Anda di halaman 1dari 100

HALAMAN JUDUL

Mo d ul P r a kt ik u m
Laboratorium Struktur dan Bahan

Prodi Teknik Sipil


UM Parepare
PRAKATA

Buku ini disusun sebagai panduan Praktikum Laboratorium Struktur dan


Bahan pada Program Studi Strata Satu (S1) Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Parepare, yang diharapkan akan mengalami penyempurnaan di
tahun-tahun mendatang.
Sebagai petunjuk praktikum bagi mahasiswa Program Studi Strata Satu
(S1) Teknik Sipil, buku ini memuat penjelasan singkat mengenai materi
praktikum, prosedur pelaksanaan praktikum dan format pembuatan laporan.
Dengan adanya buku ini diharapkan mahasiswa dapat lebih mudah di dalam
memahami proses pelaksanaan masing masing percobaan praktikum. Diharapkan
pula dengan adanya buku ini dapat mengenalkan permasalahan praktis dan
sebagai panduan latihan sebelum melakukan penelitian laboratorium.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu
serta mendukung tercapainya tujuan pembelajaran baik di kelas maupun
pelaksanaan di Laboratorium Struktur dan Bahan Prodi Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Parepare. Kritik dan saran demi kesempurnaan buku ini sangat
diharapkan.

Parepare,10 September 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
BAB I SEMEN 1
A. PEMERIKSAAN BERAT JENIS SEMEN (SNI 2531:2015) 1
B. KONSISTENSI NORMAL SEMEN PORTLAND (SNI 03-6826-2002) 3
C. PENGUJIAN WAKTU MENGIKAT AWAL DAN MENGERAS
SEMEN PORTLAND (SNI 03-6827-2002) 5

BAB II AGREGAT 7
A. ANALISIS GRADASI BUTIRAN AGREGAT HALUS DAN
AGREGAT KASAR (SNI 03-1968-1990) 7
B. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR
AGREGAT HALUS (PASIR) (ASTM C128-01/SNI 03-1970-1990)) 11
C. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR
AGREGAT KASAR (KERIKIL) (REVISI SNI 03-1970-1990) 13
D. PEMERIKSAAN BERAT VOLUME DAN RONGGA UDARA
DALAM AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR (ASTM
C29/29M-97/SNI 03-4804-1998)) 15
E. PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR AGREGAT HALUS DAN
AGREGAT KASAR (ASTM C117-95/SNI 03-4142-1996) 18
F. PEMERIKSAAN KADAR AIR PADA AGREGAT HALUS DAN
AGREGAT KASAR (ASTM C556-97/SNI 03-1971-1990) 21
G. PEMERIKSAAN ZAT ORGANIK PADA AGREGAT HALUS (ASTM
C40-99/SNI 03-2816-1992) 23
H. PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN ABRASI LOS
ANGELES (SNI 2417:2008) 25
I. PENGGABUNGAN AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR
(SNI 03-2834-2000) 27

BAB III BETON 30


A. MIX DESIGN BETON NORMAL (SNI 7656:2012) 30

iii
B. PEMBUATAN BETON SEGAR 42
C. PEMBUATAN BETON BERTULANG 46
D. PEMBUATAN BETON GEOPOLYMER 49
E. PENGUJIAN NILAI SLUMP (SNI 1972-2008) 56
F. PENGUJIAN BERAT ISI BETON (SNI 1973:2008) 59
G. PEMBUATAN KAPING UNTUK BENDA UJI SILINDER BETON
(SNI 6369:2008) 61
H. UJI KUAT TEKAN SILINDER BETON (SNI 1974:2011) 64
I. UJI KUAT TARIK BELAH SILINDER BETON (SNI 03-2491-2002) 68
J. PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS BETON (REVISI SNI 03-
1970-1990) 70
K. UJI KUAT LENTUR BETON DENGAN BALOK SEDERHANA
YANG DIBEBANI TERPUSAT LANGSUNG (SNI 03-4154-1996) 72
L. UJI LENTUR BALOK BETON BERTULANG (REVISI SNI 03-1970-
1990) 75

BAB IV BAJA & KAYU 78


A. UJI TARIK BAJA 78
B. UJI BERAT JENIS, KADAR AIR, DAN SUSUT KAYU 81
C. UJI TEKAN KAYU 86
D. UJI LENTUR KAYU 90

KETENTUAN PRAKTIKUM 93
SISTEM PENILAIAN 94
FORMAT LAPORAN 95

iv
BAB I
A. PEMERIKSAAN BERAT JENIS SEMEN (SNI 2531:2015)

I. PENDAHULUAN

Berat jenis semen adalah perbandingan antara berat volume kering semen pada
suhu kamar dengan berat volume air suling pada 4oC, yang volumenya sama
dengan volume semen. Menurut SK SNI 15-2531-1991, Berat jenis semen
berkisar antara 3.00 – 3.20 t/m3.

II. TUJUAN

Tujuan metode ini untuk mendapatkan nilai berat isi semen portland, yang
digunakan untuk pengendalian mutu semen.

III. BENDA UJI

Contoh semen ditimbang seberat 64 gram.

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian gradasi butiran pasir sebagai berikut.
1. Botol Le Chatelier (piknometer)

Gambar 1.1 Alat Le Chatelier


2. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram;

1
3. Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API (American Proteleum
Institute),bisa juga dengan tawas yang dihancurkan.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian gradasi butiran pasir sebagai berikut.


1. Botol Le Chatelier (piknometer) diisi dengan kerosin atau naptha sampai
antara skala 0 dan 1, keringkan bagian dalam botol diatas permukaan cairan.
2. Masukkan botol ke dalam air sebagai usaha menjaga suhu yang konstan untuk
menghindarkan variasi suhu botol yang lebih besar dari 0,2o C.
3. Setelah suhu air sama dengan suhu cairan dalam botol, baca skala pada botol
(V1).
4. Masukkan contoh semen sedikit demi sedikit ke dalam botol. Jangan sampai
terjadi ada semen yang menempel pada dinding botol di atas cairan,sampai
gelembung udara tidak timbul lagi dipermukaan.
5. Kemudian baca skala pada botol (V2).

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian berat jenis semen digunakan rumus-rumus sebagai


berikut.

Dimana : V1 = pembacaan pertama pada skala botol tanpa semen


V2 = pembacaan kedua pada skala botol pakai semen
(V1-V2) = Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan suhu berat
tertentu.
d = berat air pada suhu 4o C (1 g/cm3)

2
B. KONSISTENSI NORMAL SEMEN PORTLAND (SNI 03-6826-2002)

I. PENDAHULUAN

Konsistensi normal semen adalah nilai prosentase jumlah air yang dibutuhkan
untuk membentuk pasta semen pada kondisi kebasahan standar guna
menunjukkan kualitas semen portland (Sandor Popovics). Metode pengujian
konsistensi normal sesuai standar SNI 03-6826-2002 dengan metode Trial and
Error menggunakan sejumlah pasta semen yang dibuat dengan prosentase air
yang berbeda-beda.

II. TUJUAN

Tujuan metode ini adalah untuk mendapatkan nilai konsistensi normal semen
Portland dengan alat Vicat untuk menentukan mutu semen portland. Konsistensi
normal dicapai apabila jarum vikat dapat menembus pasta (10 ± 1) dalam waktu
30 detik setelah dilepaskan.

III. BENDA UJI

1. 300 gram semen portland tipe I


2. Air suling 500 cc

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian adalah sebagai berikut.


1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
2. Tempat adukan dan pengaduk
3. Gelas ukur 1000 cc
4. Solet perata
5. Stopwatch
6. Sarung tangan
7. Satu set alat vikat (jarum besar dan konikel)

3
Gambar 2.1 Alat vicat dan cetakan benda uji

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian konsistensi semen sebagai berikut.


1. Campur semen dengan air suling 14% (70 cc) lalu aduk sampai rata selama 3
menit hingga membentuk pasta semen.
2. Bila pasta semen telah tercampur rata,kemudian dibentuk menjadi bola dengan
cara dilempar dari tangan kiri ke tangan kanan atau sebaliknya pada jarak 15
cm sebanyak 6 (enam) kali.
3. Kemudian masukkan bola pasta kedalam konikel, ratakan permukaannya
dengan cara ditekan menggunakan tangan.
4. Letakkan konikel berisi pasta semen pada kaca datar. Jarum vikat besar
ditempelkan pada permukaan semen tepat di bagian tengah dan lepaskan
jarum dengan memutar pengikat E di jarum vikat tersebut selama 30 detik
5. Ulangi percobaan dengan campuran baru dengan memberi jumlah air berbeda,
minimum tiga kali percobaan dengan menambahkan kira-kira 5 cc air.
6. Sebagai catatan, jumlah air dapat ditambah bila penurunan jarum kurang dari
10 mm,atau sebaliknya jumlah air dikurangi bila terjadi penurunan jarum lebih
besar dari 10 mm.
7. Tentukan kadar air normal pada penurunan 10 mm berdasarkan grafik

Gambar 2.2 Grafik Konsistensi Penetrasi Jarum Vicat

4
C. PENGUJIAN WAKTU MENGIKAT AWAL DAN MENGERAS SEMEN
PORTLAND (SNI 03-6827-2002)

I. PENDAHULUAN

Waktu ikat permulaan (waktu ikat awal ) adalah jangka waktu mulainya
pengukuran pasta pada konsistensi normal sampai pasta kehilangan sebagian sifat
plastis (mengeras). Waktu pengikatan awal pada semen berkisar antara 60-120
menit.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan waktu ikat awal semen setelah
kontak dengan air dan waktu ikat akhir ketika jarum vikat tidak mampu lagi
menembus permukaan pasta.

III. BENDA UJI

1. 300 gram semen portland tipe I


2. Air suling 500 cc

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini sebagai berikut.


1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
2. Tempat adukan dan pengaduk
3. Gelas ukur 1000 cc
4. Satu set alat vikat (jarum kecil dan konikel)
5. Solet perata
6. Stopwatch
7. Sarung tangan

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian gradasi butiran pasir sebagai berikut.


1. Campur semen dengan air suling sesuai dengan konsistensi normal yang
didapatkan sebelumnya lalu aduk hingga rata selama 3 (tiga) menit hingga

5
menjadi pasta
2. Catat waktu saat pasta semen telah tercampur rata
3. Kemudian pasta semen yang sudah rata tersebut di bentuk bola dengan cara
dilempar dari tangan kiri ke tangan kanan atau sebaliknya pada jarak 15 cm
sebanyak 6 (enam) kali.
4. Kemudian masukkan bola pasta kedalam konikel dan permukaannnya
diratakan dengan cara ditekan
5. Jarum vikat kecil ditempelkan pada bidang muka semen tepat dibagian
tengahnya.Setelah 45 menit lepaskan jarum dengan memutar pengikat E
dijarum vikat tersebut dan ukur penurunannya
6. Setelah 15 menit dari perjatuhan pertama,jarum vikat di tarik kembali dan
dijatuhkan pada permukaan yang baru (permukaan yang belum tertusuk
jarum).Demikian seterusnya dilakukan dalam interval 15 menit hingga jarum
tidak dapat masuk lagi ke dalam pasta semen (turun 0 mm).Perlu diperhatikan
jarak antara penusukan jarum adalah 3 mm dari penusukan sebelumnya
7. Waktu mengikat semen ditentukan pada jarum vikat turun sebesar 25
mm.Sedangkan waktu mengeras di tentukan bila jarum vikat turun sebesar 0
mm.

6
BAB II
A. ANALISIS GRADASI BUTIRAN AGREGAT HALUS DAN AGREGAT
KASAR (SNI 03-1968-1990)

I. PENDAHULUAN

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butir dari suatu agregat. Bila butir-butir
agregat mempunyai ukuran butir yang sama (seragam) maka volume porinya
besar dan kemampatannya rendah. Sebaliknya, apabila ukuran butirnya bervariasi
maka volume porinya rendah dan kemampatannya tinggi. Maka dari itu, hal
tersebut memerlukan pemeriksaan gradasi agregat dalam pembuatan beton.
Modulus Halus Butir (fineness modulus) ialah suatu indeks yang dipakai untuk
menjadi ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Modulus halus butir
(MHB) ini didefinisikan sebagai jumlah persen komulatif dari butir- butir agregat
yang tertinggal diatas suatu set ayakan dan kemudian dibagi dengan seratus.
Semakin besar nilai modulus halus menunjukan bahwa makin besar butir- butir
agregatnya.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian gradasi butiran pasir adalah sebagai berikut.


1. mengetahui daerah gradasi agregat yang nantinya berfungsi dalam pembuatan
mix design beton.
2. mengetahui nilai modulus halus butir agregat tersebut.

III. BENDA UJI

1. Agregat Halus
2. Agregat Kasar

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian gradasi butiran agregat sebagai berikut.

7
Peralatan
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0.2 % dari berat benda uji.
b. Seperangkat saringan dengan ukuran :
 Perangkat Saringan Agregat Kasar :
Nomor Ukuran lobang
Saringan Mm Inch
- 76.200 3 Perangkat Saringan Untuk Agregat Kasar Ukuran
- 63.500 2. ⁄ #2
- 50.800 2 (diameter agregat antara ukuran 100 mm- 19 mm)
- 37.500 1. ⁄ Berat minimum contoh : 15 kg
- 25.000 1
- 19.100 ⁄

- 50.000 2 Perangkat Saringan Untuk Agregat Kasar Ukuran


- 37.500 1. ⁄ # 467
- 25.00 1 (diameter agregat antara ukuran 50 mm- 4.76 mm)
- 19.00 ⁄ Berat minimum contoh : 10 kg
- 12.500 ⁄

- 9.500 ⁄

No. 4 4.760 -

- 25.000 1 Perangkat Saringan Untuk Agregat Kasar Ukuran


- 19.000 ⁄ # 67
- 12.500 ⁄ (diameter agregat antara ukuran 25 mm- 2.38 mm)
- 9.500 ⁄ Berat minimum contoh : 5 kg
No. 4 4.760 -

No. 8 2.380 -

- 12.500 ⁄ Perangkat Saringan Untuk Agregat Kasar Ukuran


- 9.500 ⁄ #8
No. 4 4.760 - (diameter agregat antara ukuran 12.5 mm - 1.19 mm)
No. 8 2.380 - Berat minimum contoh : 2.5 kg
No. 16 1.190 -

8
 Perangkat Saringan Agregat Halus (Pasir)
Nomor Ukuran lobang
Saringan Mm Inch
- 9.500 3/8 Perangkat Saringan Untuk Agregat Halus (Pasir)
No. 4 4.760 - Berat minimum contoh : 1000 gram
No. 8 2.380 -
No. 16 1.190 -
No. 30 0.595 -
No. 50 0.279 -
No. 100 0.149 -
No. 200 0.074 -

c. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 + 5)o C
d. Alat pemisah contoh (sample spliter)
e. Mesin penggetar saringan (Sieve Shaker)
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lain.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian gradasi butiran pasir sebagai berikut.


