Diri
Konsep Kunci
Teori quantum dan teori relativitas umum Einstein terkenal berselisih. Fisikawan sudah
lama mencoba merekonsiliasikan mereka dalam sebuah teori gravitasi quantum—dengan
keberhasilan yang terbatas.
Sebuah pendekatan baru tidak memperkenalkan komponen eksotis apapun tapi
menyediakan cara baru untuk menerapkan hukum yang ada terhadap bintik-bintik tersendiri
ruangwaktu.
Pendekatan ini menunjukkan bagaimana ruangwaktu empat-dimensi yang kita kenal bisa
muncul secara dinamis dari bahan-bahan lebih dasar. Ia juga mengindikasikan bahwa
ruangwaktu berangsur berubah dari arena halus menjadi fraktal kasar pada skala kecil.
Teori superstring sering digambarkan sebagai kandidat utama untuk mengisi peran ini, tapi
ia belum menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan mendesak ini. Justru, menuruti
logika internalnya sendiri, ia menyingkap lapisan bahan dan hubungan baru dan eksotis yang
lebih rumit lagi di antara mereka, menghasilkan keanekaragaman kemungkinan hasil yang
membingungkan.
Selama beberapa dekade belakangan, kolaborasi kami telah mengembangkan sebuah
alternatif menjanjikan untuk jalan fisika teoritis yang banyak dilalui ini. Ia mengikuti resep yang
hampir sederhana: ambil beberapa bahan amat dasar, racik mereka menurut prinsip-prinsip
quantum yang dikenal (tak ada yang eksotis), aduk dengan baik, biarkan mengendap—dan Anda
telah menciptakan ruangwaktu quantum. Proses ini cukup sederhana untuk disimulasikan pada
sebuah laptop.
Dalam kalimat lain, jika kita menganggap ruangwaktu hampa sebagai suatu zat imateril,
yang terdiri dari banyak kepingan kecil tak berstruktur, dan jika kita kemudian membiarkan
blok-blok penyusun mikroskopis ini saling berinteraksi menurut aturan sederhana yang didikte
oleh teori gravitasi dan teori quantum, mereka secara spontan akan menyusun diri mereka
menjadi kesatuan yang, dalam banyak hal, mirip dengan alam semesta teramati punya kita.
Serupa dengan cara molekul-molekul merangkai diri menjadi benda padat tak berbentuk dan
terdiri dari kristal.
Kalau begitu, ruangwaktu mungkin lebih mirip hidangan goreng-aduk sederhana daripada
kue perkawinan yang rumit. Selain itu, tak seperti pendekatan lain menuju gravitasi quantum,
resep kami sangat tegap. Saat kami mengubah-ubah detail dalam simulasi kami, hasilnya hampir
tidak berubah. Ketegapan ini memberi alasan untuk percaya bahwa kami berada di jalur yang
benar. Seandainya hasilnya betul-betul sensitif terhadap letak penaruhan tiap keping ansambel
besar ini, kami bisa menghasilkan banyak bentuk ganjil, yang masing-masing secara apriori
sama mungkinnya untuk terjadi—sehingga kami akan kehilangan semua kekuatan penjelasan
tentang mengapa alam semesta mesti begini.
Mekanisme merangkai-diri dan mengatur-diri serupa terdapat pada fisika, biologi, dan
bidang sains lain. Contoh menawan adalah perilaku sekawanan besar burung, misalnya burung
jalak Eropa. Tiap burung berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil burung di dekatnya; tak ada
pemimpin yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Tapi kawanan tersebut masih
terbentuk dan bergerak sebagai kesatuan. Kawanan itu memiliki atribut kolektif, atau timbul,
yang tidak terlihat pada perilaku masing-masing burung.
Menjadi Layu
Dengan simulasi-simulasi komputer ini, para teoris gravitasi quantum mulai menggali efek
bentuk-bentuk ruangwaktu bersuperposisi yang tidak bisa ditangani oleh relativitas klasik—
rincinya, bentuk yang sangat melengkung pada skala jarak amat kecil. Yang disebut aturan
nonperturbatif inilah yang paling menarik perhatian fisikawan tapi sebagian besar tidak bisa
diakses dengan kalkulasi biasa pena-dan-kertas.
Sayangnya, simulasi-simulasi ini mengungkap bahwa gravitasi quantum Euclidean jelas-
jelas meluputkan sebuah bahan penting. Mereka menemukan bahwa superposisi nonperturbatif
alam semesta empat-dimensi bersifat tak stabil. Fluktuasi quantum lengkungan pada skala
pendek, yang mencirikan berbagai alam semesta bersuperposisi yang berkontribusi terhadap
rata-rata, tidak menghapuskan satu sama lain untuk menghasilkan alam semesta halus klasik
pada skala besar. Justru mereka tipikalnya memperkuat satu sama lain untuk membuat seluruh
ruang menggumal menjadi bola kecil berjumlah dimensi tak terhingga. Di ruang semacam itu,
pasangan-pasangan titik acak tak pernah terpisah lebih dari jarak kecil, sekalipun ruang tersebut
memiliki volume besar sekali. Dalam beberapa contoh, ruang beralih ke ekstrim lain dan
menjadi tipis dan luas secara maksimal, seperti polimer bercabang banyak. Tak satupun dari
kemungkinan-kemungkinan ini yang sedikit menyerupai alam semesta kita.
