Anda di halaman 1dari 5

NAMA KELOMPOK :

1. Christina Syifa P

2. Priska Silvia D

3. Kartika Namiko Y

4. Cyntya Halim P

5. Yessica Vintania D

6. Aurelia Septianti

SEJARAH BLAMBANGAN

17 Desember merupakan hari Asih dan keluarganya untuk berkumpul dan berziarah bersama
ke makam Kakek Buyutnya. Di perjalanan Asih kecil bertanya kepada ibunya

“Bu... mengapa kita harus ziarah ke makam?” Ibu tersenyum lalu menjawab

“ziarah ke makam itu  termasuk ibadah yang mulia dan sebagai bentuk penghormatan bagi
orang yang sudah meninggal. Apakah Asih sudah paham?” tanya ibu dengan menoleh ke
arah Asih, Asih menganggukan kepalanya dan menoleh ke arah Wira kakak Asih

“Kak Wira, pernah ketemu kakek buyut belum?” Wira yang sedang fokus dengan ponselnya
menjawab

“belum pernah, kata Ayah sih Kakek Buyut meninggal waktu kejadian Perang Bayu” Wira
kembali fokus terhadap ponselnya.

“Ayah, Perang Bayu itu apa?” tanya Asih dengan antusias, Ayah yang mendengar
pertanyaan itu melihat ke arah Ibu dan mulai tersenyum

“karena Asih ingin tahu, jadi Ayah akan ceritakan kepada Asih. Gimana sih perjuangan
Kakek Buyut untuk Banyuwangi” Ayah memelankan lantunan musik yang menemani
perjalan mereka

“jadi seperti ini,

Di masa lalu, tepat pada tanggal 18 Desember telah terjadi peristiwa bersejarah. Terdapat
satu pertempuran besar di Nusantara yaitu Puputan Bayu, Perang Blambangan yang
membuat Belanda kewalahan dalam menghadapinya.

‘Blambangan’ merupakan istilah yang lebih dulu dikenal sebelum berubah menjadi
‘Banyuwangi’. Berdasarkan sejarah, Kerajaan Blambangan ialah kerajaan Hindu terakhir di
Pulau Jawa yang lahir pada tahun 1295 atau dua tahun setelah Majapahit berdiri dan
kerajaan terakhir yang ditaklukkan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda
dengan perlawanan paling gigih.”

“Emang tugas VOC apa Ayah?” tanya Asih, terlihat wajah kebingungan saat Ayahnya
menyebutkan kata VOC.
“Siapa yang tahu tugas VOC? Kalau tahu nanti ayah kasih hadiah.” Jawab Ayah

“Wira tahu, melakukan monopoli perdagangan di wilayah Nusantara, membentuk angkatan


perang sendiri, melakukan peperangan, mengadakan perjanjian dengan raja-raja yang
berkuasa. Jangan lupa hadiahnya” Jawab wira dengan antusias

“betul,nanti ayah belikan permen sebagai hadiahnya. Ayah lanjut ya ceritanya...

Pada tahun 1743, Raja Mataram Pakubuwana II menyerahkan Blambangan kepada VOC
sebagai imbalan karena telah merebut ibu kota Kartasura dari tangan pemberontak. Hanya
saja, VOC belum melakukan pendudukan lantaran masih terseret konflik Mataram hingga
1757.

Penyerangan militer ke Blambangan baru dilakukan pada Februari 1767. Awalnya,


kedatangan pasukan ini disambut hangat rakyat Blambangan yang ingin melepaskan diri dari
Bali. Kemudian, terjadilah pembunuhan besar-besaran terhadap orang Bali, terutama oleh
orang-orang Bugis di Blambangan. Hanya satu bulan VOC dengan mudah menduduki
Blambangan.

Empat bulan setelah menjalankan pemerintahan di Blambangan, muncul pemberontakan


yang dipimpin Wong Agung Wilis, saudara tiri dan mantan patih raja terakhir Blambangan,
Pangeran Adipati Danuningrat.

