Anda di halaman 1dari 21

Jln. KH. Ahmad Dahlan No.

17 Selong Lombok Timur


RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
No. Ijin : 2049/503/PM.II.50.A8/04/2018
Jln. KH. Ahmad Dahlan No. 17 Selong Lombok Timur
Telp; (0376) 21004, Fax (0376) 22693

Bismillahirrahmairrahim

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA
NOMOR : 08/PER/AKR/DIR/RSI-N/VIII/2018

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

Direktur Rumah Sakit Islam Namira dengan senantiasa memohon bimbingan, lindungan
dan ridho Allah SWT :
MENIMBANG : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu dan keselamatan
pelayanan pasien di Rumah Sakit Islam Namira, maka diperlukan
kebijakan Pelayanan dan Asuhan Pasien;
: b. bahwa agar kegiatan pelayanan pasien yang seragam di Rumah
Sakit Islam Namira dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
kebijakan Direktur Rumah Sakit Islam Namira sebagai landasan
bagi penyelenggaraan pelayanan pasien di Rumah Sakit Islam
Namira;
: c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir a dan b perlu ditetapkan dengan peraturan direktur Rumah
Sakit Islam Namira;
MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009
tentang Pelayanan Publik;
5. Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia nomor 11 tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien;
6. Kepmenkes RI No 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman
Organisasi Rumah sakitUmum;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK;02;03/1/0347/2013 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit
Islam Namira Pancor NTB;
8. Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lombok Timur Nomor
2049/503/PM.II.50.A8/04/2018 tanggal 12 April 2018 tentang Izin
Operasional Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI (di tanda tangani Dirjen BUK
Akmal Taher an Menkes RI) No.HK.02.03/i/0347/2013 tanggal 19
Februari 2013 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum
Islam Namira Provinsi Nusa Tenggara Barat (sebagai Rumah
Sakit Umum Kelas D);
10. Fatwa DSN-MUI Nomor : 107/DSN-MUI/X/2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip
Syariah;
11. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Namira
Pancor Nomor 005/SK/YRSPN/VIII/2015 tentang Pemberlakuan
struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Namira.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KEBIJAKAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN DI RUMAH
SAKIT ISLAM NAMIRA
KESATU : Kebijakan pelayanan dan asuhan pasien di Rumah Sakit Islam
Namira sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
KEDUA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan dan
asuhan pasien di Rumah Sakit Islam Namira dilaksanakan oleh
Direktur Rumah Sakit Islam Namira;
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Lombok Timur


Tanggal : 27 Agustus 2018 M
15 Dzulhijjah 1439 H

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr; Utun Supria, M;Kes


Direktur
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Namira
Nomor : 08/PER/AKR/DIR/RSI-N/VIII/2018
Tanggal : 27 Agustus 2018
Tentang : Kebijakan Pelayanan Dan Asuhan Pasien

KEBIJAKAN PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN


DI RUMAH SAKIT ISLAM NAMIRA

A. Pelayanan Yang Seragam


1. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama;
2. Proses pelayanan medis dan keperawatan di Rumah Sakit Islam Namira harus
selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien serta seragam tanpa
membedakan status sosial pasien;
3. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai, yang diberikan oleh praktisi
yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu;
4. Ketepatan (acuity) mengenai kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pasien;
5. Setiap pasien harus dapat ditentukan diagnosisnya secara tepat berdasarkan
standar yang dimiliki Rumah Sakit islam namira, bila dalam waktu tertentu belum
dapat ditegakkan harus dilakukan assessment yang melibatkan berbagai disiplin
ilmu terkait;
6. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien seperti pelayanan anastesi,
pembedahan, nutrisi, penanganan nyeri, dll harus sama di seluruh Rumah Sakit
Islam Namira;
7. Pasien dengan kebutuhan asuhan medis dan keperawatan yang sama di seluruh
Rumah Sakit Islam Namira;
8. Setiap petugas harus bekerja sesuai standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, dan menghormati hak pasien di seluruh
Rumah Sakit Islam Namira;
9. Setiap Departemen dan Instalasi Rumah Sakit Islam Namira mengaplikasikan
kebijakan ini sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuannya; Kebijakan
keseragaman diterjemahkan ke dalam SPO keseragaman di :
a. Pelayanan Pasien Instalasi Gawat Darurat;
b. Pelayanan Pasien Rawat Inap;
c. Pelayanan Pasien Rawat Jalan;
d. Pelayanan Pasien Intensive Care Unit;
e. Pelayanan Pasien dengan Pembedahan;
10. Koordinasi pelayanan kesehatan diintegrasikan dalam berbagai kegiatan dicatat
dalam catatan pasien terintegrasi;
11. Pasien yang bermasalah dalam prosedur pelayanan maupun setiap pasien yang
pulang rawat inap dibuatkan ringkasan pasien pulang;
12. Kegiatan Pelayanan medis dilaksanakan dengan membuat sensus harian;
B. Pelayanan Terintegrasi Dan Terkoordinasi;
1. Asuhan pasien dilaksanakan secara terintegrasi dan terkoordinasi diantara
berbagai unit kerja dan pelayanan untuk mendapatkan hasil asuhan pasien yang
lebih baik;
2. Rencana pelayanan terintegrasi dan terkoordinasi tertulis dalam rekam medis
pasien terintegrasi;
3. Prosedur yang dilaksanakan harus dicatat dalam rekam medis;
4. Mereka yang diizinkan memberikan pelayanan menulis perintah dalam rekam
medis pasien di lokasi yang sama dan seragam;
5. Hasil atau kesimpulan dari kolaborasi asuhan pasien harus dicatat dalam rekam
medis pasien;
6. Pasien dan keluarga diberitahu tentang hasil pengobatan termasuk kejadian
yang tidak diharapkan;
7. Pelayanan terintegrasi dan terkoordinasi harus di dilakukan oleh seluruh PPA
(PPA) yang multi profesi yaitu : Dokter, Perawat, Ahli
Gizi,Fisioterapis,Radiografer, Analis Laboratorium, Apoteker/Petugas Farmasi,
sejak pasien masuk RS sampai pada perencanaan pemulangan pasien/discarge
planningdengan DPJP sebagai team leader;
8. Pelayanan terintegrasi dan terkoordinasi harus di dilakukan oleh seluruh PPA
yang bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional, antara
lain memakai panduan praktik klinik dan clinical pathway yang dituangkan dalam
catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT;
9. Pelayananterintegrasidanterkoordinirdilaksanakan melibatkan seluruh pemberi
pelayanan kesehatan, Bagian administrasi, rekam medikdan seluruh Unit Kerja
Rumah Sakit;
10. Formulir Rekam Medis harus mencerminkan integrasi dan koordinasi
dokumentasi dari berbagai profesi pemberi pelayanan;
11. Setiap praktisi melakukan pencatatan pengamatan, pengobatan dan atau
tindakan serta perawatannya;
12. Pelayanan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP), Perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lain dalam waktu
24 jam sesudah pasien masuk rawat inap;
13. Rencana pelayanan pasien harus individual dan berdasarkan data assessment
awal;
14. Pelayanan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat dalam rekam medis
pasien oleh pemberi pelayanan;
15. Rencana pelayanan dan kemajuan yang diantisipasi dicatat dalam rekam medis
dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran;
16. Rencana pelayanan yang setiap pasien diperiksa ulang dan diverifikasi oleh
DPJP dengan mencatat kemajuannya;
17. Perintah harus tertulis bila diperlukan, dan mengikuti kebijakan Rumah Sakit;
18. Permintaan diagnostic imajing dan pemeriksaan laboratorium klinik harus disertai
indikasi klinis/ rasional;
19. Hanya mereka yang diizinkan boleh menulis perintah;
20. Perintah berada dilokasi tertentu yang seragam di rekam medis pasien;
21. Tindakan dan Hasil tindakan yang dilakukan harus dicantumkan dalam rekam
medis pasien;
22. Praktisi pemberi pelayanan kesehatan mencatat kesimpulan hasil kolaborasi atau
hasil diskusi tim dalam rekam medis;
23. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil pelayanan dan pengobatan
24. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang kejadian yang tidak diharapakan
dalam pelayanan dan pengobatannya;

