Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN WORK-LIFE

BALANCE TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN


KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL MODERATING
DI RUMAH SAKIT LAVALETTE MALANG

Tugas Filsafat Metodologi Penelitian

PANJI ARIK INDRASWARA


22071000091

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN


UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2023
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi Employee Engagement, Work-Life Balance, kepuasan
kerja, dan kinerja karyawan di Rumah Sakit Lavalette Malang ?
2. Bagaimana pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Lavalette Malang ?
3. Bagaimana pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kinerja karyawan di Rumah Sakit Lavalette Malang ?
4. Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di Rumah
Sakit Lavalette Malang ?
5. Bagaimana pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja di Rumah Sakit Lavalette
Malang ?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengetahui secara empiris
pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance terhadap kinerja karyawan
melalui kepuasan kerja di Rumah Sakit Lavalette Malang yang secara rinci dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan Employee Engagement, Work-Life Balance, kepuasan
kerja, dan kinerja karyawan di Rumah Sakit Lavalette Malang.
2. Menganalisis pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kepuasan kerja di Rumah Sakit Lavalette Malang.
3. Menganalisis pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kinerja karyawan di Rumah Sakit Lavalette Malang.
4. Menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan di Rumah
Sakit Lavalette Malang.
5. Menganalisis pengaruh Employee Engagement dan Work-Life Balance
terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja di Rumah Sakit
Lavalette Malang.

C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat bermanfaat bagi penulis secara teoritis dan
praktis sebagai berikut
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi yang nantinya dapat
dijadikan pedoman oleh perusahaan baik itu pengelola sumber daya manusia
maupun manajemen dalam menyusun kebijakan dan pengelolaan terutama dari segi
karyawan terkait Employee Engagement dan Work-Life Balance yang berpengaruh
pada kinerja karyawan melalui kepuasan kerja.

2. Manfaat Teoritis
Memberikan tambahan wawasan dan informasi sebagai referensi pada
penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Employee Engagement
dan Work-Life Balance yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan melalui
kepuasan kerja.
DEFINISI KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL VARIABEL

NO. VARIABEL PENELITIAN DEFINISI KONSEPTUAL

1. Employee Engagement - Employee engagement merupakan keadaan


psikologis dimana karyawan merasa
berkepentingan dalam keberhasilan perusahaan
dan termotivasi untuk meningkatkan kinerja ke
tingkat yang melebihi job requirement yang
diminta (Mencer dalam Carpenter & Wyman,
2007)
- Employee engagement adalah merupakan sebuah
keadaan pikiran yang positif dari karyawan,
memuaskan, dan berhubungan dengan pekerjaan
yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan
perhatian penuh (Schaufeli et al., 2003)
2. Work-Life Balance - Work-life balance adalah suatu keadaan seimbang
pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan
kehidupan seseorang individu adalah sama
(Lockwood, 2003)
- Work-life balance merupakan kondisi
individuyang memiliki kemampuan untuk
mengatur waktu dengan baik dan dapat
menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan
pribadi/kepentingan pribadinya (Lumonon, 2019)
3. Kepuasan kerja - Kepuasan karyawan adalah tingkatan
penerimaan karyawan atas harapan dan
kenyataan dari pekerjaan. Kepuasan tersebut
merupakan respon emosional dan sikap
terhadap pekerjaan, dimana dalam pendekatan
multi-dimensi terdapat spektrum variabel yang
relatif luas, antara lain karakteristik demografi,
manajemen/supervisi, kompensasi material,
kompensasi immaterial, lingkungan kerja dan
ruang lingkup pekerjaan, atmosfir social
ditempat kerja, dan kepuasan hidup umumnya
(Kozarevic et. al. 2014).
4. Kinerja karyawan - Kinerja karyawan adalah konstruksi
multidimensi yang mengacu pada tingkat
produktivitas seorang karyawan individu, relatif
terhadap rekan-rekannya, serta pada beberapa
pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku
dan hasil yang diberikan oleh setiap individu
tersebut. (Trivellas et al., 2015).

NO. VARIABEL PENELITIAN DEFINISI OPERASIONAL

1. Employee Engagement - Keterlibatan sebagai keadaan pikiran yang positif,


memuaskan, terkait dengan pekerjaan yang
ditandai dengan semangat, dedikasi, dan perhatian
dengan indikator antara lain: semangat dan
antusiasme kerja, kebanggaan atas pekerjaan yang
dilakukan, perhatian kerja, dan keterikatan
terhadap pekerjaan.

