Anda di halaman 1dari 171

PESAN DIDAKTIS NOVEL “GHOKY AKU PAPUA”

KARYA JOHAN GANDEGOAY


SEBAGAI MEDIA PEMBENTUKAN KARAKTER

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Prasyarat Untuk Menempuh Gelar Sarjana Pada Pendidikan


Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh
Santini Dian Ijie
20170111014043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Pesan Didaktis Novel “Ghoky Aku Papua” Karya
Johan Gandegoay Sebagai Media Pembentukan Karakter” dibuat oleh:

Nama : Santini Dian Ijie

NIM : 20170111014043

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Kegunaan dan Ilmu Pendidikan

Jayapura, November 2021

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Robert Masreng, M.Hum. Dra. Tri Handayani, M.Hum.

NIP. 196209091994031001 NIP. 196605211992032001

Mengetahui

Ketua Program Studi PBSI

Henry Ch. Iwong, S.Pd., M.Pd.

NIP. 197809282006041004

2
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Pesan Didaktis Novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan
Gandegoay Sebagai Media Pembentukan Karakter”, oleh Santini Dian Ijie dengan
NIM 20170111014043 telah diuji oleh Peneliti Ujian Akhir Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cenderawasih, untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

TIM PENGUJI

Ketua : Dr. Robert Masreng, M.Hum. (..................................)

NIP. 196209091994031001

Sekretaris : Dra. Tri Handayani, M.Hum. (..................................)

NIP. 196605211992032001

Penguji 1 : (..................................)

Penguji 2 : (..................................)

Penguji 3 : (..................................)

MOTTO

3
Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal
itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri,
tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati. ( 2 Korintus
1:9 )
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang
tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan
membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia
akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat
menanggungnya.(1 Korintus 10:13)

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Ketiganya yang Esa
atas segala berkat yang diberikan kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua saya yang selalu mendoakan dan mensuport.
3. Saudara-saudaraku tercinta, Napoleon, Firdaus, Yosep, Susana, Tamar,
Risky, dan Ludia.
4. Teman-temanku yang selalu ada dalam suka dan duka
5. Almamater tercinta Universitas Cenderawasih

ABSTRAK

4
Santini Dian Ijie, 2021. “Pesan Didaktis Novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan
Gandegoay Sebagai Media Pembentukan Karakter”. Skripsi, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Universitas Cenderawasih. Pembimbing : (1) Dr. Robert
Masreng, M.Hum. dan Pembimbing (2) Dra. Tri Handayani, M.Hum.

Kata kunci : Pesan Didaktis, Pembentukan Karakter, Novel

Karya sastra mempunyai peran sebagai salah satu alat pendidikan yang dapat kita
manfaatkan dalam dunia pendidikan dalam hal ini pada pembentukan dan
pengembangan kepribadian anak di sekolah. Sastra bukan ajaran etika dan moral
namun di dalamnya terkandung perilaku etika dan moral yang diidealkan
sebagaimana yang dimodelkan oleh para tokoh cerita dalam karya sastra yang
dapat ditafsirkan dan dipahami lewat cara berpikir, bersikap dan berperilaku tokoh
cerita. Oleh sebab itu sastra dapat dimanfaatkan sebagai media pembentukan
karakter peserta didik.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan cara pengarang menyampaikan


pesan-pesan didaktis dalam novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay
dan 2) Mengidentifikasi jenis-jenis pesan didaktis dalam novel “Ghoky Aku
Papua”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, menggunakan metode
deskriptif dan analisis data menggunakan pendekatan struktural oleh Hawkes dan
Pilar-pilar karakter menurut Character Counts di Amerika, dengan tahap
membaca secara keseluruhan novel secara berulang-ulang, mengidentifikasikan
data yang termasuk dalam fungsi didaktis, mengidentifikasi bagaimana cara
pengarang menyampaikan pesan yang bersifat didaktis, kemudian data
dikelompokkan sesuai pilar-pilar karakter.

Hasil penelitian menunjukkan, dalam novel “Ghoky Aku Papua” terdapat nilai-
nilai yang dapat diajarkan pada peserta didik yakni (1) dapat dipercaya
(trustworthiness), (2) rasa hormat dan perhatian (respect), (3) tanggung jawab
(responsibility), (4) jujur (fairness), (5) peduli (caring), (6) Kewarganegaraan
(citizenship), (7) ketulusan (honest), (8) berani (courage), (9) tekun (diligence),
(10) Integritas. Nilai-nilai yang yang terdapat dalam novel “Ghoky Aku Papua”
ini dapat dimanfaatkan selain sebagai media yang kontekstual, juga dapat
dimanfaatkan sebagai media pembentukan karakter peserta didik karena nilai-nilai
kebaikan yang terkandung di dalamnya sehingga membentuk dan
mengembangkan karakter siswa kearah yang lebih baik.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa,
atas berkat dan hikmat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Pesan Didaktis

5
Novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay Sebagai Media Pembentukan
Karakter” dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademik pada tahap akhir
dalam penyelesaian masa studi untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dari berbagai
pihak, berupa sumbangan pemikiran, bimbingan, dan pelayanan untuk
memberikan informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Robert Masreng, M.Hum. sebagai dosen pembimbing I dan Dra. Tri
Handayani, M.Hum. selaku Dosen pembimbing II, yang telah
meluncurkan kesibukannya memberikan pengarahan, petunjuk yang
sangat berguna serta bimbingan dan semangat hingga terselesainya skripsi
ini.
2. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama penulis
mengikuti pendidikan.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Cenderawasih yang telah
membantu penulis selama pendidikan.
4. Rektor Universitas Cenderawasih sebagai pemimpin lembaga pendidikan.
Serta dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk pendidikan.
5. Orang tuaku tercinta Bapak Stefanus Ijie dan Mama Yokbet Nauw atas
cinta dan kasih sayangnya.
6. Saudara-saudaraku Napoleon, Firdaus, Yosep, Susana, Tamar, Risky dan
Ludia.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2017 atas kerjasamanya
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebabkan satu per satu ;

6
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, skripsi ini tidak luput dari
kesalahan-kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritis,
saran serta masukkan yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat
diperlukan guna perbaikan tulisan ini.

Jayapura, November 2021

Penulis

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL....................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................ii

7
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................iii
LEMBAR MOTO DAN PERSEMBAHAN...............................................iv
ABSTRAK...............................................................................................v
KATA PENGANTAR .............................................................................vi
DAFTAR ISI............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 latar Belakang.......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................
1.4.1 Manfaat Teoritis.................................................................................
1.4.2 Manfaat Praktis.................................................................................
1.5 Penegasan Judul.................................................................................
1.6 Sistematika Laporan Penelitian Skripsi...............................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka.................................................................................
2.2 Landasan Teori.................................................................................
2.2.1 Konsep.................................................................................
2.2.1.1 Sastra.................................................................................
2.2.1.2 Novel ..........................................................................
2.2.1.3 Unsur Intrinsik Novel.....................................................................
2.2.1.4 Pesan Didaktis.................................................................................
2.2.1.5 Karakter.................................................................................
2.2.2 Landasan Teori
2.2.2.1 Teori Struktural.................................................................................
2.2.2.2 Pilar Karakter.................................................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian.................................................................................
3.2 Pendekatan Penelitian.........................................................................
3.3 Metode Penelitian.................................................................................
3.4 Data dan Sumber Data..........................................................................
3.4.1 Data.................................................................................
3.4.2 Sumber Data.................................................................................
3.5 Teknik Penelitian.................................................................................
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data..................................................................
3.5.2 Teknik Analisis Data...........................................................................
3.6 Kerangka Penelitian.........................................................................

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


4.1 Cara Pengarang Menyampaikan Pesan Didaktis dalam “Ghoky Aku Papua”
4.1.1 Melalui Dialog.........................................................................

8
4.1.2 Melalui Adegan.........................................................................
4.1.3 Melalui Konflik.........................................................................
4.2 Jenis-jenis Pesan Didaktis yang terdapat dalam Novel “Ghoky Aku
Papua” .........................................................................
4.2.1 dapat dipercaya (trustworthiness) ..............................................
4.2.2 rasa hormat dan perhatian (respect) .................................................
4.2.3 tanggung jawab (responsibility) .....................................................
4.2.4 jujur (fairness) .........................................................................
4.2.5 peduli (caring) .........................................................................
4.2.6 kewarganegaraan (citizenship) .........................................................
4.2.7 ketulusan (honest) .........................................................................
4.2.8 berani (courage) .........................................................................
4.2.9 tekun (diligence) .........................................................................
4.2.10 integritas.........................................................................

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan.........................................................................
5.2 Saran.........................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
 Novel
 SK Pembimbing

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

9
Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sanskerta yang

berarti terdiri dari akar kata Cas atau sas dan -tra. Cas dalam bentuk kata kerja

yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu

petunjuk ataupun instruksi. Akhiran -tra menunjukkan suatu sarana atau alat.

Sasatra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi,

ataupun pengajaran. Istilah susastra sendiri pada dasarnya berasal dari awalan su

yang memiliki arti “indah, baik” sehingga susastra dibandingkan atau disesuaikan

dengan belles-letters. (Susanto, 2012:2).

Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :

(1) fungsi rekreatif, sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi

penikmat atau pembacanya. (2) Fungsi Didaktik, sastra mampu mengarahkan atau

mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung

di dalamnya. (3) Fungsi Moralitas, sastra mampu memberikan pengetahuan

kepada pembaca atau penikmatnya, sehingga tahu moral yang baik dan buruk,

karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi. (4) fungsi religius,

sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat

diteladani para penikmat/pembaca sastra. (Rahmawati 2015)

Berdasarkan ragamnya sastra dibedakan atas; prosa, puisi, dan drama.

Karya sastra drama terbagi dalam beberapa jenis, yakni Melodrama, Drama

heroik, komedi, farce, Opera dan sendratari. Begitu pula dengan puisi, terbagi

menjadi beberapa jenis, yaitu Mantra, Bidal, pantun, gurindam dan syair. Prosa

pun demikian, terbagi menjadi dua jenis yaitu Prosa Fiksi yang terdiri dari

Dongeng, Cerpen dan Novel, dan Prosa Nonfiksi: Biografi, Autobiografi, dan

Esai.

10
Jika dilihat dari segi isinya, sastra terbagi atas 4 macam, yaitu : (1).Epik,

karangan yang melukiskan sesuatu secara objektif tanpa mengikutkan pikirkan

dan perasaan pengarang. (2) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan

pengarang secara subjektif (3) Didaktik, karya sastra yang isinya mendidik

penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dan lain-

lain dan (4) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian (baik

dan buruk) dengan pelukisan yang berlebih-lebihan.

Nurgiyantoro, 2009: 9-10 dalam (Kartikasari dan Suprapto, 2018 : 114)

Secara etimologis, kata novel berasal dari bahasa Inggris yaitu novelette, yang

kemudian masuk ke Indonesia. Dalam bahasa Italia disebut novella, secara harfiah

berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita

pendek. Sekarang ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang

sama dengan istilah Indonesia “novelet” yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.

Penelitian yang dilakukan ini berjudul, “Pesan Didaktis Novel “Ghoky

Aku Papua” Karya Johan Gandegoay Sebagai Media Pembentukan Karakter”.

Penelitian ini difokuskan pada pesan-pesan didaktis atau pesan yang bersifat

mendidik, mengajar, atau mengarahkan yang terkandung dalam Novel "Ghoky

Aku Papua” ini, yang ingin disampaikan kepada pada pembaca oleh pengarang.

Pesan yang bersifat mendidik, yang mana termasuk dalam manfaat sastra bagi

kehidupan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Horatius dengan istilah sweet

and usefful” ‘nikmat yang bermanfaat’ (Nurgianyatoro 2013:433). Sastra mampu

memberikan kesenangan dan kenikmatan, namun di dalamnya juga terkandung

“memberi kemanfaatan”.

11
Pernyataan Horatius ‘sweet and usefful” pada hakikatnya menunjukkan

bahwa sastra berfungsi pragmatis bagi kehidupan sosial masyarakat. karena karya

sastra dapat tampil dengan menawarkan alternatif model kehidupan yang

diidealkan yang mencakup berbagai aspek kehidupan seperti cara berpikir,

bersikap, berasa, bertindak, cara memandang dan cara memperlakukan sesuatu,

berperilaku dan lain-lain. Sastra di persepsi sebagai fakta sosial yang menyimpan

pesan yang mampu mengerjakan emosi pembaca untuk bersikap atau berbuat

sesuatu. (Nurgiyantoro, 2013:434)

Sastra mempunyai peranan sebagai salah satu alat pendidikan yang

seharusnya dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dan dalam penulisan ini dapat

difokuskan pada peran dalam usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian

anak, peran sebagai character building. (Nurgiyantoro, 2013:434)

Novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay yang diterbitkan pada

tahun 2017, mengisahkan tentang perjalanan kehidupan seorang Anak laki-laki

dari keluarga Papua yang berdiam didaerah Manokwari dari mulai masa kanak-

kanaknya hingga ia remaja. Ghoky Ia tumbuh di keluarga sederhana dengan

ekonomi keluarga yang pes-pasan, namun Ia melewati masa kanak-kanaknya

sangat sukar dan tidak mudah dengan penuh tekanan dan didikan keras sang ayah

yang begitu tegasnya dalam mendidik anak-anaknya namun juga penuh

kegembiraan dan kenakalan dalam menjalani masa kanak-kanaknya namun ia

mempunyai semangat yang tinggi dalam meraih sukses. Pada akhirnya ia dapat

merasakan upah melewati penderita dan didikan keras sang ayah barulah kini ia

menyadari bahwa itu adalah bentuk kasih sayang sang dari sang ayah. Dan

pengalaman itu dengan bangga dan bahagia ia tuturkan pada sang anak.

12
Peneliti memfokuskan kajiannya terhadap novel ini, yaitu pada pesan-

pesan Didaktis atau pesan yang bersifat mendidik yang terdapat pada novel

“Ghoky Aku Papua” melalui model kehidupan yang diidealkan mencakup

berbagai aspek kehidupan seperti cara berpikir, bersikap, bertindak, cara

memandang, memperlakukan sesuatu berperilaku tokoh cerita atau tokoh-tokoh

dalam cerita novel tersebut.

Alasan peneliti mengkaji Novel ini yaitu bahwa Novel “Ghoky Aku

Papua” karya Johan Gandegoay ini sangat menarik untuk diteliti karena selain

cerita ini berlatar belakang di Papua, cerita ini juga menawarkan model kehidupan

para tokohnya melalui cara berpikir, bersikap, dan berperilaku para tokoh-tokoh

cerita yang bijaksana yang dapat merangsang pembaca untuk bersikap atau

berbuat sesuatu. Dan novel ini, dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran

dalam upaya membentuk dan mengembangkan karakter anak yang baik.

Ghoky Aku Papua karya Johan Gandegoay ini memiliki nilai plusnya atau

nilai lebih yaitu melalui model kehidupan yang ditampilkan atau disajikan

pengarang mencakup berbagai aspek kehidupan yang mengajarkan kita cara

berpikir, bersikap, dan bertindak atau berperilaku yang baik antara sesama, dan

berbagai model kehidupan. Pesan didaktis. Kata Didaktis, Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia artinya bersifat mendidik. Jika dilihat dari segi isinya, karya

sastra yang bersifat didaktis adalah karya sastra yang isinya mendidik

penikmat/pembaca tentang masal moral, tatakrama, masalah agama dan lain-lain

(Rahmawati, 2015:3). Dalam hal ini khusus dalam pesan-pesan yang bersifat

mendidik dan mengajar tentang nilai-nilai Karakter yang terdapat dalam novel

13
”Ghoky Aku Papua” yang dikaitkan dengan pilar-pilar karakter. Pesan-pesan yang

bersifat mendidik itu dapat kita lihat seperti contoh kutipan berikut :

“ Aku mencuri uang ayahku. Namun ternyata ayahku terlanjur


mengetahuinya. Ayah pun menanyakan hal tersebut padaku, juga pada
kakak Kubati Bin. “Siapa yang mencuri uang ayah?” suara ayah keras
dengan penuh emosi. Sebenarnya ayah tahu itu perbuatanku, hanya saja
ia ingin mencoba kejujuran kami. Aku terdiam dan takut untuk bicara,
karena tak satu pun dari kami berdua mau bicara akhirnya ayah berkata,
“Baik, karena kalian tidak ada yang mau mengaku maka kalian berdua
harus dihukum!” Tiba-tiba Kubati Bin berkata “Ayah, akulah yang telah
mencuri uang ayah.” Dia melakukan hal itu hanya demi aku. (Hal 13)
“Kau bertanggung jawab, babi-babi itu selalu harus diperhatikan,
dirawat, diberi makan, bahkan juga harus dikasih mandi. Kotoran di
kandang selalu dibersihkan, begitu juga kandangnya disiram paling
kurang sehari sekali.” Kira-kira itu pesan ayah padaku.
Suatu sore menjelang malam, karena babi-babi itu tak hentinya
berteriak karena aku telat beri makan. Sore itu ayah baru saja tiba di
rumah dari kantor. Ia memastikan apa yang terjadi di kandang. “Kenapa
babi-babi belum dikasih makan?” tanya ayah saat baru pulang kerja. “
Sebelum kau kasih makan babi, kau jangan makam malam, ya!” katanya.
(Hlm 24-25)
“Terlalu g-o-b-l-o-k,” kluh Bu Siti saat Pak Rumanasen, guru
pelajaran IPA, mampir sebentar ke kelas kami. Sekedar inggin tahu
mengapa aku dihukum. Pak Rum, demikian sapaan akrabnya di kalangan
guru, berasal dari Pulau Karang, Biak orangnya sederhana dan sangat
perhatikan. Aku dan teman-temanku selalu dinasehati, bahkan ia juga
memberi kami pelajaran tambahan. (Hlm 33)

Data ini menunjukkan pesan-pesan yang bersifat mendidik yang dikaitkan

dengan 9 pilar karakter. Pada data di atas yang menunjukkan didikan orang tua

pada anaknya untuk membentuk karakter anak menjadi anak yang berkarakter

baik. Data tersebut menunjukkan orang tua menginginkan anaknya bertumbuh

memiliki karakter yang jujur (faimess) dan tanggung jawab (responsibility)

dengan cara menasihati, menghukum, dan bahkan memukul. Sedang disekolah

guru memberikan perhatian lebih pada anak yang dianggap guru lain itu bodoh

dan nakal dengan selalu menasihati dan juga memberi pelajaran tambahan yang

membuat ia lebih pandai dipandai dan menguasai pelajaran yang sebelumnya ia

14
tidak kuasai. Guru menunjukkan sikap peduli terhadap anak yang dicap nakal

dan tidak pandai dan membuat anak menjadi tekun untuk belajar hingga dapat

menguasai pelajaran yang sebelumnya ia tidak kuasai, sikap guru membuat anak

menjadi Tekun ( diligence) hingga dapat mencapai yang ia dahulunya tidak bisa

menjadi bisa.

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca

terutama bagi para pendidik dalam pembentukan karakter peserta didik yang mana

karya sastra Novel “Ghoky Aku Papua” selain merupakan media pembelajaran

dalam usaha membentuk dan pengembangan kepribadian peserta seseorang agar

menjadi lebih baik di tengah masyarakat. Juga novel ini bersifat kontekstual

karena berlatar belakang cerita di salah satu wilayah yang ada di Papua. Kiranya

hasil penelitian ini dapat memberikan inspirasi dan pencerahan bagi guru dan

orang tua sebagai media pembentuk karakter anak atau peserta didik yaitu dengan

dapat dengan bijak dalam mendidik, baik dalam mengambil tindakan atau

bertindak dalam usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian anak. Pesan-

pesan yang bersifat mendidik dan mengajar dalam novel ini dapat kita jadikan

pembelajaran bagi kita tentang pentingnya pendidikan karakter yaitu anak dapat

tumbuh dan berkembang dengan memiliki karakter atau kepribadian yang baik di

tengah masyarakat.

Pilihan kata ‘Pesan’ dan atau ‘Didaktis’ untuk mengungkapkan yang apa

terkandung dalam novel “Ghoky Aku Papua”. Kata pesan adalah sesuatu yang

disampaikan oleh seseorang pada orang lain baik secara langsung maupun tidak

langsung . Sedangkan kata didaktis berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni

didaktikos yang berarti “mengajar” dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

15
(KBBI) arti kata didaktis adalah bersifat mendidik. Karya sastra yang isinya

tergolong Didaktik adalah karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca

tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dan lain-lain. Asumsi-asumsi

tersebut menjadi latar belakang peneliti untuk mengungkap berbagai pesan-pesan

yang bersifat mendidik di dalam Ghoky Aku Papua karya Johan Gandegoay.

Berdasarkan alasan bahwa Novel “Ghoky Aku Papua” berisi ajaran yang

bersifat mendidik dan mengajarkan para pembaca tentang ajaran moral, tatakrama

dan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian fokus

penelitian ini pada pesan-pesan didaktis atau pesan yang bersifat mendidik yang

terkandung dalam “Novel Ghoky Aku Papua” Pesan bersifat mendidik ini

dikaitkan dengan pilar karakter dan dapat dijadikan sebagai media Pembentukan

Karakter peserta didik.

Membentuk Karakter, Menurut Ratna Megawangi (Narwanti, 2011: 5)

merupakan proses sumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang

berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Ada tiga pihak

yang memiliki peran penting terhadap pembentukan karakter anak yaitu keluarga,

sekolah, dan lingkungan. Ketiga pihak tersebut harus ada hubungan yang sinergis.

Sastra mempunyai peran sebagai salah satu alat pendidikan yang

seharusnya dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dan dalam penulisan ini dapat

difokuskan pada peran dalam usaha untuk membentuk dan mengembangkan

kepribadian anak, peran sebagai character building. (Nurgiyantoro, 2013:434)

Suhardini Nurhayati (2013) dalam (Wibowo,2013:19) menyatakan bahwa,

pengajaran sastra memiliki peraturan erat dengan pendidikan karakter, karena

pengajaran sastra dan sastra pada umumnya, secara hakiki membicarakan nilai

16
hidup dan kehidupan-yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan

pembentukan karakter manusia.

Proses Pembentukan Karakter, Menurut Dr. Ratna Megawangi (2007),

dalam (Damai, Febrianto, Agung, & Radityo, 2018: 20) pelopor pendidikan

holistik berkarakter, dalam pembentukan karakter anak ada tiga hal yang harus

berlangsung secara terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti

tindakan apa yang harus diambil, dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang

baik. Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan

buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.

Misalnya, anak tak mau berbohong. Ia berbohong itu buruk sehingga ia tidak mau

melakukannya karena ia mencintai kebajikan. Ketiga, anak mampu melakukan

kebajikan dan terbiasa melakukannya.

Pembelajaran yang baik itu harus mengajar tentang yang baik saja

melainkan juga harus diberitahukan yang tidak baiknya dan dampaknya agar anak

dapat mengetahuinya dan tidak mencari yang tidak baiknya. Sebab apabila kita

hanya mengajarkan tentang yang baik atau positifnya, maka anak akan mencari

sendiri yang tidak baiknya atau negatif itu. Oleh sebab itu, pembelajaran yang

baik itu selain mengajarkan tentang yang baiknya saja melainkan juga harus

diberitahukan yang tidak baiknya tersebut.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra diresepsi oleh anak dan

secara tidak sadar merekronstruksi sikap dan kepribadian mereka. (Noor,2011:38)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumus di atas maka, masalah yang dirumuskan sebagai berikut :

17
1.2.1 Bagaimanakah cara pengarang menyampaikan pesan didaktis dan novel

“Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay ?

1.2.2 Jenis-jenis pesan didaktis apa saja yang terdapat dalam novel “Ghoky Aku

Papua” Karya Johan Gandegoay ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai

berikut :

1.3.1 Mendeskripsikan cara pengarang menyampaikan pesan-pesan didaktis

dalam novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay.

1.3.2 Mengidentifikasi jenis-jenis pesan didaktis dalam novel “Ghoky Aku

Papua”

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca,

baik bersifat teoretis maupun praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoretis yang diperoleh dari penelitian ini antara lain, hasil

penelitian ini dapat memberi sumbangan dalam dunia kesastraan Indonesia,

khususnya pada pesan-pesan didaktis dalam karya sastra dalam penelitian ini

yaitu novel yang berlatar belakang Papua.

Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para
pembaca khususnya dalam ilmu sastra yaitu dapat dijadikan referensi dalam
penelitian yang lebih lanjut, yaitu dalam pendidikan karakter dalam pembentukan
karakter anak melalui karya sastra dan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dalam pembentukan
karakter.

18
4.1.2 Manfaat Praktis
4.1.2.1 Bagi Peneliti

Bagi Peneliti, Penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang

dirumuskan. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk

semakin aktif menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan

pendidikan.

4.1.2.1 Bagi Pembaca,

Bagi Pembaca, Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah

keilmuan pembaca tentang pesan-pesan didaktis dalam novel ini. Pesan-pesan

yang bersifat mendidik ini dapat dijadikan sebagai media alternatif dalam

pembentukan karakter dan pembacaan dapat dengan bijak dalam memilih untuk

dijadikan sebagai media dalam pembentukan karakter.

1.4.2.2 Bagi Pendidik,

Bagi Pendidik, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi

dalam mendidik peserta didik khusus dalam proses pembentukan karakter anak.

Hasil kajian ini dapat digunakan selain sebagai bahan pembelajaran juga dapat

digunakan sebagai media untuk membentuk karakter anak melalui cerita dalam

novel ini, juga dapat dengan bijak dalam mendidik anak dalam pembentukan

karakter anak menjadi anak yang berkarakter baik di tengah masyarakat.

4.1.2.3 Bagi sastrawan

Bagi sastrawan, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rangsangan

pada sastrawan untuk lebih giat menciptakan karya sastra, khususnya karya sastra

Papua dalam mengenalkan Papua melalui karya sastra dan dalam pelestarian dan

memberi sumbangan dalam khazanah sastra melalui karya-karya tersebut.

19
1.5 Penegasan Istilah atau Penegasan Judul

Berikut ini dikemukakan pengertian beberapa kata atau istilah yang

dianggap perlu dan penting dalam penegasan Judul agar apa yang dibahas tidak

menyimpang pada hal-hal di luar judul, atau dengan kata lain, agar pembahasan

dapat terarah sesuai yang diharapkan dan sesuai cakupan yang lebih spesifik

sesuai judul yang dibahas, yaitu Kata Pesan, Didaktis, dan Novel.

Pesan adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis lewat cerita

tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dalam sebuah cerita melalui

motif-motif dan model kehidupan yang mencakup berbagai aspek cara berpikir

bersikap, berperilaku, tokoh cerita.

Didaktis artinya bersifat mendidik atau mengajarkan tentang ajaran

moral, tatakrama, dan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang terkandung di

dalam karya sastra. Dan dari fungsi karya sastra yaitu bersifat menghibur dan

mendidik melalui cerita kehidupan yang ditampilkan dalam karya sastra dengan

persoalan-persoalan atau problematika yang sacara tidak langsung menampilkan

model kehidupan yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang secara tidak

langsung mengajarkan atau mendidik pembaca tentang ajaran moral, nilai-nilai

kebenaran dan kebaikan, dan tatakrama yang dapat ditafsirkan melalui cara

berpikir, bersikap, dan berperilaku para tokohnya.

Novel “Ghoky Aku Papua” karya Johan Gandegoay ini selain menghibur

ia juga memberikan manfaat berupaya ajaran tentang moral, tatakrama dan nilai-

nilai kebaikan dan kebenaran yang terkandung di dalamnya yaitu cara bersikap

dan berperilaku yang baik pada orang lain yang ada di sekitar kita, baik di

lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat.

20
Novel adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa

membahas tentang permasalahan kehidupan seseorang atau berbagai tokoh.

Hingga kisah dalam novel lebih panjang dari pada cerpen dan terdapat beberapa

episode atau bagian di dalamnya. Misalnya pada Novel “Ghoky Aku Papua”

membahas perjalanan kehidupan tokoh utama dimulai dari ia masih kanak-kanak

memiliki karakter yang buruk hingga ia dewasa dan memiliki karakter yang baik.

Kisahnya dalam novel ini yang kemudian dibagi dalam beberapa bagian atau yang

biasa dikenal dengan episode yakni 27 Bagian.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian; manfaat teoritis dan praktis, Penegasan istilah atau

judul dan Sistematika Penulisan.

Bab II Landasan Teori, mencakup kajian pustaka dan landasan teori.

Bab III Metodologi Penelitian, meliputi Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian,

Metode Penelitian, Teknik Penelitian; Pengumuman data dan analisis data, dan

Kerangka Berpikir.

Bab IV Pembahasan, meliputi cara pengarang menyampaikan pesan did

Didaktis dalam Novel; Melalui Dialog, melalui adegan, melalui konflik, dan

melalui simbol, dan jenis-jenis pesan didaktis

21
Bab V Penutup, simpulan dan saran

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan kajian beberapa peneliti terdahulu yang

menjelaskan laporan tentang apa yang dikemukakan penelitian lain dan dipakai

sebagai penunjang untuk membantu meminimalisir terjadinya penelitian ulang.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Chani Fabrianto, pada tahun

2019, dengan judul penelitian “Trauma Tokoh Ghoky Dalam Novel “Ghoky Aku

Papua” Karya Johan Gandegoay” . Ia membahas tentang trauma yang dialami

oleh Tokoh Ghoky yaitu faktor-faktor penyebab trauma psikologi yang dialami

oleh tokoh Ghoky, bentuk-bentuk trauma psikologis dan bagaimana tokoh ghoky

22
mengatasi trauma psikologisnya. Dan Penelitian yang dilakukan ini menggunakan

Pendekatan Psikologis Sastra oleh Sigmund Freud.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Kurnia Aisah, pada tahun 2021, dengan

judul penelitian “Nilai-nilai Pendidikan Karakter Tokoh Dalam Novel “Anggadi

Tupa” Karya Jhon Waromi. Penelitian ini membahas tentang nilai-nilai karakter

yang dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam novel “Anggadi Tupa” yang dapat

digunakan sebagai media untuk pembentukan karakter siswa dalam proses belajar

mengajar. Penelitian ini menggunakan Nilai-nilai Pendidikan Karakter yang

dikaitkan dengan karakter-karakter tokoh dalam cerita.

Terakhir, dilakukan oleh Rini Yuwana pada tahun 2018, dengan judul

penelitian “ Analisis Struktur Dan Nilai Didaktis Cerita Rakyat Aceh, Legenda

Gajah Puteh”. Kemudian, Peneliti ini membahas tentang analisis struktural dan

pesan didaktis dalam cerita rakyat Aceh, Legenda Gajah Puteh. Dan Peneliti ini

dilakukan dengan menggunakan Nilai-nilai pendidikan karakter.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori berisikan konsep-konsep dan teori-teori yang digunakan

dalam penelitian yang dilakukan ini yang berkaitan dengan judul penelitian, yaitu

Konsep Sastra, Novel, Karakter dan sebagainya, juga teori struktural dan teori

lainnya.

2.2.1 Konsep

Konsep merupakan paham mengenai definisi atau konsep-konsep yang diuraikan

yang berkaitan dengan judul penelitian atau konsep-konsep yang relevan dengan

judul.

23
2.2.1.1 Sastra

1) Pengertian Sastra

Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sanskerta yang

berarti terdiri dari akar kata Cas atau sas dan -tra. Cas dalam bentuk kata kerja

yang diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu

petunjuk ataupun instruksi. Akhiran -tra menunjukkan suatu sarana atau alat.

Sasatra secara harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi,

ataupun pengajaran. Istilah susastra sendiri pada dasarnya berasal dari awalan su

yang memiliki arti “indah, baik” sehingga susastra dibandingkan atau disejajarkan

dengan belles-letters (Susanto, 2012:2).

Dalam bahasa Indonesia, kata sastra itu sendiri berasal dari bahasa Jawa

kuna [sic] yang berarti tulisan. Istilah dalam bahasa Jawa kuna [sic] berarti

“tulisan-tulisan utama” . Sementara itu kata “sastra” dalam khazanah Jawa kuna

[sic] berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti kehidupan. Akar kata bahasa

Sansekerta adalah sas yang berarti mengarahkan, mengajar atau memberi

petunjuk atau instruksi. Sementara itu, akhiran tra biasanya menunjukkan alat

atau sarana. Dengan demikian, sastra berarti alat untuk mengajar atau buku

petunjuk atau buku instruksi atau buku pengajaran. Di samping kata sastra, kerap

juga kata susastra kita di beberapa tulisan, yang berarti bahasa yang indah—

awalan su pada kata susastra mengacu pada arti indah. (Emzir&Rohman 2017: 5)

2) Jenis-jenis Sastra

Karya sastra memiliki beberapa jenis, berdasarkan ragamnya sastra

dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.

A. Prosa

24
Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas.

Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa’, bukan

dalam bentuk puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai

ke margin kanan. Prosa dalam pengertian ini tidak hanya terbatas pada tulisan

yang digolongkan sebagai karya sastra, melainkan juga berbagai karya juga pada

pengertian nonfiksi termasuk penulisan berita atau surat kabar. ( Nurgianyatoro

2015: 1-2). Prosa dibagi menjadi dua jenis yakni prosa fiksi dan nonfiksi. Prosa

Fiksi : Dongeng, Cerpen dan Novel, dan Prosa Nonfiksi: Biografi, Autobiografi,

dan Esai. Penelitian ini, karya sastra yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini ialah karya sastra Novel.

Cerita “Ghoky Aku Papua” karya Johan Gandegoay yang diterbitkan pada

tahun 2017 ini termasuk pada jenis karya sastra prosa. Yaitu Novel. Novel

merupakan sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu

panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Cerita “Ghoky Aku Papua” karya

Johan Gandegoay ini tergolong ke dalam jenis Prosa yaitu tepatnya Novel karena

ceritanya yang dikisahkan dalam buku dengan judul “Ghoky Aku Papua” ini

begitu panjang, yaitu terdiri dari 166 halaman dan memiliki beberapa

babak/bagian atau episode di dalamnya.

B. Puisi

Puisi (dari bahasa Yunani kuno poieo/poio) adalah seni tertulis di mana

bahasa digunakan untuk kualitas estetikanya untuk tambahan, atau selain arti

semantikanya. Menurut Syuti puisi adalah pengucapan bahasa yang

memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi didalamnya, yang mengungkapkan

pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari

25
kehidupan individu dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik tertentu,

sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri

pembaca atau pendengarnya. ( Rahmawati 2015: 18-19) . Puisi terbagi menjadi

beberapa jenis, yakni Mantra, Bidal, pantun, gurindam dan syair.

C. Drama

Secara etimologis, kata “drama” berasal dari Yunani “dran” yang berarti

berbuat. Orang Yunani menyebut kata drama “draomai” berarti perbuatan meniru.

Menurut Moris, “drama term derived from verbs, ‘dran’ meaning ‘act’ ‘to’ ‘do’;

maksudnya adalah dari kata kerja dran yang berarti berbuat. Secara sederhana,

maka dapat pula bermakna perang. Drama merupakan peran memetik, yaitu peran

dalam penurunan atau representasi tentang perilaku kemanusiaan. (Emzir &

Rohman 2017: 262). Dama memiliki beberapa jenis, yaitu Melodrama, Drama

heroik, komedi, farce, Opera dan sendratari.

2.2.1.2 Novel

1) Pengertian Novel

Nurgiyantoro, 2009: 9-10 dalam (Kartikasari dan Suprapto, 2018 : 114)

Secara etimologis, kata novel berasal dari bahasa Inggris yaitu novelette, yang

kemudian masuk ke Indonesia. Dalam bahasa Italia disebut novella, secara harfiah

berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita

pendek. Sekarang ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang

sama dengan istilah Indonesia ―novelet‖ yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.

26
Novel yang berjudul “Ghoky Aku Papua” karya Johan Gandegoay ini

adalah novel terbaru yang diterbitkan pada tahun 2017 dan memiliki 166 halaman.

Novel diangkat dari pengalaman kehidupan yang pernah dialami oleh pengarang.

Dalam novel tersebut pengarang menceritakan masa kecilnya kepada anak laki-

lakinya saat mereka berkunjung di kampung halaman, tempat lahir pengarang

dulu.

2) Ciri-ciri Novel

Berikut ini adalah ciri-ciri dari Novel :

A. Novel memiliki jumlah kata lebih dari 35.000 kata.

B. Novel terdiri dari setidaknya 100 halaman.

C. Durasi untuk membaca novel setidaknya 2 jam atau 120 menit.

D. Ceritanya lebih dari satu impresi, efek, dan emosi.

E. Alur cerita dalam novel cukup kompleks.

F. Seleksi cerita dalam novel lebih luas.

G. Cerita dalam novel lebih panjang, akan tetapi banyak kalimat yang di

ulang-ulang.

H. Novel ditulis dengan narasi kemudian di dukung dengan deskripsi untuk

menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di dalamnya.(Ahyar, 2019:

149)

3) Jenis-jenis Novel

Novel dewasa ini memiliki berbagai macam Jenisnya. Untuk itu, dalam

hal ini, jika dilihat berdasarkan tingkat kebenarannya novel dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu Novel fiksi (kisah tidak nyata) dan Novel nonfiksi (kisah nyata).