C. Pola OperasionalDokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)


1. Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit, baik
rawat jalan, rawat inap maupun IGD dengan menggunakan cap stempel pada
berkas rekam medis pasien;
2. DPJP memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk mengelola rangkaian
asuhan medis pasien (diagnosis, informasi terapi, perawatan pasien, rencana
perawatan selanjutnya, permintaan pemeriksaan penunjang lainnya, rujukan dan
pemulangan) dan mengupayakan keselamatan pasien serta mencegah
terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD);
3. Dalam hal tertentu, pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan
diperbolehkan memilih DPJP utama, dengan persetujuan managemen rumah
sakit dan sepanjang tidak membahayakan keselamatan pasien
4. Pendokumentasianoleh DPJP di rekammedisharusmencantumkannamadanparaf
/ tandatangan di form asesmenawalmedis,
catatanperkembanganpasienterintegrasi / CPPT (Integrated note), form
asesmenpraanestesi/sedasi, instruksipascabedah, form
edukasi/informasikepasien dsb;Termasuk juga pendokumentasian keputusan
hasil pembahasan tim medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis;
5. Setiap pasien yang berobat di Rumah Sakit Islam Namira harus memiliki DPJP;
6. Penetapan Dokter Penanggngjawab Pelayanan (DPJP) sepenuhnya hak pasien;
7. DPJP bertanggungjawab terhadap semua pelayanan kepada pasien;
8. DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien;
9. DPJP wajib memenuhi hak pasien;
10. Apabila pasien berobat di rawat jalan, maka DPJP nya adalah dokter klinik yang
terkait;
11. Apabila pasien berobat di IGD dan tidak dirawat inap, makaDPJP nya adalah
dokter jaga IGD;
12. Apabla pasien dirawat inap di ICU,maka DPJP nya adalah dokter spesialis
anestesi, kecuali permintaan pasien;
13. Apabla pasien dirawat inap, maka DPJP nya adalah dokter spesialis disiplin yang
sesuai;
14. Apabilapasiendi kamaroperasi, maka DPJP
Bedahadalahketuadalamseluruhkegiatanpadasaat di kamaroperasitsb;
15. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis, maka
harus ditunjuk seorang sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai DPJP
tambahan;

D. Penulisan SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment,Plan)


1. Catatan perkembangan dengan konsep SOAP secara umum berisikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Keluhan dan gejala yang dirasakan pasien sekarang serta Adakah
perubahan klinis selama perawatan;
b. Menentukan abnormalitas dalam pemeriksaan jasmani;
c. Mentelaahdanmeneliti ada/tidaknya data laboratorium yang abnormal;
d. Memantau/ menentukan perubahan formulasi kasus atau hubungan dari
berbagai masalah medis satu dengan yang lain;
e. Menentukanrencana yang baru dalam rencana diagnostik dan pengobatan
pasien;
2. Catatan lanjutan harus dapat segera memberikan keterangan untuk berbagai hal
penting dan paling sedikit bisa menjawab hal-hal berikut ini:
a. Menentukan keterangan diagnostik baru;
b. Memantaukeadaanpasien menjadi lebih baik atau lebih buruk;
c. Menentukandanmengevaluasi obat yang dipilih bekerja dengan baik;
d. Menentukan tindaklanjut diagnostik dan pengobatan berjalan atau
direncanakan;

