabel yang dapat dijadikan ukuran apabila
akan dijadikan penelitian lebih lanjut. Variabel tak bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah inovasi produk organisasi, yang diukur dari aliran output.
Variabel (Innovation Efficiency) diukur sebagai banyaknya produk baru yang
diperoleh perusahaan setiap tahunnya. Variabel penjelas. Sumber Eksternal
Sekitar Kegiatan Kerjasama diukur dengan tiga variabel. Variabel pertama
meliputi pendirian perusahaan patungan teknologi (Joint Ventures). Variabel
berikutnya mencerminkan pembentukan perjanjian kerjasama teknologi
perusahaan dengan pelanggannya (Kerjasama Pelanggan) atau dengan
pemasoknya (Kerjasama Pemasok). Tindakan ini tidak memerlukan komitmen
dan keterlibatan yang tinggi dari perusahaan seperti yang dilakukan oleh usaha
patungan. Upaya R&D Internal diukur sebagai logaritma dari pengeluaran R&D
internal setiap tahun
2.ANALISIS TINGKAT PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM
MEMBANGUN ORGANISASI BERBASIS PENGETAHUAN
Perubahan lingkungan strategik memberikan dampak yang tidak sedikit di
dalam kehidupan organisasi. Perubahan lingkungan ini tentu saja
mempengaruhi strategi dalam mengelola segala jenis sumberdaya yang ada di
perusahaan, khususnya sumberdaya manusia. Strategi pengelolaan manusia ini
sangat ditentukan oleh tuntutan lingkungan strategik terhadap organisasi. Bila
lingkungan strategik berubah ke arah yang baik maka akan terjadi perubahan
organisasi ke arah yang baik pula yang mengakibatkan akan muncul sumber
keunggulan baru. Salah satu keunggulan baru tersebut adalah pengetahuan
yang dimiliki individu. Menurut Francis Bacon’s diacu Sangkala (2007), di dalam
era ekonomi baru di abad dua puluh satu ini kita telah bergerak ke suatu dunia
di mana berbagi pengetahuan (sharing knowledge) adalah “power”.
Oleh karena itu, sumber utama perusahaan pada hakikatnya berasal dari
pengetahuan. Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan.
Oleh karena itu, perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik
dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai
sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal,
sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis.
Oleh karena itu, diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan
dalam kerangka pengembangan sumberdaya manusia dalam organisasi, yaitu
dengan menggunakan manajemen pengetahuan. Melalui manajemen
pengetahuan, seluruh pengetahuan yang dimiliki di dalam organisasi dapat
diidentifikasi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan
berbagai inovasi, meskipun pengetahuan memang merupakan milik individu
namun dapat dimanfaatkan oleh organisasi dengan tetap memberikan otonomi
pengembangannya pada individu tersebut, yang nantinya pengetahuan
tersebut menjadi milik organisasi. Toko Trubus adalah toko yang berada di
bawah naungan PT Trubus Mitra Swadaya di mana toko ini bergerak di industri
agribisnis yang menjual berbagai macam barangbarang pertanian.
Perkembangan industri agribisnis khususnya toko pertanian kini kian ketat, hal
ini menyebabkan timbulnya persaingan di pasar yang cukup luas. Meskipun
demikian, PT Trubus Mitra Swadaya harus tetap waspada pada perkembangan
bisnis saat ini dan mendatang, sehingga ketika pesaing berskala besar masuk ke
dalam pasar, PT Trubus Mitra Swadaya sudah bisa mengantisipasinya. Salah
satu cara mengantisipasi persaingan yaitu dengan cara meningkatkan
kualitasnya. Dalam meningkatkan kualitasnya, PT Trubus Mitra Swadaya
memerlukan karyawan-karyawan yang berpengetahuan luas dan memiliki
kreativitas yang tinggi, sedangkan pengetahuan yang dimiliki setiap karyawan
berbeda-beda sehingga untuk mengintegrasikan dan memanfaatkannya PT
Trubus Mitra Swadaya memerlukan manajemen pengetahuan yang dapat
diintegrasi dan dimanfaatkan dalam upaya untuk memajukan sebuah
kesuksesan usaha sebagai perusahaan berkelanjutan

