Anda di halaman 1dari 15

HASIL DISKUSI

1. Definisi Emulsi
a. Menurut pharmaceutical manufacturing handbook (Gad.2008 : 338)
b. Menurut Encyclopedia of Pharmaceutical Technology (Swarbrick. 2007 : 148)
c. Menurut Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery (Allen, dkk. 2011 :
1548)
d. Menurut Remington : Essential Of Pharmaceutics. Philadelphia : Pharmaceutical
Press (Felton, 2002 : 448)
e. Menurut Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Semisolid
Products Vol.4 (Niazi, S.K. 2004: 92)
Kesimpulan :
Emulsi adalah bentuk sediaan cair yang terdiri dari dua fase yang tidak saling
bercampur, salah satunya merupakan fase terdispersi (internal) berbentuk gelembung
gelembung kecil yang tersebar merata dalam cairan pembawa (fase eksternal) dan
distabilkan dengan bahan pengemulsi atau emulgator.
2. Keuntungan dan kerugian emulsi
a. Menurut The Theory and Practice Of Industrial Pharmacy (Lachman, 1986 :
1031-1032)
b. Menurut Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology (Swarbrick, 2007: 1548)
c. Menurut Pharmacetutical Compounding and Dispensing Second Edition (Marriot
dkk., 2010:132)

4. Dosis obat yang tidak enak diberikan dalam bentuk cair yang enak (ex. Emulsi
minyak lkabi ikan kod)
5. Obat yang larut dalam minyak dapat dilarutkan dalam fase disperse dan baik
diberikan kepada pasien dalam bentuk yang enak
6. Fase air dapat dengan mudah dirasakan
7. Sensasi “berminyak’ dimulut berhasil ditutupi oleh proses emulsifikasin
8. Emulsifikasi meningkatkan penyerapan lemak melalui dinding usus.
9. Multivitamin yang larut minyak dapat dibuat dalam sediaan emulsi
10. Emulsifikasi meningkatkan penyerap lemak melalui dinding usus.
3. Komponen Emulsi
a. Menurut Remington Essentials of Pharmaceutics (Felton, 2001 : 460-461)
b. Menurut Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System (Allen,
dkk. 2011 : 128, 130, 139, 141, 404)
c. Menurut Pharmaceutical Compounding dan Dispensing (Mariot, 2010 : 137)
d. Menurut Emulsions, Foams, and Suspensions (Schramm, 2005 : 6-7)
Kesimpulan:
Komponen emulsi :
1. Fase minyak
Fase minyak dapat menjadi fase pendispersi atau terdispersi tergantung pada
zat pengemulsi yang digunakan dan jumlah relatif dari dua fase cair minyak dan
air.Emulsi di mana fase minyak terdispersi sebagai tetesan di fase air disebut emulsi
minyak-dalam-air (O/W). Contohnya paraffin cair, adeps lanae, propil paraben
2. Fase air
Fase air dapat menjadi fase pendispersi atau terdispersi tergantung pada zat
pengemulsi yang digunakan dan jumlah relatif dari dua fase minyak dan air.Emulsi di
mana fase air terdispersi sebagai tetesan di fase minyak disebut emulsi air dalam
minyak (W/O). Contohnya gliserin, propilenglikol, metilparaben
3. Bahan pengemulsi
Komponen yang ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas emulsi.
Contohnnya tween 80 dan span 80
4. Pengawet
Pengawet ditambahkan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme. Contohnya metil paraben dan propil paraben
5. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan untuk menghambat penguraian emulsi karena
oksidasi. Contohnya alfa tokoferol
6. Adjuvant
Bahan tambahan yang ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil
emulsi yang lebih baik misalnya pasta pandan sebagai pewarna dan pengaroma, dan
sukrosa sebagai pemanis.