27
Menurut Abrams (1999) dalam (Nurgianyatoro 2013), menyatakan bahwa,

Fiksi pertama-tama menyerang pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah

novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan

novel.

A. Novel Fiksi

Fiksi dapat diartikan sebagai cerita rekaan atau cerita yang tidak benar-

benar terjadi. Dengan kata lain cerita yang bersifat imajinatif, atau dibuat

berdasarkan imajinasi penulis dan kebenarannya tidak dapat dibuktikan pada

dunia nyata.

Menurut Abrams (1999), dalam (Nurgianyatoro, 2013 :2) menurut

hematnya, bahwa Fiksi merupakan karya sastra naratif yang isinya tidak

menyerang pada kebenaran faktual, terjadi.

Karya fiksi, dengan demikian memberikan bahwa karya fiksi, dengan

demikian menunjuk pada sesuatu karya yang menceritakan sesuatu yang

bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh

sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgianyatoro,

2013: 2).

B. Novel Nonfiksi

Novel Fiksi, ceritanya tidak dapat dibuktikan pada dunia nyata atau

bersifat khayalan sehingga tidak perlu dibuktikan pada dunia nyata. Jika

demikian, berbanding terbalik dengan novel non fiksi. Novel nonfiksi ceritanya

mengisahkan kejadian kisah realita seseorang yang ceritanya diambil dari kisah

nyata.

28
Novel nonfiksi ini dibuat atau diambil dari kisah nyata orang lain yang

kemudian dituliskan ke dalam bentuk karya sastra novel, juga pula bisa

berdasarkan kisah nyata pengalaman pribadi pengang sendiri dan

kebenarannya dapat dibuktikan atau data faktualnya ada, dapat dilihat maupun

dijumpai pada dunia nyata.

Menurut Abrams (1999), dalam (Nurgianyatoro, 2013: 5) menyatakan

bahwa, disebut sebagai fiksi historis (historical fiction), jika yang menjadi

dasar penulisan fakta sejarah, fiksi biografis (biographical fiction), jika

menjadi dasar penulisan fakta biografis, dan fiksi sains (science fiction), Jika

menjadi dasar penulisan fakta ilmu pengetahuan. Ketiga jenis fiksi tersebut

dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).

Novel “Ghoky Aku Papua” karya Johan Gandegoay yang diterbitkan

pada tahun 2017 ini, adalah novel yang mengisahkan tentang perjalanan hidup

seorang anak, dimulai dari ia lahir, masa kanak-kanaknya hingga dewasa dan

kini menjadi orang tua. Kisah ini diambil berdasarkan kisah pengalaman

pengang sendiri yang kemudian diceritakan dan kisah ini berlatar belakang di

Pantai Teluk Dore, Manokwari, Papua Barat. Oleh sebab itu, Novel “Ghoky

Aku Papua” karya Johan Gandegoay ini tergolong dalam Jenis Novel Nonfiksi

(Kisah Nyata) karena berangkat dari pengalaman pribadi pengarang dan

berlatar belakang cerita di Manokwari Papua Barat.

2.2.1.3 Unsur Intrinsik Novel.

29
Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur pembangun karya sastra yang

dapat ditemukan yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri.

Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperti roman, novel, dan cerpen,

sebagian ahli berpendapat, unsur-unsur intrinsiknya adalah (1) tema, (2) amanat,

(3) tokoh, (4) alur(plot), (5) latar(setting), (6) sudut pandang dan (7) gaya bahasa.

(Emzir & Rohman 2017:38)

1) Tema

Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986), dalam (Nurgianyatoro,

2013:118), mengemukakan bahwa, Tema merupakan gagasan dasar umum yang

menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur

semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Sedangkan dipihak lain, menurut Baldic, mengembangkan bahwa tema adalah

gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara

berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun implisit pengetahuan

motif.

Berdasarkan pendapat di atas, Nurgianyatoro menyatakan bahwa jadi tema

adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai

struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan

lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit.

2) Amanat

Amanat merupakan pesan-pesan moral yang ingin disampaikan oleh

pengarang melalui karyanya. (Rahmawati, 2015:8).

30
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak

disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. (Kosasih, 2008:

64).

Amanat merupakan pesan yang disampaikan, yang terdapat dalam cerita

dalam sebuah novel. (Ahyan, 2019:90).

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan,

message. Bahkan, unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang

mendasari penulisan karya sastra itu, gagasan yang mendasari diciptakannya

karya sastra sebagai pendukung pesan (Nurgianyatoro, 2013:430).

3) Tokoh dan Penokohan

A. Tokoh

Baldic dalam (Nurgianyatoro, 2013:247) bahwa tokoh adalah orang

yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedangkan penokohan

(characterization) adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama

dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk

menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakan.

Tokoh adalah pelaku dalam cerita, yang diceritakan oleh pengarang

atau merupakan orang-orang atau pelaku dalam cerita yang dikisahkan dalam

karya sastra, dalam hal ini Novel.

B. Penokohan

Penokohan adalah Karakter yang dimiliki oleh para pelaku dalam cerita

yang dibuat oleh pengarang dengan memiliki sifat, watak atau karakter.

.......Baldic( 2001:37), Penokohan (Characterizion) adalah pengghadiran tokoh

dalam cerita fiksi atau drama dengan cara langsung atau tidak langsung dan

31
mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan

tindakan.

Pendapat di atas, tidak beda halnya seperti yang di kemukakan oleh

Jones (Nurgianyatoro, 2015:247), penokohan adalah pelukisan gambaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

4) Alur atau plot

Alur atau plot, Menurut Stanton (Nurgianyatoro 2015:167) Plot adalah

cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab akibat, peristiwa satu disebabkan atau menyebarkan terjadinya

peristiwa yang lain. Sedang menurut Forest sebagai peristiwa-peristiwa yang

ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana karena pengarang

menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan

waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Dalam sebuah cerita,

sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan

barangkali ada pula akhirnya. Secara teoretis plot dapat diurutkan atau

dikembalikan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Namun, dalam

perkembangannya, dalam langkah operasional yang dilakukan pengarang tidak

selamanya tunduk pada teori itu. (Nurgianyatoro, 2013: 201).

Tahap-tahap pembelotan terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap awal

kejadian, tahap Tengah dan juga Tahap akhir ; seperti yang akan dijelaskan di

bawah ini :

A. Tahap Awal

32
Tahap Awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalkan.

Tahap perkenalkan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang

berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya.

Misalnya, berupa penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat,

Suasana alam, waktu kejadian, ( misalnya ada kaitannya dengan waktu sejarah).

dan lain-lain yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting. (Nurgianyatoro,

2013: 201).

B. Tahap Tengah

Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap perkaitan

menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada

tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.

(Nurgianyatoro, 2013: 204).

C. Tahap Akhir

Tahap Akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut tahap pelarian,

menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya

berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyarankan pada hal bagaimana akhir

sebuah cerita.

5) Latar atau setting

Latar/setting, menurut Abrams (Nurgianyatoro 2015:302), Latar atau

setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian

tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,

waktu dan sosial budaya. Walaupun masing-masing menawarkan permasalahan

33
yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, ketiga unsur itu pada

kenyataannya saling berkaitan dan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.

(Nurgianyatoro, 2013 : 314).

A. Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-

tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama

jelas.

B. Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat

dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

C. Latar sosial budaya

Latar sosial menyeramkan dengan hal-hal yang berhubungan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Tata cara kehidupan masyarakat mencakup sebagai masalah dalam lingkup yang

cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, secara berpikir dan bersikap

yang tergolong latar spiritual seperti yang dikemukakan sebelumnya.

6) Sudut pandang

Sudut pandang, point of view Menurut Abrams (Nurgianyatoro 2015:338),

menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau

pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menyajikan cerita dalam

sebuah karya fiksi kepada pembaca.

34
Dari pendapat di atas Nurgianyatoro menyimpulkan bahwa, dengan

demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang

secara sengaja di pilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan cerita.

2.2.1.4 Pesan Didaktis

Pesan adalah (bahasa Inggris) adalah sebuah pemberitahuan, kata, atau

sebuah komunikasi baik lisan maupun tulis yang dikirimkan dari satu orang ke

orang lain. (Wikipedia)

Di dalam karya sastra pesan disebut juga amanat.....Amanat merupakan

ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada

pembaca melalui karyanya. (Kosasih, 2008: 64)

Amanat merupakan pesan yang disampaikan, yang terdapat

dalam cerita dalam sebuah novel. (Ahyan, 2019:90)

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan,

message. Bahkan, unsur amanat sebenarnya itu, gagasan yang mendasari

diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. (Nurgiyantoro, 2013: 430)

Kata didaktis berasal dari bahasa Yunani yakni “didaktie” yang asal

katanya adalah “didaskein” artinya mengajar. ... Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), arti kata didaktisa adalah bersifat mendidik.

Semi (1990:71) mengemukakan bahwa “Didaktis” adalah pendidikan

dengan pengajaran yang dapat mengantarkan pembaca kepada sesuatu arah

tertentu. Oleh sebab itu karya sastra yang baik adalah karya sastra yang

memperlihatkan tokoh-tokoh yang memiliki kebijaksanaan dan kearifan sehingga

pembaca dapat mengambilnya sebagai teladan”.

35
Fungsi sastra dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa

fungsi, salah satunya adalah fungsi didaktik yaitu sastra mampu mengarahkan atau

mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung

di dalamnya. (Rahmawati, 2015: 2)

Dengan membaca karya sastra, seseorang dapat

memperoleh pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan manusia dan pelajaran

tentang nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang ada di dalamnya. Dari sana,

orang tersebut terbangkitkan kreativitas dan emosinya untuk berbuat sesuatu, baik

untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. (Kosasih, 2008:4)

Novel “Ghoky Aku Papua” Karya Johan Gandegoay yang ditetapkan

pada tahun 2017 ini isinya tergolong didaktik yaitu;..... Dilihat dari segi isinya

sastra didaktis adalah karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca

tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dan lain-lain. (Rahmawati,

2015: 2).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa,

pesan didaktis merupakan pesan yang mendidik dan mengajarkan para

pembacanya tentang ajaran moral, tatakrama maupun nilai-nilai kebaikan dan

kebenaran yang terkandung di dalamnya yang hendak disampaikan oleh

pengarang yang ditafsirkan melalui cara berpikir, bersikap dan berperilaku para

tokohnya yang memiliki kebijakan yang dapat dijadikan sebagai teladan dalam

kehidupan kita.

2.2.1.5 Karakter

1) Pengertian Karakter

36
Karakter berasal dari bahasa Yunani kharakter yang berakar dari diksi

’kharassein’ yang berarti memahat atau mengukir ( to inscribe/to engrave).

Sedangkan dalam bahasa latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam

bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifat-sifat

kejiwaan/tabiat/watak. Karakter dalam American Herritage Dictionary,

merupakan kualitas sifat, ciri; atribut, serta kemampuan khas individu yang

membedakannya dari pribadi yang lain (Narwanti, 2011: 1).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Narwanti,2011:1), Karakter

memiliki arti tabiat ; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain.

Karakter menurut Kemendiknas (2010) dalam (Wibowo, 2013:13) bahwa

karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk

dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues), dan diyakini dan digunakan

sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, dan bertindak.

Winnie dalam (Gunawan & Mahmud, 2012: 2) memahami bahwa karakter

memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana

seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau

rakus, tentulah orang tersebut memaninvestasikan perilaku buruk. Sebaliknya,

apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut

memaninvestasikan karakter mulia. Kedua, istilah Karakter erat kaitannya dengan

‘pesonality” . Seseorang baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter' (a person of

Character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.

2) Pendidikan Karakter

37
Pendidikan karakter menurut Kemendikbud (2010:8) dalam (Wibowo,

2013: 15) bawah pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan

mengembangkan karakter-karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan

dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan

warga negara.

Pendidikan karakter, menurut Thomas Lickona (1991) dalam (Gunawan &

Mahmud, 2012: 23) adalah pendidikan untuk membentuk kep seseorang melalui

pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang,

yaitu tingkah laku yang baik, Juju bertanggung jawab, menghormati orang lain,

kerja keras, dan sebagainya.

Pendidikan karakter pada intinya tujuannya untuk membentuk bangsa

yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong

royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan,

dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh imam dan takwa kepada Tuhan yang

maha Esa berdasarkan Pancasila ( Narwanti, 2011: 16).

Tujuan pendidikan Karakter menurut Dharma Kusuma, Cepi Triathna, dan

Johar Permana (2011:9) dalam ( Narwanti, 2011: 16) adalah :

1) main fasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga

terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah

proses sekolah (setelah lulus dari sekolah)

2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai

yang dikembangkan sekolah.

3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam

memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

38
Fungsi pendidikan karakter: (1) mengembangkan potensi dasar agar

berhati baik, berpikir baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun

bangsa yang multikultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif

dalam pergaulan dunia (Narwanti, 2011: 17).

Media pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang

mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,

pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Keluarga merupakan agen sosialisasi

pertama bagi seorang individu, melalui pendengaran, penglihatan, serta

pengamatan. Di sinilah peran penting orang tua untuk turut membangun karakter

positif bagi anak.

Pembentukan karakter, kata Ratna Megawangi, dalam (Narwanti, 2011:

5), merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh

menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang

berkarakter pula. Ada tiga pihak yang memiliki peran penting terhadap

pembentukan karakter anak yaitu: keluarga, sekolah dan lingkungan. Ketika pihak

tersebut harus ada hubungan sinergis.

Sastra mempunyai peranan sebagai salah satu alat pendidikan yang

seharusnya dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dan dalam penulisan ini dapat

difokuskan pada peran dalam usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian

anak, peran sebagai character building. (Nurgiyantoro, 2013:434)

Suhardini Nurhayati (2013) dalam (Wibowo,2013:19) menyatakan bahwa,

pengajaran sastra memiliki peraturan erat dengan pendidikan karakter, karena

pengajaran sastra dan sastra pada umumnya, secara hakiki membicarakan nilai

39
hidup dan kehidupan-yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan

pembentukan karakter manusia.

2.2.2 Teori

Landasan teori berisikan teori-teori yang relevan dengan judul yang

digunakan dalam penelitian ini.

2.2.2.1 Teori Struktrural

Secara etimologis struktur berasal dari kata structura , bahasa Latin, yang

berarti bentuk dan bangunan. (Ratna, S.U, 2005: 88). Struktur karya sastra juga

menunjuk pada pengertian adanya hubungan antara unsur (intrinsik) yang bersifat

timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersamaan

membentuk suatu kesatuan yang utuh. (Nurgianyatoro, 2013: 57).

Strukturalisme, menurut Hawkes (1978, lewat Pradopo, 1978 : 199-120)

dalam (Nurgianyatoro, 1994:37 ) bahwa, pada dasarnya juga dapat dipandang

sebagai cara berpikir tentang dunia (baca juga: dunia kesastraan) yang lebih

merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian, kodrat

setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu harus mempunyai makna setelah

berada di dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di

dalamnya.

Menurut Hawkes, dalam (Suharyadi, 2018: 60) bahwa, karya sastra

merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur pembentuk

struktur. Antara unsur-unsur pembentuknya ada jalinan erat (koherensi). Tiap

unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya melainkan maknanya

40
ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lain yang terlibat dalam sebuah

situasi. Makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami sepenuhnya atas

dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra.

Strukturalisme memberikan perhatian terhadap kajian unsur-unsur teks

kesastraan. Setiap teks sastra memiliki unsur yang berbeda dan tidak ada satu teks

pun yang sama persis. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi,

mesti fokus pada unsur-unsur intrinsik pembangunannya. Ia dapat dilakukan

dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan

antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgianyatoro, 2013:60).

Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana

keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan

lain-lain. Setelah cobajelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu

dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu

sehingga secara bersamaan membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu.

(Nurgianyatoro, 2013:60).

Jadi teori Struktrural menurut Hawkes yang digunakan untuk

mendeskripsikan, Tema, Tokoh & Penokohan, Latar/setting, serta unsur-unsur

lainnya.

2.2.2.2 Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani kharakter yang berakar dari diksi

’kharassein’ yang berarti memahat atau mengukir ( to inscribe/to engrave).

Sedangkan dalam bahasa latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam

bahasa Indonesia, karakter dapat diartikan sebagai sifat-sifat

41
kejiwaan/tabiat/watak. Karakter dalam American Herritage Dictionary,

merupakan kualitas sifat, ciri; atribut, serta kemampuan khas individu yang

membedakannya dari pribadi yang lain (Narwanti, 2011: 1).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Narwanti,2011:1), Karakter

memiliki arti tabiat ; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain.

Menurut Kemendiknas 2015:5 dalam (Wibowo,2013:13) bahwa karakter

adalah watak, tabiat, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbagai kebijakan (virtues), yang diyakini dan digunakan sebagai

landasan untuk cara pandang, berpikir, dan bertindak.

Pendidikan karakter menurut Kemendikbud (2010:8) dalam (Wibowo,

2013: 15) bawah pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan

mengembangkan karakter-karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan

dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan

warga negara.

Pendidikan karakter, menurut Thomas Lickona (1991) dalam (Gunawan &

Mahmud, 2012: 23) adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang

melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata

seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, Juju bertanggung jawab, menghormati

orang lain, kerja keras, dan sebagainya.

Media pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang

mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,

pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Keluarga merupakan agen sosialisasi

pertama bagi seorang individu, melalui pendengaran, penglihatan, serta

42
pengamatan. Disinilah peran penting orangtua untuk turut membangun karakter

positif bagi anak.

Pembentukan karakter, kata Ratna Megawangi, dalam (Narwanti, 2011: 5),

merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh

menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang

berkarakter pula. Ada tiga pihak yang memiliki peran penting terhadap

pembentukan karakter anak yaitu: keluarga, sekolah dan lingkungan. Ketika pihak

tersebut harus ada hubungan sinergis.

Proses Pembentukan Karakter, Menurut Dr. Ratna Megawangi (2007),

dalam (Damai, Febrianto, Agung, & Radityo, 2018: 20) pelopor pendidikan

holistik berkarakter, dalam pembentukan karakter anak ada tiga hal yang harus

berlangsung secara terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti

tindakan apa yang harus diambil, dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang

baik. Kedua, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan

buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan.

Misalnya, anak tak mau berbohong. Ia berbohong itu buruk sehingga ia tidak mau

melakukannya karena ia mencintai kebajikan. Ketiga, anak mampu melakukan

kebajikan dan terbiasa melakukannya.

Sastra mempunyai peranan sebagai salah satu alat pendidikan yang

seharusnya dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, dan dalam penulisan ini dapat

difokuskan pada peran dalam usaha untuk pembentuk dan pengembangan

kepribadian anak, peran sebagai Character building. Artinya, sastra dapat diyakini

mempunyai andil yang tidak kecil dalam usaha pembentukan dan pengembangan

kepribadian anak. Jika dimanfaatkan secara benar dan dilakukan dengan strategi

43
yang benar pula, sastra diyakini mampu berperan dalam pengembangan manusia

yang seutuhnya dengan cara yang menyenangkan. Namun, usaha pembentukan

kepribadian tersebut lewat kesastraan berlangsung secara tidak langsung dan tidak

sebagaimana halnya pembelajaran etika, norma-norma agama, budi pekerti, atau

yang lainnya yang secara langsung (Nurgianyatoro, ,2013:434)

Menurut Suhaedi Nurhayati (2013) dalam (Wibowo, 2013: 19), bahwa

pengajaran sastra memiliki peraturan erat dengan pendidikan karakter, karena

pengajaran sastra dan sastra pada umumnya, secara hakiki, membicarakan nilai

hidup dan kehidupan-yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan

pembentukan Karakter manusia.

pembentukan karakter peserta didik atau anak dilakukan dengan

mengajarkan yang baik saja tetapi juga berbenturan yakni bahwa selain tidak

hanya di ajarkan tentang yang baik saja, melainkan harus juga diberitahukah

tentang yang tidak baiknya besta dampaknya karena jika tidak anak akan mencari

sendiri yang tidak baiknya tersebut.

2.3.2.1 Pilar-pilar karakter

Pilar-pilar karakter, merupakan sejumlah nilai-nilai yang dapat digunakan

sebagai patokan dalam pembentukan karakter anak atau siswa. Pilar-pilar karakter

tersebut, terdiri dari beberapa pilar yang dikemukakan oleh beberapa pakar,

adapun pilar-pilar tersebut terdiri dari beberapa pilar-pilar yaitu ada yang 5 pilar, 7

pilar, 10 pilar dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, Pilar-pilar yang digunakan dan dikaitkan dengan

cerita yaitu merupakan pilar-pilar karakter menurut Character Counts di Amerika,

dalam (Narwanti, 2011: 26), mengidentifikasikan bahwa karakter diidentifikasi

44
menjadi 10 pilar, yakni (1) dapat dipercaya (trustwortines), rasa hormat dan

perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairnes), peduli

(caring), Kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage),

tekun (diligence), dan integritas.

karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang memiliki

kebijaksanaan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai teladan dan

dikaitkan dengan 10 pilar karakter yang kemudian dapat dijadikan sebagai media

untuk membentuk dan mengembangkan karakter seseorang.

Nilai-nilai tersebut terkandung dalam novel “Ghoky Aku Papua” karya

Johan Gandegoay yaitu karya sastra yang memperlihatkan tokoh-tokoh yang

memiliki kebijaksanaan sehingga pembaca dapat mengambilnya sebagai teladan.

Yang mana dapat kita tafsirkan melalui cara berpikir, bersikap dan berperilaku

tokoh. Oleh sebab itu, nilai karakter pada 10 pilar yang terkandung dalam cerita,

dapat dijadikan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian anak

menjadi pribadi yang lebih baik di tengah masyarakat. Baik itu di lingkungan

sekolah, keluarga maupun di mana pun ia berada. Dengan demikian anak mengerti

apa yang sedang ia pelajari dan mampu bijaksana Ketika mencoba

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. ....Nilai-nilai yang terkandung di

dalam karya sastra diresepsi oleh anak dan secara tidak sadar merekronstruksi

sikap dan kepribadian mereka. Karya sastra selain sebagai penanaman nilai-nilai

dan karakter (Noor, 2011:13).

Berikutnya ini merupakan deskripsi 10 pilar karakter menurut Character

Counts di Amerika :

1) Dapat dipercaya (trustwortiness)

45
Dapat dipercaya (trustwortines) merupakan sikap dan perilaku seseorang

dalam upaya membangun hubungan dengan orang lain agar dapat dipercaya yaitu

kesepakatan antara dua belah pihak sebagai partner kerja dalam mewujudkan apa

yang menjadi tujuan yang disepakati dalam hubungan tersebut, dilakukan dengan

penuh kejujuran, kedisiplinan dan dapat ia pertanggungjawabkan melalui sikap,

perkataan, perbuatannya. Dengan demikian perkataannya dapat ia

pertanggungjawabkan, dilakukan dengan penuh kejujuran dan mandiri.

2) Rasa hormat dan perhatian (respect)

Rasa hormat dan perhatian (respect) adalah sikap dan perilaku seseorang

dalam hubungan dengan orang lain, sebagai sikap penuh santun, menghargai dan

menghormati orang lain, baik yang tua maupun muda dan menghormati sesama

kita, serta toleransi atas keberanekaragaman atau perbedaan dengan sikap dan

perkataan penuh santun dan menghargai orang lain baik dalam lingkungan

sekolah, keluarga dan masyarakat.

Perhatian merupakan sikap dan tindakan seseorang dalam hubungannya

dengan orang lain yaitu sebagai sikap memberikan perhatian pada orang lain di

sekitar kita, dengan memperhatikan perintah, arahan, maupun peraturan dengan

dengan sangat baik. sebagai bentuk menghargai dan mempunyai rasa hormat pada

orang lain maupun akan sesuatu hal baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan

masyarakat.

3) Tanggung jawab (responsibility)

Tanggung jawab (responsibility) merupakan sikap dan perilaku seseorang

untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seharusnya ia lakukan dan

sebagaimana mestinya ia lakukan, yaitu bentuk tanggung jawab dirinya dalam

46
lingkungan kerjannya, baik terhadap diri sendiri, dalam lingkungan keluarga,

pada lingkungan sekolah, dalam lingkungan masyarakat maupun pemerintah.

4) Jujur (fairness)

Jujur (fairness) merupakan sikap dan perilaku seseorang yang didasarkan

pada upaya untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

oleh orang lain, yakni baik perkataan maupun tindakannya dilakukan dengan hati

yang bersih penuh kejujuran serta keadilan, baik dalam lingkungan kerjanya,

sekolah, keluarga maupun di tengah-tengah masyarakat dengan tidak berkata dan

berlaku curang maupun tidak adil.

5) Peduli (caring)

Peduli (caring) merupakan sikap dan tindakan seseorang dalam

hubungannya dengan orang lain yaitu sebagai sikap ikut merasaka n dan

memberikan perhatian pada orang yang berada dalam musibah maupun masalah

atau apa yang dialami dan terjadi pada orang lain dengan memberikan bantuan,

baik sumbangan pikiran, perasaan, tenaga maupun materi, dalam lingkungan

sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Ini sebagai salah

satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan maupun sesama manusia ciptaan

Tuhan..

6) Kewarganegaraan (citizenship)

Kewarganegaraan (citizenship) Merupakan sikap dan perilaku seseorang

sebagai warga negara Indonesia yang baik, yaitu dengan sikap cinta tanah air, dan

menghargai menghormati keberagaman yang ada di negara ini. Dengan tidak

menempatkan kepentingan sendiri, dan juga ikut menciptakan kedamaian dan

47
ketertiban di atas negara ini dengan patuh terhadap peraturan yang telah

ditetapkan baik dalam lingkungan sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat.

7) Ketulusan (honesty)

Ketulusan (honesty) merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam apa

yang ia lakukan, dilakukannya dengan kerelaan hati dan menggunakan hati

nurani, tanpa dengan adanya keterpaksaan serta maksud-maksud tertentu lainnya,

yaitu terhadap suatu hal yang ia kerjakan maupun lakukan terhadap orang lain,

baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun di masyarakat

8) Berani (courage)

Berani (courage) merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam

mengambil tindakan atau bertindak, itu dilakukan dengan siap menerima

konsekuensinya dari yang menjadi keputusan apa yang ia lakukan, serta sikap

berani di depan umum maupun khalayak ramai, baik di lingkungan sekolah

maupun di lingkungan sosial.

9) Tekun (diligence)

Tekun (diligence) merupakan sikap dan perilaku seseorang yang telah

menjadi komitmennya untuk tujuan yang hendak dicapainya dengan bersungguh-

sungguh dan fokus untuk mencapai suatu tujuannya tersebut. Dalam apa pun itu,

seperti hal keagamaan maupun pendidikan yang menjadi tujuannya tersebut.

10) Integritas

Integritas adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu, “integer” yang artinya

utuh dan lengkap. Oleh karena itu, integritas memerlukan perasaan batin yang

menunjukkan keutuhan dan konsistensi karakter. (Wikipedia). Jadi Integritas

48
merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam tindakan sebagai seseorang yang

disiplin dan komitmen dalam melakukan atau melaksanakan sesuatu.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Kata penelitian adalah terjemahan dari kata research yang berasal dari

bahasa Inggris. Kata Research terdiri dari dua kata yaitu re yang berarti kembali

dan to search yang berarti mencari. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian

research (penelitian) adalah mencari kembali suatu pengetahuan. (Suyanto, 2015:

4)

Dalam ilmu sastra, yang dimaksud dengan penelitian adalah kegiatan

untuk mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyajikan hasil penelitia.

(Ratna, 2004: 16)

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Mantra (2004)

dalam buku Moleong (2007) (Suyanto, 2015: 28)mengemukakan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Metode kualitatif sendiri pada dasarnya sama dengan metode

hermeneutika. Artinya baik metode hermeneutika, kualitatif, dan analisis isi,

49
secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan dengan

menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Dalam ilmu sosial sumber datanya adalah

masyarakat, data Penelitiannya adalah tindakan-tindakan, sedangkan dalam ilmu

sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data Penelitiannya, sebagai data

formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana. (Rathna 2015:46-47)

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kesehatan. Menurut

Ratna dalam bukunya Teori Metode dan Teknik Penelitian sastra, Penelitian

sastra pada dasarnya memanfaatkan dua macam Penelitian, yaitu penelitian

lapangan dan perpustakaan. Prosedur penelitian pustaka dalam bidang sastra agak

berbeda, memiliki ciri-ciri tersendiri. Pada umumnya penelitian perpustakaan

secara khusus meneliti Teks, baik lama maupun modern. (Ratna, 2004:39). Lokasi

penelitian, baik dalam kaitannya dengan data primer maupun sekunder dengan

demikian terletak di perpustakaan.

3.2 Pendekatan Penelitian

Secara etimologis pendekatan berasal dari kata aplropio (latin), approach

(Inggris), yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. (Ratna, 2004, 41)

Pendekatan didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek. (Ratna,

2004:53)

Pendekatan merupakan alat untuk menangkap realita atau fenomena

sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya. (Siswantoro, 2008: 47)

Dengan perspektif dan pendekatan cara pandang tidak lagi bebas

berkeliaran, namun terkendali dan ditundukkan oleh konsep atau teori yang

koheren diperoleh kepastian (cartainty) di dalam menangkap dan proses analisis.

(Siswantoro,2008: 51)

50
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan merupakan cara pandang dan cara

medekati/menghampiri objek penelitian. Yaitu cara pandang untuk menghampiri

objek atau pokok persoalan penelitian. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan struktural yang akan

dikaitkan dengan pilar karakter.

Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

strukturalisme. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pesan didaktis pada

novel “Ghoky Aku Papua” sebagai pembentuk karakter yaitu melalui dialog,

adegan dan konflik para tokoh cerita yang ada pada novel yang kemudian akan

dikaitkan dengan 10 pilar karakter-karakter.

Struktur menurut Ryan, 2011:49 Tyson, 2006:220 dalam (Nurgiyantoro,

2013: 58) dapat dipandang sebagai sistem aturan yang menyebabkan berbagai

elemen itu membentuk sebuah kesatuan yang “bersistem” sehingga menjadi

bermakna.

Strukturalisme, menurut Hawkes (1978, lewat Pradopo, 1978 : 199-120)

dalam (Nurgianyatoro, 1994:37 ) bahwa, pada dasarnya juga dapat dipandang

sebagai cara berpikir tentang dunia (baca juga: dunia kesastraan) yang lebih

merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian, kodrat

setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu harus mempunyai makna setelah

berada di dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di

dalamnya.

3.3 Metode Penelitian

Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos itu

sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos . Meta berarti menuju, melalui,

51
mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam penelitian

yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami

realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat

berikutnya. Sebagai alat, sama dengan teori, metode berfungsi untuk

menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan

dipahami. (Ratna, 2004:34)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Nawawi (1996) dalam, (Siswanto: 2008: 56), menyatakan bahwa,

metode Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki dengan mengembangkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek

penelitian ( novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya).

Dengan metode deskriptif, seorang peneliti sastra dituntut mengungkap

fakta-fakta yang tanpak atau data dengan cara memberi deskripsi. Fakta atau data

merupakan sumber informasi yang menjadi basis analisis. (Siswanto: 2008: 56)

Metode penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan naskah dan

isi Ghoky Aku Papua. Dengan melukiskan, menggambarkan atau memberi

deskripsi berupa uraian-uraian analisis pada data yang diperoleh.

3.4 Data dan Sumber Data

Data Menurut KBBI data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat

dijadikan dasar kajian untuk membuat analisis dan kesimpulan. (Ratna 2015:47)

dalam ilmu sastra sumber datanya adalah karya, naskah, data penelitian, sebagai

data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.

52
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk

angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan

data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang

telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif

adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video. (Suyoto &

Sodik, 2015,

3.4.1 Data

Data dalam penelitian ini adalah kata-kata, kalimat, dialog, prolog,

adegan, konflik, wacana yang digunakan sebagai media penyampaian pesan oleh

pengarang dalam novel “Ghoky Aku Papua”

3.4.2 Sumber Data

Sumber data terkait dari mana data itu diperoleh. Sumber data yang

digunakannya menjadi sumber peneliti ini diperoleh dari Novel “Ghoky Aku

Papua” karya Johan Gandegoay yang diterbitkan pada tahun 2017, dengan Jumlah

halaman 166 sebagai data utama atau data primer dan sumber data lain yang

berkaitan erat dengan penelitian.

3.5 Teknik Penelitian

Teknik merupakan cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam

mendapatkan atau mengumpulkan data dalam penelitian.

3.5.1 Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data adalah salah satu bagian penting dari proses

penelitian. Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan maka data

53
terletak di perpustakaan berupa dokumen baik lama maupun baru yang berkaitan

dengan penelitian. Prosedur pengumpulan data sebagai berikut:

3.5.1.1 Memilih Novel yang ingin diteliti, yaitu novel “Ghoky Aku Papua”

3.5.1.2 Membaca secara keseluruhan dan berulang-ulang novel “Ghoky Aku

Papua” Karya Johan Gandegoay

3.5.1.3 Membaca dan memeriksa buku-buku yang berkaitan dengan judul

penelitian sebagai penunjang, yaitu Teori Struktrural, dan Pendidikan

Karakter.

3.5.1.4 Mendata atau mengaris bawahi data sesuai unsur-unsur intrinsik

Sebagai pendukung peneliti yang ada dalam novel “Ghoky Aku

Papua”.

3.5.1.5 Mengaris bawahi data atau memberi tanda pada data yang bersifat

didaktis atau bersifat mendidik yang ada dalam novel “Ghoky Aku

Papua” karya Johan Gandegoay

3.5.2 Analisis Data

Setelah merampungkan serangkaian kegiatan pengumpulan data,

kegiatan selanjutnya adalah dianalisis menggunakan teknik analisis data yang

sesuai agar, dapat sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Yaitu analisis data

yang telah diperoleh dengan memaparkan dalam bentuk deskripsi terhadap data.

3.5.2.1 Mengkaji menggunakan kajian Struktrural pada novel “Ghoky Aku

Papua” karya Johan Gandegoay. Dengan cara Membaca, untuk

memperoleh pemahaman yaitu berupa pemahaman mengenai unsur-

unsur intrinsik.

3.5.2.2 Mengidentifikasikan data yang termasuk dalam fungsi didaktis.

54
3.5.2.3 Menandai data yang bersifat didaktis sesuai pilar karakter.

3.5.2.4 Data yang telah ditandai sebagai pesan yang mendidik karakter anak

kemudian dianalisis.

3.5.2.5 Hasil analisis sebagai pembentukan dan pengembangan kepribadian

seseorang menjadi manusia yang berkarakter baik.

3.6 Kerangka Berpikir

Pesan Didaktis Novel “Ghoky Aku Papua” Sebagai Media Pembentukan


karakter

Jenis Penelitian Kualitatif

Pendekatan Struktural

Metode Deskriptif

55
Pilar Karakter
Struktural
(Oleh Character Count di
(Oleh Hawkes)
Amerika)

Tema 1. Dapat dipercaya


(trustwortiness)
Tokoh dan Penokohan
2. Rasa hormat dan
Latar/Setting perhatian (respect)
3. Tanggung jawab
Alur
(responsibility)
Sudut Pandang 4. Jujur (fairness)
5. Peduli (fairness)
Gaya Bahasa 6. Kewarganegaraan
Pesa (citizenship)
7. Ketulusan (honesty)
8. Berani (courage)
9. Tekun (diligence)
10. Integritas

Dimanfaatkan Sebagai
Media atau Sarana
Pembentukan Karakter
Siswa/Peserta didik

56
BAB lV

PEMBAHASAN

4.1 Cara Pengarang Menyampaikan Pesan Didaktis Dalam Novel “Ghoky

Aku Papua”

Karya sastra dapat tampil dengan menawarkan alternatif model

kehidupan yang diidealkan yang mencakup berbagai aspek kehidupan seperti

cara berpikir, bersikap, berasa, bertindak, cara memandang, dan

memperlakukan sesuatu, berperilaku, dan lain-lain.

Sebuah cerita fiksi ditulis oleh pengarang untuk, antara lain,

menawarkan model kehidupan yang diidealkan. Fiksi mengandung

penerimaan moral dalam sikap dan tingkah laku pada tokoh sesuai dengan

pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-

tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan

yang ingin disampaikan atau diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat

dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan unsur amanat itu

sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra

sebagai pendukung pesan.

Jenis karya sastra, beraneka ragam. dilihat dari segi isinya, sastra

Didaktik adalah jenis karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca

tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dan lain-lain.

Kandungan makna pada Karya sastra yang bersifat mendidik ini dapat

dijalankan sebagai salah satu sarana pengembangan dan pembentukan

karakter.

57
Karya sastra yang dituliskan oleh pengarang semata-mata tidak hanya

sebatas menghibur tetapi di dalamnya juga terkandung manfaat. Seperti yang

dikemukakan oleh Horatius (Nurgianyatoro,1994:433) dengan istilah sweet

and usefful “nikmat yang bermanfaat”.