1. Keringkan pasir yang akan diperiksa dengan oven pada suhu (110±5)0c sampai
beratnya tetap kemudian diambil sampel sebanyak (± 1000 gram)
2. Atur ayakan menurut susunannya yaitu saringan sesuai dengan tabel diatas
3. Saring agregat dengan ayakan yang telah disusun dengan menggunakan mesin
Sieve Shaker selama 15 menit.
4. Butiran yang tertahan pada masing-masing saringan kemudian ditimbang
untuk mencari modulus halus butir pasirnya.

9
VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian gradasi butiran agregat digunakan rumus-rumus


sebagai berikut.

Catatan : Untuk menghitung nilai MHB tidak perlu memasukkan nilai berat
tertahan yang ada pada Pan.

Tabel 4.1 Persyaratan batas-batas susunan besar butir agregat kasar


Persentase Berat Bagian Yang Lewat Ayakan
Kerikil Zone 1 Zone 2 Zone 3
Batas Batas Batas Batas Batas Batas
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 100 95 100 100 100 100
¾ 70 30 100 95 100 90
3/8 35 10 55 25 85 40
4 5 0 10 0 10 0
Sumber : SNI 03-2834-2000

Tabel 4.2 Persyaratan batas-batas susunan besar butir agregat halus


Persentase Berat Bagian Yang Lewat Ayakan
Pasir Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
Batas Batas Batas Batas Batas Batas Batas Batas
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
4 100 90 100 90 100 90 100 95
8 90 60 100 75 100 85 100 95
16 70 30 90 55 100 75 100 90
30 34 15 59 35 79 60 100 80
50 20 5 30 8 40 12 30 5
100 10 0 10 0 15 0 5 0
Sumber : SNI 03-2834-2000

10
B. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT
HALUS (PASIR) (ASTM C128-01/SNI 03-1970-1990))

I. PENDAHULUAN

Pasir mempunyai sifat-sifat tersendiri terhadap beratnya, yang tergantung pada


tingkat kepadatan, bentuk butir maupun tingkat kebasahannya. Oleh karena itu,
untuk pasir dikenal berat jenis, berat satuan, berat jenis semu, maupun berat jenis
jenuh kering muka.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air sebagai berikut.
1. mengetahui nilai berat jenis curah pasir.
2. mengetahui nilai berat jenis jenuh kering muka pasir.
3. mengetahui nilai berat jenis semu / tampak pasir.
4. mengetahui persentase penyerapan air pada pasir.

III. BENDA UJI

Pasir yang lolos ayakan 4,8 mm sebanyak 500 gram.

IV. ALAT – ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan berat jenis dan


penyerapan air sebagai berikut.
1. timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
2. piknometer / erlenmeyer dengan kapasitas 500 ml.
3. tungku pengering dengan suhu sekitar 105ºc.
4. tempat penampung pasir.
5. air suling.

V. PELAKSANAAN

Berdasarkan SK SNI : 03-1970-1990 pemeriksaan berat jenis dan penyerapan pasir


dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Keringkan pasir dalam tungku dengan suhu sekitar 105ºc sampai beratnya

11
tetap.
2. Rendam pasir dalam air selama 24 jam.
3. Buang air perendam dengan hati-hati agar butiran pasir tidak ikut terbuang.
kemudian keringkan pasir hingga mencapai keadaan jenuh kering muka (ssd).
4. Masukkan pasir jenuh kering muka kedalam piknometer sekitar 500 gram.
kemudian tambahkan air suling sampai 90 % penuh. Piknometer diputar dan
diguling-gulingkan untuk mengeluarkan gelembung udara yang terperangkap
diantara butir-butir pasir. Pengeluaran gelembung udara dapat juga dilakukan
dengan memanasi piknometer.
5. Tambahkan air pada piknometer sampai tanda batas penuh agar gelembung
udara terbuang.
6. Timbang piknometer yang sudah ditambahkan air sampai penuh 100 % dan
sudah dihilangkan gelembung udaranya dengan ketelitian 0,1 gram (bt).
7. Keluarkan pasir dari piknometer dan keringkan sampai beratnya tetap.
penimbangan dilakukan setelah pasir dikeringkan dan didinginkan dalam
desikator (bk).
8. Isi piknometer kosong dengan air sampai penuh kemudian timbang (B).

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian gradasi butiran pasir digunakan rumus-rumus


sebagai berikut.

1. berat jenis curah (bulk specific gravity) =

2. berat jenis jenuh kering muka (saturated surface dry) =

3. berat jenis tampak (apparent specific gravity) =

4. penyerapan air agregat halus (pasir) =

12
C. PEMERIKSAAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT
KASAR (KERIKIL) (REVISI SNI 03-1970-1990)

I. PENDAHULUAN

Kerikil mempunyai sifat-sifat tersendiri terhadap beratnya, yang tergantung pada


kekasaran permukaan, bentuk butir maupun tingkat basahnya. Oleh karena itu,
untuk kerikil dikenal berat jenisnya, berat satuan, maupun berat jenuh kering
muka.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar sebagai berikut.
1. menentukan nilai berat jenis curah kerikil.
2. menentukan nilai berat jenis jenuh kering muka kerikil.
3. menentukan berat jenis semu / tampak kerikil.
4. menentukan besarnya persentase penyerapan air kerikil.

III. BENDA UJI

Kerikil yang tertahan pada lubang ayakan 4,8 mm sebanyak 5000 gram.

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat
kasar sebagai berikut.
1. timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat kerikil.
2. oven dengan suhu sekitar 105ºc.
3. keranjang kawat dengan ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm dengan kapasitas kira-
kira 5 kg.
4. tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan.

13
V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
sebagai berikut.
1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau kotoran yang ada pada butir-
butir kerikil.
2. Masukkan kerikil ke dalam tungku pada suhu 105ºc sampai beratnya tetap.
3. Dinginkan benda uji sampai pada temperatur kamar (± 3 jam), kemudian
timbang dengan ketelitian 0,5 gram (bk).
4. Rendam benda uji dalam temperatur kamar selama ± 24 jam.
5. Ambil benda uji dari dalam air, kemudian lap dengan kain sampai kondisinya
jenuh kering muka.
6. Timbang benda uji jenuh kering muka (bj).
7. Masukkan kerikil ke dalam keranjang kawat, kemudian guncangkan agar
udara yang tersekap keluar. Lalu timbang dalam air (Ba).

VI. ANALASIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
berat jenis curah ( bulk specific gravity ) =

berat jenis jenuh kering muka ( saturated surface dry ) =

berat jenis tampak ( apparent spesific gravity ) =

penyerapan air agregat kasar (kerikil) =

14
D. PEMERIKSAAN BERAT VOLUME DAN RONGGA UDARA DALAM
AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR (ASTM C29/29M-97/SNI
03-4804-1998))

I. PENDAHULUAN

Berat isi agregat adalah berat agregat persatuan isi. Rongga udara dalam
satuan volume agregat adalah ruang di antara butir butir agregat yang tidak diisi
oleh partikel yang padat

II. TUJUAN

Menentukan berat isi agregat halus, kasar atau campuran yang didefenisikan
sebagai perbandingan antara berat material kering dengan volumenya.

III. BENDA UJI

1. Agregat Halus
2. Agregat Kasar

IV. ALAT – ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian sebagai berikut.


a. Timbangan dengan ketelitian 0.1 % berat contoh
b. Oven kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm, yang ujungnya bulat
terbuat dari baja tahan karat.
d. Mistar perata.
e. Skop.
f. Wadah baja yang cukup kaku silinder dengan alat pemegang berkapasitas
sebagai berikut :

15
Tabel 7.1 Kapasitas Wadah

Tebal wadah
minimum Ukuran butir
Kapasitas Diameter Tinggi
(mm) maksimum agregat
(liter) (mm) (mm)
(mm)
dasar sisi
2.832 152.4 + 2.5 154.9 + 2.5 5.08 2.54 12.70
9.435 203.2 + 2.5 292.1 + 2.5 5.08 2.54 25.40
14.158 254.0 + 2.5 279.4 + 2.5 5.08 3.00 38.10
28.316 355.6 + 2.5 284.4 + 2.5 5.08 3.00 101.60

V. PELAKSANAAN

Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas


wadah sesuai daftar no. 1. keringkan dengan oven dengan suhu (110 + 5)o C
sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
1. Berat isi Lepas :
a. Timbang dan catatlah berat wadah (W1)
b. Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-
butir, dari ketinggian 5 cm diatas wadah dengan menggunakan sendok atau
skop sampai penuh.
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1)
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38.10 mm (1.5”) dengan cara
penusukan:
a. Timbanglah dan catatlah berat wadah (W1)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25
kali secara merata.
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
d. Timbang dan catatlah berat wadah serta benda uji (W2)
e. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1)

16
3. Berat isi untuk agregat ukuran butir antara 38.10 mm (1.5”) sampai 101.10
mm (4”) dengan cara penggoyangan :
a. Timbanglah dan catat berat wadah (W1)
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama tebal.
c. Padatkan setiap lapis dengan cara menggoyang-goyangkan wadah dengan
prosedur sebagai berikut :
 Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar, angkatlah salah
satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.
 Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan lapisan sebanyak
25 kali untuk setiap sisi.
d. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
e. Timbang dan catatlah berat wadah serta benda uji (W2)
f. Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 –W1)

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian digunakan rumus-rumus sebagai berikut.

1. Berat Isi Agregat (M) = (kg/m3)

2. MSSD = M [1+(A/100)]

( )
3. Rongga Udara = x 100%

Dimana : M adalah Berat isi agregat


V adalah isi wadah (dm3)
W3 adalah Berat benda uji
A adalah Absorbsi dalam %
w adalah Kerapatan air (998 Kg/m3)
s adalah Berat jenis agregat dalam keadaan SSD

17
E. PEMERIKSAAN KANDUNGAN LUMPUR AGREGAT HALUS DAN
AGREGAT KASAR (ASTM C117-95/SNI 03-4142-1996)

I. PENDAHULUAN

Lumpur adalah gumpalan atau lapisan yang menutupi permukaan agregat


dan lolos ayakan No. 200. Kandungan kadar lumpur pada permukaan butiran
agregat akan mempengaruhi kekuatan ikatan antara pasta semen dan agregat
sehingga akan mengurangi kekuatan dan ketahanan beton.
Lumpur dan debu halus hasil pemecahan batu adalah partikel berukuran
antara 0,002 mm s/d 0,006 mm (2 s/d 6 mikron). Lumpur tidak diijinkan dalam
jumlah banyak, untuk masing-masing agregat kadar lumpur yang diijinkan
berbeda. Kadar lumpur agregat normal yang diijinkan SK SNI S-04-1989-F untuk
agregat halus adalah maksimal 5% dan untuk agregat kasar maksimal 1%. Adanya
lumpur dan tanah liat menyebabkan bertambahnya air pengaduk yang diperlukan
dalam pembuatan beton, disamping itu pula akan menyebabkan turunnya
kekuatan beton yang bersangkutan.
Pengujian ini dilakukan dengan cara meminimalkan kandungan lumpur
yang terkandung dalam agregat halus dan kasar didapatkan kuat tekan beton yang
tinggi. Variasi kadar lumpur pada agregat adalah sebagai berikut.
Tabel 5.1 Klasifikasi kadar lumpur pada agregat
Agregat Halus (Pasir) Agregat Kasar (Kerikil)
Bersih ( 0% - 3% )
Sedang ( 3% - 5% ) Bersih ( <1% )
Kotor ( 5% - 7% )

II. TUJUAN

Tujuan dalam pengujian ini yaitu untuk mengetahui kadar lumpur yang terdapat
pada agregat halus (pasir) atau agregat kasar.

18
III. BENDA UJI

1. Pasir yang butir-butirnya lolos ayakan 4,8 mm dan tertahan ayakan No. 200
(0,075 mm) sebanyak 500 gram.
2. Kerikil yang butir-butirnya tertahan ayakan 4,8 mm dan tertahan ayakan No.
200 (0,075 mm) sebanyak 1000 gram.

IV. ALAT – ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan kandungan lumpur


sebagai berikut.
1. Timbangan,
2. saringan no. 200,
3. nampan tempat penampung dan pencuci pasir,
4. tungku pengering dengan suhu sekitar 105 ºC,
5. air.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian pemeriksaan kandungan lumpur sebagai berikut.


1. Ambil agregat kering tungku seberat 500 gram (Pasir) atau 1000 gram (Kerikil)
(w1).
2. Masukkan agregat tersebut ke dalam nampan pencuci dan tambahkan air
secukupnya sampai semuanya terendam.
3. Nampan digoncang-goncangkan lalu tuangkan ke dalam ayakan no. 200.
4. Ulangi langkah (3) sampai air cucian tampak jernih / tidak keruh.
5. Masukkan butir-butir pasir yang tersisa di ayakan no. 200 ke dalam nampan
dan keringkan kembali dalam tungku pengering selama ±24 jam.
6. Timbang pasir kering tungku kembali (w2).

19
VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian gradasi butiran pasir digunakan rumus-rumus


sebagai berikut.
1. berat pasir kering tungku setelah dicuci

2. kadar butir lolos ayakan no. 200

3. kadar butir lolos ayakan no. 200 rata-


rata

% Lolos Rata-rata =

20
F. PEMERIKSAAN KADAR AIR PADA AGREGAT HALUS DAN
AGREGAT KASAR (ASTM C556-97/SNI 03-1971-1990)

I. PENDAHULUAN

Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat agregat dalam kondisi kering
terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen. Nilai kadar ini digunakan
untuk koreksi takaran air untuk adukan beton yang disesuaikan dengan kondisi
agregat di lapangan.