3.SISTEM PENGOLAHAN PENGETAHUAN


Terdapat 3 tipe dari sistem manajemen pengetahuan yang sangat penting yaitu
sistem manajemen pengetahuan keseluruhan perusahaan, sistem kerja
pengetahuan, dan teknik kecerdasan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sistem manajemen pengetahuan keseluruhan perusahaan (enterprise-wide
knowledge management systems) merupakan upaya keseluruhan
perusahaan yang bertujuan umum untuk mengumpulkan, menyimpan,
mendistribusikan, serta menerapkan isi dan pengetahuan digital. Sistem-
sistem ini meliputi kapabilitas untuk mencari informasi, menyimpan data
yang terstruktur dan yang tidak terstruktur, serta menempatkan keahlian
dari karyawan di dalam perusahaan. Sistem manajemen pengetahuan
keseluruhan perusahaan juga termasuk teknologi pendukung, seperti
portal, mesin pencari, kolaborasi dan alat bantu sosial bisnis, dan sistem
manajemen pembelajaran.
2. Sistem kerja pengetahuan (knowledge work systems KWS) adalah sistem
yang dikembangkan khusus untuk para teknisi, ilmuwan, dan para pekerja
di bidang pengetahuan lainnya yang bertugas memperoleh dan
menciptakan pengetahuan baru bagi perusahaan mereka. Sistem jaringan
pengetahuan, seperti Hivemine's AskMe meliputi tempat penyimpanan
konten yang dihasilkan oleh para ahli. Beberapa kapabilitas jejaring
pengetahuan termasuk dalam manajemen konten perusahaan terkemuka,
jejaring sosial, dan produk perangkat lunak kolaborasi.
3. Teknik kecerdasan (intelligent techniques) seperti penelusuran data, sistem
ahli, jaringan neural, logika fuzzy, algoritme genetika, dan agen intelegen.
Teknik-teknik ini memiliki tujuan yang berbeda beda, dari yang
menitikberatkan pada penemuan pengetahuan (penelusuran data dan
jaringan neural/jaringan syaraf), hingga penyaringan informasi dalam
bentuk atur.in untuk suatu program komputer (sistem ahli dan logika
fuzzy), untuk menemukan solusi yang optimal bagi permasalahan
(algoritme genetika). Teknik kecerdasan lainnya yang dibahas dalam
bagian ini didasarkan pada teknologi kecerdasan buatan (artificial
intelligience AI) yang terdiri alas sistem berbasis komputer (baik perangkat
keras maupun perangkat lunak) yang berupaya untuk menandingi perilaku
manusia. Sistem-sistem seperti ini dapat mempelajari bahasa,
menyelesaikan tugas fisik, menggunakan peralatan persepsi, serta
menandingi keahlian manusia dan pengambilan keputusan. Meskipun
penerapan Al tidak memperlihatkan luasnya, kerumitan, keaslian, dan
generalisasi kecerdasan manusia, tetapi mereka memegang peranan yang
penting dalam manajemen pengetahuan kontemporer.

Perusahaan akan berhadapan dengan setidaknya 3 jenis pengetahuan.