E. Pemberian Perintah Asuhan Pasien Tertulis/Lisan


1. Pemberian perintah adalah salah satu aktifitas asuhan pasien, baik lisan maupun
tertulis;
2. Pemberi perintah adalah DPJP atau dokter konsulen atau tim dokter yang
sedang bertugas;
3. Penerima perintah adalah petugas di ruang perawatan atau unit kerja penunjang
lainnya;
4. Perintah Tertulis
a. Semua perintah asuhan harus diberikan secara tertulis dan tercatat rapi di
rekam medis pasien, kecuali pada kondisi tertentu sesuai kebijakan rumah
sakit;
b. Permintaan pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis harus
menyertakan indikasi klinis dan alasan pemeriksaan yang rasional agar
mendapatkan interpretasi yang diperlukan;
c. Hanya mereka yang berwenang sesuai kompetensinya yang boleh
menuliskan perintah;
d. Pengecualian di pelayanan khusus seperti IGD dan Unit Pelayanan Intensif;
e. Permintaan tertulis dilokasi yang seragam di rekam medis pasien;
5. Perintah Lisan
a. Perintah pengobatan atau peresepan dan penyampaian hasil test secara lisan
hanya terbatas pada kondisi emergensi yang tidak memungkinkan dilakukan
komunikasi tertulis;
b. Perintah lisan ataupun penyampaian hasil test secara lisan tidak dijinkan
apabila dokter berada di tempat dan rekam medis pasien tersedia, kecuali
pada prosedur steril atau situasi emergensi;
c. Perintah lisan tidak diijinkan untuk obat-obatan non-formularium, kecuali
pada prosedur steril atau situasi emergensi;
d. Perintah lisan tidak diijinkan untuk prosedur kemoterapi;
e. Perintah lisan dan penyampaian hasil test tidak diijinkan disampaikan melalui
voice mail;
f. Yang berhak memberikan perintah lisan pada situasi tertentu :
1) DPJP yang menerima laporan perkembangan aktifitas asuhan pasien
pada saat ybs tidak sedang berada di tempat;
2) Dokter konsulen yang menerima konsultasi dari IGD atau ruang
perawatan lain dalam kondisi emergensi;
g. Yang bisa menerima perintah lisan pada situasi tertentu :
1) Dokter jaga IGD yang sedang bertugas;
2) Perawat di ruang operasi;
3) Perawat yang sedang bertugas di ruang perawatan;
4) Petugas di laboratorium atau unit radiologi untuk pemeriksaan yang
sifatnya cito;

F. Tindakan Invasif Dan Tindakan Non Invasif


1. Setiap tindakan invasif harus dilakukan Persetujuan Tindakan Kedokteran agar
tidak muncul gugatan atau tuntutan malpraktik medik;
2. Setiap tindakan Invasif yang dilakukan harus dicatat di dalam rekam medis
pasien (lembar asuhan terintegrasi);
3. Setiap hasil tindakan Invasif harus dicatat dalam rekam medis pasien (lembar
asuhan terintegrasi);
4. Tidak semua tindakan invasif dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter umum,
terdapat daftar tindakan invasif yang bisa didelegasikan kepada tenaga
kesehatan yang lain (perawat, perawat gigi, fisioterapis);
5. Daftar tindakan invasif dan non invasif yang didelegasikan :
a. Pendelegasian prosedur invasif kepada perawat
1) Pasang IV kateter
2) Lepas IV kateter
3) Pasang urine kateter
4) Lepas urine kateter
5) Pasang NGT (Naso Gastric Tube)
6) Lepas NGT (Naso Gastric Tube)
7) Injeksi Intra Cutan (IC), Sub Cutan (SC), Intra Muscular (IM), Intra Vena
(IV)
8) Kumbah lambung
9) Tindakan Hecting dan lepas hecting
10) Sirkumsisi tanpa kelainan
11) Debridement Luka tanpa komplikasi
12) Ekstraksi kuku
13) Insisi abses
14) Cross insisi
15) Pengambilan corpus alenum tanpa penyulit
16) Irigasi telinga
17) Lavement
b. Pendelegasian prosedur invasif kepada perawat anastesi : Anastesi Lokal
c. Pendelegasian prosedur invasifn kepada perawat gigi
1) Tambal Gigi
2) Pembersihan karang gigi
d. Pendelegasian prosedur non invasif kepada perawat
1) Pemberian Nebuliser
2) Pencampuran Obat Injeksi
e. Pendelegasian prosedur non invasif kepada dokter umum : USG
(ultasonograpy) untuk PONEK
f. Pendelegasian prosedur non invasif kepada radiografer
1) Coloon in Loop
2) Uretrograpy