4. Tipe-tipe emulsi dan ukuran tetesan emulsi


a. Menurut Pharmaseutical Dosage Forms And Drug Delivery System 4 th Ed ( Allen
dkk., 2011 : 394-403)
b. Menurut Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology (Swarbrick, 2007 : 3589-3590)
c. Menurut Pharmaceutics Compounding and dispending ( Marriot, dkk., 2010: 131 )
KESIMPULAN :
Emulsi dengan fase internal berminyak dan konsentrasi berair adalah tipe
emulsi minyak dalam air (o/w), sebaliknya emulsi yang memiliki fase internal berair
dan fase eksternal berminyak disebut sebagai tipe emulsi air dalam minyak (w/o)
karena fase eksternal kontinu maka ada istilah tipe w/o/w dan o/w/o diameter tetesan
untuk mikroemulsi kisaran 10 nm hingga 100 nm Sedangkan diameter tetesan
makroemulsi sekitar 500 nm.

5. Proses Pembentukan dan pemecahan fase terdispersi


a. Menurut Pharmaceutics Basic Principles and Application to Pharmacy Practice (Dash
dkk., 2014 : 284)
b. Menurut Emulsion Formulation, Stability and Rheology (Tadros, T. F., 2013 : 3-4)
c. Menurut Water-insoluble Drug Formulation 2nd Edition (Liu, 2008 : 201-206)
Kesimpulan :
Proses Pembentukan Emulsi
Nanoemulsi atau emulsi pada umumnya tidak terbentuk secara spontan. Jika minyak
ditambahkan ke air, akan segera terpisah. Namun bila surfaktan ditambahkan ke
dalam campuran ini dengan pengadukan mekanis yang tinggi, emulsi yang stabil
dapat terbentuk. Tetesan kecil dapat dibentuk dengan menerapkan energy ekstrak atau
gaya geser ke system dua lapis.

Proses pemecahan emulsi


a. Creaming dan Sedimentasi
Proses ini dihasilkan dari gaya eksternal biasanya gravitasi atau sentrifugal.
Ketika gaya tersebut melebihi gerakan termal tetesan (gerakan Brownain), gradien
konsentrasi menumpuk di sistem dengan tetesan yang lebih besar bergerak lebih cepat
ke atas (jika kepadatannya lebih rendah dari media) atau ke bawah (jika kepadatannya
lebih besar dari medium) dari wadah. Dalam kasus tertentu, tetesan dapat membentuk
kesatuan yang rapat (acak atau teratur) di bagian atas atau bawah sistem dengan sisa
volume yang ditempati oleh fase cair terus menerus.
b. Flokulasi
Proses ini mengacu pada agregasi tetesan (tanpa perubahan ukuran tetesan
primer) menjadi unit yang lebih besar. Ini adalah hasil dari daya tarik van der Waals
yang universal dengan semua sistem penyebaran. Flokulasi terjadi ketika tidak ada
tolakan yang cukup untuk menjaga tetesan terpisah dari jarak di mana daya tarik van
der Waals lemah. Flokulasi mungkin ''kuat'' atau '' lemah,'' tergantung pada besarnya
energi menarik yang terlibat
c. Ostwald Ripening (Disproporsionasi)
Proses ini merupakan hasil dari kelarutan terbatas dari fase cair. Dengan
emulsi, yang biasanya polydispersi, tetesan yang lebih kecil akan memiliki kelarutan
yang lebih besar bila dibandingkan dengan tetesan yang lebih besar (karena efek
kelengkungan). Seiring waktu, tetesan yang lebih kecil menghilang dan molekulnya
berdifusi ke massal dan disimpan pada tetesan yang lebih besar.Seiring waktu,
distribusi ukuran tetesan bergeser ke nilai yang lebih besar.
d. Koalesens
Proses ini mengacu pada proses penipisan dan gangguan film cair antara
tetesan dengan hasil fusi dua atau lebih tetesan menjadi yang lebih besar. Kasus
tertentu pada koalesens adalah pemisahan emulsi menjadi dua fase cair yang berbeda.
Faktor pendorong terjadinya koalesens adalah permukaan atau fluktuasi film yang
menghasilkan pendekatan dekat tetesan dimana kekuatan van der Waals kuat sehingga
mencegah pemisahan mereka.
e. Inversi Fase
Hal ini mengacu pada proses di mana akan ada pertukaran antara fase
penyebaran dan media. Misalnya, emulsi O / W mungkin dengan perubahan waktu
atau perubahan kondisi terbalik ke emulsi W / O. Dalam banyak kasus, inversi fase
melewati keadaan transisi dimana beberapa emulsi diproduksi.