Beberapa pengetahuan yang ada di dalam perusahaan dalam bentuk dokumen
teks yang terstruktur (laporan dan presentasi). Para pengambil keputusan juga
memerlukan pengetahuan yang semi terstruktur, seperti misalnya surel, pesan
suara (voice mail), pertukaran ruang obrolan (chat room exchange), video, foto
digital, brosur, atau postingan pada papan buletin. Masih dalam kasus yang
lainnya, tidak terdapat informasi yang formal atau digital, dan pengetahuan
berada di dalam kepala para karyawan.
Sebagai contoh implementasi perusahaan yang telah menerapkan
manajemen pengetahuan yaitu PT Telekomunikasi Indonesia. Secara umum, PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk telah menerapkan manajemen pengetahuan. PT
Telekomunikasi Indonesia, Tb adalah perusahaan publik yang berlatar belakang
perusahaan negara (Badan Usaha Milik Negara–BUMN). PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk juga merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan
manajemen pengetahuan yang cukup berkembang dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan diterimanya penghargaan berupa MAKE (Most Admired
Knowledge Enterprises) oleh sebuah organisasi konsultan, yaitu Dunamis
(pemegang lisensi Stephen Covey di Indonesia), yang memberikan penghargaan
tahunan bagi perusahaan di Indonesia yang dianggap terbaik dalam penerapan
manajemen pengetahuan. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai implementasi manajemen pengetahuan dan dampaknya
terhadap kinerja organisasi di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Hasil analisis
yang diperoleh dapat membantu perusahaan sebagai bahan pertimbangan serta
pembelajaran mengenai apa yang harus diperbaiki atau ditingkatkan untuk
mencapai kinerja yang lebih baik.
Dalam menentukan model manajemen pengetahuan dan kinerja organisasi
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dilakukan analisis mengenai ketersediaan
pengetahuan perusahaan dan alat-alat (knowledge tool) yang digunakan dalam
implementasi manajemen pengetahuan. Implementasi manajemen pengetahuan
yang dianalisis mencakup strategi penerapan manajemen pengetahuan, faktor-
faktor penting dalam manajemen pengetahuan, serta hambatan-hambatan dalam
implementasi manajemen pengetahuan. Setelah mengetahui implementasi
manajemen pengetahuan tersebut, maka dilakukan perbandingan hasil kinerja
sebelum dan setelah diterapkannya manajemen pengetahuan. Terdapat 3 proses
makro manajemen pengetahuan pada PT Telemunikasi Indonesia. Tbk yaitu:
1. Knowledge Acquisition Proses akuisisi terjadi ketika para eksekutor proses
bisnis utama perusahaan (perencanaan strategis, pengembangan produk
dan layanan, serta operasi infrastruktur dan layanan) sadar bahwa mereka
perlu mempelajari pengetahuan tertentu. Akuisisi pengetahuan terjadi
ketika proses interaksi antara eksekutor (knowledge buyer) dengan
knowledge source (knowledge seller) berlangsung dengan efektif yang
ditandai dengan mengalirnya pengetahuan dari knowledge source ke
knowledge buyer. Knowledge source ini berasal dari brainware/knowledge
worker (human capital). Proses bisnis berupa inovasi yang muncul dari
konsumen dan eksternal perusahaan.
2. Knowledge Sharing Knowledge sharing melibatkan komponen knowledge
worker aplikasi distribusi dan kolaborasi. Forum dalam knowledge sharing
dibagi menjadi dua, yaitu forum formal dan forum informal. Forum formal
yaitu pertemuan rutin yang dilaksanakan untuk membahas performansi
unit, performansi operasional, serta inisiatif strategis perusahaan. Media
yang digunakan dalam knowledge sharing berupa online (Kampiun,
intranet/portal, dan e-learning) dan offline (forum, rapat, team, buletin,
informal meeting, patriot pagi, counseling and coaching, dan training).
3. Knowledge Utilisation Ukuran keberhasilan dari pengetahuan yang
dibutuhkan oleh karyawan untuk menjalankan proses bisnis perusahaan
dengan lebih efektif dan efisien. Knowledge creation terjadi ketika
karyawan memperoleh ide-ide baru yang muncul saat karyawan
menerapkan pengetahuan yang tersedia.
Oleh karena itu, pengelolaan dalam suatu perusahaan dalam menciptakan
nilai bisnis dan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
proses penciptaan, pengkomunikasian, dan pengaplikasian semua pengetahuan
yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan

