DOSEN PEMGAMPU
DI SUSUN OLEH
Kelompok 6
Refi Aulia ( 210304060)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dan alhamdulillah
tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku
Organisasi. Makalah ini berisi tentang. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat juga untuk
pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin
Kelompok 6
DAFTAR ISI
Type chapter title (level 1) 1
Type chapter title (level 2) 2
Type chapter title (level 3) 3
Type chapter title (level 1) 4
Type chapter title (level 2) 5
Type chapter title (level 3) 6
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak sekali pekerja yang melakukan pekerjaan rutin, yang tidak atau hanya sdikit
menuntut inisiatif yang tanggung jawab, dengan sedikit harapan untuk maju atau berpindah ke
jenis pekerjaan yang lain. Banyak juga pekerja yang berada jauh dibawah kemampuan
intelektual mereka atau yang mereka anggap menurunkan martabat mereka dibandingkan dengan
pendidikan yang telah mereka peorleh. Di banyak sektor industry, pekerjaan telah sangat
“dirasionalisasikan”, dipecah-pecah dalam tugas-tugas yang sederhana, monoton dan
menjemukan, yang hanya cocok bagi sebuah robot yang tidak dapat berpikir, sehingga
merupakan penghinaan bagi martabat, aspirasi, dan tingkat budaya manusia abad dua puluh ini
(Fraser, 1992: 52).
Ketika seseorang mendapatkan kepuasan kerja dan mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap organisasi, karyawan akan memberikan pelayanan yang baik dan begitu juga
sebaliknya, ketika karyawan saja tidak mengalami kepuasan maka pelayanan yang diberikan
kepada konsumen, dalam hal ini mahasiswa dan dosen bisa tidak memuaskan. Kepuasan kerja
diartikan sebagai tanggapan emosional seseorang terhadap aspekaspek di dalam atau pada
keseluruhan pekerjaannya (Nawawi, 1998). Keadaan emosional atau sikap seseorang tersebut
akan diperlihatkan dalam bentuk tanggung jawab, perhatian, serta perkembangan kinerjanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepuasan kerja?
2. Apa saja komponen kepuasan kerja?
3. Bagaimana mengukur kepuasan kerja dalam organisasi?
4. Apa saja teori-teori kepuasan kerja dalam organisasi?
5. Apa saja faktor-faktor pendukung kepuasan kerja?
6. Apa saja kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja?
7. Bagaimana pengaruh iklim kerja organisasi terhadap kepuasan kerja?
C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan kepuasan kerja.
2. Mengetahui komponen-komponen kepuasan kerja.
3. Mengetahui cara mengukur kepuasan kerja dalam organisasi.
4. Mengetahui teori-teori kepuasan kerja dalam organisasi.
5. Mengetahui faktor-faktor pendukung kepuasan kerja.
6. Mengetahui kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja.
7. Mengetahui pengaruh iklim kerja organisasi terhadap kepuasan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan tentang sejauh mana pekerjaan
mereka dapat memberikan keadaan emosi seperti itu. Menurut Hani Handoko2 , kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan
segala sesuatu yang dihadapi lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen
sumber daya manusia harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal ini mempengaruhi
tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalah-masalah
personalia vital lainnya.
Sementara menurut Robbins3 , kepuasan kerja merujuk pada sikap umum individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi biasanya memiliki sikap
yang positif terhadap pekerjaannya sementara seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya
biasanya memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
Ketika membicarakan sikap karyawan seringkali yang dimaksud tidak lain adalah
kepuasan kerja mereka. Selain itu, yang melekat pada konsep ini adalah pekerjaan yang
membutuhkan interaksi dengan rekan kerja, atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan
perusahaan, memenuhi standar kinerja hidup dengan lingkungan kerja yang sering kali tidak bisa
dikatakan ideal, dan lain sebagainya selain tentang pekerjaan itu sendiri. Oleh karena itu untuk
mengukur apakah karyawan puas atau tidak terhadap pekerjaannya, maka semua elemen itu
harus tercakup di dalam penilaiannya.
