Oleh:
Halaman
HALAMAN JUDUL---------------------------------------------------------------------------- i
BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penelitian----------------------------------------------------------- 7
C. Mitigasi ----------------------------------------------------------------------- 10
Tabel 2. Orangutan yang terlibat konflik berdasarkan jenis kelamin dan umur ------------ 16
Tabel 3. Kegiatan penanganan konflik Orangutan dengan manusia oleh BKSDA --------- 17
Tabel 4. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe pentupan dan
Tabel 5. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan sebaran perizinan di Provinsi
Kaltim -------------------------------------------------------------------------------------- 17
Tabel 6. Kejadian Konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan fungsi kawasan hutan 18
Tabel 7. Kejadian Konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan jarak pemukiman --- 18
A. Latar Belakang
Saat ini, baik Orangutan Sumatera maupun Kalimantan memiliki status konservasi critically
endangered yang berarti sudah dalam kondisi kritis dan diambang kepunahan. Berdasarkan
estimasi penghitungan populasi Orangutan di Kalimantan bahwa dalam kurun tahun antara 1999
sampai dengan 2015 telah mengalami penurunan populasi lebih dari 100.000 individu (Voigt et
al., 2018). Peristiwa tersebut merupakan indikasi bahwa keberadaan populasi Orangutan dan
habitatnya di alam liar semakin terancam. Industri kelapa sawit dan tambang merupakan faktor
utama alih fungsi hutan selain dinamika populasi penduduk yang membuat hutan di Kalimantan
tipe habitat tertentu untuk memperta-hankan kelangsungan hidupnya. Kondisi ini pada akhirnya
menyebabkan Orangutan hidup pada area-area yang berdekatan dengan aktivitas manusia,
Konflik merupakan segala bentuk interaksi yang berdampak negatif dalam bentuk kerugian
disalah satu maupun keduanya yang terlibat. Untuk mengurangi segala bentuk dampak konflik
diperlukan upaya penanggulangan (mitigasi) yang lestari. Namun sayangnya perusahaan belum
membekali setiap pegawainya apabila terjadi konflik satwa atau bahkan perusahaan menutup
mata dengan mengelak bahwa satwa yang bersinggungan dengan aktivitas kerja perusahaan
berasal dari luar kawasan. Padahal nyatanya hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan (Voigt
et al., 2018), bahwa sebanyak 75% Orangutan tersebar di konsesi perkebunan kelapa sawit,
Berbagai usaha penegakan hukum perlindungan orangutan dilakukan oleh pemerintah untuk
penjual, pemelihara illegal orangutan, serta pelayanan call centre masyarakat yang dikelola
BKSDA Kalimantan Timur. Namun selalu saja mengelak apabila dilakukan penegakan terhadap
perusahaan yang terlibat konflik dengan bukti sarang dan keberadaan yang dikaitkan dengan
model baru terkait pencegahan terjadinya konflik untuk menurunkan intensitas bertemunya
sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah pengusahaan hutan dan izin konversi hutan.
Peraturan perundangan yang kurang ditaati terkait perubahan fungsi kawasan hutan menjadi
areal penggunaan lain (APL) yang dilakukan tidak mempertimbangkan faktor ekologi dan
konservasi sehingga klaim penyebab gesekan antara kepentingan manusia dan hewan yang
seringkali muncul semakin menomorduakan posisi satwa. Padahal komposisi dari ekosistem
saling berkesinambungan yang apabila terjadi perubahan disalah satu satwa akan
mempengarungi satwa yang lain kemudian satwa harus beradaptasi atau hilang sama sekali.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana distribusi dan tingkat kerawanan konflik antara Orangutan dengan manusia
b. Bagaimana tipologi konflik antara Orangutan dengan manusia yang terjadi di Provinsi
Kalimantan Timur
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui distribusi dan tingkat kerawanan konflik Orangutan dengan manusia yang
terjadi di KalimantanTimur
b. Mengetahui tipologi konflik antara Orangutan dengan manusia yang terjadi di Provinsi
Kalimantan Timur
dengan Manusia
II. TINJAUAN PUSTAKA
Orangutan (Pongo pygmaeus) adalah satwa langka endemik yang hanya ditemukan di
Pulau Borneo dan Sumatera bagian utara (Rijksen & Meijaard, 1999). Orangutan mendiami
berbagai tipe habitat termasuk hutan hujan tropis dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan tepi
sungai dataran rendah, dan hutan rawa air tawar (M. Ancrenaz, Calaque, & Lackman, 2004; A.