2. Work-Life Balance - Work-life balance adalah suatu kondisi dimana


karyawan dapat menyeimbangkan antara
pekerjaan dengan kehidupan pribadi sebagai
individu dengan indikator sebagai berikut: time
balance (keseimbangan waktu), involvement
balance (keseimbangan keterlibatan) dan
satisfaction balance (keseimbangan kepuasan)

3. Kepuasan kerja - Kepuasan karyawan adalah keadaan emosi


positif yang terjadi ketika pekerjaan seseorang
tampaknya memenuhi nilai-nilai penting
pekerjaannya, dengan indikator sebagai berikut:
manajemen/supervisi, kompensasi material,
kompensasi immaterial, lingkungan kerja dan
ruang lingkup pekerjaan, atmosfir social atau
kondisi sosial tempat kerja, dan kepuasan hidup
umumnya.
4. Kinerja karyawan - Kinerja karyawan adalah kontribusi maupun
prestasi kerja karyawan terhadap target yang
telah ditentukan oleh organisasi, dengan
indikator sebagai berikut: kualitas kerja,
kuantitas kerja, produktivitas kerja, pecapaian
target individu, saran perbaikan dan
kemampuan untuk mengeksekusi pekerjaan
secara menyeluruh.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini merupakan dasar perumusan hipotesis beserta teori yang mendasari

hubungan antar variabel dalam menggambarkan pengaruh dari Employee Engagement dan Work-

life Balance terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel moderating.

A. Landasan Teori

1. Teori Employee Engagement

1.1 Definisi Employee Engagement

Employee Engagement merupakan keterikatan karyawan dengan perusahaan atau

organisasi dan dapat tumbuh karena adanya kecocokan antara karyawan dengan visi dan misi

organisasi. Engagement terjadi ketika seseorang secara sadar waspada dan secara emosi

terhubung dengan orang lain. Ketika karyawan sudah terikat (engaged) karyawan memiliki

suatu kesadaran terhadap tujuan perannya untuk memberikan layanannya sehingga membuat

karyawan akan memberikan seluruh kemampuan terbaiknya. Karyawan yang mempunyai

engagement yang tinggi akan merasa nyaman dalam lingkungan kerjanya sehingga

menurunkan keinginan untuk berpindah (Khan dalam Luthans dan Peterson, 2002).

Robinson et al (dalam Nusatria dan Suharmono, 2013) memberikan definisi Employee

Engagement sebagai sikap positif yang di tunjukkan karyawan terhadap organisasi dan nilai

perusahaan. Seorang karyawan yang terikat (employee engaged) memiliki kesadaran terhadap

bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam perkerjaan untuk

keuntungan organsasi. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuatnya

memberikan upaya terbaik mereka dalam meningkatkan kinerja.

Benthal (dalam Mujiasih, 2015) mengartikan Employee Engagement adalah suatu

keadaan dimana manusia merasa dirinya menemukan arti diri secara utuh, memiliki motivasi

dalam bekerja, mampu menerima dukungan dari orang lain secara positif, dan mampu bekerja

secara efektif dan efisien di lingkungan kerja. Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan

Employee Engagement sebagai keadaan pikiran yang positif, memuaskan, sikap pandang yang

berkaitan dengan pekerjaannya.


1.2 Teori Aspek Employee Engagement

Menurut Macey dan Schneider (2008) Employee Engagement memiliki tiga aspek, yaitu:

1. Trait engagement yaitu pandangan positif mengenai kehidupan dan pekerjaan. Meliputi

kepribadian yang proaktif, kepribadian yang dinamis, mempunyai sifat dan afeksi yang

positif, dan mempunyai sifat yang berhati-hati.

2. State engagement yaitu perasaan memiliki energi meliputi kepuasan (afektif),

keterlibatan, komitmen, dan pemberdayaan.

3. Behavioral engagement yaitu perilaku melebihi tugas yang dibebankan atau disebut

perilaku peran ekstra. Meliputi perilaku sukarela, perilaku proaktif atau inisiatif

personal, ekspansi peran dan adaptif.

Menurut Schaufeli & Bakker (2010) menjelaskan Employee Engagement memiliki tiga

aspek, yaitu:

1. Vigor dicirikan dengan energi tingkat tinggi dan fleksibilitas mental saat bekerja,

keinginan untuk menginvestasikan upaya dalam pekerjaan, dan tetap teguh meski

menghadapi berbagai kesulitan. Perilaku yang terbentuk dari aspek ini seperti, mencoba

alternatif lain ketika menghadapi kesulitan saat bekerja, karyawan berusaha menjaga

kualitas hasil kerjanya, dan merasa tertantang ketika diberikan banyak tugas oleh

karyawan.

2. Dedication mengacu pada keterlibatan yang kuat pada pekerjaan dan mengalami rasa

penting, antusias dan tertantang terhadap pekerjaan. Perilaku yang terbentuk dari aspek

ini seperti, karyawan ikut andil dalam berbagai aktivitas untuk memajukan perusahaan,

karyawan berusaha mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh

perusahaan, karyawan menaati aturan yang berlaku di perusahaan, dan karyawan

berusaha menyelesaikan tugasnya meskipun itu sulit.