II. TUJUAN

Pemeriksaan kadar air agregat ini dilakukan untuk menentukan besarny kadar air
yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan.

III. BENDA UJI

1. Agregat Halus (pasir).


2. Agregat Kasar (kerikil)

IV. ALAT – ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan kadar air sebagai berikut.
1. Timbangan dengan ketelitian 0.1% dari berat contoh.
2. Oven yang suhunya dapat diatur sampai (110 + 5)o C.
3. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan
contoh benda uji.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian pemeriksaan kadar air sebagai berikut.


a. Timbang dan catat berat talam (W1)
b. Masukkan benda uji ke dalam talam dan kemudian berat talam + benda uji
ditimbang. Catat beratnya (W2).
c. Hitung berat benda uji : W3 = W2 – W1
d. Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada suhu (110 + 5)o C
sampai mencapai bobot tetap.

21
e. Setelah kering, contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam
(W4)
f. Hitunglah berat benda uji kering : W5 = W4 –W1

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian digunakan rumus-rumus sebagai berikut.

Kadar air agregat = x 100%

Dimana : W5 adalah Berat benda uji kering


W3 adalah Berat benda uji

22
G. PEMERIKSAAN ZAT ORGANIK PADA AGREGAT HALUS (ASTM
C40-99/SNI 03-2816-1992)

I. PENDAHULUAN

Permeriksaan kadar organik pada agregat halus dimaksudkan untuk


mengetahui kadar organik yang terkandung dalam agregat halus. Kandungan
bahan organik yang melebihi batas yang diijinkan dalam agregat halus dapat
mempengaruhi mutu beton yang direncanakan.
Menurut persyaratan, kadar organik dalam agregat halus tidak boleh
melebihi batas yang diijinkan sesuai percobaan warna dari Abrams-Harder dengan
larutan NaOH (3%). Penggunaan agregat halus yang tidak memenuhi syarat
tersebut dapat dilakukan dengan syarat kekuatan tekan beton umur 28 hari yang
dihasilkan dengan menggunakan agregat halus tersebut tidak kurang dari 95% dari
kekuatan beton yang sama tetapi dengan agregat yang standar, pada umur yang
sama.

II. TUJUAN

Menentukan adanya kandungan bahan organik dalam agregat halus. Kandungan


bahan organik yang berlebihan pada unsur bahan beton dapat mempengaruhi
kualitas beton.

III. BENDA UJI

Contoh pasir dengan volume 100 ml (1/3 volume botol).

IV. ALAT – ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan kandungan organik


sebagai berikut.
1. Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau bahan
penutup lainnya yang tidak bereaksi terhadap NaOH. Volume gelas = 400 ml.
2. Standar warna (organic plate)
3. Larutan NaOH (3%).

23
V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian pemeriksaan kandungan organik sebagai berikut.


1. Contoh benda uji dimasukkan ke dalam botol.
2. Tambahkan senyawa NaOH 3%. Setelah dikocok, total volume menjadi kira-
kira ¾ volume botol.
3. Botol ditutup erat-erat dengan penutup, dan botol dikocok kembali. Diamkan
botol selama 24 jam.
4. Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan yang terlihat dengan warna standar
No. 3 (Apakah lebih tua atau lebih muda).
Catatan.
Analisis kandungan organik berdasarkan observasi warna contoh terhadap warna
standar No. 3

24
H. PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN ABRASI LOS
ANGELES (SNI 2417:2008)

I. PENDAHULUAN

Ketahanan agregat terhadap penghancuran (degradasi) diperiksa dengan


menggunakan percobaan abrasi Los Angeles (Abrasion Los Angeles Test).
Pengujian ini memberikan gambaran yang berhubungan dengan kekerasan dan
kekuatan kerikil, serta kemungkinan terjadinya pecah butir-butir kerikil selama
penumpukan, pemindahan, maupun selama pengangkutan. Kekerasan kerikil
berhubungan pula dengan kekuatan beton yang dibuat. Nilai yang diperoleh dari
hasil pengujian ketahanan aus ini berupa prosentase antara berat bagian yang
halus (lewat lubang ayakan 2 mm) setelah pengujian dan berat semula sebelum
pengujian. Makin banyak yang aus makin kurang tahan keausannya.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui ketahanan aus kerikil/batu pecah
yang berhubungan dengan kekerasan dan kekuatan.

III. BENDA UJI

Bahan untuk pelaksanaan pengujian adalah 2 sampel Agregat Gradasi A dengan


ukuran agregat maksimum 37,5 mm dan dengan ukuran minimum agregat adalah
9,5 mm dengan berat masing-masing sampel adalah 5000 gram.

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian keausan agregat dengan mesin


abrasi los angeles sebagai berikut.
1. mesin abrasi los angeles
2. saringan no. 12 dan saringan-saringan lainnya.
3. timbangan degan ketelitian 0,1 % terhadap berat contoh.
4. bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat masing-masing
antara 390 gram sampai dengan 445 gram.
5. oven, dengan suhu 110°c ± 5°c.

25
6. alat bantu pan dan kuas

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los


angeles sebagai berikut.
1. Cuci dan keringkan agregat gradasi A pada temperatur 110°c ± 5°c sampai
berat tetap
2. Masukkan benda uji dan bola baja ke dalam mesin abrasi los angeles. (a)
3. Putar mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm ; jumlah putaran
gradasi A adalah 500 putaran.
4. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring
dengan saringan no. 12 (1,7 mm); butiran yang tertahan di atasnya dicuci
bersih, selanjutnya keringkan dalam oven paada temperatur 110 °C ± 5°C
sampai berat tetap. (b)

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los


angeles digunakan rumus-rumus sebagai berikut.

1. Keausan I =

2. Keausan II =

3. Keausan rata -rata =

Keterangan:
a = Jumlah berat (gram)
b = Berat tertahan saringan no. 12 sesudah percobaan (gram)

26
I. PENGGABUNGAN AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR (SNI
03-2834-2000)

I. PENDAHULUAN

Untuk merancang campuran beton, proporsi optimum harus ditentukan


sedemikian rupa sehingga dengan jumlah air campuran minimum dapat diperoleh
suatu campuran beton yang dapat dikerjakan dengan mudah tanpa memperlihatkan
segresi dan bleeding. Oleh karena itu di dalam praktek diperlukan suatu campuran
pasir dan kerikil dengan perbandingan tertentu agar gradasi campuran dapat
masuk didalam kurva standar

II. TUJUAN

Tujuan penggabungan agregat ini adalah untuk mengetahui.

III. PELAKSANAAN

Tata cara perhitungan penggabungan agregat halus dan kasar sebagai berikut.
1. Dengan menggunakan nilai Modulus Halus Butir (MHB) pasir dan kerikil :
a. Hitung masing-masing MHB agregat yang akan dicampur (MHB Pasir dan
MHB Kerikil)
b. Tetapkan nilai MHB campuran yaitu antara 5,0 – 6,0
c. Hitung persentase agregat halus terhadap campuran dengan rumus

Dimana :
W : Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap agregat kasar
K : Modulus Halus Butir Kerikil
P : Modulus Halus Butir Pasir
C : Modulus Halus Butir Agregat Campuran
d. Hitung persentase masing-masing ayakan
e. Plotkan hasil hitungan ke dalam kurva standar
f. Jika tidak masuk standar, ulangi lagi angkah no. 3
2. Dengan menggunakan metode trial and error :

27
a. Tetapkan nilai banding antara berat pasir dan kerikil, misal Pasir:Kerikil =
P : K = 1: 3
b. Gambarkan hasil gradasi campuran ke dalam kurva standar. Apabila hasil
gradasi yang diperoleh diatas tidak masuk didalam kurva standar, maka
proporsi antara pasir dan kerikil diulang lagi, sampai diperoleh gradasi
yang memenuhi standar.

IV. LAMPIRAN

Tabel 12. 1 Gradasi Campuran Agregat Halus dan Kasar

Gambar 12.1 Grafik gradasi campuran ukuran maks 40 mm

28
Gambar 12.2 Grafik gradasi campuran ukuran maks 20 mm

Gambar 12.3 Grafik gradasi campuran ukuran maks 10 mm

29
BAB III
A. MIX DESIGN BETON NORMAL (SNI 7656:2012)

I. PENDAHULUAN

Rancangan campuran beton normal pada praktikum kali ini disusun berdasarkan
SNI 7656:2012. Komposisi / jenis beton yang akan di produksi biasanya
bergantung pada beberapa hal yaitu:
1. Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan, yang biasanya ditentukan
oleh perencanaan struktur.
2. Sifat-sifat segar yang diinginkan, yang biasanya ditentukan oleh jenis
kontruksi, teknik penempatan / pengecoran dan pemindahan.
3. Tingkat pengendalian (control) di lapangan.
Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu dilakukan proses
“trial dan error”, yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan kemudian
diikuti oleh pembuatan campuran awal (trial mix). Sifat-sifat yang dihasilkan dari
campuran awal ini kemudian diperiksa terhadap persyaratan yang ada, dan jika
perlu, dilakukan penyesuaian / perubahan komposisi sampai didapat hasil yang
memuaskan.

II. TUJUAN

Tujuan perencanaan mix desain adalah untuk mendapatkan komposisi campuran


beton yang ekonomis dan memenuhi persyaratan kelecakan, kekuatan, dan
durabilitas.

III. PERANCANGAN PROPORSI CAMPURAN BETON

1. Langkah 1 Pemilihan slump


Bila slump tidak disyaratkan, gunakan Tabel 13.1. Rentang nilai slump tersebut
berlaku bila beton dipadatkan dengan digetar.

30
Tabel 13.1 Nilai slump yang dianjurkan untuk berbagai pekerjaan konstruksi(*)

Tipe konstruksi Slump(mm)


Maksimum†
Minimum
Pondasi beton bertulang (dinding dan pondasi 75 25
telapak)
Pondasi telapak tanpa tulangan, pondasi tiang
75 25
pancang,dinding bawah tanah.
Balok dan dinding bertulang 100 25
Kolom bangunan 100 25
Perkerasan dan pelat lantai 75 25
Beton massa 50 25
* Slump dapat ditambah bila digunakan bahan tambahan kimia, asalkan beton

yang diberi bahan tambahan tersebut memiliki rasio air-semen atau rasio air-
bahan bersifat semen yang sama atau lebih kecil dan tidak menunjukkan
segregasi yang berarti atau bliding berlebihan.

Slump boleh ditambah 25 mm untuk metode pemadatan selain dengan
penggetaran
2. Langkah 2 Pemilihan ukuran besar butir agregat maksimum
Ukuran nominal agregat kasar maksimum dengan gradasi yang baik
memiliki rongga udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan agregat berukuran
lebih kecil. Dengan demikian, beton dengan agregat berukuran lebih besar
membutuhkan lebih sedikit adukan mortar per satuan isi beton.
Secara umum ukuran nominal agregat maksimum harus yang terbesar yang
dapat diperoleh secara ekonomi dan tetap menurut dimensi komponen
struktur/konstruksinya. Ukuran nominal agregat maksimum tidak boleh melebihi:
a. 1/5 dari ukuran terkecil dimensi antara dinding-dinding cetakan/bekisting,
b. 1/3 tebalnya pelat lantai,
c. ¾ jarak minimum antar masing-masing batang tulangan, berkas-berkas
tulangan,atau tendon tulangan pra-tegang (pretensioning strands).
Bila diinginkan beton berkekuatan tinggi, maka hasil terbaik dapat
diperoleh dengan ukuran nominal agregat maksimum yang lebih kecil karena hal
ini akan memberikan kekuatan lebih tinggi pada rasio air-semen yang diberikan.

31
3. Langkah 3 Perkiraan air pencampur dan kandungan udara

Banyaknya air untuk tiap satuan isi beton yang dibutuhkan agar
menghasilkan slump tertentu tergantung pada :
a. Ukuran nominal maksimum, bentuk partikel dan gradasi agregat;
b. Temperatur beton;
c. Perkiraan kadar udara, dan;
d. Penggunaan bahan tambahan kimia.
Slump tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah semen atau bahan bersifat
semen lainnya dalam tingkat pemakaian yang normal, penggunaan sedikit bahan
tambahan mineral yang halus dapat mengurangi kebutuhan air, perkiraan
kebutuhan air untuk beberapa ukuran agregat dan target slump yang diinginkan
lihat Tabel 13.2.
Perbedaan dalam kebutuhan air tidak selalu ditunjukkan dalam kekuatan
mengingat adanya faktor-faktor penyimpangan lainnya yang juga terlibat. Agregat
kasar yang bundar dan bersudut, keduanya bermutu baik dan memiliki gradasi
yang sama, dapat diharapkan menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang
kira-kira sama untuk jumlah semen yang sama, sekalipun ada perbedaan dalam
rasio air-semen atau rasio air-(semen+pozolanik) yang dihasilkan dari kebutuhan
air pencampur yang berbeda.
Bentuk partikel agregat tidak selalu merupakan indikator, baik lebih tinggi
atau lebih rendah dari kekuatan rencana.
Tabel 13.2 Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara untuk berbagai
slumpdan ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
9,5 12,7 19 25 37,5 50 75 150
Slump (mm) †
mm* mm* mm* mm* mm* mm * mm†‡ mm†‡
Beton tanpa tambahan udara
25-50 207 199 190 179 166 154 130 113
75-100 228 216 205 193 181 169 145 124
150-175 243 228 216 202 190 178 160 -
> 175* - - - - - - - -
banyaknya udara
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
dalam beton (%)
Beton dengan tambahan udara

32
25-50 181 175 168 160 150 142 122 107
75-100 202 193 184 175 165 157 133 119
150-175 216 205 197 184 174 166 154 -
> 175* - - - - - - - -
Jumlah kadar udara yang disarankan untuk tingkat pemaparan sebagai berikut :
ringan (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5**†† 1,0**††
sedang (%) 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0 3,5**†† 3,0**††
‡‡
berat (%) 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0 4,5**†† 4,0**††
* Banyaknya air pencampur untuk beton dengan tambahan udara didasarkan pada
persyaratan kadar air total, khusus untuk “pemaparan sedang”. Jumlah air ini
digunakan untuk menghitung banyaknya semen dalam campuran percobaan pada
suhu (20-25)ºC. Agregat bentuk bulat umumnya membutuhkan lebih sedikit air
sekitar 18 kg bagi beton tanpa tambahan udara dan sekitar 15 kg untuk beton
dengan tambahan udara. Penggunaan bahan tambahan kimia, ASTM C 494, dapat
pula mengurangi air pencampur sebanyak 5% atau lebih. Volume bahan tambahan
cair dimasukkan sebagai bagian dari jumlah seluruh air pencampur. Slump
dengan nilai lebih dari 175 mm hanya dapat dicapai dengan penggunaan bahan
kimia tambahan untuk beton dengan ukuran nominal agregat maksimum 25 mm.


