Anda di halaman 1dari 7

Alam Semesta Quantum yang Mengatur 

Diri
Konsep Kunci
 Teori quantum dan teori relativitas umum Einstein terkenal berselisih. Fisikawan sudah
lama mencoba merekonsiliasikan mereka dalam sebuah teori gravitasi quantum—dengan
keberhasilan yang terbatas.
 Sebuah pendekatan baru tidak memperkenalkan komponen eksotis apapun tapi
menyediakan cara baru untuk menerapkan hukum yang ada terhadap bintik-bintik tersendiri
ruangwaktu.
 Pendekatan ini menunjukkan bagaimana ruangwaktu empat-dimensi yang kita kenal bisa
muncul secara dinamis dari bahan-bahan lebih dasar. Ia juga mengindikasikan bahwa
ruangwaktu berangsur berubah dari arena halus menjadi fraktal kasar pada skala kecil.
Teori superstring sering digambarkan sebagai kandidat utama untuk mengisi peran ini, tapi
ia belum menyediakan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan mendesak ini. Justru, menuruti
logika internalnya sendiri, ia menyingkap lapisan bahan dan hubungan baru dan eksotis yang
lebih rumit lagi di antara mereka, menghasilkan keanekaragaman kemungkinan hasil yang
membingungkan.
Selama beberapa dekade belakangan, kolaborasi kami telah mengembangkan sebuah
alternatif menjanjikan untuk jalan fisika teoritis yang banyak dilalui ini. Ia mengikuti resep yang
hampir sederhana: ambil beberapa bahan amat dasar, racik mereka menurut prinsip-prinsip
quantum yang dikenal (tak ada yang eksotis), aduk dengan baik, biarkan mengendap—dan Anda
telah menciptakan ruangwaktu quantum. Proses ini cukup sederhana untuk disimulasikan pada
sebuah laptop.
Dalam kalimat lain, jika kita menganggap ruangwaktu hampa sebagai suatu zat imateril,
yang terdiri dari banyak kepingan kecil tak berstruktur, dan jika kita kemudian membiarkan
blok-blok penyusun mikroskopis ini saling berinteraksi menurut aturan sederhana yang didikte
oleh teori gravitasi dan teori quantum, mereka secara spontan akan menyusun diri mereka
menjadi kesatuan yang, dalam banyak hal, mirip dengan alam semesta teramati punya kita.
Serupa dengan cara molekul-molekul merangkai diri menjadi benda padat tak berbentuk dan
terdiri dari kristal.
Kalau begitu, ruangwaktu mungkin lebih mirip hidangan goreng-aduk sederhana daripada
kue perkawinan yang rumit. Selain itu, tak seperti pendekatan lain menuju gravitasi quantum,
resep kami sangat tegap. Saat kami mengubah-ubah detail dalam simulasi kami, hasilnya hampir
tidak berubah. Ketegapan ini memberi alasan untuk percaya bahwa kami berada di jalur yang
benar. Seandainya hasilnya betul-betul sensitif terhadap letak penaruhan tiap keping ansambel
besar ini, kami bisa menghasilkan banyak bentuk ganjil, yang masing-masing secara apriori
sama mungkinnya untuk terjadi—sehingga kami akan kehilangan semua kekuatan penjelasan
tentang mengapa alam semesta mesti begini.
Mekanisme merangkai-diri dan mengatur-diri serupa terdapat pada fisika, biologi, dan
bidang sains lain. Contoh menawan adalah perilaku sekawanan besar burung, misalnya burung
jalak Eropa. Tiap burung berinteraksi hanya dengan sejumlah kecil burung di dekatnya; tak ada
pemimpin yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Tapi kawanan tersebut masih
terbentuk dan bergerak sebagai kesatuan. Kawanan itu memiliki atribut kolektif, atau timbul,
yang tidak terlihat pada perilaku masing-masing burung.

