Anda di halaman 1dari 144

PENYUSUNAN WILAYAH EKOREGION

DAN INVENTARISASI LINGKUNGAN HIDUP BAGI RENCANA


PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah

LAPORAN KEMAJUAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Jl. Tjilik Riwut No. 98 Palangka Raya, Telp. 0536 3231542, Fax. 0536 3231539
PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Jl. Tjilik Riwut No. 98 Palangka Raya, Telp. 0536 3231542, Fax. 0536 3231539

LAPORAN KEMAJUAN

PENYUSUNAN WILAYAH EKOREGION


DAN INVENTARISASI LINGKUNGAN HIDUP BAGI RENCANA
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

2021
KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu


Alhamdulillaahirobbil’aalamiina, segala puji hanya bagi Allahu Subhanahu wa
Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, Dzat Yang Maha Pencipta dan Pemelihara alam
semesta. Atas berkah rahmat dan hidayah-Nya, maka Laporan Kemajuan
“Penyusuan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup Bagi
RPPL Kota Palangka Raya” ini dapat diselesaikan dengan baik. Kegiatan ini
dilaksanakan atas kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah
dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyusun dan memetakan wilayah-
wilayah ekoregion secara rinci dan melakukan inventarisasi data lingkungan
hidup di Kota Palangka Raya sebagai dokumen dasar bagi penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Inventarisasi data
lingkungan tersebut disajikan lebih informatif dan representatif secara keruangan,
dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis, yang
menggambarkan besaran (nilai), lokasi, dan sebaran dari karakteristik, potensi,
dan permasalahan berbagai sumberdaya alam dan sosial budaya secara keruangan
(spatial) di Kota Palangka Raya.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala
Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM dan seluruh Tim Ahli, atas kerjasama yang
baik dengan pihak kami dalam rangka melaksanakan kegiatan ini. Semoga
Laporan Kemajuan ini dapat bermanfaat sebagai pijakan atau dasar bagi tahapan
kegiatan berikutnya.
Demikian dan terima kasih.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu

Palangka Raya, Agustus 2021


BAPPEDALITBANG

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya ii
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 - 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1 - 5
1.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan ................................................................ 1 - 9
1.3.1. Maksud kegiatan ........................................................................... 1 - 9
1.3.2. Tujuan kegiatan ......................................................................... 1 - 10
1.4. Manfaat Kegiatan .................................................................................... 1 - 11
1.5. Landasan Hukum ..................................................................................... 1 - 13
BAB 2 METODE PENELITIAN
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan
2.1. Ruang Lingkungan Kegiatan .................................................................. 2 - 2
2.1.1. Lingkup wilayah kajian ............................................................. 2 - 2
2.1.2. Lingkup materi kajian ............................................................... 2 - 4
2.2. Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 2 - 6
2.3. Pendekatan Kajian ..................................................................................... 2 - 7
2.4. Cara Pengumpulan Data .......................................................................... 2 - 9
2.5. Cara Analisis Data ................................................................................... 2 - 10
2.6. Tahapan Kegiatan ................................................................................... 2 - 11
2.7. Hasil Kegiatan ........................................................................................... 2 - 12

BAB 3 DESKRIPSI LINGKUNGAN Kota Palangka Raya


3.1. Deskripsi Lingkungan Fisik (Abiotik) ................................................ 3 - 1
3.1.1. Kondisi Geomorfologi: morfologi dan topografi .............. 3 - 1
3.1.2. Kondisi Geologi: struktur dan formasi batuan ................. 3 - 7
3.1.3. Kondisi Klimatologi: curah hujan dan udara .................. 3 - 10
3.1.4. Kondisi Hidrologi: DAS dan airtanah ................................. 3 - 18
3.1.5. Kondisi Tanah: jenis tanah dan karakteristiknya ......... 3 - 24
3.1.6. Kondisi Penggunaan Lahan .................................................... 3 – 31

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya iii
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
3.2. Deskripsi Lingkungan Hayati (Biotik) ............................................. 3 - 36
3.2.1. Kondisi Ekosistem Hayati ...................................................... 3 - 36
A. Ekosistem Hutan Dataran Aluvial .............................. 3 - 37
B. Ekosistem Hutan Rawa Gambut .................................. 3 - 37
C. Ekosistem Kerangas (Heath Forest) .......................... 3 - 38
3.2.2. Flora-Fauna (Biodiversitas) Endemik ............................... 3 - 40
A. Biodiversitas Dataran Organik Rawa Gambut ....... 3 - 40
B. Biodiversitas Dataran Aluvial Sungai dan Rawa .. 3 - 47
C. Biodiversitas Bukit Intrusif Granitik-Plutonik ...... 3 - 49
D. Biodiversitas Dataran Antropogenik ........................ 3 - 50
3.3. Deskripsi Lingkungan Sosial Ekonomi Budaya (Kultural) ...... 3 - 55
3.3.1. Kondisi Kependudukan ........................................................... 3 - 55
A. Jumlah penduduk .............................................................. 3 - 55
B. Kepadatan penduduk ...................................................... 3 - 57
C. Pertumbuhan penduduk ................................................ 3 - 58
D. Struktur penduduk ........................................................... 3 - 59
3.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi .......................................................... 3 - 61
A. Matapencaharian .............................................................. 3 - 61
B. Laju inflasi ........................................................................... 3 - 63
C. PDRB dan pertumbuhan ekonomi ............................. 3 - 64
D. Kemiskinan .......................................................................... 3 - 67
3.3.3. Kondisi Sosial Budaya ............................................................. 3 - 70
A. Pendidikan ........................................................................... 3 - 70
B. Kesehatan ............................................................................ 3 - 83
C. Etnis dan agama ................................................................ 3 - 87
D. Kebudayaan ........................................................................ 3 - 89
E. Hukum adat ......................................................................... 3 - 95