Nilai slump untuk beton dengan agregat lebih besar dari 40 mm didasarkan dari
uji slump setelah partikel agregat lebih besar dari 40 mm dikeluarkan dengan cara
disaring basah.


Jumlah air pencampur ini digunakan untuk menghitung campuran percobaan bila
menggunakan agregat yang berukuran maksimum 75 mm atau 150 mm. Ini adalah
nilai rata-rata untuk agregat dengan bentuk yang baik dan dengan susunan besar
butir yang baik pula dari kasar hingga halus.

**
Untuk beton dengan ukuran agregat lebih besar dari 40 mm sebelum
dilakukan uji kadar udara harus disaring basah pada 40 mm, persen udara yang
diharapkan pada bahan-bahan yang lebih kecil dari 40 mm termasuk nilai-nilai
dalam kolom 40 mm. Namun demikian, perhitungan proporsi awal harus
memasukkan kadar udara dalam persen dari keseluruhannya.

††
Bila beton menggunakan agregat berukuran besar dan faktor air-semen rendah,
tambahan udara tidak akan mengurangi kekuatannya. Dalam banyak kasus, jika

33
air pencampur dikurangi cukup banyak untuk memperbaiki rasio air-semen maka
ditambahkan udara untuk mengimbangi pengaruh berkurangnya kekuatan beton.
Oleh karena itu, pada umumnya, untuk agregat-agregat berukuran nominal
maksimum yang besar, kadar udara yang disarankan untuk pengaruh kondisi
lingkungan yang berat haruslah dipertimbangkan, sekalipun kemungkinan
pemaparannya terhadap kelembaban atau pembekuan adalah kecil atau sama
sekali tidak terjadi.

‡‡
Nilai-nilai ini didasarkan pada kriteria bahwa diperlukan 9 % udara untuk fase
mortar dari beton. Bila volume mortar berbeda dari yang dianjurkan dalam standar
ini, mungkin diperlukan untuk menghitung kadar udara dengan memakai angka 9
% dari volume mortar sebenarnya.
4. Langkah 4 Pemilihan rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat
semen
Rasio w/c atau w/(c+p) yang diperlukan tidak hanya ditentukan oleh syarat
kekuatan, tetapi juga oleh beberapa faktor diantaranya oleh keawetan. Oleh karena
agregat, semen, dan bahan bersifat semen yang berbeda-beda umumnya
menghasilkan kekuatan yang berbeda untuk rasio w/c atau w/(c+p) yang sama,
sangat dibutuhkan adanya hubungan antarakekuatan dengan w/c atau w/(c+p) dari
bahan-bahan yang sebenarnya akan dipakai. Bila data ini tidak ada, maka
perkiraan dan nilai lama dari beton yang menggunakan semen Portland tipe I,
diberikan dalam Tabel 3. Dengan bahan-bahan tertentu, nilai w/c atau w/(c+p)
akan memberikan kekuatan seperti dalam Tabel 3, berdasarkan hasil pengujian
benda uji umur 28 hari yang dipelihara dalam kondisi baku di laboratorium.
Kekuatan rata- rata harus melebihi kekuatan yang disyaratkan dengan perbedaan
yang cukup tinggi untuk menggunakan hasil-hasil uji yang rendah dalam rentang
batas tertentu.

34
Tabel 13.3 Hubungan antara rasio air-semen (w/c) atau rasio air-bahan bersifat
semen {w/(c+p)} dan kekuatan beton
Rasio air-semen (berat)
Kekuatan beton umur
Beton tanpa tambahan Beton dengan tambahan
28 hari, MPa* udara udara
40 0,42 -
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70
* Nilai-nilai ini adalah perkiraan rata-rata kekuatan beton yang mengandung
tidak lebih dari 2 % udara untuk beton tanpa tambahan udara dan 6 % kadar
udara total untuk beton dengan tambahan udara. Untuk w/c atau w/(c+p) yang
tetap, kekuatan beton berkurang bila kadar udara bertambah. Nilai kekuatan
umur 28 hari adalah nilai lama dan dapat berubah bila digunakan berbagai
bahan bersifat semen. Nilai kekuatan ini didasarkan pada benda uji silinder
(150 x 300) mm yang dipelihara dalam kondisi lembab pada temperatur (23 ±
1,7) 0C sebelum diuji. Hubungan yang ditunjukkan dalam Tabel 13.3 adalah
untuk ukuran nominal agregat maksimum (19 - 25) mm. Untuk agregat yang
telah ditentukan, w/c atau w/(c+p) tertentu, kekuatan akan bertambah bila
ukuran nominal maksimum agregat berkurang
Untuk tingkat pemaparan yang sangat buruk, w/c atau w/(c+p) harus
dipertahankan tetap rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin dicapai
dengan nilai lebih tinggi. Tabel 13.4 memberikan batasan nilai-nilainya.

35
Tabel 13.4 Maksimum rasio w/c atau rasio w/(c+p) yang dijinkan untuk beton
tingkat pemaparan berat (severe exposures)*
Struktur selalu/seringkali Struktur yang
Tipe struktur basah dan terpapar
pembekuan serta dipengaruhi air
pencairan laut atau sulfat
Bagian tipis (pegangan tangga,
gili-gili, sills, talang, ornamental
work) dan bagian selimut beton 0,45 0,40‡
kurang dari 25 mm.

Struktur lain 0,50 0,45‡


* bahan bersifat semen selain semen portland harus sesuai dengan SNI 15-0302-
2004 .

Jika digunakan semen Portland tahan sulfat (Tipe II atau Tipe V SNI 15-2049-
2004), atau semen Portland Pozzolan tipe IPK (SNI 15-0302-2004), rasio w/c atau
rasio w/(c+p) yang diijinkan dapat dinaikkan sebanyak 0,05.
5. Langkah 5 Perhitungan kadar semen
Banyaknya semen untuk tiap satuan volume beton diperoleh dari
penentuan dalam contoh- contoh di langkah 3 dan langkah 4 tersebut di atas.
Kebutuhan semen adalah sama dengan perkiraan kadar air pencampur (langkah 3)
dibagi rasio air-semen (langkah 4). Namun demikian, bila persyaratannya
memasukkan pembatasan pemakaian semen minimum secara terpisah selain dari
persyaratan kekuatan dan keawetan, campuran haruslah didasarkan pada kriteria
apapun yang mengarah pada pemakaian semen yang lebih banyak.
6. Langkah 6 Perkiraan kadar agregat kasar
Agregat dengan ukuran nominal maksimum dan gradasi yang sama akan
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan yang memuaskan bila sejumlah
tertentu volume agregat (kondisi kering oven) dipakai untuk tiap satuan volume
beton. Volume agregat kasar per satuan volume beton dapat dilihat pada Tabel 5.
Atau dilakukan perhitungan secara analitis atau grafis.
Untuk beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan yang lebih baik bila
pengecoran dilakukan memakai pompa, atau bila beton harus ditempatkan ke
dalam cetakan dengan rapatnya tulangan baja, dapat mengurangi kadar agregat

36
kasar sebesar 10% dari nilai yang ada dalam Tabel 13.5. Namun demikian tetap
harus berhati-hati untuk meyakinkan agar hasil-hasil uji slump, rasio air-semen
atau rasio air-(semen+bahan bersifat semen), dan sifat-sifat kekuatan dari beton
tetap memenuhi rekomendasi serta memenuhi persyaratan spesifikasi proyek yang
bersangkutan.
Tabel 13.5 Volume agregat kasar per satuan volume beton
Volume agregat kasar kering oven* per satuan volume
Ukuran nominal
beton untuk berbagai modulus kehalusan† dari agregat
agregat
halus
maksimum (mm)
2,40 2,60 2,80 3,00
9,5 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19 0,66 0,64 0,62 0,60
25 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,80 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81

*Volume berdasarkan berat kering oven sesuai SNI 03-4804-1998


†Lihat SNI 03-1968-1990 untuk menghitung modulus kehalusan.

Volume ini dipilih dari hubungan empiris untuk menghasilkan beton


dengan sifat pengerjaan untuk pekerjaan konstruksi secara umum. Untuk beton
yang lebih kental (kelecakan rendah), seperti untuk konstruksi lapis lantai
(pavement), nilainya dapat ditambah sekitar 10 %.
7. Langkah 7 Perkiraan kadar agregat halus
Setelah selesai melakukan langkah 6, seluruh komponen bahan dari beton
sudah dapat diperkirakan, kecuali agregat halus. Prosedur yang dapat digunakan
untuk menentukan agregat halus adalah metoda berdasarkan berat atau metoda
berdasarkan volume absolut.
Bila berat per satuan volume beton dapat dianggap atau diperkirakan dari

37
pengalaman, maka berat agregat halus yang dibutuhkan adalah perbedaan dari
berat beton segar dan berat total dari bahan-bahan lainnya. Umumnya, berat
satuan dari beton telah diketahui dengan ketelitian cukup dari pengalaman
sebelumnya yang memakai bahan-bahanyang sama.
Dalam hal informasi semacam ini tidak diperoleh, Tabel 13.6 dapat
digunakan untuk perkiraan awal. Sekalipun bila perkiraan berat beton per m3 tadi
adalah perkiraan cukup kasar, proporsi campuran akan cukup tepat untuk
memungkinkan penyesuaian secara mudah berdasarkan campuran percobaan
seperti yang akan ditunjukkan dalam contoh-contoh.
Tabel 13.6 Perkiraan awal berat beton segar
Ukuran nominal Perkiraan awal berat beton, kg/m3*
maksimum agregat Beton tanpa tambahan Beton dengan tambahan
(mm) udara udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37,5 2410 2350
50 2445 2345
75 2490 2405
150 2530 2435
* Nilai yang dihitung memakai rumus 1 untuk beton dengan jumlah semen
cukup banyak (330 kg semen per m3), dan dengan slump sedang dan berat
jenis agregat 2,7. Untuk slump sebesar 75 mm sampai dengan 100 mm
menurut Tabel 13.2. Bila informasi yang diperlukan cukup, maka berat
perkiraan dapat diperhalus lagi dengan cara sebagai berikut : untuk setiap
perbedaan air pencampur 5 kg dengan slump sebesar 75 mm sampai dengan
100 mm (Tabel 13.2), koreksi berat tiap m3 sebanyak 8 kg pada arah
berlawanan; untuk setiap perbedaan 20 kg kadar semen dari 330 kg, koreksi
berat per m3 sebesar 3 kg dalam arah bersamaan; untuk setiap perbedaan berat
jenis agregat 0,1 terhadap nilai 2,7, koreksi berat beton sebesar 60 kg dalam

38
arah yang sama. Untuk beton dengan tambahan udara, gunakan Tabel 2. Berat
dapat ditambah 1 % untuk setiap 1 % berkurangnya kadar udara dari jumlah
tersebut.
Bila diinginkan perhitungan berat beton per m3, secara teoritis rumus
berikut ini dapatdigunakan

U  10.Ga 100 - A  c 1- Ga /Gc  - w Ga 1

Keterangan :
U adalah berat beton segar, kg/m3
Ga adalah berat jenis rata-rata gabungan agregat halus dan kasar, kering
permukaanjenuh (SSD adalah saturated surface dry)
Gc adalah berat jenis semen (umumnya = 3,15)
A adalah kadar udara (%)
w adalah syarat banyaknya air pencampur, kg/m3
c adalah syarat banyaknya semen, kg/m3
Untuk mendapatkan volume agregat halus yang disyaratkan, satuan
volume beton dikurangi jumlah seluruh volume dari bahan-bahan yang diketahui,
yaitu air, udara, bahan yang bersifat semen, dan agregat kasar. Volume beton
adalah sama dengan berat beton dibagi densitas bahan.
8. Langkah ke 8 Penyesuaian terhadap kelembaban agregat
Jumlah agregat yang harus ditimbang untuk beton harus memperhitungkan
banyaknya kandungan air yang terserap dalam agregat. Umumnya, agregat ada
dalam keadaan lembab, sehingga berat keringnya harus ditambah sebanyak
persentase air yang dikandungnya baik yang terserap maupun yang ada
dipermukaan. Banyaknya air pencampuran yang harus ditambahkan ke dalam
campuran haruslah dikurangi sebanyak air bebas yang didapat dari agregat, yaitu
jumlah air dikurangi air terserap.
Dalam beberapa hal mungkin diperlukan untuk mencampur agregat dalam
keadaan kering. Jika penyerapan air (biasanya setelah direndam selama satu hari)
lebih besar dari 1%, dan bila struktur pori-pori dalam butiran agregat sedemikian
rupa hingga bagian yang cukup berarti dari penyerapan berlangsung dalam waktu

39
sebelum terjadinya pengikatan awal, ada kemungkinan terjadi kehilangan slump
yang lebih besar sebagai akibat berkurangnya air pencampur. Juga rasio air-semen
akan berkurang akibat adanya air yang terserap sebelum terjadinya pengikatan,
dengan anggapan bahwa partikel semen tidakterbawa masuk ke dalam agregat.
Menurut SNI 03-2493-1991, prosedur pembuatan campuran percobaan di
laboratorium mengijinkan mencampur agregat dalam kondisi kering udara, bila
penyerapannya kurang dari 1,0 % dengan kemungkinan diserapnya air dari beton
yang belum menjalani proses pengikatan (unset concrete). Disarankan oleh SNI
03-2493-1991 bahwa jumlah yang diserap dapat dianggap sebesar 80 % dari
perbedaan antara jumlah air sebenarnya yang terdapat dalam pori-pori agregat
(kondisi kering udara) dan penyerapan jumlah nominal 24 jam yang ditentukan
dalam SNI 03-1969-1990 atau SNI 03-1970-1990.
Untuk agregat dengan penyerapan lebih besar, SNI 03-2493-1991
mensyaratkan pengondisian sebelumnya untuk memenuhi syarat penyerapan
dengan pengaturan berat agregat yang didasarkan pada jumlah kadar air dan
pengaturan termasuk air permukaan sebagai bagian dari air pencampur yang
disyaratkan.
9. Pengaturan campuran percobaan
Proporsi hasil perhitungan harus diperiksa melalui pembuatan campuran
percobaan yang dipersiapkan dan diuji menurut SNI 03-2493-1991 atau sebanyak
campuran di lapangan. Pemakaian air harus cukup untuk menghasilkan slump
yang disyaratkan sewaktu memilih proporsi percobaan.
Beton harus diperiksa berat isi dan jumlah yang dihasilkan / yield (SNI 03-
1973-1990) dan kadar udara (SNI 03-3418-1994). Juga harus diperiksa sifat
pengerjaannya, bebas dari segregasi, dan sifat penyelesaiannya (finishing-nya).
Pengaturan yang sesuai harus pula dilakukan untuk campuran-campuran sebagai
berikut.
a. Kebutuhan air pencampur untuk menghasilkan nilai slump yang sama seperti
campuran percobaan adalah setara dengan jumlah bersih air pencampur dibagi
dengan jumlah beton yang dihasilkan dari campuran percobaan dalam m3. Jika
nilai slump campuran percobaan tidak sesuai, tambahkan atau kurangi jumlah

40
kandungan air sebanyak 2 kg/m3 untuk setiap pertambahan atau pengurangan
nilai slump sebesar 10 mm.
b. Langkah penyesuaian karena jumlah kandungan udara yang tidak tepat pada
beton adalah dengan penambahan atau pengurangan jumlah kandungan air
pencampur sebanyak 3 kg/m3 untuk setiap 1% penambahan atau pengurangan
kandungan udara.
c. Perkiraan kembali berat beton segar untuk penyesuaian setara dengan berat
beton segar dalam kg/m3 dari campuran percobaan, dikurangi atau
ditambahkan oleh persentase perubahan kadar air campuran percobaan yang
telah disesuaikan.
d. Hitunglah campuran percobaan yang baru ini dimulai dengan langkah 4, jika
perlu ubah volume agregat kasar dari Tabel 1 3 . 2, untuk menghasilkan
sifat pengerjaanyang cocok.