E. Russon, Erman, & Dennis, 2001). Hal tersebut berimplikasi terhadap perilaku orangutan
yang berbeda pada tiap tipe habitat (Manduell, Harrison, & Thorpe, 2012). Secara umum,
Orangutan di Kalimantan dibedakan menjadi tiga (3) kelompok geografi atau anak jenis, yaitu
• Pongo pygmaeus pygmaeus, di bagian Barat Laut Kalimantan, yaitu utara dari Sungai
• Pongo pygmaeus wurmbii, di bagian Selatan dan Barat Daya Kalimantan, yaitu antara
Menurut (Rijksen & Meijaard, 1999), habitat Orangutan di Kalimantan tersusun atas mosaik-
tergolong tidak subur yang pada akhirnya berpengaruh terhadap ketersediaan pakan Orangutan
(Marshall et al., 2009). Berdasarkan final report Orangutan pupalation and habitat viability
assessment (PHVA, 2016) populasi Orangutan (Pongo pygmeus morio) yang dikaitkan dengan
percampuran gen terbagi menjadi beberapa metapopulasi yaitu 5 metapopulasi besar yang stabil,
7 metapopulasi sedang yang masih dapat bertahan, dan 3 metapopulasi yang rentan punah
apabila terjadi kerusakan habitat. Untuk populasi yang masih memiliki jangka panjang dalam
bertahan hidup walau terjadi kerusakan habitat yakni berada di kawasan TN. Kutai, Tabin,
central forest, lower Kinabatangan, north. Populasi Pongo pygmeus morio sendiri memiliki
jumlah sebesar 14.630 individu dengan populasi terbanyak berada di TN. Kutai sebesar 1700
individu.
B. Perilaku Orangutan
Aktivitas harian orangutan biasanya dimulai di pagi hari yaitu ketika orangutan bangun di
sarang tidurnya hingga sore hari saat orangutan membuat sarang tidur dan beristirahat
(Kuncoro, 2004). Menurut Galdikas (1978), aktivitas orangutan dapat dibagi kedalam 7
kategori yaitu aktivitas makan (feeding) yang merupakan aktivitas tertinggi dengan prosentase
18,7% untuk aktivitas bergerak berpindah (moving), 0,1% kopulasi, 0,1% vokalisasi, 1,3%
perilaku agresi dan 1,1% aktivitas bersarang (nesting). Orangutan memiliki daya jelajah yang
cukup besar dalam sehari dapat menempuh seluas 26 ha menurut Hadi sofyan (2013) dan
menurut Van Schaik (1995) orangutan jantan memiliki daya jelajah lebih sekurang-kurangnya
30 km2. Saat kelimpahan buah tinggi, orangutan akan memaksimalkan pasokan kalori buah
yang kaya akan karbohidrat, sedangkan saat terjadi kelangkaan sumber pakan orangutan akan
mengurangi area jelajah. Orangutan bersifat primer frugivorous, yang artinya sebagian diet
berasal dari buah buahan, namun orangutan juga memakan daun, kambium, umbut dan
serangga (Rijksen, 1978; Galdikas, 1988; Peter, 1995). Selain itu Prayogo, H dkk. (2014)
menyatakan bahwa orangutan Kalimantan banyak juga dijumpai mengkonsumsi umbut dari
pohon rotan (Calamus spp), jenis pohon palem seperti Licuala spp dan Nibung (Oncosperma
sp).
