Makalah Kepedulian Pekerja Dalam Keseimbangan Kehidupan Kerja Dan Evaluasi Kesuksesan Untuk Menciptakan Balance Work-Life
Makalah Kepedulian Pekerja Dalam Keseimbangan Kehidupan Kerja Dan Evaluasi Kesuksesan Untuk Menciptakan Balance Work-Life
Disusun oleh :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Kepedulian Pekerja Dalam Keseimbangan
Kehidupan Kerja dan Evaluasi Kesuksesan Untuk Menciptakan Balance Work-
Life” Pada ini guna memenuhi tugas mata kuliah Managing Work and Family
Life.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami dengan terbuka menerima segala saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Tujuan Penulisan 5
BAB II
PEMBAHASAN 6
2.1 Kepedulian Pekerja Dalam Keseimbangan Kehidupan Kerja 6
2.1.1 Loyalitas Pekerja/Kepedulian Pekerja 6
2.1.1.1. Pengertian Loyalitas Kerja 6
2.1.1.2 Aspek-aspek Loyalitas Kerja 6
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Kerja 7
2.1.2 Keseimbangan kehidupan kerja 8
2.1.3 Hubungan loyalitas dengan keseimbangan kehidupan
kerja 11
2.2 Evaluasi Kesuksesan Untuk Menciptakan Balance Work-Life 11
2.2.1 Pendahuluan 11
2.2.2 Tinjauan Pustaka 13
2.2.3 Mendefinisikan Ulang Sukses 14
2.2.3.1 Arena Non-Kerja 15
2.2.3.2 Kecurangan Strategis 18
2.2.4 Taktik Keseimbangan Kehidupan-Kerja Individu 19
2.2.5 Implikasi Untuk Praktek dan Pendidikan Kepemimpinan 21
BAB III
PENUTUP 26
3.1 Kesimpulan 26
3
DAFTAR PUSTAKA 27
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karyawan dituntut untuk dapat bekerja dengan baik namun mereka juga
memiliki kehidupan diluar pekerjaan yang harus diperhatikan seperti keluarga,
komunitas sosial, studi, dan komitmen lainnya. Oleh karena itu, perlunya
kepedulian pekerja dalam keseimbangkan kehidupan kerja serta evaluasi untuk
kesuksesan dalam menciptakan balance work-life.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Aspek-Aspek loyalitas menurut Saydam (dalam Anzani, 2015)
adalah sebagai berikut:
b. Bertanggung jawab
c. Pengabdian
d. Kejujuran
7
tanggung jawab perusahaan, ketergantungan fungsional maupun
fungsi kontrol perusahaan.
D. Pengalaman yaitu pengalaman yang diperoleh dalam perusahaan
meliputi sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya terhadap
sikap positif terhadap perusahaan, rasa aman.
8
kehidupan dan kerja karyawan dengan menciptakan program family
friendly benefit yang mendukung kesejahteraan karyawannya sehingga
karyawan tidak mengorbankan tanggung jawab mereka.
- Fleksibilitas penjadwalan.
- Menjamin cuti yang dibayar untuk orang tua dengan perlindungan kerja.
Kebijakan sering membantu orang tua mengambil cuti sekitar kelahiran bayi
dan terkadang memberikan beberapa tunjangan pra-sekolah.
9
sekolah, penyediaan jam / ketentuan di luar sekolah yang memadai juga
diperlukan.
- Memberi karyawan 'hak untuk meminta' jam kerja fleksibel. Hal ini
menekankan keterlibatan pemberi kerja dan karyawan dalam menentukan
jam kerja yang sesuai bagi kedua belah pihak. Ini memperluas akses ke
pekerja berpenghasilan rendah yang biasanya memiliki sedikit fleksibilitas
atau otonomi untuk menentukan jam kerja mereka.
