Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

DISTRIBUSI DAN MITIGASI KONFLIK SATWA ORANGUTAN


DI KALIMANTAN TIMUR

Oleh:

Yoyok Sugianto, S.Hut


NIM. 2012018006

Program Magister Ilmu Lingkungan


Program Pascasarjana
Universitas Mulawarman
Samarinda
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Usulan Tesis Oleh : Yoyok Sugianto, S.Hut


NIM : 2012018006
Judul Penelitian : DISTRIBUSI DAN MITIGASI KONFLIK SATWA
ORANGUTAN DI KALIMANTAN TIMUR

Telah disetujui oleh:

Pembimbing utama, Tanggal : ……………………..

Dr. Yaya Rayadin, S.Hut,M.P

Pembimbing pendamping, Tanggal : ……………………..

Rachmad Budiwijaya Suba, S.Hut,M.Sc


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL---------------------------------------------------------------------------- i

LEMBAR PERSETUJUAN ------------------------------------------------------------------- ii

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------- iii

DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------------- iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang --------------------------------------------------------------- 5

B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------- 6

C. Tujuan Penelitian ------------------------------------------------------------ 6

D. Manfaat Penelitian----------------------------------------------------------- 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sebaran dan jenis orangutan------------------------------------------------ 8

B. Perilaku Orangutan ---------------------------------------------------------- 9

C. Mitigasi ----------------------------------------------------------------------- 10

D. Sistem Informasi Geografis ------------------------------------------------ 11

E. Kerangka Pikir --------------------------------------------------------------- 13

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Lokasi waktu ----------------------------------------------------------------- 14

B. Rancangan Penelitian ------------------------------------------------------- 14

C. Alat dan Bahan--------------------------------------------------------------- 14

D. Teknik Pengumpulan Data ------------------------------------------------- 15

E. Tahapan kerja ---------------------------------------------------------------- 16

BAB V DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi kejadian konflik orangutan dengan manusia di Kaltim ----------------- 16

Tabel 2. Orangutan yang terlibat konflik berdasarkan jenis kelamin dan umur ------------ 16

Tabel 3. Kegiatan penanganan konflik Orangutan dengan manusia oleh BKSDA --------- 17

Tabel 4. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe pentupan dan

penggunaan lahan ------------------------------------------------------------------------- 17

Tabel 5. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan sebaran perizinan di Provinsi

Kaltim -------------------------------------------------------------------------------------- 17

Tabel 6. Kejadian Konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan fungsi kawasan hutan 18

Tabel 7. Kejadian Konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan jarak pemukiman --- 18

Tabel 8. Kategori Pernyataan Dalam Skala Likert ---------------------------------------------- 19


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini, baik Orangutan Sumatera maupun Kalimantan memiliki status konservasi critically

endangered yang berarti sudah dalam kondisi kritis dan diambang kepunahan. Berdasarkan

estimasi penghitungan populasi Orangutan di Kalimantan bahwa dalam kurun tahun antara 1999

sampai dengan 2015 telah mengalami penurunan populasi lebih dari 100.000 individu (Voigt et

al., 2018). Peristiwa tersebut merupakan indikasi bahwa keberadaan populasi Orangutan dan

habitatnya di alam liar semakin terancam. Industri kelapa sawit dan tambang merupakan faktor

utama alih fungsi hutan selain dinamika populasi penduduk yang membuat hutan di Kalimantan

menjadi terfragmentasi. Kerusakan hutan diperkirakan menyebabkan orangutan memilih tipe-

tipe habitat tertentu untuk memperta-hankan kelangsungan hidupnya. Kondisi ini pada akhirnya

menyebabkan Orangutan hidup pada area-area yang berdekatan dengan aktivitas manusia,

sehingga rawan menimbulkan konflik antara Orangutan dan manusia.

Konflik merupakan segala bentuk interaksi yang berdampak negatif dalam bentuk kerugian

disalah satu maupun keduanya yang terlibat. Untuk mengurangi segala bentuk dampak konflik

diperlukan upaya penanggulangan (mitigasi) yang lestari. Namun sayangnya perusahaan belum

membekali setiap pegawainya apabila terjadi konflik satwa atau bahkan perusahaan menutup

mata dengan mengelak bahwa satwa yang bersinggungan dengan aktivitas kerja perusahaan

berasal dari luar kawasan. Padahal nyatanya hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan (Voigt

et al., 2018), bahwa sebanyak 75% Orangutan tersebar di konsesi perkebunan kelapa sawit,

hutan tanaman, pertambangan, maupun lahan atau kebun masyarakat.