Sebelum kita memeriksa ulang asumsi yang menuntun fisikawan menyusuri jalan buntu ini, mari
kita sejenak berhenti memikirkan aspek ganjil hasil ini. Blok-blok penyusun adalah empat-
dimensi, tapi mereka secara kolektif melahirkan ruang yang memiliki jumlah dimensi tak
terhingga (alam semesta menggumal) atau dua dimensi (alam semesta polimer). Sekali kita
memperkenankan fluktuasi quantum besar ruang hampa, gagasan mendasar seperti dimensi pun
jadi berubah-ubah. Hasil ini tak mungkin bisa diantisipasi dari teori gravitasi klasik, di mana
jumlah dimensi selalu dianggap tetap.
Sebuah implikasi mungkin muncul sebagai sedikit kekecewaan terhadap penggemar sains-fiksi.
Kisah-kisah sains-fiksi umumnya memanfaatkan wormhole—gagang tipis yang tersemat pada
alam semesta dan menyediakan jalan pintas antara kawasan-kawasan yang terpisah jauh. Yang
membuat wormhole begitu menggairahkan adalah harapan akan perjalanan waktu dan transmisi
sinyal melebihi kecepatan cahaya memanfaatkannya. Walaupun fenomena semacam itu belum
pernah teramati, fisikawan telah berspekulasi bahwa wormhole bisa menemukan justifikasi
dalam teori gravitasi quantum yang masih belum diketahui. Mengingat hasil negatif dari
simulasi komputer gravitasi quantum Euclidean, kelangsungan hidup wormhole kini terasa amat
tidak mungkin. Wormhole memiliki keanekaragaman sedemikian banyak sehingga cenderung
mendominasi superposisi dan mendestabilkannya, dan akibatnya alam semesta quantum tak
pernah tumbuh melampaui lingkungan
kecil tapi saling terhubung.
Apa masalahnya? Dalam pencarian
jalan keluar dan hal-hal berantakan
dalam pendekatan Euclidean, kita
akhirnya menemukan ide krusial,
sebuah bahan yang mutlak diperlukan
untuk membuat hidangan goreng-aduk
berakhir dengan hasil benar: alam
semesta harus meng-encode apa yang
fisikawan sebut kausalitas. Kausalitas
mengandung arti bahwa ruangwaktu
hampa memiliki struktur yang
memungkinkan kita membedakan
secara jelas antara sebab dan akibat. Ia
merupakan bagian integral teori klasik
relativitas khusus dan umum.
Gravitasi quantum Euclidean tidak
memasukkan gagasan kausalitas. Istilah
“Euclidean” mengindikasikan bahwa
ruang dan waktu diperlakukan secara
setara. Alam semesta yang memasuki
superposisi Euclidean memiliki empat
arah ruang, bukan satu waktu dan tiga
ruang yang biasa. Karena alam
semesta-alam semesta Euclidean tidak
memiliki gagasan waktu yang jelas,
mereka tidak memiliki struktur untuk
menaruh peristiwa-peristiwa ke dalam
urutan spesifik; orang yang hidup di
alam semesta tersebut tidak akan
mempunyai kata “sebab” atau “akibat”
dalam kosakatanya. Hawking dan lainnya yang mengambil pendekatan ini telah berkata bahwa
“waktu adalah imajiner”, baik dalam pengertian matematis maupun ungkapan keseharian.
Mereka berharap bahwa kausalitas akan muncul sebagai atribut skala besar dari fluktuasi-
fluktuasi quantum mikroskopis yang secara individu tidak memuat jejak struktur sebab-akibat.
Tapi simulasi komputer menghancurkan harapan tersebut.
Setelah meyakinkan diri bahwa model gravitasi quantum kami lulus sejumlah ujian klasik,
saatnya untuk beralih ke jenis eksperimen lain, eksperimen yang menyelidiki struktur quantum
ruangwaktu yang gagal ditangkap oleh teori klasik Einstein. Salah satu simulasi yang telah kami
jalankan adalah proses difusi—yaitu, kami membiarkan setetes tinta jatuh ke dalam superposisi
alam semesta dan memperhatikan bagaimana ia menyebar dan diombang-ambingkan oleh
fluktuasi quantum. Pengukuran ukuran awan tinta setelah waktu tertentu memungkinkan kami
untuk menetapkan jumlah dimensi di ruang [lihat boks di atas].
Hasilnya agak mengejutkan pikiran: jumlah dimensi tergantung pada skala. Dengan kata lain,
jika kita membiarkan difusi itu terus berlangsung selama beberapa saat singkat saja, ruangwaktu
tampaknya memiliki jumlah dimensi berbeda daripada ketika kita membiarkannya berlangsung
untuk waktu yang lama. Bahkan orang-orang di antara kami yang berspesialisasi dalam gravitasi
quantum hampir tidak dapat membayangkan bagaimana ruangwaktu bisa secara halus mengubah
dimensinya tergantung pada resolusi mikroskop. Jelas, objek kecil merasakan ruangwaktu secara
berbeda sama sekali dibanding objek besar. Bagi objek tersebut, alam semesta memiliki sesuatu
yang sama dengan sebuah struktur fraktal. [Struktur] fraktal adalah jenis ruang aneh di mana
konsep ukuran sama sekali tidak eksis. Ia bersifat self-similar, artinya ia terlihat sama pada
semua skala. Ini mengimplikasikan tidak ada garisan dan tidak ada objek lain berukuran khas
yang bisa menjadi meteran.