Berbagai teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai-

nilai yang dapat disajikan “bahan baku” pendidikan dan pembentukan

karakter. Pernyataan Horatius bahwa sastra bersifat sweet and usefful di atas

pada hakikatnya menunjukkan bahwa sastra berfungsi pragmatis bagi

kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra dapat tampil dengan menggunakan

alternatif model kehidupan yang diidealkan yang mencakup berbagai aspek

kehidupan seperti cara berpikir, bersikap, berasa, bertindak, cara memandang

dan memperlakukan sesuatu, berperilaku, dan lain-lain (Nurgianyatoro, 2013:

434).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengarang

menyampaikan pesan-pesan dalam karya yang dibuatnya dapat kita pahami

melalui cara berpikir, bersikap, dan berperilaku tokoh cerita. Jadi sebuah karya

sastra yang dibuat oleh pengarang selain menghibur juga terkandung pesan-

pesan dalam hal ini, pesan yang bersifat mendidik dan mengajarkan yang

ingin disampaikan kepada pembaca dalam cerita tersebut disampaikan tidak

secara langsung melainkan seperti pembelajaran yang lainnya, melainkan

lewat cara berpikir, bersikap dan berperilaku tokoh cerita.

Ada empat bentuk penyampaian pesan yang pertama, melalui Dialog,

Kedua melalui adegan, yang berikutnya melalui konflik, dan yang terakhir

melalui simbol.

58
4.1.1 Melalui Dialog

Dialog dalam dunia kesastraan khususnya drama adalah unsur yang

paling penting... Dialog sendiri adalah cakapan antara seorang tokoh dengan

banyak tokoh.(Rahmawati,2015:6). Dengan kata lain dialog adalah

percakapan. Percakapan dalam novel umunya cukup besar, yaitu percakapan

pendek maupun percakapan yang amat panjang. Dialog atau cakapan ini juga

mencakup dialog dengan dirinya sendiri, yang bisa disebut monolog.

Monolog adalah orang yang sedang berbicara dengan dirinya

sendiri. Percakapan monolog bisa dilakukan seorang tokoh dengan dirinya

sendiri melalui cermin, atau percakapan dengan dirinya sendiri di dalam hati

yang berbunyi.(Ahyar, 2019: 236)

Melalui dialog antara para tokoh cerita maupun dialog seorang tokoh

dengan dirinya sendiri, kita dapat melihat pesan-pesan yang ingin

disampaikan pengarang melalui cara berpikir, bersikap dan berperilaku para

tokoh tersebut. Seperti berikut ini:

Seperti berikut ini merupakan dialog-dialog antara para tokoh-tokoh

dalam novel “Ghoky Aku Papua”, yaitu percakapan antara para tokoh maupun

dialog atau percakapan seorang tokoh terhadap dirinya sendiri :

Suatu saat dalam kesedihan dan hati yang hancur itu, aku
merasakan lembutnya rangkulan ibu yang memandangku sambil
tersenyum. Aku dapat merasakan ketulusan kasih sayangnya. Ibu
menatapku dalam-dalam lalu berkata meyakinkanku,
“Oky, kau adalah anak kandung ibu dan ayah.”
“Lalu kenapa ayah dan dong +kakak-kakak ) selalu mengatakan
aku bukan anak ayah dan ibu, tetapi aku orang Buton?” sambil
terisak-isak aku memeluk Ibu.
“Nak, apakah bedanya orang Buton dengan kita, semua manusia
sama diciptakan Tuhan. Orang Buton, Jawa, Maassar, Serui atau

59
apa pun itu sama di mata Tuhan. Bukankah Tuhan menginginkan
agar kita saling menghargai dan menghormati.” Kata Ibu lembut.
“Kita tidak boleh beda-bedakan sesama. Ketika orang lain
membuat kamu sakit hati, tetaplah miliki rasa hormat pada
mereka.” (Bagian 1, Hlm 7)

Kutipan di atas tersebut adalah percakapan antara Ghoky dan Ibunya.

Ghoky yang bersedih karena dikatai oleh ayah bahwa ia bukanlah kandung ayah

dan ibunya melainkan ia adalah anak orang Buton yang kemudian diadopsi ke

dalam keluarga Mereka karena tandanya rambutnya yang kemerah-merahan dan

sedikit berbeda dengan kakak-kakaknya. Mengetahui alasan mengapa anaknya

sedang bersedih itu pun, ibunya memberikannya perhatian dan pengertian

padanya. Bahwa ia adalah anak kandung mereka dan apa bedanya orang Buton,

Jawa, Makassar, Serui atau apa pun semua adalah ciptaan Tuhan dan semua sama

di mata Tuhan. Dan juga memberitahu padanya bahwa, Tuhan yang mereka

sembah pun mengajarkan bahwasanya tidak boleh membeda-bedakan sesama dan

ketika orang membuat kita sakit hati, tetaplah memiliki rasa hormat pada mereka.

Pesan yang dapat kita ambil dan pelajari dari kutipan di atas bahwa, yang

pertama, walaupun berbeda suku, ras, dan warna kulit kita tidak boleh membeda-

bedakan antara sesama kita walaupun kita berbeda suku, ras, budaya dan agama.

Pesa berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah,

bahwa kita harus saling memiliki rasa hormat antara sesama kita, walaupun kita

berbeda suku, ras, dan budaya karena pada hakikatnya kita semua sama, yaitu

sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama memiliki darah yang merah, memiliki

anggota tubuh yang sama jadi baiklah kita harus saling mengasihi jangan hanya

pada kelompok kita saja melainkan harus saling hormat menghormati dengan

kelompok yang lainnya antara sesama kita.

60
Pesan yang terakhir, yaitu bahwa walaupun orang membuat kita sakit hati,

janganlah kita membalas perbuatan mereka atau balas dendam, mainkan kita

haruslah memiliki rasa hormat pada mereka.

Karakter yang dapat kita pelajari dari di sini bahwa, Anak yang

berkarakter ialah ia yang dalam tindakan dan sikapnya dapat menghargai dan

menghormati atau memiliki rasa hormat (respect) terhadap orang lain walaupun

berbeda suku, ras dan agama, di mana pun ia berada, baik dilakukan sekolah,

lingkungan keluarga maupun di tengah masyarakat tetap menghormati orang lain

walaupun kita berbeda suku, ras dan agama.

Karakter yang dapat kita pelajari juga dari sini, yaitu bahwa sebagai warga

negara Indonesia yang beraneka ragamnya suku, ras, dan budaya walau berbeda

kita harus saling menghargai dan menghormati antar sesama kita di mana pun ia

berada, baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan ditengah-tengah masyarakat

serta toleransi antar sesama warga negara dan sebagai kewarganegaraan

(citizenship) yang baik, maka dengan begitu akan terciptanya ketertiban dan

kedamaian di negara ini. Oleh karena itu anak yang berkarakter ialah ia yang

dalam tindakan dan perilaku menghargai dan menghormati orang lain walaupun

berbeda suku, ras dan agama.

Suatu hari, aku ingin membeli mainan. Aku mencuri uang di laci
ayahku. Namun ternyata ayahku mengetahuinya. Ayah pun
menanyakan hal tersebut padaku, juga pada kakak Kubati Bin.
“Siapa yang mencuri uang ayah?” suara ayah keras dengan
penuh emosi.
Sebenarnya ayah tahu itu perbuatanku, hanya saja ia ingin
mencoba kejujuran kami. Aku terdiam dan takut untuk bicara,
karena tak satupun dari kami berdua yang berbicara akhirnya
ayah berkata,
“Baik, karena kalian tidak ada yang mau mengaku maka kalian
berdua harus dihukum!”
Tiba-tiba Kubati Bin berkata.

61
“Ayah, akulah yang telah mencuri uang ayah.” Dia melakukan hal
itu hanya demi aku. Aku merasa bersalah dan malu pada diriku.
Kakakku melakukan itu hanya karena membelaku. Ia tahu
akibatnya, apabila aku yang mengaku pastilah akan dihajar ayah.
Aku tidak akan melupakan ekspresi kakak saat melindungiku.
(Bagian 1, Hal 12-13)

Kutipan di atas adalah dialog antara Ayah, kakak perempuan Ghoky yaitu

Kubati Bin, dan Ghoky. Yakni perihal ayah yang menanyakan tentang uangnya

yang hilang pada kedua anaknya itu. Ayah sendiri telah menduga dan mengetahui

siapa pelakunya yang telah mencuri uang itu, namun dengan sengaja ayah

menanyakan kepada kedua anaknya itu guna mengetes sikap kejujuran kedua

anaknya itu. Kubati yang tahu itu perbuatan adiknya, rela mengaku bahwa itu

perbuatannya demi melindungi adiknya karena ia tahu apa yang akan terjadi

apabila adiknya jujur mengakui perbuatannya yaitu ia pasti dihajar oleh sang

ayah.

Pesan yang dapat dipetik dari kutipan di atas ialah, bahwa ketika kita

menginginkan sesuatu hal maka kita harus dengan jujur untuk memperolehnya

tidak seperti yang dilakukan Ghoky yang mau membeli mainan karena tidak

mempunyai uang membuat ia mengambil uang ayahnya secara diam-diam untuk

membeli mainan. Seharusnya ketika kita menginginkan sesuatu hal kita harus

terus terang jujur pada orang tua kita hal yang kita inginkan itu, karena ketika kita

terus terang maka kita akan memperolehnya secara baik-baik.

Pesan berikut yang dapat dipelajari juga dari kutipan di atas ialah, bahwa

sebagai kakak beradik kita harus saling menjaga, menyayangi dengan penuh

kepedulian satu sama lain. Seperti sikap Kubati yang rela mengaku atas perbuatan

yang sebenarnya bukan ia yang melakukannya, demi melindungi adiknya karena

62
ia tahu apa yang akan terjadi jika adiknya jujur mengakui perbuatannya, yaitu

pastilah Ia akan dihajar oleh ayah.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, anak yang berkarakter

ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan perilaku mencerminkan salah satu

nilai-nilai karakter, seperti berperilaku Jujur (fairness) yakni ketika kita

menginginkan sesuatu hal milik orang lain, maka perolehlah dengan cara yang

baik-baik, dengan terus terang dan izin maka kita pun akan mendapatkannya

secara baik-baik. Perilaku jujur adalah salah satu sikap dan ciri anak yang

berkarakter jika dalam tindakan dan perilaku-perilakunya itu senantiasa

berperilaku jujur antara sesamanya atau terhadap orang-orang di sekitar, maupun

berperilaku jujur akan apa yang ia lakukan.

Karakter yang dapat kita pelajari juga di sini bahwa, Sebagai saudara, kita

harus saling sayang dan memiliki sikap peduli (caring) satu sama lain. Saling

menjaga, melindungi, dan saling sayang.

Namun tabiat buruk Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini yaitu

bahwa kita jangan mengambil sesuatu yang bukan merupakan milik kita secara

diam-diam. Baiknya jika ketika kita menginginkannya, maka secara baik-baik

meminta izin sebelum mengambil atau dengan meminta secara baik-baik untuk

mendapatkannya.

“kau tanggung jawab, babi-babi itu harus diperhatikan, dirawat,


diberi makan, bahkan juga harus dikasih mandi. Kotoran di
kandang selalu dibersihkan, begitu juga kandang disiram paling
kurang sehari sekal.” Kira-kira itu pesan ayah padaku.
Suatu sore menjelang malam, tak hentinya berteriak karena aku
telat beri makan. Sore itu ayah baru saja tiba dari rumah dari
kantor. Ia memastikan apa yang terjadi di kandang.
“Kenapa babi-babi belum dikasih makan?” tanya ayah saat baru
pulang kerja.

63
“ sebelum kau kasih makan babi, kau jangan makam malam, ya!”
katanya”. (Bagian 3, Hal 24-25)

Kutipan di atas menunjukkan, Ghoky yang lalai atau lupa dalam

melaksanakan tanggung jawab yang diberikan oleh ayahnya. Tanggung jawab

adalah yaitu merawat babi, yakni diberi makan, memandikan, dan juga

kotorannya dibersihkan. Suatu kali, ia terlambat memberi makan babi yang telah

menjadi tanggung jawabnya. karena itulah, ia di ceramahi habis-habisan oleh

ayahnya dan dengan hukuman, ia tidak diperbolehkan makan sebelum babi-babi

itu diberi makan terlebih dahulu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan tersebut adalah, bahwa apa

yang telah menjadi bagian dari tanggung jawab kita yang telah menjadi

kesepakatan bersama, maka kita harus dapat melakukan dan

mempertanggungjawabkannya . Dengan begitu dikemudian hari, apa yang

menjadi tanggung jawab kita itu dapat kita lakukan dengan baik. Dan orang yang

melihat tanggung jawab yang dilakukan oleh kita dengan baik pun akan dengan

mudah mempercayai kita juga bahkan memberikan kita tanggung jawab besar

yang lainnya.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti sikap tanggung jawab (responsibility), yakni bertindak sesuai

yang ia harus ia lakukan yang telah menjadi tanggung jawabnya terhadap suatu

yang ia kerjakan yang telan disepakati menjadi tanggung jawabnya. Baik itu di

lingkungan sekolah, keluarga maupun di tengah-tengah masyarakat.

“Terlalu g-o-b-l-o-k,” keluh Bu Siti saat Pak Rumanasen, guru


pelajaran IPA, mampir sebentar dikelas kami. Sekedar inggin tahu
mengapa aku dihukum.

64
“Huiiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu
melepaskannya.
“ Aku tak sanggup ajar anak ini, memang dasarnya bodoh, tak
bisa diharapkan,” katanya pada Pak Rumanasen yang hanya
berdiri di depan pintu dan terdiam. Mendengar itu, aku hanya
merasa dunia tak menerima kehadiranku. (Bagian 5, Hal 33)

Kutipan di atas adalah percakapan antara Bu Siti dan Pak Rum yaitu

perihal Ghoky yang dianggap oleh Bu Siti adalah anak yang bodoh walaupun

sudah diajari tetap saja masih belum memahami pelajaran yang telah

diajarkannya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa dalam

bangku pendidikan, pelajaran yang diajarkan oleh para guru itu harus kita simak

dan pahami dengan betul, tidak hanya itu saja. Kita juga dapat mempelajarinya

dengan sungguh-sungguh agar dapat memahami, juga mengerti serta pandai

dalam mata pelajaran tersebut. Dengan tekun atau sungguh-sungguh dalam belajar

maka hasilnya pun tidak akan mengecewakan.

Pesan berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas yakni

bahwa, tanggung jawab kita sebagai seorang murid dalam bangku pendidikan

sejatinya selain menempuh pendidikan dengan baik serta giat, dan sungguh-

sungguh dalam belajar agar dapat memperoleh pengetahuan cukup menjadi

pandai.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu memiliki sikap tekun

(diligence). Dengan tekun berfokus pada apa yang menjadi tujuan kita dalam

mencapai tujuan itu akan mudah walaupun membutuhkan waktu dan kesungguhan

dalam memperolehnya. Karena ketika kita tekun dan terus sungguh-sungguh

maka hasilnya pun tidak akan mengecewakan.

65
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu memiliki sikap Tanggung

jawab (responsibility). kita sebagai seorang siswa dan anak dalam bangku

pendidikan sekolah adalah selain menempuh pendidikan kita harus bersungguh-

sungguh dan tekun dalam belajar agar menjadi pandai serta memperoleh hasil

yang juga cukup memuaskan dan dengan begitu sebagai seorang anak memenuhi

tanggung jawab kita juga sebagai seorang anak yaitu dengan membanggakan

orang tua kita dengan nilai yang kita hasilkan dalam bangku pendidikan. Oleh

karena itu, sudah lah menjadi tanggung jawab agar belajar dengan baik dan

menjadi siswa yang menjadi pandai.

Tabiat buruk yang tidak patut dicontoh adalah sikap Bu Siti sebagai

seorang guru yang memiliki sikap tidak sabaran dan mencaci-makii anak murid

dengan kata-kata “ Nao-nao, sudah gobol, nakal lagi.” Bu Siti kesal., “Terlalu g-

o-b-l-o-k,” Keluh bu Siti. “Huiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu

melepaskannya. Hal itu akan berpengaruh pada proses belajar anak. Karena setiap

anak anak memiliki reaksi yang berbeda-beda. “Hatiku benar-benar teriris

dengan kata-kata itu. Kelapaku tertunduk malu. Tanpa sadar air mata menetes ke

lantai. Pengaman yang kualami membuat aku tidak percaya diri. (Hal 33, prgf 6).

“ Kamu ini terlalu memalukan orang tua,” kata ayah kalau


memberi nasihat atau sedang marah.
“ Kenapa ko bisa bodoh begini?”
Nilaii yang bisa dibanggakan hanya pelajaran Agama dan
Olahraga. Kadang tujuh kadang enam.
“ Inggat, kalau ko terima rapor dan nilaimu jelek, sebelum Ayah
pulang kerja, minta ibu siapkan air panas untuk kompres
badanmu.” Kata ayah saat duduk harap-harap denganku.
Biasanya kalau menerima rapor, ada catatan guru seperti ini:
Mohon perhatian dari orang tua untuk membantu anak Anda
belajar. Catatan-catatan itu akan selalu menjadi perhatian ayah.
(Bagian 10, Hal 58).

66
Kutipan di atas adalah percakapan antara Ghoky dan sang ayah, yaitu ayah

memperingati Ghoky saat menjelang perimaan rapor, yakni jika nilai Ghoky jelek

maka ia segera meminta pada ibunya untuk menyiapkan air panas sebelum

ayahnya pulang kerja nanti yaitu untuk mengompres badan Ghoky nanti karena ia

akan dihukum oleh ayahnya, yaitu dipukuli bahkan diceramahi.

Pesan yang dapat kita ambil dari kutipan ini ialah bahwa, Kita hendaklah

belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh agar apa yang sebelumnya kita tidak

bisa lakukan menjadi bisa, dan dengan ketekunan kita akan dapat mencapai apa

yang telah menjadi tujuan kita tersebut. Bentuk hukuman dari sang ayah agar ia

lebih giat lagi untuk belajar agar nilai-nilainya lebih bagus lagi. Dengan begitu ia

dapat mempertanggungjawabkan kewajibannya sebagai anak yaitu dapat bisa

membanggakan orang tuanya dengan nilai-nilai yang bagus dan dengan kata lain

ia tidak lagi memalukan orang tuanya dengan nilai-nilainya yang jelek tersebut.

Pesan berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah,

bahwa, Sebagai seorang anak sudahlah menjadi tanggung jawab kita untuk

membanggakan orang tua kita dengan hasil kita. Tidaklah muluk-muluk hanya

dengan mendapatkan nilai yang bagus sudah membuat mereka bahagia dan tidak

membuat mereka kecewa dan tidak memalukan mereka dengan nilai jelek kita.

Karena itu sebagai tanggung jawab kita untuk membuat mereka bahagia. Karena

setiap orang tua mengharapkan agar anaknya menjadi orang yang sukses di

kemudian hari.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu mempunyai sikap tekun

(diligence) dalam menjalankan atau melakukan sesuatu hal apa pun itu yang

menjadi pekerjaannya itu, yang menjadi bagiannya. Baik di sekolah, lingkungan

67
keluarga, maupun masyarakat. Ketika kita tekun dan terus berlatih belajar maka

hasilnya pun tidak akan mengecewakan.

Karakter yang dapat kita pelajari juga dari sini yaitu bahwa dalam tindakan

dan perilaku kita mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bertindak tanggung jawab (responsibility) akan apa yang telah

menjadi tugas dan tanggung jawabnya yaitu salah satunya sebagai seorang anak

sudah patutnya kita membahagiakan orang tua kita dengan nilai-nilai yang bagus

dari mata pelajaran disekolah. Oleh karena itu sesuatu hal yang telah menjadi

tanggung jawabnya tersebut dapat dilakukan dengan baik.

“ Kenapa dia ? Tanya ibu ketika masih di halaman.


“ Oky jatuh dari pohon mangga, Bu,” kata Bapa Yakob yang
sedang menggendongku. Kubayangkan ekspresi wajah ibu saat
melihat dan mendengar keadaanku, kaget, marah, atau sedih.
Makanya, tadi ibu panggil ko dengar dan pulang. Ini adalah
hukuman untuk anak-anak yang tidak dengar-dengaran.” Aku
diceramahi habis-habisan. Dibaringkan di ruang tamu beralas
selembar tripleks dan dudukan kursi kayu. Aku benar-benar tidak
berdaya. Tangan kiri ku mulai terasa sakit. (Bagian 13, Hal 71)

Kutipan di atas adalah dialog antara Bapak Yakob dan ibunya Ghoky.

Yaitu bapak Yakob yang menggendong Ghoky yang setengah tidak sadarkan diri

akibat jatuh dari pohon mangga kerumah Ghoky. Mengetahui itu ibunya

menceramahinya kalau inilah akibatnya jika anak yang tidak patut atau tidak

mendengar-dengaran orang tua. Karena sedari tadi ibunya memanggilnya untuk

pulang namun ia tidak mendengarkan panggilan ibunya itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, bahwa kita harus

memiliki rasa hormat pada orang tua kita, bahkan sesama kita. Jika dipanggil,

diperintah, maupun di nasehati hendaklah selalu mempunyai rasa hormat yakni

68
menghormati dan menghargai mereka dengan menaati segala peraturan yang juga

menjadi kebaikan kita sendiri.

Pesan berikutnya yang juga dapat kita pelajari dari kutipan di atas ialah

bahwa, kita sebagai seorang anak harus perhatian dengar-dengaran terhadap

perintah orang tua kita, jika dipanggil maupun diperintah hendaklah kita memiliki

rasa peduli.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bersikap memiliki rasa hormat(respect) pada orang yang lebih

tua. Ketika di perintah, dinasihati, dan juga dimintai bantuan menghargai dan

menghormati mereka dengan melakukan perintah mereka. Oleh karena itu pada

orang yang lebih tua. Ketika di perintah, dinasehati, dan juga dimintai bantuan.

Karakter baik seseorang anak itu jika ia dalam tindakan dan perilakunya itu yaitu

memiliki rasa hormat (respect) .

Karakter berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari sini, yaitu bahwa

sikap perhatian (respect) atau mendengar jika diperintah, dinasehati hingga di

minta bantuan oleh orang lain di sekitar kita, hendaklah kita memberikan

perhatian kita untuk menuruti apa yang diminta oleh orang lain di sekitar kita,

baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Tabiat yang kurang baik, yang tidak harus dicontoh itu ialah perilaku

Ghoky yang tidak mendengarkan perintah ibunya untuk pulang ke rumah karena

hari ini ia tidak sekolah dan malahan bermain bersama teman-temannya di hutan,

dan naik di atas pohon mangga.

69
Selama hari kerja, biasanya saat jam istirahat kantor, ayah akan
pulang untuk melakukan ritualnya, yaitu membaca. Hari itu,
Kubati Bin dan Senanoi sudah pulang sekolah dan berada di
rumah. Kubati senang membuat kerajinan tangan mengunggunkan
barang-barang bekas, membuat kue atau berbagai keterampilan
untuk dijual dan menambah tabungannya. Sedangkan senanoi
selalu menjadi kutu buku. Kebiasaan ini membuat ia selalu
menjadi sang juara di sekolah. Siang itu ketika ayah tiba di rumah,
ia mendapat informasi kalau aku sedang bermain di pantai.
“lekas panggil adikmu pulang!” kata ayah pada Kubati yang
sedang membuat anyaman bunga dari daun pisang kering.
Tak lama berselang Kubati kembali. “ Pak, Oky tidak mau, dia
malah berenang menjauh ke laut, dan ketika aku panggil dia
menyelam!” lapor Kubati.
“Pergi panggil dia pulang. Bilangan ayah ada tunggu sebelum
kembali ke kantor,” tegas ayah untuk yang kedua kalinya sambil
terus melahap isi buku saat teduh.
Hasil kedatangan Kubati yang kedua sama saja, aku terlalu asyik
bermain di laut. Akhirnya ayahku berkunjung ke pantai.
Kutipan di atas adalah dialog antara ayah, dan Kakak perempuan Ghoky

yaitu Kubati. Ayah menyuruh Kubati untuk memanggil adiknya itu yang sedang

bermain di pantai bersama teman-temannya. Pantai tempat mereka mandi itu

ialah tempat di mana ayahnya telah melarangnya untuk mandi di situ dikarenakan

anak seusia mereka pernah tenggelam di situ. Ghoky bermain di pantai saat ayah

dan kakak-kakaknya sedang belajar di rumah, dan ayah sedang pulang ke rumah

untuk membaca buku saat istirahat jam kerja. Namun walaupun telah beberapa

kali panggil, ia tidak juga mau pulang juga.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas bahwa, Sebagai saudara

kita harus saling, mengingatkan dan menjaga. Sebagai bentuk kepedulian juga

kasih sayang. Tak hanya di rumah namun juga di sekolah, maupun di mana kita

berada.

Pesan berikutnya yang juga dapat kita pelajari dari kutipan di atas ialah,

bahwa kita harus memiliki sikap rasa hormat pada orang tua, yaitu dengan

menghormati dan menuruti segala peraturan, pemerintah yang dibuat oleh mereka.

70
Sebab apa yang dilakukan oleh orang tua kita semata-mata juga untuk kebaikan

kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah bahwa,

sebagai saudara, teman, tetangga, sebagai keluarga dalam kelompok tempat di

mana pun kita berada, hendaknya kita saling peduli ( fairness) . Anak yang

berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan perilakunya

mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar karakter, seperti

bersikap memiliki sikap peduli (fairness).

Anak yang berkarakter baik ialah di yang dalam tindakan dan perilaku

selalu mendengar nasihat orang tua, guru di sekolah dan Dengan tidak

membangkang atau bandel.

Namun tabiat Ghoky yang sedikit membangkang atau tidak mendengarkan

perintah orang tua ini adalah sikap yang tidak patut kita contoh. Karena apa yang

dilakukan oleh orang tua adalah juga untuk kebaikan anaknya.

“ Oky, bangun, kenapa ko tidur di sini?” tanya Senanoi, kakakku


yang rupanya sudah dari tadi di sini. Mungkin ia mengawasiku.
“Aku bosan, kak!” jawabku
“Kenapa, kamu punya masalah di rumah atau di sekolah?” Tiba-
tiba saja kakak bertanya seperti itu.
“ Banyak, Kak. Pusing dan sakit hati kalo aku memikirkannya,”
jawabku sambil pikirku kembali mengingat hari-hari kemarin yang
malang.
“Yuk, iku kakak, “ kata Senanoi sambil menarik tanganku.
“Mau ke mana, Kak?” tanyaku.
“Ikut saja....,” jawab kakak sambil membawaku ke sebuah batu di
tepian di mana aku dapat melihat bekas ke laut.
“ Tu lihat, perahu di laut sana,” kata kakak sambil telunjuknya
diarahkan ke perahu yang dimaksud.”ko kebal k tidak?”
“Tidak,” Jawabku enteng
“Itu Tete Petu,” balas kakak. “Coba ko panggil sekuatnya.”
Aku mencoba saran kakak dengan segala tenaga yang kumiliki.
Yang dipanggil pun tak ada respons.
“Sekali lagi, tetapi lebih kuat.”

71
“Tete...Tete...!! teriakku lebih kencang. Hasilnya sama.
“Coba kamu tutup matamu, tarik napas dalam-dalam,” kata kakak
sambil memberikan contoh.
Aku pun perlahan-lahan mengikutinya. “Coba teriak lagi, lalu
tutup matamu dan tarik napas lalu melepaskannya perlahan-
lahan,”
Katanya sambil memberi contoh. Aku belum mengerti semua ini.
“Ini adalah teknik melepaskan penat dan sakit hati. Lupakanlah
semua yang terjadi yang kamu alami, buang semuanya, biarlah
terbawa angin dan ombak.
Dan ketika mataku sedang tertutup untuk mencoba teknik ini sekali
lagi, kakak menyiramku dengan air laut berkali-kali. Kami tertawa
bersama-sama (Bagian 16, hal 92).
Dialog di atas ini adalah, percakapan antara Kakak laki-lakinya Ghoky, yaitu

Senanoi dan Ghoky. Senanoi Mengajak Ghoky ke pantai saat ia baru saja

dihukum oleh ayah. Karena mengetahui adiknya yang sedih oleh karena itu ia

mengajak adiknya untuk menghilangkan kesedihannya di Pantai. Sikap senanoi

ini adalah bentuk peduli ikut merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya tersebut.

Mengetahui adiknya itu bersedih, ia melakukan sesuatu hal agar adiknya itu tidak

bersih lagi. Dengan cara mengajaknya kepantai dan mengajarinya jurus melepas

penat dan sakit hati. Sikap peduli ini juga bisa kita lakukan tidak hanya di rumah

melainkan di mana pun kita berada. Sebagai, saudara, teman, sahabat dan

sebagainya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa

Sebagai teman, apalagi sedarah atau saudara. Hendaklah kita saling menyayangi

sebagai bentuk kepedulian dalam hubungan pertalian persaudaraan. Seperti yang

dilakukan oleh senanoi sebagai seorang Kakak laki-laki terhadap adik laki-lakinya

yang bungsu itu.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bersikap memiliki rasa peduli (caring) dengan orang lain yang

72
sedang mengalami kesedihan hati maupun kesusahan dengan ikut merasakan dan

memberikan bantuan berupa sumbangan pikiran, perasaan dan perbuatan pada

orang yang membutuhkan bantuan, baik di sekolah, rumah maupun di lingkungan

masyarakat.

Pelajar pertama tentang cinta tumbuh di antara debu dan panas


siang itu, ketika aku dan temanku Topilus bekerja membersihkan
halaman rumah Ongko kios wamdamen untuk mencari tambahan
biaya beli buku. Meski kami hanya diupahi sepuluh ribu rupiah,
namun bagi kami itu adalah sesuatu yang luar biasa.
Siang itu aku dan topilus sedang mencabuti rumput dan
memberikan halaman Kios Wondama,tak jauh dari kompleks kami.
“ Kawan, ko malu k kalau kerja begini baru teman-teman sekolah
kita lihat liat kita saat mereka pulang sekolah?” tanya Topilus.
“Ah...Trada (Tidak), biasa saja, “ jawabku menanggapi
pertanyaannya padahal aku sedang menyimpan rasa malu dan
takut karena hari ini kami berdua bolos sekolah.
Terik matahari membuat kulit coklat kehitaman kami semakin
gelap. Anak-anak SMP sedang berhamburan melintasi jalan di
mana aku dan topilus mandi keringat, memberikan rumput,
memangkas daun-daun beluntas yang tumbuh berdempetan
bersama kembang-kembang kuning berduri pada penutup kawat
duri empat jalur setinggi dada orang dewasa, serta membuat
sampah-sampah dari halaman Kios Wonda.
“Topilus, ko yang bawa sampah buang ke sana, aku akan
kumpulkan potongan daun dan rumput ke dalam karung, ya,”
pintaku.
“Oke, Aman!” balasnya. Sengaja aku memilih tugas di halaman
agar nantinya tidak berpapasan dengan anak-anak SMP itu saat
membuang sampah-sampah. Topilus awalnya mau menolak
permintaan itu, namun setelah dipikirkannya, jauh lebih capek
mengumpulkan daripada hanya membuang sampahnya itu.
Lewat tengah hari, aku dan Topilus menyelesaikan proyek kami.
Dengan hati riang diliputi aroma kembang sakura, masing-masing
mendapat satu lembar uang sepuluh ribu rupiah. Sementara
pengalaman rasaku tentang Sakura berlalu begitu saja. (Bagian
19, hal 103-109)

Dialog di atas adalah percakapan antara Ghoky dan temannya Topilus.

Ghoky dan Topilus adalah sahabat, juga mereka sesekolah bersama. Hari itu

mereka tidak masuk sekolah dikarenakan mencari uang tambahan membeli buku

73
dengan cara membersihkan halaman rumah orang dan dari kerja mereka berdua

itu, mereka akan dibayar 10 ribu. Mereka berdua bekerja sama dengan baik

hingga perkerjaanya itu terselesaikan dengan baik.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, ialah bahwa untuk

mencapai tujuan kita bersama yang telah disepakati bersama itu membutuhkan

kerja sama yang baik dengan melakukan apa yang menjadi tanggung jawab kita

untuk bersama mencapai tujuan tersebut.

Pesan berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah

bahwa, kita harus memiliki sikap keberanian dalam hidup kita, karena dengan itu

akan dapat memudahkan kita untuk melakukan sesuatu. Karena jika tidak itu

hanya akan sedikit menghambat kita dalam proses kehidupan kita.

Maka itu, Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam

tindakan dan perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada

pada pilar karakter, seperti bersikap memiliki sikap tanggung jawab

(responsibility) yang telah menjadi tugas kita bersama dalam mencapai sesuatu

yang telah disepakati untuk dikerjakan bersama untuk mencapai tujuan kita. Oleh

karena itu perlunya rasa tanggung jawab (responsibility) bersama saling

membantu untuk mempertanggungjawabkannya.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bersikap memiliki rasa berani (courage), yakni kita harus

memiliki sikap keberanian dalam apa yang sedang kita lakukan karena dengan

sikap berani (courage) ini akan membuat kita dengan mudah melakukannya dan

akan memberikan kita efek yang positif di kemudian hari. Dibandingkan dengan

74
sikap sebaliknya yang ketakutan atau malu tidak dapat menghasilkan apa-apa dari

situ.

Kisahnya begini: tiga hari sebelumnya, jam terakhir sebelum


pulang adalah pelajaran kesenian. Oleh Bu Shinta, guru kesenian
yang baru, aku diminta tolong mengambil buku-buku cetak
diruang guru. Aku kabur dan tak kembali ke kelas. Hal itu
dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa terkuncinya ibu Shinta di
dalam ruang kelas. Memang secara sengaja aku menguncinya dan
kabur. Kunci kelas kemudian kusimpan dalam tas temanku tanpa
diketahuinya.
Pak Nainggolan, guru Matematika merangsang guru Konseling,
menghukumku berdiri di bawah tiang bendera seharian.
“ Silahkan ko renungan nasibmu ke depan dengan kelakuanmu
seperti ini. Mau jadi apa kau.” Pluk, lipatan jari-jarinya mendarat
di jidatku. Merasa tak puas, sapu lidi pun melayang dan plass
mendarat serta membekas di kedua betisku. Bagiku, hukuman
seperti begitu tak seberapa. Dibandingkan rotan yang
didukungnya tertancap paku atau ekor pari milik ayahku.

“Bagaimana Pace, ko sudah renungkan nasibmu?” Kata Pak


Nainggolan penuh selidik pada sisa empat puluh lima menit
terakhir jam sekolah hari ini.
“Sudah Pak . ...” jawabku sambil menggaruk-garuk kepala.
“kau jago kalau di luar, kenapa tanganmu terus dikepala, apa ada
kutu?” coba ceritakan apa yang telah kau dapatkan dari
perenunganmu sepanjang hari ini,” kata pak guru
“iya Pak, aku salah. Karena nakal. Aku janji tidak akan ulangi
lagi, kataku.
“ahh kalao nakal itu tidak masalah, semua orang juga nakal,
nakal itu kreatif! Pak guru juga dulu nakal, namun yang saya
perlu tahu dan dengar darimu adalah apa yang menjadi hasil
perenunganmu.”
“aku... kalau nakal dan suka bolos, tidak bisa jadi anak pintar dan
masa depanku akan suram,” kataku terpaksa.
“Oky, tak ada guru yang tidak mengasihi muridnya. Semua yang
kami lakukan adalah semua untuk kebaikan murid-murid kami.
Bukan untuk cari nama. Jika kami tidak sayang kau, kami pun
akan tak peduli, yu mau belajar k, sekolah ka,ke kebun ka, itu
urusanmu. Namun harapan kami sebagai guru, semua murid kami
harus berhasil menjadi orang yang pandai, sukses, termasuk kau,”
Nasihat Pak Nainggolan.
Setelah disetrap, diceramahi, dikonseling, hampir sepanjang jam
sekolah. Akhirnya....

75
Sekarang sudah kau tahu baik buruknya,” kata pak guru.
“kembalilah ke kelasmu, minta maaf ke guru-guru yang kau buat
kecewa.”
(Bagian 21, hal 116).

Kutipan di atas itu merupakan percakapan antara Pak Nainggolan

dan Ghoky yaitu perkara Ghoky yang mengunci gurunya di dalam ruang kelas,

sekaligus membolos. Akibat dari perbuatan Ghoky itu, membuat ia dihukum oleh

gurunya dibawah tiang bendera dari mulai jam pelajaran pertama hingga selesai

guna untuk membuat Ghoky merenungi perbuatannya agar dikemudian hari

perbuatan itu tidak dapat terulang lagi.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah bahwa, Kita

sebagai seorang anak harus menghormati orang yang lebih tua, yaitu orang tua

kita yang ada di rumah dan guru kita yang juga merupakan orang tua kita jika kita

telah berada di sekolah karena selama kita belajar di sekolah, gurulah yang

mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan membentuk kita dan setelah itu

di rumah barulah orang tua yang mengambil kembali tanggung jawab mereka.

Oleh sebab itu hendaklah kita santun dan memiliki sikap hormat kepada mereka.

Pesan berikutnya yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah

bahwa, sesuatu hal yang telah dipercayakan kepada kita itu haruslah kita perbuat

dengan baik karena itu telah menjadi tanggung jawab kita untuk bagaimana bisa

dapat melaksanakannya dengan baik hingga tanggung jawab itu dapat kita

lakukan dengan baik.