Australia:
Kanada:
Jerman:
Belanda:
Britania Raya:
10
menyebabkan karyawan ingin tetap bersama. Keseimbangan antara
kehidupan didalam pekerjaan yang baik akan menghasilkan semangat
kerja tinggi, timbulnya perasaan puas terhadap pekerjaan yang dimiliki,
dan adanya rasa tanggung jawab penuh baik di dalam pekerjaan maupun
dalam kehidupan pribadinya (Maslichah & Hidayat, 2018). Situasi atau
keadaan dimana karyawan merasa mampu menyeimbangkan pekerjaan
dan kehidupan pribadi atau komitmen lain dapat dikatakan sebagai work
life balance (Moore; Moedy; Hawa & Nurtjahjanti, 2018). Menurut
Delectа (dalam Qodrizana & Musadieq, 2018) bаhwа work life bаlаnce
аdаlаh sebаgаi kemаmpuаn seseorаng аtаu individu untuk memenuhi
tugаs dаlаm pekerjааnnyа dаn tetаp berkomitmen pаdа keluаrgа merekа,
sertа tаnggung jаwаb di luаr pekerjааn lаinnyа. Dengan adanya hal
tersebut sehingga diharapkan seorang memiliki work life balance yang
baik di dalam sebuah perusahaan maka akan menimbulkan rasa nyaman
bekerja diperusahaan tersebut sehingga menyebabkan tingginya loyalitas
karyawan. Semakin tinggi work life balance maka semakin tinggi loyalitas
karyawan. Demikian juga semakin rendah work life balance maka
semakin rendah loyalitas karyawan.
Batas antara kantor dan rumah menjadi kabur oleh kemampuan kita untuk
berkomunikasi dan berbagi informasi. Hari kerja, bahkan minggu kerja, telah
berkembang melampaui batas tempat dan waktu yang sebelumnya memberikan
penyangga antara pekerjaan dan kehidupan lainnya. Sementara karyawan di
semua tingkat organisasi dipengaruhi oleh kaburnya batasan ini, hal ini terutama
berlaku untuk manajer, orang teknis, dan kontributor individu di jajaran
menengah dan atas organisasi - yang di seluruh bab disebut sebagai professional.
Karena mereka sering diharapkan untuk melakukan “apa pun yang diperlukan”
untuk menyelesaikan tugas mereka.
11
profesional. Akibatnya, para profesional menghabiskan sebagian besar waktu,
upaya fisik, dan - mungkin yang terpenting - energi emosional untuk pekerjaan
mereka. Akibatnya, kehidupan pribadi, keluarga, komunitas, dan sosial hanya
menerima yang tersisa. Kurangnya keseimbangan ini memiliki konsekuensi
langsung dan jangka panjang bagi individu, keluarga, dan organisasi.
12
2.2.2 Tinjauan Pustaka
Karena batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi kabur oleh
kemampuan untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, hari kerja telah meluas
dan sekarang sering kali mengganggu kehidupan pribadi kita (Mariotti, 1998).
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keseimbangan antara kehidupan
pribadi dan pekerjaan. Faktanya, keseimbangan kehidupan kerja sangat penting
untuk kesuksesan pribadi dan organisasi, serta untuk kesehatan dan kesejahteraan
pribadi. Di satu sisi, kurangnya keseimbangan antara pekerjaan dan aktivitas
pribadi dapat menyebabkan kelelahan, produktivitas rendah, ketidakhadiran,
ketidakpuasan, dan penyakit terkait stres di semua tingkat organisasi (Edwards
dan Rothbard,2000; Kreiner dkk.,2006; Parasuraman dan Greenhaus,2002; Rice
dkk.,1992; Wiley,2006). Di sisi lain, orang yang mampu mencapai keseimbangan
antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka dan dengan demikian lebih efektif
mengalokasikan waktu dan energi mereka untuk berbagai tuntutan yang dibuat
pada mereka dapat secara signifikan meningkatkan kesejahteraan mereka
(Mariotti, 1998).