Berbagai usaha penegakan hukum perlindungan orangutan dilakukan oleh pemerintah untuk

menyelamatkan keberadaan orangutan. Salah satunya dengan jalan menangkap penyelundup,

penjual, pemelihara illegal orangutan, serta pelayanan call centre masyarakat yang dikelola

BKSDA Kalimantan Timur. Namun selalu saja mengelak apabila dilakukan penegakan terhadap
perusahaan yang terlibat konflik dengan bukti sarang dan keberadaan yang dikaitkan dengan

dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perusahaan perlu menerapkan

model baru terkait pencegahan terjadinya konflik untuk menurunkan intensitas bertemunya

orangutan sehingga proses aktivitas perusahaan tidak akan terganggu.

Semenjak tahun 2001 desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya ke pemerintah daerah

sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah pengusahaan hutan dan izin konversi hutan.

Peraturan perundangan yang kurang ditaati terkait perubahan fungsi kawasan hutan menjadi

areal penggunaan lain (APL) yang dilakukan tidak mempertimbangkan faktor ekologi dan

konservasi sehingga klaim penyebab gesekan antara kepentingan manusia dan hewan yang

seringkali muncul semakin menomorduakan posisi satwa. Padahal komposisi dari ekosistem

saling berkesinambungan yang apabila terjadi perubahan disalah satu satwa akan

mempengarungi satwa yang lain kemudian satwa harus beradaptasi atau hilang sama sekali.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana distribusi dan tingkat kerawanan konflik antara Orangutan dengan manusia

yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur

b. Bagaimana tipologi konflik antara Orangutan dengan manusia yang terjadi di Provinsi

Kalimantan Timur

c. Bagaimana arah kebijakan resolusi konflik antara Orangutan dengan manusia

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui distribusi dan tingkat kerawanan konflik Orangutan dengan manusia yang

terjadi di KalimantanTimur

b. Mengetahui tipologi konflik antara Orangutan dengan manusia yang terjadi di Provinsi

Kalimantan Timur

c. Memperoleh gambaran resolusi konflik antara Orangutan dengan manusia


D. Manfaat Penelitian

a. Memberikan kontribusi berupa peta distribusi, kerawanan dan tipologi konflik

Orangutan yang terjadi di Kalimantan Timur

b. Memberikan rekomendasi penanganan dan penanggulangan konflik antara Orangutan

dengan Manusia
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sebaran dan Jenis Orangutan

Orangutan (Pongo pygmaeus) adalah satwa langka endemik yang hanya ditemukan di

Pulau Borneo dan Sumatera bagian utara (Rijksen & Meijaard, 1999). Orangutan mendiami

berbagai tipe habitat termasuk hutan hujan tropis dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan tepi

sungai dataran rendah, dan hutan rawa air tawar (M. Ancrenaz, Calaque, & Lackman, 2004; A.

E. Russon, Erman, & Dennis, 2001). Hal tersebut berimplikasi terhadap perilaku orangutan

yang berbeda pada tiap tipe habitat (Manduell, Harrison, & Thorpe, 2012). Secara umum,

Orangutan di Kalimantan dibedakan menjadi tiga (3) kelompok geografi atau anak jenis, yaitu

(Robins et al., 2013):

• Pongo pygmaeus pygmaeus, di bagian Barat Laut Kalimantan, yaitu utara dari Sungai

Kapuas sampai ke Timur Laut Sarawak;

• Pongo pygmaeus wurmbii, di bagian Selatan dan Barat Daya Kalimantan, yaitu antara

sebelah Selatan Sungai Kapuas dan Barat Sungai Barito; serta

• Pongo pygmaeus morio, di Sabah sampai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.

Menurut (Rijksen & Meijaard, 1999), habitat Orangutan di Kalimantan tersusun atas mosaik-

mosaik hutan. Berbeda dengan kerabatnya di Sumatera, habitat Orangutan di Kalimantan

tergolong tidak subur yang pada akhirnya berpengaruh terhadap ketersediaan pakan Orangutan

(Marshall et al., 2009). Berdasarkan final report Orangutan pupalation and habitat viability

assessment (PHVA, 2016) populasi Orangutan (Pongo pygmeus morio) yang dikaitkan dengan

percampuran gen terbagi menjadi beberapa metapopulasi yaitu 5 metapopulasi besar yang stabil,

7 metapopulasi sedang yang masih dapat bertahan, dan 3 metapopulasi yang rentan punah

apabila terjadi kerusakan habitat. Untuk populasi yang masih memiliki jangka panjang dalam

bertahan hidup walau terjadi kerusakan habitat yakni berada di kawasan TN. Kutai, Tabin,

central forest, lower Kinabatangan, north. Populasi Pongo pygmeus morio sendiri memiliki
jumlah sebesar 14.630 individu dengan populasi terbanyak berada di TN. Kutai sebesar 1700

individu.