4.KERITIK BERBASIS TEORI DINAMIKA SPIRAL ATAS TIPE LOGI


SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN
Fenomena yang tampak secara realitas (artifact) merupakan refleksi dari suatu
yang tidak tampak. Keunggulan sebuah organisasi bukan semata-mata
ditentukan oleh faktor-faktor yang tampak atau faktorfaktor yang dapat
diamati (tangible), seperti, kemegahan gedungnya, kelengkapan fasilitas,
gelar akademik sumber daya manusia, melainkan ada faktor-faktor yang tidak
tampak (intangible) yang lebih dominan memberi peranan yaitu budaya
(culture). Keragaman budaya bukan berarti terjadi perpecahan atau
keterpisahaan antar kemunitas satu dengan komunitas lain, sebab baik
budaya maupun komunitasnya adalah bagian dari sebuah sistem yang saling
berhubungan. Globalisasi datang dan mencoba menghilangkan keragaman
budaya tersebut, ditandai dengan meluasnya penerapan sistem ekonomi
kapitalisme, dan sistem pemerintahan demokrasi (demokrasi liberal) yang
mengarahkan perkembangan tatanan kemasyarakatan pada sebuah sistem
yang semakin seragam. Beberapa kritikus budaya menganggap
homogenisasi ideologi dan budaya sebagai sebuah proses yang
mengkhawa-tirkan dan penuh dengan ancaman. Piliang (2004) dalam
pembacaannya, melihatnya sebagai sebuah refleksi dari visi koorporasi
budaya untuk melayani kepentingan ekonomi barat, sehingga dapat dikatakan
telah terjadi imperialisme budaya barat terhadap budaya-budaya lokal
khususnya di negara-negara berkembang. Piliang (2004:288) menyimpulkan
gambaran kondisi ini sebagai titik akhir evolusi ideologi umat manusia dan
bentuk akhir pemerintahan manusia serta akhir sejarah (end of History). Akhir
sejarah juga merupakan gambaran dari akhir keragaman budaya (end of
plurality), dan merupakan awal dari era keseragaman budaya atau
homogenitas budaya. Piliang (2004:297-298) memberikan pertimbangan
mendalam untuk menyikapi homogenisasi budaya secara hati-hati, baik pada
tataran filosofis, strategis maupun praktis. Kahar (2012:246) menggambarkan
perspektif spiritualitas bersifat paripurna karena meliputi perancang, maupun
pelaku sistem pengendalian baik dalam konteks sebagai hamba Tuhan
maupun dalam konteks sebagai karyawan dalam suatu organisasi.semua yang
terlibat dalam kerangka sistem, selain dapat menghasilkan keteraturan-
keteraturan dalam diri, organisasi, komunitas, dan lingkungannya juga secara
optimal menyalurkan energi positif dalam pencapaian tujuan organisasi. Dan
yang paling diharapkan adalah bagaimana agar sistem pengendalian dapat
mewujudkan setiap aktivitas pemilik, manajer dan karyawan dalam
mengelola perusahaan memiliki nilai ibadah di sisi Tuhan. Spiritualitas
dijadikan kata kunci dalam menuntun beberapa perubahan aspek kehidupan
di awal abad 21. Munculnya beberapa pendekatan, paradigma dan konsep-
konsep baru senantiasa dikaitkan dengan spiritualitas sebagai penggeraknya.
Antara lain dikemukakannya new age, filsafat perenial, spiritual quotient,
spiritual leadership, spiritual intelectual, merupakan bentuk-bentuk
perubahan yang mengadopsi spiritualitas. Bahkan isu titik temu antara sains
dengan agama kerap dipandang sebagai masa kebangkitan spiritualitas
(Adlin 2007:1). Sebagian besar agama dunia kuno telah memiliki pemahaman
hubungan antara jiwa dengan Tuhan yang direpresentasikan sebagai
kembalinya jiwa pada Tuhan (spirituality). Kadang konsep hubungan intim
antara manusia dan sifat Ilahiyah datang secara tiba-tiba, sebagai hasil intuisi
tak terjelaskan atau rekoleksi (pengingatan) diri. Kitab-kitab suci telah
menggambarkan Tuhan secara obyektif sebagai yang ideal demikian pula para
filosof yang berusaha secara filosofis untuk menjelaskan kebenaran Tuhan,
akan tetapi tetap saja penggambaran dan penjelasan itu tidak akan pernah
memadai dan memuaskan bagi manusia. Karena pemahaman obyektif akan
Tuhan yang diperoleh tidak akan dapat menjelaskan keseluruhan aspek ke-
Tuhan-Nya, namun diperlukan pemahaman yang didasarkan secara subyektif
melalui pengalaman spiritual (Tobroni 2005:50). Makna inti dari spiritualitas
(spirituality) adalah bermuara pada kehakikian, keabadian dan ruh, bukan
yang sifatnya sementara dan tiruan. Spiritualitas sebenarnya bukan hal
asing, karena unsur dasar manusia terdiri dari unsur material dan spiritual
atau unsur jasmani dan unsur rohani. Sedangkan perilaku manusia
ditentukan oleh kekuatan tarik menarik dari kedua energi tersebut, pada
kondisi tertentu terjadi energi negatif dimana energi. (jasmaniah) yang lebih
dominan, dan pada kondisi tertentu energi spiritual (ruhaniah) yang lebih
dominan dan menghasilkan energi positif, tergantung bagaimana manusia
menciptakan atau menumbuhkan energi dalam dirinya. Tabroni (2005;7)
menjelaskan bahwa energi positif itu berupa spiritual dan nilai-nilai etis
religius (tauhid), sedangkan energi negatif berupa nilai-nilai material
(tahghut). Nilai-nilai spiritual dan etika religius berfungsi sebagai sarana
pemurnian, pensucian dan untuk membangkitkan nilainilai kemanusia sejati
(nati nurani). Sistem membutuhkan energi agar dapat menggerakkan setiap
bagian-bagian yang membentuk sistem itu sendiri. Tentunya sangat penting
memikirkan untuk mengelaborasi energi yang bersumber dari tubuh spiritual
bersama dengan energi tubuh pisik, emosional dan tubuh mental dalam