Dalam penelitian oleh Greenberg dan Baron (1993) dikatakan bahwa kepuasan kerja itu
dipengaruhi oleh a) kondisi organisasi, seperti : unsur-unsur dalam pekerjaan, sistem
penggajian, promosi, pengakuan verbal, kondisi lingkungan kerja, desentralisasi kekuasaan,
supervisi rekan kerja dan bawahan, serta kebijaksanaan perusahaan. b) kondisi personal,
diantaranya : demografis, kepribadian, tingkat intelegensi, pengalaman kerja, penggunaan
keterampilan, dan tingkat jabatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja
adalah suatu kondisi mental seseorang mengenai suka atau tidak suka terhadap pekerjaannya
yang dipengaruhi oleh persepsi dan harapannya terhadap pekerjannya dan dengan demikian akan
mempengaruhi perilaku kerjanya.
Dalam penelitian oleh Robbins (1996) menyebutkan bahwa komponen-komponen yang
menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan lebih menyukai pekerjaan
yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka serta menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik.
2. Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan menginginkan sistem
upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan
harapan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan
kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam melakukan
pekerjaan yang baik.
4. Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih daripada sekedar uang
atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe
kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya
akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan
mereka.
Sementara itu menurut Luthans (dalam Husein, 1998) Job Description Index (JDI) dapat
digunakan untuk mengukur komponen kepuasan kerja, dimana komponen tersebut tersebut
terdiri dari :
a. Pembayaran, seperti gaji dan upah Merupakan imbalan jasa yang diterima oleh karyawan
sesuai dengan jenis, dan beban pekerjaan yang dilaksanakan.
b. Pekerjaan itu sendiri Menyangkut karakteristik pekerjaan, yaitu apakah pekerjaan itu
menantang, menarik, ataukah justru membosankan.
c. Promosi Merupakan komponen yang mengukur tersedianya kesempatan untuk berkembang
dalam tugas dan jabatan.
d. Supervisi Merupakan kualitas dan bentuk pengawasan, pengarahan dan pembimbingan yang
diterima dari atasan.
e. Rekan sekerja Merupakan komponen yang mengukur apakah rekan-rekan kerja dapat diajak
bekerja sama, apakah mereka memiliki kompetensi yang saling mendukung, persahabatan,
serta perilaku tolong-menolong antar rekan kerja.
Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu
yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau
pertentangan antara keinginan-keingiannnya dan hasil-keluarannya. Tambahan waktu libur
akan menunjang kepuasan tenaga kerja yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi
tidak akan menunjang kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu
luangnya tidak dapat dinikmati.
Misalnya persepsi seorang tenaga kerja terhadap jumlah honorarium yang seharusnya ia
terima berdasarkan unjuk-kerjanya dengan persepsinya tentang honorarium 9 yang secara
actual ia terima. Jika individu mempresepsikan jumlah yang ia terima sebagai lebih besar
daripada sepatutnta ia terima, ia akan merasa salah dan tidak adil. Sebaliknya jika ia terima,
ia merasa tidak puas.
Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja tenaga jerja, Lawler memberikan nilai bobot
kepada seseorang setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian
mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot ke dalam satu skor total.
Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka
merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang (yang lebih lemah). Setelah beberapa saat
rasa senang menurun dan dapat menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih
sebelum kembali ke normal. Ini demikian karena emosi tidak senang (emosi yang
berlawanan) berlangsung lebih lama.
Berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja bervariasi secara menadasar dari waktu ke
waktu, akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik
dengan interval waktu yang sesuai.
Krieter & Kinicki (2004) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan kepuasan dan
ketidakpuasan adalah pemenuhan kebutuhan, pencapaian tujuan, deviasi dari yang seharusnya
diterima dengan yang didapatkan, dan keadilan.