G. Komunikasi Efektif
1. Komunikasi efektif adalah suatu cara untuk menyampaikan informasi mengenai
suatu kondisi pasien, baik kondisi hasil pemeriksaan penunjang yang kritis,
serah terima pasien antar unit dan PPA, peralatan,tindakan, permintaan
kepada seseorang (dokter, perawat, kepala bagian, penanggung jawab, atasan,
bawahan, unit terkait), dengan petugas laboratorium/radiologi, maupun antar
PPA lainnya melalui telepon maupun secara lisan yang dilakukan secara
akurat, lengkap, dimengerti, tidak duplikasi dan tepat kepada penerima
informasi sehingga dapat mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan
keselamatan pasien;
2. Sebelum melakukan pelaporan siapkan data yang akan dilaporkan dengan
lengkap;
3. Sebutkan identitas secara lengkap saat melakukan komunikasi;
4. Untuk instruksi lisan atau melalui telepon:
a. Penerima instruksi harus mencatat dengan lengkap instruksi yang diterima
(Tulis)di form rekam medis Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi;
b. Penerima instruksi membacakan kembali instruksi yang diterima (Baca)
Pada keadaan Emergency penerima instruksi langsung mengulang kembali
instruksi dengan lengkap;
c. Instruksi atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi ulang oleh pemberi instruksi
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan (Konfirmasi);
d. Apabila instruksi direrima secara tidak langsung harus melakukan konfirmasi
ulang dengan menelpon kembali pemberi instruksi;
e. Penerima instruksi mencatat tanggal dan jam intruksi yang diberikan,
kemudian ditanda tangani oleh penerima dan pemberi instruksi serta
distempel;
f. Untuk instruksi melalui telepon;
1) Pemberi instruksi memverifikasi instruksi yang sudah diberikan dengan
memberi stempel dan tanda tangan serta nama yang jelas pada kolom
yang tersedia di catatan terintegrasi selambat-lambatnya dalam waktu
1x24 jam;
2) Apabila dokter pemberi instruksi berhalangan (cuti, sakit) maka yang
melakukan verifikasi dan menandatangani catatan pesan yang ditulis oleh
penerima instruksi adalah dokter pengganti yang ditunjuk oleh dokter
DPJP (pemberi instruksi) selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam;
3) Jika dokter pengganti belum datang dalam waktu 1x 24 jam maka
verifikasi dilakukan oleh dokter jaga;
g. Bila instruksi mengandung nama obat NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip), maka nama obat NORUM harus dieja satu persatu hurufnya;
h. Di unit pelayanan harus tersedia daftar obat NORUM;
5. Untuk instruksi tertulis:
a. Instruksi ditulis dengan lengkap dan jelas;
b. Dicatat tanggal dan jam intruksi diberikan, ditandatangani oleh pemberi
instruksi;
c. Penerima intruksi membaca kembali instruksi dengan baik;
d. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas, penerima instruksi harus melakukan
konfirmasi ulang kepada pemberi instruksi;
6. Pada saat melaporkan pasien baru kepada dokter DPJP maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Komunikasikan kepada pasien mengenai jam visite dokter DPJP 1 kali
perhari;
b. Apabila jangka waktu 1x24 jam dokter DPJP belum bisa datang, maka
pasien bisa divisite oleh dokter spesialis yang lain atau oleh dokter jaga
dengan persetujuan dokter DPJP yang pertama dan pasien;
7. Gunakan standar SBAR saat melaporkan pasien, saat perawat melaporkan
pasien kedokter, saat serah terima perawat/dokter antar shif, saat serah terima
perawat antar unit dan serah terima antar DPJP;
8. Hasil pemeriksaan yang termasuk dalam kategori kritis harus segera dilaporkan
kepada dokter yang meminta dilakukan pemeriksaan dengan teknik SBAR dan
TbaK;
9. Dalam pelaporan hasil pemeriksaan kritis, dari petugas laboratorium/radiologi
mendokumentasikan hasil tersebut dalam buku pemeriksaan kritis unitnya,
dan perawat/bidan penerima informasi menulis secara lengkap hasil
pemeriksaaan dalam form CPPT rekam medis pasien, penerima membaca
kembali hasil pemeriksaaan, dan pengirim pesan memberi konfirmasi atas apa
yang telah ditulis secara akurat;
10. Pelaporan hasil pemeriksaan kritis harus dilakukan dalam kurun waktu
maksimal kurang dari 5 menit dari keluarnya hasil pemeriksaan;
11. Daftar hasil pemeriksaan yang termasuk dalam kategori kritis harus tersedia
disetiap unit pelayanan, meliputi hasil : pemeriksaaan laboratorium;
pemeriksaan radiologi; prosedur ultrasonografi; magnetic resonance imaging;
pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil
tanda-tanda vital;
12. Serah terima asuhan pasien (hand over) antar shift di dalam rumah sakit
didokumentasikan dalam form CPPT dalam bentuk SOAP, dan bubuhkan
stempel serah terima pasien (handover), isikantanda tangan dan nama jelas
petugas yang menyerahkan dan petugas yang menerima pasien, sedangkan
serah terima/transfer pasien antar unitdidokumentasian sesuai format transfer
pasien isikan tanda tangan dan nama jelas petugas yang menyerahkan dan
petugas yang menerima pasien;
13. Serah terima asuhan pasien (hand over) terjadi: antar profesional pemberi
asuhan (PPA) seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan
staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA
lainnya pada saat pertukaran sif (shift); antar berbagai tingkat layanan di dalam
rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari unit intensif ke unit
perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi; dandari unit rawat inap ke
unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi;
14. Setiap petugas yang menemukan adanya insiden keselamatan pasien yang
berhubungan dengan komunikasi efektif yang bisa menimbulkan atau hampir
menimbulkan atau sudah menimbulkan cidera pada pasien harus segera
melaporkan kepada petugas yang berwenang di ruang rawat/departemen
tersebut, kemudian melengkapi laporan tersebut;
15. Pastikan keamanan dan keselamatan pasien dan tindakan pencegahan cidera
telah dilakukan
16. Pelaporan insiden keselamatan pasien sesuai prosedur, pelaporan kepada
kepala ruang dan kepada Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (PMKPRS)
17. Pembuatan laporan insiden menggunakan formulir pelaporan insiden
keselamatan pasien dan melaporkan ke PMKPRS dalam waktu maksimal 2x24
jam, khusus kejadian sentinel maksimal 1 x 24 jam;

H. Pelayanan Pasien Resiko Tinggi


1. Melaksanakan pelatihan staf Rumah Sakit Islam Namira tentang pelayanan
pasien resiko tinggi
2. Rumah sakit memberikan pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan
berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan;
3. Pasien yang dimasukan ke dalam risiko tinggi karena umur, kondisi atau
kebutuhan yang bersifat kritis;
4. Jadi poin pertama Pasien yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi, yaitu :
a. Pasien Dengan Pelayanan Gawat Darurat;
b. Pasien Dengan Pelayanan Resusitasi;
c. Pasien Dengan Pelayanan Darah dan Komponen Darah;
d. Pasien Dengan Pelayanan Intensif Care;
e. Pasien Dengan Penyakit Menular;
f. Pasien Dengan Penghalang;
g. Pasien Lanjut Usia, Anak Cacat, Resiko Kekerasan;
5. Anak dan manula di masukan dalam kelompok risiko tinggi karena mereka
sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses sering
tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses pelayanan dan
tidak dapat ikut memberikan keputusan tentang pelayanannya; Demikian pula,
pasien yang ketakutan, bingung, koma;
6. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, dan membutuhkan
peralatan yang kompleks yang diperlukan untuk pengobatan penyakit yang
mengancam jiwa, berisiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi
7. Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana pelayanan (Contoh : perlunya pencegahan
thrombus vena, ulkus decubitus, dan jatuh); Bila ada risiko tersebut, maka
dapat dicegah dengan melakukan pelatihan staf dan peralatan di unit harus
selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
8. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
9. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan
pasien;
10. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
11. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja);
12. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi , standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien;
13. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam;
14. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan;
15. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali;
16. Setiap bulan wajib membuat laporan;