menggerakkan sistem apa saja, termasuk sistem pengendalian dalam
organisasi bisnis. Budaya lokal hanya bagian terkecil yang terdapat dalam
suatu komunitas, sedangkan sistem yang baik harus mengelaborasi semua
bagian baik secara formal maupun secara informal, aspek internal maupun
aspek eksternal dari komunitas baik di sekitas lokasi industrinya maupun
komunitas yang menjadi pangsa pasarnya. Konstruksi sistem pada dasarnya
terdiri dari dua model, yaitu sistem model tertutup dan sistem model
terbuka (Harahap 2004). Sistem model tertutup telah tebukti baik secara
filosofis maupun secara pragmatis memiliki banyak kelemahan karena
sistem ini mengarah pada suatu ketidakteraturan atau semakin lama model
sistem tertutup akan semakin mengalami kekacauan. Dalam pembahasan
Capra (2002) sistem tertutup dianggap tidak dapat menyesuaikan diri dengan
kekuatan atau faktor eksternal. Burrell and Morgan (1979) menjelaskan
acuan pemahaman sistem dengan “batasan fisik konvensional,” baik sistem
tertutup maupun sistem terbuka. Menurutnya sistem tertutup batasan fisik
konvensional secara maksimal dijalankan, di mana sistem selalu dianggap
berada dalam posisi yang terisolasi dari lingkungannya. Sistem tertutup
tunduk pada hukum keseimbangan aerodinamis yang menyatakan bahwa
sistem harus menghasilkan keseimbangan yang tidak tergantung pada
waktu, dengan entropi maksimum dan energi minimun, serta rasio dalam
tahap pembentukannya dianggap berlaku konstan. Argumen ini menyatakan
bahwa sistem tertutup memiliki karakter yang terisolasi dari lingkungan,
argumen ini telah mempengaruhi para ilmuwan sosial untuk menghindari
pendekatan sistem tertutup sebagai acuan konseptual phenomena sosial
(Burrell dan Morgan 1979). Batasan fisik konvensional tidak diutamakan
dalam sistem terbuka, karena sistem terbuka dikarakteristikan dengan adanya
pertukaran dengan lingkungannya, atau selalu terdapat transaksi antara
sistem dengan lingkungannya. Sistem terbuka dimetaforakan dari organisme
hidup yang menjaga kelangsungan hidupnya melalui proses-proses
pertukaran dengan lingkungan. Sistem terbuka dapat berwujud dalam
beraneka ragam bentuk sebab tidak ada hukum yang menekan agar sistem
menghasilkan kondisi stabil, atau mengarah pada tujuan yang telah
ditetapkan. Sistem terbuka berfokus pada pola hubungan yang menjadi
karakter dari sistem dan mempelajari hubungan antara sistem dengan
lingkungan untuk memahami cara sistem dijalankan. Analogi biologis sebagai
wujud organisme sangat kental dalam model sistem terbuka, penerapan
analogi biologi dalam membangun model atau kerangka sistem analisis
semakin diminati (Burrell and Morgan 1979). Analogi biologi sebagai sebuah
organisme memiliki karasteristik yang diawali oleh input energi, aliran
output, homestatis, entropi negatif, diferensial, dan keseimbangan akhir.
Beberapa peneliti telah menggunakan analogi biologi dalam penelitiannya,
antara lain; Parsons (1951) yang mengkaji sistem sosial, Katz dan Kahn (1966)
dalam mengkaji sosiologi tradisional dalam penyelesaian masalah sosial, dan
Miller dan Rice (1967) dalam menjalankan analisis studi organisasi. Burrell
dan Morgan (1979) mengidentifikasi prinsip-prinsip dari analogi biologi
dalam teori sistem terbuka, yaitu : 1) sistem dapat diidentifikasi dari beberapa
batasan yang memisahkan dari lingkungannya, 2) sistem pada hakekatnya
adalah suatu proses, 3) Proses dalam sistem dapat dikonseptualisasikan
dalam bentuk model dasar yang berfokus pada input, througput, output dan
feedback, 4) Operasionalisasi sistem dapat diukur dari tingkat pemenuhan
kebutuhan agar sistem dapat bertahan atau mencapai kondisi homeostatis,
5) sistem terdiri dari sub-sistem yang dapat mengupayakan pemenuhan
kebutuhan dari sistem secara keseluruhan,
5.KARAKTERISTIK DAN TIPELOGI INDUSTRI MIKRO,KECIL,DAN MENENGAH
1) Karakteristik industri
Karakteristik agroindustri apel dibedakan menjadi tiga, yakni pada skala
mikro, kecil, dan menengah sesuai klasifikasi Departemen Perindustrian
(2010) yang mengacu pada jumlah tenaga kerja yang terlibat didalamnya.
Klasifikasi tersebut membedakan skala industri mikro memiliki jumlah pekerja
1 hingga 4 orang, skala industri kecil 5 hingga 19 orang, serta skala industri
menengah 20 hingga 30 orang. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
Kecamatan batu total jumlah industri sebanyak 15 buah dengan rincian
terdapat 8 tergolong skala mikro, 7 skala kecil dan menengah. Pada
Kecamatan Bumiaji total industri sebanyak 29 buah dengan rincian 13
termasuk skala mikro dan 16 buah pada skala kecil dan menengah. Kemudian
pada Kecamatan Junrejo total industri yakni 3 dengan sekali kecil. Karakteristik
agroindustri berdasarkan jumlah pekerja juga diungkapkan oleh Hanafie, dkk
(2016) dengan temuan bahwa jumlah pekerja pada industri pengolahan
makanan berbasis singkong di Trenggalek, Tulungagung, dan Kabupaten
Malang berkisar antara satu hingga tiga orang (skala mikro), penggunaan
teknologi yang masih sederhana, serta pemasaran produk pada daerah
setempat. Temuan mengenai karakteristik skala agroindustri dapat
memberikan kontribusi dalam pendekatan pembuatan keputusan. Soekartawi
(2000) menyebutkan bahwa pembinaan perusahaan agroindustri oleh
pemerintah dapat dilakukan sesuai skala usaha untuk memberikan proporsi