Sejarah Singkat Gravitasi Quantum


Upaya-upaya masa lalu untuk menjelaskan struktur quantum ruangwaktu sebagai proses
ketimbulan hanya berhasil secara terbatas. Mereka berakar dari gravitasi quantum Euclidean,
sebuah program riset yang diprakarsai di akhir 1970-an dan dipopulerkan melalui buku best-
seller karya fisikawan Stephen Hawking, A Brief History of Time. Ia didasarkan pada prinsip
fundamental dari mekanika quantum: superposisi. Objek apapun, baik objek klasik ataupun
quantum, berada dalam status tertentu—mencirikan posisi dan kecepatannya, misalnya. Tapi
sementara status objek klasik bisa digambarkan lewat set bilangan unik, status objek quantum
jauh lebih kaya. Yaitu jumlah, atau superposisi, semua kemungkinan status klasik.
Teori-teori Gravitasi Quantum
 Teori String. Pendekatan yang disukai oleh kebanyakan fisikawan teoritis, ini bukan
cuma teori gravitasi quantum tapi juga semua materi dan gaya. Ia didasarkan pada ide bahwa
partikel (termasuk partikel hipotetis yang mengangkut gravitasi) adalah string yang
bervibrasi.
 Loop Quantum Gravity. Alternatif utama teori string, ini membawa teknik baru untuk
menerapkan aturan quantum pada teori relativitas umum Einstein. Ruang dibagi menjadi
“atom-atom” diskret volume.
 Gravitasi Quantum Euclidean. Dipopulerkan oleh fisikawan Stephen Hawking,
pendekatan ini menduga bahwa ruangwaktu muncul dari rata-rata quantum semua
kemungkinan bentuk. Ia menaruh waktu pada pijakan yang sama sebagaimana ruang.
 Causal Dynamical Triangulations. Pendekatan ini, subjek artikel ini, adalah pendekatan
Euclidean versi modern. Ia menaksir ruangwaktu sebagai mosaik segitiga, yang memiliki
perbedaan integral antara ruang dan waktu. Pada skala kecil, ruangwaktu mengambil bentuk
fraktal.
Contoh, bola biliar klasik selalu bergerak sepanjang sebuah trayektori dengan posisi dan
kecepatan tepat. Ini tak bisa menjadi deskripsi yang bagus tentang bagaimana elektron, yang
jauh lebih kecil, bergerak. Gerakannya digambarkan oleh hukum quantum, yang menyatakan
bahwa ia bisa eksis secara serentak dalam berbagai posisi dan kecepatan. Ketika sebuah elektron
berjalan dari titik A ke titik B tanpa kehadiran gaya eksternal, ia tak hanya mengambil garis
lurus antara A dan B melainkan semua rute yang tersedia secara serentak. Gambaran kualitatif
tentang semua kemungkinan jalur elektron yang bekerjasama ini mewujud menjadi resep
matematis tepat superposisi quantum, dirumuskan oleh peraih Nobel Richard Feynman, yakni
rata-rata semua kemungkinan berlainan ini.
Dengan resep ini, seseorang dapat
mengkomputasi probabilitas penemuan
elektron dalam rentang posisi atau
kecepatan tertentu dari jalur lurus yang kita
sangkakan jika elektron mengikuti hukum
mekanika klasik. Yang membuat perilaku
partikel menjadi mekanis quantum adalah