I. Pelayanan Early Warning System


1. Early Warning System (EWS) adalah system peringatan dini yang dapat diartikan
sebagai rangkaiansistem komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi awal,
dan pengambilan keputusan selanjutnya; Deteksi dini merupakan gambaran dan
isyarat terjadinya gangguan fungsi tubuh yang buruk atau ketidakstabilan fisik
pasien sehingga dapat menjadi kode dan atau mempersiapkan kejadian buruk
dan meminimalkan dampaknya, penilaian untuk mengukur peringatan dini ini
menggunakan Early Warning score;
2. National Early Warning Score (NEWS) adalah sebuah pendekatan sistematis
yang menggunakan scoring untuk mengidentifikasi perubahan kondisi seseorang
sekaligus menentukan langkah selanjutnya yang harus dikerjakan; Penilaian ini
dilakukan pada orang dewasa (berusia lebih dari 16 tahun) , tidak untuk anak-
anak dan ibu hamil; Sistem ini dikembangkan oleh Royal College of Physicians,
the Royal College of Nursing, the National Outreach Forum and NHS Training for
Innovation, London tahun 2012;
3. Sistem scoring NEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 7 (tujuh)
parameter fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, nadi, suhu, saturasi oksigen,
kebutuhan alat bantu O2 dan status kesadaran untuk mendeteksi terjadinya
perburukan/kegawatan kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah
hilangnya nyawa seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari
sebelumnya;
4. Pediatric Early Warning System (PEWS) adalah penggunaan skor peringatan dini
dan penerapan perubahan kompleks yang diperlukan untuk pengenalan dini
terhadap pasien anak di rumah sakit;
5. Sistem scoring PEWS menggunakan pengkajian yang menggunakan 10
(sepuluh) parameter fisiologis yaitu warna kulit, upaya respirasi , penggunaan
alat bantu O2, denyut jantung, waktu pengisian capillary refill, tekanan darah
sistolik, tingkat kesadaran, dan suhu, kesadaran untuk mendeteksi terjadinya
perburukan/ kegawatan kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah
hilangnya nyawa seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari
sebelumnya;
6. Pedokumentasian dilakukan menggunakan lembar observasi antara lain:
a. Lembar observasi National Early Warning Score (NEWS);
b. Lembar observasi Pediatric Early Warning System (PEWS)
c. Lembar observasi Modified Early Obstertic Warning System (MEOWS)
7. Lembar observasi ditaruh di rekam medis pasien;

J. Pelayanan Resusitasi
1. Pelayanan Resusitasi yang seragam harus dapat dilaksanakan di setiap area
dalam 24 jam;
2. Setiap petugas Rumah Sakit harus mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) yang dibuktikan dengan adanya sertifikat BHD setelah melakukan
pelatihan berkala minimal 2 tahun sekali;
3. Obat-obatan dan peralatan Code Blue dalam trolly emergency harus selalu
dalam keadaan siap pakai & terpelihara dengan adanya bukti control
pengecekan setiap hari termasuk hari libur oleh perawat
4. Peralatan dalam trolly emergency harus selalu dilakukan kalibrasi secara
berkala sesuai dengan program Rumah Sakit;
5. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu & keselamatan pasien;
6. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
7. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
8. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etikket, dan menghormati hak pasien;
9. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan;
10. Setiap akhir kegiatan pelayanan resusitasi harus dilakukan pendokumentasian
dan evaluasi;
11. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali oleh Tim Pokja pelayanan pasien yang telah
ditunjuk;
12. Setiap orang yang bisa melakukan tindakan BHD, dalam hal ini petugas medis
atau petugas lain yang telah memiliki sertifikat dapat melakukan tindakan BHD
13. Ada 4 kunci dalam melakukan resusitasi yaitu: Segera mengenali pasien
dengan gangguan nafas dan sirkulasi, aktifkan Code Blue, segera lakukan
Resusitasi jantung Paru (RJP) sampai bantuan datang, dan lakukan tindakan
terintegrasi setelah pasien dinyatakan henti jantung / "Cardiac Arrest"(Sumber:
2010 America Heart Association Guidelines for CPR and ECG, 2010 Handbook
of Emergency Cardiovascular Care For Healthcare Provider)
14. Setiap kegawatdaruratan henti nafas dan atau henti jantung pada pasien yang
memungkinkan untuk dapat ditolong ditangani dengan mengaktifkan "Code Blue"
15. Untuk pasien yang dinyatakan "Do Not Resuscitation" (DNR) dinyatakan dengan
pengisian Informed Consent IDNR oleh keluarga yang diketahui oleh DPJP dan
kemudian pasien ditandai dengan gelang ungu;
16. Petugas medis (perawat, dokter, dan spesialis) penemu pertama pasien
ancaman gangguan napas dan sirkulasi dapat melakukan tindakan bantuan
hidup dasar (BHD), kemudian petugas lainnya mengaktifkan "Code Blue"
17. Jika kejadian henti nafas / henti jantung di temukan oleh tenaga medis maka
dilakukan resusitai jantung paru dengan komresi dada dan dan ventilasi, namu
jika yang menemukan pasien adalah tenaga non medis/tidak berkompeten maka
yang dilakukan adalah pijat jantung secara terus menerus sampai petugas code
blue dating di tempat kejaddian;
18. Pengaktifan Code Blue di Rumah Sakit Islam Namira dilakukan sesuai dengan
situasi dan kondisi di area tempat kejadian; Secara umum dapat dilakukan
dengan : Menghubungi dokter yang sedang berjaga di IGD; dan selanjutnya
dokter jaga yang akan memberi respon dengan memberitahu tim Code Blue
untuk segera bergegas ke tempat kejadian;
19. Apabila tindakan Code Blue berhasil maka penanganan pasien selanjutnya
diserahkan kepada Dokter umum atau dokter spesialis Rumah Sakit Islam
Namira yang memiliki kompetensi penanganan resusitasi jantung paru;