3. Absorption dicirikan dengan berkonsentrasi secara penuh dan merasa asyik dengan

pekerjaannya, sehingga waktu terasa berlalu dengan cepat dan sulit melepaskan diri dari

pekerjaan. Pendeknya, karyawan yang terikat memiliki level energi yang tinggi dan

antusias dengan pekerjaan mereka. Perilaku yang terbentuk dari aspek ini seperti,

karyawan merasa senang dalam bekerja dan fokus terhadap pekerjaanya sehingga

waktu bekerja yang dirasakan oleh karyawan tersebut berlalu begitu cepat.
Marciano (dalam Zulkarnain & Hadiyani 2014) menjelaskan ada lima dimensi mengenai

Employee Engagement antara lain:

1. Dimensi organisasi yaitu karyawan merasa bangga terhadap perusahaan tempat mereka

bekerja dan menghormati/menghargai sesama pekerja. Visi, misi, nilai-nilai, tujuan,

kebijakan dan tindakan organisasi menggambarkan kepeduliannya terhadap karyawan

2. Dimensi kepemimpinan yaitu karyawan merasakan bahwa atasannya siap sedia untuk

menghadapi pimpinan tertinggi demi kebaikan tim dan organisasi dan mampu

melakukan advokasi terhadap bawahan

3. Dimensi anggota kelompok yaitu karyawan dapat menghargai rekan kerja, mereka juga

akan meningkatkan usahanya.

4. Dimensi pekerjaan yaitu karyawan mendapatkan pekerjaan yang menantang, bermakna

dan memberikan hasil. Semakin tinggi tingkat kesulitan pekerjaan menuntut karyawan

menggunakan keterampilannya. Keberhasilan menyelesaikan tugas yang menan-tang

memberikan perasaan bangga. Semakin sejalan tugas seorang karyawan dengan tujuan

perusahaan maka pekerjaan tersebut semakin memberikan makna.

5. Dimensi individual yaitu karyawan merasa dihargai, dihormati dan dianggap penting.

Karyawan ingin bekerja pada organisasi yang jujur, diperlakukan secara adil dan

hormat serta penuh pertimbangan.

1.3 Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement

Menurut Marciano (2010) ada 7 faktor yang mendorong terjadinya Employee

Engagement, yaitu:

1. Recognition (pengakuan) yaitu karyawan merasa kontribusi mereka diketahui dan

diapresiasi, pemberian reward diberikan berdasarkan kinerja dan para atasan secara

regular mengakui anggota timberhak mendapatkannya.

2. Empowerment (pemberdayaan) yaitu para atasan menyediakan peralatan kerja, sumber

daya dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan untuk sukses dalam pekerjaan,

memberikan otonomi dan didorong untuk mengambil resiko.

3. Supportive feedback (umpan balik yang mendukung) berarti para atasan memberikan

feedback yang spesifik pada waktunya dalam suatu media yang mendukung, tulus, dan
konstruktif, bukan untuk membuat malu atau menghukum

4. Partnering (kemitraan) yaitu karyawan diperlakukan sebagai mitra bisnis dan secara

aktif berkolaborasi dalam pengambilan keputusan bisnis, menerima informasi

keuangan, mendapatkan keleluasaan dalam pengambilan keputusan, atasan bertindak

sebagai pendorong untuk pengembangan dan pertumbuhan karyawan.

5. Expectations (harapan) yaitu dimana para atasan menjamin bahwa sasaran, tujuan dan

prioritas bisnis secara jelas ditetapkan dan dikomunikasikan, karyawan mengetahui

standar kinerja mereka yang dievaluasi dengan bertanggung jawab.

6. Considerations (perhatian) dimana para atasan, manajer dan anggota tim menunjukkan

rasa tenggang, kepedulian dan perhatian satu sama lain, para atasan secara aktif

berusaha memahami pendapat dan perhatian karyawan dan memahami serta

mendukung saat karyawan mengalami permasalahan pribadi.

7. Trust (rasa percaya), dimana para atasan menunjukkan kepercayaan dan yakin dengan

skill dan kemampuan karyawan sebaliknya karyawan percaya bahwa atasan mereka

akan bekerja dengan tepat melalui mereka, para atasan memenuhi janji dan komitmen

mereka sehingga karyawan mempercayai para atasan.

Menurut Saks (2006) Employee Engagement dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu:

1. Job Characteristics

Menurut Kahn (dalam Saks, 2006) kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari

karakteristik tugas yang memberikan pekerjaan yang menantang, bervariasi,

menggunakan keterampilan yang berbeda, pertimbangan pribadi, dan kesempatan untuk

memberikan kontribusi. Pekerjaan yang memiliki karakteristik pekerjaan tinggi, maka

dapat mendorong karyawan lebih memaknai pekerjaan atau menjadi lebih engaged.

2. Reward and Recognition

Menurut Maslach et al (dalam Saks, 2006) kurangnya reward dan recognition

dapat mendorong terjadinya burnout dan disengagement. Saat karyawan menerima

reward dan recognition dari organisasi, mereka akan memiliki rasa kewajiban untuk

merespon dengan tingkat engagement yang lebih tinggi.