6. Definisi dan jenis-jenis emulgator.


a. Menurut Emulsion, Foam and Suspension (Schramm, 2005: 5-6)
b. Menurut Pharmaceutical Manufacturing Handbook (Gad, 2008: 338)
c. Menurut Pharmaceutics Basic Principles and Application to Pharmacy Practice (Dash,
2014: 204)
d. Menurut Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System 10th Edition
(Allen, 2014 : 469-470)
 Definisi emulgator
Emulgator adalah bahan pengemulsi yang terdiri dari surfaktan atau bahan lainnya
yang ditambahkan dalam jumlah kecil pada campuran dua fase cair yang tidak
bercampur untuk membantu dalam pembentukan dan stabilitas emulsi dengan cara
membentuk film pelindung dan menurunkan tegangan antarmuka.
 Jenis jenis emulgator
1. Emulgator alami
- Nabati adalah emulgator yang berasal dari tumbuhan. Contohnya akasia
(karbohidrat), tragakan (karbohidrat), agar-agar (karbohidrat), dan pektin
(karbohidrat).
- Hewani adalah emulgator yang berasal dari hewan. Contohnya gelatin
(protein), kuning telur (protein), kasein (protein)
2. Emulgator sintetik, contohnya surfaktan
- Surfaktan anionic adalah surfaktan yang terdisosiasi untuk menghasilkan
ion bermuatan negative. Contohnya sabun monovalen, polivalen, dan
organik, seperti trietanolamina oleat, dan sulfonat, seperti natrium lauril
sulfat.
- Surfaktan kationik adalah surfaktan yang terdisosiasi menghasilkan ion
bermuatan positif. Digunakan sebagai pengawet formulasi topical dan
digunakan untuk membentuk emulsi o/w. Contohnya Benzalkonium
klorida.
- Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang paling sering digunakan untuk
formulasi emulsi, digunakan untuk formulasi emulsi o/w dan w/o.
Contohnya sorbitan ester dan turunan polioksietilen.
- Surfaktan amfoterik adalah sebuah molekul surfaktan yang karakter
ioniknya gugus polar tergantung pada pH larutan. Contohnya
Lauramidopropyl betaine.
3. Partikel padat yang terdispersi halus merupakan emulgator yang digunakan
untuk membentuk emulsi o/w ketika bahan yang tidak larut ditambahkan ke
fase air jika ada lebih besar volume fase air daripada volume fase minyak.
Contohnya lempung koloid, termasuk bentonit, magnesium hidroksida, dan
aluminium hidroksida.
4. Alkohol adalah emulgator yang digunakan terutama sebagai penstabil
emulsi o/w dari lotion dan salep tertentu yang digunakan secara eksternal.
Contohnya stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat.