K. Pelayanan Code Blue


1. Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien
dalam kondisi gawat darurat yang memerlukan bantuan hidup segera, yaitu
suatu tindakan resusitasi, terutama oleh karena henti jantung dan henti nafas
baik pasien anak maupun dewasa di RS Islam Namira;
2. Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang
mengalami kondisi darurat cardio respiratory arrest yang berada dalam kawasan
Rumah Sakit Islam Namira;
3. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan peralatan medis yang
dapat digunakan dengan cepat;
4. Untuk memulai penempatan peralatan BLS diberbagai lokasi strategis didalam
kawasan rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat
medis;
5. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat
6. Tim Code Blue yang telah di tentukan oleh rumah sakit harus merespon semua
laporan kegawatdaruratan sesuai panduan code blue;
7. Setiap dokter jaga IGD merupakan tim code blue yang bertindak sebagai leader
dan semua perawat yang masuk di waktu jaga merupakan tim code blue untuk
masing masing ruangan jika terjadi kondisi-kondisi code blue;
8. dokter IGD bertugas mempertahankan jalan nafas bebas, melakukan bantuan
nafas, melakukan intubasi, mengelola jalan nafas dan pernafasan ( melakukan
suction, melakukan defibrilasi jika diperlukan dan sebagai team leader;
9. Perawat ruangan kesatu melanjutkan pijat jantung dan AED bila diperlukan ,
namun harus sesuai dengan perintah leader;
10. Perawat ruangan kedua memonitor sirkulasi ( IV line ) jika belum terpasang dan
memasukkan obat2an; Membantu memberikan pengobatan sesuai advis dokter,
mendokumentasikan seluruh proses resusitasi dan obat-obatan yang diberikan
11. Indikasi Pelayanan Bantuan Hidup Dasar yaitu : Pada saat terjadi Cardiac Arrest
atau henti jantung/Pada saat terjadi henti napas
12. Respon time kedatangan tim codeblue adalah ≤ 5 menit setelah mendapat
panggilan;
13. Pelatihan BHD bagi semua staf RSI Namira secara berkala guna meningkatkan
kualitas pelayanan Rumah Sakit;

L. Pelayanan Transfusi Darah


1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
2. Peralatan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien;
3. Semua petugas unit wajib memliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja);
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien;
6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam;
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan;
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali;
9. Setiap bulan wajib membuat laporan;
10. Setiap permintaan darah harus berdasarkan atas permintaan dokter/ DPJP
kemudian di proses oleh perawat di masing-masing ruangan, dan di informasikan
ke unit laboratorium untukperintaan darah ke PMI;
11. Kurir yang ditugaskan untukmengambil kantong darah ke PMI adalah salah satu
petugass Cleaning Service RSI Namira
12. Pelayanan Darah harus selalu berorientasi kepada mutu dan Keselamatan
Pasien
13. Sebelum perawat di unit rawat inap mengkonfirmasi permintaan trasfusi, maka
perawat di unit tersebut harus memastikan kondisi pasien layak untuk diberikan
transfusi atau tidak (memastikan tidak adanya kontra indikasi transfusi)
14. Sebelum memberikan transfusi kepada pasien pastikan dokter/DPJP/perawat
harus melakukan inform concent dan memberikan penjelasan tentang alasan
dan komplikasi yang mungkin akan terjadi saat transfusi
15. Kerangka waktu pelayanan darah pasien maksimal 2-6 jam
16. Darah untuk pasien kelompok “cito” akan diprioritaskan dibandingkan dengan
pasien yang tidak tergolong “cito” dengan kerangka waktu 1-2 jam
17. Dokter bertugas memutuskan pemberian, pengawasan dan pemeriksaan lebih
lanjut
18. Selama proses pemberian transfusi darah perawat atau PPA di unit terkait harus
melakukan observasi kepada pasien sesuai dengan standar operasional
prosedur
19. Setiap persediaan darah di Pelayanan Darah Rumah Sakit Islam Namira di
laporkan ke PMI sesuai dengan MOU yang sudah dispakati bersama;;
20. Sebelum melakukan transfusi darah, pasien harus melalui serangkaian
pemeriksaan kelayakan yang dilakukan di PMI;
21. Pada pelaksanaan transfusi darah hendaknya dilaksanakan secara aman dan
meminimalkan risiko transfusi;
22. jika terjadi reaksi transfuse segera lepaskan kantong darah pada infus pasien
digantikan dengn cairan RL/Nacl
23. petugas harus segera menghubungi dokter jaga
24. catat reaksi transfuse pada buku transfuse dan laporkan kepada komite PMKP RS
islam Namira dengan mengisi format yang sudah disediakan;
M. Pelayanan Pasien Dengan Alat Bantu Hidup
1. pelayanan psien dengan alat bantu hidup dilakuka melalui proses
identifikasi sesuai indikasi medis dengan mempertimbangkan populasi
dewasa, anak, maupun neonates
2. semua kondisi maupun tindakan pelayanan pasien didokumentasikan
dalam rekam medis;
3. Pasien yang akandilakukan pemasangan alat bantu hidup harus ada
persetujuan (inform consent) dari keluarga;
4. Semua pasien dengan alat bantu hidup harus dilakukan pemantaua tanda
vtal, hemodinamik, kepatenan jalan nafas, posisi endotracheal tube dan
ingkat kenyamanan pasien, puls oximetry;
5. Semua staf yang terlibat dalam pelayanan pasien dengan alat bantu hidup
harus memilii kualifikasi/ keterampilan peawatn passion koma;
6. Peralatan yang diperlukan untuk menangani pasien dengan alat bantu
hidup di pastikan tersedia di instalassi pelayanan terkait;

