Lugina Setyawati
Abstract
There are several aspects that can be seen in various studies to map
the SMEs, that is the focus, methodology, conceptual basis, and the
factors influencing it. Based on the focus, various studies SMEs been
more centered on aspects of economic rather than socio-cultural. If
any, shades of the economy remains strong. In terms of methodology,
which is predominantly quantitative, although there are attempts
to use qualitative methodology. Conceptually, the idea of the SMEs
mostly placed within the framework of development rather than
empowerment. In various studies it also appears that various factors
affect the performance of SMEs, ranging from access to productive
resources, low product specifications, production capacity is limited,
and so forth.
1
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian atau kajian tentang “Meta Riset atas Pene-
litian Pemberdayaan UMKM” oleh LabSosio, FISIP UI tahun 2007 bekerja sama dengan
Departemen Koperasi dan UKM.
40 | I da R uwaida & L ugina S etyawati
pendahuluan
PE M BE R DAYA A N U M K M :
KONSE P DA N I N DI K ATOR K E BI J A K A N
3 Ketika meta riset ini dilakukan, sedang disusun rancangan Undang-Undang yang men-
gatur usaha berskala mikro, tetapi perkembangan dari Rancangan Undang-Undang (RUU)
tersebut berjalan lambat sehingga program dan kebijakan yang dilakukan bagi sektor ini
belum berpayung hukum formal yang kuat.
H A SI L PE M E TA A N DA N T I N J AUA N
Fok u s k a ji a n
5 Merujuk pada buku Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha
Kecil dalam Pelita VI, pelaksanaan pembinaan sektor usaha ini setidaknya mencakup enam
aspek pokok, yaitu: pasar, modal, teknologi, kemitraan, SDM dan organisasi. Adapun me-
kanisme evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan pembinaan tersebut dilakukan dengan
mengkaji efektivitas kegiatan pembinaan yang menggunakan indikator yang berkaitan
langsung dengan keenam aspek tersebut.
Me t od ol og i K a ji a n
6 Asumsi seperti ini diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang masuk dalam peta hasil
penelitian pemberdayaan UMKM; salah satunya adalah penelitian dengan judul “Pengua-
tan Kelembagaan Koperasi Rukun Tetangga untuk Meningkatkan Pemberdayaan Anggota
(Studi Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuworno, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah)” oleh
Rahmat Imam Santoso, tesis/disertasi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, tahun 2006.
L a n d a sa n K on se pt u a l
7 Contoh: “Pola Restrukturisasi Usaha Pertanian dan Usaha Kecil Pedesaan serta Imple-
mentasinya terhadap Reposisi Kelembagaan Koperasi” (2004). Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif tetapi bersifat survei partisipatoris (yang sebetulnya lebih bernuansa
kualitatif ). Demikian pula, studi “Pola Pembinaan dan Strategi Pemberdayaan Kelompok
Tani dan Koperasi Sebagai Gerakan Ekonomi Kerakyatan yang Profesional” (2002) yang
menyebut pendekatannya kuantitatif tapi jenis penelitiannya bersifat partisipatoris action
research, padahal tipe ini lebih dominan masuk ke pendekatan kualitatif. Juga penelitian
“Penguatan Kelembagaan Koperasi dalam Masyarakat Pasca Konflik (Studi Kasus Peri-
kanan Sihida Ngano Desa Tuada Provinsi Maluku Utara” (disertasi IPB, 2006). Penelitian
ini menggunakan studi kasus dengan mewawancarai 27 responden. Penggunaan studi ka-
sus dan istilah responden (juga jumlahnya) mengaburkan pemahaman pendekatan yang
digunakan.
8 Salah satu contoh, kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Koperasi
dan Pembinaan Pengusaha Kecil bekerjasama dengan PSEP, PEP LIPI tentang “Kebijaksa-
naan Pembangunan Koperasi dan Pengusaha Kecil dalam Rangka Penyusunan REPELITA
VII.“ Studi ini memfokuskan perhatiannya pada upaya (1) mengkaji ulang sasaran, tan-
tangan, kendala serta peluang pembinaan usaha kecil yang telah dirumuskan dalam buku
REPELITA VI, dan (2) merumuskan arah dan tujuan, sasaran, tantangan, kendala dan
peluang pembinaan koperasi dan usaha kecil dalam REPELITA VII. Penggunaan konsep
pembinaan secara langsung atau tidak langsung mencerminkan masih dominannya peran
pemerintah.
9 Lihat studi potensi Pengembangan Koperasi di Sulawesi, dilakukan oleh PSP-IPB, pada
tahun 2004.
10 Lihat studi individual dari Program Studi Ilmu Ekonomi dan Pembangunan jurusan
Ilmu Sosial, Universitas Gadjah Mada
analisis R E KOM E N DA SI H A SI L PE N E L I T I A N
hanya berpijak pada kebijakan UMKM yang ada, yang tentu lebih
banyak berada pada usaha pemberdayaan bidang ekonomi dan
bisnis usaha. Kalaupun ada rekomendasi untuk penelitian yang akan
datang masih tetap mengajukan pendekatan pada aspek ekonomi
kelembagaan dan manajemen usaha. Sedikit sekali yang mengajukan
rekomendasi untuk tema dan topik penelitian dari aspek selain
ekonomi dan manajemen usaha.
Adapun rekomendasi untuk kebijakan/program pemberdayaan
UMKM justru paling banyak. Hampir semua laporan hasil penelitian
mengajukan berbagai rekomendasi yang ditujukan sebagai masukan
untuk kebijakan/program pemberdayaan UMKM di masa yang akan
datang, khususnya bagi pengembangan usaha dan pemberdayaan
ekonomi. Sedangkan rekomendasi untuk mengoptimalisasikan nilai-
nilai sosial budaya setempat (lokal) dalam usaha pemberdayaan
lembaga-lembaga sosial ekonomi masyarakat, seperti koperasi,
masih kurang. Pemberdayaan bagi kaum perempuan pun, masih
berkisar pada peran ekonomis perempuan terutama dalam membantu
keuangan rumah tangga.
Untuk agen pemberdayaan, rekomendasi ditujukan kepada
beberapa stakeholder UMKM, antara lain (1) pemerintah, khususnya
menyangkut kebijakan tentang pemberdayaan UMK M yang
dikeluarkan pemerintah serta implementasinya yang tidak selaras
dengan kebijakannya. Selain itu ada pula yang menyoroti perlunya
dukungan pemerintah dalam memfasilitasi penguatan UMKM,
misalnya pelatihan, dana, dll. Rekomendasi yang ditujukan untuk
pemerintah yang terkait dengan usaha pemberdayaan UMKM
memang lebih banyak dibandingkan rekomendasi yang ditujukan
bagi UMKM yang menjadi objek penelitian, begitu juga yang
ditujukan bagi lembaga-lembaga keuangan yang memberi bantuan
kepada UMKM; (2) Secara umum rekomendasi studi-studi itu
berkaitan dengan peningkatan SDM. Ada pula rekomendasi untuk
membentuk dan memperluas jaringan kemitraan, terutama dalam
rangka pengadaan modal dan pemasaran. Namun, tidak ada
satupun rekomendasi yang mengarah pada peningkatan social trust
di kalangan anggota atau antara lembaga, bahkan dengan masyarakat
sekitar. Untuk konteks koperasi ini diperlukan mengingat koperasi
merupakan lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Artinya ada
tanggung jawab koperasi secara sosial terhadap pemberdayaan
masyarakat lokal; (3) lembaga keuangan pemberi bantuan UMKM,
PE N U T U P
DA F TA R PUS TA K A