B. Perilaku Orangutan

Aktivitas harian orangutan biasanya dimulai di pagi hari yaitu ketika orangutan bangun di

sarang tidurnya hingga sore hari saat orangutan membuat sarang tidur dan beristirahat

(Kuncoro, 2004). Menurut Galdikas (1978), aktivitas orangutan dapat dibagi kedalam 7

kategori yaitu aktivitas makan (feeding) yang merupakan aktivitas tertinggi dengan prosentase

60,1% dari keseluruhan aktivitasnya,kemudian 18,2% digunakan untuk beristirahat (resting),

18,7% untuk aktivitas bergerak berpindah (moving), 0,1% kopulasi, 0,1% vokalisasi, 1,3%

perilaku agresi dan 1,1% aktivitas bersarang (nesting). Orangutan memiliki daya jelajah yang

cukup besar dalam sehari dapat menempuh seluas 26 ha menurut Hadi sofyan (2013) dan

menurut Van Schaik (1995) orangutan jantan memiliki daya jelajah lebih sekurang-kurangnya

30 km2. Saat kelimpahan buah tinggi, orangutan akan memaksimalkan pasokan kalori buah

yang kaya akan karbohidrat, sedangkan saat terjadi kelangkaan sumber pakan orangutan akan

mengurangi area jelajah. Orangutan bersifat primer frugivorous, yang artinya sebagian diet

berasal dari buah buahan, namun orangutan juga memakan daun, kambium, umbut dan

serangga (Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Peter, 1995). Selain itu Prayogo, H dkk. (2014)

menyatakan bahwa orangutan Kalimantan banyak juga dijumpai mengkonsumsi umbut dari

pohon rotan (Calamus spp), jenis pohon palem seperti Licuala spp dan Nibung (Oncosperma

sp).
C. Mitigasi

Mitigasi dapat bersifat preventif dan bisa juga kuratif. Tindakan preventif selalu

dianjurkan/ dipilih, karena berguna untuk mencegah ganguan yang akan ditimbulkan

orangutan, sedangkan tindakan kuratif untuk menyelesaikan masalah setelah adanya

gangguan orangutan. Pengawasan preventif lebih efektif untuk jangka waktu yang lama,

meskipun selalu harus disertai dengan persiapan tindakan kuratif. Hal itu diperlukan karena

terkadang tindakan preventif sudah tidak efektif lagi untuk mencegah masuknya gangguan

orangutan ke lahan perkebunan Prasetyo, didik(2007) .

Tindakan preventif dapat berupa tindakan aktif dan perlindungan pasif serta dapat

digunakan pada lahan yang lebih luas atau pada tingkat komunitas setempat. Perlindungan

pasif tidak melibatkan konfrontasi langsung namun cenderung pada masalah penggunaan

lahan, penggunaan rintangan, pengawasan dan penolakan lainnya. Kewenangan dalam hal

ini ada pada BKSDA, dimana mereka memiliki kewenangan untuk menentukan apakah

relokasi/translokasi orangutan adalah pilihan yang sesuai Prasetyo, didik (2007).

Pelibatan warga dalam mitigasi konflik juga dilakukan dengan kegiatan peningkatan

pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian orangutan dan habitatnya. Salah satu

metode yang dilakukan adalah para petani/pemilik kebun memilih metode penjagaan,

karena dapat menghalau orangutan pergi dari ladang meski hanya dalam waktu yang relatif

singkat menurut Lubis, Fitra dkk (2013). Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah

pemantauan populasi di wilayah Bakongan, Trumon Timur, Kluet Timur dan Kluet Utara

menurut Intan, Cut Meurah (2019). Pada kondisi dimana aktivitas ekonomi menyebabkan

terjadinya pengrusakan habitat dan orangutan tidak bisa pindah atau menyelamatkan diri

dari proses pembangunan tersebut maka translokasi menjadi pilihan terakhir. Pilihan ini

akan diambil bila pilihan lain untuk mempertahankan orangutan di habitatnya sudah tidak

bisa dilakukan lagi. Relokasi sebagai pilihan terakhir dalam upaya mereka meredakan
konflik dengan orangutan dengan memperhatikan sistem zonasi yang dibatasi penghalang

alami, pembuatan koridor, dan pengayaan habitat Ditjen PHKA (2007).