Menurut Teori Herzberg, terdapat dua faktor yang menyebabkan kepuasan dan
ketidakpuasan. Pertama, faktor Motivator merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan
kepuasan pekerjaan, yaitu sejumlah kebutuhan yang apabila dipenuhi akan menimbulkan 10
kepuasan tetapi jika tidak dipenuhi akan mengurangi kepuasan. Kedua, faktor Hygiene
merupakan karakteristik pekerjaan berkaitan dengan ketidakpuasan pekerjaan, yaitu sejumlah
kebutuhan yang apabila dipenuhi tidak akan meningkatkan motivasi, tetapi jika tidak dipenuhi
akan menimbulkan kepuasan.
Faktor yang termasuk dalam faktor motivator adalah prestasi kerja, promosi, tanggung
jawab, pengakuan, dan kerja itu sendiri. Sedangkan faktor yang termasuk hygiene faktor adalah
hubungan antar pribadi, keamanan kerja, kehidupan pribadi, keamanan kerja, kebijakan
administrasi, gaji, status, supervisi, dan kondisi kerja. Baik faktor motivator dan hygiene sangat
penting bagi pemeliharaan tingkat kepuasan pegawai. Kedua faktor ini selalu berjalan seiring
dengan aktivitas kerja seseorang dalam organisasinya.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Kondisi Organisasional
Menurut Greenberg dan Baron (1993) terdapat kondisi-kondisi yang berada dalam
lingkungan organisasi atau lingkungan kerja yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
karyawan :
a. Unsur-unsur dalam pekerjaan
Unsur-unsur seperti tantangan dalam pekerjaan dan variasi dalam pekerjaan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Sebab unsur-unsur ini akan menarik minat
karyawan dan dengan sendirinya akan membuat karyawan semakin terlibat dengan
pekerjaannya. Hanya saja tingkat tantangan dan variasinya harus berada pada level
sedang, sebab level terlalu tinggi justru mengakibatkan frustasi.
b. Sistem penggajian
Sistem penggajian mempengaruhi kepuasan kerja karyawan karena merupaka imbalan
yang diterima karyawan atas usaha dan produktivitas yang telah dilakukan selain itu juga
berperan sebagai alat pemuas kebutuhan,- kebutuhan, fisik, simbol status, maupun
menciptakan rasa aman. Dengan demikian sistem penggajian yan dipersepsikan adil dan
adikuat akan menimbulkan kepuasan kerja.
c. Promosi
Kesempatan untuk dipromosikan akan menimbulkan kepuasan kerja sebab berkaitan
dengan kenaikkan gaji, pengakuan, perasaan dihargai dan simbol status.
d. Pengakuan verbal (Verbal recognition)
Locke (1976) mengatakan bahwa pengakuan dapat menimbulkan kepuasan kerja,
terutama bagi karyawan bawah, sebab kebutuhan untuk merasa dihargai akan terpenuhi
sebagaimana halnya dengan kebutuhan harga diri, dan konsep diri.
e. Kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang menyenangkan akan menimbulkan kepuasan kerja sebab
kondisi lingkungan yang baik akan mendukung penyelesaian pekerjaan Lingkungan kerja
yang terlalu ekstrim seperti : temperatur udara, pencahayaan ventilasi, dan kebisingan
akan mempengaruhi kepuasan kerja karena dapat memunculkan gangguan fisik.
f. Desentralisasi kekuasaan
Desentralisasi yang dimaksudkan adalah pembagian wewenang dan kekuasaan, dengan
tidak memberikan pada satu orang saja. Hal ini akan menimbulkan kepuasan sebab
karyawan dapat berpatisipasi dalam pengambilan keputusan, dan akan terpenuhi
kebutuhan akan rasa kompetensi diri, otonomi, serta, kekuasaan.
g. Supervisi, rekan kerja dan bawahan
Supervisi yang dimaksud adalah persepsi dari karyawan terhadap kualitas dari atasan
(supervisi) yang mencakup, gaya pengawasan, teknik pengawasan, kemampuan
hubungan interpersonal, dan kemampuan administrasi. Sedangkan rekan sekerja dan
bawahan berkaitan dengan masalah kompetensi, kesediaan menolong, serta persahabatan.