N. Pelayanan Pasien Dengan Penyakit Menular Dan Immunosupressed


1. Peralatan di Rumah Sakit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; Pelayanan di unit/poli klinik harus selalu
berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien;
2. Semua petugas unit wajib memliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Dalam melaksankan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja);
4. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi , standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etikket, dan menghormati hak pasien;
5. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan;
6. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksankan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali;
7. Pasien yang dimaksud dengan penyakit menular di Rumah Sakit Islam Namira
dibagi menurut penyebarannya yaitu :
a. Melalui udara (airbone infection) : Antraks, Swein Flu, Avian Flu, Rubella,
Cacar air, SARS
b. Melaui Saliva / ludah : TB Paru, Pertusis, Mumps, Morbili
c. Melalui Setuhan : Hepatitis
d. Melaui hubungan Seksual : HIV
8. Pasien yang mendapatkan terapi yang merendahkan kekebalan tubuh atau
mengalami penurunan kekebalan tubuh di Rumah Sakit Islam Namira antara
lain : pasien dengan keganasan hematologi, pasien dengan HIV; Leukemia,
pasien dengan transpalntasi organ;
9. Pasien dengan penyakit menular, kecuali TB paru seperti hepatitis B;
HIV,pneumonia dll dapat dirawat bersama dengan pasien biasa lainnya, tetapi
dalam pelayanan yang dilakukan petugas PPA harus menggunakan APD
lengkap;
10. Pasien airbone disease khususnya TB paru harus dipisah dari pasien lainnya;
11. Pasien TB harus di rawat di ruang kohorting yang terpisah dengan pasien yang
lain dengan penggunaan APD yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
12. Masing-masing unit rawat inap RS Islam Namira memiliki Ruang kohorting yaitu:
ruang kohorting unit bangsal untuk kelas 2 berada di ruang jasmine bad C9 dan
C10, untuk kelas 3 berada di ruang jasmine bad C13 dan C14; Ruang kohorting
unit Orchid 1 untuk kelas 1 berada di ruang 102A dan 102B, dan ruang kohorting
unit Orchid 2 untuk kelas 1 berada di ruang 202A dan 202B; Sedangkan untuk
pasien VIP tetap berada di ruang yang sesuai dengan pesanannya karena ruang
VIP hanya berisi satu pasien saja;
13. Pasien immunosupresi kelas 3 akan ditempatkan di unit Dahlia ruang E8 sampai
E10;
14. Dalam melakukan pelayanan pasien menular dan imunosupresan seluruh PPA
harus memberikan pelayanan sesuai dengan SPO yang sudah ditentukan;
15. Apabila ditemukan pasien dengan penyakit menular, maka petugas akan mengisi
form assement pasien menular;
16. Apabila ditemukan pasien dengan penyakit immunocompromised, pengkajian
pasien menggunakan pengkajian awal sesuai kategori umur pasien;

O. Pelayanan pasien restraint


1. Semua pasien yang akan diberikan restrain/pengekangan harus dilakukan
identifikasiSesuaiketentuan dan harus jelas apakah pasien tersebut dewasa
,anak-anak atau pasien tersebut dalam keadaan khusus lainnya
2. Semua pasien sebelum menggunakan restrain/pengekangan harus diberikan
penjelasan oleh DPJP baik kepada pasien maupun keluarga;
3. Sebelum melakukan restrain/pengekangan, dokter/ perawat harus minta
persetujuan atau Informed concent dari pasien / keluarga;
4. Asuhan pasien yang diberikan restrain/pengekangan harus dilakukan pemantuan
secara berkala dan hasil pemantaan didokumentasikan di dalam Catatan
Perkembngan terintegrasi;
5. Pemberian asuhan kepada pasien dengan restrain/pengekangan diberikan oleh
petugas secarakolaboratif dan yang memiliki kompetensi yang baik ;
6. Untuk memberikan asuhan kepada pasien yang memerlukan
restrain/pengekangan di setiap unitpelayanan disediakan peralatan restrain
seperti baju tali, tali tangan dan kaki, bedrails dll;

P. Pelayanan Pasien Populasi Khusus


1. Peralatan di unit
harusselaludilakukanpemeliharaandankalibrasisesuaidenganketentuan yang
berlaku;
2. Pelayanan di unit harusselaluberorientasikepadamutudankeselamatanpasien;
3. Semuapetugasuntukwajibmemilikiizinsesuaidenganketentuan yang berlaku;
4. Dalammelaksanakantugasnyasetiappetugaswajibmematuhiketentuandalam K3
(KeselamatandanKesehatanKerja);
5. Setiappetugasharusbekerjasesuaidenganstandarprofesi,
standarproseduroperasional yang berlaku, etikaprofesi, etiket,
danmenghormatihakpasien;
6. Pelayanan unit dilaksanakandalam 24 jam;
7. Penyediaantenagaharusmengacukepadapolaketenagaan;
8. Untukmelaksanakankoordinasidanevaluasiwajibdilaksanakanrapatrutinbulanan
minimal satubulansekali;
9. PasienLansia
a. Pasien yang berusia 60 tahunkeatas
dimasukkandalampelayananpasienlansia;
b. Rumahsakitmenyediakanpelayananlansia yang terintegrasidanterkoordinir;
c. Rumahsakitmenyediakanfasilitasdansumberdaya yang
dapatmempermudahpasienlansiamendapatkanpelayanankesehatan yang
dibutuhkan;
d. Semuapetugaskesehatan yang
berhubungandenganpelayanankesehatanlansiaharusmemiliki
keterampilankhususdalammelakukantindakanpadapasienlansiadenganmasala
hnya yang kompleks;
e. Pelayananpasienlansiatermasuk di dalamnyapengkajian, konsultasikesehatan,
pengobatanpenyakit, pengecekankesehatan, rehabilitasi,
danpendidikankesehatan;
f. Pengkajian awal pasien lansia menggunakan form pengkajian awal pasien
geriatri;
g. Semuapetugaskesehatan yang
berhubungandenganpelayanankesehatanlansiaharusmemilikiketerampilankhu
susdalammelakukantindakanpadapasienlansiadenganmasalahnya yang
kompleks;
10. PasienAnak-anak
a. Pasien yang berusia di bawah 18 tahunataubelummenikah yang
datangkerumahsakituntukmendapatpelayanankesehatanakanmendapatkanpel
ayanankesehatankhususuntukpasienanak-anak;
b. Rumahsakitmenyediakanfasilitasdantenagaprofesional di
bidangnyauntukmemberikanpelayanankesehatansesuaidengankemampuanru
mahsakit;
c. Pelayanan yang diberikanterintegrasidanterkoordinir;
d. Pasien anak-anak dengan cacat dan keterlambatan tumbuh kembang dilayani
sesuai dengan kemampuan rumah sakit, jika RS tidak mampu melayani
pasien tersebut, pasien bisa diarahkan ke RS rujukan yang memiliki fasilitas
yang lengkap;
e. Pengkajian awal pasien anak, baik pasien anak dengan cacat atau degan
kebutuhan khusus menggunakan form pengkajian awal pasien anak;
11. Pasien dengan kebutuhan khusus
a. Pasien yang di
masukandalamdaftardengankebutuhankhususadalahpasiendengancacatfisik,
gangguankomunikasi, dangangguan mental;
b. Rumahsakitmenyediakanfasilitasdantenagakesehatankepadapasienkelompoki
nisesuaidengankemampuanrumahsakit;
c. Pelayanankelompokinidilakukansecaraterintegrasidanterkoordinirdenganbeber
apapetugaskesehatansesuaidengankebutuhanpasien;
d. Pengkajian awal pasien dengan kebutuhan khusus menggunakan pengkajian
awal sesuai dengan kategori umur pasien;
12. Pasien yang berisiko
a. Pasien yang dimasukandalamkelompokpasien yang berisikoantaralain
:pasienkorbanpenganiayaan/ kekerasanfisikdanseksual, KDRT, pasien yang
ditinggalolehkeluarganya (terbengkalai);
b. Pasien yang masukdalamkelompokiniakanmenerimapelayanankesehatan
yang ditanganiolehtim yang terdiridariDoktersesuaigejala yang dialami,
Spesialis JIWA, PekerjaSosial, Kepolisian, dan Health Sosial Responsibility
(HSR);
c. Rumahsakitmenyediakanfasilitasdansumberdaya yang
dapatmempermudahpasienyang berisikomendapatkanpelayanankesehatan
yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan rumah sakit;
d. Pelayananpasienyang beresikotermasuk di dalamnyapengkajian,
konsultasikesehatan, pengobatanpenyakit, pengecekankesehatan,
rehabilitasi, danpendidikankesehatan;
e. Pengkajian awal pasien yang beresiko menggunakan pengkajian awal sesuai
dengan kategori umur pasien;