7. Sifat-sifat emulgator
a. Menurut Remington Essentials of Pharmaceutic (Felton, 2012:380)
b. Menurut Essentials Chemistry for Formulations of Semisolid and Liquid
Dosages(Kulkarni dan Shaw, 2016:6)
c. Menurut Fungsional Properties of Food Components(Yeshaju, 1985:337)
Kesimpulan:
Sifat-sifat emulgator yaitu,
1) Menurunkan tegangan permukaan hingga dibawah 10 dyne/cm agar kedua fase pada
emulsi dapat menyatu secara homogen.
2) Dapat diadsorpsi dengan cepat karena emulgator bekerja pada dua permukaan yang
tidak saling bercampur sehingga bagian hidrofilik dan lipofilik dari emulgator akan
tertarik oleh kedua fase tersebut.
3) Memberikan potensi listrik yang memadai sehingga droplet kedua zat dapat tolak-
menolak. Potensi listrik dapat menarik bagian hidrofilik dan lipofilik sehingga kedua
fase tersebut dapat menyatu.
4) Meningkatkan viskositas emulsi karena emulgator dapat menyeimbangkan viskositas
dari air dan minyak sehingga sediaan emulsi dapat stabil.

B. . Syarat-syarat emulgator :
1. Menurut Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Deliery Systems Ninth
Edition (Allen, L.V., dkk., 2010 : 395-396 )
2. Menurut Pharmaceutical Copounding and Dispensing Second Edition (Marriot, J.F.,
dkk., 2010 : 134)
3. Menurut Pengantar Kimia (Sumarjo, D. 2009 : 547)
Kesimpulan :
a. Harus memilki sifat fisika kimia yang sesuai dengan bahan lainnya dalam emulsi agar
tidak terbentuk bagian yang terpisah
b. Harus stabil agar tidak terjadi koalesensi dan pecahnya emulsi
c. Tidak beracun untuk menghindari efek yang membahayakan bagi pasien utamanya
untuk emulsi penggunaan oral
d. Membentuk lapisan film yang kuat dan lunak agar dapat menutupi partikel fase
internal/fase dispersi dengan baik sehingga terbentuk fase dispersi yang stabil
C. Hubungan antara struktur kimia dan mekanisme aksi emulgator
a. Menurut Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design 2nd Edition
(Aulton, 2002:95)
b. Menurut The Theory and Practice of Industrial Pharmacy 2nd Ed (Lachman, 1986
: 502)
c. Menurut Encyclopedia of Emulsion Technology (Becher, 1998 : 8082)
Kesimpulan:
Berdasarkan struktur pengemulsi terdiri dari bagian-bagian hidrofilik dan
hidrofobik dimana mekanisme aksi emulsi yakni
1. Mengurangi tegangan permukaan
2. Pembentukan lapisan antarmuka
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap

Bagian kepala bersifat hidrofilik masuk ke fase hidrofilik yaitu air dan bagian
ekor bersifat hidrofobik masuk ke fase hidrofobik yaitu minyak.Interaksi kepala dan
ekor surfaktan dengan dua fase tersebut menyebabkan penurunan tegangan
permukaan antar fase. Ketika bagian-bagian dari surfaktan masuk ke dalam fase air
dan fase minyak sesuai ketertarikannya maka molekul surfaktan akan diserap atau
diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila bagian kepala
yang lebih menyukai fase air lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga dapat menyebar dengan lebih mudah
begitu pela sebaliknya.

8..METODE PEMBUATAN EMULSI


a. Menurut Pharmaceutical Compounding and Dispensing Second Edition (Marriott
dkk., 2010: 133-135
b. Menurut Ansels Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System Tenth
Edition (Allen dan Howard, 2014 : 473-474)
c. Menurut Pharmaceutics: Basic Principles and Application to Pharmacy Practice
(Dash, dkk., 2014:214)
d. Menurut jurnal Formulation and Characterization of Metformin Emulsions Using
Locally Sourced Materials (Ejike, dkk., 2020)
Kesimpulan:
Metode gom kering

METODE GOM KERING

 Disiapkan alat dan bahan


 Dicampurkan minyak dengan gom dalam lumpang
 Dituangkan aquades yang diperlukan untuk memformulasi emulsi primer kedalam
bagian tengah lumpang
 Diletakkan Alu ditengah lumpang dan campuran ditriturasi dengan arah yang
seragam sampai terbentuk emulsi primer (terdengar bunyi klik).
 Ditambahkan aquaeds sedikit demi sedikit sambil tetap ditriturasi dengan cara
yang seragam sampai emulsi primer diencerkan sampai volume yang dibutuhkan.