h. Kebijakan perusahaan
Kebijakan yang dimaksud adalah menyangkut masalah administrasi, prosedur kerja,
peraturan-peraturan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakantindakan yang diambil
perusahaan untuk kepentingan perusahaan. Menurut Locke (1976) kebijaksanaan dan
peraturan yang ditetapkan organisasi akan menentukan jenis tugas, dan pekerjaan, beban
tugas, derajat tanggung jawab, kesempatan promosi, tingkat gaji, serta kondisi fisik
lingkungan kerja. Oleh karena itu karyawan akan merasakan kepuasan kerja pada
organisasi yang kebijakannya membantu karyawan memperoleh apa yang dibutuhkannya.
2. Kondisi Personal
Faktor-faktor yang dimaksudkan di sini adalah faktor-faktor pribadi yang ada dalam diri
karyawan. Dengan kata lain faktor personal adalah perbedaan-perbedaan individu yang akan
mempengaruhi kepuasan kerja.
a. Keadaan demografis
Mencakup karakteritik pada diri karyawan antar lain usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan (Landy, 1985). Karyawan yang lebih tua biasanya lebih berpengalaman
sehingga lebih memiliki kesempatan besar dalam pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri
dan self fulfillment. Mereka juga memiliki kesadaran akan lebih sedikitnya kesempatan
memperoleh kerja yang lebih baik sehingga selalu berusaha untuk membuat situasi lebih
baik dalam kondisi seburuk apapun. (Schlutz & Schlutz, 1990). Sedangkan untuk jenis
kelamin menurut Schlutz & Schlutz (1990) tidak ada pengaruh perbedaan gender dengan
kepuasan kerja. Sedangkan menurut penelitian yang lain dikatakan pada umumnya
wanita memperlihatkan ketidak puasan pada kesempatan promosi dan pekerjaan itu
sendiri. Untuk tingkat pendidikan Schlutz & Schlutz mengatakan bahwa terdapat
hubungan negatif kepuasan kerja dengan tingkat pendidikan. Terdapat indikasi bahwa
karyawan dengan pendidikan lebih rendah pada umumnya lebih mengalami kepuasan
sebab karyawan lulusan perguruan tinggi memiliki harapan-harapan lebih tinggi dalam
pekerjaannya.
b. Variabel kepribadian
Yang dimaksud adalah tingkat harga diri, locus of control, dan kemampuan toleransi
terhadap stres. Semakin banyak variabel ini dimiliki karyawan maka kepuasan kerjanya
semakin tinggi.
c. Tingkat intelegensi
Schlutz & Schlutz (1990) mengatakan tingkat intelegensi yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah akan lebih memungkinkan mengalami kebosanan dan ketidakpuasan kerja.
Ketidak sesuaian antara tingkat intelegensi dengan jenis pekerjaan akan menimbulkan
ketidakpuasan kerja.
d. Pengalaman kerja
Tidak adanya pengalaman kerja bagi pemula, membuat pekerjaan menjadi menantang
serta memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan dan pengalaman, namun
semakin berpengalaman seseorang maka pekerjaannya semakin kurang menantang
sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
e. Penggunaan keterampilan
Menurut Schlutz & Schlutz (1990) pada karyawan yang baru lulus sering mengalami
ketidakpuasan karena tidak ada kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang
dimiliki hasil perguruan tinggi. Mereka merasa tidak dapat memperlihatkan unjuk kerja
baik dan optimal disebabkan keterampilan efektif dalam melakukan pekerjaan belum
dimiliki.
f. Tingkat Jabatan
Semakin tinggi tingkat jabatan semakin tinggi kepuasan kerja hal ini disebabkan karena
semakin tinggi tingkat jabatan semakin baik kondisi lingkungan, terpenuhi
kebutuhankebutuhan motivasi, juga semakin besar tantangan, otonomi, dan tanggung
jawab.