penyimpangan dari sebuah trayektori tajam,
disebut fluktuasi quantum. Semakin kecil
ukuran sistem fisikalnya, semakin penting
fluktuasi quantumnya.
Gravitasi quantum Euclidean menerapkan
prinsip superposisi pada keseluruhan alam
semesta. Dalam kasus ini, superposisi bukan
terdiri dari berbagai jalur partikel melainkan
berbagai cara alam semesta keseluruhan
berkembang seiring waktu—rincinya,
berbagai kemungkinan bentuk ruangwaktu.
Untuk mempermudah persoalan, fisikawan
tipikalnya hanya mempertimbangkan bentuk
dan ukuran umum ruangwaktu, ketimbang
setiap perubahan bentuk yang mungkin
[lihat “Quantum Cosmology and the
Creation of the Universe”, tulisan Jonathan
J. Halliwell, Scientific American, Desember
1991].
Gravitasi quantum Euclidean
membuat lompatan teknis besar selama
tahun 1980-an dan 1990-an dengan
perkembangan simulasi komputer canggih.
Model-model ini merepresentasikan
geometri ruangwaktu melengkung memakai
blok-blok penyusun kecil, yang, untuk mudahnya, dianggap segitiga. Mesh-mesh segitiga bisa
secara efisien mendekati/menyerupai permukaan melengkung, dan ini merupakan alasan
mengapa mereka sering dipakai dalam animasi komputer. Untuk ruangwaktu, blok-blok
penyusun elementer adalah generalisasi segitiga empat-dimensi, disebut four-simplices (empat-
simpleks). Sebagaimana perekatan segitiga pada tepi-tepinya yang menciptakan permukaan
melengkung dua-dimensi, perekatan empat-simpleks sepanjang “muka” mereka (yang
sebetulnya merupakan tetrahedron tiga-dimensi) bisa menghasilkan ruangwaktu empat-dimensi.
Blok-blok penyusun kecil itu sendiri tidak memiliki makna fisikal langsung. Jika
seseorang dapat memeriksa ruangwaktu riil dengan mikroskop ultracanggih, dia tidak akan
melihat segitiga-segitiga kecil. Mereka itu sekadar taksiran. Satu-satunya informasi yang relevan
secara fisikal datang dari perilaku kolektif blok-blok penyusun dengan membayangkan masing-
masingnya disusutkan sampai ukuran nol. Dalam batas ini, tak ada yang tergantung pada apakah
blok-blok tersebut segitiga, kubus, pentagon, atau campuran daripadanya pada permulaan.
Ketidaksensitifan terhadap keanekaragaman detail skala kecil juga dikenal dengan nama
“universalitas”. Ini adalah fenomena yang dikenal baik dalam mekanika statistik, studi gerak
molekul pada gas dan cairan; zat-zat ini berperilaku sama bagaimanapun komposisi detail
mereka. Universalitas diasosiasikan dengan atribut sistem berisi banyak bagian berinteraksi dan
terlihat pada skala yang jauh lebih besar daripada skala masing-masing konstituen. Pernyataan
analogis untuk sekawanan burung jalak adalah bahwa warna, ukuran, panjang sayap, dan umur
masing-masing burung sama sekali tak relevan dalam menetapkan perilaku terbang kawanan
tersebut sebagai kesatuan. Hanya beberapa detail mikroskopis yang merembes ke skala
makroskopis.