Metode Gom Basah


GOM BASAH

 Disiapkan alat dan bahan


 Ditambahkan aquades ke dalam gom dan dicampur sampai terbentuk mucilago dalam
lumpang.
 Ditambahkan minyak sedikit demi sedikit, sambil terus digerus dengan arah yang
sama sampai emulsi primer terbentuk (terdengar bunyi klik).
 Ditambahkan aquades sedikit demi sedikit saat masih digerus dalam arah yang sama
sampai emulsi utama diencerkan ke volume yang dibutuhkan.

Metode Botol
METODE botol

 Serbuk akasia dimasukkan ke dalam suatu botol kering


 Ditambahkan dua bagian minyak
 Kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup
 Ditambahkan minyak sedikit demi sedikit sambil terus mengocok campuran
tersebut setiap kali ditambahkan air
 Ketika semua air telah ditambahkan, emulsi primer yang telah terbentuk dapat
diencerkan sampai volume yang tepat dengan air atau larutan berair lainnya agen
formulatif.

Metode mekanis

METODE mekanis

 dilarutkan bahan-bahan yang larut dalam air dan minyak dalam fase air dan fase
minyak, masing-masing.
 dimasukkan ke dalam fase minyak emulsi sebelum emulsifikasi atau
ditambahkan ke emulsi yang disiapkan (penambahan sesaat) dengan bantuan dari
co-solvent untuk obat yang tidak larut dalam air

IN SITU SOAP METHOD


METODE IN SITU SOAP

 Didispersikan pengemulsi dalam fase minyak atau air. Dilakukan pemanasan bila
didispersikan dalam minyak.
 Ditambahkan fase minyak ke fase air di bawah suhu terkontrol.
 Diaduk menggunakan high-stear mixer untuk membentuk emulsi kasar.
 Dihomogenkan emulsi kasar menggunakan high-shear homogenizer atau
microfluidizer hingga ukuran tetesan berada di kisaran 20-30μm.
 Dioptimalkan tekanan, suhu, dan siklus high-shear homogenizer atau
microfluidizer untuk mengurangi ukuran tetesan.

9. a. Definisi HLB
a. Menurut Pharmaceutical Compounding and Dispending (Marriot dkk., 2010 : 134)
b. Menurut Emulsions, Foam, and Suspension (Schramm, 2005 : 90)
c. Menurut Pharmaceutical Suspensions (Kulshreshtha dkk., 2010 : 5)
Kesimpulan :
HLB adalah suatu system penomoran yang menunjukkan sifat hidrofilik dan
lipofilik.Dengan nilai HLB tinggi menunjukkan sifat hidrofilik dan nilai HLB rendah
menunjukkan sifat lipofilik.
b. Manfaat HLB
a. Menurut Surfactant Science and Technology 3rd Edition (Myers, 2006: 306)
b. Menurut Pharmaceutical Copounding and Dispensing 2nd Edition (Marriot, 2010:
134)
c. Menurut Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System 10th
Edition (Allen, 2014: 470)
HLB berguna untuk memberikan nilai atau penomoran pada setiap bahan pengemulsi yang
menunjukkan kualitas zat dan menentukan jenis emulgator yang cocok dalam
mempengaruhi kestabilan emulsi.