D. Sistem Informasi Georafis (SIG)


SIG adalah sistem informasi pengolahan data yang memiliki informasi spasial

(bereferensi keruangan) terdiri dari software atau perangkat lunak, perangkat keras,serta

data manusia organisasi dan lembaga yang digunakan (Prahasta, 2001). Data tersebut

kemudian dikelola untuk ditampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang

diidentifikasi menurut lokasinya dalam sebuah database maupun data terkait lingkungan (De

Bay, 2002). Prinsip kerja SIG menurut (Handayani dan sunardi, 2005) menggabungkan data

lain untuk menghasilkan data baru yang berguna untuk pengambilan keputusan.

Menurut John E. Harmon dan Steven J. Anderson (2003) bahwa SIG beroperasi dengan

membutuhkan komponen-komponen sebagai berikut:

1. Sumber Daya Manusia

Teknologi GIS tidaklah bermanfaat tanpa manusia di-manage dengan baik dan

dikerjakan oleh orang- orang yang memiliki keakhlian yang tepat pada semua tingkatan.

2. Aplikasi Sistem Informasi Geografi

Merupakan kumpulan dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengolah data

menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query,

overlay, buffer, jointable dan sebagainya. Aplikasi-Aplikasi yang dapat ditangani oleh

SIG sangat banyak, salah satunya:

a. Aplikasi SIG dibidang sumber daya alam (inventarisasi, management dan

kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutananan perencanaan

tataguna lahan, analisis daerah rawan bencana alam dan sebagainya).

b. Aplikasi SIG dibidang perencanaan (perencanaan pemukimantransmigrasi,

perencanaan tataruang wilayah, perencanaan kota, perencanaanlokasi dan


relokasi industri dan sebagainya).

3. Data

Sumber data SIG atau data geospasial dibedakan menjadi data grafis (geometris),

atribut (deskriptif) dan raster. Data grafis terdiri atas titik (node), garis(arc), dan

luasan/area (poligon), sedangkan data vektor atau raster berupa geometri topologi,

ukuran, bentuk, posisi, dan arah. Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG)

dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu:

a. Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,

merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada

tahapan dan tingkatan pembangunan.

b. Remote Sensing (penginderaan jarak jauh) adalah suatu teknologi untuk

memperoleh data atau informasi tentang suatu obyek tanpa harus melakukan kontak

langsung dengan yang obyek yang dimaksud

Untuk pembuatan peta digunakan proses overlay dari parameter-parameter yang telah

ditentukan. Overlay digunakan untuk memotong input theme dan secara otomatis

menggabungkan antara theme yang dipotong dengan theme pemotongnya, output theme

memiliki atribut dari kedua them tersebut. Untuk melakukan overlay kedua theme harus dalam

bentuk polygon.
E. Kerangka Pikir

Kejadian Konflik Orangutan dengan Manusia di Kalimantan Timur

Rekomendasi
Penanganan dan
Pengumpulan Data
penanggulangan
Penanganan Konflik
konflik Orangutan
Orangutan Dengan
dengan manusia
Manusia

Pengumpulan Data Analisa Peta melalui


Resolusi Konflik Teknik Superimpose

Wawancara melalui Peta kerawanan dan


kuisioner dengan tipologi konflik
berbagai pihak Orangutan dengan
manusia

13
III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berada pada daerah yang memiliki distribusi dan tingkat

kerawanan konflik orangutan di wilayah Kalimantan Timur. Penelitian akan dilakukan

mulai dari pengumpulan data dan pengamatan lapangan pada bulan Desember 2021

sampai dengan Januari 2022. Sementara untuk pengolahan data dilakukan pada bulan

Februari sampai dengan Maret 2022.