3. Perceived Organizational & Supervisor Support

Menurut Kahn & May et al (dalam Saks, 2006) hubungan yang didasari

dukungan dan rasa saling percaya dari atasan, serta organisasi, dapat menciptakan rasa

aman secara psikologis. Sebuah studi yang dilakukan oleh Schaufeli dan Bakker (dalam

Saks, 2006) menemukan bahwa dukungan dari orang lain akan mendorong terjadinya

keterikatan. Dua variabel yang menangkap esensi dari dukungan sosial yang dirasakan

adalah perceived organizational support dan perceived supervisor support. Perceived

organizational support mengarah pada kepercayaan bahwa organisasi akan menghargai

kontribusi dan peduli pada kesejahteraan karyawan. Ketika karyawan percaya bahwa

organisasi peduli pada mereka, maka karyawan akan lebih engaged. Perceived

supervisor support juga dianggap sama pentingnya dengan perceived organizational

support. Karyawan yang memiliki persepsi dukungan organisasi positif akan memiliki

komitmen organisasi, afeksi terkait dengan pekerjaan, keterlibatan pada pekerjaan,

perfomansi yang meningkat, mengalami reduksi tegangan serta adanya keinginan untuk

menetap (Rhoades & Eisenberg, 2002).

4. Distributive & Procedural Justice

Penelitian yang dilakukan oleh Colquitt et al (dalam Saks, 2006) tentang

keadilan organisasi menemukan bahwa persepsi keadilan berkaitan dengan hasil

organisasi, seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, OCB, withdrawal, dan

performansi. Ketika karyawan memiliki persepsi yang tinggi tentang keadilan

organisasi, maka mereka akan terikat terhadap perusahaan. Disisi lain, persepsi yang

rendah terhadap keadilan akan menyebabkan karyawan melakukan withdrawal dan

disengaged (Saks, 2006).

2. Teori Work-life Balance

2.1 Definisi Work-life balance

Work-life balance atau keseimbangan kehidupan didalam pekerjaan menurut Hudson

(2005), menyatakan bahwa work-life balance merupakan tingkat kepuasan yang berkaitan

dengan peran ganda dalam kehidupan seseorang. Work-life balance umumnya dikaitkan

dengan keseimbangan, atau mempertahankan segala aspek yang ada didalam kehidupan

manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa work-life balance adalah suatu bentuk
keseimbangan yang terjadi dalam kehidupan seseorang dimana mereka tidak melupakan tugas

dan kewajibannya dalam bekerja tanpa harus mengabaikan segala aspek dalam kehidupan

pribadinya.

Singh dan Khanna (2011) menyatakan work-life balance sebagai konsep luas yang

melibatkan penetapan prioritas yang tepat antara “pekerjaan” (karir dan ambisi) pada satu sisi

dan “kehidupan” (kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembagan spiritual) di sisi lain.

Kebanyakan orang saat terjun dalam dunia kerja jadi kehilangan keseimbangan dalam hidup

mereka. Semakin tinggi karir mereka atau semakin tinggi bisnis yang dijalankan, maka

semakin sulit bagi mereka untuk menikmati hidup. Akhirnya waktu untuk keluarga dan “me

time” jadi terkuras, emosi tidak terkontrol, kesehatan menurun.

Schermerhorn dalam Ramadhani (2013) mengungkapkan bahwa work-life balance

adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan

kebutuhan pribadi dan keluarganya sebagai instrumen dalam memberikan perhatian yang

seimbang antara domain kerja (working domain) dengan domain non-kerja (non-working

domain). Hal ini juga selaras dengan pendapat Frame dan Hartog dalam Moedy (2013) yang

memaparkan bahwa work-life balance berarti karyawan dapat dengan bebas menggunakan

jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan atau karyanya dengan komitmen

lain seperti keluarga, hobi, seni, dan tidak hanya fokus terhadap pekerjaannya.

2.2 Teori Komponen Work-life Balance

Komponen Work-Life Balance Menurut Fisher (2013), meliputi empat komponen

penting, yaitu:

1. Waktu

Meliputi banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja dibandingkan dengan

waktu yang untuk aktivitas lain diluar kerja.

2. Perilaku

Meliputi adanya tindakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini

berdasarkan pada keyakinan seseorang bahwa dia mampu mencapai apa yang dia

inginkan dalam pekerjaannya dan tujuan pribadinya.

3. Ketegangan

Meliputi kecemasan, tekanan, kehilangan aktivitas penting pribadi dan sulit


mempertahankan atensi.

4. Energi

Meliputi energi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Energi

merupakan sumber terbatas dalam diri manusia, sehingga apabila individu kekurangan

energi untuk melakukan aktivitas, maka dapat meningkatkan stres.

2.3 Aspek Work-life Balance

Menurut Mcdonald dan Breadly (2005), menyatakan bahwa terdapat tiga aspek

dalam work-life balance, yaitu sebagai berikut:

1. Keseimbangan Waktu

Berfokus pada keseimbangan waktu yang diberikan pada pekerjaan dan diluar

pekerjaan. Keseimbangan waktu berarti jumlah waktu yang diperoleh seseorang

ketika bekerja dan kegiatan diluar pekerjaan. Hasil yang diharapkan dengan

keseimbangan waktu adalah meningkatkan konsentrasi, meningkatnya produktivitas,

meningkatkan kepuasan kerja, organisasi waktu menjadi lebih baik dan mengurangi

stres.