41
B. PEMBUATAN BETON SEGAR

I. PENDAHULUAN

Pada percobaan ini diuraikan cara-cara mencampurkan bahan-bahan dasar


pembuatan beton, cara pengadukan beton segar, pembuatan silinder beton,
pemeriksaan slam beton segar hingga pemeriksaan bleeding beton segar untuk
pengujian kuat tekan (desak) beton. Pada setiap pengerjaan beton, ada hal-hal
penting yang harus diperhatikan salah satu diantaranya adalah kelecakan
(consistency) beton segar. Kelecakan beton biasanya diperiksa dengan uji slam
untuk mengetahui seberapa besar penurunan beton segar. Setelah diperoleh nilai
slam, nilai tersebut akan dipakai sebagai tolak ukur kelecakan beton segar untuk
kemudahannya dalam pengerjaan beton. Pemeriksaan bleeding beton segar ini
meliputi cara-cara untuk menetapkan bleeding, yaitu laju dan jumlah air yang
keluar dari adukan beton segar. Dengan langkah-langkah dan cara yang tepat,
benda uji yang dihasilkan diharapkan mampu memenuhi spesifikasi.

II. TUJUAN

Tujuan pengadukan beton dan pembuatan silinder beton adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui reaksi yang terjadi dalam adukan dan mengetahui bahan-bahan
yang digunakan sesuai syarat yang telah ditentukan.
2. Menghasilkan sample beton untuk bahan uji.
3. Mengetahui hasil dari percobaan yaitu berat beton yang dihasilkan.
4. Mengetahui jumlah air yang keluar per cm2 pada permukaan beton uji.
5. Mengetahui pengaruh bleeding terhadap beton.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian, yaitu:
1. Pengadukan Beton dan Pembuatan Silinder Beton
a. Alat
1) Tempat adukan.
2) Cetok (sendok pengaduk).

42
3) Ember.
4) Gelas ukur 1000 ml.
5) Timbangan (neraca ohaus).
6) Plastik.
7) Cetakan silinder beton
8) Kaliper.
9) Timbangan duduk.
10) Batang baja (penumbuk).
11) Mesin mixer
b. Bahan
1) Air = liter.
2) Semen. = gram.
3) Pasir = gram.
4) Kerikil = gram.
2. Pemeriksaan Bleeding
a. Alat
1) Pipet kaca.
2) Gelas ukur 20 ml.
3) Stopwatch.
b. Bahan yang digunakan adalah adukan beton segar yang telah dimasukan
pada cetakan.

IV. PELAKSANAAN

1. Pengadukan Beton
a. Tentukan kuat tekan rencana (Fc’).
b. Tentukan proporsi bahan campuran beton yang akan digunakan
berdasarkan perhitungan mix design.
c. Timbang bahan campuran pembentuk beton.
d. Masukkan bahan campuran beton yang telah ditimbang kedalam mesin
e. mixer, lalu nyalakan mesin mixer agar adonan tercampur merata.
f. Masukkan air kedalam campuran agregat sedikit demi sedikit. Jika adonan

43
sudah matang, lalu mesin mixer dimatikan dan tuangkan adonan beton ke
wadah.
2. Pembuatan Silinder Beton
a. Lapisi sisi dalam cetakan silinder dengan oli.
b. Isi tiap cetakan dalam 3 lapis, masing-masing sepertiga dari volumenya.
c. Tusuk setiap lapis sebanyak 25 kali dan tidak boleh masuk ke dalam
lapisan beton sebelumnya.
d. Ratakan bagian atasnnya dengan cetok dan membersihkannya dari beton
e. yang tercecer setelah lapisan terakhir selesai ditusuk.
3. Pemeriksaan Bleeding
a. Timbang tiap cetakan yang berisi beton segar dan mencatat beratnnya
setelah permukaan atas diratakan.
b. Letakkan cetakan tersebut diatas tempat yang rata dan terbebas dari
getaran.
c. Kumpulkan air yang keluar dari dalam beton dengan cara disedot dengan
pipet.
d. Masukkan air dari pipet kedalam gelas ukur untuk diukur volumenya.
Waktu pengambilannya setiap 10 menit, sampai air yang keluar habis.
e. Hitung total jumlah air yang keluar pada tiap cetakan bila air di permukaan
telah habis.
f. Letakkan cetakan berisi beton pada tempat yang lembab.

V. ANALISIS HITUNGAN

1. Analisis Hitungan Bleeding


Jumlah air dalam beton segar:

Jumlah air yang keluar:

Jumlah air yang keluar per cm2 luas permukaan beton segar

44
Keterangan : A = Jumlah bleeding (ml)
B = Jumlah air dalam beton (ml)
C = Berat beton dalam bejana (gr)
D = Berat adukan total (gr)
E = Volume air (ml)
F = Jumlah air yang keluar (%)
G = Jumlah air per cm2 (ml/cm2)
L = Luas permukaan beton segar (cm2)

45
C. PEMBUATAN BETON BERTULANG

I. PENDAHULUAN

Beton bertulang merupakan beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan, dengan atau
tanpa prategang dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material
bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja.

II. TUJUAN

Tujuan perhitungan campuran beton normal adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui metode pemasangan tulangan beton.
2. Mengetahui metode pengecoran beton bertulang.

III. BENDA UJI

1. Adukan beton segar


2. Baja, diameter 8 mm : 4 buah @ 520 mm diameter 6 mm : 5 buah @ 340 mm
3. Kawat bendrat

IV. PEMBUATAN BETON DECKING (TAHU BETON)

1. Alat
a. Gunting kawat bendrat
b. Sendok spesi
c. Meteran
d. Alas plastik
2. Langkah kerja
a. Siapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan.
b. Siapkan cetakan beton decking yang berukuran 5 x 5 cm.
c. Letakkan cetakan diatas plastik.
d. Siapkan kawat pengikat tulangan, bentuk kawat tersebut dengan memuntir
kedua ujung kawat.
e. Aduk bahan hingga merata campurannya.
f. Tuangkan adukan ke dalam cetakan sampai padat dan rata.

46
g. Tunggu adukan sedikit mongering.
h. Rekatkan ke potongan-potongan adukan 1 per 1 kawat bendrat yang telah
di pelintir bagian bawahnya, sehingga kawat bendrat yang muncul
kepermukaan adukan setinggi 6 cm.
i. Biarkan adukan mengeras (± 1 hari), setelah itu pisahkan beton decking
tersebut.

V. PEMBUATAN BALOK BETON

1. Alat
a. Pemotong besi
b. Gunting bendrat
c. Kakatua
d. Palu
e. Meteran
f. Sendok spesi
g. Wadah adukan
2. Langkah kerja
a. Siapkan cetakan balok beton berukuran 60 x 15 x 15 cm dan olesi dengan
oli.
b. Bengkokkan besi tulangan pokok dan sengkang sesuai dengan yang
disyaratkan. (lihat Gambar 8.1)

Gambar 10.1 Detail pembengkokan sengkang

47
c. Rakit tulangan dengan ketentuan seperti pada Gambar 8.2

150 mm

Tul. Utama
D8

Gambar 10.2 Detail penulangan beton bertulang


d. Letakkan tahu beton kedalam mal.
e. Letakkan tulangan yang telah dirakit kedalam mal.
f. Aduk spesi sesuai dengan perhitungan.
g. Masukkan spesi kedalam mal yang telah diberi tulangan.

48
D. PEMBUATAN BETON GEOPOLYMER

I. PENDAHULUAN

Dari waktu ke waktu kebutuhan semen sebagai bahan pengikat dalam adonan
beton semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan pembangunan infrastruktur
di setiap daerah di Indonesia. Hal ini menyebabkan kandungan CO2 di udara
semakin meningkat, mengingat bahwa setiap 1 ton produksi semen akan
menghasilkan 1 ton CO2 yang akan tersebar di atmosfir. Maka dari itu, diperlukan
adanya bahan pengganti yang digunakan sebagai bahan pengikat dalam adonan
beton.
Abu terbang atau fly ash merupakan salah satu hasil produk sampingan yang dapat
digunakan untuk menggantikan semen karena memiliki sifat pozzolan di
dalamnya dan apabila bereaksi secara kimia dengan cairan alkalin pada temperatur
tertentu akan membentuk material yang memiliki sifat seperti semen.

II. TUJUAN

Tujuan dari pembahasan ini adalah,


1. Mengetahui definisi dari beton geopolymer
2. Mengetahui bahan penyusun dari beton geopolymer
3. Mengetahui kegunaan dari superplasticizer
4. Mengetahui perbedaan antara beton konvensional dengan beton geopolymer

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan beton geopolymer antara lain,
1. Alat
a. Tempat adukan.
b. Cetok (sendok pengaduk).
c. Ember.
d. Gelas ukur 1000 ml.
e. Timbangan (neraca ohaus).
f. Plastik.
g. Cetakan silinder beton

49
h. Kaliper.
i. Timbangan duduk.
j. Batang baja (penumbuk).
k. Mesin mixer
l. Aluminium foil
2. Bahan
a. Air = liter.
b. Fly Ash = gram.
c. Pasir = gram.
d. Kerikil = gram.
e. Sodium Hidroksida (NaOH) = gram
f. Sodium Silikat (Na2SiO3) = gram
g. Superplasticizer (1%) = gram
(Sika Viscocrete-10)
Alat dan bahan untuk pengecekan nilai bleeding
1. Alat
a. Pipet kaca
b. Gelas ukur 20 ml
c. Stopwatch
2. Bahan yang digunakan adalah adukan beton geopolymer segar yang telah
dimasukkan pada cetakan.

IV. LANGKAH - LANGKAH

1. Pembuatan beton geopolymer


a. Tentukan nilai fc’
b. Tentukan proporsi bahan campuran beton geopolymer yang akan
digunakan berdasarkan perhitungan mix design.
c. Timbang dan ukur kebutuhan bahan yang diperlukan.
d. Agregat kasar dan agregat halus di campur diatas nampan.
e. Campur larutan alkali aktivator yaitu Sodium Hidroksida dan Sodium
Silikat kedalam ember.

50
f. Campurkan fly ash dengan larutan aktivator.
g. Tambahkan Superplasticizer ke dalam campuran tersebut.
h. Setelah tercampur rata, tuangkan air ke dalam ember sehingga membentuk
pasta geopolymer.
i. Pasta geopolymer dicampur dan diaduk diatas nampan bersama dengan
agregat kasar dan agregat halus dan dilakukan pengujian Slump.
j. Kemudian campuran beton geopolymer dicetak ke cetakan silinder yang
sudah diberi oli sebelumnya, dengan dilakukan penumbukan sebanyak 25
kali setiap campuran beton mengisi sepertiga tinggi dari cetakan silinder
tersebut.
2. Pengujian Bleeding
a. Tiap cetakan yang berisi beton segar ditimbang dan dicatat beratnnya
setelah permukaan atas diratakan.
b. Cetakan tersebut diletakkan diatas tempat yang rata dan terbebas dari
getaran.
c. Air yang keluar dari dalam beton dikumpulkan dengan cara disedot dengan
pipet.
d. Air dari pipet dimasukkan kedalam gelas ukur untuk diukur volumenya.
Waktu pengambilannya setiap 10 menit, sampai air yang keluar habis.
e. Total jumlah air yang keluar pada tiap cetakan dihitung bila air di
permukaan telah habis.
f. Cetakan berisi beton diletakkan pada tempat yang lembab.
3. Perawatan benda uji
a. Setelah 24 jam maka cetakan silinder beton dibuka, lalu beton geopolimer
dilapisi aluminium foil.
b. Kemudian beton diberikan kertas label
c. Beton dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan suhu 60° C
d. Setelah itu, beton didiamkan dalam suhu ruang selama 1 hari dan siap diuji
kuat tekannya.

51
V. DATA HASIL PENGUJIAN

1. Hasil Pengadukan Beton dan Pembuatan Silinder Beton Geopolimer


Tabel 11.1 Kebutuhan bahan – bahan untuk satu adukan
Bahan Merk / Asal Berat Satuan
Air Liter
Fly Ash gr
Pasir gr
Natrium Hidroksida gr
Sodium Silikat gr
Superplasticizer Sika Viscocrete-10 gr
Total gr

Berat cetakan silinder = gram.