13
sentris ini mengalami kepuasan yang lebih menyeluruh, keseimbangan kehidupan
kerja yang lebih baik, dan kelelahan emosional yang lebih sedikit. Manfaat dari
fokus dual-sentris ini menunjukkan bahwa organisasi dapat meningkatkan
kesejahteraan karyawan dengan merangkul mereka sebagai individu yang utuh
Yaitu, dengan mengakui dan menghargai aktivitas mereka di arena kehidupan
selain pekerjaan. Manfaat dari menciptakan keseimbangan semacam itu
bertambah baik bagi organisasi maupun individu. Perusahaan yang mendukung
upaya karyawannya untuk menjalani kehidupan yang lebih seimbang ditampilkan
dalam daftar "100 Terbaik" Fortune. Perusahaan-perusahaan ini secara konsisten
mengungguli S&P 500 (Levering et al.,2000) dan mereka memperoleh peringkat
kepuasan pelanggan yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak ada
dalam daftar (Simon dan DeVaro, 2006). Yang terpenting, perusahaan-perusahaan
ini lebih efektif dalam upaya mereka untuk merekrut dan mempertahankan talenta
terbaik (Reed dan Clark,2004).
14
tingkat kompleksitas diri yang tinggi dilindungi dari kesusahan dan ketegangan
ketika peristiwa kehidupan yang penuh tekanan terjadi dalam satu arena
kehidupan. Jika harga diri seseorang didasarkan pada konsep diri totalnya,
peristiwa stres dalam satu arena kehidupan tidak begitu menghancurkan. Individu
yang harga dirinya didominasi oleh hanya satu peran atau arena lebih cenderung
mengalami tingkat kesusahan yang lebih tinggi saat peristiwa stres terjadi di arena
tersebut.
Arena pribadi adalah dunia pribadi diri (MacDonald, 1985). Dunia pribadi
ini dapat dilihat sebagai esensi kita, dan pengaturan arena kehidupan ini
memberikan stabilitas yang menjangkar dimana arena kehidupan lainnya dapat
diatur. Arena ini mencakup aktivitas kesehatan pribadi, olahraga, manajemen
stres, dan waktu luang. Hubungan dengan mentor dan anak didik akan jatuh ke
dalam arena pribadi.
15
dan orang lupa bahwa mereka rentan terhadap batasan kapasitas fisik dan
emosional.
Untuk tetap hidup dalam peran pekerjaan mereka, individu harus belajar
untuk menyadari dan mengelola rasa lapar mereka sendiri. Program pemulihan
telah lama menganjurkan prinsip HALT: Jangan pernah terlalu lapar, terlalu
marah, terlalu kesepian, atau terlalu lelah karena situasi ini menciptakan
kerentanan yang meningkat yang dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk
bertindak dengan bijak. Mengelola rasa lapar ini membutuhkan kesadaran diri dan
disiplin pribadi.
Meskipun kesadaran diri dan disiplin pribadi itu penting, terlalu sering
orang tidak mengetahui dampak dari peran pekerjaan mereka dan ekspektasi
terhadap mereka. Individu perlu mengembangkan lingkaran dalam orang-orang
yang bersedia membantu mereka menjaga keseimbangan dan batasan yang tepat.
Pengembangan hubungan ini terjadi di arena komunitas di mana kita dapat
mengembangkan keterikatan antarpribadi yang sehat untuk tujuan dukungan
sosial. Keterikatan antarpribadi yang aman mungkin ada di tempat kerja, keluarga,
dan komunitas, sementara keterikatan transenden yang aman dengan Tuhan ada di
dalam arena spiritual (Quick et al.,1995). Komunitas spiritual dan sekuler
seseorang mungkin tumpang tindih atau tidak.