2. Keseimbangan Keterlibatan

Berfokus pada kesetaraan dalam keterlibatan psikologis dalam pekerjaan

maupun peran diluar pekerjaan, sehingga dapat menikmati waktu yang ada dan

terlibat baik secara fisik maupun emosional dalam kegiatan sosialnya.

3. Keseimbangan Kepuasan

Berfokus pada tingkat keseimbangan kepuasan seseorang dalam pekerjaan

maupun diluar pekerjaan. Kepuasan akan timbul apabila seseorang dapat

mengakomodasi kebutuhan pekerjaan dan diluar pekerjaan dengan baik. Hal tersebut

dapat dilihat dari kondisi keluarga, hubungan antara rekan kerja dan kualitas maupun

kuantitas pekerjaan yang telah diselesaikan.

2.4 Teori Dimensi Work-life Balance

Menurut Hudson (2005), menyatakan bahwa pengembangan alat ukur tersebut

menghasilkan golongan menjadi empat dimensi, yaitu:


1. Work interfence with personal life (WIPL)

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan

pribadi, individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu

untuk kehidupan pribadinya.

2. Personal life Interfence with work (PLIW)

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu

kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki masalah didalam

kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja

3. Personal life enhancement of work (PLEW)

Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang dapat

meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu

merasa senang dikarenakan kehidupan pribadinya menyenangkan, maka hal ini dapat

membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan.

2.5 Teori Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work-Life Balance

Menurut Fisher (2013), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi work-life balance, yaitu:

1. Karakteristik Kepribadian

Terdapat hubungan antara tipe attachment yang didapatkan individu ketika

masih kecil dengan work-life balance. Individu yang memiliki secure attachment

cenderung mengalami positive spillover dibandingkan individu yang memiliki

insecure attachment.

2. Karakteristik Keluarga

Menjadi salah satu aspek penting yang dapat menentukan ada tidaknya konflik

antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Misalnya konflik peran dan ambigiunitas

peran dalam keluarga dapat mempengaruhi work-life balance.

3. Karakteristik Pekerjaan

Meliputi pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk

bekerja dapat memicu adanya konflik baik konflik dalam pekerjaan maupun konflik

dalam kehidupan pribadi.

4. Sikap
Dimana dalam sikap terdapat komponen seperti pengetahuan, perasaan-perasaan

dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap dari masing-masing individu merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi work-life balance

3. Teori Kinerja Karyawan

3.1 Definisi Kinerja Karyawan

Pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan perlu didukung dengan adanya

kontribusi optimal dari masing-masing individu yang ada pada organisasi berupa kinerja

karyawan. Hal ini dikarenakan kinerja karyawan merupakan salah satu komponen penting

yang dianggap sebagai kriteria utama dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk

mencapai tujuan organisasi. Pengukuran dan evaluasi kinerja karyawan pada setiap

organisasi berbeda. Terlepas dari tujuannya, organisasi memerlukan penilaian kinerja

yang akurat dan efisien sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai

bagi pengembangan sumber daya manusia pada organisasi tersebut (Ramos-villagrasa,

2019). Suatu organisasi perusahaan didirikan karena memiliki maksud tertentu yang ingin

dan harus dicapai. Untuk menggapai tujuannya tiap organisasi di pengaruhi perilaku

organisasi. Salah satu aktivitas yang paling banyak di laksanakan dalam organisasi adalah

kinerja karyawan, yakni bagaimana melaksanakan semua yang berhubungan dengan

pekerjaan atau peranan dalam organisasi. Arti kinerja atau performance merupakan

gambaran atas tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program aktivitas atau kebijakan

dalam mencapai sasaran, tujuan visi dan misi organisasi yang di tuangkan dalam

perencanaan strategi suatu organisasi.

Arti kata kinerja berasal dari kata job performance dan di aritkan juga

actualiperformance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai

oleh seorang karyawan. Menurut Oxfoord Dictionary, kinerja (performance) merupakan

suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan tugas organisasi. Moeheriono

(2012) menyebutkan, arti kinerja karyawan atau definisi performance sebagai hasil

kinerja yang dapat diraih oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi

baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, sesuai dengan kewenangan, tugas dan

tanggung jawab masing-masing guna mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara

legal, tidak menyalahi hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian


pelaksanaan program aktivitas atau kebijakan dalam mencapai sasaran, tujuan,

visi dan misi organisasi yang di tuangkan dalam perencanaan dan strategi organisasi.

Kinerja sebagai hasil dari fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu

kegiatan organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai hal guna mencapai tujuan organisasi

dalam waktu tertentu. Fungsi aktivitas atau pekerjaan yang dimaksud yakni pelaksanaan

pekerjaan atau aktivitas seseorng atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung

jawabnya dalam suatu organisasi. Pelaksanaan hasil pekerjaan/prestasi kerja tersebut

ditujukan guna mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu (Tika, 2006).