Berat beton + silinder = gram.
Berat beton = gram.
2. Hasil Pemeriksaan Bleeding
Berat adukan = Kg
Bejana : Berat kosong (A) = Gr
Diameter dalam = mm.
Tinggi bag. Dalam = mm
Volume bejana (V) = dm3
Berat bejana berisi beton segar (B) = gr.
Berat beton segar ( B – A ) = Gr
Berat satuan beton segar, ( B – A ) / V = kg/ dm3

Tabel 11.2 Hasil pemeriksaan bleeding


Pemeriksaan Waktu, menit Volume air, ml
I 0 – 10
II 10 – 20
III 20 – 30

52
Jumlah = ml
= % dari air semua
= ml/ cm2 luas
3. Data hasil uji tekan beton adalah sebagai berikut.
Berat adukan : kg
Faktor air semen :
Slam : mm
Dicetak tgl : .../... / 20... Umur : hari
Berat beton : kg
Diameter 1 : mm
Diameter 2 : mm
Diameter rata- rata : mm
Luas tampang : mm2
Tinggi : mm

VI. ANALISIS HITUNGAN

1. Analisis kebutuhan Natrium Hidroksida dan Sodium Silikat


Contoh Perhitungan
Jika berdasarkan perancangan SK-SNI didapat kebutuhan bahan susun untuk 1 m3
beton konvensional :
Agregat Kasar = 1037,50 kg
Agregat Halus = 650,80 kg
Semen = 501,50 kg
Air = 186,90 kg
Maka kebutuhan yang harus diganti oleh pasta geopolimer yaitu pasta semen
(semen + air) sebesar = 501,50 + 186,90 = 688,40 kg, sedangkan kebutuhan
agregat kasar dan halus sama.
Jika digunakan perbandingan alkali aktivator (natrium hidroksida + sodium
silikat) dengan Fly Ash + Air = 30% : 70%, maka :
Kebutuhan natrium hidroksida + sodium silikat = 0,3 x 688,40 = 206,52 kg
Kebutuhan Fly Ash + air = 0,7 x 688,40 = 481,88 kg

53
Jika digunakan perbandingan air dengan Fly Ash = 1 : 4,44 maka :
Kebutuhan air = 1/(1+4,44) x 481,88 = 88,58 kg
Kebutuhan Fly Ash = 4,44/(1+4,44) x 481,88 = 393,30 kg
Jika digunakan perbandingan natrium hidroksida dengan sodium silikat = 1 : 1,5
maka :
Kebutuhan natrium hidroksida = 1/(1+1,5) x 393,30 = 82,61 kg
Kebutuhan sodium silikat = 1,5/(1+1,5) x 393,30 = 123,91 kg
2. Analisis Hitungan Bleeding
Jumlah air dalam beton segar:

Jumlah air yang keluar:

Jumlah air yang keluar per cm2 luas permukaan beton segar

Keterangan : A = Jumlah bleeding (ml)


B = Jumlah air dalam beton (ml)
C = Berat beton dalam bejana (gr)
D = Berat adukan total (gr)
E = Volume air (ml)
F = Jumlah air yang keluar (%)
G = Jumlah air per cm2 (ml/cm2)
L = Luas permukaan beton segar (cm2)

3. Perhitungan untuk uji tekan silinder beton digunakan rumus-rumus sebagai


berikut.
a. Volume beton:
V=A×t

54
Berat volume beton:
b.

a.
c. Kuat tekan maksimum 7 hari:

d. Kuat tekan maksimum 28 hari:

5. Modulus elastisitas beton


Keterangan:
= Luas penampang (cm2)
t = Tinggi (cm)
γ = Berat volume beton (gr/cm3)
W = Berat beton (gr)
= Volume beton (cm3)
Fc’ = Kuat tekan maksimum (MPa)
P max = Beban maksimum (kg)
E = Modulus elastisitas (MPa)

55
E. PENGUJIAN NILAI SLUMP (SNI 1972-2008)

I. PENDAHULUAN

Uji Slump adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk menentukan
konsistensi/kekakuan (dapat dikerjakan atau tidak)dari campuran beton segar
(fresh concrete) untuk menentukan tingkat workability nya. Kekakuan dalam
suatu campuran beton menunjukkan berapa banyak air yang digunakan. Untuk itu
uji slump menunjukkan apakah campuran beton kekurangan, kelebihan, atau
cukup air.
Dalam suatu adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan karena
menentukan tingkat workability nya atau tidak. Campuran beton yang terlalu cair
akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama mengering. Sedangkan
campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit
untuk dicetak.
Uji Slump mengacu pada SNI 1972-2008 dan ICS 91.100.30. Slump dapat
dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (biasanya ketika ready mix sampai,
diuji setiap kedatangan). Hasil dari Uji Slump beton yaitu nilai slump. Nilai yang
tertera dinyatakan dalam satuan internasional (SI) dan mempunyai standar.
Bentuk Slump akan berbeda sesuai dengan kadar airnya.

Gambar 17.1 Bentuk keruntuhan slump

1. Gambar 1 : Collapse / runtuh

Keadaan ini disebabkan terlalu banyak air/basah sehingga campuran dalam


cetakan runtuh sempurna. Bisa juga karena merupakan campuran yang
workabilitynya tinggi yang diperuntukkan untuk lokasi pengecoran tertentu
sehingga memudahkan pemadatan,

56
2. Gambar 2 : Shear

Pada keadaan ini bagian atas sebagian bertahan, sebagian runtuh sehingga
berbentuk miring, mungkin terjadi karena adukan belum rata tercampur.

3. Gambar 3 : True

Merupakan bentuk slump yang benar dan ideal.

Jika pada sat uji slump bentuk yang dihasilkan adalah collapse atau shear,
maka tidak perlu membuat campuran baru terburu-buru. Cukup ambil sample
beton segar yang baru dan mengulang pengujian.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui pengaruh besar kecilnya nilai slump pada beton segar.
2. Mengetahui pengaruh nilai slump terhadap mutu beton.

III. BENDA UJI

Bahan yang digunakan adalah adukan beton segar sebelum dimasukan pada
cetakan.

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam pengujian slump sebagai berikut.


1. Corong berbentuk kerucut terpancung dengan ukuran sebagai berikut.
Diameter atas = cm
Diameter bawah = cm
Tinggi = cm
2. Batang baja.
3. Kaliper.
4. Alat-alat untuk membuat beton segar.
5. Penggaris

57
V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian slump sebagai berikut.


1. Basahi kerucut abrams, meletakkan ditempat basah, rata, teduh dan tidak
menyerap air.
2. Isi kerucut dalam 3 lapis, masig-masing sepertiga dari volumenya.
3. Tusuk setiap lapis sebanyak 25 kali dan tidak boleh masuk kepermukaan beton
sebelumnya.
4. Ratakan bagian atasnya dan membersihkan dari beton segar tercecer, setelah
lapisan terakhir ditusuk,
5. Tunggu sekitar 30 detik, dan menarik kerucut tegak lurus vertikal dengan
perlahan.
6. Letakkan tabung kerucut disamping beton segar tadi kemudian mengukur nilai
slam yang terjadi menggunakan penggaris.
7. Ulang sebanyak dua kali, kemudian mencari nilai rata-rata untuk mendapat
nilai.

Gambar 17.2 Pengujian Slump Beton

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los


angeles digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
Slump rata-rata = = .....

58
F. PENGUJIAN BERAT ISI BETON (SNI 1973:2008)

I. PENDAHULUAN

Berat isi adalah berat per satuan volume dalam campuran beton segar. Berat isi
teoritis beton biasanya ditentukan di laboratorium, nilainya diasumsikan tetap
untuk semua campuran yang dibuat dengan komposisi dan bahan yang identik.
Hal ini diperhitungkan dengan cara berat total material dalam campuran (kg)
dibagi dengan total

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah untuk memperoleh angka yang benar dari isi beton

III. BENDA UJI

Pengambilan benda uji harus dari contoh segar yang mewakili campuran beton..

IV. ALAT-ALAT

Untuk melaksanakan pengujian berat isi beton diperlukan peralatan sebagai


berikut :
1. Timbangan dengan ketelitian 0,3 % dari beton;
2. Tongkat pemadat, dengan diameter 16 mm,panjang 600 mm,ujung dibulatkan
dibuat dari baja yang bersih dan bebas dari karat;
3. Alat perata;
4. Takaran bentuk silinder dengan kapasitas dan penggunaan sebagai berikut :
Kapasitas 6 liter, ukuran maksimal agregat kasar 25 mm
Kapasitas 10 liter, ukuran maksimum agregat kasar 37,5 mm
Kapasitas 14 liter, ukuran maksimum agregat kasar 50 mm
Kapasitas 28 liter, ukuran maksimum agregat kasar 75 mm.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pengujian berat isi beton sebagai berikut.


1. Isilah takaran dengan benda uji 3 lapis;
2. Tiap-tiap lapis dipadukan dengan 25 kali tusukan secara merata. Pada
pemadatan lapis pertama,tongkat tidak boleh mengenai dasar takaran;pada
pemadatan lapisan kedua dan ketiga,tongkat boleh masuk sampai kira-kira

59
25,4 mm dibawah lapisan sebelumnya;untuk takaran 20 liter dilakukan
penusukan 50 kali secara merata pada tia-tiap permukaan lapisan.
3. Setelah selesai pemadatan,ketuklah sisi takaran perlahan-lahan sampai tidak
tampak gelembung-gelembung udara pada permukaan serta rongga-rongga
bekas tusukan tertutup;kadar udara dari beton tidak ditentukan;
4. Ratakan permukaan benda uji dan tentukan beratnya.

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian berat isi beton digunakan rumus-rumus


sebagai berikut.
1. Berat isi beton, D =
2. Banyaknya beton untuk campuran satu sak semen

Y= x 0,001 (m3 / sak )

3. Banyaknya semen per m3 beton : 1/Y ( sak/m3 ).

Keterangan:
W = berat benda uji ( kg )
V = isi takaran ( liter )
Y : berat total bahan campuran beton per sak semen ( kg )

60
G. PEMBUATAN KAPING UNTUK BENDA UJI SILINDER BETON (SNI
6369:2008)

I. PENDAHULUAN

Tata cara ini meliputi peralatan, bahan dan prosedur pembuatan kaping untuk
silinder beton yang baru dicetak dengan semen murni dan silinder beton keras
serta silinder beton inti dengan plaster gipsum berkekuatan tinggi atau adukan
belerang.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan permukaan yang rata di bagian
ujung silinder beton yang baru dicetak, beton keras, atau beton inti hasil
pengeboran bila permukaan ujungnya tidak rata dan tidak memenuhi persyaratan
tegak lurus sesuai standar yang berlaku.

III. BENDA UJI

Bahan kaping (Belerang, Pasta semen gipsum, dll)

IV. ALAT-ALAT

Peralatan yang digunakan adalah :


1. Pelat kaping ;
Pelapis dari semen murni dan pelapis adukan gipsum berkekuatan tinggi harus
dibentuk dengan pelat kaca dengan ketebalan tidak kurang dari 6 mm, pelat
logam yang dihaluskan permukaannya dengan mesin setebal tidak kurang dari
11 mm, atau pelat dari batu granit yang dihaluskan permukaannya setebal
tidak kurang dari 76 mm. Pelapis dari adukan belerang harus dibentuk seperti
pelat logam atau batu granit, kecuali daerah lekukan yang akan menerima
lelehan belerang tidak boleh lebih dari 12 mm. Untuk semua keadaan,
diameter pelat sekurang-kurangnya harus 25 mm lebih besar dari diameter
benda uji dan kemiringan permukaan kaping tidak boleh lebih dari 0,05 mm
untuk diameter silinder 152 mm.

61
2. Alat pelurus;
Alat pelurus yang sesuai, seperti batang pengarah atau alat sipat datar, harus
dipakai sehubungan dengan alat kaping untuk menjamin tidak terdapat
penyimpangan ketegak lurusan terhadap sumbu benda uji silinder tidak lebih
dari 5°.
3. Cawan peleleh untuk adukan belerang.
Cawan yang akan digunakan untuk melelehkan adukan belerang harus
dilengkapi dengan alat pengontrol temperatur otomatis dan harus dibuat dari
logam atau dilapisi bahan yang tidak bereaksi terhadap belerang cair.

V. PELAKSANAAN

Prosedur pelaksanaan pembuatan kaping sebagai berikut.


1. Siapkan adukan belerang yang akan dipakai dengan memanaskannya antara
temperatur 129 oC -143 oC, yang diamati secara periodik dengan thermometer
logam yang dimasukkan di dekat pusat massa.
2. Isi cawan dengan bahan yang baru sesering mungkin untuk menjamin bahwa
bahan yang lama di dalam cawan tidak dipergunakan lebih dari lima kali.
3. Adukan belerang segar harus kering pada saat dituangkan ke dalam cawan
sebab kelembaban menyebabkan terjadinya gelembung. Jauhkan air dari
adukan belerang cair untuk alasan yang sama.
4. Alat atau pelat kaping harus dihangatkan sebelum dipakai untuk
memperlambat kecepatan pengerasan dan mendapatkan hasil kaping yang
tipis.
5. Olesi pelat kaping dengan minyak sampai merata dan segera aduk belerang
yang meleleh tersebut sebelum dituangkan ke setiap alat kaping.
6. Bagian ujung benda uji, yang telah mengalami perawatan lembab, harus cukup
kering pada saat pengkapingan, untuk menghindari terjadinya uap atau
gelembung udara yang berdiameter lebih besar dari 6 mm di bawah atau di
dalam kaping. Untuk meyakinkan bahwa kaping melekat pada permukaan
benda uji, bagian ujung benda uji jangan diolesi minyak.
7. Bila digunakan alat pengatur tegak, tuangkan adukan ke permukaan pelat

62
kaping, angkat silinder ke atas pelat dan sentuhkan sisi silinder dengan alat
penegak, geserkan silinder ke bawah sampai menyentuh pelat kaping, dan jaga
tetap menyentuh alat tersebut.
8. Bagian ujung silinder harus tetap terletak dalam pelat kaping dengan sisi
silinder tetap menyentuh alat penegak sampai adukan mengeras.
9. Gunakan bahan yang sesuai untuk menutupi bagian ujung silinder setelah
adukan belerang membeku.