Anak berkarakter bila dalam lakunya mempunyai rasa hormat (respect)

pada orang lain, baik itu kepada orang, guru, teman-teman, hingga orang-orang di

sekitar tempat kita berada dan menjadi anak yang selalu menghormati orang lain.

Oleh karena itu Anak yang memiliki karakter baik ialah ia yang memiliki sikap

76
rasa hormat pada orang lain, seperti menghormati guru di sekolah dengan tidak

bertindak kurang sopan, juga pada orang tua kita di rumah maupun semua orang

di sekitar kita. Oleh sebab itu perlunya sikap rasa hormat (respect) dalam

kehidupan kita.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bersikap memiliki perilaku dapat dipercaya (trustworthiness),

yakni sikapnya melakukan sesuatu yang menjadi tanggung jawab yang

diberitakan kepadanya atau yang sebagaimana mestinya telah dipercayakan

kepadanya, dapat dilakukan dengan baik agar dengan begitu ia dapat dipercaya

(trustworthiness) oleh orang lain.

Namun tabiat Ghoky yang buruk dan tidak patut kita contoh di sini yaitu

tidak mendengarkan perintah guru pelajaran kesenian yang baru yang

menyuruhnya mengambil buku-buku cetak di kantor dan malahan mengunci pintu

kelas dan membolos saat pelajaran terakhir itu. Kenakalan Ghoky ini tidak patut

kita contoh. Bagaimanapun kalau kita telah berada di sekolah, guru merupakan

orang tua kita di sekolah yang mendidik dan membentuk kita dan jika kita di

rumah barulah tanggung jawab itu diambil oleh orang tua kita begitu pun

sebaliknya.

“Iiihhh...ahhhhh...”
“aoa itu?” Tanya pak rum mendekati Desy yang gelisah,
sementara Liki dan Farly terus berteriak sambil mengibas-ngibas
baju temanya.
“Hiii...hiiii,” suara Desy geli merasakan dinginnya kulit cecak
tersebut.

77
“Ada cicak, Pak...dalam seragamnya Desy,” kata Farly, gadis
Sunda berkulit kuning Langsat itu.
“ Hooow kok bisa... bagaimana de masuk?” kata Pak Rum
penasaran dengan logat Biaknya yang sangat kental.
“Itu. Oky, Pak, “ kata Lili, sambil menunjuk padaku yang duduk
tepat di belakang bangkunya.
“ Oky... Ko berdiri di depan kelas!” bentak Pak Rum. Seumur-
umur, baru pertama kali aku melihat Pak Rum yang terkanal sabar
itu marah. Seolah-olah ubannya menghitam lagi.
“ cepat berdiri, daripada sa ke situ kese patah ko kaki dan
tangan,” teriaknya lagi.
Ruang kelas yang tadinya ribut berubah menjadi tenang dan
tegangan. Aku pun segera meninggalkan tempat duduk dan
berjalan ke depan kelas. Pak guru melayangkan jurus terbaiknya.
Kakinya mrlayang bak karateka di kaki kananku. “ keluar sana!
Jangan pernah ikut saya pu jam pelajaran lagi!” katanya penuh
emosi.
Setelah Lili memberikan penjelasan kepada Pak guru tentang
kejadian itu, aku pun dipanggil kembali ke kelas. Kelihatannya pak
guru menyesal juga karena tanpa memberikan kesempatan
kepadaku menjelaskan duduk persoalannya. (Bagian 23, hal 125-
127).

Kutipan di atas adalah dialog antara Pak Rum, Lili, Ferly dan Desy yaitu

Desy yang berteriak memecahkan keheningan kelas saat pak Rum sedang

menjelaskan pelajaran pada para murid. Desy bersama kedua temannya ikut

berteriak karena kaget saat melihat kertas yang diberikan oleh Ghoky berisikan

cecak yang membuat cecak itu masuk ke dalam baju Desy. Itu Ghoky lakukan

karena ia merasa sedikit tidak suka kepada mereka karena mengembalikan pena

yang mereka pinjaman dari Ghoky tanpa meminta terima kasih. Oleh karena

perbuat Ghoky ini, ia dimarahi dan suruh keluar dari kelas oleh Pak Rum selaku

guru pelajaran sejarah Indonesia itu. Namun pada akhirnya pak guru pun

menyuruhnya kembali ke dalam kelas.

Pesan yang dapat kita lihat dari kutipan di atas adalah, bahwa sebagai

siswa saat guru sedang mengajar di depan kelas itu hendaklah kita sebagai peserta

didik ini harus memberikan perhatian penuh yaitu dengan mendengarkan dan

78
belajar dengan baik sesuai yang diajarkan oleh guru Kita agar kita bisa memahami

apa yang diajarkan itu.

Berikut, pesan yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah

bahwa, kita juga harus memiliki rasa hormat, yaitu menghormati guru kita saat

sedang mengajar di depan kelas. Selain agar kita dapat memahami apa yang

dijelaskan itu, juga ini sebagai salah satu bekal untuk kita di waktu depan.

Pesan yang terakhir yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas

adalah, bahwa apa yang kita berikan atau perbuatan itu hendaklah kita melakukan

itu dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari apa kita

berikan atau perbuatan tersebut meskipun kita tidak mendapatkan apa-apa yang

kita harapkan dari apa yang kita perbuat pada orang lain.

Oleh itu, kita harus memiliki karakter yang mempunyai rasa hormat

(respect) pada orang lain yaitu menghargai dan menghormati orang lain di sekitar

kita, menghargai apa yang mereka miliki dengan mengapresiasi itu juga

menghormati orang di sekitar kita baik yang tua maupun muda. Jika kita

menghargai dan menghormati orang lain mereka pun akan memberikan rasa yang

demikian juga pada kita.

Juga kita memiliki sikap yang mencerminkan karakter perhatian (respect)

yaitu mengarah mata dan kesadaran penuh pada apa yang dibuat, dikerjakan oleh

orang lain yaitu sebagai sikap hormat.

Yang terakhir yaitu, kita dalam melakukan segala sesuatu itu dengan

ketulusan (honest) tanpa ada iming-iming apa pun atau mengharapkan sesuatu,

karena itu menceritakan orang yang berkarakter baik.

79
Malam itu seperti biasanya, ayah sedang asyik melakukan
ritualnya yaitu membaca buku di ruang tamu. Biasanya kami tak
berani mengganggu apabila ia sedang menekuni buku-bukunya.
Namun kali ini aku memberanikan diri untuk menyela ritualnya.
“Ayah aku mau berangkat ke Jakarta besok.”
“Ke Jakarta..kapan?” tanya ayah, memastikan apakah kata-
kataku benar.
“Iya Pa, aku akan ke Jakarta. Berangkat besok dengan kapal
Dobonsolo, jam tiga sore.”
Malam itu, aku sampaikan rencana keberangkatanku pada ayah
dan ibu. Sebenarnya ada hasrat berangkat tanpa pamit, namun
aku buruh restu mereka. Ayah seolah-olah tak percaya pada apa
yang didengarnya, melihat tiket yang aku sondorkan, di mana ada
namaku disana.
“Bagaimana kalau kau kuliah di Jayapura saja atau di
Manokwari?” pinta ayah. “Di sana ada Tete, bapa Ade, dan
keluarga,”katanya
Tapi. Itu tidak mengubah tekadku yang sudah mantap. Besok siang
kapal masuk. Aku akan berangkat.
Hujan pertanyaan. Ayah begitu khawatir bagaimana kehidupanku
di Jakarta atau tanah rantau.
Kota Jakarta dalam bayangan ayah bagi neraka yang selama ini
ia takuti. Entah apa yang ada dalam pikirannya tentang ibu kota
itu. (Bagian 24, Hal 130-131)
Dialog di atas adalah percakapan antara Ghoky dan ayahnya perihal

Ghoky yang telah membeli tiket dan akan berangkat kuliah di Jakarta. Walaupun

ayahnya sedikit khawatir dan sempat melarangnya untuk kuliah jauh namun ia

tetap dan sudah membulatkan tekadnya untuk tetap pergi kuliah di Jakarta.

Dari kutipan di atas, dapat kita pelajari bahwa apa yang telah menjadi

mimpi atau cita-cita kita haruslah kita kejar. Memberanikan diri mengambil

keputusan untuk mengejar mimpi. Walaupun tidak mudah namun butuh proses.

Seperti sikap berani Ghoky yang ingin tetap menempuh pendidikan di kota

Jakarta sama yang jauh dari kampung halamannya Manokwari Papua. Walaupun

ayahnya takut dia hanya bisa pasrah dan mendoakan akan keputusan anaknya itu.

Maka itu, Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam

tindakan dan perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada

80
pada pilar karakter, seperti memiliki rasa berani (courage) yaitu berani dalam

menghadapi masalah, rintangan dan tanpa mereka takut karena rasa takut hanya

menghambat proses kehidupan kita. Dengan rasa berani akan memudahkan proses

hidup kita.

4.1.1 Melalui Adegan

Adegan merupakan bagian dari drama atau film yang menunjukkan

perubahan peristiwa. Perubahan peristiwa ini ditandai dengan pergantian

tokoh atau setting tempat dan waktu. Misalnya, dalam adegan pertama

terdapat tokoh A sedang berbicara dengan tokoh B. (Wikipedia).

Dalam Bahasa Inggris dan Prancis disebut dengan istilah scene. Makna

dari istilah ini adalah: (1) tempat terjadinya suatu peristiwa; (2) kesatuan

terkecil pada suatu pertunjukan drama atau bagian dari babak dalam drama

(teater tradisional, film, dan lain-lain) yang ditandai dengan tampilnya pelaku

baru, atau terjadinya perubahan situasi dalam cerita.

Didalam adegan terdapat aksi antar tokoh. ........Aksi atau action

merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh (seseorang) tokoh manusia

seperti memukul, memarahi, dan mencintai. (Murgianto, 2013: 173).

Berikut ini adalah adegan aksi para tokohnya:

Aku ingat juga suatu siang, aku menembaki buah pepaya tetangga
menggunakan panah dari lidi daun sagu. Tak kuduga panah itu
melesat dan tertancap di betis ibuku. Mengetahui itu, ayah sangat
marah. Aku dihukum dan dihajar dengan cambuk parinya. Aku
kasihan pada ibu dan meminta maaf padanya. Meski perbuatanku

81
itu menyakiti ibu, Ibu masih tetap membelaku ketika itu. ! Bagian
2, Hlm 13,&Prgf 3)
Kutipan di atas adalah, adegan aksi para tokohnya. Yaitu Ayah yang menghukum,

memukul Ghoky dengan cambuk parinya karena menembaki buah pepaya

tetangga menggunakan lidi daun sagu, namun panah itu melesat mengenai kaki

ibunya. Walaupun perbuatannya itu menyakiti ibunya. Ibunya tetap membelanya

saat itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas bahwa, Kepedulian

terhadap sesama kita terhadap orang lain maupun lingkungan tempat tinggal kita

haruslah kita perhatikan serta, apa yang menjadi hak orang lain, tidak patut bagi

kita untuk mengusik, merampasnya. Dengan menghargai apa yang orang lain

miliki. apa yang kita perbuat, kita harus memikirkan apa dampak yang terjadi ke

depannya yaitu apakah merugikan atau menguntungkan bagi kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah bahwa, sikap

peduli (caring) akan apa yang menjadi milik orang tidak patut kita ambil.

Hendaklah memikirkan sebelum melakukan sesuatu.

Tabiat buruk yang tidak patut kita contoh di sini adalah, jangan kita

merusak, mengganggu, bahkan mengambil apa yang menjadi milik orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, antara tetangga tempat kita

tinggal. Haruslah saling menghormati. Dan jangan pernah membuat tindakan

kejahatan.

“ Eee. Pace, sudah mandikan bini dan anak-anakmu?”


canda Kubati bin di saat aku baru saja diceramahi ayah gara-
gara babi-babi terus berteriak dikandang. Kalimat itu membuat
aku sangat jengkel pada kakakku, emosiku memuncak. Panci
makanan babi ditangan kulayangkan tepat di kepala Kubati bin.
Hal itu membuat aku dan kakakku bertengkar hebat.
Aku dihajar ayah dengan cambuk ajaibnya. Ekor pari.

82
“ Jangan coba-coba kau masuk rumah, ya! Bentak ayah padaku.
Tangan kiriku memar. Badanku memar dan bengkak. (Bagian 2,
hal 25)

Adegan ini menjelaskan Ghoky yang dipukuli oleh Ayah karena melempar

kakaknya menggunakan dandang makanan babi karena menurutnya canda

kakaknya terhadapnya sangat berlebihan apalagi ia baru saja dimarahi ayah. Dan

ini membuat Ghoky dan kakaknya berkelahi hebat oleh sebab itu Ghoky dipukuli

oleh sang ayah.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa jika orang lain yang di sekitar

kita sedang mengalami kesusahan janganlah kita menertawakan atau bahkan

mengejek mereka, tetapi sebaliknya, yaitu memberi pertolongan yang dapat kita

berikan.

Yang berikutnya, bahwa di dalam kehidupan berkeluarga kita sehari-hari,

yaitu sebagai seorang adik mempunyai rasa hormat pada kakaknya yang lebih tua

yaitu menghormati, juga menghormati orang tua kita, tidak hanya itu saja, kita

sebagai seorang kakak pun demikian, harus menghormati adik kita.

Karakter yang dapat kita pelajari di sini bahwa, kita harus memiliki sikap

rasa hormat (respect) yaitu menghormati orang yang lebih tua, maupun muda.

Saling hormat menghormati, kepada orang lain di sekitar tempat kita berada baik

di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di tengah masyarakat.

Karakter yang dapat kita pelajari juga dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap peduli (caring) pada orang lain yang sedang mengalami kesusahan dengan

memberikan sumbangan berupa rasa, pikiran dan tindakan kita buka malah

mengejek dan menertawakan mereka yang kesusahan.

83
Tabiat yang tidak patut kita contohkan di atas adalah Seperti sikap Kubati

yang mengejek adiknya yang sedang marahi oleh sang ayah. Jadi jika orang

sedang kesusahan jangianlah kita menertawakan bahkan mengejek.

Juga, tabiat Ghoky yang melempari kakaknya menggunakan panci

makanan babi di kepala. Sebaiknya kita tidak boleh melakukan tindakan yang

dapat membahayakan orang lain.

Pagi tadi, aku pakai alat pertukangannya, gergaji tangan, dan


palu untuk membuat mobil-mobilan dari kayu, dan aku lupa
mengembalikan ke tempatnya. Ayah begitu marah waktu
menemukan alat-alat itu di depan rumah. Ia tahu itu perbuatan
siapa. Tek puas mengomeliku, gergaji itu pun melekat di tubuh
kecilku. Telingaku serasa mau copot dijewer. Aku dituntun ke
ruang tamu Dudu berhadapan. Badanku terluka, sakit, pedih, dan
pegal. Aku menahan rasa sakit, bulir-bulir bekas rotan dan gergaji
itu membekas di tumbuku. (Bagian 4, Hal 27-28)
Adegan di atas menjelaskan Ghoky yang dipikul oleh sang ayah

dikarenakan menggunakan alat pertukangannya sang ayah dan lupa

mengembalikannya pada tempatnya. Bentuk hukuman ini, agar apa yang telah ia

lakukan itu telah menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan dan dapat

dikembangkan pada tempatnya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas bahwa, apa yang telah

kita perbuat, kita harus menyelesaikannya karena itu telah menjadi tanggung

jawab kita. Seperti Ghoky yang telah mengambil alat pertukangan ayahnya namun

setelah dipakai ia tidak mengembalikannya ke tempatnya.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya mencerminkan salah satu nilai-nilai leluhur yang ada pada pilar

karakter, seperti bersikap memiliki sikap tanggung jawab (responsibility), yakni

Kita hendaknya memiliki sikap mempunyai tanggung jawab (responsibility)

84
mempertanggungjawabkan apa yang telah kita mulai. Apa yang menjadi tanggung

jawab kita, kita harus melakukannya dengan baik sesuai karena telah menjadi

bagian dari tanggung jawab kita.

Waktu aku kelas tiga SD, suatu siang guruku sangat kesal.
“Anak ini keterlaluan bodohnya, biar dihajar seribu kali pun tak
akan pernah bisa,” kata-kata itu baru saja terlepas dari bibir Bu
Siti.
“Nao-nao, sudah gobok, nakal lagi!” Bu Siti kesal.
‘Nao-nao’ telah menjadi julukanku semasa kecil. Dua kata itu, aku
sangat paham artinya. Lebih buruk dari bodoh. Kuanggap sebagai
takdirku di sekolah dasar itu. Aku dihukum berdiri di atas satu
kaki, sentra dua tanggan memegang kuping.
Plak.... plak....! Mistar kayu membentur betis kurusku berkali-kali.
Kuda-kudaku terasa rapuh. Rasa pegal, sakit, dan malu
bercampur aduk. Aku selalu jadi tontonan teman-teman selama
jam pelajaran Bahasa Indonesia dan matematika. Ibu Siti selalu
menghukumku. (Bagian 5, Hal 32,& Prgf 4&5)

Kutipan di atas, adalah adegan saat Ghoky di caci maki, dipukul, dan

dihukum oleh Bu Siti. Karena bodoh dan nakal.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa di

sekolah, guru mendidik dan mengajar kita agar dengan tujuan kita dapat

memahami akan pelajaran, menguasainya, dan menjadi pintar serta membentuk

kita menjadi anak yang berkarakter baik. Oleh sebab itu, kita hendaknya harus

tekun dalam bebelajar

Karakter yang dapat kita lihat di sini bahwa, kita harus tekun (diligence)

lagi dalam belajar agar kita bisa dapat memahami dengan baik dalam pelajaran

yang di ajarkan oleh guru. Jika kita tekun dan mau sungguh-sungguh dalam

belajar maka pelajaran yang sebelumnya kita belum bisa akan menjadi bisa, serta

kita akan menjadi menguasai mata pelajaran itu.

85
Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini adalah bahwa, jangan pernah

kita sebagai seorang guru untuk mencari maki anak didik kita saat ia belum bisa

memahami dan mengikuti pelajaran dengan baik. Apa lagi menggunakan kata-

kata seperti “Nao-nao” dan Goblok atau bodoh. Melainkan kita harus dengan

sabar dalam mengajar dan mendidik. Dan juga Tabiat Ghoky yang sedikit nakal

ini tidak patut kita contoh

Siang itu, entah siapa yang menunjukkan setumpuk sisa ampas


yang santanya sudah habis ke dalam tas bukuku. Merasa kesal
dengan perbuatan itu, aku pun melakukan serangan pembalasan.
Ampas yang kutumpahkan dari tasku lalu dipindahkan ke atas
Auleng siswi kesayangan guru. Hal ini membuatnya menangis
sejadi-jadinya.
Setelah kerja bakti ini beres, semua murid dipanggil masuk kelas.
Pak Abubakar mengoreksi setiap siswa. Baginya tidak sulit
menemukan pelakunya. Karena semua mata terarah padaku, lagi
pula, tadi Auleng sendiri telah melapor.
Selain menceramahi di depan teman-temanku, masing-masing
kepalan jari tanganku disusut menggunakan nyala rokok secara
bergantian. Tanganku dipaksa untuk dikepal. Ujung-ujung kelima
tulang jariku disusut nyala rokok Gudang Garam Merah. Jika
nyala rokok itu mulai tanpak redup, Pak Abubakar kembali
mengisapnya hingga nyalanya sempurna. Demikian seterusnya
sampai kesepuluh tulang pada jari-jariku terbakar melepuh. Buka
saja menjadi tontonan teman-teman sekelas, melainkan kelas lain
juga diberi kesempatan menonton.
Tamparan tangannya membuat aku langsung membentur papan
tulis di belakangku. Telinga dan pipiku panas kesakitan. ( Bagian
6, Hal 37, & Prgf 2-5)

Kutipan di atas merupakan adegan Ghoky diceramahi, Kemudian

kesepuluh jari-jarinya disusut oleh rokok yang masih menyala yang di isap oleh

Pak Abubakar setelah itu ia di tampar hingga membentur papan tulis. Karena ia

memasukkan setumpuk ampas kelapa di tas teman perempuannya Aluleg yang

membuat gadis itu menagis sejadi-jadinya. Ia memasukkan ampas kelapa pada tas

temannya itu karena, ia merasa kesal karena sebelumnya ada yang terlebih dahulu

telah memasukkan ampas kelapa pada tas bukunya juga.

86
Pesan yang dapat kita pelajari, yaitu bahwa kita harus saling mempunyai

rasa hormat terhadap sesama kita di mana pun kita berada. Terhadap teman kita di

sekolah, di rumah maupun orang-orang di sekitar kita.

Karakter yang dapat kita pelajari di sini bahwa, dalam relasi hubungan

dengan orang lain, sikap rasa hormat (respect) kepada orang lain di sekitar kita

yaitu saling menghormati dan menghargai haruslah dimiliki oleh setiap orang.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini, bahwa kekerasan yang

dilakukan oleh seorang guru ini dapat membahayakan siswa baik fisik maupun

psikis. Boleh menghukum atau menceramahinya namun harus sewajarnya saja.

Dua Minggu lalu ayah melemparku dengan parang. Peristiwa itu


hampir saja menamatkanku. Kemudian ia memukulku dengan kayu
bakar, meninggalkan serat-serat kayu dalam dagingku. Itu terjadi
gara-gara aku melempari Kubati dengan batu, karena terus
mengejekku saat aku sedang dihukum ayah.
Kutipan di atas adalah, adegan saat Ghoky di lempari dengan parang dan

dipukuli menggunakan kayu oleh ayahnya karena melempari kakak

perempuannya dengan menggunakan batu, karena kakaknya itu terus

mengejeknya saat sedang dihukum oleh ayah mereka.

Pesan di sini yang dapat kita lihat, yaitu bahwa kita harus saling memiliki

rasa hormat kepada saudara kita, orang yang lebih tua, yang mudah maupun

orang-orang di sekitar kita.

Pesan yang berikutnya, bahwa ketika orang lain sedang mengalami

kesusahan atau pun masalah janganlah kita menertawakan, mengolok atau

mengejek tetapi kita harus bagaimana caranya agar sedikit membantu.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, kita dalam

berperilaku pada orang lain, hendaklah memiliki sikap rasa hormat (respect) pada

orang lain. Menghormati orang yang lebih tua, maupun yang mudah.

87
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap peduli (caring) pada orang lain yang sedang mengalami kesusahan atau pun

kesedihan hati yang sedang dirasakan dan dialami oleh orang lain dengan tidak

menertawakan maupun mengejek.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu sikap kakak

perempuannya Ghoky ini, yaitu Kubati bin yang mengejek adiknya saat

mendapati hukum dari sang ayah.

Dan juga tindakan kekerasan yang membahayakan yang Ghoky lakukan

terhadap kakak perempuannya yaitu ia melempari kakak perempuannya dengan

batu karena kesal. Walaupun kita emosi, kita harus mengontrolnya, Jagan sampai

mengambil tindakan yang dapat membahayakan orang lain.

Apa yang kubayangkan benar. Ayah diantar rekannya


menggunakan kendaraan mobil bardtop coklat muda yang
berhenti di depan rumah. Aku tak berdaya di lantai.
Rrakk...! Kursi kayu yang berbeda di ruang tamu kecil itu
melayang membentur menindih tubuhku. Ayah melepaskan
emosinya. Telapak tangannya melayang tepat di wajahku yang
tergeletak di lantai tak berdaya. Tak mungkin aku dapat mengelak!
Tangannya menyusul cepat sambil sedikit menunduk. Tamparan
tangannya melayang sekali lagi di tubuhku, membuat sejenak aku
tak mendengar apa-apa. Kemudian rasa sakit itu menusuk hingga
ke rongga-rongga kepalaku. Melihat adegan itu beberapa orang
protes, termasuk Mama nene.
“Pak, tidak boleh begitu kalo ko mau bunuh dia. Ko makan dia
sekalian!” teriak ibu. Ibu melangkah ke dapur dan kembali
membawa sebuah pisau dapur.
“Ini, bunuh dia sekalian, biar puas, Pak!” Semua yang saksikan
dan dengar adegan itu memprotes.
Melihat pertengkaran itu, Bapa Yakob yang masih di situ angkat
bicara. “ Maaf Bapa dan Mama, sekarang ini semua sudah
terjadi. Kita bawa dia ke rumah sakit dulu.”
“Bangun, jalan, jangan ada yang bantu, biarkan dia jalan
sendiri,” kata Ayah.
Aku dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan dalam mobil pun
dilarang berbaring, hanya boleh duduk memegang tanganku agar
tetap terlipat didepan dadaku.

88
Hasil X-ray menunjukkan pergelangan tangan (carpals) kiri patah
beberapa bagian dan tulang bahuku juga patah. Ayah meminta
agar perawat meminta agar perawat menarik lenganku untuk
mengembalikan posisi semula.
“ Jangan pake obat pengurang rasa sakit ya, kalau mau ditarik,
tarik saja. Biar dia tobat, anak ini tidak pernah nasihat. Terlalu
kepala batu!” kata ayah kepada petugas. “Biar tobat....., sebagai
akibat bila anak kepala batu.”
“ Adooooohhh... Mama ... sakit sekali... Suster jangan..., “Jeritku
melengking sakit.
“ Adoooh, Suster cukup... sakit sekali, jangan ditarik....Aaaaah!!!
Ups....! Mama....tolooong!! Suster, cukup... jangan... ditarik lagi.
Sakit... ampun!”
Tiba-tiba....Prak.... Telapak tangan ayah mendarat lagi di pipiku.
“Dian...!!” herdik Ayah.
“ Hari ini kau tidak ke sekolah, alasannya sakit. Tak ada orang
yang menyuruh kau pergi bermain di atas pohon mangga.
Beginilah akibatnya jika tidak tak dengar nasihat orang tua,
semua orang jadi repot!” kata ayah (Bagian 14, Hal 78-79)
Kutipan di atas adalah adegan saat Ayah pulang di antarkan oleh temannya

dan melihat Ghoky yang terbaring tidak berdaya karena jatuh dari atas pohon

mangga. Karena bermain bersama teman-temannya padahal hari ini ia tidak

sekolah dikarenakan beralasan sakit oleh sebab itu ia diperbolehkan ayahnya

untuk hari ini tidak sekolah karena alasan sakitnya itu namun dengan syarat hanya

boleh di rumah dan tidak boleh bermain di luar rumah. Tetapi yang sebenarnya ia

tidak sakit hanya saja ia tidak mengerjakan Tugas rumah yang diberikan oleh

Guru di sekolah, karena takut mendapatkan hukum dari guru. Jadi pada saat

ayahnya sampai di rumah ayahnya langsung memukulinya walaupun keadaan

sangat kasihan dan tidak berdaya namun ayahnya tetap memukulinya karena

ayahnya telah mengingatkan

Hingga Sampai di Rumah sakit pun saat periksa dan mengetahui tulang

tangan kirinya patah beberapa bagian. Namun ayahnya meminta agar perawat

menarik tangan anaknya agar mengembalikan posisi tangannya seperti semula

namun saat meraihnya tanpa menggunakan obat pengurang rasa sakit. Saat Ghoky

89
merasa sakit saat tangannya di tarik dan merengek kesakitan ayahnya

memukulinya dan menyuruhnya diam. Dan mengomelinya ini akibatnya ia tidak

mendengarkan nasihat orang tua.

Pesan yang dapat kita ambil dari adegan ini adalah, ketika kita telah

membuat kesepakatan atau janji pada seseorang hendaklah kita menepati janji itu.

Agar orang itu dapat mempercayai kita lagi dilain waktu. Seperti Ghoky yang

dibolehkan tidak sekolah asalkan dengan syarat ia tidak boleh bermain di luar

rumah tetapi istirahat di rumah karena alasan sakitnya itu. Namun ia melanggar

isyarat atau perintah ayahnya itu.

Yang berikutnya, bahwa sebagai seorang anak kita harus menghormati

orang tua kita, mendengarkan perintah dan peringatan yang diberikan oleh orang

tua kita, karena sejatinya itu semua semata-mata hanya untuk kebaikan kita juga.

Yang terakhir, bahwa kita harus jujur kepada orang tua kita di rumah,

jangan beralasan sakit padahal tubuh kita sedang dalam keadaan baik-baik saja

atau tidak sakit hanya karena tidak ingin pergi ke sekolah. Karena jika demikian

kita akan mengalami sakit benaran.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, sikap dapat dipercaya

(trustworthiness) oleh orang lain kepada kita yaitu ketika kita telah diberikan

kepercayaan oleh orang lain, baiklah kita harus bagaimana caranya agar menjaga

kepercayaan itu dengan baik agar dilain kesempatan orang akan tetap

mempercayai kita.

Yang berikutnya, bahwa sikap rasa hormat (respect) kepada orang lain

yaitu menghormati orang tua kita, mendengarkan perintah orang tua kita sebagai

bentuk rasa hormat kepada mereka.

90
Tabiat yang tidak yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, sikap Ghoky

yang menipu orang tuanya agar mendapat izin orang tuanya untuk tidak sekolah

hari ini karena alasannya bahwa ia sakit dengan berpura-pura pusing kepala dan

muntah-muntah. Ini dilakukan olehnya karena ia tidak mengerjakan Pekerjaan

rumah yang diberikan oleh Gurunya. Oleh sebab itu ia menipu orang tuanya agar

diizinkan untuk tidak sekolah.

Siang itu kami bermain kelereng. Pilemon kalah dan mulai


bermain curang. Seharusnya ia berhenti karena modal
kelerengnya sudah habis. Di saat akan berhenti, ia tidak menerima
kekalahannya. Semua kelereng yang menjadi taruhan kami dalam
sekejap dilemparkannya ke semak-semak. Melihat itu, aku, Bodius,
Topilus, dan Ade kutu-kutu protes dengan tingkahnya itu. Aku tak
sebaran langsung menonjok wajahnya.
Sambil menangis, Pilemon berlari ke arah rumahku.
Suaranya dibuatnya semakin keras, keluarlah berbagai kata-kata
makian dari bibirnya. Mendengar itu aku berlari ke arahnya dan
langsung menonjoknya berulang-ulang. Pilemon berusaha berlari,
dan agak jauh dari situ ia berhenti sebentar lalu kembali
mengeluarkan kata-kata itu. Emosiku semakin menjadi-jadi untuk
membalas. Aku berlari sekuat tenaga ke arah Pilemon.
Tiba-tiba ayahku menghadang dan ...prak...! Kembali
tangan kirinya melayang di pipiku. Aku terjatuh dan kakiku
mendarat di atas batu dan terluka. Aku bukan dikasihani, malahan
ayah terus menghajarku dengan sepotong batang singkong, serta
mengangkatku kemudian menjatuhkannya ke tanah.
“Mama tolong....!” teriakku. Aku tak berdaya, serasa
dunia menjadi gelap.
“Saya bunuh ko ya, tiap saat dinasihati agar tidak
berkelahi, namun terus kau lakukan itu.”
Ayah sangat marah bila aku ketahuan berkelahi. “kalau
kau dilempari dengan batu, jangan membalasnya dengan batu,
melainkan dengan kapas. Janganlah membalas kejahatan dengan
kejahatan. Tetapi balaslah kejahatan itu dengan kebaikan,”
Kutipan di atas adalah adegan saat Ghoky memukul Pilemon karena

membuat kelereng yang menjadi taruhan mereka ke semak-semak karena bermain

curang dan tidak bisa menerima kekalahannya dengan lapang dada. Pilemon yang

dipukuli itu menangis dan berlari ke arah rumahnya Ghoky sambil memakai

91
dengan suaranya yang sengaja dibesar-besarkannya. Oleh karena itu, Ayah Ghoky

keluar lalu menampar, memukul serta menceramahinya. Bahwa kita tidak boleh

membalas kejahatan dengan kejahatan melainkan balaslah kejahatan dengan

kebaikan.

Pesan yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, ketika orang membuat

kita sakit hati, emosi dan kecewa. Jangan kita menyimpan rasa ingin membalas

perbuatan orang itu. Tetapi tetaplah mengasihi mereka, tetap memiliki rasa

hormat.

Sikap rasa hormat (respect) hendaklah kita memiliki. Menghormati orang

lain, ketika mereka membuat jahat pada kita, kita tidak boleh membalas dendam.

Tetapi tetaplah mengasihi mereka, menghormati mereka.

Tabiat buruk yang tidak patut kita contoh di sini ialah, sikap Pilemon yang

bermain curang dan tidak mau menerima kekalahannya dengan mengacaukan

permainan. Dan Berikut, yaitu tabiat Ghoky yang emosi dan memukuli temannya

berkali kali.

4.1.3 Melalui Konflik

Konflik menurut Meredith & Fitzgerald, 1972:27 dalam (Nurgiantoro,

2013: 179) bahwa Konflik menunjuk pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak

menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh cerita, yang, jika

tokoh-tokoh itu memunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan

memilih peristiwa itu menimpa dirinya.

Konflik menurut Wellek dan Werren, 1989:245. Dalam, (Nurgiantoro,

2013: 179) bahwa, Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada

92
pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang yang menyiarkan adanya aksi,

dan aksi balasan.

Dapat kita lihat dari kutipan berikut ini:

Suatu malam ayah menaruh setrika tempurung di tanganku gara-


gara aku belum lancar membaca dan tak bisa menjawab
penjumlahan serta perkalian sederhana. Bahkan ayah tak segan-
segan menghajarku dengan ekor ikan pari yang dikeringkan
apabila aku terlambat pulang dari bermain di pantai atau ketika
menggunakan perkakas tukangnya (Bagian 1, Hal 5, & Prgf 4)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu ketika Ghoky

yang belum lancar membaca, tidak bisa menjawab penjumlahan serta perkalian

sederhana, itu membuat ayam menaruh setrika tempurung di tangannya. Juga

ketika ia terlambat pulang bermain di pantai atau ketika ia menggunakan alat

pertukangan ayahnya. Membuat ia tidak segan-segan dihajar menggunakan ekor

pari oleh ayahnya.

Pesan yang disampaikan dari konflik ini yaitu, bahwa orang tua

menginginkan anak-anaknya dapat bersekolah dengan baik dan sungguh-sungguh

agar menjadi anak yang pandai. Seperti pantai membaca, menjawab penjumlahan

dan perkalian sederhana serta lain sebagainya.

Yang berikutnya, bahwa kita harus menghormati orang tua, menuruti

segala peraturan yang dibuat, seperti pulang ke rumah tepat waktu. Dan juga

menghormati dan harus sopan. Seperti tidak menggunakan alat-alat pertukangan

ayah.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus tekun

(diligence) atau terus fokus dan bersungguh-sungguh dalam belajar, agar kita

dapat memahami dan pandai dalam suatu mata pelajaran yang sebelumnya kita

belum bisa menjadi bisa. Jika sebelumnya kita belum bisa membaca atau

93
menghitung maka dengan kita mau tekun atau sungguh-sungguh terus belajar

dengan baik maka pelajaran yang sebelumnya kita belum bisa menjadi bisa. Oleh

karena itu kita harus memiliki sikap yang tekun (diligence).

Yang berikutnya, bahwa kita harus memiliki rasa hormat pada orang tua

kita dengan menuruti segala larangan dan peraturan yang telah mereka buat

karena semuanya itu adalah semata-mata juga untuk kebaikan kita anak-anaknya.

Oleh karena itu kita harus memiliki sikap rasa hormat (respect) pada mereka.

Ketika aku berbuat salah, bukan saja aku yang dihukum ayah,
tetapi juga Senanoi dan Kubati Bin. Bagi ayah, jika salah satu
diantara kami melakukan kesalahan, maka hukuman tetap berlaku
untuk bertiga. Sebagai kakak beradik kami harus saling
mengingatkan. Saling menjaga, itulah pesan ayah pada kami. Aku
adalah penjaga kakak-kakakku dan kakakku adalah penjagaku.
(Bagian 1, Hal 8, & Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara ayah dan Ghoky, yaitu ketika ia

melakukan kesalahan maka kedua kakaknya juga akan mendapatkan hukuman,

begitu pula sebaliknya. Jadi mereka sebagai kakak beradik harus saling

mengingatkan, karena salah satu melakukan kesalahan maka mereka bertiga akan

sama-sama mendapatkan hukuman.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa dalam anggota

keluarga yaitu sebagai kakak beradik kita harus saling peduli, yaitu saling

mengingatkan bila ada perilaku seseorang yang tidak baik atau melanggar aturan

rumah, serta saling menjaga satu sama lain sebagai bentuk kasi sayang.

Yang berikutnya, bahwa kita harus menghormati orang tua, menuruti

segala peraturan yang dibuat, seperti pulang ke rumah tepat waktu. Dan juga

menghormati dan harus sopan. Seperti tidak menggunakan alat-alat pertukangan

ayah.

94
Karakter yang dapat kita pelajari disi bahwa, kita harus saling peduli

(caring) antara sesama kita di mana pun kita berada. Seperti dalam keluarga saling

peduli mengingatkan satu sama lain agar tidak berperilaku melanggar aturan

rumah yang telah dibuat oleh orang tua kita. Oleh karena itu kita harus memiliki

sikap penuh rasa peduli (caring) satu sama lain yakni saling mengingatkan dan

menjaga.