Menjadi Layu
Dengan simulasi-simulasi komputer ini, para teoris gravitasi quantum mulai menggali efek
bentuk-bentuk ruangwaktu bersuperposisi yang tidak bisa ditangani oleh relativitas klasik—
rincinya, bentuk yang sangat melengkung pada skala jarak amat kecil. Yang disebut aturan
nonperturbatif inilah yang paling menarik perhatian fisikawan tapi sebagian besar tidak bisa
diakses dengan kalkulasi biasa pena-dan-kertas.
Sayangnya, simulasi-simulasi ini mengungkap bahwa gravitasi quantum Euclidean jelas-
jelas meluputkan sebuah bahan penting. Mereka menemukan bahwa superposisi nonperturbatif
alam semesta empat-dimensi bersifat tak stabil. Fluktuasi quantum lengkungan pada skala
pendek, yang mencirikan berbagai alam semesta bersuperposisi yang berkontribusi terhadap
rata-rata, tidak menghapuskan satu sama lain untuk menghasilkan alam semesta halus klasik
pada skala besar. Justru mereka tipikalnya memperkuat satu sama lain untuk membuat seluruh
ruang menggumal menjadi bola kecil berjumlah dimensi tak terhingga. Di ruang semacam itu,
pasangan-pasangan titik acak tak pernah terpisah lebih dari jarak kecil, sekalipun ruang tersebut
memiliki volume besar sekali. Dalam beberapa contoh, ruang beralih ke ekstrim lain dan
menjadi tipis dan luas secara maksimal, seperti polimer bercabang banyak. Tak satupun dari
kemungkinan-kemungkinan ini yang sedikit menyerupai alam semesta kita.
Sebelum kita memeriksa ulang asumsi yang menuntun fisikawan menyusuri jalan buntu ini, mari
kita sejenak berhenti memikirkan aspek ganjil hasil ini. Blok-blok penyusun adalah empat-
dimensi, tapi mereka secara kolektif melahirkan ruang yang memiliki jumlah dimensi tak
terhingga (alam semesta menggumal) atau dua dimensi (alam semesta polimer). Sekali kita
memperkenankan fluktuasi quantum besar ruang hampa, gagasan mendasar seperti dimensi pun
jadi berubah-ubah. Hasil ini tak mungkin bisa diantisipasi dari teori gravitasi klasik, di mana
jumlah dimensi selalu dianggap tetap.
Sebuah implikasi mungkin muncul sebagai sedikit kekecewaan terhadap penggemar sains-fiksi.
Kisah-kisah sains-fiksi umumnya memanfaatkan wormhole—gagang tipis yang tersemat pada
alam semesta dan menyediakan jalan pintas antara kawasan-kawasan yang terpisah jauh. Yang
membuat wormhole begitu menggairahkan adalah harapan akan perjalanan waktu dan transmisi
sinyal melebihi kecepatan cahaya memanfaatkannya. Walaupun fenomena semacam itu belum
pernah teramati, fisikawan telah berspekulasi bahwa wormhole bisa menemukan justifikasi
dalam teori gravitasi quantum yang masih belum diketahui. Mengingat hasil negatif dari
simulasi komputer gravitasi quantum Euclidean, kelangsungan hidup wormhole kini terasa amat
tidak mungkin. Wormhole memiliki keanekaragaman sedemikian banyak sehingga cenderung
mendominasi superposisi dan mendestabilkannya, dan akibatnya alam semesta quantum tak
pernah tumbuh melampaui lingkungan
kecil tapi saling terhubung.
Apa masalahnya? Dalam pencarian
jalan keluar dan hal-hal berantakan
dalam pendekatan Euclidean, kita
akhirnya menemukan ide krusial,
sebuah bahan yang mutlak diperlukan
untuk membuat hidangan goreng-aduk
berakhir dengan hasil benar: alam
semesta harus meng-encode apa yang
fisikawan sebut kausalitas. Kausalitas
mengandung arti bahwa ruangwaktu
hampa memiliki struktur yang
memungkinkan kita membedakan
secara jelas antara sebab dan akibat. Ia
merupakan bagian integral teori klasik
relativitas khusus dan umum.
Gravitasi quantum Euclidean tidak
memasukkan gagasan kausalitas. Istilah
“Euclidean” mengindikasikan bahwa
ruang dan waktu diperlakukan secara
setara. Alam semesta yang memasuki
superposisi Euclidean memiliki empat
arah ruang, bukan satu waktu dan tiga
ruang yang biasa. Karena alam
semesta-alam semesta Euclidean tidak
memiliki gagasan waktu yang jelas,
mereka tidak memiliki struktur untuk
menaruh peristiwa-peristiwa ke dalam
urutan spesifik; orang yang hidup di
alam semesta tersebut tidak akan
mempunyai kata “sebab” atau “akibat”
dalam kosakatanya. Hawking dan lainnya yang mengambil pendekatan ini telah berkata bahwa
“waktu adalah imajiner”, baik dalam pengertian matematis maupun ungkapan keseharian.
Mereka berharap bahwa kausalitas akan muncul sebagai atribut skala besar dari fluktuasi-
fluktuasi quantum mikroskopis yang secara individu tidak memuat jejak struktur sebab-akibat.
Tapi simulasi komputer menghancurkan harapan tersebut.