63
H. UJI KUAT TEKAN SILINDER BETON (SNI 1974:2011)

I. PENDAHULUAN

Sifat fisik mekanika beton dapat diketahui dengan menguji silinder beton. Beton
yang diujia dalah beton dengan umur 3 atau 7 hari yang kemudian kuat tekannya
akan dikonversikan ke 28 hari menggunakan faktor konversi yang ada pada Tabel
20.1 untuk mengetahui kekuatan maksimum dari beton tersebut.
Tabel 20.1 Rasio kuat tekan terharap umur beton
Umur (hari) Rasio kuat tekan
3 0,40
7 0,65
14 0,88
21 0,95
28 1,00
90 1,20
365 1,35
Sumber: PBI-1971

II. TUJUAN

Tujuan yang digunakan dalam uji tekan beton sebagai berikut.


1. mengetahui nilai kuat tekan dari silinder beton umur 3 atau 7 hari.
2. mengetahui nilai kuat tekan dari silinder beton umur 28 hari.
3. mengetahui nilai modulus elastisitas beton.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam uji tekan beton sebagai berikut.


1. alat
a. kaliper
b. alat uji tekan concrete compression tester machine.
c. timbangan
2. bahan yang digunakn sebagai benda uji adalah silinder beton yang telah dibuat

64
pada percobaan sebelumnya.

IV. BAGAN ALIR PENGUJIAN

Mulai

Siapkan benda uji berupa beton yang telah


direndam selama 3 atau 7 hari.

Hitung dimensi beton dan memasang benda uji


pada mesin uji tekan.

Isi data yang diperlukan pada mesin uji tekan.

Posisikan alat pada posisi on.

Hasil pengujian akan keluar bersama selesainya pengujian.

Periksa kembali beban maksimunya.

Gambarkan sketsa benda uji setelah diuji.

Nilai kuat tekan

Selesai

Gambar 20.1 Bagan alir pengujian tekan beton

65
V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji tekan beton adalah sebagai berikut.


Tabel 20.1 Kebutuhan bahan- bahan untuk satu adukan
Bahan Merk / asal Berat, kg
Air
Semen
Pasir
Kerikil

Jumlah : ................................. kg
Faktor air semen : .................................
Slam : ................................. mm
Dicetak tgl : . . . . . . / . . . . . . ./ 20.. Umur ................ hari
Berat beton : ................................. kg
Diameter 1 : ................................. mm
Diameter 2 : ................................. mm
Diameter rata- rata : ................................. mm
Luas tampang : ................................. mm
Tinggi : ................................. mm

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk uji tekan silinder beton digunakan rumus-rumus sebagai


berikut.
1. Volume beton:
V=A×t
2. Berat volume beton:

3. Kuat tekan maksimum 7 hari:

66
4. Kuat tekan maksimum 28 hari:

5. Modulus elastisitas beton



Keterangan:
A = Luas penampang (cm2)
t = Tinggi (cm)
γ = Berat volume beton (gr/cm3)
W = Berat beton (gr)
V = Volume beton (cm3)
Fc’ = Kuat tekan maksimum (MPa)
P max = Beban maksimum (kg)
E = Modulus elastisitas (MPa)

67
I. UJI KUAT TARIK BELAH SILINDER BETON (SNI 03-2491-2002)

I. PENDAHULUAN

Nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang
diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut yang diletakkan mendatar
sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji ditekan. Pengujian kuat tarik
belah digunakan untuk mengevaluasi ketahanan geser dari komponen struktur
yang terbuat dari beton yang menggunakan agrerat ringan

II. TUJUAN

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tarik belah beton dan
untuk mengetahui pola keretakan beton yang terjadi.

III. BENDA UJI

Benda – benda uji yang dibuat harus memenuhi persyaratan ukuran, pencetakan,
dan perawatan yang ditetapkan dalam SNI 03 - 4810 – 1998 (benda uji yang
dibuat di lapangan) dan SNI 03 – 2493 – 1991 (benda uji yang dibuat di
labolatorium). Benda uji yang diperlihara dalam kondisi lembab, pada tenggang
waktu menunggu pengujiannya, harus dijaga agar tetap lembab dengan jalan yang
menyelimutinya dengan kin atau karung basah dan harus segera diuji dalam
keadaan lembab

IV. ALAT-ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam uji tekan beton sebagai berikut.


1. mesin uji tekan untuk uji kuat tarik belah
2. pelat penekan dengan permukaan rata dengan panjang melebihi ukuran benda
uji dan Iebar tidak kurang dari 50 mm serta ketebalan tidak kurang dari tebal
meja penekan
3. alat bantu penandaan dan penempatan benda uji
4. jangka sorong dan alat penata beban.
5. Bahan penunjang uji lainnya terdiri dari dua bush bantalan penekan terbuat
dari kayu lapis dengan tebal 13 mm, Iebar ± 25 mm

68
V. PELAKSANAAN

1. Ambil benda uji dari tempat perawatan


2. Bungkus dengan kain basah dan bersihkan
3. Catat identitas, tipe, jenis, umur, kondisi, berat, diameter, dan panjang
4. Pasang lapisan perata beban diatas benda uji dan letakan pada alat kuat tekan
5. Jalankan alat kuat tekan dengan kecepatan penambahan beban konstan sampai
beban maksimum
6. Gambar pola keretakannya.

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk uji tarik belah beton digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
Fct = Kuat tarik belah (MPa)
P = Beban maksimum (N)
L = Panjang benda uji (mm)
D = Diameter benda uji (mm)

69
J. PENGUJIAN MODULUS ELASTISITAS BETON (REVISI SNI 03-1970-
1990)

I. PENDAHULUAN

Modulus elastisitas beton merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan


dengan perubahan bentuk per satuan panjang. Modulus elastisitas atau modulus
young adalah kemiringan garis singgung dari diagram tegangan – regangan dalam
daerah batas elastis linier dan harganya bergantung pada jenis materialnya.
Khusus material beton, modulus elastisitasnya berubah –ubah menurut
kekuatannya. Beton memperlihatkan deformasi yang tetap (permanen) walaupun
beban yang kecil.

II. TUJUAN

Tujuan yang digunakan dalam pengjian ini adalah untuk mengetahui nilai
modulus elastisitas beton menggunakan alat dial gauge.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam uji tekan beton sebagai berikut.


1. Alat
a. Mesin uji tekan yang dapat menghasilkan beban dengan kecepatan kontinu
dalam satu gerakan tanpa menimbulkan efek kejut dan mempunyai
ketelitian pembacaan maksimum 10 kN;
b. Kompresometer-Ekstensometer yang mampu mengukur sampai ketelitian
0,635 mm, terdiri dari 3 elemen lingkaran, 1 buah dipasang pada tengah-
tengah benda uji untuk mengukur deformasi lateral;

Gambar 22.1 Kompresometer-Ekstensometer

70
2. Bahan yang digunakn sebagai benda uji adalah silinder beton yang telah
dibuat pada percobaan sebelumnya.

IV. PELAKSANAAN

1. Tempatkan benda uji yang telah diberi alat ukur regangan (Dial Gauge) pada
mesin uji tekan dengan kedudukan simeteris;

Gambar 22.2 Posisi pemasangan Kompresometer-Ekstensometer


2. Jalankan mesin dan berikan pembebanan secara teratur
3. Catat beban tekan pada saat regangan tercapai 50 X 10-6 dan catatlah regangan
yang dicapai pada saat pembebanan mencapai 40% dari kuat tekan maksimum
4. Catat dan hitung besamya regangan longitudinal dan lateral pada saat yang
bersamaan
5. Hitung tegangan tekan yang bekerja pada benda uji dengan membagi besar
beban dengan luas bidang tekan pada saat regangan mencapai 50 x 10-6 dan
pada saat pembebanan 40% kuat tekan maksimum

V. ANALISIS HITUNGAN

Menurut ASTM C 469-94 modulus elastisitas dapat dihitung sebagai berikut :


atau ⁄

Khusus untuk perencanaan nilai modulus elastisitas SKSNI T15-1991-03 pasal


3.1.5 untuk beton normal:

Keterangan:
E = Modulus Elastisitas (MPa)
= Tegangan pada saat beban kerja (MPa)
= Regangan pada saat beban kerja (MPa)
Fc’ = Kuat tekan maksimum (MPa)

71
K. UJI KUAT LENTUR BETON DENGAN BALOK SEDERHANA YANG
DIBEBANI TERPUSAT LANGSUNG (SNI 03-4154-1996)

I. PENDAHULUAN

Kuat lentur beton merupakan nilai lentur max dari beton biasa (tanpa ada
tulangan) yang diletakkan diatas 2 tumpuan kemudian diberikan beban terpusat
ditengah bentang sehingga menghasilkan momen lentur yang mengalihkan
tegangan-tegangan tarik pada bagian bawah dan tegangan- tegangan tekan pada
bagian atas balok. Balok tersebut patah akibat tegangan tarik dari kekuatan lentur
yang dihasilkan

II. TUJUAN

Tujuan pengujian lentur balok beton adalah untuk mengetahui besarnya


kemampuan kuat lentur balok beton.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian lentur balok beton bertulang
adalah sebagai berikut.
1. Cetakan untuk membuat benda uji dibuat dari baja dan bidang permukaan
dalamnya harus halus;
2. Mesin uji lentur;
3. Alat bantu penyangga untuk mencegah timbulnya eksentrisitas beban pada
saat pengujian;

IV. LANGKAH PENGUJIAN

1. Siapkan benda uji kemudian ukur dan catat dimensi penampang benda uji
dengan jangka sorong minimum di 3 (tiga) tempat.
2. Ukur dan catat panjang benda uji pada keempat rusuknya.
3. Timbang dan catat berat masing-masing benda uji.
4. Buat garis-garis melintang sebagai tanda dan petunjuk titik-titik perletakan,
titik-titk pembebanan dan titik-titk sejauh 5% dari jarak bentang di luar titik
perletakan.

72
Gambar 23.1 Garis-garis perletakan dan pembebanan
5. Tempatkan benda uji yang telah selesai diukur, timbang dan beri tanda pada
tumpuan pada tempat yang tepat dengan sisi atas benda uji pada waktu
pengecoran berada di bagian samping alat penekan.
6. Pasang 2 (dua) buah perletakan dengan lebar bentang 3 kali jarak titik-titik
pembebanan dan pasang alat pembebanan pada mesin kuat lentur beton.
7. Tempatkan benda uji yang sudah diberi tanda di atas perletakan sedemikian
sehingga tanda tumpuan yang dibuat pada benda uji, tepat pada pusat tumpuan
dari alat uji, dengan kedudukan sisi atas benda uji pada waktu pengecoran
berada pada bagian samping alat penekan dan menyentuh benda uji pada
sepertiga bentang titik tumpuan.

Gambar 14.1 Skema pembebanan balok beton


8. Hidupkan mesin uji lentur yang telah dipersiapkan, tunggu kira-kira 30 detik.
9. Atur pembebanannya untuk menghindari terjadi benturan.
10. Atur katup-katup pada kedudukan pembebanan dan kecepatan pembebanan
pada kedudukan yang tepat sehingga jarum skala bergerak secara perlahan-
lahan dan kecepatannya 8 kg/cm2 -10 kg/cm2 tiap menit.
11. Kurangi kecepatan pembebanan pada saat-saat menjelang patah yang ditandai
dengan kecepatan gerak jarum pada skala beban agak lambat, sehingga tidak
terjadi kejut.

73
12. Hentikan pembebanan dan catat beban maksimum yang menyebabkan
patahnya benda uji.
13. Ambil benda uji yang telah selesai diuji, yang dapat dilakukan dengan
menurunkan plat perletakan benda uji atau menaikkan alat pembebanannya.
14. Ukur dan catat lebar dan tinggi tampang lintang patah dengan ketelitian 0,25
mm sedikitnya pada 3 tempat dan ambil harga rata-ratanya.
15. Ukur dan catat jarak antara tampang lintang patah dari tumpuan luar terdekat
pada 4 tempat di bagian tarik pada arah bentang dan ambil harga rata-ratanya

V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji lentur beton bertulang adalah sebagai berikut.


Tabel 23.1 Hasil pengujian uji lentur balok beton
Panjang Modulus
Benda Lebar (b) Tinggi (d) Beban (P)
(L) Runtuh (R)
Uji (mm) (mm) (N)
(mm) (MPa)
1
2
3
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan, 20...

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian balok beton bertulang digunakan rumus- rumus


sebagai berikut.
1. Kuat lentur teoritis (T) = 0,94 × √fc'
2. Kuat lentur beton (R) =

Keterangan fc’ = Kuat tekan beton pada usia 28 hari (MPa)


P = Beban maksimum (N)
L = Panjang bentang (mm)
b = Lebar benda uji (mm)
d = Tinggi benda uji (mm)

74
L. UJI LENTUR BALOK BETON BERTULANG (REVISI SNI 03-1970-
1990)

I. PENDAHULUAN

Kuat lentur beton merupakan nilai lentur max dari beton biasa (tanpa ada
tulangan) yang diletakkan diatas 2 tumpuan kemudian diberikan beban terpusat
ditengah bentang sehingga menghasilkan momen lentur yang mengalihkan
tegangan-tegangan tarik pada bagian bawah dan tegangan- tegangan tekan pada
bagian atas balok. Balok tersebut patah akibat tegangan tarik dari kekuatan lentur
yang dihasilkan

II. TUJUAN

Tujuan pengujian lentur balok beton adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui besarnya kemampuan kuat lentur balok beton bertulang.
2. Mengetahui parameter kuat lentur dari pengujian laboratorium.
3. Membandingkan kuat lentur balok beton bertulang dengan tanpa tulangan
dengan metode kuat lentur teoritis.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian lentur balok beton bertulang
adalah sebagai berikut.
1. Alat
a. Alat uji lentur beton.
b. Tumpuan.
c. Kaliper.
d. Timbangan.
e. Kapur.
f. Penggaris 1 m atau meteran.
2. Bahan
Balok beton bertulang.