Q. Pelayanan Kemoterapi
1. Untuk pasien-pasien kanker yang membutuhkan kemoterapi, maka pasien harus
dirujuk ke RS rujukan yang memiliki fasilitas kemoterapi yang lengkap,
dikarenakan RS Islam Namira Tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk
melakukan pelayanan kemoterapi;

R. Manajemen Nyeri
1. Setiap pasien yang teridentifikasi nyeri harus di assesmen awal di igd yang
dilakukan oleh dokter/perawat
2. Penatalaksanaan nyeri dimulai dengan pengkajian nyeri termasuk menentukan
skala intensitas nyeri dan evaluasinya;
3. Penatalaksanaan / menejemen nyeri ini harus disesuaikan dengan asesmen
awal derajat nyerinya, sehingga dokter dapat memberikan obat yang tepat;
4. Setiap petugas kesehatan ( dokter dan perawat / bidan ) yang berhubungan
dengan penderita rawat inap yang mengalami nyeri ( termasuk pasca tindakan
invasiv / operasi ) harus melakukan penatalaksanaan nyeri secara adekuat;
5. Pengetahuan pengukuran nyeri harus dipahami dan menjadi perhatian petugas
kesehatan rumah sakit islam namira;
6. Pengukuran nyeri harus dilakukan secara berulang untuk memastikan
kenyamanan pasien dan membantu kesembuhan pasien;;
7. Penatalaksanaan nyeri di rumah sakit islam namira, mencakup non-farmakologis
danfarmakologis;
8. Melakukan pelatihan staf rs islam namira tentang menegmen nyeri
9. Kebijakan dan prosedur ini dipakai untuk mengupayakan tercapainya konsistensi
dalam segala situasi dan lokasi;

S. Pelayanan Pasien Tahap Terminal (Akhir Kehidupan);


1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan
pasien;
3. Semua petugas untuk wajib memiliki izin sesuai dengan kekentuan yang berlaku;
4. Dalam melaksankan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja);
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien;
6. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam;
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan;
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali;
9. Setiap bulan wajib membuat laporan;
10. Petugas Rumah Sakit harus dapat memastikan bahwa gejala-gejala pada pasien
terminal (akhir kehidupan) akan dilakukan asesmen dan di kelola secara tepat;
11. Petugas Rumah Sakit memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal di
layani dengan hormat dan respek;
12. Petugas Rumah Sakit melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin
sesuai kebutuhan untuk mengidentifikasi setiap geala-gejala pada pasien tahap
terminal (akhir kehidupan);
13. Petugas Rumah Sakit merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam
mengelola gejala-gejala pada pasien tahap terminal (akhir kehidupan);
14. Petugas Rumah Sakit harus menyampaikan isu yang sensitif seperti outopsi dan
donasi organ kalau memungkinkan ada;
15. Petugas Rumah Sakit harus menghormati nilai yang di anut pasien, agama, dan
preperensi budaya;
16. Petugas Rumah Sakit harus mengikut sertakan pasien dan keluarganya dalam
semua aspek pelayanan terutama pasien terminal (akhir kehidupan);
17. Petugas Rumah Sakit memberikan respon pada masalah psikologis, emosional,
spiritual dan budaya dari pasien dan keluarganya
18. Pimpinan Rumah Sakit merencanakan untuk mendidik staf tentang pengelolaan
gejala-gejala yang berhubungan dengan pasien pada tahap terminal (akhir
kehidupan).

Ditetapkan di : Lombok Timur


Tanggal : 27 Agustus 2018 M
15 Dzul-Hijjah 1439 H

Rumah Sakit Islam Namira


Lombok Timur

dr; Utun Supria, M.Kes


Direktur

Anda mungkin juga menyukai