Menurut (Afandi, 2018) menyatakan kinerja adalah sejauh mana seseorang telah

melaksanakan strategi organisasi dalam mencapai tujuan sesuai dengan perannya dan

memperlihatkan kompetensi yang dimiliki relevan bagi organisasi.

Emron Edison, Yohny Anwar (2017) menunjukkan bahwa kinerja adalah hasil dari

proses yang menyelesaikan pekerjaan selama periode waktu tertentu, berdasarkan aturan atau

kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.2 Teori Tujuan Penilaian Kinerja Karyawan

Tujuan penilaian kinerja atau prestasi kerja karyawan pada dasarnya meliputi

(Veithzal, 2015):

1. Mengetahui tingkat prestasi karyawan selama bekerja

2. Pemberian imbalan yang sesuai, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji

pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang

3. Mendorong tanggung jawab dari karyawan

4. Membedakan karyawan satu dengan karyawan yang lainnya

5. Pengembangan SDM yang dapat dibedakkan dalam :

a. Penugasan kembali, seperti diadakan mutasi transfer, rotasi pekerjaan

b. Promosi, kenaikan jabatan.

c. Training atau latihan.

6. Meningkatkan motivasi kerja

7. Meningkatkan semangat kerja

8. Memperkuat hubungan antar karyawan dengan atasan


3.3 Manfaat Kinerja

Menurut (Wibowo, 2017) penilaian kinerja dapat dipergunakan untuk

kepentingan yang lebih luas, seperti:

1. Evaluasi tujuan dan saran, dilakukan dengan memberikan umpan balik terhadap

proses perencanaan dalam menetapkan tujuan sasaran kinerja organisasi dimasa yang

akan datang

2. Evaluasi rencana, jka penilaian kinerja yang dicapai tidak sesuai dengan rencana

maka dicari penyebabnya

3. Evaluasi lingkungan, melakukan penilaian terhadap kondisi lingkungan yang

dihadapi saat proses pelaksanaan yang sesuai harapan seperti kurang kondusif, yang

menyebabkan kesulitan atau kegagalan

4. Evaluasi proses kinerja, dengan melakukan penilaian terkait kendala dalam proses

pelaksanaan kinerja. Mulai dari mekanisme kerja yang berjalan sesuai yang

diharapkan, hingga masalah kepemimpinan dan hubungan dengan rekan kerja

5. Evaluasi pengukuran kinerja, menilai kinerja yang telah dilakukan dan menilai sistem

review dan coaching telah berjalan sesuai dengan metode yang digunakan

6. Evaluasi hasil, apabila terdapat hambatan dan masalah akan dicari faktor

penyebabnya dan berusaha memperbaikinya

3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Widodo dalam (Cintani & Noviansyah, 2020) kinerja pengaruhi

dipengaruhi oleh:

1. Kualitas dan kemampuan pegawai berkaitan dengan pendidikan atau pelatihan,

semangat kerja, motivasi kerja, sikap mental dan kondisi fisik pegawai

2. Sarana pendukung, yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja dalam

organisasi seperti keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi.

Terkait kesejahteraan pegawai (upah atau gaji, jaminan sosial, keamanan kerja)

3. Supra sarana yaitu kebijakan sarana pemerintah serta hubungan industrial manajemen.

3.5 Teori Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Aspek-aspek kinerja karyawan dapat dilihat sebagai berikut:


a. Hasil kerja, bagaimana karyawan memperoleh hasil dari yang dikerjakannya.

b. Kedisiplinan yakni ketepatan dalam menjalankan tugas, bagaimana seseorang

menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan waktu yang diperlukan.

c. Tanggung jawab dan kerja sama, bagaimana seseorang mampu bekerja dengan

baik tanpa tergantung ada tidaknya kontrol.

Aspek-aspek menunjukkan bahwa kinerja karyawan merupakan hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan padanya (Anwar A.A Prabu

Mangkunegara, 2012).

Secara umum, kinerja karyawan merupakan kontribusi maupun prestasi kerja

karyawan terhadap target yang telah ditentukan oleh organisasi (Hatane, 2015; Yuniawan

et al., 2020). Penelitian tentang kinerja karyawan telah banyak dilakukan mengingat

pentingnya peran karyawan dalam organisasi, tak terkecuali bagi perbankan. Sebagai

salah satu industri penyedia jasa, kinerja karyawan khususnya dalam memberikan

pelayanan sesuai prosedur dan service level agreement merupakan salah satu hal penting

yang harus diperhatikan (Yuniawan et al., 2020). Karyawan pada sektor perbankan di

Pakistan dipengaruhi oleh gaji dan tunjangan yang diterima, keamanan kerja, dan

mekanisme pemberian bonus bagi karyawan (Hafoor Awan, 2014).