75
IV. LANGKAH PENGUJIAN

1. Selama pengujian berlangsung kedua blok tumpuan tidak boleh bergeser


sehingga bentang balok berubah lebih dari 2,5 mm.
2. Bentang di antara kedua blok tumpuan adalah 450 mm dengan toleransi 9 mm
3. Jarak beban tunggal terpusat ke tumpuan terdekat adalah 225 mm dengan
toleransi 4,5 mm.
4. Siapkan benda uji yang telah direndam.
5. Timbang benda uji, kemudian catat.
6. Letakkan benda uji pada tumpuan dimana jarak tumpuan dari ujung tepi balok
maksimal 7,5 cm sesuai dengan Gambar 11.1

b.
Gambar 25.1 Skema pembebanan balok beton
7. Blok beban diturunkan perlahan-lahan sampai menempel pada bidang atas
balok, dan memberikan beban sebesar 3 % sampai 6 % beban maksimum yang
diperkirakan dapat dicapai.
8. Kecepatan pembebanan harus kontinu tanpa menimbulkan efek kejut dan
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pada pembebanan sampai mencapai ± 50 % dari beban maksimum yang
diperkirakan, kecepatan pembebanan boleh lebih cepat dari 6 kN.
b. Sesudah itu, sampai terjadi keruntuhan balok uji, kecepatan pembebanan
harus diatur antara 4,3 kN sampai 6 kN per menit.
9. Pengukuran lebar dan tinggi penampang adalah lebar rata-rata dan tinggi rata-
rata minimum dari tiga kali pengukuran.

76
V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji lentur beton bertulang adalah sebagai berikut.


Tabel 25.1 Hasil pengujian uji lentur balok beton bertulang
Panjang Modulus
Benda Lebar (b)
(L) Tinggi (d) (mm) Beban (P) (N) Runtuh (R)
Uji (mm)
(mm) (MPa)
1
2
3
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan, 20...
Tabel 25.2 Hasil pengujian uji lentur balok beton bertulang
Kelenturan
NO Waktu (detik) Beban
DIV mm
1
2
...
Sumber: Data Praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan, 20...

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian balok beton bertulang digunakan rumus- rumus


sebagai berikut.
1. Kuat lentur teoritis (T) = 0,94 × √fc'
2. Kuat lentur beton (R) =

Keterangan fc’ = Kuat tekan beton pada usia 28 hari (MPa)


P = Beban maksimum (N)
L = Panjang bentang (mm)
b = Lebar benda uji (mm)
d = Tinggi benda uji (mm)

77
BAB IV
A. UJI TARIK BAJA

I. PENDAHULUAN

Semua benda padat akan berubah bentuk jika diberi beban, ini sangat bergantung
pada besarnya beban, unsur kimia maupun kondisi benda uji, suhu, kecepatan,
perbedaan dan sebagainya, studi dan sifat mekanika beban uji tersebut. Pada
pengujian ini, baja akan ditarik dengan menggunakan mesin sehingga diketahui
beban maksimum yang dapat diterima oleh baja tersebut.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian tarik baja adalah sebagai berikut.


1. mengetahui nilai beban maksimal 8. jarak sesudah perpanjangan.
2. batas sebanding. 9. kuat tarik maksimum.
3. tegangan sebanding. 10. kuat tarik leleh.
4. regangan sebanding. 11. batas leleh.
5. perpanjangan. 12. mutu baja.
6. perubahan panjang. 13. batas putus
7. jarak sebelum perpanjangan.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian tarik baja adalah sebagai berikut.
1. alat
a. mesin uji tarik micro-computer universal testing machnie.
b. Kaliper
2. bahan
bahan benda uji adalah baja sebelum ditarik.
a. Diameter = mm.
b. jarak ukur awal = mm.
c. luas tampang = mm2

78
IV. BAGAN ALIR PENGUJIAN

Gambar 24.1 Bagan alir pengujian tarik baja

V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji tarik baja adalah sebagai berikut.


Tabel 24.1 Hasil pengujian tarik baja
Jarak sebelum Jarak setelah Diameter sebelum Diameter setelah
pengujian (cm) pengujian (cm) pengujian (cm) pengujian (cm)

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk uji Tarik baja digunakan rumus-rumus sebagai berikut.


1. Perpanjangan berdasarkan pengukuran
∆L = L1- L0

% ∆L =

79
2. Perpanjangan berdasarkan regangan putus
∆L = εputus × L0

% ∆L =

L1 = ∆L + L0
3. Persentase pengurangan luas
% ∆A =

4. Modulus elastisitas
E =

Keterangan :
∆L = Perpanjangan (mm)
L0 = Panjang awal (mm)
L1 = Panjang akhir (mm)
% ∆L = Persen perpanjangan (%)
Ε = Regangan ultimate (%)
% ∆A = Persen pengurangan luas (%)
A0 = Luas penampang awal (mm2)
A1 = Luas penampang akhir (mm2)
E = Modulus elastisitas (Kg/mm2)
σy = Tegangan leleh (Kg/mm2)
εy = Regangan leleh (%)
εelastis = Regangan elastis (%)
σmaks = Tegangan maksimum (Kg/mm2)
σelastis = Tegangan elastis (Kg/mm2)

80
B. UJI BERAT JENIS, KADAR AIR, DAN SUSUT KAYU

I. PENDAHULUAN

Pengujian berat jenis dan kadar air kayu merupakan hal yang penting guna
mengetahui kualitas kayu, serta apakah kayu-kayu tersebut mengalami kering atau
tidak. Selain itu dipercobaan ini juga menguji susut kayu untuk berbagai arah
yaitu arah longitudinal, tangensial, dan radial.

II. TUJUAN

Tujuan dalam uji berat jenis, kadar air, dan susut kayu sebagai berikut.
1. mengetahui berat jenis kayu.
2. mengetahui besar susut kayu dari berbagai arah.
3. mengetahui kadar air kayu.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam uji berat jenis, kadar air, dan susut kayu
sebagai berikut.
1. alat
a. oven
b. kaliper
c. timbangan (neraca ohaus)
d. amplas
2. bahan
a. kayu jenis bengkirai.
b. kayu jenis kruing.
c. kayu jenis Kamper.

81
IV. BAGAN ALIR PENGUJIAN

Gambar 26.1 Bagan alir pengujian berat jenis dan susutan kayu

82
V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji berat jenis, kadar air, dan susut kayu adalah sebagai berikut.
Bahan : Kayu jenis . . . . . . . . . . . . .
Tinggi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . mm
Sisi 1 : . . . . . . . . . . . . . . . . . Mm
Sisi 2 : . . . . ……….. . . . . . . Mm
Cacat ( bila ada ) :................
Kaliper merk : . . . . . . . . . . . . . . . . Kapasitas : ..........
Timbangan merk : . . . . . . . . . . . . . . . . Kapasitas : ..........
Tungku Pemanas merk : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil pengujian :
Sebelum masuk tungku.
Hari : . .. . . .. . . Tanggal : ............ Berat : . . . . .
Ukuran :
Tinggi = ................ mm
Sisi 1 = ................ mm
Sisi 2 = ................ mm
Panjang garis:
a ) longitudinal :.....................................................mm
b ) tangensial :.....................................................mm
c ) radial :.....................................................mm
Sesudah masuk tungku.
Hari : . .. . . .. . . Tanggal : ............ Berat : . . . . .
Ukuran :
Tinggi = ................ mm
Sisi 1 = ................ mm
Sisi 2 = ................ mm
Panjang garis:
a ) longitudinal :.....................................................mm
b ) tangensial :.....................................................mm
c ) radial :.....................................................mm

83
VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk uji berat jenis, kadar air, dan susut kayu digunakan rumus-
rumus sebagai berikut.
1. Berat jenis

2. Susut kayu
Longitudinal =

Tangensial =

Radial =

3. Kadar air
c.

4. Kerapatan
d.

5. Berat jenis pada m% (Gm)


e.
( )

6. Berat jenis dasar (Gb)

f.

g.

7. Berat jenis pada kadar air 15% (G15)


h.

8. Modulus elastisitas lentur (Ew)


Ew=16000 × G150,71

84
Keterangan : Γ = Berat volume benda uji (gr/cm3)
Γw = Berat volume air (gr/cm3)

Wk = Berat kering benda uji (gram)


Wb = Berat basah benda uji (gram)
Vb = Volume basah benda uji (cm3)
Gs = Berat jenis
L0 = Panjang longitudinal awal (cm)
L1 = Panjang longitudinal akhir (cm)
T0 = Panjang tangensial awal (cm)
T1 = Panjang tangensial akhir (cm)
R0 = Panjang radial awal (cm)
R1 = Panjang radial akhir (cm)
W = kadar air (%)
Ew = Modulus elastisitas lentur (MPa)

85
C. UJI TEKAN KAYU

I. PENDAHULUAN

Pengujian tekan kayu merupakan hal penting untuk mengetahui sifat


mekanika kayu yang dibebani tekan searah serat. Kekuatan kayu dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain yang utama adalah berat jenis kayu. Kekuatan untuk
setiap jenis kayu pun berbeda-beda dan dikelompokkan berdasarkan kelas
kuatnya.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian tekan kayu adalah sebagai berikut.


1. mengetahui nilai kuat tekan kayu.
2. mengetahui kelas kuat kayu dari nilai kuat tekan kayu.
3. mengetahui pengaruh kuat tekan kayu terhadap kualitas.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian tekan kayu adalah sebagai
berikut.
1. alat
a. mesin uji tekan kayu concrete compression tester machine.
b. kaliper
2. bahan
a. kayu bengkirai
1) panjang = Mm
2) lebar = Mm
3) tinggi = Mm
b. kayu kamper
1) panjang = Mm
2) lebar = Mm
3) tinggi = Mm

86
c. kayu kruing
1) panjang = Mm
2) lebar = Mm
3) tinggi = Mm

IV. BAGAN ALIR PENGUJIAN

Gambar 27.1 Bagan alir pengujian uji tekan kayu

87
V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji tekan kayu adalah sebagai berikut.


Bahan : Kayu jenis …………………….

Tinggi : .................................... mm.

Sisi 1 :.................................... mm

Sisi 2 :.................................... mm

Kaliper merk : ………………………. Kapasitas : ……..

Mesin uji tekan merk : ……………………….. Kapasitas : ……..

Beban maksimum : ………………………. Kapasitas : ……..

Sketsa bentuk benda uji setelah selesai pengujian :

88
VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian tekan kayu digunakan rumus-rumus sebagai berikut.

Keterangan:
P = gaya tekan (kg)
A = luas bidang tekan (cm²)
σ = tegangan yang terjadi (MPa)

89
D. UJI LENTUR KAYU

I. PENDAHULUAN

Suatu balok kayu biasanya menahan beban lentur. Untuk mengetahui


kakuatan terhadap momen lentur maka perlu dibuat pengujian lentur. Kuat lentur
akan menghasilkan Modulus Young (E) dan berguna juga untuk mengetahui nilai
lentur kayu dari sebuah pengujian.

II. TUJUAN

Tujuan pengujian lentur kayu adalah sebagai berikut.


1. mengetahui nilai kuat lentur kayu.
2. mengetahui nilai modulus elastisitas lentur kayu.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian lentur kayu adalah sebagai
berikut.
1. alat
a. alat uji lentur kayu.
b. dial gauge.
c. penggaris.
d. beban baja.
2. bahan
a. kayu
1) panjang = mm
2) lebar = mm
3) tinggi = mm

90
IV. BAGAN ALIR PENGUJIAN

Gambar 28.1 Bagan alir pengujian lentur kayu

91
V. DATA HASIL PENGUJIAN

Data hasil uji lentur kayu adalah sebagai berikut.


Tabel 28.1 Hasil pengujian uji lentur kayu
Kelenturan
No Waktu (s) Beban
DIV Mm
1
2
...
Sumber: Data praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan, 20....

VI. ANALISIS HITUNGAN

Perhitungan untuk pengujian lentur kayu digunakan rumus-rumus sebagai berikut.


1. Momen inersia (i) =

2. Modulus Elastisitas (E) =

3. lentur kayu(Fb) =

Keterangan L = Panjang benda uji (cm)


B = Lebar benda uji (cm)
P = Beban (kg)
H = Tinggi benda uji (cm)
A = Luas penampang (cm2)
Y = Lendutan (cm)

92
KETENTUAN PRAKTIKUM

1. Tata Tertib
a. Praktikan melakukan presensi hanya sekali.
b. Asisten dan praktikan maksimal keterlambatan 10 menit. Sanksi: tidak
mendapatkan presensi.
c. Asisten dan praktikan wajib menggunakan jas lab selama praktikum.
d. Asisten dan praktikan wajib menggunakan pakaian sopan berkerah. Tidak
diperkenankan menggunakan kaos, celana sobek, sandal, dan heels (bagi
perempuan).
2. Pre-test dilakukan sebanyak 2 kali.
a. Agregat
b. Beton
3. Tutorial
a. Agregat halus dan Kasar
b. Mix design beton
c. Grafik tegangan regangan baja
4. Post-test
a. Tes tertulis, dilaksanakan oleh asisten masing-masing.
b. Wawancara, 2 asisten untuk 1 kelompok.
5. Deadline Laporan
a. Analisis hitungan : 14 hari
b. Pembahasan dan lampiran: 7 hari

93
SISTEM PENILAIAN

1. Presensi : 10 %
2. Laporan : 35 %
3. Keaktifan, kerjasama, & etika : 15 %
4. Pretest : 10 %
5. Posttest : 30 %

94
FORMAT LAPORAN

1. Hasil Pengujian ditulis pada form isian yang sudah disiapkan.


2. Analisis Hitungan, Pembahasan, Kesimpulan, dan Referensi ditulis pada
format laporan yang telah disediakan. Apabila tidak cukup diperbolehkan
menggunakan kertas HVS ukuran A4 dengan format margin 4433.
3. Lampiran
a. Identitas kelompok
b. Alat dan bahan
c. Langkah kerja
d. SNI yang digunakan
e. Dokumentasi
4. SNI dilampirkan hanya bagian yang diperlukan (cover, deskripsi, lampiran).
5. Susunan laporan akhir:
a. Cover
b. Lembar Pengesahan
c. Lembar Asistensi
d. Kata Pengantar
e. Daftar Isi
f. Isi Laporan, setiap bab terdiri dari :
1) Latar Belakang
2) Tujuan
3) Benda uji
4) Alat-alat
5) Pelaksanaan
6) Hasil Pengujian
7) Analisis Hitungan
8) Pembahasan
9) Kesimpulan
10) Referensi
11) Lampiran
6. Penutup
7. Daftar Pustaka

95
96

Anda mungkin juga menyukai