Daripada mengesampingkan kausalitas saat merangkai


masing-masing alam semesta dan mengharapkannya muncul
kembali lewat kebijaksanaan kolektif superposisi, kami
memutuskan untuk memasukkan struktur sebab-akibat di tahap
yang jauh lebih awal. Istilah teknis untuk metode kami adalah
causal dynamical triangulations. Di dalamnya, kami pertama-
tama menetapkan panah waktu yang menunjuk dari masa lalu ke
masa depan pada tiap simpleks. Kemudian kami menegakkan
aturan perekatan sebab-akibat: dua simpleks harus direkat bersama
untuk menjaga panah mereka tetap menunjuk ke arah yang sama.
Simpleks-simpleks tersebut harus berbagi gagasan waktu, yang
membentang terus ke arah panah-panah ini dan tak pernah
berhenti atau berjalan terbalik. Ruang menjaga bentuk
keseluruhannya sambil majunya waktu; ia tidak bisa pecah
menjadi kepingan-kepingan terputus atau menciptakan wormhole.
Setelah merumuskan strategi ini pada 1998, kami
mendemonstrasikan dalam model-model amat sederhana bahwa
aturan perekatan sebab-akibat menghasilkan bentuk skala besar
yang berbeda dari bentuk gravitasi quantum Euclidean. Itu membesarkan harapan tapi bukan
berarti menunjukkan bahwa aturan ini cukup untuk menstabilkan alam semesta empat-dimensi
utuh. Jadi, kami menahan nafas pada 2004 saat komputer kami akan memberi kami kalkulasi
pertama atas superposisi sebab-akibat besar empat-simpleks. Apakah betul, pada jarak besar,
ruangwaktu ini berperilaku seperti objek luas empat-dimensi dan bukan seperti bola menggumal
atau polimer?
Bayangkan kegirangan kami ketika jumlah dimensinya keluar dengan hasil empat (lebih
tepatnya 4,02 ± 0,1). Itulah pertama kali seseorang memperoleh jumlah dimensi teramati dari
prinsip pertama. Sampai hari ini, penaruhan kembali kausalitas ke dalam model-model gravitasi
quantum merupakan satu-satunya obat yang diketahui untuk mengatasi instabilitas geometri
ruangwaktu bersuperposisi.

Ruangwaktu Berkuasa Penuh


Simulasi ini merupakan yang pertama dalam serangkaian eksperimen komputasi yang
terus berjalan di mana kami telah berupaya menggali atribut fisikal dan geometris ruangwaktu
quantum dari simulasi komputer. Langkah kami berikutnya adalah mempelajari bentuk
ruangwaktu pada jarak besar dan memverifikasi bahwa itu sesuai dengan realitas—yakni, sesuai
dengan prediksi relativitas umum. Ujian ini sangat menantang dalam model-model
nonperturbatif gravitasi quantum, yang tidak memperkirakan bentuk default tertentu untuk
ruangwaktu. Nyatanya, itu begitu sulit sampai-sampai sebagian besar pendekatan terhadap
gravitasi quantum—termasuk teori string, kecuali untuk kasus khusus—tidak cukup maju untuk
menyelesaikannya.
Ternyata agar model kami bekerja, dari semula kami perlu mencakupkan konstanta
kosmologis, zat tak nampak dan imateril yang dikandung oleh ruang bahkan dalam ketiadaan
bentuk-bentuk materi dan energi lain sama sekali. Persyaratan ini adalah berita bagus, sebab
para kosmolog telah menemukan bukti observasi untuk energi semacam itu. Lebih jauh,
ruangwaktu timbul memiliki apa yang fisikawan sebut geometri de Sitter, yang persis
merupakan solusi untuk persamaan Einstein untuk sebuah alam semesta yang tidak mengandung
apapun selain konstanta kosmologis. Sungguh luar biasa bahwa dengan merangkai blok-blok
penyusun mikroskopis secara acak—tanpa menghiraukan kesimetrian atau struktur geometris
yang disukai—kami menghasilkan ruangwaktu yang pada skala besar memiliki bentuk alam
semesta de Sitter yang amat simetris.
Ketimbulan dinamis alam semesta empat-dimensi berbentuk fisik tepat dari prinsip
pertama merupakan pencapaian sentral pendekatan kami. Apakah hasil luar biasa ini bisa
dipahami dari segi interaksi beberapa “atom” fundamental ruangwaktu yang masih perlu
diidentifikasi, itu merupakan subjek riset yang terus berjalan.