16
Mereka memberikan informasi dan wawasan yang mungkin tidak ingin didengar
seseorang dan tidak akan dapat didengar dari orang lain. Secara timbal balik,
keyakinan dapat dipastikan tanpa kekhawatiran bahwa wahyu individu akan
tumpah kembali ke dalam organisasi. Orang harus memupuk keyakinan dan
membiarkannya masuk ke dalam hidup mereka jika mereka ingin menjalankan
perlombaan kehidupan dengan ketabahan.
17
ketergantungan, bukan kemandirian penuh, dari lima arena. Ini mendukung Model
Kehidupan Seutuhnya dari kesejahteraan dan investasi seimbang di lima arena
yang dapat melindungi seorang manajer dari kejadian-kejadian menyedihkan
dalam hidup (Linville,1987).
18
pembelajaran terkait kebijakan sumber daya manusia yang di dalamnya termasuk
waktu luang, manfaat ramah keluarga, dan aspek organisasi tingkat makro lainnya
(Stebbins, 2001). Perlow dan Porter pada tahun 2009 telah menemukan bahwa
perusahaan yang memberikan cuti cenderung mempertahankan tingkat layanan
tinggi dan mengalami tingkat retensi talenta berharga yang lebih baik. Peneliti
juga telah memfokuskan penelitian pada teori proses keputusan dan teori
pemberlakuan fleksibilitas pada tingkat individu. Namun, penelitian terkait
keseimbangan kehidupan-kerja pada tingkat individu cenderung meneliti variabel
stabil dan/atau sulit diubah seperti gender. Misalnya, pada penelitian yang
dilakukan Byron tahun 2005 menemukan bahwa karyawan laki-laki cenderung
mengalami lebih banyak gangguan kerja dengan keluarga, sedangkan karyawan
perempuan cenderung lebih banyak mengalami gangguan keluarga dengan
pekerjaan. Selanjutnya, Eby et al (2005) menemukan bahwa mayoritas penelitian
berfokus pada gender dengan pertimbangan minimal pada perbedaan individu
seperti kepribadian atau motivasi. Wanita profesional lebih sulit bersantai setelah
bekerja dan melaporkan stres yang lebih besar baik dalam kehidupan kerja
maupun non-kerja mereka daripada pria. Pada pasangan berpenghasilan ganda,
perempuan melaporkan gejala stres yang lebih besar daripada laki-laki.
Ditemukan pula bahwa perempuan mendapat keuntungan atau manfaat yang lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada kehidupan kerja.
19
Pertama, taktik perilaku mencakup penggunaan keterampilan dan
ketersediaan individu lain yang dapat mengatasi batasan pekerjaan-rumah, seperti
meminta anggota staf menyaring panggilan dan menggunakan pesan suara, ID
penelepon, atau email untuk memfasilitasi batasan kerja. Penting untuk
memprioritaskan tuntutan kehidupan-kerja yang mendesak dan penting seperti
tenggat waktu kerja dan keadaan darurat pengasuhan anak juga merupakan contoh
taktik perilaku. Kedua, taktik temporal diindikasikan oleh adanya manipulasi
rencana reguler seperti pemblokiran segmen waktu untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu atau tugas keluarga dan melepaskan diri dari tuntutan kerja-
rumah untuk segmen waktu yang signifikan melalui liburan. Ketiga, taktik fisik
termasuk diadakannya penetapan batas fisik antara pekerjaan dan rumah seperti
disediakannya ruangan yang berbeda di rumah untuk menyelesaikan tugas terkait
pekerjaan, menambah atau mengurangi jarak antara kantor dan rumah, serta
digunakannya objek seperti kalender dan foto untuk memadukan aspek kerja dan
rumah. Terakhir yaitu taktik komunikatif yang melibatkan pengelolaan ekspektasi
orang lain sebelum pelanggaran batas pekerjaan-rumah seperti pernyataan
preferensi kepada rekan kerja atau keluarga sebelumnya dan menghadapi
pelanggar batas kerja-rumah baik selama atau setelah pelanggaran batas.