B. Rancangan Penelitian

Kegiatan penelitian Distribusi dan Mitigasi Konflik Orangutan dengan Manusia di

Kalimantan Timur menggunakan teknik penelitian deskriptif kualitatif

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Alat tulis

b. Kamera

c. Kuisioner

d. Komputer/Laptop yang telah dilengkapi oleh program Arcgis 10.3

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Citra SPOT tahun 2017

14
b. Peta administrasi Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur

c. Peta sebaran perizinan pertambangan, perkebunan dan kehutanan

d. Peta penutupan lahan Kalimantan Timur tahun 2020

e. Peta penunjukan kawasan hutan nomor SK.718/Menhut-II/2014 tentang

Kawasan hutan Prov. Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

f. Koordinat kejadian konflik Orangutan dengan Manusia di Provinsi

Kalimantan Timur

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam peneletian ini adalah :

1. Data Primer

Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan

bantuan kuisoner yang ditujukan kepada instansi pemerintah, swasta serta

masyarakat terdampak konflik dengan Orangutan dan data spasial berupa peta

distribusi dan tipologi konflik Orangutan dengan manusia di Kalimantan Timur

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kegiatan penanganan konflik Orangutan yang

dilakukan oleh otoritas pengelola satwa liar dilindung yaitu Balai Koservasi

Sumber Daya Alam Kalimantan Timur

15
E. Tahapan Kerja

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dengan tahap persiapan mencakup: pengolahan data

lapangan, penentuan sampel wilayah, dan penentuan informan kunci dan

sampel responden.

2. Analisis data

a. Data spasial

Data penanganan konflik Orangutan dengan manusia yang diperoleh dari


Balai Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur yang
kemudian dituangkan kedalam bentuk tabel berikut ini :

Tabel 1. Distribusi kejadian konflik Orangutan dengan manusia di wilayah


Kalimantan Timur
No Waktu Lokasi Kejadian Koordinat Jenis
kejadian Desa Kecamatan Kabupaten X Y Konflik

Tabel 2. Orangutan yang terlibat konflik berdasarkan jenis kelamin dan kelas
umur
Lokasi
No Waktu Jenis Kelamin Kelas Umur
Konflik

Jumlah

16
Tabel 3. Kegiatan penanganan konfllik Orangutan dengan manusia yang dilakukan
BKSDA Kalimantan Timur
No Waktu Lokasi Jumlah Koordinat Kondisi Upaya Lokasi
Konflik X Y kesehatan Penanganan Penanganan

Tabel 4. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe penutupan lahan
dan penggunaan lahan
No Waktu Lokasi konflik Jumlah Koordinat Tipe Tipe
X Y penutupan penggunaan
lahan lahan

Tabel 5. Kejadian konflik Orangutan dengan Manusia berdasarkan sebaran perizinan di


Prov. Kaltim
No Waktu Lokasi konflik Jumlah Koordinat Jenis perizinan
X Y

17
Tabel 6. Kejadian konflik Orangutan dengan Manusia berdasarkan status kawasan hutan
No Waktu Lokasi konflik Jumlah Koordinat Fungsi Kawasan
X Y

Tabel 7. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan jarak pemukiman


No Lokasi Jumlah Koordinat Jarak pemukiman
konflik

X Y ≤ 1 Km 1,1 – 5 Km 5,1-10 Km

Analisa data spasial dilakukan dengan teknik superimpose. Teknik

superimpose (overlay) adalah kemampuan untuk menempatkan grafis satu

peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar

komputer atau pada plot. Overlay dilakukan dengan menampilkan dan

menyatukan beberapa data tematik dari beberapa layer yang berbeda

untuk kemudian menjadi satu peta hasil analisa.

Beberapa peta yang dihasilkan diantaranya adalah :

1. Peta distribusi konflik Orangutan dengan manusia

2. Peta tipe kerawanan konflik Orangutan dengan manusia

3. Peta konflik berdasarkan kesehatan Orangutan

18
4. Peta kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe

penutupan dan penggunaan lahan

5. Peta kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan sebaran

perizinan dan pemukiman di wilayah Kalimantan Timur

6. Peta kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan status

kawasan hutan

b. Wawancara
Data primer terdiri atas jumlah minimal responden dari penyebaran kuisioner

sebesar 20%, sesuai dengan pernyataan Arikunto (1993) jika populasi lebih

dari 100 orang maka disarankan untuk mengambil jumlah sampel antara 10-

15%, 20- 25% dari jumlah populasi dan ini telah dianggap representative.

