Anda di halaman 1dari 4

HAKIKAT IMAN

Oleh: Erlan Naofal, S.Ag, M.Ag


Hakim PA. Sidikalang
Iman secara etimologi artinya mempercayai.1 Percaya berkaitan erat dan
tidak bisa dipisahkan dari mengenal dan mengetahui(ma'rifat)2. Dalam arti
kepercayaan terhadap sesuatu itu tumbuh dengan dilandasi dan didasari pengetahuan
dan pengenalan terhadapnya. Jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia
mengetahui dan mengenalnya. Dalam Khasyiyah Jami' al-Shahih lil imam al-Bukhari
disebutkan bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah itu tergantung
pada sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan (ma’rifatullah) orang tersebut
kepada Allah.3 Jadi seseorang yang beriman kepada Allah, maka tentunya dia
mengetahui dan mengenal Allah. Mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan
mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal
sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara
men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam
raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Meskipun demikian,
tidaklah merupakan kemestian orang yang mengetahui sesuatu otomatis mempercayai
dan mengimaninya. Adakalanya mengetahui sesuatu tetapi tidak mengimaninya
seperti iblis yang mengetahui (ma'rifat) terhadap Allah, tetapi dia tidak mengimani
dan tidak mau tunduk pada perintah Allah SWT.
Sedangkan menurut terminologi4, iman diformulasikan sebagai pembenaran
dengan hati, pengakuan dengan lisan yang dibuktikan dengan perbuatan dan karya
nyata (amal)5.
Iman memiliki tiga sifat yaitu6: Pertama, iman itu bersifat abstrak dengan
pengertian manusia tidak dapat mengetahui dan mengukur kadar keimanan orang

1
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif,
Surabaya,2002, cet.25,hal. 41
2
Yang dimaksud ma'rifat dalam artikel ini adalah ma'rifat menurut bahasa yang artinya mengetahui
dan mengenal (A.W. Munawwir, ibid. hal. 919) , bukan ma'rifat dalam ilmu tashawwuf yang
merupakan salah satu maqam atau hal sebagaimana yang dicetuskan oleh Dzunnun al-Misri. (Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973, cet.7, hal.76)
3
Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, tt, hal.12 yang bunyinya:
碰‫ واﯾﻤﺎن اﻟﺸﺨﺺ ﻋﻠﻲ ﻗﺪرﻣﻌﺮﻓﺘﮫ ﺑﺎ‬artinya:”dan keimanan seseorang itu sesuai dengan kadar/ukuran
ma’rifatnya kepada Allah”.
4
‫ﺗﺼﺪﯾﻖ ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ واﻗﺮار ﺑﺎﻟﻠﺴﺎن وأﻓﻌﺎل ﺑﺎﻷرﻛﺎن‬
5
Amal adalah perbuatan yang dilakukan dengan segenap kesadaran dan penuh pertimbangan.
6
Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung, 2006,Jilid 1, hal.143. dalam
buku tersebut, Ustadz Aam Amirudin hanya menyebutkan dua karakter/sifat iman yaitu abstrak dan
lain. Iman bersifat abstrak karena iman ada dalam hati dan isi hati tidak ada yang tahu
kecuali Allah dan orang tersebut. Namun meskipun demikian ada sebuah hadits yang
memberi petunjuk kepada kita bahwa meskipun iman itu bersifat abstrak, tetapi iman
dapat diidentifikasi dari amaliah dan ketaatan seseorang dalam menjalankan
agamanya. Nabi bersabda:
Artinya:"Apabila kamu melihat seorang laki-laki membiasakan dirinya pergi
ke mesjid (untuk menunaikan ibadah), maka persaksikanlah bahwa orang tersebut
beriman"(al-Hadits).7 Kedua, iman bersifat fluktuatif artinya naik turun, bertambah
dan berkurang, bertambah karena melaksanakan keta'atan dan berkurang karena
melakukan kemaksiatan8. Kondisi iman bersifat fluktuatif ini karena iman bertempat
dalam hati yang mana karakter dasar hati adalah berubah-ubah dan tidak tetap dalam
satu kondisi, hati kadang senang, sedih, marah, rindu, cinta, benci sehingga dalam
bahasa Arab hati dinamai qalbun yang artinya bolak-balik dan tidak tetap dalam satu
kondisi. Abu Musa al-‘Asy’ari menyebutkan:"sesungguhnya hati disebut qalbun tiada
lain karena hati selalu bolak-balik dan berubah.9. Oleh karena itu iman mesti dijaga
dan dipupuk. Iman itu ibarat tanaman yang mesti dipupuk dan pelihara dengan baik.
Karena apabila iman tidak dipelihara dan dipupuk bisa saja iman itu mati ataupun
kalau tidak mati, iman itu tidak akan tumbuh dengan baik dan tidak akan berbuah
amal kebajikan seperti tanaman yang tidak terurus dan ditelantarkan yang mungkin
mati atau mungkin hidup tetapi tidak berbuah dan tidak menghasilkan. Diantara hal-
hal yang harus dilakukan untuk memelihara dan memupuk keimanan adalah men-
tadaburi ayat-ayat Alqur'an, men-tafakkuri ciptaan-ciptaan Allah, berdzikir, berdo'a
kepada Allah agar diberi anugrah iman yang kuat10 dan senantiasa mengamalkan
ajaran-ajaran agama dengan konsisten. Dalam sebuah Hadits Nabi
bersabda:"Perbaharuilah imanmu". Lalu para shahabat bertanya kepada