Karakter yang berikutnya, bahwa kita harus memiliki sikap rasa hormat

(respect) pada orang tua kita dengan menuruti segala larangan dan perintah yang

mereka telah tetapkan karena itu semata-mata juga untuk kebaikan kita.

Senanoi pernah dihukum ayah menggunakan rotan hutan atau


tingkat didiknya yang sengaja disediakan untuk menghajar kami
jika bandel atau melakukan kesalahan yang berulang. Pada ujung
rotan tersebut tertancap paku-paku kecil membentuk cambuk.
Sekali dipukulkan ke tubuh, dapatlah dibayangkan. Pasti akan
membekas dan mengeluarkan darah.
Senanoi adalah kutu buku yang periang dan kreatif untuk ukuran
anak seusianya, hingga suatu ketika saat duduk di bangku SMP
kelas satu, ayah menghukumnya karena terlambat pulang. (Bagian
1, Hal 10,& Prgf 1)

Kutipan di atas, adalah konflik antara ayah dan Senanoi, yaitu kakak laki-

lakinya Ghoky. Yaitu perkara Senanoi yang terlambat pulang ke rumah saat

pulang dari sekolah. Hal itu membuat ayah menghukumnya menggunakan rotan.

Ayah menghukum anak-anaknya jika mereka bandel atau melakukan kesalahan

yang berulang.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini, yaitu bahwa setiap orang

tua merawat serta mendidik dan mengajarkan anaknya agar tidak nakal atau

berperilaku yang negatif. Segala aturan yang dibuat oleh orang tua dalam

95
mendidik anak-anak untuk kebaikan dari anak-anaknya sebagai bentuk rasa

sayang dan perhatian yang diberikan.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat dan perhatian (respect) yaitu mematuhi segala aturan atau

peraturan yang dibuat oleh orang tua kita karena itu juga untuk kebaikan kita.

Karena setiap orang tua kita ingin kita menjadi orang yang baik dan sukses di

hari-hari yang akan datang.

Aku ingat juga suatu siang, aku menembaki buah pepaya tetangga
menggunakan panah dari lidi daun sagu. Tak kuduga panah itu
melesat dan tertancap di betis ibuku. Mengetahui itu, ayah sangat
marah. Aku dihukum dan dihajar dengan cambuk parinya. (Bagian
1, Hal 13,& Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky, yaitu perkara Ghoky yang

nakal melempari buah pepaya tetangga menggunakan lidi daun sagu namun lidih

itu melesat dan mengenai betis ibunya, oleh karena itu ayah menghukum dan

menghajarnya saat mengetahui perbuatan anaknya itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa kita harus

memiliki rasa hormat pada orang lain yang ada di sekitar kita dan di mana pun

kita berada. Seperti menghargai dan mempunyai rasa hormat pada mereka dan apa

yang mereka milik. Seperti tidak merusak dan menghancurkan tanaman mereka

sebagai bentuk rasa hormat.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat respect pada orang lain yakni menghargai dan menghormati apa

yang orang lain miliki. Tidak merusak atau menghancurkan tanaman orang lain.

96
Tabiat Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini yaitu tindakannya yang

merusak tanaman milik tetangga dengan menembak buah pepaya milik tetangga

menggunakan lidi daun sagu.n

“Eee Pace, sudah mandikan bini dan anak-anakmu?” canda


Kubati bin di saat aku baru saja diceramahi ayah gara-gara babi-
babi terus berteriak di kandang. Kalimat itu membuat aku sangat
jengkel pada kakakku, emosiku memuncak. Panci makanan babi di
tangan kulayangkan tepat di kepala Kubati bin. Hal itu membuat
aku dan kakakku bertengkar hebat. Aku dihajar ayah dengan
cambuk ajaibnya. Ekor pari. (Bagian 3, Hal 25, & Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan kakak perempuannya

Kubati bin, yaitu Kubati bin yang mencandainya saat baru saja diceramahi oleh

ayah, yang menurutnya candaan kakaknya itu sangat berlebihan oleh sebab itu ia

merasa emosi dan langsung melayangkan panci makanan babi ke kepala

kakaknya. Oleh sebab itu membuat mereka bertengkar hebat dan ditengahi oleh

sang ayah yang mamukul Ghoky.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa dalam

kehidupan keluarga kita harus memiliki rasa hormat satu sama lain. Adik

menghormati kakak dan Kakak menghormati adik.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada saudara kita di rumah. Sebagai anggota keluarga

kita harus saling sayang dan memiliki rasa hormat itu.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, bahwa ketika orang lain di

sekitar kita sedang mengalami kesusahan janganlah kita malah membercandai

atau menertawai mereka. Seperti sikap kakak perempuan Ghoky yang mencandai

Ghoky saat ia sedang dimarahi dan diceramahi oleh sang ayah atas tanggung

jawabnya yang lalai.

97
Pagi tadi, aku pakai alat pertukangannya, gergaji tangan dan palu
untuk membuat mobil-mobilan dari kayu, dan aku lupa
mengembangkan ke tempatnya. Ayah begitu marah waktu
menemukan alat-alat itu di depan rumah. Ia tahu itu perbuatan
siapa. Tak puas mengomrliku, gergaji itupun melekat di tubuh
kecilku. (Bagian 4, Hal 27, Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara ayah dan Ghoky yaitu perihal Ghoky

yang mengambil alat pertukangan ayahnya tanpa sepengetahuan ayah dan juga

lupa mengembalikan pada tempatnya. Melihat alat-alat itu di depan rumah,

membuat ayah langsung mengomelinya dan memukulnya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, bahwa kita memiliki

rasa hormat pada orang tua yaitu, seperti meminta izin sebelum memakai alat

pertukangan ayah.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang tua kita, tidak bersikap lancar tetapi

mempunyai rasa hormat pada mereka.

Waktu aku kelas tiga SD, suatu siang guruku sangat kesal. “Anak
ini terlalu bodohnya, biar diajar seribu kali pun tak akan pernah
bisa,” kata-kata itu baru saja terlepas dari bibir Bu Siti. (Bagian
5, Hal 32, &Prgf 4)
Kutipan di atas adalah konflik antara Bu Siti dan Ghoky, yaitu perihal

Ghoky yang belum juga paham walaupun diajarkan berulang kali. Ibu mencacinya

dengan kata Bodoh.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa kita harus

bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar agar kita dapat paham dan

menguasai mata pelajaran yang sebelumnya kita tidak dapat pahami.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus tekun

(diligence) dalam melakukan sesuatu. Sikap tekun ini yaitu bersungguh fokus

98
untuk mencapai suatu tujuan. Dengan tekun belajar suatu pelajaran maka akan

membuat kita bisa menguasai pelajaran tersebut.

Namun tabiat guru yang kurang baik ini tidak patut kita contoh yaitu

dengan emosi mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti dan membuat trauma

pada anak.

Aku pernah dihukum berdiri berjemur matahari di halaman dekat


tiang bendera karena tak sengaja mendaratkan penghapus yang
kulemparkan ke wajah teman kelasku yang bernama Aluleg, gadis
kecil keponakan Bu Siti. (Bagian 5, Hal 32, & Prgf 5)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Bu Siti, perkara Ghoky

yang melempari penghapus papan tulis yang tidak sengaja mengenai teman

perempuannya yang secara kebetulan adalah Keponakan Bu Siti. Hal itu membuat

ia dihukum oleh Bu Siti dengan berdiri berjemur matahari di bawah tiang bendera.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik di atas adalah, bahwa kita harus

saling memiliki rasa hormat pada teman kita di sekolah maupun pada orang lain

yang ada di sekitar kita dimana pun kita berada.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang lain yang ada di sekitar kita, yaitu seperti

teman-teman kita di sekolah maupun orang lain, dengan saling menghargai

sebagai bentuk rasa hormat dan untuk menciptakan suasana yang aman.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, tindakan Ghoky yang

melempari temannya menggunakan penghapus papan tulis, yang mana hal yang ia

lakukan ini sangatlah membahayakan. Oleh sebab itu hal-hal yang dapat

membahayakan orang lain ini, tidak boleh kita lakukan.

Di suatu hari Sabtu, sepuluh kepalan jari-jariku disusut rokok oleh


Pak Abubakar bin Yakob, dan menjadi tontonan teman-teman
sekelas, gara-gara ampas kelapa kumasukkan dalam tas si

99
cengkareng Auleng, teman sekelasku. (Bagian 6, Hal 35, & Prgf
1)
Kutipan di atas adalah konflik antara Pak Abubakar dan Ghoky, yaitu Pak

Abubakar mesusutkan rokoknya yang masih menyala ke jari-jari Ghoky karena ia

memasukkan ampas kelapa pada tas temannya Auleng. Itu ia lakukan karena

sebelumnya ada yang telah terlebih dahulu memasukkan ampas kelapa ke tasnya

juga.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang lain yang ada di sekitar kita, yaitu seperti

teman-teman kita di sekolah maupun orang lain, dengan saling menghargai

sebagai bentuk rasa hormat dan untuk menciptakan suasana yang aman.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini, bahwa kekerasan yang

dilakukan oleh seorang guru ini dapat membahayakan siswa baik fisik maupun

psikis. Boleh menghukum atau menceramahinya namun harus sewajarnya saja.

“Hari ini kau tidak ke sekolah, alasannya sakit. Tak ada orang
yang menyuruh kau bermain di atas pohon mangga. Beginilah
akibatnya jika tak dengar nasihat orang tua, semua orang jadi
repot!” kata ayah
Sakitnya menusuk ubun-ubun kepala. Jiwa serasa akan loncat,
lepas dari tubuhnya akibat sakit dari dalam dan tamparan tangan
algojo ayah yang berdiri di sisiku. Bagian 14, Hal 79, & Prgf 4)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan ayahnya perihal Ghoky

yang beralasan sakit agar tidak pergi ke sekolah karena ia takut dihukum oleh

guru karena tidak mengerjakan tugas rumah. Dan alasannya yang sakit itu pun di

terima oleh saang ayah dengan syarat ia tidak boleh bermain di luar rumah dan

hanya istirahat. Namun saat ayah pergi ke kantor untuk kerja, Ghoky melanggar

larangan ayah itu dan main bersama teman-temannya di bawah pohon mangga dan

saat asik bergelantung di tali tambang dekat atas pohon, langsung membuat ia

jatuh.

100
Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa kesepakatan

yang telah kita perbuat beberapa hendaklah kita berperilaku atau dalam

melakukan sesuatu harus sesuai dengan kesepakatan yang telah di sepakati

bersama tersebut.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap dapat dipercaya (trustworthiness) yaitu ketika kita telah dipercayakan

sesuatu oleh orang lain, hendaklah kita melakukan sesuatu yang dapat membantu

orang menjadi percaya pada kita. Oleh sebab itu kita harus memiliki sikap dapat

dipercaya (trustworthiness)

Tabiat buruk Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini ialah tindakannya

yang membohongi orang tua dengan alasan sakit agar dia diijinkan untuk tidak

bersekolah karena ia tidak mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh

Gurunya.

“Oky, ayah sudah berkali-kali mengingatkan kamu agar tidak


bermain di pantai itu lagi,” kata ayah. Pantai yang
dimaksudkannya adalah kawasan pertamina. Di sana sedang
dikerjakan pembangunan proyek dermaga. Beberapa bulan lalu
seorang anak seusia kami tenggelam di sana. “Awas, jangan ada
yang coba-coba buka talinya, sampai ayah pulang kerja!”
Demikian kira-kira amanat ayah kepada Senanoi, Kubati, dan Ibu.
(Bagian 16, Hal 89, &Prgf 5)

Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky, yaitu Ghoky yang

masih saja main di pantai padahal sudah dilarang ayah sebelum. Oleh karena ia

yang masih saja mandi di situ walaupun sudah di peringatan oleh ayah membuat

ia dihukum oleh ayah saat mengetahui ia mandi di pantai yang sebelumnya sudah

dilarang oleh sang ayah.

Pesan yang dapat kita pelajari dari sini, bahwa kita harus menghormati

orang tua, seperti mendengarkan nasihat orang tua dan patuh pada peraturan yang

101
telah dibuat oleh mereka. Karena apa yang mereka lakukan itu adalah untuk

kebaikan kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang tua kita yaitu mematuhi segala peraturan,

pemerintah, dan larangan yang mereka buat. Oleh karena itu kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect).

Tiba-tiba ayahku menghadang dan..prak ..! Kembali tangan


kirinya melayang di pipiku. Aku terjatuh, lutut dan kakiku
mendarat di atas batu dan terluka. Aku bukan dikasihani, malah
ayah terus menghajarku dengan sepotong batang singkong, serta
mengangkatku dan kemudian menjatuhkanku ketanah.
“Mama...tolong! Aku tak berdaya, serasa dunia menjadi gelap. “
saya bunuh ko ya, tiap saat dinasihati agar tidak berkelahi, namun
terus kau lakukan itu.” (Bagian 17, Hal 96, &Prgf 3).
Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu Ghoky yang

bertengkar dengan temannya, memukul temannya itu menangis membuat

Ayahnya marah kepadanya. Oky di pukul dan diceramahi oleh ayahnya. Bawah

sudah beberapa kali mengingatkan agar tidak berkelahi dengan temannya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus saling

memunyai rasa hormat kepada orang lain, seperti teman bermain kita di tempat

tinggal kita. Hormat menghormati. Dan juga kita harus mengindahkan perintah

dan nasihat orang tua kita, dan mempunyai rasa hormat pada mereka.

Yang berikutnya, bahwa ketika orang menyakiti hati kita, membuat kita

kecewa dan merasa marah, janganlah kita memiliki pikiran untuk membalas

perbuatan mereka tetapi tetaplah mengasihi mereka dan balaslah perbuatan

mereka dengan kebaikan. Oleh karena itu kita harus tulus hati, ketika orang

membuat kita kecewa, jangan kita membalasnya.

102
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat pada orang lain, yaitu teman-teman kita di rumah maupun

orang-orang di sekitar kita dan juga pada orang tua kita.

Yang berikutnya, bahwa kita harus memiliki sikap tulus yaitu ketika orang

membuat jahat pada kita janganlah kita membalas kejahatan yang mereka lakukan

terhadap kita tetapi balaslah kejahatan mereka dengan kebaikan. Sikap ketulusan

(honest) yaitu ketika mereka membuat jahat pada kita janganlah membalas

perbuatan mereka.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu tindakan Ghoky yang emosi dan

langsung melakukan pemukulan terhadap temannya.

“Aku tak peduli denganmu, mau sekolah atau tidak itu urusamu.
Aku hanya akan peduli pada Senanoi dan Kubati bin.” Kalimat itu
menusuk jiwaku. Namun sekaligus menjadi cambuk bagiku untuk
berkomitmen membuktikan bahwa aku akan lebih baik, tidak
seperti apa yang mereka ucapkan. (Bagian 18, Hal 99, & Prgf 2)

Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu, Ghoky yang

tidak mau sekolah membuat ayahnya mengeluarkan kata-kata yang membuat

Ghoky termenung akan kata-kata ayahnya itu. Bahwa ia harus berkomitmen untuk

membuktikan bahwa ia juga bisa.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa Orang tua menyekolahkan kita

agar kita dapat merasakan pendidikan dan pendidikan itu untuk bekal kita di masa

yang akan datang. Oleh karena itu kita harus menghormati usaha mereka.

Yang berikutnya, bahwa kita harus memiliki rasa tanggung jawab kepada

orang tua kita yaitu tujuan mereka menyekolahkan kita adalah agar kita dapat

belajar dengan baik dan menjadi pandai. Karena pendidikan adalah menjadi bekal

untuk kita di masa yang akan datang.

103
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada mereka, yakni menghormati dan menghargai

setiap usaha mereka yang telah menyekolahkan kita dan tugas kita hanya sekolah

dan belajar dengan baik. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap rasa hormat

(respect) pada mereka

Yang berikutnya, bahwa kita harus memiliki sikap rasa tanggung jawab

(responsibility) pada orang tua kita, yakni mereka telah menyekolahkan kita

tujuannya agar kita bisa menjadi orang sukses. Oleh karena itu kita mempunyai

tanggung jawab untuk bagaimana bisa bersekolah dengan baik. Oleh karena itu

kita harus memiliki sikap tanggung jawab (responsibility).

Tabiat Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini, yaitu sikapnya yang

bermalas-malasan untuk sekolah. Karena sekolah adalah penting untuk kita.

Aku semakin suka pelajaran bahasa Inggris dan IPA. Namun


masih menyandang predikat bandel dari beberapa guru. Terlalu
sering aku dihukum guru. Meski sering juga mewakili sekolah
mengikuti lomba cerdas cermat antarsekolah, debat antarsekolah,
dan lomba pidato dalam bahasa Inggris yang hasilnya lumayan
membawa nama baik sekolah.
Senin pagi, setelah upacara bendera, namaku diumumkan oleh
Pak Nainggolan yang menjadi pembina upacara. Sebelum semua
barisan peserta upacara dibubarkan, aku diminta ke depan
meninggalkan barisan dan berdiri di bawah tiang bendera, gara-
gara minggu lalu aku bolos sekolah dan juga dikaitkan dengan
terkuncinya Bu Sinta guru kesenian kami yang baru.
Pak Nainggolan, guru Matematika merangkap guru konseling,
menghukumku berdiri di bawah tiang bendera seharian. (Bagian
21, 115,& Prgf 1-2).
Kutipan di atas adalah konflik antara Pak Nainggolan dan Ghoky, yaitu

perilah Ghoky yang membolos dan mengunci gurunya di kelas oleh sebab itu ia

dihukum dibawah tiang bendera seharian.

104
Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, adalah bahwa kita harus

memiliki rasa hormat pada guru kita disekolah seperti mematuhi segala perintah

dan nasihat yang diberikan oleh guru di sekolah, bukan berlaku tidak sopan pada

mereka, seperti yang dilakukan Ghoky yaitu mengunci gurunya di kelas dan

membolos.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa kita disekolah

agar dibentuknya dan dididik oleh guru untuk menjadi manusia yang baik dan

berhasil dikemudian hari oleh karena itu segala peraturan sekolah harus kita patut.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada guru kita disekolah. Menghormati dan patuh

pada perintah dan nasihat mereka.

Yang berikutnya, bahwa, kita juga harus memiliki sikap dapat dipercaya

(trustworthiness) yaitu menaati segala peraturan yang berlaku dan telah disepakati

bersama. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap dapat dipercaya

(trustworthiness) yaitu tidak melanggar aturan sekolah yang telah disepaka

Tabiat Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini yaitu ialah bolos dan

memberontak terhadap gurunya yaitu membolos dan mengunci gurunya di kelas.

Aku masuk SMA Negeri 1 atau 415. Masih dengan kebiasaan


bolos, dan celakanya kalau bolos tidak sendirian, pasti ajak
setengah paksa agar teman-teman sekelas kabur. Prestasiku dalam
pelajaran cukup baik, bahkan tiap tahun mendapat peringkat.
Topilus sendiri selalu peringkat pertama dalam kelas.
Suatu pagi, pada hari Senin, upacara bendera baru saja bubar.
Aku dipanggil menghadap Pak Herman melalui pengeras suara.
Dihukum berdiri di bawah tiang bendera.
“silahkan ko renungkan nasibmu dulu,” kata Pak Herman. Saat
kuliahan ini, aku benar-benar lupa apa salahku waktu itu. Pak
Herman, guru olahraga itu, merasa kesal dan bosan menasihatiku.
Ini bukan kesalahan pertama, entah sudah berapa kali, sehingga

105
Pak Herman menyuruh aku berdiri merenungkan nasib ku berdiri
di bawah tiang bendera. Aku menjadi tontonan teman-teman.

Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Gurunya yaitu perihal dia

yang telah melakukan kesalahan yang berulang hingga ia dihukum oleh guru

olahraga itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa segala

peraturan yang berlaku dalam sebuah sekolah haruslah kita menaatinya dan tidak

melanggar aturan tersebut.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, kita harus memiliki

sikap perhatian (respect) yaitu menaati peraturan yang berlaku di buat oleh suatu

sekolah.

Ruang kelas yang tadinya ribut berubah menjadi tenang dan


tegang. Akupun segera meninggalkan tempat dudukku dan
berjalan ke depan kelas. Pak guru pun melayangkan jurus
terbaiknya. Kakinya melayang bak karateka mendarat di kaki
kananku. “keluar sana! Jangan pernah ikut saya pu jam pelajaran
lagi!” katanya penuh emosi. (Bagian 23, Hal 126, & Prgf 5)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Pak Rum yaitu Ghoky

yang iseng memberikan temannya cecak membuat kelas yang sedang diisi oleh

Pak Rum yang suasananya tenang itu menjadi Heboh karena cicak yang diberikan

oleh guru itu membuat teman perempuannya takut dan iapun di usir oleh guru

untuk keluar dari kelas.

Pesan yang yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa kita harus

memiliki sikap rasa hormat atau sopan dan saling menghargai antara sesama kita

maupun teman kita di sekolah maupun menghormati dan menghargai guru yang

sedang mengajar di depan kelas.

106
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang lain. Baik kepada teman kita di sekolah

maupun kepada guru kita.

Ayah selalu menganggap aku tak bisa apa-apa, bahkan julukan


buatku adalah “tangan mati” alias tidak bisa berbuat apa-apa. Ia
juga pernah mengatakan tak peduli lagi denganku. Ini saatnya
untuk membuktikan bahwa aku pun bisa. Sebenarnya ada rasa
takut dan ragu dalam hati, bagaimana nanti di sana, karena tak
ada kenalan yang bisa diandalkan untuk menumpang sementara di
Jakarta. Namun aku telah bertekad dalam diriku, apapun yang
terjadi akan aku jalani. (Bagian 24, Hal 133, & Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Ayahnya. Yaitu perihal

ayahnya yang mengatakannya kalau ia tidak bisa berbuat apa-apa yang membuat

Ghoky Ingin membuktikan padanya bahwa ia juga bisa dengan ia pergi ke Jakarta

untuk menpuh pendidikan perguruan tinggi di sana.

Pesan yang dapat kita pelajari dari di sini adalah, bahwa kita harus

memiliki sikap integritas yaitu sikap bersungguh dan bertekad untuk melakukan

sesuatu yang menjadi tujuan pencapaian kita.

Juga, kita harus berani dalam mengambil keputusan untuk masa depan

kita. Karena dengan sikap yang berani membuat kita lebih mudah mencari sesuatu

karena jika dengan sikap ketakutan hanya akan menghambat langkah kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa ketika hendaklah

memiliki sikap integritas yaitu penuh bersungguh- sungguh dengan bertekad

untuk melakukan sesuatu.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap berani (courage) dalam mengambil keputusan untuk menentukan masa

depan kita.

107
Terima kasih Mama, Papa, untuk didikan dan doa yang selalu
dinaikkan bagiku. Papa, aku belum sempat bercerita tentang hasil
sepotong doamu yang telah dijawab, kala aku pertama kali
menginjakkan kaki di ibukota. Aku ada hingga saat ini semua
karena kasih sayang dirimu. Aku tahu papa dan Mama begitu
mengasihi kami bertiga. Papa, Mama, maafkan aku, waktu Papa
dan Mama sakit, aku tidak hadir karena sedang menjalankan
tugas ke luar negeri. (Bagian 27, Hal 144, & Prgf 4).

Kutipan di atas adalah ketika konflik telah redah. Ghoky berkunjung dan

berziarah di makan ayah dan ibunya untuk berpamitan pulang kembali ke Timika.

Pesan yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus dengar-

dengaran orang tua kita, memiliki rasa hormat pada mereka dan mematuhi segala

peraturan yang mereka perbuat.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat dan perhatian (respect) pada orang tua kita, akan segala

peraturan dan perintah mereka, sebab yang mereka lakukan adalah demi kebaikan

kita. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap rasa hormat dan perhatian (respect)

pada mereka.

4.2 Jenis-jenis pesan didaktis yang terdapat dalam novel “Ghoky Aku

Papua”

Jenis-jenis pesan didaktis atau pesan yang bersifat mendidik dan mengajar yang

terdapat di dalam cerita “Ghoky Aku Papua” ini terdapat beberapa nilai yang

dapat diajarkan pada siswa yaitu 10 pilar karakter menurut Character Counts di

108
Amerika yang ada terdapat di dalam novel “Ghoky Aku Papua” yakni dapat

dipercaya (trustworthiness), rasa hormat (respect), tanggung jawab

(responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship),

ketulusan (honest), berani (courage), tekun (diligence), dan integritas.

4.2.1 Dapat dipercaya (trustworthiness)

Dapat dipercaya (trustwortines) merupakan sikap dan perilaku seseorang

dalam upaya membangun hubungan dengan orang lain agar dapat dipercaya yaitu

kesepakatan antara dua belah pihak sebagai partner kerja dalam mewujudkan apa

yang menjadi tujuan yang disepakati dalam hubungan tersebut, dilakukan dengan

penuh kejujuran, kedisiplinan dan dapat ia pertanggungjawabkan melalui sikap,

perkataan, perbuatannya. Dengan demikian perkataannya dapat ia

pertanggungjawabkan, dilakukan dengan penuh kejujuran dan mandiri baik dalam

lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat.

Sikap dapat dipercaya (trustworthiness) dapat kita lihat dan pelajari dari kutipan-

kutipan berikut di bawah ini :

Suatu saat dalam kesedihan dan hati yang hancur itu, aku
merasakan lembutnya rangkulan ibu yang memandangku sambil
tersenyum. Aku dapat merasakan ketulusan kasih sayangnya. Ibu
menatapku dalam-dalam lalu berkata meyakinkanku,
“Oky, kau adalah anak kandung ibu dan ayah.”
“Lalu kenapa ayah dan dong +kakak-kakak ) selalu mengatakan
aku bukan anak ayah dan ibu, tetapi aku orang Buton?” sambil
terisak-isak aku memeluk Ibu.
“Nak, apakah bedanya orang Buton dengan kita, semua manusia
sama diciptakan Tuhan. Orang Buton, Jawa, Maassar, Serui atau
apa pun itu sama di mata Tuhan. Bukankah Tuhan menginginkan
agar kita saling menghargai dan menghormati.” Kata Ibu lembut.
“Kita tidak boleh beda-bedakan sesama. Ketika orang lain
membuat kamu sakit hati, tetaplah miliki rasa hormat pada
mereka.” (Bagian 1, Hlm 7)

109
Kutipan di atas tersebut adalah percakapan antara Ghoky dan Ibunya.

Ghoky yang bersedih karena dikatai oleh ayah bahwa ia bukanlah kandung ayah

dan ibunya melainkan ia adalah anak orang Buton yang kemudian diadopsi ke

dalam keluarga Mereka karena tandanya rambutnya yang kemerah-merahan dan

sedikit berbeda dengan kakak-kakaknya. Mengetahui alasan mengapa anaknya

sedang bersedih itu pun, ibunya memberikannya perhatian dan pengertian

padanya. Bahwa ia adalah anak kandung mereka dan apa bedanya orang Buton,

Jawa, Makassar, Serui atau apa pun semua adalah ciptaan Tuhan dan semua sama

di mata Tuhan. Dan juga memberitahu padanya bahwa, Tuhan yang mereka

sembah pun mengajarkan bahwa tidak boleh membeda-bedakan sesama dan

ketika orang membuat kita sakit hati, tetaplah memiliki rasa hormat pada mereka.

Pesan yang dapat kita ambil dan pelajari dari kutipan di atas bahwa, yang

pertama, walaupun berbeda suku, ras, dan warna kulit kita tidak boleh membeda-

bedakan antara sesama kita walaupun kita berbeda suku, ras, budaya dan agama

tetaplah saling menghargai dan menghormati.

Pesan berikutnya yang juga dapat kita pelajari dari kutipan di atas ialah

bahwa, kita harus saling memiliki rasa hormat antara sesama kita, walaupun kita

berbeda suku, ras, dan budaya karena pada hakikatnya kita semua sama, yaitu

sama-sama ciptaan Tuhan, sama-sama memiliki darah yang merah, memiliki

anggota tubuh yang sama jadi baiklah kita harus saling mengasihi jangan hanya

pada kelompok kita saja melainkan harus saling hormat menghormati dengan

kelompok yang lainnya antara sesama kita. Juga walaupun orang membuat kita

sakit hati, janganlah kita membalas perbuatan mereka atau balas dendam, mainkan

kita haruslah memiliki rasa hormat pada mereka.

110
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, siswa yang berkarakter

apabila, ia dalam tindakan dan sikapnya dapat menghargai dan menghormati atau

memiliki rasa hormat (respect) terhadap sesama, baik di lingkungan sekolah,

keluarga maupun di tengah masyarakat.

Karakter yang dapat kita pelajari juga dari kutipan di atas ialah, bahwa

sebagai warga negara Indonesia yang beraneka ragamnya suku, ras, dan budaya

Walau berbeda kita harus saling menghargai dan menghormati antar sesama kita

di mana pun ia berada, baik di lingkungan sekolah, maupun ditengah-tengah

masyarakat serta toleransi antar sesama warga negara dan sebagai

kewarganegaraan (citizenship) yang baik dengan begitu akan terciptanya

ketertiban dan kedamaian di negara ini.

Sikap Dapat dipercaya (trustworthiness) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut

ini:

Kisahnya begini: tiga hari sebelumnya, jam terakhir sebelum


pulang adalah pelajaran kesenian. Oleh Bu Shinta, guru kesenian
yang baru, aku diminta tolong mengambil buku-buku cetak
diruang guru. Aku kabur dan tak kembali ke kelas. Hal itu
dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa terkuncinya ibu Shinta di
dalam ruang kelas. Memang secara sengaja aku menguncinya dan
kabur. Kunci kelas kemudian kusimpan dalam tas temanku tanpa
diketahuinya.
Pak Nainggolan, guru Matematika merangsang guru Konseling,
menghukumku berdiri di bawah tiang bendera seharian.
“ Silahkan ko renungan nasibmu ke depan dengan kelakuanmu
seperti ini. Mau jadi apa kau.” Pluk, lipatan jari-jarinya mendarat
di jidatku. Merasa tak puas, sapu lidi pun melayang dan plass
mendarat serta membekas di kedua betisku. Bagiku, hukuman
seperti begitu tak seberapa. Dibandingkan rotan yang
didukungnya tertancap paku atau ekor pari milik ayahku.

“Bagaimana Pace, ko sudah renungkan nasibmu?” Kata Pak


Nainggolan penuh selidik pada sisa empat puluh lima menit
terakhir jam sekolah hari ini.
“Sudah Pak . ...” jawabku sambil menggaruk-garuk kepala.

111
“kau jago kalau di luar, kenapa tanganmu terus dikepala, apa ada
kutu?” coba ceritakan apa yang telah kau dapatkan dari
perenunganmu sepanjang hari ini,” kata pak guru
“iya Pak, aku salah. Karena nakal. Aku janji tidak akan ulangi
lagi, kataku.
“ahh kalao nakal itu tidak masalah, semua orang juga nakal,
nakal itu kreatif! Pak guru juga dulu nakal, namun yang saya
perlu tahu dan dengar darimu adalah apa yang menjadi hasil
perenunganmu.”
“aku... kalau nakal dan suka bolos, tidak bisa jadi anak pintar dan
masa depanku akan suram,” kataku terpaksa.
“Oky, tak ada guru yang tidak mengasihi muridnya. Semua yang
kami lakukan adalah semua untuk kebaikan murid-murid kami.
Bukan untuk cari nama. Jika kami tidak sayang kau, kami pun
akan tak peduli, yu mau belajar k, sekolah ka,ke kebun ka, itu
urusanmu. Namun harapan kami sebagai guru, semua murid kami
harus berhasil menjadi orang yang pandai, sukses, termasuk kau,”
Nasihat Pak Nainggolan.
Setelah disetrap, diceramahi, dikonseling, hampir sepanjang jam
sekolah. Akhirnya....
Sekarang sudah kau tahu baik buruknya,” kata pak guru.
“kembalilah ke kelasmu, minta maaf ke guru-guru yang kau buat
kecewa.” (Bagian 21, hal 116).

Kutipan di atas itu merupakan percakapan antara Pak Nainggolan

dan Ghoky yaitu perkara Ghoky yang mengunci gurunya di dalam ruang kelas,

sekaligus membolos. Akibat dari perbuatan Ghoky itu, membuat ia dihukum oleh

gurunya di bawah tiang bendera dari mulai jam pelajaran pertama hingga selesai

guna untuk membuat Ghoky merenungi perbuatannya agar dikemudian hari

perbuatan itu tidak dapat terulang lagi.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas ialah, bahwa sesuatu hal

yang telah dipercayakan kepada kita itu haruslah kita perbuat dengan baik karena

itu telah menjadi tanggung jawab kita untuk bagaimana bisa dapat

melaksanakannya dengan baik hingga tanggung jawab itu dapat kita lakukan

dengan baik.

112
Maka karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, anak harus

memiliki sikap rasa hormat (respect) pada guru kita disekolah yaitu menghargai

dan menghormati serta patuh pada perintah. Oleh sebab itu kita harus memiliki

rasa hormat (respect) pada orang lain yang ada di sekitar kita, baik itu di

lingkungan sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Namun tabiat Ghoky yang buruk dan tidak patut kita contoh di sini yaitu

tidak mendengarkan perintah guru pelajaran kesenian yang baru yang

menyuruhnya mengambil buku-buku cetak di kantor dan malahan mengunci pintu

kelas dan membolos saat pelajaran terakhir itu. Kenakalan Ghoky ini tidak patut

kita contoh. Bagaimanapun kalau kita telah berada di sekolah, guru merupakan

orang tua kita di sekolah yang mendidik dan membentuk kita dan jika kita di

rumah barulah tanggung jawab itu diambil oleh orang tua kita begitu pun

sebaliknya.

Sikap dapat dipercaya (trustworthiness) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut

ini:

Apa yang kubayangkan benar. Ayah diantar rekannya


menggunakan kendaraan mobil bardtop coklat muda yang
berhenti di depan rumah. Aku tak berdaya di lantai.
Rrakk...! Kursi kayu yang berbeda di ruang tamu kecil itu
melayang membentur menindih tubuhku. Ayah melepaskan
emosinya. Telapak tangannya melayang tepat di wajahku yang
tergeletak di lantai tak berdaya. Tak mungkin aku dapat mengelak!
Tangannya menyusul cepat sambil sedikit menunduk. Tamparan
tangannya melayang sekali lagi di tubuhku, membuat sejenak aku
tak mendengar apa-apa. Kemudian rasa sakit itu menusuk hingga
ke rongga-rongga kepalaku. Melihat adegan itu beberapa orang
protes, termasuk Mama nene.
“Pak, tidak boleh begitu kalo ko mau bunuh dia. Ko makan dia
sekalian!” teriak ibu. Ibu melangkah ke dapur dan kembali
membawa sebuah pisau dapur.
“Ini, bunuh dia sekalian, biar puas, Pak!” Semua yang saksikan
dan dengar adegan itu memprotes.

113
Melihat pertengkaran itu, Bapa Yakob yang masih di situ angkat
bicara. “ Maaf Bapa dan Mama, sekarang ini semua sudah
terjadi. Kita bawa dia ke rumah sakit dulu.”
“Bangun, jalan, jangan ada yang bantu, biarkan dia jalan
sendiri,” kata Ayah.
Aku dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan dalam mobil pun
dilarang berbaring, hanya boleh duduk memegang tanganku agar
tetap terlipat didepan dadaku.
Hasil X-ray menunjukkan pergelangan tangan (carpals) kiri patah
beberapa bagian dan tulang bahuku juga patah. Ayah meminta
agar perawat meminta agar perawat menarik lenganku untuk
mengembalikan posisi semula.
“ Jangan pake obat pengurang rasa sakit ya, kalau mau ditarik,
tarik saja. Biar dia tobat, anak ini tidak pernah nasihat. Terlalu
kepala batu!” kata ayah kepada petugas. “Biar tobat....., sebagai
akibat bila anak kepala batu.”
“ Adooooohhh... Mama ... sakit sekali... Suster jangan..., “Jeritku
melengking sakit.
“ Adoooh, Suster cukup... sakit sekali, jangan ditarik....Aaaaah!!!
Ups....! Mama....tolooong!! Suster, cukup... jangan... ditarik lagi.
Sakit... ampun!”
Tiba-tiba....Prak.... Telapak tangan ayah mendarat lagi di pipiku.
“Dian...!!” herdik Ayah.
“ Hari ini kau tidak ke sekolah, alasannya sakit. Tak ada orang
yang menyuruh kau pergi bermain di atas pohon mangga.
Beginilah akibatnya jika tidak tak dengar nasihat orang tua,
semua orang jadi repot!” kata ayah (Bagian 14, Hal 78-79)

Kutipan di atas adalah adegan saat Ayah pulang di antarkan oleh temannya

dan melihat Ghoky yang terbaring tidak berdaya karena jatuh dari atas pohon

mangga. Karena bermain bersama teman-temannya padahal hari ini ia tidak

sekolah dikarenakan beralasan sakit oleh sebab itu ia diperbolehkan ayahnya

untuk hari ini tidak sekolah karena alasan sakitnya itu namun dengan syarat hanya

boleh di rumah dan tidak boleh bermain di luar rumah. Tetapi yang sebenarnya ia

tidak sakit hanya saja ia tidak mengerjakan Tugas rumah yang diberikan oleh

Guru di sekolah, karena takut mendapatkan hukum dari guru. Jadi pada saat

ayahnya sampai di rumah ayahnya langsung memukulinya walaupun keadaan

114
sangat kasihan dan tidak berdaya namun ayahnya tetap memukulinya karena

ayahnya telah mengingatkan

Hingga Sampai di rumah sakit pun saat periksa dan mengetahui tulang

tangan kirinya patah beberapa bagian. Namun ayahnya meminta agar perawat

menarik tangan anaknya agar mengembalikan posisi tangannya seperti semula

namun saat meraihnya tanpa menggunakan obat pengurang rasa sakit. Saat Ghoky

merasa sakit saat tangannya di tarik dan merengek kesakitan ayahnya

memukulinya dan menyuruhnya diam. Dan mengomelinya ini akibatnya ia tidak

mendengarkan nasihat orang tua.