Analisis data menggunakan skala Likert, kerena skala Likert dapat digunakan

pada kasus evaluasi program atau kegiatan termasuk evaluasi kegiatan

mitigasi. Menurut Nazir (2005) bahwa Skala Likert mempunyai dua bentuk

pernyataan. Dalam pengukuran variabel dengan menggunakan skala Likert

Setiap instrument yang mempunyai gradiasi positif sampai dengan negatif.

Total hasil skor akan dimasukkan dalam kategori skala likert yang terdapat

dalam tabel.

Tabel 8. Kategori Pernyataan Dalam Skala Likert


TOTAL SKOR

Pernyataan (Kategori yang diukur (Kategori yang diukur (Kategori yang diukur
pakai metode ini) pakai metode ini) pakai metode ini)

Sangat tidak sesuai 0-20 0-20 0-20

Tidak sesuai 21-40 21-40 21-40

Cukup sesuai 41-60 41-60 41-60

19
Sesuai 61-80 61-80 61-80

Sangat sesuai 81-100 81-100 81-100

Data yang mendukung penaksiran nilai kerugian meliputi jumlah kerusakan

tanaman, harga jual/kg, dan biaya penanganan yang dikeluarkan. Data

tersebut diperoleh dari hasil wawancara yang diambil sebagai responden dan

pengamatan langsung di lapangan. Menurut Suprapto (2000), untuk

menghitung nilai kerugian tanaman akibat adanya gangguan satwaliar dapat

dihitung dengan rumus:

Px = T.Q + C
Keterangan:
Px = Nilai Kerugian
T = Jumlah Kerusakan Tanaman (batang)
Q = Harga jual per kg
C = Biaya penanganan

Menghitung rata-rata kerugian ekonomi yang disebabkan oleh konflik

satwaliar yang masuk keperladangan masyarakat dapat dihitung dengan

rumus:

∑ Kerugian brp perusahaan


Rata-rata kerugian/KK =
∑ responden

Menurut Sitompul (2004) nilai kerusakan ekonomi yang ditimbulkan oleh


satwaliar bervariasi di setiap daerah. Jumlah biaya penanganan dapat
diperoleh dari jumlah biaya atau ongkos pengadaan yang dikeluarkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani dkk. 2011. Applikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) Berbasis Web Untuk
Monitoring Banjir Di Wilayah Das Bengawan Solo Hulu. Seminar Nasional
Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta

Harmon, John E., and Steven J. Anderson. 2003. Design and Implemantation of
Geographic Information Systems. New Jersey: John Wiley and Sons

Handayani, D., R. Soelistijadi dan Sunardi. 2005. Pemanfaatan Analisis Spasial untuk
Pengolahan Data Spasial Sistem Informasi Geografis. Jurnal Teknologi Informasi
DINAMIK. Volume X, No.2 : 108-116

Itan, Cut Meurah. 2019. Ikhtiar Memutus Konflik Manusia-Orangutan. Usaid Lestari:
Cerita Dari Lapangan

Prasetyo, didik. 2007. Guidelines For The Better Management Practices On Avoidance,
Mitigation And Management Of Human-Orangutan Conflict An And Around Oil
Palm Plantations. WWF: Indonesia

KLHK. 2019. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2019-2029.
Forina.

Kuncoro P, Sudaryanto, & Yuni LE. 2004. Perilaku dan Jenis Pakan Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Kalimantan. Jurnal Biologi. 11 (2) :
64-69

21
Lubis, Fitra Dewi Warti dkk.2013.Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
Dengan Masyarakat di Sekitar Tanam Nasional Gunung Leuser (The Mitigation of
Sumatran Orangutan (Pongo abelii) Conflict with Communities Around Gunung
Leuser National Park).Universitas Sumatera Utara

Mukhlisi. 2018. Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di PT.
KALTIM PRIMA COAL, Kalimantan Timur. Journal of Biology, 12(1)

Prahasta, Eddy. 2001. Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Penerbit Informatika

Soehartono, Tonny dkk. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017. Ditjen PHKA

Sofyan, Hadi. 2013. Perilaku Dan Jelajah Harian Orangutan Sumatera (Pongo abelli
Lesson, 1827) Rehabilitasi dI Kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh Besar.
Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol VII No. 1

Van Schaik CP, Azwar, & Priatna D. 1995. Population Estimates and Habitat Preferences
of Orangutan Based on Line Transects of Nests. The Neglected Ape. Plenum Press,
New York

Voigt et al. 2018. Global Demand for Natural Resources Eliminated More Than 100,000
Bornean Orangutans. Current Biology 28, 1–9

22

Anda mungkin juga menyukai