yang efektif, dimana semakin besar skala usaha, maka peran pemerintah
semakin kecil dan begitu pula sebaliknya.Karakteristik pengusaha dilihat dari
tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh, pada penelitian ini pendidikan
dibedakan menjadi dua yaitu rendah dan tinggi. Pada tingkat pendidikan
rendah pendidikan terakhir yang ditempuh yakni SMP dan SMA, sedangkan
pada tingkat pendidikan tinggi merupakan lulusan sarjana atau S1. Pada skala
industri mikro, terdapat 16 industri yang pengusahanya berlatar pendidikan
rendah dan terdapat 5 pengusaha berpendidikan tinggi. Sedangkan pada skala
industri kecil dan menengah terdapat 18 pengusaha berpendidikan rendah
dan 8 pengusaha berpendidikan tinggi Gambaran mengenai karakteristik
agroindustri di Kota Batu tersebut sesuai dengan ciri khas yang diutarakan
oleh Tambunan (2000) bahwa karakteristik industri mikro, kecil, dan
menengah merupakan berbasis agrikultur, dimiliki masyarakat lokal, serta
mayoritas memiliki pendidikan rendah. Agroindustri di Kota Batu mayoritas
dimiliki oleh pengusaha lulusan SMP dan SMA, sehingga dikategorikan
berpendidikan rendah. Sedangkan 13 agroindustri dimiliki oleh pengusaha
berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square, diperoleh nilai Asymp.
Sig sebesar 0.596 atau lebih besar daripada nilai signifikansinya 5%. Dari nilai
tersebut dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, yang artinya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan karakteristik
skala industri apel di Kota Batu Jawa Timur. 3) Karakteristik bahan baku Buah
apel dan jeruk merupakan jenis buah terbesar yang dihasilkan Kota Batu (BPS,
2018). Dari berbagai jenis apel, terdapat tiga jenis yang digunakan oleh
pengusaha, yakni manalagi, romebeauty, dan anna. Karakteristik bahan baku
dibedakan dari asal mula apel diperoleh, apakah dari Kota Batu atau
kombinasi antara Kota Batu dengan wilayah lain di luar Kota Batu. Berdasarkan
Tabel 3 diketahui bahwa bahan baku apel yang berasal dari Kota Batu
digunakan oleh 14 industri mikro dan 7 industri kecil dan menengah.
Sedangkan bahan baku yang berasal dari kombinasi Kota Batu dengan wilayah
lain digunakan sebanyak 7 industri berskala mikro dan 19 industri dengan
skala kecil dan menengah. Bahan baku apel yang digunakan secara dominan
berasal dari kombinasi Kota Batu dan wilayah lain mendominasi secara
keseluruhan industri yakni sebanyak 26 industri dari total 47 industri. Menurut
penuturan pelaku industri, apel dari wilayah lain tersebut didapatkan dari
daerah Pasuruan (Nongkojajar) dan Kabupaten
Berdasarkan asal bahan baku yang dipergunakan dalam proproduksi, pada
skala mikro menunjukkan bahwa buah apel dari Kota Batu dominan
digunakan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Soekartawi (2007) bahwa
salah satu karakteristik agroindustri identik dengan penggunaan bahan baku
lokal. kenyataanya, di Kota Batu produktivitas apel menurun manurut
beberapa pengusaha. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan penggunaan
lahan di Kota Batu sendiri. Turunnya produktivitas apel dipengaruhi oleh
kondisi iklim, penyakit, maupun biaya perawatan yang tinggi sehingga buah
apel juga didatangkan daerah lain seperti Kabupaten Malang dan Pasuruan.
Oleh karena itu, pada industri dengan skala kecil dan menengah asal bahan
baku lebih didominasi apel yang berasal dari Kota Batu dan daerah lain untuk
mencukupi kebutuhan produksi. Kondisi yang demikian memerlukan tindakan
lebih lanjut agar keberlanjutan agroindustri apel di Kota Batu dapat
berkelanjutan. Hasil penelitian Suryaningrat (2016) menyimpulkan bahwa
keberlanjutan ketersediaan bahan mentah memegang peran penting bagi
produktivitas industri pengolahan buah. Berdasarkan hasil uji chi square,
diperoleh nilai Asymp. Sig sebesar 0.006. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan
bahwa H0 ditolak, yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara asal
bahan baku dengan karakteristik skala industri apel di Kota Batu Jawa Timur.
4) Karakteristik lingkup pemasaran Karakteristik lingkup pemasaran dibagi
menjadi dua, yakni skala lokal (meliputi Kota Batu) dan nasional. Pada Tabel 4
diketahui bahwa terdapat 6 industri mikro dengan lingkup pemasaran lokal
dan 15 industri mencapai lingkup nasional. Pada lingkup nasional, pemasaran
hasil olahan apel telah menjangkau Pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa
wilayah Kalimantan. Pada industri kecil dan menengah terdapat 6 industri
dengan lingkup pemasaran lokal dan 20 industri mencapai lingkup nasional.
Dari keseluruhan industri belum ada yang memiliki pasar internasional. Dalam
wawancara dengan pelaku juga diketahui bahwa produk mereka belum cocok
dengan selera luar negeri, salah satu alasannya ialah kemasan yang belum
memadai. Namun beberapa pelaku industri pernah ikut dalam pameran yang
diadakan dinas perindustrian. Kondisi tersebut menunjukkan kurangnya
inovasi pada agroindustri apel di Kota Batu, sehingga hal tersebut kurang
memberikan keuntungan dalam persaingan. Distanont dan Khongmalai (2018)
memperoleh temuan bahwa faktor inovasi dapat meningkatkan persaingan,
inovasi sebagai alat strategis untuk peningkatan keunggulan kompetitif.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Mengingat wawasan tersebut dari sudut pandang manajemen pengetahuan,