Pesan yang dapat kita ambil dari kutipan ini adalah, ketika kita telah

membuat kesepakatan atau janji pada seseorang hendaklah kita menepati janji itu.

Agar orang itu dapat mempercayai kita lagi dilain waktu. Seperti Ghoky yang

dibolehkan tidak sekolah asalkan dengan syarat ia tidak boleh bermain di luar

rumah tetapi istirahat di rumah karena alasan sakitnya itu. Namun ia melanggar

isyarat atau perintah ayahnya itu.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa sikap dapat

dipercaya (trustworthiness) oleh orang lain kepada kita yaitu ketika kita telah

diberikan kepercayaan oleh orang lain, baiklah kita harus bagaimana caranya agar

menjaga kepercayaan itu dengan baik agar dilain kesempatan orang akan tetap

mempercayai kita. Oleh sebab itu kita harus memiliki sikap dapat dipercaya

(trustworthiness).

Tabiat yang tidak yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, sikap Ghoky

yang menipu orang tuanya agar mendapat izin orang tuanya untuk tidak sekolah

hari ini karena alasannya bahwa ia sakit dengan berpura-pura pusing kepala dan

115
muntah-muntah. Ini dilakukan olehnya karena ia tidak mengerjakan Pekerjaan

rumah yang diberikan oleh Gurunya. Oleh sebab itu ia menipu orang tuanya agar

diizinkan untuk tidak sekolah.

Sikap dapat dipercaya (trustworthiness) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut

ini:

Siang itu kami bermain kelereng. Pilemon kalah dan mulai


bermain curang. Seharusnya ia berhenti karena modal
kelerengnya sudah habis. Di saat akan berhenti, ia tidak menerima
kekalahannya. Semua kelereng yang menjadi taruhan kami dalam
sekejap dilemparkannya ke semak-semak. Melihat itu, aku, Bodius,
Topilus, dan Ade kutu-kutu protes dengan tingkahnya itu. Aku tak
sebaran langsung menonjok wajahnya.
Sambil menangis, Pilemon berlari ke arah rumahku.
Suaranya dibuatnya semakin keras, keluarlah berbagai kata-kata
makian dari bibirnya. Mendengar itu aku berlari ke arahnya dan
langsung menonjoknya berulang-ulang. Pilemon berusaha berlari,
dan agak jauh dari situ ia berhenti sebentar lalu kembali
mengeluarkan kata-kata itu. Emosiku semakin menjadi-jadi untuk
membalas. Aku berlari sekuat tenaga ke arah Pilemon.
Tiba-tiba ayahku menghadang dan ...prak...! Kembali
tangan kirinya melayang di pipiku. Aku terjatuh dan kakiku
mendarat di atas batu dan terluka. Aku bukan dikasihani, malahan
ayah terus menghajarku dengan sepotong batang singkong, serta
mengangkatku kemudian menjatuhkannya ke tanah.
“Mama tolong....!” teriakku. Aku tak berdaya, serasa
dunia menjadi gelap.
“Saya bunuh ko ya, tiap saat dinasihati agar tidak
berkelahi, namun terus kau lakukan itu.”
Ayah sangat marah bila aku ketahuan berkelahi. “kalau
kau dilempari dengan batu, jangan membalasnya dengan batu,
melainkan dengan kapas. Janganlah membalas kejahatan dengan
kejahatan. Tetapi balaslah kejahatan itu dengan kebaikan,”

Kutipan di atas adalah adegan saat Ghoky memukul Pilemon karena

membuat kelereng yang menjadi taruhan mereka ke semak-semak karena bermain

curang dan tidak bisa menerima kekalahannya dengan lapang dada. Pilemon yang

dipukuli itu menangis dan berlari ke arah rumahnya Ghoky sambil memakai

dengan suaranya yang sengaja dibesar-besarkannya. Oleh karena itu, Ayah Ghoky

116
keluar lalu menampar, memukul serta menceramahinya. Bahwa kita tidak boleh

membalas kejahatan dengan kejahatan melainkan balaslah kejahatan dengan

kebaikan.

Pesan yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, ketika orang membuat

kita sakit hati, emosi dan kecewa. Jangan kita menyimpan rasa ingin membalas

perbuatan orang itu. Tetapi tetaplah mengasihi mereka, tetap memiliki rasa

hormat.

Sikap rasa hormat (respect) hendaklah kita memiliki. Menghormati orang

lain, ketika mereka membuat jahat pada kita, kita tidak boleh membalas dendam.

Tetapi tetaplah mengasihi mereka, menghormati mereka.

Tabiat buruk yang tidak patut kita contoh di sini ialah, sikap Pilemon yang

bermain curang dan tidak mau menerima kekalahannya dengan mengacaukan

permainan. Dan Berikut, yaitu tabiat Ghoky yang emosi dan memukuli temannya

berkali kali.

4.2.2 Rasa hormat dan perhatian (respect)

Rasa hormat dan perhatian (respect) adalah sikap dan perilaku seseorang

dalam hubungan dengan orang lain, sebagai sikap penuh santun, menghargai dan

menghormati orang lain, baik yang tua maupun muda dan menghormati sesama

kita, serta toleransi atas keberanekaragaman atau perbedaan dengan sikap dan

perkataan penuh santun dan menghargai orang lain.

Perhatian merupakan sikap dan tindakan seseorang dalam hubungannya

dengan orang lain yaitu sebagai sikap memberikan perhatian pada orang lain di

sekitar kita, dengan memperhatikan perintah, arahan, maupun peraturan dengan

117
dengan sangat baik. sebagai bentuk menghargai dan mempunyai rasa hormat pada

orang lain maupun akan sesuatu hal. Seperti pada kutipan berikut ini:

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

“ Kenapa dia ? Tanya ibu ketika masih di halaman.


“ Oky jatuh dari pohon mangga, Bu,” kata Bapa Yakob yang
sedang menggendongku. Kubayangkan ekspresi wajah ibu saat
melihat dan mendengar keadaanku, kaget, marah, atau sedih.
Makanya, tadi ibu panggil ko dengar dan pulang. Ini adalah
hukuman untuk anak-anak yang tidak dengar-dengaran.” Aku
diceramahi habis-habisan. Dibaringkan di ruang tamu beralas
selembar tripleks dan dudukan kursi kayu. Aku benar-benar tidak
berdaya. Tangan kiri ku mulai terasa sakit. (Bagian 13, Hal 71)
Kutipan di atas adalah dialog antara Bapak Yakob dan ibunya Ghoky.

Yaitu bapak Yakob yang menggendong Ghoky yang setengah tidak sadarkan diri

akibat jatuh dari pohon mangga ke rumah Ghoky. Mengetahui itu ibunya

menceramahinya kalau inilah akibatnya jika anak yang tidak patut atau tidak

mendengar-dengaran orang tua. Karena sedari tadi ibunya memanggilnya untuk

pulang namun ia tidak mendengarkan panggilan ibunya itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, bahwa kita harus

memiliki rasa hormat pada orang tua kita, bahkan sesama kita. Jika dipanggil,

diperintah, maupun di nasehati hendaklah selalu mempunyai rasa hormat yaitu

menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, lebih mudah maupun sesama

kita.

Karakter baik seseorang anak itu jika ia dalam tindakan dan perilakunya

itu yaitu memiliki rasa hormat (respect) pada orang yang lebih tua. Ketika di

perintah, dinasehati, dan juga dimintai bantuan.

Pesan yang berikutnya yang dapat kita pelajari dari kutipan di sini yaitu

bahwa, kita sebagai seorang anak harus perhatian dengar-dengaran terhadap

118
perintah orang tua kita, jika dipanggil maupun diperintah hendaklah kita memiliki

rasa peduli.

Yang berikutnya, ita harus memiliki sikap perhatian (respect) yaitu bahwa

sikap perhatian atau mendengar jika diperintah, dinasihati hingga di minta bantuan

oleh orang tua maupun orang lain di sekitar kita, hendaklah kita memberikan

perhatian, baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di lingkungan

masyarakat.

Tabiat yang kurang baik, yang tidak harus dicontoh itu ialah perilaku

Ghoky yang tidak mendengarkan perintah ibunya untuk pulang ke rumah karena

hari ini ia tidak sekolah dan malahan bermain bersama teman-temannya di hutan,

dan naik di atas pohon mangga.

Sikap rasa hormat respect dapat kita lihat juga pada kutipan berikut:

Kisahnya begini: tiga hari sebelumnya, jam terakhir sebelum


pulang adalah pelajaran kesenian. Oleh Bu Shinta, guru kesenian
yang baru, aku diminta tolong mengambil buku-buku cetak
diruang guru. Aku kabur dan tak kembali ke kelas. Hal itu
dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa terkuncinya ibu Shinta di
dalam ruang kelas. Memang secara sengaja aku menguncinya dan
kabur. Kunci kelas kemudian kusimpan dalam tas temanku tanpa
diketahuinya.
Pak Nainggolan, guru Matematika merangsang guru Konseling,
menghukumku berdiri di bawah tiang bendera seharian.
“ Silahkan ko renungan nasibmu ke depan dengan kelakuanmu
seperti ini. Mau jadi apa kau.” Pluk, lipatan jari-jarinya mendarat
di jidatku. Merasa tak puas, sapu lidi pun melayang dan plass
mendarat serta membekas di kedua betisku. Bagiku, hukuman
seperti begitu tak seberapa. Dibandingkan rotan yang
didukungnya tertancap paku atau ekor pari milik ayahku.

“Bagaimana Pace, ko sudah renungkan nasibmu?” Kata Pak


Nainggolan penuh selidik pada sisa empat puluh lima menit
terakhir jam sekolah hari ini.
“Sudah Pak . ...” jawabku sambil menggaruk-garuk kepala.
“kau jago kalau di luar, kenapa tanganmu terus dikepala, apa ada
kutu?” coba ceritakan apa yang telah kau dapatkan dari
perenunganmu sepanjang hari ini,” kata pak guru

119
“iya Pak, aku salah. Karena nakal. Aku janji tidak akan ulangi
lagi, kataku.
“ahh kalao nakal itu tidak masalah, semua orang juga nakal,
nakal itu kreatif! Pak guru juga dulu nakal, namun yang saya
perlu tahu dan dengar darimu adalah apa yang menjadi hasil
perenunganmu.”
“aku... kalau nakal dan suka bolos, tidak bisa jadi anak pintar dan
masa depanku akan suram,” kataku terpaksa.
“Oky, tak ada guru yang tidak mengasihi muridnya. Semua yang
kami lakukan adalah semua untuk kebaikan murid-murid kami.
Bukan untuk cari nama. Jika kami tidak sayang kau, kami pun
akan tak peduli, yu mau belajar k, sekolah ka,ke kebun ka, itu
urusanmu. Namun harapan kami sebagai guru, semua murid kami
harus berhasil menjadi orang yang pandai, sukses, termasuk kau,”
Nasihat Pak Nainggolan.
Setelah disetrap, diceramahi, dikonseling, hampir sepanjang jam
sekolah. Akhirnya....
Sekarang sudah kau tahu baik buruknya,” kata pak guru.
“kembalilah ke kelasmu, minta maaf ke guru-guru yang kau buat
kecewa.”
(Bagian 21, hal 116).

Kutipan di atas itu merupakan percakapan antara Pak Nainggolan

dan Ghoky yaitu perkara Ghoky yang mengunci gurunya di dalam ruang kelas,

sekaligus membolos. Akibat dari perbuatan Ghoky itu, membuat ia dihukum oleh

gurunya dibawah tiang bendera dari mulai jam pelajaran pertama hingga selesai

guna untuk membuat Ghoky merenungi perbuatannya agar dikemudian hari

perbuatan itu tidak dapat terulang lagi.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah bahwa, Kita

sebagai seorang anak harus menghormati orang yang lebih tua, yaitu orang tua

kita yang ada di rumah dan guru kita yang juga merupakan orang tua kita jika kita

telah berada di sekolah karena selama kita belajar di sekolah, gurulah yang

mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan membentuk kita dan setelah itu

di rumah barulah orang tua yang mengambil kembali tanggung jawab mereka.

Oleh sebab itu hendaklah kita santun dan memiliki sikap hormat kepada mereka.

120
Anak berkarakter bila dalam lakunya mempunyai rasa hormat (respect)

pada orang lain, baik itu kepada orang, guru, teman-teman, hingga orang-orang di

sekitar tempat kita berada dan menjadi anak yang selalu menghormati orang lain.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

“aoa itu?” Tanya pak rum mendekati Desy yang gelisah,


sementara Liki dan Farly terus berteriak sambil mengibas-ngibas
baju temanya.
“Hiii...hiiii,” suara Desy geli merasakan dinginnya kulit cecak
tersebut.
“Ada cicak, Pak...dalam seragamnya Desy,” kata Farly, gadis
Sunda berkulit kuning Langsat itu.
“ Hooow kok bisa... bagaimana de masuk?” kata Pak Rum
penasaran dengan logat Biaknya yang sangat kental.
“Itu. Oky, Pak, “ kata Lili, sambil menunjuk padaku yang duduk
tepat di belakang bangkunya.
“ Oky... Ko berdiri di depan kelas!” bentak Pak Rum. Seumur-
umur, baru pertama kali aku melihat Pak Rum yang terkanal sabar
itu marah. Seolah-olah ubannya menghitam lagi.
“ cepat berdiri, daripada sa ke situ kese patah ko kaki dan
tangan,” teriaknya lagi.
Ruang kelas yang tadinya ribut berubah menjadi tenang dan
tegangan. Aku pun segera meninggalkan tempat duduk dan
berjalan ke depan kelas. Pak guru melayangkan jurus terbaiknya.
Kakinya mrlayang bak karateka di kaki kananku. “ keluar sana!
Jangan pernah ikut saya pu jam pelajaran lagi!” katanya penuh
emosi.
Setelah Lili memberikan penjelasan kepada Pak guru tentang
kejadian itu, aku pun dipanggil kembali ke kelas. Kelihatannya pak
guru menyesal juga karena tanpa memberikan kesempatan
kepadaku menjelaskan duduk persoalannya. (Bagian 23, hal 125-
127).

Kutipan di atas adalah dialog antara Pak Rum, Lili, Ferly dan Desy yaitu

Desy yang berteriak memecahkan keheningan kelas saat pak Rum sedang

menjelaskan pelajaran pada para murid. Desy bersama kedua temannya ikut

berteriak karena kaget saat melihat kertas yang diberikan oleh Ghoky berisikan

cecak yang membuat cecak itu masuk ke dalam baju Desy. Itu Ghoky lakukan

karena ia merasa sedikit tidak suka kepada mereka karena mengembalikan pena

121
yang mereka pinjaman dari Ghoky tanpa meminta terima kasih. Oleh karena

perbuat Ghoky ini, ia dimarahi dan suruh keluar dari kelas oleh Pak Rum selaku

guru pelajaran sejarah Indonesia itu. Namun pada akhirnya pak guru pun

menyuruhnya kembali ke dalam kelas.

Pesan yang dapat kita lihat dari kutipan di atas adalah, bahwa sebagai

siswa saat guru sedang mengajar di depan kelas itu hendaklah kita sebagai peserta

didik ini harus memberikan perhatian penuh yaitu dengan mendengarkan dan

belajar dengan baik sesuai yang diajarkan oleh guru Kita agar kita bisa memahami

apa yang diajarkan itu.

Pesan berikutnya yang dapat juga kita pelajari dari kutipan di atas bahwa,

kita juga harus memiliki rasa hormat, yaitu menghormati guru kita saat sedang

mengajar di depan kelas. Selain agar kita dapat memahami apa yang dijelaskan

itu, juga ini sebagai salah satu bekal untuk kita di waktu depan.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus mempunyai

sikap atau karakter rasa hormat (respect) pada orang lain yaitu menghargai dan

menghormati orang lain di sekitar kita, menghargai apa yang mereka miliki

dengan mengapresiasi itu juga menghormati orang di sekitar kita baik yang tua

maupun muda. Jika kita menghargai dan menghormati orang lain mereka pun

akan memberikan rasa yang demikian juga pada kita. Oleh karena itu kita harus

memiliki sikap rasa hormat (respect).

Karakter yang dapat kita pelajari juga dari sini bahwa kita harus memiliki

sikap yang mencerminkan karakter perhatian (respect) yaitu mengarah mata dan

kesadaran penuh pada apa yang dibuat, dikerjakan oleh orang lain yaitu sebagai

sikap hormat.

122
Sikap rasa hormat (respect) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

“ Eee. Pace, sudah mandikan bini dan anak-anakmu?”


canda Kubati bin di saat aku baru saja diceramahi ayah gara-
gara babi-babi terus berteriak dikandang. Kalimat itu membuat
aku sangat jengkel pada kakakku, emosiku memuncak. Panci
makanan babi ditangan kulayangkan tepat di kepala Kubati bin.
Hal itu membuat aku dan kakakku bertengkar hebat.
Aku dihajar ayah dengan cambuk ajaibnya. Ekor pari.
“ Jangan coba-coba kau masuk rumah, ya! Bentak ayah padaku.
Tangan kiriku memar. Badanku memar dan bengkak. (Bagian 2,
hal 25)
Adegan ini menjelaskan Ghoky yang dipukuli oleh Ayah karena melempar

kakaknya menggunakan dandang makanan babi karena menurutnya canda

kakaknya terhadapnya sangat berlebihan apalagi ia baru saja dimarahi ayah. Dan

ini membuat Ghoky dan kakaknya berkelahi hebat oleh sebab itu Ghoky dipukuli

oleh sang ayah.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa di dalam kehidupan berkeluarga

kita sehari-hari, yaitu sebagai seorang adik mempunyai rasa hormat pada

kakaknya yang lebih tua yaitu menghormati, juga menghormati orang tua kita,

tidak hanya itu saja, kita sebagai seorang kakak pun demikian, harus menghormati

adik kita.

Karakter yang dapat kita pelajari di sini bahwa, kita harus memiliki sikap

rasa hormat (respect) yaitu menghormati orang yang lebih tua, maupun muda.

Saling hormat menghormati, kepada orang lain di sekitar tempat kita berada baik

di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di tengah masyarakat.

Tabiat yang tidak patut kita contohkan di atas adalah Seperti sikap Kubati

yang mengejek adiknya yang sedang marahi oleh sang ayah. Jadi jika orang

sedang kesusahan jangianlah kita menertawakan bahkan mengejek. Juga, tabiat

Ghoky yang melempari kakaknya menggunakan panci makanan babi di kepala.

123
Sebaiknya kita tidak boleh melakukan tindakan yang dapat membahayakan orang

lain.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Pagi tadi, aku pakai alat pertukangannya, gergaji tangan dan palu
untuk membuat mobil-mobilan dari kayu, dan aku lupa
mengembangkan ke tempatnya. Ayah begitu marah waktu
menemukan alat-alat itu di depan rumah. Ia tahu itu perbuatan
siapa. Tak puas mengomrliku, gergaji itupun melekat di tubuh
kecilku. (Bagian 4, Hal 27, Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara ayah dan Ghoky yaitu perihal Ghoky

yang mengambil alat pertukangan ayahnya tanpa sepengetahuan ayah dan juga

lupa mengembalikan pada tempatnya. Melihat alat-alat itu di depan rumah,

membuat ayah langsung mengomelinya dan memukulnya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas, bahwa kita memiliki

rasa hormat pada orang tua yaitu, seperti meminta izin sebelum memakai alat

pertukangan ayah.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang tua kita, tidak bersikap lancar tetapi

mempunyai rasa hormat pada mereka.

Sikap rasa hormat (respect) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Siang itu, entah siapa yang menunjukkan setumpuk sisa ampas


yang santanya sudah habis ke dalam tas bukuku. Merasa kesal
dengan perbuatan itu, aku pun melakukan serangan pembalasan.
Ampas yang kutumpahkan dari tasku lalu dipindahkan ke atas
Auleng siswi kesayangan guru. Hal ini membuatnya menangis
sejadi-jadinya.
Setelah kerja bakti ini beres, semua murid dipanggil masuk kelas.
Pak Abubakar mengoreksi setiap siswa. Baginya tidak sulit
menemukan pelakunya. Karena semua mata terarah padaku, lagi
pula, tadi Auleng sendiri telah melapor.
Selain menceramahi di depan teman-temanku, masing-masing
kepalan jari tanganku disusut menggunakan nyala rokok secara
bergantian. Tanganku dipaksa untuk dikepal. Ujung-ujung kelima
tulang jariku disusut nyala rokok Gudang Garam Merah. Jika

124
nyala rokok itu mulai tanpak redup, Pak Abubakar kembali
mengisapnya hingga nyalanya sempurna. Demikian seterusnya
sampai kesepuluh tulang pada jari-jariku terbakar melepuh. Buka
saja menjadi tontonan teman-teman sekelas, melainkan kelas lain
juga diberi kesempatan menonton.
Tamparan tangannya membuat aku langsung membentur papan
tulis di belakangku. Telinga dan pipiku panas kesakitan. ( Bagian
6, Hal 37, & Prgf 2-5)

Kutipan di atas merupakan adegan Ghoky diceramahi, Kemudian

kesepuluh jari-jarinya disusut oleh rokok yang masih menyala yang di isap oleh

Pak Abubakar setelah itu ia di tampar hingga membentur papan tulis. Karena ia

memasukkan setumpuk ampas kelapa di tas teman perempuannya Aluleg yang

membuat gadis itu menagis sejadi-jadinya. Ia memasukkan ampas kelapa pada tas

temannya itu karena, ia merasa kesal karena sebelumnya ada yang terlebih dahulu

telah memasukkan ampas kelapa pada tas bukunya juga.

Pesan yang dapat kita pelajari, yaitu bahwa kita harus saling mempunyai

rasa hormat terhadap sesama kita di mana pun kita berada. Terhadap teman kita di

sekolah, di rumah maupun orang-orang di sekitar kita.

Karakter yang dapat kita pelajari di sini bahwa, dalam relasi hubungan

dengan orang lain, sikap rasa hormat (respect) kepada orang lain di sekitar kita

yaitu saling menghormati dan menghargai haruslah dimiliki oleh setiap orang.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini, bahwa kekerasan yang

dilakukan oleh seorang guru ini dapat membahayakan siswa baik fisik maupun

psikis. Boleh menghukum atau menceramahinya namun harus sewajarnya saja.

Sikap rasa hormat (respect) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Dua Minggu lalu ayah melemparku dengan parang. Peristiwa itu


hampir saja menamatkanku. Kemudian ia memukulku dengan kayu
bakar, meninggalkan serat-serat kayu dalam dagingku. Itu terjadi
gara-gara aku melempari Kubati dengan batu, karena terus
mengejekku saat aku sedang dihukum ayah.

125
Kutipan di atas adalah, adegan saat Ghoky di lempari dengan parang dan

dipukuli menggunakan kayu oleh ayahnya karena melempari kakak

perempuannya dengan menggunakan batu, karena kakaknya itu terus

mengejeknya saat sedang dihukum oleh ayah mereka.

Pesan di sini yang dapat kita lihat, yaitu bahwa kita harus saling memiliki

rasa hormat kepada saudara kita, orang yang lebih tua, yang mudah maupun

orang-orang di sekitar kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, kita dalam

berperilaku pada orang lain, hendaklah memiliki sikap rasa hormat (respect) pada

orang lain. Menghormati orang yang lebih tua, maupun yang mudah.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu sikap kakak

perempuannya Ghoky ini, yaitu Kubati bin yang mengejek adiknya saat

mendapati hukum dari sang ayah.

Dan juga tindakan kekerasan yang membahayakan yang Ghoky lakukan

terhadap kakak perempuannya yaitu ia melempari kakak perempuannya dengan

batu karena kesal. Walaupun kita emosi, kita harus mengontrolnya, Jagan sampai

mengambil tindakan yang dapat membahayakan orang lain.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Apa yang kubayangkan benar. Ayah diantar rekannya


menggunakan kendaraan mobil bardtop coklat muda yang
berhenti di depan rumah. Aku tak berdaya di lantai.
Rrakk...! Kursi kayu yang berbeda di ruang tamu kecil itu
melayang membentur menindih tubuhku. Ayah melepaskan
emosinya. Telapak tangannya melayang tepat di wajahku yang
tergeletak di lantai tak berdaya. Tak mungkin aku dapat mengelak!
Tangannya menyusul cepat sambil sedikit menunduk. Tamparan
tangannya melayang sekali lagi di tubuhku, membuat sejenak aku
tak mendengar apa-apa. Kemudian rasa sakit itu menusuk hingga
ke rongga-rongga kepalaku. Melihat adegan itu beberapa orang
protes, termasuk Mama nene.

126
“Pak, tidak boleh begitu kalo ko mau bunuh dia. Ko makan dia
sekalian!” teriak ibu. Ibu melangkah ke dapur dan kembali
membawa sebuah pisau dapur.
“Ini, bunuh dia sekalian, biar puas, Pak!” Semua yang saksikan
dan dengar adegan itu memprotes.
Melihat pertengkaran itu, Bapa Yakob yang masih di situ angkat
bicara. “ Maaf Bapa dan Mama, sekarang ini semua sudah
terjadi. Kita bawa dia ke rumah sakit dulu.”
“Bangun, jalan, jangan ada yang bantu, biarkan dia jalan
sendiri,” kata Ayah.
Aku dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan dalam mobil pun
dilarang berbaring, hanya boleh duduk memegang tanganku agar
tetap terlipat didepan dadaku.
Hasil X-ray menunjukkan pergelangan tangan (carpals) kiri patah
beberapa bagian dan tulang bahuku juga patah. Ayah meminta
agar perawat meminta agar perawat menarik lenganku untuk
mengembalikan posisi semula.
“ Jangan pake obat pengurang rasa sakit ya, kalau mau ditarik,
tarik saja. Biar dia tobat, anak ini tidak pernah nasihat. Terlalu
kepala batu!” kata ayah kepada petugas. “Biar tobat....., sebagai
akibat bila anak kepala batu.”
“ Adooooohhh... Mama ... sakit sekali... Suster jangan..., “Jeritku
melengking sakit.
“ Adoooh, Suster cukup... sakit sekali, jangan ditarik....Aaaaah!!!
Ups....! Mama....tolooong!! Suster, cukup... jangan... ditarik lagi.
Sakit... ampun!”
Tiba-tiba....Prak.... Telapak tangan ayah mendarat lagi di pipiku.
“Dian...!!” herdik Ayah.
“ Hari ini kau tidak ke sekolah, alasannya sakit. Tak ada orang
yang menyuruh kau pergi bermain di atas pohon mangga.
Beginilah akibatnya jika tidak tak dengar nasihat orang tua,
semua orang jadi repot!” kata ayah (Bagian 14, Hal 78-79)
Kutipan di atas adalah adegan saat Ayah pulang di antarkan oleh temannya

dan melihat Ghoky yang terbaring tidak berdaya karena jatuh dari atas pohon

mangga. Karena bermain bersama teman-temannya padahal hari ini ia tidak

sekolah dikarenakan beralasan sakit oleh sebab itu ia diperbolehkan ayahnya

untuk hari ini tidak sekolah karena alasan sakitnya itu namun dengan syarat hanya

boleh di rumah dan tidak boleh bermain di luar rumah. Tetapi yang sebenarnya ia

tidak sakit hanya saja ia tidak mengerjakan Tugas rumah yang diberikan oleh

Guru di sekolah, karena takut mendapatkan hukum dari guru. Jadi pada saat

127
ayahnya sampai di rumah ayahnya langsung memukulinya walaupun keadaan

sangat kasihan dan tidak berdaya namun ayahnya tetap memukulinya karena

ayahnya telah mengingatkan

Hingga Sampai di Rumah sakit pun saat periksa dan mengetahui tulang

tangan kirinya patah beberapa bagian. Namun ayahnya meminta agar perawat

menarik tangan anaknya agar mengembalikan posisi tangannya seperti semula

namun saat meraihnya tanpa menggunakan obat pengurang rasa sakit. Saat Ghoky

merasa sakit saat tangannya di tarik dan merengek kesakitan ayahnya

memukulinya dan menyuruhnya diam. Dan mengomelinya ini akibatnya ia tidak

mendengarkan nasihat orang tua.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas ialah, bahwa sebagai

seorang anak kita harus menghormati orang tua kita, mendengarkan perintah dan

peringatan yang diberikan oleh orang tua kita, karena sejatinya itu semua semata-

mata hanya untuk kebaikan kita juga.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, bahwa sikap rasa hormat

(respect) kepada orang lain yaitu menghormati orang tua kita, mendengarkan

perintah orang tua kita sebagai bentuk rasa hormat kepada mereka hendaklah

dimiliki oleh setiap kita.

Tabiat yang tidak yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, sikap Ghoky

yang menipu orang tuanya agar mendapat izin orang tuanya untuk tidak sekolah

hari ini karena alasannya bahwa ia sakit dengan berpura-pura pusing kepala dan

muntah-muntah. Ini dilakukan olehnya karena ia tidak mengerjakan Pekerjaan

rumah yang diberikan oleh Gurunya. Oleh sebab itu ia menipu orang tuanya agar

diizinkan untuk tidak sekolah.

128
Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Suatu malam ayah menaruh setrika tempurung di tanganku gara-


gara aku belum lancar membaca dan tak bisa menjawab
penjumlahan serta perkalian sederhana. Bahkan ayah tak segan-
segan menghajarku dengan ekor ikan pari yang dikeringkan
apabila aku terlambat pulang dari bermain di pantai atau ketika
menggunakan perkakas tukangnya (Bagian 1, Hal 5, & Prgf 4)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu ketika Ghoky

yang belum lancar membaca, tidak bisa menjawab penjumlahan serta perkalian

sederhana, itu membuat ayam menaruh setrika tempurung di tangannya. Juga

ketika ia terlambat pulang bermain di pantai atau ketika ia menggunakan alat

pertukangan ayahnya. Membuat ia tidak segan-segan dihajar menggunakan ekor

pari oleh ayahnya.

Pesan yang disampaikan dari konflik ini yaitu, bahwa kita harus

menghormati orang tua, menuruti segala peraturan yang dibuat, seperti pulang ke

rumah tepat waktu. Dan juga menghormati dan harus sopan. Seperti tidak

menggunakan alat-alat pertukangan ayah.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus

memiliki rasa hormat pada orang tua kita dengan menuruti segala larangan dan

peraturan yang telah mereka buat karena semuanya itu adalah semata-mata juga

untuk kebaikan kita anak-anaknya. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap rasa

hormat (respect) pada mereka.

Sikap rasa hormat (respect) dapat juga kita lihat pada kutipan berikut ini:

Ketika aku berbuat salah, bukan saja aku yang dihukum ayah,
tetapi juga Senanoi dan Kubati Bin. Bagi ayah, jika salah satu
diantara kami melakukan kesalahan, maka hukuman tetap berlaku
untuk bertiga. Sebagai kakak beradik kami harus saling
mengingatkan. Saling menjaga, itulah pesan ayah pada kami. Aku
adalah penjaga kakak-kakakku dan kakakku adalah penjagaku.
(Bagian 1, Hal 8, & Prgf 3)

129
Kutipan di atas adalah konflik antara ayah dan Ghoky, yaitu ketika ia

melakukan kesalahan maka kedua kakaknya juga akan mendapatkan hukuman,

begitu pula sebaliknya. Jadi mereka sebagai kakak beradik harus saling

mengingatkan, karena salah satu melakukan kesalahan maka mereka bertiga akan

sama-sama mendapatkan hukuman.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa kita harus

menghormati orang tua, menuruti segala peraturan yang dibuat, seperti pulang ke

rumah tepat waktu. Dan juga menghormati dan harus sopan.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang tua kita dengan menuruti segala larangan

dan perintah yang mereka telah tetapkan karena itu semata-mata juga untuk

kebaikan kita. Oleh karena itu kita harus perhatian (respect) atau memperhatikan

dengan baik mematuhi peraturan yang dibuat oleh mereka sebagai bentuk rasa

hormat pada orang tua kita.

Sikap rasa hormat dan perhatian (respect) dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

tingkat didiknya yang sengaja disediakan untuk menghajar kami


jika bandel atau melakukan kesalahan yang berulang. Pada ujung
rotan tersebut tertancap paku-paku kecil membentuk cambuk.
Sekali dipukulkan ke tubuh, dapatlah dibayangkan. Pasti akan
membekas dan mengeluarkan darah.
Senanoi adalah kutu buku yang periang dan kreatif untuk ukuran
anak seusianya, hingga suatu ketika saat duduk di bangku SMP
kelas satu, ayah menghukumnya karena terlambat pulang. (Bagian
1, Hal 10,& Prgf 1)

Kutipan di atas, adalah konflik antara ayah dan Senanoi, yaitu kakak laki-

lakinya Ghoky. Yaitu perkara Senanoi yang terlambat pulang ke rumah saat

pulang dari sekolah. Hal itu membuat ayah menghukumnya menggunakan rotan.

130
Ayah menghukum anak-anaknya jika mereka bandel atau melakukan kesalahan

yang berulang.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini, yaitu bahwa setiap orang

tua merawat serta mendidik dan mengajarkan anaknya agar tidak nakal atau

berperilaku yang negatif. Segala aturan yang dibuat oleh orang tua dalam

mendidik anak-anak untuk kebaikan dari anak-anaknya sebagai bentuk rasa

sayang dan perhatian yang diberikan.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat dan perhatian (respect) yaitu mematuhi segala aturan atau

peraturan yang dibuat oleh orang tua kita karena itu juga untuk kebaikan kita.

Karena setiap orang tua kita ingin kita menjadi orang yang baik dan sukses di

hari-hari yang akan datang.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Aku pernah dihukum berdiri berjemur matahari di halaman dekat


tiang bendera karena tak sengaja mendaratkan penghapus yang
kulemparkan ke wajah teman kelasku yang bernama Aluleg, gadis
kecil keponakan Bu Siti. (Bagian 5, Hal 32, & Prgf 5)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Bu Siti, perkara Ghoky

yang melempari penghapus papan tulis yang tidak sengaja mengenai teman

perempuannya yang secara kebetulan adalah Keponakan Bu Siti. Hal itu membuat

ia dihukum oleh Bu Siti dengan berdiri berjemur matahari di bawah tiang bendera.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik di atas adalah, bahwa kita harus

saling memiliki rasa hormat pada teman kita di sekolah maupun pada orang lain

yang ada di sekitar kita dimana pun kita berada.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang lain yang ada di sekitar kita, yaitu seperti

131
teman-teman kita di sekolah maupun orang lain, dengan saling menghargai

sebagai bentuk rasa hormat dan untuk menciptakan suasana yang aman.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, tindakan Ghoky yang

melempari temannya menggunakan penghapus papan tulis, yang mana hal yang ia

lakukan ini sangatlah membahayakan. Oleh sebab itu hal-hal yang dapat

membahayakan orang lain ini, tidak boleh kita lakukan.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut:

Di suatu hari Sabtu, sepuluh kepalan jari-jariku disusut rokok oleh


Pak Abubakar bin Yakob, dan menjadi tontonan teman-teman
sekelas, gara-gara ampas kelapa kumasukkan dalam tas si
cengkareng Auleng, teman sekelasku. (Bagian 6, Hal 35, & Prgf
1)
Kutipan di atas adalah konflik antara Pak Abubakar dan Ghoky, yaitu Pak

Abubakar mesusutkan rokoknya yang masih menyala ke jari-jari Ghoky karena ia

memasukkan ampas kelapa pada tas temannya Auleng. Itu ia lakukan karena

sebelumnya ada yang telah terlebih dahulu memasukkan ampas kelapa ke tasnya

juga.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada orang lain yang ada di sekitar kita, yaitu seperti

teman-teman kita di sekolah maupun orang lain, dengan saling menghargai

sebagai bentuk rasa hormat dan untuk menciptakan suasana yang aman.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini, bahwa kekerasan yang

dilakukan oleh seorang guru ini dapat membahayakan siswa baik fisik maupun

psikis. Boleh menghukum atau menceramahinya namun harus sewajarnya saja.