Kinerja karyawan merupakan pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya, berdasarkan catatan, pengalaman, integritas,

dan waktu (Hasibuan, 2017). Kinerja karyawan yaitu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang

karyawan untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Mangkunegara, 2017). Selain itu, terdapat

dimensi dan indikator yang yang diukur dalam kinerja karyawan adalah:

1. Kualitas kerja

Mewakili kebersihan, ketelitian dan kemampuan untuk melakukan

pekerjaan dengan baik, agar dapat mengurangi kesalahan di dalam

penyelesaiaan suatu pekerjaan yang di tugaskan. Indikator dalam dimensi ini

mencangkup :

a. Pelaksanaan kerja yang efektif

b. Mengurangi kesalahan dalam bekerja

c. Jumlah unit
2. Kuantitas Kerja

Hasil dari penyelesaian pekerjaan diselesaikan dibawah kondisi normal,

dengan melihat banyaknya jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam satu waktu

yang dapat terlaksana sesuai harapan perusahaan. Indikator dalam dimensi ini

mencangkup:

a. Target Kerja

b. Volume Pekerjaan

c. Jumlah unit

3. Ketepatan Waktu

Penggunaan waktu kerja atau kegiatan yang disetarakan dengan prosedur

perusahaan agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan pada waktu yang

ditentukan. Indikator dalam dimensi ini mencangkup:

a. Ketepatan waktu menyelesaikan sutau tugas

b. Batas waktu menyelesaikan suatu tugas

4. Teori Kepuasan Kerja

4.1 Definisi Kepuasan Kerja

Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi akan mempunyai

perasaan positif terhadap pekerjaannya, sementara orang yang tidak puas akan memiliki

perasaan yang negatif tentang pekerjaannya. Sehingga karyawan yang memiliki rasa

kepuasan terhadap pekerjaannya akan berkinerja lebih baik (Stephen P. Robbins, 2015).

Kepuasan kerja adalah respon perasaan terhadap aspek dalam pekerjaannya melalui hasil

penilaian pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai yang

penting dalam pekerjaan (Afandi, 2018). Selain itu, kepuasan kerja merupakan perasaan

yang mendukung karyawan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya.

Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan terkait aspek upah, gaji yang diterima,

promosi, hubungan dengan rekan kerja, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur

organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan

dengan dirinya seperti umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan

(Mangkunegara, 2017)

Berdasarkan teori kepuasan kerja diatas maka, kepuasan kerja merupakan


perasaan yang dirasakan karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan, atas apa yang telah

diterimanya di tempat kerja yang bisa mempengaruhi hasil kerja karyawan

Gagasan tentang kepuasan individu yang menjadi faktor kinerja penting

dalam bisnis, dapat ditemukan dalam berbagai penelitian psikologi dan perilaku manusia

di awal dan pertengahan abad ke-20. Abraham Maslow, salah satu peneliti terkemuka

pada periode itu mengembangkan serangkaian teori yang terkait dengan kebutuhan

pribadi individu. Dalam “Theory of Human Motivasi "(1943), Maslow

memperkenalkan" hierarki kebutuhan "(Gambar 1), menunjukkan bahwa perilaku

individu dapat didefinisikan dengan daftar hierarki kebutuhan yang perlu dipenuhi

untuk meningkatkan kepuasan hidup; mulai dari kebutuhan dasar seperti kebutuhan

fisiologis dan keamanan, kemudian meluas ke cinta dan kepemilikan dan akhirnya

tingkat “lebih tinggi” seperti harga diri dan aktualisasi diri.

Gambar 1. Hierarki kebutuhan Maslow


Sumber: diadaptasi dari Maslow (1943), hal.
388-389

Menurut Thomas Wright (2009) menemukan bahwa ketika karyawan memiliki

tingkat kesejahteraan psikologis dan kepuasan kerja yang tinggi, akan melakukan

pekerjaan lebih baik dan kecil kemungkinannya untuk meninggalkan pekerjaan.

Karyawan yang puas tidak hanya baik dan efektif tetapi juga efisien

4.2 Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang disebutkan

oleh (Luthans, 2006) yaitu :

1. Pekerjaan itu sendiri


Pekerjaan itu sendiri dianggap menarik dan merupakan pekerjaan yang

memberikan kesempatan untuk berkembang, mendapatkan pengalaman,

meningkatkan keterampilan dan mengambil tanggung jawab selama

pekerjaan itu.

2. Gaji atau upah

Hasil yang diterima pekerja tersebut meliputi tingkat gaji dan kesesuaian

dengan pekerjaan yang dilakukan

3. Pengawasan

Keterikatan hubungan antara karyawan dengan pemimpin terkait dengan

pekerjaan dan kualitas kerja.