C. Mitigasi
Mitigasi dapat bersifat preventif dan bisa juga kuratif. Tindakan preventif selalu
dianjurkan/ dipilih, karena berguna untuk mencegah ganguan yang akan ditimbulkan
gangguan orangutan. Pengawasan preventif lebih efektif untuk jangka waktu yang lama,
meskipun selalu harus disertai dengan persiapan tindakan kuratif. Hal itu diperlukan karena
terkadang tindakan preventif sudah tidak efektif lagi untuk mencegah masuknya gangguan
Tindakan preventif dapat berupa tindakan aktif dan perlindungan pasif serta dapat
digunakan pada lahan yang lebih luas atau pada tingkat komunitas setempat. Perlindungan
pasif tidak melibatkan konfrontasi langsung namun cenderung pada masalah penggunaan
lahan, penggunaan rintangan, pengawasan dan penolakan lainnya. Kewenangan dalam hal
ini ada pada BKSDA, dimana mereka memiliki kewenangan untuk menentukan apakah
Pelibatan warga dalam mitigasi konflik juga dilakukan dengan kegiatan peningkatan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian orangutan dan habitatnya. Salah satu
metode yang dilakukan adalah para petani/pemilik kebun memilih metode penjagaan,
karena dapat menghalau orangutan pergi dari ladang meski hanya dalam waktu yang relatif
singkat menurut Lubis, Fitra dkk (2013). Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah
pemantauan populasi di wilayah Bakongan, Trumon Timur, Kluet Timur dan Kluet Utara
menurut Intan, Cut Meurah (2019). Pada kondisi dimana aktivitas ekonomi menyebabkan
terjadinya pengrusakan habitat dan orangutan tidak bisa pindah atau menyelamatkan diri
dari proses pembangunan tersebut maka translokasi menjadi pilihan terakhir. Pilihan ini
akan diambil bila pilihan lain untuk mempertahankan orangutan di habitatnya sudah tidak
bisa dilakukan lagi. Relokasi sebagai pilihan terakhir dalam upaya mereka meredakan
konflik dengan orangutan dengan memperhatikan sistem zonasi yang dibatasi penghalang
(bereferensi keruangan) terdiri dari software atau perangkat lunak, perangkat keras,serta
data manusia organisasi dan lembaga yang digunakan (Prahasta, 2001). Data tersebut
kemudian dikelola untuk ditampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang
diidentifikasi menurut lokasinya dalam sebuah database maupun data terkait lingkungan (De
Bay, 2002). Prinsip kerja SIG menurut (Handayani dan sunardi, 2005) menggabungkan data
lain untuk menghasilkan data baru yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Menurut John E. Harmon dan Steven J. Anderson (2003) bahwa SIG beroperasi dengan
Teknologi GIS tidaklah bermanfaat tanpa manusia di-manage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang- orang yang memiliki keakhlian yang tepat pada semua tingkatan.
overlay, buffer, jointable dan sebagainya. Aplikasi-Aplikasi yang dapat ditangani oleh
3. Data
Sumber data SIG atau data geospasial dibedakan menjadi data grafis (geometris),
atribut (deskriptif) dan raster. Data grafis terdiri atas titik (node), garis(arc), dan
luasan/area (poligon), sedangkan data vektor atau raster berupa geometri topologi,
ukuran, bentuk, posisi, dan arah. Data-data pada Sistem Informasi Geografis (SIG)
a. Peta merupakan wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan,
merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada
memperoleh data atau informasi tentang suatu obyek tanpa harus melakukan kontak
Untuk pembuatan peta digunakan proses overlay dari parameter-parameter yang telah
ditentukan. Overlay digunakan untuk memotong input theme dan secara otomatis
menggabungkan antara theme yang dipotong dengan theme pemotongnya, output theme
memiliki atribut dari kedua them tersebut. Untuk melakukan overlay kedua theme harus dalam
bentuk polygon.
E. Kerangka Pikir
Rekomendasi
Penanganan dan
Pengumpulan Data
penanggulangan
Penanganan Konflik
konflik Orangutan
Orangutan Dengan
dengan manusia
Manusia
13
III. METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada pada daerah yang memiliki distribusi dan tingkat
mulai dari pengumpulan data dan pengamatan lapangan pada bulan Desember 2021
sampai dengan Januari 2022. Sementara untuk pengolahan data dilakukan pada bulan
B. Rancangan Penelitian
1. Alat
berikut:
a. Alat tulis
b. Kamera
c. Kuisioner
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
14
b. Peta administrasi Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur
Kalimantan Timur
1. Data Primer
Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan
masyarakat terdampak konflik dengan Orangutan dan data spasial berupa peta
2. Data Sekunder
dilakukan oleh otoritas pengelola satwa liar dilindung yaitu Balai Koservasi
15
E. Tahapan Kerja
1. Persiapan
sampel responden.