MENERAPKAN ATURAN QUANTUM PADA RUANGWAKTU


Mengambil Rata-rata
Ruangwaktu bisa mengambil banyak kemungkinan bentuk. Menurut teori quantum, bentuk
yang paling mungkin kita amati adalah superposisi, atau rata-rata, semua kemungkinan ini. Saat
mengkonstruksi bentuk-bentuk dari segitiga, para teoris menimbang tiap bentuk tergantung pada
seberapa tepat mereka merekatkan segitiga-segitiga untuk membentuknya. Penulis telah
menemukan bahwa segitiga-segitiga tersebut harus mengikuti aturan tertentu untuk rata-rata agar
cocok dengan yang kita amati. Rincinya, segitiga harus mempunyai panah waktu integral.

Setelah meyakinkan diri bahwa model gravitasi quantum kami lulus sejumlah ujian klasik,
saatnya untuk beralih ke jenis eksperimen lain, eksperimen yang menyelidiki struktur quantum
ruangwaktu yang gagal ditangkap oleh teori klasik Einstein. Salah satu simulasi yang telah kami
jalankan adalah proses difusi—yaitu, kami membiarkan setetes tinta jatuh ke dalam superposisi
alam semesta dan memperhatikan bagaimana ia menyebar dan diombang-ambingkan oleh
fluktuasi quantum. Pengukuran ukuran awan tinta setelah waktu tertentu memungkinkan kami
untuk menetapkan jumlah dimensi di ruang [lihat boks di atas].

JADI, APA ITU DIMENSI?


Dimensi yang Sama Sekali Baru Pada Ruang
Dalam kehidupan sehari-hari, jumlah dimensi merujuk pada jumlah minimum ukuran yang
diperlukan untuk memperinci posisi sebuah objek, seperti garis lintang, garis bujur, dan
ketinggian. Implisit dalam definisi ini adalah bahwa ruang itu halus dan mematuhi hukum fisika
klasik. Tapi bagaimana jika ruang tidak berkelakuan begitu baik? Bagaimana jika bentuknya
ditentukan oleh proses-proses quantum di mana gagasan keseharian tidak bisa dianggap benar?
Untuk kasus-kasus ini, fisikawan dan matematikawan harus mengembangkan gagasan
dimensionalitas yang lebih rumit. Jumlah dimensi bahkan tidak harus bilangan bulat,
sebagaimana dalam kasus fraktal—pola yang terlihat sama pada semua skala.

Hasilnya agak mengejutkan pikiran: jumlah dimensi tergantung pada skala. Dengan kata lain,
jika kita membiarkan difusi itu terus berlangsung selama beberapa saat singkat saja, ruangwaktu
tampaknya memiliki jumlah dimensi berbeda daripada ketika kita membiarkannya berlangsung
untuk waktu yang lama. Bahkan orang-orang di antara kami yang berspesialisasi dalam gravitasi
quantum hampir tidak dapat membayangkan bagaimana ruangwaktu bisa secara halus mengubah
dimensinya tergantung pada resolusi mikroskop. Jelas, objek kecil merasakan ruangwaktu secara
berbeda sama sekali dibanding objek besar. Bagi objek tersebut, alam semesta memiliki sesuatu
yang sama dengan sebuah struktur fraktal. [Struktur] fraktal adalah jenis ruang aneh di mana
konsep ukuran sama sekali tidak eksis. Ia bersifat self-similar, artinya ia terlihat sama pada
semua skala. Ini mengimplikasikan tidak ada garisan dan tidak ada objek lain berukuran khas
yang bisa menjadi meteran.