Sikap rasa hormat (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut:

“Aku tak peduli denganmu, mau sekolah atau tidak itu urusamu.
Aku hanya akan peduli pada Senanoi dan Kubati bin.” Kalimat itu
menusuk jiwaku. Namun sekaligus menjadi cambuk bagiku untuk

132
berkomitmen membuktikan bahwa aku akan lebih baik, tidak
seperti apa yang mereka ucapkan. (Bagian 18, Hal 99, & Prgf 2)

Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu, Ghoky yang

tidak mau sekolah membuat ayahnya mengeluarkan kata-kata yang membuat

Ghoky termenung akan kata-kata ayahnya itu. Bahwa ia harus berkomitmen untuk

membuktikan bahwa ia juga bisa.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa Orang tua menyekolahkan kita

agar kita dapat merasakan pendidikan dan pendidikan itu untuk bekal kita di masa

yang akan datang. Oleh karena itu kita harus menghormati usaha mereka.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa hormat (respect) pada mereka, yakni menghormati dan menghargai

setiap usaha mereka yang telah menyekolahkan kita dan tugas kita hanya sekolah

dan belajar dengan baik. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap rasa hormat

(respect) pada mereka

Tabiat Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini, yaitu sikapnya yang

bermalas-malasan untuk sekolah. Karena sekolah adalah penting untuk kita.

Sikap perhatian (respect) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Aku masuk SMA Negeri 1 atau 415. Masih dengan kebiasaan


bolos, dan celakanya kalau bolos tidak sendirian, pasti ajak
setengah paksa agar teman-teman sekelas kabur. Prestasiku dalam
pelajaran cukup baik, bahkan tiap tahun mendapat peringkat.
Topilus sendiri selalu peringkat pertama dalam kelas.
Suatu pagi, pada hari Senin, upacara bendera baru saja bubar.
Aku dipanggil menghadap Pak Herman melalui pengeras suara.
Dihukum berdiri di bawah tiang bendera.
“silahkan ko renungkan nasibmu dulu,” kata Pak Herman. Saat
kuliahan ini, aku benar-benar lupa apa salahku waktu itu. Pak
Herman, guru olahraga itu, merasa kesal dan bosan menasihatiku.
Ini bukan kesalahan pertama, entah sudah berapa kali, sehingga
Pak Herman menyuruh aku berdiri merenungkan nasib ku berdiri
di bawah tiang bendera. Aku menjadi tontonan teman-teman.

133
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Gurunya yaitu perihal dia

yang telah melakukan kesalahan yang berulang hingga ia dihukum oleh guru

olahraga itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa segala

peraturan yang berlaku dalam sebuah sekolah haruslah kita menaatinya dan tidak

melanggar aturan tersebut.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa, kita harus memiliki

sikap perhatian (respect) yaitu memperhatikan dengan baik aturan yang berlaku

serta menaati peraturan tersebut yang di buat oleh suatu sekolah.

4.2.2 Tanggung jawab (responsibility)

Tanggung jawab (responsibility) merupakan sikap dan perilaku seseorang

untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seharusnya ia lakukan dan

sebagaimana mestinya ia lakukan, yaitu bentuk tanggung jawab dirinya dalam

lingkungan kerjannya, baik terhadap diri sendiri, dalam lingkungan keluarga,

pada lingkungan sekolah, dalam lingkungan masyarakat maupun pemerintah.

Sikap tanggung jawab (responsibility) dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“kau tanggung jawab, babi-babi itu harus diperhatikan, dirawat,


diberi makan, bahkan juga harus dikasih mandi. Kotoran di
kandang selalu dibersihkan, begitu juga kandang disiram paling
kurang sehari sekal.” Kira-kira itu pesan ayah padaku.
Suatu sore menjelang malam, tak hentinya berteriak karena aku
telat beri makan. Sore itu ayah baru saja tiba dari rumah dari
kantor. Ia memastikan apa yang terjadi di kandang.
“Kenapa babi-babi belum dikasih makan?” tanya ayah saat baru
pulang kerja.
“ sebelum kau kasih makan babi, kau jangan makam malam, ya!”
katanya”. (Bagian 3, Hal 24-25)

Kutipan di atas menunjukkan, Ghoky yang lalai atau lupa dalam

melaksanakan tanggung jawab yang diberikan oleh ayahnya. Tanggung jawab

134
adalah yaitu merawat babi, yakni diberi makan, memandikan, dan juga u

dibersihkan. Suatu kali, ia terlambat memberi makan babi yang telah menjadi

tanggung jawabnya. karena itu, ia di ceramahi habis-habisan oleh ayahnya dan

dengan hukuman, ia tidak diperbolehkan makan sebelum babi-babi itu diberikan

makan dahulu. Dan kakaknya yang melihat itu pun juga membercandai ia yang

menurut Ghoky itu kelewatan dan oleh karena itu timbullah perkelahian antar adik

kakak itu yang akhirnya ditengahi oleh sang ayah.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan tersebut adalah, bahwa ketika

orang telah mempercayai sesuatu kepada kita untuk dilakukan atau yang telah

ditetapkan menjadi bagian dari tanggung jawab kita harus dapat melakukan serta

menjalani apa yang telah menjadi tanggung jawab kita tersebut dengan baik.

Anak yang berkarakter baik itu adalah anak yang salah satu sikap dan

perilakunya bertanggung jawab atas apa yang telah dimandatkan menjadi

tanggung jawabnya. Sikap penuh tanggung jawab (responsibility) pada apa yang

telah dipercayakan untuk dilakukan olehnya. Itu ia lakukan dengan benar. Baik itu

tanggung jawabnya di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di tengah-tengah

masyarakat.

Tabiat Ghoky yang emosional dengan melempari kakak perempuannya

dengan menggunakan panci hingga mengenai kepala kakaknya merupakan

tindakan yang tidak patut dicontohkan karena termasuk dalam tindakan kekerasan

yang ia lakukan terhadap kakak perempuannya.

Sikap Tanggung jawab responsibility juga seperti contoh kutipan berikut:

“Terlalu g-o-b-l-o-k,” keluh Bu Siti saat Pak Rumanasen, guru


pelajaran IPA, mampir sebentar dikelas kami. Sekedar inggin tahu
mengapa aku dihukum.

135
“Huiiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu
melepaskannya.
“ Aku tak sanggup ajar anak ini, memang dasarnya bodoh, tak
bisa diharapkan,” katanya pada Pak Rumanasen yang hanya
berdiri di depan pintu dan terdiam. Mendengar itu, aku hanya
merasa dunia tak menerima kehadiranku. (Bagian 5, Hal 33)
Kutipan di atas adalah percakapan antara Bu Siti dan Pak Rum yaitu

perihal Ghoky yang dianggap oleh Bu Siti adalah anak yang bodoh walaupun

sudah diajari tetap saja masih belum paham.

Tanggung jawab kita sebagai seorang murid dalam bangku pendidikan

sejatinya selain menempuh pendidikan juga dapat memperoleh pengetahuan dan

menjadi pandai. Oleh sebab itulah kita harus giat dalam belajar.

Anak haruslah memiliki sikap tanggung jawab kita sebagai seorang siswa

dan anak dalam bangku pendidikan sekolah adalah selain sekedar menempuh

pendidikan kita harus bersungguh-sungguh dan tekun dalam belajar mengajar agar

memperoleh hasil yang memuaskan dan dengan begitu sebagai seorang anak

memenuhi tanggung jawab (responsibility) kita sebagai seorang anak yaitu dengan

membanggakan orang tua kita dengan nilai yang kita hasilkan dalam bangku

pendidikan. Karena nilai yang kurang akan memalukan orang tua kita.

Tabiat buruk yang tidak patut dicontoh adalah sikap Bu Siti sebagai

seorang guru yang memiliki tidak sabaran dan suka mencaci-makii anak murid

dengan kata-kata “ Nao-nao, sudah gobol, nakal lagi.” Bu Siti kesal., “Terlalu g-

o-b-l-o-k,” Keluh bu Siti. “Huiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu

melepaskannya. Hal itu akan berpengaruh pada proses belajar anak. Karena setiap

anak anak memiliki reaksi yang berbeda-beda. “Hatiku benar-benar teriris

dengan kata-kata itu. Kelapaku tertunduk malu. Tanpa sadar air mata menetes ke

lantai. Pengaman yang kualami membuat aku tidak percaya diri. (Hal 33, prgf 6).

136
Juga pada dapat kita lihat pada kutipan berikut ini :

“ Kamu ini terlalu memalukan orang tua,” kata ayah kalau


memberi nasihat atau sedang marah.
“ Kenapa ko bisa bodoh begini?”
Nilaii yang bisa dibanggakan hanya pelajaran Agama dan
Olahraga. Kadang tujuh kadang enam.
“ Inggat, kalau ko terima rapor dan nilaimu jelek, sebelum Ayah
pulang kerja, minta ibu siapkan air panas untuk kompres
badanmu.” Kata ayah saat duduk harap-harap denganku.
Biasanya kalau menerima rapor, ada catatan guru seperti ini:
Mohon perhatian dari orang tua untuk membantu anak Anda
belajar. Catatan-catatan itu akan selalu menjadi perhatian ayah.
(Bagian 10, Hal 58).
Kutipan di atas adalah percakapan antara Ghoky dan sang ayah, yaitu ayah

memperingati Ghoky saat menjelang perimaan rapor. Yaitu jika nilai Ghoky jelek

maka ia segera meminta pada ibunya untuk menyiapkan air panas sebelum

ayahnya pulang kerja nanti yaitu untuk mengompres badan Ghoky nanti karena ia

akan hukum ayahnya bahkan mungkin dipukuli.

Pesan yang dapat kita ambil dari kutipan ini bahwa, Sebagai seorang anak

sudahlah menjadi tanggung jawab kita untuk membanggakan orang tua kita

dengan hasil kita. Tidaklah muluk-muluk hanya dengan mendapatkan nilai yang

bagus sudah membuat mereka bahagia otomatis kita tidak membuat mereka

kecewa dan tidak memalukan mereka dengan nilai jelek kita. Karena itu sebagai

tanggung jawab kita untuk membuat mereka bahagia. Karena setiap orang tua

mengharapkan agar anaknya menjadi orang yang sukses di kemudian hari.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

rasa tanggung jawab (responsibility) akan apa yang menjadi tanggung jawab kita

sebagai seorang anak yakni bersekolah dengan baik dan agar mendapat nilai yang

bagus agar dapat membahagiakan orang tua kita.

137
Tanggung jawab (responsibility) juga bisa kita lihat pada kutipan berikut

ini:

Pelajar pertama tentang cinta tumbuh di antara debu dan panas


siang itu, ketika aku dan temanku Topilus bekerja membersihkan
halaman rumah Ongko kios wamdamen untuk mencari tambahan
biaya beli buku. Meski kami hanya diupahi sepuluh ribu rupiah,
namun bagi kami itu adalah sesuatu yang luar biasa.
Siang itu aku dan topilus sedang mencabuti rumput dan
memberikan halaman Kios Wondama,tak jauh dari kompleks kami.
“ Kawan, ko malu k kalau kerja begini baru teman-teman sekolah
kita lihat liat kita saat mereka pulang sekolah?” tanya Topilus.
“Ah...Trada (Tidak), biasa saja, “ jawabku menanggapi
pertanyaannya padahal aku sedang menyimpan rasa malu dan
takut karena hari ini kami berdua bolos sekolah.
Terik matahari membuat kulit coklat kehitaman kami semakin
gelap. Anak-anak SMP sedang berhamburan melintasi jalan di
mana aku dan topilus mandi keringat, memberikan rumput,
memangkas daun-daun beluntas yang tumbuh berdempetan
bersama kembang-kembang kuning berduri pada penutup kawat
duri empat jalur setinggi dada orang dewasa, serta membuat
sampah-sampah dari halaman Kios Wonda.
“Topilus, ko yang bawa sampah buang ke sana, aku akan
kumpulkan potongan daun dan rumput ke dalam karung, ya,”
pintaku.
“Oke, Aman!” balasnya. Sengaja aku memilih tugas di halaman
agar nantinya tidak berpapasan dengan anak-anak SMP itu saat
membuang sampah-sampah. Topilus awalnya mau menolak
permintaan itu, namun setelah dipikirkannya, jauh lebih capek
mengumpulkan daripada hanya membuang sampahnya itu.
Lewat tengah hari, aku dan Topilus menyelesaikan proyek kami.
Dengan hati riang diliputi aroma kembang sakura, masing-masing
mendapat satu lembar uang sepuluh ribu rupiah. Sementara
pengalaman rasaku tentang Sakura berlalu begitu saja. (Bagian
19, hal 103-109)

Dialog di atas adalah percakapan antara Ghoky dan temannya Topilus.

Ghoky dan Topilus adalah sahabat, juga mereka sesekolah bersama. Hari itu

mereka tidak masuk sekolah dikarenakan mencari uang tambahan membeli buku

dengan cara membersihkan halaman rumah orang dan dari kerja mereka berdua

itu, mereka akan dibayar 10 ribu. Mereka berdua bekerja sama dengan baik

hingga perkerjaanya itu terselesaikan dengan baik.

138
Dari kutipan di atas, dapat kita pelajari bahwa, untuk mencapai tujuan kita

bersama yang telah disepakati bersama itu membutuhkan kerja sama yang baik

dengan melakukan apa yang menjadi tanggung jawab kita untuk bersama

mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu setiap kita masing-masing tanggung

jawab dengan bekerja sama melaksanakan tugas kita agar tercapai tujuan tersebut.

Maka itu, karakter yang dapat kita pelajari adalah sikap tanggung jawab

(responsibility) kita masing-masing untuk melakukan sesuatu dengan bentuk

kerjasama yang baik agar tercapai tujuan kita bersama.

Yang berikutnya bahwa, kita harus memiliki sikap keberanian dalam hidup

kita, karena dengan itu akan dapat memudahkan kita untuk melakukan sesuatu.

Karena jika tidak itu hanya akan sedikit menghambat kita dalam proses

kehidupan kita.

Yang berikutnya bahwa, kita harus memiliki sikap keberanian dalam apa

yang sedang kita lakukan karena dengan sikap berani (courage) ini akan

membuat kita dengan mudah melakukannya dan akan memberikan kita efek yang

positif di kemudian hari. Dibandingkan dengan sikap sebaliknya yang ketakutan

atau malu tidak dapat menghasilkan apa-apa dari situ.

Sikap tanggung jawab (responsibility) dapat juga kita lihat pada kutipan berikut

ini:

Pagi tadi, aku pakai alat pertukangannya, gergaji tangan, dan


palu untuk membuat mobil-mobilan dari kayu, dan aku lupa
mengembalikan ke tempatnya. Ayah begitu marah waktu
menemukan alat-alat itu di depan rumah. Ia tahu itu perbuatan
siapa. Tek puas mengomeliku, gergaji itu pun melekat di tubuh
kecilku. Telingaku serasa mau copot dijewer. Aku dituntun ke
ruang tamu Dudu berhadapan. Badanku terluka, sakit, pedih, dan
pegal. Aku menahan rasa sakit, bulir-bulir bekas rotan dan gergaji
itu membekas di tumbuku. (Bagian 4, Hal 27-28)

139
Adegan di atas menjelaskan Ghoky yang dipikul oleh sang ayah

dikarenakan menggunakan alat pertukangannya sang ayah dan lupa

mengembalikannya pada tempatnya. Bentuk hukuman ini, agar apa yang telah ia

lakukan itu telah menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan dan dapat

dikembangkan pada tempatnya.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas bahwa, apa yang telah

kita perbuat, kita harus menyelesaikannya karena itu telah menjadi tanggung

jawab kita. Seperti Ghoky yang telah mengambil alat pertukangan ayahnya namun

setelah dipakai ia tidak mengembalikannya ke tempatnya.

Kita hendaknya memiliki sikap mempunyai tanggung jawab

(responsibility) pada apa yang kita perbuat. Yaitu mempertanggungjawabkan apa

yang telah kita mulai. Apa yang menjadi tanggung jawab kita, kita harus

melakukannya karena telah menjadi dari tanggung jawab kita.

4.2.3 Jujur (fairness)

Jujur (fairness) merupakan sikap dan perilaku seseorang yang didasarkan

pada upaya untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

oleh orang lain, yakni baik perkataan maupun tindakannya dilakukan dengan hati

yang bersih penuh kejujuran serta keadilan, baik dalam lingkungan kerjanya,

sekolah, keluarga maupun di tengah-tengah masyarakat dengan tidak berkata dan

berlaku curang maupun tidak adil.

Perilaku jujur (fairness) dapat kita lihat dari kutipan di bawah ini :

Suatu hari, aku ingin membeli mainan. Aku mencuri uang di laci
ayahku. Namun ternyata ayahku mengetahuinya. Ayah pun
menanyakan hal tersebut padaku, juga pada kakak Kubati Bin.
“ Siapa yang mencuri uang ayah?” suara ayah keras dengan
penuh emosi.

140
Sebenarnya ayah tahu itu perbuatanku, hanya saja ia ingin
mencoba kejujuran kami. Aku terdiam dan takut untuk bicara,
karena tak satupun dari kami berdua yang berbicara akhirnya
ayah berkata,
“Baik, karena kalian tidak ada yang mau mengaku maka kalian
berdua harus dihukum!”
Tiba-tiba Kubati Bin berkata.
“Ayah, akulah yang telah mencuri uang ayah.” Dia melakukan hal
itu hanya demi aku. Aku merasa bersalah dan malu pada diriku.
Kakakku melakukan itu hanya karena membelaku. Ia tahu
akibatnya, apabila aku yang mengaku pastilah akan dihajar ayah.
Aku tidak akan melupakan ekspresi kakak saat melindungiku.
(Bagian 1, Hal 12-13)

Kutipan di atas adalah dialog antara Ayah, kakak perempuan Ghoky yaitu

Kubati Bin dan Ghoky. Yaitu perihal ayah yang menanyakan tentang uangnya

yang hilang itu pada kedua anaknya itu. Ayah sendiri telah menduga dan

mengetahui siapa pelakunya yang telah mencuri uang itu namun dengan sengaja

ayah menanyakan kepada kedua anaknya itu guna hanya untuk mengetes sikap

kejujuran dari kedua anaknya itu.

Pesan yang dapat dipetik sebagai dari kutipan di atas bahwa, kejujuran

adalah sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang karena dengan begitu kita

mudah di percaya oleh orang-orang di sekitar tempat kita berada dan otomatis

akan menghasilkan kepercayaan orang untuk mempercayai kita berbagai macam

hal. Karena dengan tindakan ketidakjujuran kita membuat kita tidak akan dapat

dipercaya oleh orang lain.

Anak yang berkarakter ialah ia yang jika hidupnya, dalam tindakan dan

perilakunya bersikap Jujur (fairness) yakni bertindak dan bersikap jujur terhadap

orang lain tanpa berlaku curang. Oleh karena itu, kita harus memiliki sikap jujur

(fairness) dalam hal apa pun, baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun di

lingkungan masyarakat.

141
Namun, tabiat atau tindakan buruk Ghoky ini adalah sikap yang tidak patut

kita contohi yaitu tindakannya yang mengambil uang ayahnya secara diam-diam

tanpa diketahui ayahnya atau mencuri dari laci tempat yang biasa digunakan

ayahnya untuk menaruh uang oleh ayahnya itu untuk membeli mainan. Oleh

karenanya tindakan ini tidak patut kita contoh karena merupakan perilaku buruk.

Sikap kejujuran (honest) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

“aoa itu?” Tanya pak rum mendekati Desy yang gelisah,


sementara Liki dan Farly terus berteriak sambil mengibas-ngibas
baju temanya.
“Hiii...hiiii,” suara Desy geli merasakan dinginnya kulit cecak
tersebut.
“Ada cicak, Pak...dalam seragamnya Desy,” kata Farly, gadis
Sunda berkulit kuning Langsat itu.
“ Hooow kok bisa... bagaimana de masuk?” kata Pak Rum
penasaran dengan logat Biaknya yang sangat kental.
“Itu. Oky, Pak, “ kata Lili, sambil menunjuk padaku yang duduk
tepat di belakang bangkunya.
“ Oky... Ko berdiri di depan kelas!” bentak Pak Rum. Seumur-
umur, baru pertama kali aku melihat Pak Rum yang terkanal sabar
itu marah. Seolah-olah ubannya menghitam lagi.
“ cepat berdiri, daripada sa ke situ kese patah ko kaki dan
tangan,” teriaknya lagi.
Ruang kelas yang tadinya ribut berubah menjadi tenang dan
tegangan. Aku pun segera meninggalkan tempat duduk dan
berjalan ke depan kelas. Pak guru melayangkan jurus terbaiknya.
Kakinya mrlayang bak karateka di kaki kananku. “ keluar sana!
Jangan pernah ikut saya pu jam pelajaran lagi!” katanya penuh
emosi.
Setelah Lili memberikan penjelasan kepada Pak guru tentang
kejadian itu, aku pun dipanggil kembali ke kelas. Kelihatannya pak
guru menyesal juga karena tanpa memberikan kesempatan
kepadaku menjelaskan duduk persoalannya. (Bagian 23, hal 125-
127).

Kutipan di atas adalah dialog antara Pak Rum, Lili, Ferly dan Desy yaitu

Desy yang berteriak memecahkan keheningan kelas saat pak Rum sedang

menjelaskan pelajaran pada para murid. Desy bersama kedua temannya ikut

142
berteriak karena kaget saat melihat kertas yang diberikan oleh Ghoky berisikan

cecak yang membuat cecak itu masuk ke dalam baju Desy. Itu Ghoky lakukan

karena ia merasa sedikit tidak suka kepada mereka karena mengembalikan pena

yang mereka pinjaman dari Ghoky tanpa meminta terima kasih. Oleh karena

perbuat Ghoky ini, ia dimarahi dan suruh keluar dari kelas oleh Pak Rum selaku

guru pelajaran sejarah Indonesia itu. Namun pada akhirnya pak guru pun

menyuruhnya kembali ke dalam kelas.

Pesan yang dapat kita lihat dari kutipan di atas adalah, bahwa apa yang

kita berikan atau perbuatan itu hendaklah kita melakukan itu dengan hati yang

tulus tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari apa kita berikan atau perbuatan

tersebut meskipun kita tidak mendapatkan apa-apa yang kita harapkan dari apa

yang kita perbuat pada orang lain.

Maka kita hendaknya memiliki sikap tulus, yaitu kita dalam melakukan

segala sesuatu itu dengan ketulusan (honest) yakni tanpa mengharapkan sesuatu

dan tanpa maksud-maksud tertentu.

Sikap jujur (fairness) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Apa yang kubayangkan benar. Ayah diantar rekannya


menggunakan kendaraan mobil bardtop coklat muda yang
berhenti di depan rumah. Aku tak berdaya di lantai.
Rrakk...! Kursi kayu yang berbeda di ruang tamu kecil itu
melayang membentur menindih tubuhku. Ayah melepaskan
emosinya. Telapak tangannya melayang tepat di wajahku yang
tergeletak di lantai tak berdaya. Tak mungkin aku dapat mengelak!
Tangannya menyusul cepat sambil sedikit menunduk. Tamparan
tangannya melayang sekali lagi di tubuhku, membuat sejenak aku
tak mendengar apa-apa. Kemudian rasa sakit itu menusuk hingga
ke rongga-rongga kepalaku. Melihat adegan itu beberapa orang
protes, termasuk Mama nene.
“Pak, tidak boleh begitu kalo ko mau bunuh dia. Ko makan dia
sekalian!” teriak ibu. Ibu melangkah ke dapur dan kembali
membawa sebuah pisau dapur.

143
“Ini, bunuh dia sekalian, biar puas, Pak!” Semua yang saksikan
dan dengar adegan itu memprotes.
Melihat pertengkaran itu, Bapa Yakob yang masih di situ angkat
bicara. “ Maaf Bapa dan Mama, sekarang ini semua sudah
terjadi. Kita bawa dia ke rumah sakit dulu.”
“Bangun, jalan, jangan ada yang bantu, biarkan dia jalan
sendiri,” kata Ayah.
Aku dibawa ke rumah sakit. Selama perjalanan dalam mobil pun
dilarang berbaring, hanya boleh duduk memegang tanganku agar
tetap terlipat didepan dadaku.
Hasil X-ray menunjukkan pergelangan tangan (carpals) kiri patah
beberapa bagian dan tulang bahuku juga patah. Ayah meminta
agar perawat meminta agar perawat menarik lenganku untuk
mengembalikan posisi semula.
“ Jangan pake obat pengurang rasa sakit ya, kalau mau ditarik,
tarik saja. Biar dia tobat, anak ini tidak pernah nasihat. Terlalu
kepala batu!” kata ayah kepada petugas. “Biar tobat....., sebagai
akibat bila anak kepala batu.”
“ Adooooohhh... Mama ... sakit sekali... Suster jangan..., “Jeritku
melengking sakit.
“ Adoooh, Suster cukup... sakit sekali, jangan ditarik....Aaaaah!!!
Ups....! Mama....tolooong!! Suster, cukup... jangan... ditarik lagi.
Sakit... ampun!”
Tiba-tiba....Prak.... Telapak tangan ayah mendarat lagi di pipiku.
“Dian...!!” herdik Ayah.
“ Hari ini kau tidak ke sekolah, alasannya sakit. Tak ada orang
yang menyuruh kau pergi bermain di atas pohon mangga.
Beginilah akibatnya jika tidak tak dengar nasihat orang tua,
semua orang jadi repot!” kata ayah (Bagian 14, Hal 78-79)
Kutipan di atas adalah adegan saat Ayah pulang di antarkan oleh temannya

dan melihat Ghoky yang terbaring tidak berdaya karena jatuh dari atas pohon

mangga. Karena bermain bersama teman-temannya padahal hari ini ia tidak

sekolah dikarenakan beralasan sakit oleh sebab itu ia diperbolehkan ayahnya

untuk hari ini tidak sekolah karena alasan sakitnya itu namun dengan syarat hanya

boleh di rumah dan tidak boleh bermain di luar rumah. Tetapi yang sebenarnya ia

tidak sakit hanya saja ia tidak mengerjakan Tugas rumah yang diberikan oleh

Guru di sekolah, karena takut mendapatkan hukum dari guru. Jadi pada saat

ayahnya sampai di rumah ayahnya langsung memukulinya walaupun keadaan

144
sangat kasihan dan tidak berdaya namun ayahnya tetap memukulinya karena

ayahnya telah mengingatkan

Hingga Sampai di Rumah sakit pun saat periksa dan mengetahui tulang

tangan kirinya patah beberapa bagian. Namun ayahnya meminta agar perawat

menarik tangan anaknya agar mengembalikan posisi tangannya seperti semula

namun saat meraihnya tanpa menggunakan obat pengurang rasa sakit. Saat Ghoky

merasa sakit saat tangannya di tarik dan merengek kesakitan ayahnya

memukulinya dan menyuruhnya diam. Dan mengomelinya ini akibatnya ia tidak

mendengarkan nasihat orang tua .

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa kita harus

jujur kepada orang tua kita di rumah, jangan beralasan sakit padahal tubuh kita

sedang dalam keadaan baik-baik saja atau tidak sakit hanya karena tidak ingin

pergi ke sekolah. Karena jika demikian kita akan mengalami sakit sungguh-

sungguhan.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap jujur (fairness ) pada orang lain karena jika tidak kita akan dengan mudah

mendapatkan kepercayaan lagi oleh orang lain. Oleh sebab itu kita harus memiliki

sikap jujur (fairness).

Tabiat yang tidak yang tidak patut kita contoh di sini yaitu, sikap Ghoky

yang menipu orang tuanya agar mendapat izin orang tuanya untuk tidak sekolah

hari ini karena alasannya bahwa ia sakit dengan berpura-pura pusing kepala dan

muntah-muntah. Ini dilakukan olehnya karena ia tidak mengerjakan Pekerjaan

rumah yang diberikan oleh Gurunya. Oleh sebab itu ia menipu orang tuanya agar

diizinkan untuk tidak sekolah.

145
Sikap tanggung jawab (responsibility) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut:

“Aku tak peduli denganmu, mau sekolah atau tidak itu urusamu.
Aku hanya akan peduli pada Senanoi dan Kubati bin.” Kalimat itu
menusuk jiwaku. Namun sekaligus menjadi cambuk bagiku untuk
berkomitmen membuktikan bahwa aku akan lebih baik, tidak
seperti apa yang mereka ucapkan. (Bagian 18, Hal 99, & Prgf 2)

Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu, Ghoky yang

tidak mau sekolah membuat ayahnya mengeluarkan kata-kata yang membuat

Ghoky termenung akan kata-kata ayahnya itu. Bahwa ia harus berkomitmen untuk

membuktikan bahwa ia juga bisa.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa Orang tua menyekolahkan kita

agar kita dapat merasakan pendidikan dan pendidikan itu untuk bekal kita di masa

yang akan datang. Oleh karena itu kita harus memiliki rasa tanggung jawab

kepada orang tua kita yaitu tujuan mereka menyekolahkan kita adalah agar kita

dapat belajar dengan baik dan menjadi pandai. Karena pendidikan adalah menjadi

bekal untuk kita di masa yang akan datang.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu, bahwa kita harus memiliki

sikap rasa tanggung jawab (responsibility) pada orang tua kita, yakni mereka telah

menyekolahkan kita tujuannya agar kita bisa menjadi orang sukses. Oleh karena

itu kita mempunyai tanggung jawab untuk bagaimana bisa bersekolah dengan

baik. Oleh karena itu kita harus memiliki sikap tanggung jawab (responsibility).

Tabiat Ghoky yang tidak patut kita contoh di sini, yaitu sikapnya yang

bermalas-malasan untuk sekolah. Karena sekolah adalah penting untuk kita.

4.2.4 Peduli (caring)

Peduli (caring) merupakan sikap dan tindakan seseorang dalam hubungannya

dengan orang lain yaitu sebagai sikap ikut merasakan dan memberikan perhatian

146
pada orang yang berada dalam musibah maupun masalah atau apa yang dialami

dan terjadi pada orang lain dengan memberikan bantuan, baik sumbangan pikiran,

perasaan, tenaga maupun materi, dalam lingkungan sekolah, lingkungan keluarga,

maupun lingkungan masyarakat. Ini sebagai salah satu bentuk kepedulian

terhadap lingkungan maupun sesama manusia ciptaan Tuhan.

Sikap Peduli (caring) dapat kita lihat pada kutipan berikut :

Suatu hari, aku ingin membeli mainan. Aku mencuri uang di laci
ayahku. Namun ternyata ayahku mengetahuinya. Ayah pun
menanyakan hal tersebut padaku, juga pada kakak Kubati Bin.
“ Siapa yang mencuri uang ayah?” suara ayah keras dengan
penuh emosi.
Sebenarnya ayah tahu itu perbuatanku, hanya saja ia ingin
mencoba kejujuran kami. Aku terdiam dan takut untuk bicara,
karena tak satupun dari kami berdua yang berbicara akhirnya
ayah berkata,
“Baik, karena kalian tidak ada yang mau mengaku maka kalian
berdua harus dihukum!”
Tiba-tiba Kubati Bin berkata.
“Ayah, akulah yang telah mencuri uang ayah.” Dia melakukan hal
itu hanya demi aku. Aku merasa bersalah dan malu pada diriku.
Kakakku melakukan itu hanya karena membelaku. Ia tahu
akibatnya, apabila aku yang mengaku pastilah akan dihajar ayah.
Aku tidak akan melupakan ekspresi kakak saat melindungiku.
(Bagian 1, Hal 12-13)
Kutipan di atas adalah dialog antara Ayah, kakak perempuan Ghoky yaitu

Kubati Bin dan Ghoky. Yaitu perihal ayah yang menanyakan tentang uangnya

yang hilang itu pada kedua anaknya itu. Ayah sendiri telah menduga dan

mengetahui siapa pelakunya yang telah mencuri uang itu namun dengan sengaja

ayah menanyakan kepada kedua anaknya itu guna hanya untuk mengetes sikap

kejujuran dari kedua anaknya itu.

Pesan yang dapat dipetik sebagai dari kutipan di atas bahwa, dalam

lingkungan keluarga kita harus saling sayang dan peduli yaitu ketika seseorang

sedang kesusahan dan mengalami masalah kita harus memberikan bantuan seperti

147
yang dilakukan oleh Kubati bin yaitu ia tahu kalau adiknya mengakui

perbuatannya kalau ia yang mencuri maka ayah akan menghajarnya oleh karena

itu Kubati bin berbohong dan mengaku demi melindungi adiknya.

Yang berikutnya adalah, peduli dengan apa yang terjadi yang dialami oleh

orang lain di sekitar kita yaitu merasakan apa yang dialami oleh orang lain.

Seperti sikap Kubati yang rela mengaku atas perbuatan yang sebabnya bukan ia

lakukan demi melindungi adiknya karena ia tahu apa yang akan terjadi jika

adiknya yang jujur mengakui kalau itu perbuatan dia, karena jika demikian ia akan

di pukuli bahkan diceramahi oleh ayahnya.

Anak harus memiliki sikap peduli (caring) yakni perilaku baik yang harus

dimiliki oleh setiap siswa atau peserta didik. Anak yang dalam sikap dan perilaku

mencerminkan kepedulian terhadap sesama di mana pun ia berada, ini dapat

disebut sebagai anak yang berkarakter.

Namun, tabiat atau tindakan buruk Ghoky ini adalah sikap yang tidak patut

kita contohi yaitu tindakannya yang mengambil uang ayahnya secara diam-diam

tanpa diketahui ayahnya atau mencuri dari laci tempat yang biasa digunakan

ayahnya untuk menaruh uang oleh ayahnya itu untuk membeli mainan. Oleh

karenanya tindakan ini tidak patut kita contoh karena merupakan perilaku buruk.

Dan Kubati yang berbohong demi menutupi kesalahan yang telah diperbuat oleh

adiknya.

Sikap peduli (caring) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

“ Oky, bangun, kenapa ko tidur di sini?” tanya Senanoi, kakakku


yang rupanya sudah dari tadi di sini. Mungkin ia mengawasiku.
“Aku bosan, kak!” jawabku
“Kenapa, kamu punya masalah di rumah atau di sekolah?” Tiba-
tiba saja kakak bertanya seperti itu.

148
“ Banyak, Kak. Pusing dan sakit hati kalo aku memikirkannya,”
jawabku sambil pikirku kembali mengingat hari-hari kemarin yang
malang.
“Yuk, iku kakak, “ kata Senanoi sambil menarik tanganku.
“Mau ke mana, Kak?” tanyaku.
“Ikut saja....,” jawab kakak sambil membawaku ke sebuah batu di
tepian di mana aku dapat melihat bekas ke laut.
“ Tu lihat, perahu di laut sana,” kata kakak sambil telunjuknya
diarahkan ke perahu yang dimaksud.”ko kebal k tidak?”
“Tidak,” Jawabku enteng
“Itu Tete Petu,” balas kakak. “Coba ko panggil sekuatnya.”
Aku mencoba saran kakak dengan segala tenaga yang kumiliki.
Yang dipanggil pun tak ada respons.
“Sekali lagi, tetapi lebih kuat.”
“Tete...Tete...!! teriakku lebih kencang. Hasilnya sama.
“Coba kamu tutup matamu, tarik napas dalam-dalam,” kata kakak
sambil memberikan contoh.
Aku pun perlahan-lahan mengikutinya. “Coba teriak lagi, lalu
tutup matamu dan tarik napas lalu melepaskannya perlahan-
lahan,”
Katanya sambil memberi contoh. Aku belum mengerti semua ini.
“Ini adalah teknik melepaskan penat dan sakit hati. Lupakanlah
semua yang terjadi yang kamu alami, buang semuanya, biarlah
terbawa angin dan ombak.
Dan ketika mataku sedang tertutup untuk mencoba teknik ini sekali
lagi, kakak menyiramku dengan air laut berkali-kali. Kami tertawa
bersama-sama (Bagian 16, hal 92).

Dialog di atas ini adalah, percakapan antara Kakak laki-lakinya Ghoky,

yaitu Senanoi dan Ghoky. Senanoi Mengajak Ghoky ke pantai saat ia baru saja

dihukum oleh ayah. Karena mengetahui adiknya yang sedih oleh karena itu ia

mengajak adiknya untuk menghilangkan kesedihannya di Pantai. Sikap senanoi

ini adalah bentuk peduli ikut merasakan apa yang dirasakan oleh adiknya tersebut.

Mengetahui adiknya itu bersedih, ia melakukan sesuatu hal agar adiknya itu tidak

bersih lagi. Dengan cara mengajaknya kepantai dan mengajarinya jurus melepas

penat dan sakit hati. Sikap peduli ini juga bisa kita lakukan tidak hanya di rumah

melainkan di mana pun kita berada. Sebagai, saudara, teman, sahabat dan

sebagainya.

149
Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa

Sebagai teman, apalagi sedarah atau saudara. Hendaklah kita saling menyayangi

sebagai bentuk kepedulian dalam hubungan pertalian persaudaraan. Seperti yang

dilakukan oleh senanoi sebagai seorang Kakak laki-laki terhadap adik laki-lakinya

yang bungsu itu.

Karakter yang dapat kita Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu

bahwa, kita hendaknya memiliki rasa peduli (caring) dengan orang lain yang

sedang mengalami kesedihan hati maupun kesusahan.