2. Analisis data
a. Data spasial
Tabel 2. Orangutan yang terlibat konflik berdasarkan jenis kelamin dan kelas
umur
Lokasi
No Waktu Jenis Kelamin Kelas Umur
Konflik
Jumlah
16
Tabel 3. Kegiatan penanganan konfllik Orangutan dengan manusia yang dilakukan
BKSDA Kalimantan Timur
No Waktu Lokasi Jumlah Koordinat Kondisi Upaya Lokasi
Konflik X Y kesehatan Penanganan Penanganan
Tabel 4. Kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe penutupan lahan
dan penggunaan lahan
No Waktu Lokasi konflik Jumlah Koordinat Tipe Tipe
X Y penutupan penggunaan
lahan lahan
17
Tabel 6. Kejadian konflik Orangutan dengan Manusia berdasarkan status kawasan hutan
No Waktu Lokasi konflik Jumlah Koordinat Fungsi Kawasan
X Y
X Y ≤ 1 Km 1,1 – 5 Km 5,1-10 Km
peta di atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar
18
4. Peta kejadian konflik Orangutan dengan manusia berdasarkan tipe
kawasan hutan
b. Wawancara
Data primer terdiri atas jumlah minimal responden dari penyebaran kuisioner
sebesar 20%, sesuai dengan pernyataan Arikunto (1993) jika populasi lebih
dari 100 orang maka disarankan untuk mengambil jumlah sampel antara 10-
15%, 20- 25% dari jumlah populasi dan ini telah dianggap representative.
Analisis data menggunakan skala Likert, kerena skala Likert dapat digunakan
mitigasi. Menurut Nazir (2005) bahwa Skala Likert mempunyai dua bentuk
Total hasil skor akan dimasukkan dalam kategori skala likert yang terdapat
dalam tabel.
Pernyataan (Kategori yang diukur (Kategori yang diukur (Kategori yang diukur
pakai metode ini) pakai metode ini) pakai metode ini)
19
Sesuai 61-80 61-80 61-80
tersebut diperoleh dari hasil wawancara yang diambil sebagai responden dan
Px = T.Q + C
Keterangan:
Px = Nilai Kerugian
T = Jumlah Kerusakan Tanaman (batang)
Q = Harga jual per kg
C = Biaya penanganan
rumus:
20
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani dkk. 2011. Applikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) Berbasis Web Untuk
Monitoring Banjir Di Wilayah Das Bengawan Solo Hulu. Seminar Nasional
Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta
Harmon, John E., and Steven J. Anderson. 2003. Design and Implemantation of
Geographic Information Systems. New Jersey: John Wiley and Sons
Handayani, D., R. Soelistijadi dan Sunardi. 2005. Pemanfaatan Analisis Spasial untuk
Pengolahan Data Spasial Sistem Informasi Geografis. Jurnal Teknologi Informasi
DINAMIK. Volume X, No.2 : 108-116
Itan, Cut Meurah. 2019. Ikhtiar Memutus Konflik Manusia-Orangutan. Usaid Lestari:
Cerita Dari Lapangan
Prasetyo, didik. 2007. Guidelines For The Better Management Practices On Avoidance,
Mitigation And Management Of Human-Orangutan Conflict An And Around Oil
Palm Plantations. WWF: Indonesia
KLHK. 2019. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2019-2029.
Forina.
Kuncoro P, Sudaryanto, & Yuni LE. 2004. Perilaku dan Jenis Pakan Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Kalimantan. Jurnal Biologi. 11 (2) :
64-69
21
Lubis, Fitra Dewi Warti dkk.2013.Mitigasi Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii)
Dengan Masyarakat di Sekitar Tanam Nasional Gunung Leuser (The Mitigation of
Sumatran Orangutan (Pongo abelii) Conflict with Communities Around Gunung
Leuser National Park).Universitas Sumatera Utara
Mukhlisi. 2018. Karakteristik Vegetasi Habitat Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di PT.
KALTIM PRIMA COAL, Kalimantan Timur. Journal of Biology, 12(1)
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep – Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung:
Penerbit Informatika
Soehartono, Tonny dkk. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017. Ditjen PHKA
Sofyan, Hadi. 2013. Perilaku Dan Jelajah Harian Orangutan Sumatera (Pongo abelli
Lesson, 1827) Rehabilitasi dI Kawasan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh Besar.
Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol VII No. 1
Van Schaik CP, Azwar, & Priatna D. 1995. Population Estimates and Habitat Preferences
of Orangutan Based on Line Transects of Nests. The Neglected Ape. Plenum Press,
New York
Voigt et al. 2018. Global Demand for Natural Resources Eliminated More Than 100,000
Bornean Orangutans. Current Biology 28, 1–9
22