20
Seluruh kehidupan individu harus selaras dan seimbang guna mewujudkan
kinerja organisasi yang maksimal dan kepuasan karyawan memerlukan
pendekatan kepemimpinan yang kolaboratif. Para profesional tidak selalu
menyadari bahwa mereka memiliki kapasitas terbatas untuk bekerja atau
keengganan untuk meminta fleksibilitas terhadap manajer mereka untuk
memenuhi kebutuhan keseimbangan kehidupan-kerja mereka. Hal tersebut
berakibat pada para profesional yang memerlukan bantuan untuk mengklarifikasi
nilai-nilai mereka dan mereka juga membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman
untuk mencapai keseimbangan kehidupan-kerja. Karyawan dapat dikembangkan
dengan memanfaatkan sinergi lintas pekerjaan, keluarga, komunitas, dan diri
sendiri. Seorang pemimpin yang gagal memfasilitasi jenis pengembangan
profesional ini dapat dipandang sebagai salah satu urusan sumber daya organisasi.
21
mereka untuk mendorong karyawan untuk menyeimbangkan dan menyelaraskan
kehidupan-kerja mereka.
a. Kesadaran Diri
b. Pemikiran Sistem
22
berbagai peran dan arena yang membentuk hidup kita. Ketika para pemimpin
menerapkan pemikiran sistem, mereka akan memandang diri mereka sendiri
dan orang lain sebagai entitas yang utuh. Ini akan membantu mereka
memperbaiki pandangan mereka tentang kesuksesan pribadi dan akan
memungkinkan mereka untuk mendorong karyawan untuk menyeimbangkan
dan menyelaraskan domain kehidupan mereka juga.
23
mendukung para pemimpin dengan mengenali dan menghargai keterampilan
interpersonal yang efektif; Program pendidikan manajemen dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan dan
mengembangkan keterampilan tersebut.
d. Adaptasi
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mengatasi kesusahan yang ditimbulkan oleh kehidupan yang tidak
seimbang membutuhkan upaya yang disengaja dari pihak profesional.
Memulihkan keseimbangan dimulai dengan mendefinisikan kembali kesuksesan
dalam upaya untuk secara eksplisit mengenali kompleksitas dan totalitas
kehidupan. Namun, sekadar mendefinisikan kembali kesuksesan tidak akan
menyelesaikan dilema. Definisi ulang ini harus dilakukan melalui upaya yang
disengaja untuk menetapkan dan mempertahankan batasan yang akan
menciptakan margin dalam hal waktu, fisik, dan energi emosional. Pilihan untuk
memperbaiki kesuksesan dan "choosing to cheat" dengan hidup dalam batas-batas
25
mapan yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut bertentangan dengan arus
kehidupan modern. Mencapai keseimbangan ini akan jauh lebih mudah jika
organisasi menetapkan dan menegakkan kebijakan yang mendukung
keseimbangan kehidupan kerja dan jika mereka membantu karyawan profesional
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memanfaatkan mereka
sepenuhnya. Upaya yang paling efektif akan terjadi dalam organisasi di mana
pemimpin mencontohkan diri mereka sendiri dan bekerja keras untuk memastikan
bahwa tuntutan pekerjaan tidak mengharuskan profesional untuk menipu arena
lain dalam hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Kaiser, Stephan, Ringlsetter, Max Josef, Eikhof, Doris Ruth, dan Cunha,
Miguel Pina. 2011. Creating Balance?: International Perspectives on the Work-
Life Integration of Professionals. New York: Springer.
26
Malik, Alfian. (2014) “Pengaruh Budaya Organisasi Dan Loyalitas Kerja
Dengan Intensi Turnover Pada Karyawan PT.Cipagangti Heavy Equipment
Samarinda. E Journal Psikologi. Volume 2, Nomor 1, 2014.
Universitas Psikologi:
https://www.universitaspsikologi.com/2020/01/pengertian-loyalitas-kerja-
lengkap.html
27