Sikap peduli (caring) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Aku ingat juga suatu siang, aku menembaki buah pepaya tetangga
menggunakan panah dari lidi daun sagu. Tak kuduga panah itu
melesat dan tertancap di betis ibuku. Mengetahui itu, ayah sangat
marah. Aku dihukum dan dihajar dengan cambuk parinya. Aku
kasihan pada ibu dan meminta maaf padanya. Meski perbuatanku
itu menyakiti ibu, Ibu masih tetap membelaku ketika itu. ! Bagian
2, Hlm 13,&Prgf 3)

Kutipan di atas adalah, adegan aksi para tokohnya. Yaitu Ayah yang

menghukum, memukul Ghoky dengan cambuk parinya karena menembaki buah

pepaya tetangga menggunakan lidi daun sagu, namun panah itu melesat mengenai

kaki ibunya. Walaupun perbuatannya itu menyakiti ibunya. Ibunya tetap

membelanya saat itu.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas bahwa, Kepedulian

terhadap sesama kita terhadap orang lain maupun lingkungan tempat tinggal kita

haruslah kita perhatikan serta, apa yang menjadi hak orang lain, tidak patut bagi

kita untuk mengusik, merampasnya. Dengan menghargai apa yang orang lain

miliki. apa yang kita perbuat, kita harus memikirkan apa dampak yang terjadi ke

depannya yaitu apakah merugikan atau menguntungkan bagi kita.

150
Karakter yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah bahwa, sikap

peduli (caring) akan apa yang menjadi milik orang tidak patut kita ambil.

Hendaklah memikirkan sebelum melakukan sesuatu.

Tabiat buruk yang tidak patut kita contoh di sini adalah, jangan kita

merusak, mengganggu, bahkan mengambil apa yang menjadi milik orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, antara tetangga tempat kita

tinggal. Haruslah saling menghormati. Dan jangan pernah membuat tindakan

kejahatan.

Sikap peduli (caring) juga dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

“ Eee. Pace, sudah mandikan bini dan anak-anakmu?”


canda Kubati bin di saat aku baru saja diceramahi ayah gara-
gara babi-babi terus berteriak dikandang. Kalimat itu membuat
aku sangat jengkel pada kakakku, emosiku memuncak. Panci
makanan babi ditangan kulayangkan tepat di kepala Kubati bin.
Hal itu membuat aku dan kakakku bertengkar hebat.
Aku dihajar ayah dengan cambuk ajaibnya. Ekor pari.
“ Jangan coba-coba kau masuk rumah, ya! Bentak ayah padaku.
Tangan kiriku memar. Badanku memar dan bengkak. (Bagian 2,
hal 25)

Adegan ini menjelaskan Ghoky yang dipukuli oleh Ayah karena melempar

kakaknya menggunakan dandang makanan babi karena menurutnya canda

kakaknya terhadapnya sangat berlebihan apalagi ia baru saja dimarahi ayah. Dan

ini membuat Ghoky dan kakaknya berkelahi hebat oleh sebab itu Ghoky dipukuli

oleh sang ayah.

Pesan dari kutipan di atas adalah, bahwa jika orang lain yang di sekitar

kita sedang mengalami kesusahan janganlah kita menertawakan atau bahkan

mengejek mereka, tetapi sebaliknya, yaitu memberi pertolongan yang dapat kita

berikan.

151
Karakter yang dapat kita pelajari dari sini bahwa, kita harus memiliki

sikap peduli (caring) pada orang lain yang sedang mengalami kesusahan dengan

memberikan sumbangan berupa rasa, pikiran dan tindakan kita buka malah

mengejek dan menertawakan mereka yang kesusahan.

Tabiat yang tidak patut kita contohkan di atas adalah Seperti sikap Kubati

yang mengejek adiknya yang sedang marahi oleh sang ayah. Jadi jika orang

sedang kesusahan jangianlah kita menertawakan bahkan mengejek.

Juga, tabiat Ghoky yang melempari kakaknya menggunakan panci

makanan babi di kepala. Sebaiknya kita tidak boleh melakukan tindakan yang

dapat membahayakan orang lain.

Sikap peduli (caring) dapat juga kita lihat pada kutipan berikut ini:

Dua Minggu lalu ayah melemparku dengan parang. Peristiwa itu


hampir saja menamatkanku. Kemudian ia memukulku dengan kayu
bakar, meninggalkan serat-serat kayu dalam dagingku. Itu terjadi
gara-gara aku melempari Kubati dengan batu, karena terus
mengejekku saat aku sedang dihukum ayah.
Kutipan di atas adalah, adegan saat Ghoky di lempari dengan parang dan

dipukuli menggunakan kayu oleh ayahnya karena melempari kakak

perempuannya dengan menggunakan batu, karena kakaknya itu terus

mengejeknya saat sedang dihukum oleh ayah mereka.

Pesan yang berikutnya, bahwa ketika orang lain sedang mengalami

kesusahan atau pun masalah janganlah kita menertawakan, mengolok atau

mengejek tetapi kita harus bagaimana caranya agar sedikit membantu.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa kita harus memiliki

sikap peduli (caring) pada orang lain yang sedang mengalami kesusahan atau pun

kesedihan hati yang sedang dirasakan dan dialami oleh orang lain dengan tidak

menertawakan maupun mengejek.

152
Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini yaitu sikap kakak

perempuannya Ghoky ini, yaitu Kubati bin yang mengejek adiknya saat

mendapati hukum dari sang ayah.

Dan juga tindakan kekerasan yang membahayakan yang Ghoky lakukan

terhadap kakak perempuannya yaitu ia melempari kakak perempuannya dengan

batu karena kesal. Walaupun kita emosi, kita harus mengontrolnya, Jagan sampai

mengambil tindakan yang dapat membahayakan orang lain.

Sikap peduli (caring) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini:

Ketika aku berbuat salah, bukan saja aku yang dihukum ayah,
tetapi juga Senanoi dan Kubati Bin. Bagi ayah, jika salah satu
diantara kami melakukan kesalahan, maka hukuman tetap berlaku
untuk bertiga. Sebagai kakak beradik kami harus saling
mengingatkan. Saling menjaga, itulah pesan ayah pada kami. Aku
adalah penjaga kakak-kakakku dan kakakku adalah penjagaku.
(Bagian 1, Hal 8, & Prgf 3)

Kutipan di atas adalah konflik antara ayah dan Ghoky, yaitu ketika ia

melakukan kesalahan maka kedua kakaknya juga akan mendapatkan hukuman,

begitu pula sebaliknya. Jadi mereka sebagai kakak beradik harus saling

mengingatkan, karena salah satu melakukan kesalahan maka mereka bertiga akan

sama-sama mendapatkan hukuman.

Pesan yang dapat kita pelajari dari konflik ini yaitu, bahwa dalam anggota

keluarga yaitu sebagai kakak beradik kita harus saling peduli, yaitu saling

mengingatkan bila ada perilaku seseorang yang tidak baik atau melanggar aturan

rumah, serta saling menjaga satu sama lain sebagai bentuk kasi sayang.

Karakter yang dapat kita pelajari disi bahwa, kita harus saling peduli

(caring) antara sesama kita di mana pun kita berada. Seperti dalam keluarga saling

peduli mengingatkan satu sama lain agar tidak berperilaku melanggar aturan

153
rumah yang telah dibuat oleh orang tua kita. Oleh karena itu kita harus memiliki

sikap penuh rasa peduli (caring) satu sama lain yakni saling mengingatkan dan

menjaga.

4.2.5 Kewarganegaraan (citizenship)

Sikap dan perilaku seseorang sebagai warga negara Indonesia yang baik,

yaitu dengan sikap cinta tanah air, dan menghargai menghormati keberagaman

yang ada di negara ini. Dengan tidak menempatkan kepentingan sendiri, dan juga

ikut menciptakan kedamaian dan ketertiban di atas negara ini dengan patuh

terhadap peraturan yang telah ditetapkan baik dalam lingkungan sekolah maupun,

di lingkungan masyarakat. Sikap kewarganegaraan (citizenship) dapat kita lihat

pada kutipan berikut ini:

Suatu saat dalam kesedihan dan hati yang hancur itu, aku
merasakan lembutnya rangkulan ibu yang memandangku sambil
tersenyum. Aku dapat merasakan ketulusan kasih sayangnya. Ibu
menatapku dalam-dalam lalu berkata meyakinkanku,
“Oky, kau adalah anak kandung ibu dan ayah.”
“Lalu kenapa ayah dan dong +kakak-kakak ) selalu mengatakan
aku bukan anak ayah dan ibu, tetapi aku orang Buton?” sambil
terisak-isak aku memeluk Ibu.
“Nak, apakah bedanya orang Buton dengan kita, semua manusia
sama diciptakan Tuhan. Orang Buton, Jawa, Maassar, Serui atau
apa pun itu sama di mata Tuhan. Bukankah Tuhan menginginkan
agar kita saling menghargai dan menghormati.” Kata Ibu lembut.
“Kita tidak boleh beda-bedakan sesama. Ketika orang lain
membuat kamu sakit hati, tetaplah miliki rasa hormat pada
mereka.” (Bagian 1, Hlm 7)

Kutipan di atas tersebut adalah percakapan antara Ghoky dan Ibunya.

Ghoky yang bersedih karena dikatai oleh ayah bahwa ia bukanlah kandung ayah

dan ibunya melainkan ia adalah anak orang Buton yang kemudian diadopsi ke

dalam keluarga Mereka karena tandanya rambutnya yang kemerah-merahan dan

154
sedikit berbeda dengan kakak-kakaknya. Mengetahui alasan mengapa anaknya

sedang bersedih itu pun, ibunya memberikannya perhatian dan pengertian

padanya. Bahwa ia adalah anak kandung mereka dan apa bedanya orang Buton,

Jawa, Makassar, Serui atau apa pun semua adalah ciptaan Tuhan dan semua sama

di mata Tuhan. Dan juga memberitahu padanya bahwa, Tuhan yang mereka

sembah pun mengajarkan bahwa tidak boleh membeda-bedakan sesama dan

ketika orang membuat kita sakit hati, tetaplah memiliki rasa hormat pada mereka.

Pesan yang dapat kita ambil dan pelajari dari kutipan di atas bahwa, yang

pertama, walaupun berbeda suku, ras, dan warna kulit kita tidak boleh membeda-

bedakan antara sesama kita walaupun kita berbeda suku, ras, budaya dan agama.

kita harus saling memiliki rasa hormat antara sesama kita.

Oleh karena itu, karakter yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas

bahwa, sebagai seorang anak atau peserta didik yang berkarakter ialah ia yang

dalam tindakan dan sikapnya sebagai warga negara Indonesia yang beraneka

ragamnya suku, ras, dan budaya dapat saling menghargai dan menghormati antar

sesama di mana pun kita berada, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun

ditengah-tengah lingkungan masyarakat sebagai bentuk toleransi antar sesama

warga negara dan sebagai kewarganegaraan (citizenship) yang baik dengan

begitu akan terciptanya ketertiban dan kedamaian negara tercinta.

4.2.6 Ketulusan (honesty)

Ketulusan (honesty) merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam apa

yang ia lakukan, dilakukannya dengan kerelaan hati dan menggunakan hati

nurani, tanpa dengan adanya keterpaksaan serta maksud-maksud tertentu lainnya,

155
yaitu terhadap suatu hal yang ia kerjakan maupun lakukan terhadap orang lain,

baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun di masyarakat.

“aoa itu?” Tanya pak rum mendekati Desy yang gelisah,


sementara Liki dan Farly terus berteriak sambil mengibas-ngibas
baju temanya.
“Hiii...hiiii,” suara Desy geli merasakan dinginnya kulit cecak
tersebut.
“Ada cicak, Pak...dalam seragamnya Desy,” kata Farly, gadis
Sunda berkulit kuning Langsat itu.
“ Hooow kok bisa... bagaimana de masuk?” kata Pak Rum
penasaran dengan logat Biaknya yang sangat kental.
“Itu. Oky, Pak, “ kata Lili, sambil menunjuk padaku yang duduk
tepat di belakang bangkunya.
“ Oky... Ko berdiri di depan kelas!” bentak Pak Rum. Seumur-
umur, baru pertama kali aku melihat Pak Rum yang terkanal sabar
itu marah. Seolah-olah ubannya menghitam lagi.
“ cepat berdiri, daripada sa ke situ kese patah ko kaki dan
tangan,” teriaknya lagi.
Ruang kelas yang tadinya ribut berubah menjadi tenang dan
tegangan. Aku pun segera meninggalkan tempat duduk dan
berjalan ke depan kelas. Pak guru melayangkan jurus terbaiknya.
Kakinya mrlayang bak karateka di kaki kananku. “ keluar sana!
Jangan pernah ikut saya pu jam pelajaran lagi!” katanya penuh
emosi.
Setelah Lili memberikan penjelasan kepada Pak guru tentang
kejadian itu, aku pun dipanggil kembali ke kelas. Kelihatannya pak
guru menyesal juga karena tanpa memberikan kesempatan
kepadaku menjelaskan duduk persoalannya. (Bagian 23, hal 125-
127).

Kutipan di atas adalah dialog antara Pak Rum, Lili, Ferly dan Desy yaitu

Desy yang berteriak memecahkan keheningan kelas saat pak Rum sedang

menjelaskan pelajaran pada para murid. Desy bersama kedua temannya ikut

berteriak karena kaget saat melihat kertas yang diberikan oleh Ghoky berisikan

cecak yang membuat cecak itu masuk ke dalam baju Desy. Itu Ghoky lakukan

karena ia merasa sedikit tidak suka kepada mereka karena mengembalikan pena

yang mereka pinjaman dari Ghoky tanpa meminta terima kasih. Oleh karena

perbuat Ghoky ini, ia dimarahi dan suruh keluar dari kelas oleh Pak Rum selaku

156
guru pelajaran sejarah Indonesia itu. Namun pada akhirnya pak guru pun

menyuruhnya kembali ke dalam kelas.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas yaitu, bahwa apa yang

kita berikan atau perbuatan itu hendaklah kita melakukan itu dengan hati yang

tulus tanpa mengharapkan sesuatu apa pun dari apa kita berikan atau perbuatan

tersebut meskipun kita tidak mendapatkan apa-apa yang kita harapkan dari apa

yang kita perbuat pada orang lain.

Maka kita harus memiliki sikap ketulusan (honesty), kita dalam melakukan

segala sesuatu itu dengan ketulusan (honesty) tanpa ada iming-iming apa pun atau

mengharapkan sesuatu, karena itu menceritakan orang yang berkarakter baik.

4.2.7 Berani (courage)

Berani (courage) merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam

mengambil tindakan atau bertindak, itu dilakukan dengan siap menerima

konsekuensinya dari yang menjadi keputusan apa yang ia lakukan, serta sikap

berani di depan umum maupun khalayak ramai, baik di lingkungan sekolah

maupun di lingkungan sosial.

Sikap berani (courage) dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Pelajar pertama tentang cinta tumbuh di antara debu dan panas


siang itu, ketika aku dan temanku Topilus bekerja membersihkan
halaman rumah Ongko kios wamdamen untuk mencari tambahan
biaya beli buku. Meski kami hanya diupahi sepuluh ribu rupiah,
namun bagi kami itu adalah sesuatu yang luar biasa.
Siang itu aku dan topilus sedang mencabuti rumput dan
memberikan halaman Kios Wondama,tak jauh dari kompleks kami.
“ Kawan, ko malu k kalau kerja begini baru teman-teman sekolah
kita lihat liat kita saat mereka pulang sekolah?” tanya Topilus.
“Ah...Trada (Tidak), biasa saja, “ jawabku menanggapi
pertanyaannya padahal aku sedang menyimpan rasa malu dan
takut karena hari ini kami berdua bolos sekolah.

157
Terik matahari membuat kulit coklat kehitaman kami semakin
gelap. Anak-anak SMP sedang berhamburan melintasi jalan di
mana aku dan topilus mandi keringat, memberikan rumput,
memangkas daun-daun beluntas yang tumbuh berdempetan
bersama kembang-kembang kuning berduri pada penutup kawat
duri empat jalur setinggi dada orang dewasa, serta membuat
sampah-sampah dari halaman Kios Wonda.
“Topilus, ko yang bawa sampah buang ke sana, aku akan
kumpulkan potongan daun dan rumput ke dalam karung, ya,”
pintaku.
“Oke, Aman!” balasnya. Sengaja aku memilih tugas di halaman
agar nantinya tidak berpapasan dengan anak-anak SMP itu saat
membuang sampah-sampah. Topilus awalnya mau menolak
permintaan itu, namun setelah dipikirkannya, jauh lebih capek
mengumpulkan daripada hanya membuang sampahnya itu.
Lewat tengah hari, aku dan Topilus menyelesaikan proyek kami.
Dengan hati riang diliputi aroma kembang sakura, masing-masing
mendapat satu lembar uang sepuluh ribu rupiah. Sementara
pengalaman rasaku tentang Sakura berlalu begitu saja. (Bagian
19, hal 103-109)

Dialog di atas adalah percakapan antara Ghoky dan temannya Topilus.

Ghoky dan Topilus adalah sahabat, juga mereka sesekolah bersama. Hari itu

mereka tidak masuk sekolah dikarenakan mencari uang tambahan membeli buku

dengan cara membersihkan halaman rumah orang dan dari kerja mereka berdua

itu, mereka akan dibayar 10 ribu. Mereka berdua bekerja sama dengan baik

hingga perkerjaanya itu terselesaikan dengan baik.

Dari kutipan di atas, dapat kita pelajari bahwa, kita harus memiliki sikap

keberanian dalam hidup kita dan tidak boleh merasa malu atau minder pada orang

lain karena itu itu hanya akan sedikit menghambat kita dalam proses kehidupan

kita. Sikap berani akan dapat memudahkan kita untuk melakukan sesuatu untuk

mencapai tujuan.

Dengan demikian, karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa,

kita harus memiliki sikap keberanian dalam apa yang sedang kita lakukan karena

158
dengan sikap berani (courage) ini akan membuat kita dengan mudah

melakukannya dan akan memberikan kita efek yang positif di kemudian hari.

Dibandingkan dengan sikap sebaliknya yang ketakutan atau malu tidak dapat

menghasilkan apa-apa dari ketakutan itu.

Sikap berani (courage) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut ini :

Malam itu seperti biasanya, ayah sedang asyik melakukan


ritualnya yaitu membaca buku di ruang tamu. Biasanya kami tak
berani mengganggu apabila ia sedang menekuni buku-bukunya.
Namun kali ini aku memberanikan diri untuk menyela ritualnya.
“Ayah aku mau berangkat ke Jakarta besok.”
“Ke Jakarta..kapan?” tanya ayah, memastikan apakah kata-
kataku benar.
“Iya Pa, aku akan ke Jakarta. Berangkat besok dengan kapal
Dobonsolo, jam tiga sore.”
Malam itu, aku sampaikan rencana keberangkatanku pada ayah
dan ibu. Sebenarnya ada hasrat berangkat tanpa pamit, namun
aku buruh restu mereka. Ayah seolah-olah tak percaya pada apa
yang didengarnya, melihat tiket yang aku sondorkan, di mana ada
namaku disana.
“Bagaimana kalau kau kuliah di Jayapura saja atau di
Manokwari?” pinta ayah. “Di sana ada Tete, bapa Ade, dan
keluarga,”katanya
Tapi. Itu tidak mengubah tekadku yang sudah mantap. Besok siang
kapal masuk. Aku akan berangkat.
Hujan pertanyaan. Ayah begitu khawatir bagaimana kehidupanku
di Jakarta atau tanah rantau.
Kota Jakarta dalam bayangan ayah bagi neraka yang selama ini
ia takuti. Entah apa yang ada dalam pikirannya tentang ibu kota
itu. (Bagian 24, Hal 130-131)

Dialog di atas adalah percakapan antara Ghoky dan ayahnya perihal

Ghoky yang telah membeli tiket dan akan berangkat kuliah di Jakarta. Walaupun

ayahnya sedikit khawatir dan sempat melarangnya untuk kuliah jauh namun ia

tetap dan sudah membulatkan tekadnya untuk tetap pergi kuliah di Jakarta.

Pesan yang dapat kita pelajari bahwa, apa yang telah menjadi mimpi atau

cita-cita kita haruslah kita kejar. Memberanikan diri mengambil keputusan untuk

159
mengejar mimpi. Walaupun tidak mudah namun butuh proses. Seperti sikap

berani Ghoky yang ingin tetap menempuh pendidikan di kota Jakarta sama yang

jauh dari kampung halamannya Manokwari Papua. Walaupun ayahnya takut dia

hanya bisa pasrah dan mendoakan akan keputusan anaknya itu.

Kita harus memiliki karakter berani (courage) yaitu memiliki sikap berani

dalam melakukan sesuatu, seperti sikap Ghoky yang telah teguh pendirian dan

memberikan diri untuk kuliah di Jakarta tempat di mana terdengar isu-isu yang

tidak mengenakkan. Oleh karena rasa takut hanya akan menghambat proses

kehidupan kita.

4.2.8 Tekun (diligence)

Tekun (diligence) merupakan sikap dan perilaku seseorang yang telah menjadi

komitmennya untuk tujuan yang hendak dicapainya dengan bersungguh-sungguh

dan fokus untuk mencapai suatu tujuannya tersebut. Dalam apa pun itu, seperti

hal keagamaan maupun pendidikan yang menjadi tujuannya tersebut.

Sikap tekun (diligence) seperti pada kutipan berikut ini:

“Terlalu g-o-b-l-o-k,” keluh Bu Siti saat Pak Rumanasen, guru


pelajaran IPA, mampir sebentar dikelas kami. Sekedar inggin tahu
mengapa aku dihukum.
“Huiiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu
melepaskannya.
“ Aku tak sanggup ajar anak ini, memang dasarnya bodoh, tak
bisa diharapkan,” katanya pada Pak Rumanasen yang hanya
berdiri di depan pintu dan terdiam. Mendengar itu, aku hanya
merasa dunia tak menerima kehadiranku. (Bagian 5, Hal 33)
Kutipan di atas adalah percakapan antara Bu Siti dan Pak Rum yaitu

perihal Ghoky yang dianggap oleh Bu Siti adalah anak yang bodoh walaupun

sudah diajari tetap saja masih belum paham.

160
Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa dalam

bangku pendidikan, pelajaran yang diajarkan oleh para guru itu harus kita simak

dan pahami dengan betul, tidak hanya itu saja. Kita juga dapat mempelajarinya

dengan sungguh-sungguh agar dapat memahami, juga mengerti serta pandai

dalam mata pelajaran tersebut. Dengan tekun atau sungguh-sungguh dalam belajar

maka hasilnya tidak akan mengecewakan.

Karakter yang baik salah satunya adalah memiliki sikap tekun (diligence).

Dengan tekun berfokus pada apa yang menjadi tujuan kita dalam mencapai tujuan

itu akan mudah walaupun membutuhkan waktu dan kesungguhan dalam

memperolehnya.

Tabiat buruk yang tidak patut dicontoh adalah sikap Bu Siti sebagai

seorang guru yang memiliki tidak sabaran dan suka mencaci-makii anak murid

dengan kata-kata “ Nao-nao, sudah gobol, nakal lagi.” Bu Siti kesal., “Terlalu g-

o-b-l-o-k,” Keluh bu Siti. “Huiii...,” keluh Bu Siti sambil menarik napas lalu

melepaskannya. Hal itu akan berpengaruh pada proses belajar anak. Karena setiap

anak anak memiliki reaksi yang berbeda-beda. “Hatiku benar-benar teriris

dengan kata-kata itu. Kelapaku tertunduk malu. Tanpa sadar air mata menetes ke

lantai. Pengaman yang kualami membuat aku tidak percaya diri. (Hal 33, prgf 6).

Tekun diligence dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

“ Kamu ini terlalu memalukan orang tua,” kata ayah kalau


memberi nasihat atau sedang marah.
“ Kenapa ko bisa bodoh begini?”
Nilaii yang bisa dibanggakan hanya pelajaran Agama dan
Olahraga. Kadang tujuh kadang enam.
“ Inggat, kalau ko terima rapor dan nilaimu jelek, sebelum Ayah
pulang kerja, minta ibu siapkan air panas untuk kompres
badanmu.” Kata ayah saat duduk harap-harap denganku.
Biasanya kalau menerima rapor, ada catatan guru seperti ini:
Mohon perhatian dari orang tua untuk membantu anak Anda

161
belajar. Catatan-catatan itu akan selalu menjadi perhatian ayah.
(Bagian 10, Hal 58).
Kutipan di atas menunjukkan, Ghoky yang lalai atau lupa dalam

melaksanakan tanggung jawab yang diberikan oleh ayahnya. Tanggung jawab

adalah yaitu merawat babi, yakni diberi makan, memandikan, dan juga u

dibersihkan. Suatu kali, ia terlambat memberi makan babi yang telah menjadi

tanggung jawabnya. karena itu, ia di ceramahi habis-habisan oleh ayahnya dan

dengan hukuman, ia tidak diperbolehkan makan sebelum babi-babi itu diberikan

makan dahulu. Dan kakaknya yang melihat itu pun juga membercandai ia yang

menurut Ghoky itu kelewatan dan oleh karena itu timbullah perkelahian antar adik

kakak itu yang akhirnya ditengahi oleh sang ayah.

Pesan yang dapat kita pelajari dari dialog ini yaitu agar kita belajar dengan

tekun, sungguh-sungguh serta serius dalam belajar di sekolah Akan membuat kita

bisa melakukan apa yang sebelumnya kita tidak bisa lakukan menjadi bisa, dan

dengan ketekunan kita akan dapat mencapai apa yang telah menjadi tujuan kita

tersebut. Bentuk hukuman dari sang ayah agar ia lebih giat lagi untuk belajar agar

nilai-nilainya lebih bagus lagi. Dengan begitu ia dapat mempertanggungjawabkan

kewajibannya sebagai anak yaitu dapat bisa membanggakan orang tuanya dan

dengan kata lain ia tidak lagi memalukan orang tuanya dengan nilai-nilainya yang

jelek tersebut.

Anak hendaknya memiliki sikap tekun (diligence) dalam menjalankan atau

melakukan sesuatu yang ia lakukan yang menjadi pekerjaannya. Ketika kita terus

tekun menjalankan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan serius akan memperoleh

hasil yang baik dari ketekunan kita itu. Tekun dalam hal apa pun itu.

Sikap tekun (diligence) dapat kita lihat juga pada kutipan berikut:

162
Waktu aku kelas tiga SD, suatu siang guruku sangat kesal.
“Anak ini keterlaluan bodohnya, biar dihajar seribu kali pun tak
akan pernah bisa,” kata-kata itu baru saja terlepas dari bibir Bu
Siti.
“Nao-nao, sudah gobok, nakal lagi!” Bu Siti kesal.
‘Nao-nao’ telah menjadi julukanku semasa kecil. Dua kata itu, aku
sangat paham artinya. Lebih buruk dari bodoh. Kuanggap sebagai
takdirku di sekolah dasar itu. Aku dihukum berdiri di atas satu
kaki, sentra dua tanggan memegang kuping.
Plak.... plak....! Mistar kayu membentur betis kurusku berkali-kali.
Kuda-kudaku terasa rapuh. Rasa pegal, sakit, dan malu
bercampur aduk. Aku selalu jadi tontonan teman-teman selama
jam pelajaran Bahasa Indonesia dan matematika. Ibu Siti selalu
menghukumku. (Bagian 5, Hal 32,& Prgf 4&5)

Kutipan di atas, adalah adegan saat Ghoky di caci maki, dipukul, dan

dihukum oleh Bu Siti. Karena bodoh dan nakal.

Pesan yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas adalah, bahwa di

sekolah, guru mendidik dan mengajar kita agar dengan tujuan kita dapat

memahami akan pelajaran, menguasainya, dan menjadi pintar serta membentuk

kita menjadi anak yang berkarakter baik. Oleh sebab itu, kita hendaknya harus

tekun dalam bebelajar

Karakter yang dapat kita lihat di sini bahwa, kita harus tekun (diligence)

lagi dalam belajar agar kita bisa dapat memahami dengan baik dalam pelajaran

yang di ajarkan oleh guru. Jika kita tekun dan mau sungguh-sungguh dalam

belajar maka pelajaran yang sebelumnya kita belum bisa akan menjadi bisa, serta

kita akan menjadi menguasai mata pelajaran itu.

Tabiat yang tidak patut kita contoh di sini adalah bahwa, jangan pernah

kita sebagai seorang guru untuk mencari maki anak didik kita saat ia belum bisa

memahami dan mengikuti pelajaran dengan baik. Apa lagi menggunakan kata-

kata seperti “Nao-nao” dan Goblok atau bodoh. Melainkan kita harus dengan

163
sabar dalam mengajar dan mendidik. Dan juga Tabiat Ghoky yang sedikit nakal

ini tidak patut kita contoh

Sikap tekun (diligence) dapat juga kita lihat pada kutipan berikut ini:

Suatu malam ayah menaruh setrika tempurung di tanganku gara-


gara aku belum lancar membaca dan tak bisa menjawab
penjumlahan serta perkalian sederhana. Bahkan ayah tak segan-
segan menghajarku dengan ekor ikan pari yang dikeringkan
apabila aku terlambat pulang dari bermain di pantai atau ketika
menggunakan perkakas tukangnya (Bagian 1, Hal 5, & Prgf 4)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ayah dan Ghoky yaitu ketika Ghoky

yang belum lancar membaca, tidak bisa menjawab penjumlahan serta perkalian

sederhana, itu membuat ayam menaruh setrika tempurung di tangannya. Juga

ketika ia terlambat pulang bermain di pantai atau ketika ia menggunakan alat

pertukangan ayahnya. Membuat ia tidak segan-segan dihajar menggunakan ekor

pari oleh ayahnya.

Pesan yang disampaikan dari konflik ini yaitu, bahwa orang tua

menginginkan anak-anaknya dapat bersekolah dengan baik dan sungguh-sungguh

agar menjadi anak yang pandai. Seperti pantai membaca, menjawab penjumlahan

dan perkalian sederhana serta lain sebagainya.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini, yaitu bahwa kita harus tekun

(diligence) atau terus fokus dan bersungguh-sungguh dalam belajar, agar kita

dapat memahami dan pandai dalam suatu mata pelajaran yang sebelumnya kita

belum bisa menjadi bisa. Jika sebelumnya kita belum bisa membaca atau

menghitung maka dengan kita mau tekun atau sungguh-sungguh terus belajar

dengan baik maka pelajaran yang sebelumnya kita belum bisa menjadi bisa. Oleh

karena itu kita harus memiliki sikap yang tekun (diligence).

164
4.2.9 Integritas

Integritas adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu, “integer” yang artinya

utuh dan lengkap. Oleh karena itu, integritas memerlukan perasaan batin yang

menunjukkan keutuhan dan konsistensi karakter. (Wikipedia). Jadi Integritas

merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam tindakan sebagai seseorang yang

disiplin dan komitmen dalam melakukan atau melaksanakan sesuatu.

Sikap integritas dapat kita lihat pada kutipan berikut ini:

Ayah selalu menganggap aku tak bisa apa-apa, bahkan julukan


buatku adalah “tangan mati” alias tidak bisa berbuat apa-apa. Ia
juga pernah mengatakan tak peduli lagi denganku. Ini saatnya
untuk membuktikan bahwa aku pun bisa. Sebenarnya ada rasa
takut dan ragu dalam hati, bagaimana nanti di sana, karena tak
ada kenalan yang bisa diandalkan untuk menumpang sementara di
Jakarta. Namun aku telah bertekad dalam diriku, apapun yang
terjadi akan aku jalani. (Bagian 24, Hal 133, & Prgf 3)
Kutipan di atas adalah konflik antara Ghoky dan Ayahnya. Yaitu perihal

ayahnya yang mengatakannya kalau ia tidak bisa berbuat apa-apa yang membuat

Ghoky Ingin membuktikan padanya bahwa ia juga bisa dengan ia pergi ke Jakarta

untuk menpuh pendidikan perguruan tinggi di sana.

Pesan yang dapat kita pelajari dari di sini adalah, bahwa kita harus

memiliki sikap integritas yaitu sikap bersungguh dan bertekad untuk melakukan

sesuatu yang menjadi tujuan pencapaian kita.

Karakter yang dapat kita pelajari dari sini yaitu bahwa ketika hendaklah

memiliki sikap integritas yaitu penuh bersungguh- sungguh dengan bertekad

untuk melakukan sesuatu.

165
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan, 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Ratna, Nyoman Kutha, 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Emzir dan Rohman, Saifur, 2014. Teori dan Pengajaran Sastra. Depok: PT

Rajagrafindo Persada.

Rahmawati, Fitri, 2015. Jurusan Kilat Menguasai Sastra Indonesia. Jakarta :

Laskar Aksara.

Narwanti, Sri, 2011. Pendidikan karakter. Pengintegrasian 18 Nilai Karakter

Dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia (Grub Relasi Inti Media).

Gunawan, Heri, 2012. Pendidikan Karakter. Konsep dan Implementasi. Bandung:

Alfabeta, cv.

Wibowo, Agus, 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Satra. Internalisasi Nilai-

nilai Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

166
Noor, Rohimah M, 2011.Pendidikan Karakter Berbasis Satra. Solusi Pendidikan

Moral Yang Efektif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Kosasih, E, 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia.

Al-Ma’ruf, Ali Imron dan Nugrahani, Farida, 2017. Pengkajian Sastra. Teori dan

Aplikasi. Surakarta: CV. Djiwa Amarta Press.

Ahyar, Juni, 2019. Apa Itu Sastra. Jenis-jenis Karya Sastra Dan Bagaimanakah

Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra. Yogyakarta: Deepublish

Publisher (Grup Penerbitan CV Budi Utama).

Suhariyadi, 2014. Pengantar Ilmu Sastra. Orientasi Penelitian Sastra. Lamongan:

CV Pustaka Ilalang Group.

Siswantoro, 2008. Metode Penelitian Sastra. Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Siyoto, Sandu, 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media

Publishing.

Novel dalam bahasa Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal

dari bahasa Italia novella . Menurut Abrams (Nurgianyatoro 1994: 11-1 2) secara

harfiah novella berarti ‘sebua barang baru yang kecil, dan yang kemudian

diartikan sebagai ’cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella

dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah ’novelet’ (Inggris

167
novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak

terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek

Sampai saat ini penelitian perpustakaan terbatas memanfaatkan teknik kartu data,

baik kartu data primer maupun sekunder.

Kekhasan metode perpustakaan dalam ilmu sastra disebabkan oleh hakikat karya,

di satu pihak sebagai dunia yang otonom, di pihak lain sebagai aktivitas imajinasi.

Hakikat karya sastra sebagai dunia yang otonom menyebabkan karya sastra

berhak untuk dianalisis terlepas dari latar belakang sosial yang yang

menghasilkannya.

Penelitian perpustakaan dilakukan dalam kaitannya dengan objek dalam bentuk

karya tertentu. Artinya objek tersebut dianggap sah, sudah cukup diri untuk

mewakili keseluruhan data yang diperlukan. Dalam bidang ilmu sastra, sebuah

novel, sebuah drama, sekumpulan puisi, atau cerpen, babad, geguritan, tradisi

lisan, dan sebagainya, dianggap valid sebagai objek baik untuk menyusun

makalah, skripsi, dan tesis, maupun disertai.

168
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah termasuk kedalam Penelitian

kepustakaan sebab Penelitian kepustakaan meneliti teks, baik lama maupun

modern. Sifat otonom sastra membuat sastra berhak dianalisis terlepas dari latar

belakang sosial yang menghasilkannya.

Kunci pembentukan Karakter dan fondasi pendidikan sejatinya adalah

keluarga. Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam

kehidupan anak karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk

pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak kemudian

hari . Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, dan moral

anak. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai

pendidik terhadap anak. (Narwanti : 2011:5).

Pesan didaktis yang terdapat dalam novel. Yaitu melalui unsur-unsur

Cara pengarang menyampaikan pesan

Dalam sebuah pendekatan dimungkinkan untuk mengoperasikan sejumlah teori

dan metode. Dalam hubungannya inilah pendekatan disejajarkan dengan bidang

ilmu tertentu, seperti: pendekatan sosiologi sastra, psikologi sastra, biografi sastra,

antropologi sastra mitopoik, intrinsik dan ekstrinsik, termasuk pendekatan yang

169
ditawarkan oleh Abrams, yaitu objektif, ekspresif, numerik, dan pragmatik dan

sebagainya.

Didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek atau dengan kata lain

pendekatan merupakan langkah pertama menghampiri objek. Dengan kata lain,

pendekatan adalah strategi atau perpektif dalam mendekati dan memahami obyek

penelitian.

Pada penelitian ini, pendekatan yang dilakukan mengunggunkan pendekatan

struktural. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis unsur-unsur pembangun

karya sastra: Tema, Tokoh & Penokohan, Alur, Lattar, sudut pandang dan lainnya

dan juga akan dikaitkan dengan 10 pilar karakter.

Struktur menurut Ryan, 2011:49 Tyson, 2006:220 dalam (Nurgiyantoro,

2013: 58) dapat dipandang sebagai sistem aturan yang menyebabkan berbagai

elemen itu membentuk sebuah kesatuan yang “bersistem” sehingga menjadi

bermakna.

Strukturalisme memberikan perhatian terhadap kajian unsur-unsur teks kesastraan.

Setiap teks sastra memiliki unsur yang berbeda dan tidak ada satu teks pun yang

sama persis. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, mesti fokus

pada unsur-unsur intrinsik pembangunannya. Ia dapat dilakukan dengan

170
mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur

intrinsik fiksi yang bersangkutan. (Nurgianyatoro, 2013:60

171

Anda mungkin juga menyukai