Agung Wilis sebenarnya merupakan orang yang ditunjuk VOC untuk memimpin
Blambangan, namun itu hanyalah strategi saja. Dia memanfaatkan posisinya sebagai
penguasa untuk menghimpun kekuatan yang nantinya akan digunakan untuk menyerang
VOC.

Pemberontakan Wilis pun berlangsung selama satu tahun dan berakhir dengan
penangkapannya pada tahun 1768.  Wilis dan pengikutnya kemudian dibuang ke Pulau
Banda. Ketidakadilan VOC terhadap rakyat Blambangan semakin menjadi-jadi seperginya
Wilis.

Bahan pangan milik penduduk dirampas, petani dipaksa menanam padi yang hasilnya harus
diserahkan kepada Belanda, kaum muda dipekerjakan paksa tanpa upah.

Setelah itu... Ayah lupa” Ayah tersenyum kikuk, sedangkan yang lain tertawa

“aduh gimana sih yah, ya sudah Ibu lanjutkan ya....

Kondisi itu membuat warga pergi dari kampungnya untuk menyelamatkan diri. 'Bayu' 
menjadi daerah yang dituju para warga, namun Pangeran Jagapati yang sebelumnya ikut
dalam pemberontakan Wilis pun ada di sana bersama para pengikutnya yang masih tersisa.

Ketika mendengar Pangeran Jagapati berada di Bayu, ribuan rakyat Blambangan


berbondong-bondong meninggalkan desanya untuk bergabung.

Pemberontakan terbesar pun meluap di bawah kepemimpinan Susuhunan Jagapati yang


membangun benteng di Bayu. Rakyat Blambangan sepakat untuk melakukan perang puputan
atau pertempuran habis-habisan.

Kerajaan Mengwi turut mengirimkan bantuan pasukan. Hal ini merupakan puncak dari
peperangan yang sudah berlangsung sejak awal Agustus 1771 yang dikenal dengan nama
Puputan Bayu.
Para pejuang Blambangan melakukan serangan umum dan mendadak terhadap pasukan
VOC. Prajurit Blambangan di bawah kepemimpinan Jagapati maju ke medan tempur dengan
membawa golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh hasil rampasan dari
tentara VOC.

Setelah itu, VOC mengerahkan 10 ribu anggota yang dilengkapi dengan senjata canggih dan
termasuk alat-alat berat. Mereka menghabiskan 8 ton emas untuk biaya perang. dalam hal ini
VOC cukup rugi, karena apa yang dikeluarkan ternyata tak sepadan dengan apa yang
didapat.

Blambangan tidak memberikan keuntungan yang relevan bagi Belanda selama berkuasa di
Indonesia.

Kemudian, terjadilah Puputan Bayu. Serangan pejuang Bayu yang mendadak, membuat
pasukan VOC terdesak. Ketika posisinya terus terdesak, mereka mundur dan lari
meninggalkan semua perlengkapan perang. Ketika Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC,
saat itulah pasukan VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan sungga (parit
yang di dalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Dimana dalam
hal ini Pasukan VOC yang terjebak ditusuk dari atas.

Ada yang bisa melanjutkan cerita ini?” tanya ibu kepada kedua anaknya

“Wira bisa, kemudian....

Pertempuran berakhir dengan kemenangan pasukan Jagapati. Pemimpin VOC, Vaandrig


Schaar dan Comet Tinne, tewas. Namun, kemenangan Blambangan dibalas VOC setahun
kemud-“ cerita Wira terpotong oleh pernyataan dari Asih

“namanya orang Belanda susah susah ya, ngga kaya Asih. Namanya singkat tapi tetap
bagus” Asih tersenyum bangga

“adek, jangan motong pembicaraan orang bisa ngga?” tanya Wira dengan wajah yang sinis

“iya iya, maaf kakak Asih yang paling tampan...” ucap Asih sambil menggoda kakaknya
yang sedang marah. Mendengar percakapan kecil itu, Ayah dan Ibu tertawa kecil karena
tingkah kedua anaknya.

“dasar anak kecil, Kakak lanjut nih yaa...