4. Kesempatan promosi

Berkaitan dengan perkembangan karir karyawan untuk dapat tumbuh

dan berkembang didalam organisasi dengan memberikan kesempatan

kenaikan jabatan

5. Rekan Kerja

Tingkatan hubungan dengan sesama karyawan

6. Kondisi kerja

Berkaitan dengan lingkungan kerja di lingkungan kerja seperti peralatan

kerja, ventilasi, penempatan dan sebagainya

4.3 Teori Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja juga dijadikan indikator dari perbedaan apa yang diinginkan

karyawan dari tempat kerjanya dengan yang diberikan perusahaan. Karyawan menentukan

seberapa senang dari apa yang didapatkan dalam pekerjaan, pemberi kerja, dan

lingkungan kerjanya secara keseluruhan Adapun dimensi dan indikator kepuasan kerja

oleh (Luthans, 2006) diantaranya adalah:

1. Gaji atau Upah

Uang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga memenuhi

kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator untuk dimensi ini adalah:

a. Gaji sesuai dengan tanggungjawab

b. Tunjangan sesuai dengan harapan


c. Gaji dan tunjangan lebih besar dari pesaing

d. Imbalan sesuai dengan usaha

e. Kenaikan gaji rutin

2. Pekerjaan itu sendiri

Karakteristik pekerjaan dan desain kerja, menunjukkan umpan balik dan

otonomi dari pekerjaan itu sendiri telah terbukti menjadi dua faktor motivasi

terpenting yang terkait dengan pekerjaan. Indikator untuk dimensi ini adalah:

a. Pekerjaan yang menarik

b. Kesempatan untuk belajar hal-hal baru dalam pekerjaan

c. Tingkat tanggung jawab dalam pekerjaan

d. Pencapaian keberhasilan

e. Membuat kemajuan

3. Promosi

Berhubungan dengan perkembangan karir didalam perusahaan

pemberian kenaikan jabatan dan kesempatan untuk maju. Indikator dalam

dimensi ini mencangkup :

a. Tingkat kemajuan

b. Standar promosi

c. Kenaikan jabatan

d. Kenaikan gaji

e. Kenaikan promosi secara berkala

4. Pengawasan

Dukungan yang diberikan pimpinan dalam melakukan pekerjaan yang

dilakukan agar dapat memotivasi karyawan. Indikator yang dalam dimensi

ini mencangkup :

a. Manajer memberi dukungan pekerjaan

b. Manajer memiliki motivasi

c. Manajer memberi kebebasan mengambil keputusan yang bertanggung

jawab

d. Manajer mau mendengarkan pegawai

e. Manajer jujur dan adil


5. Rekan Kerja

Rekan kerja yang ramah dan kooperatif adalah sumber kepuasan kerja

bagi karyawan. Kelompok kerja yang baik membuat pekerjaan

menyenangkan menjadi sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan

dukungan bagi pekerja. Indikator untuk dimensi ini adalah:

a. Karyawan mendapat dukungan dari rekan kerja

b. Ada bantuan dari sesama rekan kerja yang sedang mengalami

kesulitan

c. Kekeluargaan terjalin dengan baik di tempat kerja

6. Kondisi Kerja

Kondisi kerja yang baik (bersih, lingkungan yang menarik), akan

membuat mereka nyaman melakukan pekerjaan mereka. Sebaliknya, jika

situasi kerja buruk (panas, bising), individu akan merasa lebih sulit untuk

menyelesaikan pekerjaan. Indikator dalam dimensi ini yaitu suasana kerja

seperti peralatan kerja, ventilasi, tata ruang dan sebagainya.


DIAGRAM PATH

β3
X1 β1
β5
Y1 Y2
β2
X2
β4

X1 : Employee Engagement
X2 : Work-life Balance
Y1 : Kepuasan Kerja
Y2 : Kinerja Karyawan

HIPOTESIS METODOLOGI DAN STATISTIK

a. Hipotesis 1
Hipotesis Metodologi : Diduga Employee Engagement dan Work-life Balance
berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja di Rumah Sakit Lavalette
Malang

X1 β1

Y1
X2 β2

Hipotesis Statistik

Y1 = β1X1 + β2X2 + ε1

Ho = β1 = β2 = 0

Ha = β1 ≠ β2 ≠ 0

b. Hipotesis 2
Hipotesis Metodologi : Diduga Employee Engagement dan Work-life Balance
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Lavalette
Malang

X1 β3

Y2

X2 β4

Hipotesis Statistik

Y1 = β3X1 + β4X2 + ε2

Ho = β3 = β4 = 0

Ha = β3 ≠ β4 ≠ 0

c. Hipotesis 3
Hipotesis Metodologi : Diduga Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan
terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Lavalette Malang
β5
Y1 Y2

Hipotesis Statistik

Y2 = β5Y1 + ε3

Ho = β5 = 0

Ha = β5 ≠ 0

d. Hipotesis 4
Hipotesis Metodologi : Diduga Employee Engagement dan Work-life Balance
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan melalui Kepuasan Kerja di
Rumah Sakit Lavalette Malang

X1 β1
β5
Y1 Y2
β2
X2

Hipotesis Statistik

Y2 = β1X1 + β2X2 + β5Y1 + ε4

Ho = β1 = β2 = β5 =0

Ha = β1 ≠ β2 ≠ β5 ≠ 0

Anda mungkin juga menyukai