studi ini menganggap perlu untuk menganalisis tipologi kapasitas serap yang
dapat memungkinkan manajer untuk memahami proses efisiensi inovasi dalam
konteks kerjasama dan, oleh karena itu, membuat keputusan yang lebih baik.
Pertemuan kegiatan kerjasama, daya serap perusahaan dan tujuan organisasi
dalam R&D internal akan memperoleh hasil inovatif yang lebih tinggi.

Tingkat penerapan manajemen pengetahuan secara keseluruhan dinilai dan


dirasakan mayoritas karyawan berada pada penilaian yang baik. Berdasarkan
komponen manajemen pengetahuan, satu komponen berada pada taraf kurang
baik penerapannya, yaitu komponen waktu kerja. Enam komponen berada pada
taraf baik, yaitu komponen belajar, MSDM, teknologi, culture, proses, dan
suasana kerja. Selebihnya, (enam komponen manajemen pengetahuan) berada
pada taraf penilaian yang baik sekali, yaitu komponen berbagi, inovasi,
knowledge, motivasi, komunikasi dan manfaat. Tingkat aktivitas yang
berhubungan dengan manajemen pengetahuan adalah berada pada penilaian
yang buruk. Berdasarkan aktivitas yang berhubungan dengan manajemen
pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya, tiga aktivitas dinilai baik, yaitu
aktivitas berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja per tahun, aktivitas
keterlibatan dalam forum diskusi per tahun dan aktivitas kegiatan membaca
artikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan per tahun.