Pasukan Belanda mendatangkan ribuan prajurit tambahan dari Madura, Surabaya, dan
Besuki. VOC juga mendirikan benteng di dekat Bayu untuk mengontrol pasukan Jagapati.

Lumbung-lumbung padi milik pasukan Jagapati dibakar hingga kelaparan menyerang, dan
disusul dengan kematian, dan penyakit mewabah. Pasukan Jagapati terus berkurang.
Kemudian pada Oktober 1772, pasukan Jagapati dipatahkan.

Pangeran Jagapati tewas dalam pertempuran tersebut. Tubuh dan kepala para prajurit
Blambangan yang tewas digantungkan di pepohonan sekitar benteng.

Akibat perang ini sekitar 60.000 rakyat Blambangan (Banyuwangi) gugur, hilang, atau pun
menyingkir ke hutan untuk menyelamatkan diri dari VOC. tanggal terjadinya peperangan
ini, 18 Desember, pada akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi karena
menjadi cikal bakal terbentuknya wilayah tersebut,
sensus penduduk pertama setelah berdirinya kabupaten Banyuwangi ini belum mencapai 300
keluarga.

Sebelum perang berlangsung, Blambangan berpenduduk 65 ribu jiwa, 60 ribu orang telah
meninggal dunia akibat perang puputan Bayu. Penduduk Blambangan hanya tersisa sekitar 5
ribu jiwa. Hampir habisnya penduduk Blambangan akibat perang, pihak VOC
mendatangkan tenaga kerja dari luar Blambangan untuk mengolah tanah-tanah pertanian
yang kosong.

Dan... selesai” akhir cerita yang ditutup oleh Wira.

“WAHH...60.000 JIWAA???!!!” teriak Asih dengan membulatkan mata dan membuka


mulutnya

“iyaa Adek” jawab ibu dan ayah dengan serentak. Wira hanya tersenyum tipis mendengar
orang tuanya menjawab seperti itu.

“j-jadi Kakek Buyut ada disalah satu orang yang meninggal? Wahhh Kakek buyut emang
hebat!!” setelah mendengar ucapan Asih, Ayah dan Ibu tersenyum dan menjawab

“bukan hanya Kakek buyut yang hebat, Nenek buyut juga hebat telah ikut mempertahankan
kota Banyuwangi ini” Ibu melihat ke arah Asih

“jadi gimana? Bangga tidak jadi orang Banyuwangi?’ tanya ibu

“Asih bangga sekali Ibu, besok Asih boleh ke makam pahlawan ngga? Asih mau berterima
kasih karena telah mati-matian untuk mempertahankan Banyuwangi” tanpa jawaban, Ibu
hanya menganggukan kepala.

“kalau Wira bangga tidak?” tanya Ibu ke Kak Wira,

“bangga, besok Wira juga mau ikut Adik Asih ke makam pahlawan.” Jawab Wira dengan
menoleh ke arah jendela mobil.

Tidak lama kemudian, Asih dan keluarga sampai ke tempat makam Kakek buyut. Asih
tersenyum lebar dan berlari ke arah makam yang dimana Kakek buyut di kuburkan.

Setelah berdoa, Asih berkata

“Kakek, terima kasih telah memenangkan Peperangan Bayu itu. Asih titip salam buat teman
seperjuangan Kakek. Oh iya satu lagi, Kakek hebat.” Setelah mengucapkan itu, Asih dan
keluarganya tersenyum lebar dan melanjutkan perjalanan pulang.

Akibat perang ini juga berdampak pada peta Demografi kawasan Blambangan, Akibat hal
ini kawasan Blambangan dan sekitarnya, yang sebelumnya dihuni mayoritas etnis Jawa
Osing menjadi etnis suku Madura. Hampir habisnya penduduk Blambangan akibat perang,
menjadikan pihak VOC mendatangkan tenaga kerja dari luar Blambangan untuk mengolah
tanah-tanah pertanian yang kosong. Akibat kedatangan berbagai macam penduduk dari luar
Blambangan, menjadikan Blambangan berpenduduk sangat majemuk terutama masuknya
etnis Madura setelah perang

Anda mungkin juga menyukai