C. Cara Perhitungan HLB

a.Menurut Emulsions, Foams, and Suspensions (Scharamm, 2005:208)


b. Menurut Pharmaceutics Dosage Form and Design (Jones, 2008: 56)
c.Menurut Pharmaceutic The Science of Dosage Form Design (Aulton, 2001: 96-97)
Kesimpulan :
( x−HLBb)
A% b = ( HLBa−HLBb) ×100%
B% a = (100% - A%)
Keterangan : x = Harga HLB yang diminta
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah

10. Evaluasisediaanemulsisertaparameternya
a. Menurut As-Syifaa Jurnal Farmasi: Formulasi Emulsi Oral Minyak
JintanHitam(Nigellasativa) dengan Bahan Pengental(Tomanggola.M.I., 2019).
b. Menurut JurnalIlmu Ibnu Sina:Variasi Ekstrak EtanolBijiKebiul(Caesalphina
bonducL.Roxb)PadaFormulasiSediaanEmulsiM/A(Septianti, dkk. 2021).
c. MenurutRemington :TheScienceand PracticeOf Pharmacy(Gennaro. 2000:523)
d. MenurutThe Theoryand Practiceof IndustrialPharmacy(Lachman.Dkk. 1987:528-
a. 531)
Kesimpulan :
Evaluasisediaanemulsi terdiriatas:
1. Pemeriksaan organoleptis
Organoleptis meliputi pengamatan terkait warna, konsistensi dan bau sediaan
emulsi yang dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat.Parameter :
emulsi memnuhi persyaratan bila tidak terjadi perubahan warna, bau serta pemisahan
fase pecahnya emulsi.
11. Penetapan bobot jenis
Penentuan bobot jenis sediaan dilakukan pada awal setelah sediaan dibuat
dengan pengukuran sebanyak 1 kali.Bobot jenis diukur dengan menggunakan
piknometer pada suhu kamar.Piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A
g).Kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g).Air dikeluarkan
dari piknometer dan piknometer dibersihkan.Sediaan emulsi diisikan dalam
piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2 g).
Rumus : Bobot jenis = A2−A/A1−A
Parameter : Bobot jenis sediaan yang mengandung konsentrasi air yang lebih banyak
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada sediaan yang mengandung konsentrasi yang
besar. Bobot jenis dapat dilihat pada monografi.

Alat Piknometer:
3. Penetapan Ph
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter.Alat dibilas terlebih
dahulu dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu.Kemudian elektroda dicelupkan
dalam larutan tersebut.Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka
yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan.
Parameter : Nilai rata-rata pH sediaan mikroemulsi adalah 7,273 ± 0,015.
Alat : pH meter

4. Penentuan tipeemulsi
Penentuan dilakukan terhadap emulsi sebelum dan sesudah kondisi dipakasakan.
Penentuan tipe emulsi dengan menggunakan metode hantaran listrik, yaitu sampel
emulsi yang telah dibuat dimasukan sebanyak 25 ml kedalam wadah kemudian diuji
daya hantarnya dengan voltmeter
Parameter : Apabila jarum bergerak maka tipe emulsi adalah m/a, dan sebaliknya apabila
jarum tidak bergerak maka tipe emulsi yang terbentuk adalah a/m.
Alat:voltmeter
5. UjiKondiktivitas
Uji kondiktivitas dilakukan berdasarkan sepasang elektroda dihubungkan dengan
sebuah lampu dan sumber listrik lalu dimasukkan dalam emulsi o/w. Parameter : jika
lampu menyala mnunjukkan tipe emulsi o/w, jika lampu tidak menyala menunjukkan

tipe emulsi w/o


6. Pengukuran viskositasdan tipealiranemulsi
Dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan Viskometer Brookfield, spindle no. 64 dengan kecepatan 50
putaran per menit (rpm). Sedangkan penentuan tipe aliran emulsi dilakukan dengan
mengukur viskositas sediaan pada berbagai kecepatan yaitu 2, 5, 10, 20, 30, 50 dan 100
rpm.Kemudian dari data tersebut dihitung kecepatan geser dan tekanan
geser.Kecepatan geser dan tekanan geser diplotkan membentuk rheogram untuk
mengetahui tipe aliran yang terbentuk.
Parameter : Emulsi yang encer tidak mempunyai ketahanan untuk mencegah
penggabungan globul-globul (tidak stabil).
7. Penentuan volumekriming
Emulsi sebanyak 50 ml ditempatkan dalam gelas ukur dan ditutup kemudian
disimpan pada kondisi dipaksakan yaitu suhu 5°C dan 35°C secara bergantian masing-
masing 12 jam.Kemudian diamati volume kriming yang terbentuk setiap satu siklus
hingga siklus ke sepuluh.Parameter : Apabila bahan yang diuji memiliki volume
kriming maka hal tersebut bisa menjadi gejala dari ketidakstabilan suatu emulsi.
Alat : gelas ukur