fluktuatif. Sedangkan sifat iman yang ketiga adalah pendapat penulis sendiri berdasarkan dalil-dalil
berikut: ‫ﻮﻧﮭﻢ‬k‫ﺬﯾﻦ ﯾﻠ‬k‫ﻢ اﻟ‬k‫ﻮﻧﮭﻢ ﺛ‬k‫ﺬﯾﻦ ﯾﻠ‬k‫ﻢ اﻟﻠ‬k‫ﻲ ﺛ‬k‫ﺮﻛﻢ ﻗﺮﻧ‬k‫( ﺧﯿ‬Sebaik-baik kamu adalah generasiku, kemudian
generasi sesudahku, lalu generasi sesudahnya)
7
‫ إذا رأﯾﺘﻢ اﻟﺮﺟﻞ ﯾﻌﺘﺎداﻟﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﺎﺷﮭﺪوا ﻟﮫ ﺑﺎﻹﯾﻤﺎن‬: ‫ وﻓﻲ اﻟﺤﺪﯾﺚ‬Fathul Majid, Juz I, hal.333 dalam Program al-
Maktabah al-Syamilah.
8
Itsbatushifat al-‘Uluwwi, Juz. 1hal. 122 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
9
‫ اﻧﻤﺎ ﺳﻤﻲ اﻟﻘﻠﺐ ﻗﻠﺒﺎ ﻟﺘﻘﻠﺒﮫ‬al-Durr al-Mantsur, Juz. I, hal. 155 dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
10
Dalam kitab Bidayat al-Hidayat, Imam al-Ghazali memuat do'a sebagai berikut:
‫( اﻟﻠﮭﻢ اﻧﺎ ﻧﺴﺄﻟﻚ اﯾﻤﺎﻧﺎ ﺧﺎﻟﺼﺎ داﺋﻤﺎ ﯾﺒﺎﺷﺮ ﻗﻠﻮﺑﻨﺎ وﯾﻘﯿﻨﺎ ﺻﺎدﻗﺎ ﺣﺘﻲ ﻧﻌﻠﻢ اﻧﮫ ﻟﻦ ﯾﺼﯿﺒﻨﺎ اﻻ ﻣﺎ ﻛﺘﺒﺘﮫ ﻋﻠﯿﻨﺎ‬Ya Allah
sesungguhnya kami memohon/meminta kepada-Mu iman yang murni yang terus menerus menyinari
hati-hati kami dan keyakinan yang benar sehingga kami meyakini bahwasanya tidak akan menimpa
kepada kami kecuali apa yang telah Engkau tetapkan hal itu buat kami). Al-Ghazali, Bidayat al-
Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt, hal. 23
Rasul:"Bagaimana kami memperbaharui iman kami. Beliau menjawab:"Perbanyaklah
menyebut La Ilaha Illallah".11 Ketiga, iman itu bertingkat-tingkat. Artinya tingkat dan
kadar keimanan dalam hati orang beriman itu berbeda dan tidak sama, ada yang kuat,
ada yang sedang dan ada yang lemah imannya. Kadar dan kualitas keimanan Abu
Bakar dan shahabat-shahabat Nabi tentunya berbeda dengan keimanan orang-orang
sesudahnya. Alqur'an pun dalam meredaksikan orang-orang yang beriman
adakalanya menggunakan kata Alladzina Amanu dan terkadang menggunakan kata
al-Mu'minun. Ada perbedaan makna antara kedua kata tersebut. Kata Alladziina
Aamanuu mengandung arti seluruh orang yang beriman baik yang kuat imannya, yang
sedang imannya maupun yang lemah keimanannya. Sedangkan kata al-Mu'minun
mengandung arti orang mu'min yang memiliki kualitas keimanan yang sempurna.
Mudah-mudahan kita diberi kekuatan iman dan Islam oleh Allah sehingga
termasuk orang yang memiliki kualitas keimanan yang baik, namun tentunya untuk
meraih dan mewujudkan hal itu perlu ada upaya sungguh-sungguh (mujahadah) dan
keinginan kuat (iradah) yang diwujudkan dengan semangat menggebu (himmat
'adzimah) untuk mendalami, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam itu
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap,