“Kecil” itu seberapa kecil? Sampai ukuran sekitar


10-34 meter, alam semesta quantum yang berkuasa
penuh digambarkan dengan baik oleh geometri
klasik de Sitter empat-dimensi, walaupun
fluktuasi quantum semakin signifikan. Bahwa
seseorang dapat mempercayai penaksiran klasik
terhadap jarak sedemikian pendek, itu agak
mengherankan. Ini memiliki implikasi penting
bagi alam semesta, baik di sejarah awalnya
maupun jauh di masa depan. Di kedua ekstrim
ini, alam semesta betul-betul hampa. Sejak
permulaan, fluktuasi quantum gravitasi mungkin
begitu besar sehingga materi hampir tidak
terdaftar; seperti rakit kecil yang terombang-
ambing di samudera. Miliaran tahun dari
sekarang, gara-gara perluasan pesat alam
semesta, materi akan begitu menipis sehingga
juga akan memainkan peran yang sedikit atau
tidak sama sekali. Teknik kami dapat
menjelaskan bentuk ruang dalam kedua kasus.
Pada skala yang lebih pendek lagi, fluktuasi
quantum ruangwaktu menjadi begitu kuat sehingga gagasan intuitif geometri klasik mogok sama
sekali. Jumlah dimensi turun dari empat klasik menjadi sekitar dua. Namun demikian, sejauh
yang bisa kami katakan, ruangwaktu masih continuous dan tidak memiliki wormhole. Ia tidak
seliar buih ruangwaktu menggelembung, sebagaimana yang dibayangkan oleh fisikawan John
Wheeler dan banyak lainnya. Geometri ruangwaktu mematuhi aturan nonstandar dan nonklasik,
tapi konsep jarak masih berlaku. Kami sekarang sedang dalam proses menyelidiki skala yang
lebih halus lagi. Satu kemungkinannya adalah bahwa alam semesta menjadi self-similar dan
terlihat sama pada semua skala di bawah ambang batas tertentu. Bila demikian, ruangwaktu
bukan terdiri dari string-string atau atom-atom ruangwaktu, melainkan sekawasan boredom tak
terhingga: struktur yang ditemukan persis di bawah ambang batas tersebut yang akan
mengulangi dirinya pada setiap skala lebih kecil, tanpa henti.
Sulit sekali membayangkan bagaimana fisikawan bisa melepaskan diri dengan bahan dan alat
teknis yang lebih sedikit dibanding yang kami pakai untuk menghasilkan alam semesta quantum
beratribut realistis. Kami masih perlu menjalankan banyak ujian dan eksperimen—contoh,
memahami bagaimana materi berperilaku di alam semesta dan bagaimana materi pada gilirannya
mempengaruhi bentuk keseluruhan alam semesta tersebut. Piala sucinya, sebagaimana pada
kandidat teori gravitasi quantum manapun, adalah prediksi berkonsekuensi teramati yang
diperoleh dari struktur quantum mikroskopis. Itu akan menjadi kriteria untuk memutuskan
apakah model kami betul-betul merupakan teori qravitasi quantum yang tepat.
Penulis
Jan Ambjørn, Jerzy Jurkiewicz, dan Renate Loll mengembangkan pendekatan mereka terhadap
gravitasi quantum pada tahun 1998. Ambjørn adalah anggota Royal Danish Academy dan
profesor di Niels Bohr Institute (Kopenhagen) dan di Universitas Utrecht (Belanda). Dia
memiliki reputasi sebagai koki masakan Thailand yang ulung, sebuah klaim yang dinanti-nanti
oleh para editor untuk dinilai langsung. Jurkiewicz adalah kepala departemen teori sistem
kompleks di Institute of Physics di Universitas Jagiellonian (Kraków). Dia menduduki banyak
jabatan di masa lalu termasuk di Niels Bohr Institute (Kopenhagen), di mana di pantai sana dia
diperkenalkan kepada keindahan berlayar. Loll adalah profesor di Universitas Utrecht, di mana
dia mengepalai salah satu kelompok terbesar untuk riset gravitasi quantum di Eropa.
Sebelumnya dia bekerja di Max Planck Institute for Gravitational Physics di Glom (Jerman), di
mana dia memegang Heisenberg Fellowship. Dalam waktu luangnya yang langka, Loll
menikmati memainkan musik kamar.

Anda mungkin juga menyukai