8. Penetapan volumeterpindahkan
Menjamin bahwa larutan oral dan emulsi/suspensi, yang dikemas dalam wadah
dosis ganda dengan volume yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 mL, jika
dipindahkan dariwadahnya akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera
pada etiket.Prinsipnya dengan Melihat kesesuaian volume sediaan, jika
dipindahkan dari wadah asli, dengan volume yangtertera pada etiket
-Parameter : Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah
tidakkurang dari 100% dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 dari
30 wadahvolume kurang dari 95% tetapitidakkurang dari 90% dari yang tertera
dietiket.
Alat:wadah berupagelasukur ataupun beaker glass
9. PengujianFlouresensi
Emulsi tertentu memiliki sifat berfluoresensi dengan adanya radiasi UV pada
pengamatan mikroskopis.
Parameter : Jika fase kontinyu memberikan fluoresensi itu berarti jenis emulsi W/O.
Jika butiran terdispersi memberikan fluoresensi, itu berarti emulsi jenis O/W.
Alat:mikroskop

10. Pengujiansedimintasi/sentrifugasi.
Pengujian ini terkait dengan umur simpan sediaan di bawah kondisi
penyimpanan normal.Dilakukan dengan mengamati pemisahan fase terdispersi baik
karena krim atau koalesensi ketika emulsi terkena sentrifugasi.Hukum Stokes
menunjukkan bahwa creaming disebabkan oleh peningkatan gravitasi mempercepat
pemisahan. Becher menunjukkan bahwa sentrifugasi pada 3750 rpm dalam radius 10
cm centrifuge selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama sekitar satu tahun.
Parameter : emulsi dikatakan stabil dan tahan lama jika tidak terjadi pemisahan
antara fase pendispersi dan fase terdispersi saat disentrifugasi.
.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V., Nicholas, G. P., dan Howard, C. R. 2011. Pharmaceutical Dosage Form and
Drug Delivery Systems 9 thEdition,Wolters Kluwer :Philadelphia

Dash, A. K., Somnath S., Justin J., 2014, Pharmaceutics


BasicPrinciplesandApplicationtoPharmacyPractice,USA:Elsevier

Ejike, O.G., Ngwulaka, N.C., Okafor, U.C., Ben, U.K.C., 2020, Formulation and
Characterization of Metformin Emulsions Using Locally Sourced Materials,
International Journal of Biomedical and Clinical Science, Vol 6(4)

Felton, Linda.A. 2012. Remington Essentials of Pharmaceutics. Philadelphia: Pharmaceutical


Press.

Gad, I.C., 2008 , Pharmaceutical Manufacturing Handbook, USA: John Willey and Sons

Kulshreshta, A., Onar N, Michael W., 2010, Pharmaceutical Suspensions, New York :
Springer

Liu, R.,2008,Water-insolubleDrugFormulation,Francis:CRCPress

Marriot, J. F., Keith A. W., Christopher A. L., Dawn B., 2010, Pharmaceutical Compounding
and Dispending 2nd Ed, London : Pharmaceutical Press

Schramm, Laurier L., 2005, Emulsions, Foams, and Suspensions, Weinheim : WILEY-VCH

Swarbick J., 2007, Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology, Informa helath Care: USA

Tadros, T.F. 2013. Emulsion Formation, Stability and Rheology. Wiley-VCH: Weinheim.

Anda mungkin juga menyukai