Iklim organisasi sebagai pendukung juga ikut menentukan komitmen organisasi melalui
kepuasan kerja dengan indikasi kenyamanan kerja dengan dukungan rekanrekan kerja, sistem
kompensasi yang baik, kesesuaian pekerjaan, kualitas supervise dan kesempatan promosi.
Kepuasan kerja didefinisikan Smith, et. al. (2000) sebagai serangkaian perasaan senang atau
tidak senang dan emosi seorang pegawai yang berkenaan dengan pekerjaannya sehingga
merupakan penilaian pegawai terhadap perasaan menyenangkan atau tidak terhadap pekerjaan.
Kemudian menurut Church (1992), kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai
macam sikap (attitude) yang dimiliki seorang pegawai. Kepuasan kerja sendiri merupakan
variabel yang dilatarbelakangi faktor kepercayaan dalam organisasi.. Pada sisi lain, “kepuasan”
merupakan salah satu kunci utama dalam dunia bisnis ataupun institusi pelayanan publik.
Keberhasilan suatu organisasi untuk dapat tumbuh dan berkembang sangat dipengaruhi oleh
kepuasan yang muncul pada seluruh kegiatan organisasinya.
Untuk dapat menciptakan kepuasan kerja pegawai, salah satu yang menjadi acuan adalah
berhubungan dengan motivasi kerja yang merupakan fungsi inti dari manajemen. Motivasi kerja
merupakan keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan tenaga, mengarahkan,
menyalurkan, mempertahankan dan melanjutkan tindakan dan perilaku pegawai. (Tansuhaj, et.
al., 1998). Motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dari hubungan industrial dalam
rangka proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan sumber daya manusia dalam
organisasi. Di dalam lingkungan organisasi sangat diperlukan motivasi kerja dan pada
hakekatnya motivasi pegawai dan pengusaha/pimpinan berbeda karena adanya perbedaan
kepentingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam
rangka kelangsungan usaha dan ketenangan kerja, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita-
cita kedua belah pihak dapat diwujudkan (Vest dan Markham, 1994).
Iklim organisasi yang kondusif akan membuat orang dapat bekerja dengan lebih baik
dan nantinya akan mengoptimalkan kinerja dari pegawai organisasi tersebut. Iklim organisasi
seperti ini akan membuat pegawai lebih betah dalam bekerja dan membuat mereka merasa puas
dalam melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi digambarkan memiliki peran besar dalam
keberhasilan yang dicapai oleh organisasi organisasi ataupun institusi besar.
Iklim organisasi sebagai pendukung juga ikut menentukan komitmen organisasi melalui
kepuasan kerja dengan indikasi kenyamanan kerja dengan dukungan rekanrekan kerja, sistem
kompensasi yang baik, kesesuaian pekerjaan, kualitas supervise dan kesempatan promosi.
Kepuasan kerja didefinisikan Smith, et. al. (2000) sebagai serangkaian perasaan senang atau
tidak senang dan emosi seorang pegawai yang berkenaan dengan pekerjaannya sehingga
merupakan penilaian pegawai terhadap perasaan menyenangkan atau tidak terhadap pekerjaan.
Untuk dapat menciptakan kepuasan kerja pegawai, salah satu yang menjadi acuan adalah
berhubungan dengan motivasi kerja yang merupakan fungsi inti dari manajemen. Motivasi kerja
merupakan keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan tenaga, mengarahkan,
menyalurkan, mempertahankan dan melanjutkan tindakan dan perilaku pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith & Newstrom, John. 1985. Perilaku Organisasi:Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Fraser, T.M. 1992. Stres dan Kepuasan Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Judge,
Muhyadi. 1989. Organisasi, Teori, Struktur dan Proses. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Munandar, Aahar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Darmawati, Arum. 2013. Jurnal Economia: Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen
Gustomo, Aurik & Anita Silvianita. Pengaruh Nilai-Nilai Personal, Gaya Kepemimpinan dan
http://www.sbm.itb.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/Pengaruh-nilai-personal-gaya
Nugroho, Wahyu. 2009. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada
November 2015.
http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197507042003121-
4 November 2015.