Pustaka Progressif, Surabaya,2002, cet.25
2. Hasyiyah Jami’ al-Shahih, Maktabah Darul Ihya al-Kutub al-
‘Arabiyyah, tt.
3. Aam Amirudin, Tafsir kontemporer, Khazanah Intelektual, Bandung,
2006,Jilid I.
4. Fathul Majid, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
5. Itsbatushifat al-‘Uluwwi, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
6. Al-Ghazali, Bidayat al-Hidayat, Pustaka al-'Alawiyyah, Semarang, tt
7. al-Durr al-Mantsur, dalam Program al-Maktabah al-Syamilah.
8. Sunan Ahmad bin Hambal, dalam Program Maktabah al-Syamilah.

‫ﮫ إﻻ ﷲ‬k‫ﻮل ﻻ إﻟ‬k‫ﻦ ﻗ‬k‫ﺮوا ﻣ‬k‫ﺎل أﻛﺜ‬k‫ﺎ ﻗ‬k‫ﺪد إﯾﻤﺎﻧﻨ‬k‫ﻒ ﻧﺠ‬k‫ﻮل ﷲ وﻛﯿ‬k‫ ﺟﺪدوا اﯾﻤﺎﻧﻜﻢ ﻗﯿﻞ ﯾﺎ رﺳ‬Sunan Ahmad bin Hambal, Juz II,
hal. 359, Hadits nomor 8695 dalam Program Maktabah al-Syamilah.
‫‪9. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan‬‬
‫‪Bintang, 1973, cet.7‬‬

‫اﻟﺤﻤﺪ ‪ 碰‬اﻟﺬي ﻗﺪ ﺗﻢ ھﺬا اﻟﺘﺄﻟﯿﻒ ﺑﻌﻮﻧﮫ واﻋﺎﻧﺘﮫ ﻋﻠﻲ ﯾﺪ اﻟﻔﻘﯿﺮ اﯾﺮﻻن ﻧﻮﻓﻞ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﻟﻠﻤﺤﻜﻤﺔ اﻟﺸﺮﻋﯿﺔ ﺳﺪﯾﻜﻠﻨﺞ‬

Anda mungkin juga menyukai