Pengetahuan (knowledge) sebagai hasil refleksi dan pengalaman seseorang,


sehingga pengetahuan selalu dipunyai oleh individu atau kelompok. Pengetahuan
(knowledge) melekat dalam bahasa, aturan-aturan dan prosedur-prosedur, serta
konsep. Terdapat 2 dimensi mengenai pengetahuan dapat dibagi menjadi tacit dan
explicit knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan dari
pengalaman, kegiatankegiatan yang dilakukan, dan susah didefinisikan di mana
biasanya dibagikan lewat diskusidiskusi, cerita-cerita. Sedangkan explicit
knowledge adalah pengetahuan yang sudah diformulasikan, biasanya disajikan
dalam bentuk tulisan misalnya peraturan, buku-buku literatur-literatur. Dalam
organisasi proses penyebaran/sharing pengetahuan akan membantu pencapaian
tujuan organisasi.Dalam implementasi pada PT. Telekomunikasi Indonesia.

Sistem pengendalian manajemen adalah suatu asosiasi dari regulasi, person dan
aktivitas yang saling berinteraksi untuk memastikan bahwa arah dari suatu
operasional unit, divisi, maupun korporasi sudah sesuai dengan sasaran dan tujuan
yang akan dicapai
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut. Pertama, karakteristik
agroindustri apel di Kota Batu didominasi pada skala mikro, tingkat pendidikan
rendah, asal bahan baku berasal dari kombinasi Kota Batu dan wilayah lain, serta
lingkup pemasaran yang masih berskala lokal dan nasional. Dari hasil uji chi square
diketahui bahwa Nilai Asymp. Sig sebesar 0.596 atau lebih besar daripada nilai
signifikansinya 5%.

SARAN
1. Pentingnya kerja sama dalam sebuah perusahaan
2. Pentingnya sebuah sebuah organisasi dalam suatu perusahaan
3. Mentingnya mengetahu karakteristik dalam sebuah industri kecil ataupun
menengah
DAFTAR PUSTAKA
Andersén, J. (2012). Protective capacity and absorptive capacity: Managing the
balance between retention and creation of knowledge-based
resources.Learning Organization, 19(5), 440-452.
https://doi.org/10.1108/09696471211239730 Aribi, A., & Dupouët O. (2016).
Absorptive capacity: A non-linear process. Knowledge Management Research &
Practice, 14, 15-26.
Batubara, F. H. 2005. Analisis Tingkat Penerapan Model Learning Organization
pada Akademi Pimpinan Perusahaan [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana,
Universitas Indonesia. http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/
detail.jsp?id=116582&lokasi=lokal [18 November 2009]. Cooper, D. R. and
Pamela. S. S. 2006. Metode Riset Bisnis Ed. 9. PT Media Global Edukasi, Jakarta.
Faqih, H. L. 2005. Penerapan Manajemen Pengetahuan pada PT Padutama
Technology System [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia. http://www.lontar.ui.ac.id//file?file=digital/116378-Penerapan%
20manajemenFull%20text%20(T%2021678).pdf [10 November 2
Anggraini, D., Hamiza, A., Doktoralina, C. M., & Anah, S. (2018). Application
of
Supply Chain Management Practices in Banks: Evidence from
Indonesia. International Journal of Supply Chain Management, 7(5), 418-
427.

Anggraini, D., & Tanjung, P. R. S. (2020). Company Value: Disclosure


Implications of Sustainable Supply Chain, Profitability and Industrial
Profile. International Journal of Supply Chain Management, 9(2), 648-
655.

Ardianto, A., & Fitrianah, D. (2019). Penerapan Algoritma FP-Growth


Rekomendasi Trend Penjualan ATK pada CV. Fajar Sukses
Abadi. InComTech, 9(1), 49-60.
Al-Qur’an dan Terjemahan. 2006. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir
Al-Qur’an. Departemen Agama Republik Indonesia. Abernethy, M.A., dan
Chua, W. 1996. “Field Study of control system ‘Redesign’: the infact of
institutional process on strategic choice”. Contemporary Accounting
research,Vol 13, No. 2, hlm 569-606
Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2014. Analisis Sosial Ekonomi Petani di Jawa
Timur (35553.1402). Surabaya: BPS Provinsi Jawa Timur. Diakses dari
https://jatim.bps.go.id/publicatio n/2014/12/01/5cb0a25ba8cb9fa
914343465/analisis-sosialekonomi-petani-di-jawa-timur-- analisis-hasil-
surveipendapatan-petani-sensuspertanian-2013-.html Badan Pusat Statistik
Kota Batu. 2018. Kota Batu Dalam Angka (35790.1704). Batu: BPS Kota Batu.
Diakses dari https://batukota.bps.go.id/public ation/2018/08/16/0359f1ad0252
52a858315ad1/kota-batudalam-angk

Anda mungkin juga menyukai