BAB 4 WILAYAH EKOREGION Kota Palangka Raya


4.1. Konsepsi Wilayah Ekoregion ................................................................. 4 - 1
4.2. Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya ........................................... 4 - 7

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya iv
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

Bab - 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,


keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya (UUPPLH Nomor 32 tahun 2009). Berdasarkan batasan
tersebut, berarti lingkungan hidup tersusun atas 3 komponen utama (Gambar
1.1.), yaitu: komponen abiotik (lingkungan fisik), komponen biotik (lingkungan
hayati atau flora-fauna), dan komponen kultural (lingkungan manusia dan
perilakunya, meliputi aspek sosial, ekonomi, dan budaya).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-1
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

Terjadi suatu hubungan timbal balik


dalam lingkungan hidup antara manusia
dan makhluk lain dengan faktor-faktor
alam (Gambar 1.2.). Hubungan timbal-
balik antar komponen penyusun
lingkungan tersebut berjalan dalam
berbagai proses ekologi dan merupakan
satu kesatuan sistem, yang disebut
dengan ekosistem. Jadi ekosistem adalah
tatanan unsur lingkungan hidup yang
Gambar 1.1. merupakan kesatuan utuh, menyeluruh
Hubungan timbal balik antar dan saling mempengaruhi dalam
Komponen A-B-C Lingkungan Hidup membentuk keseimbangan, stabilitas,
dan produktivitas lingkungan hidup
(UUPPLH Nomor 32 tahun 2009).

Gambar 1.2.
Ekosistem sebagai suatu Tatanan Kehidupan dalam Lingkungan Hidup

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-2
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

Keberadaan dan keseimbangan ekosistem dalam lingkungan sangat


ditentukan oleh gerak laju pembangunan. Proses pembangunan yang ditandai
dengan upaya pemanfaatan sumberdaya, yaitu segala sesuatu yang menyumbang
pada pembuatan barang-barang dan jasa-jasa untuk konsumsi (baik yang dapat
diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui, baik ditujukan untuk
maksud-maksud produksi maupun konsumsi serta pembentukan kapital, yang
nantinya dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk menciptakan teknologi baru), akan
membawa dampak positif maupun negatif. Sepanjang sejarah pembangunan
nasional, telah memunculkan suatu kenyataan bahwa kualitas lingkungan semakin
menurun, dan bahwa lingkungan hidup manusia telah disalahgunakan atau
disalahmanfaatkan. Apabila ditelaah lebih lanjut, rusaknya lingkungan dapat
menyebabkan perubahan struktur ekonomi masyarakat dalam waktu-waktu yang
akan datang, apabila proses pembangunan tidak diawasi secara konsekuen dan
usaha-usaha pelestarian fungsi lingkungan tidak dilakukan.
Di lain pihak dapatlah dikemukakan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan dalam rangka pembangunan nasional, baik yang ditujukan untuk
maksud-maksud produksi maupun konsumsi, haruslah dikelola secara rasional.
Artinya, penggalian sumberdaya alam harus diusahakan agar: (a) tidak merusak
tata lingkungan hidup manusia; (b) dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang
menyeluruh; dan (c) dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan
yang akan datang.
Manusia dan pembangunan merupakan satu rangkaian yang terkait erat
dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Melalui kegiatan pembangunan,
manusia telah mengeksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran, yang
dampaknya berakibat pada kerusakan lingkungan dan keberlangsungan hidup
manusia itu sendiri. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan
suatu hal yang tidak dapat dihindari lagi akibat ulah manusia. Oleh karena itu
perlulah dihayati keharusan pendekatan secara ekosistem dalam pembangunan,
agar hal-hal yang merugikan masyarakat secara umum dapat dicegah atau
dihindari, sehingga tujuan melestarikan fungsi lingkungan hidup bagi generasi
mendatang dapat tercapai. Inilah yang dimaksud dengan konsep"economics and
ecological balance", dalam pembangunan berkelanjutan, bahwa di samping
mengejar kepentingan ekonomi, pembangunan juga harus tetap memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan. Sebagai contoh ekosistem hutan, satu sisi dapat

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-3
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

bernilai ekonomi, tetapi pada sisi lain tetap berfungsi utama secara ekologis
sebagai zona plasma nutfah bagi perlindungan flora-fauna dan lingkungan
bawahannya.
Untuk dapat mencapai hubungan keseimbangan antara fungsi ekonomis dengan
fungsi ekologis dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, maka perlu
diketahui terlebih dahulu karakteristik lingkungan itu sendiri, dalam bentuk
wilayah ekoregion dan inventarisasi lingkungan hidup, yang dapat
diidentifikasi berdasarkan satuan ekosistem bentangalam. Setiap wilayah
ekoregion tersusun atas komponen abiotik, biotik dan kultural, yang ketiga
merupakan komponen utama penyusun lingkungan dan menjadi satu kesatuan
yang tak terpisahkan sebagai pencerminan karakteristik lingkungan hidup.
Secara alami kondisi ekoregion pada suatu wilayah akan berpengaruh
terhadap variasi potensi sumberdaya alam, sumberdaya hayati, dan sumberdaya
manusia yang tinggal di dalamnya. Dengan kata lain bahwa kondisi ekoregion akan
berpengaruh terhadap karakteristik lingkungan hidup secara umum, dan perilaku
manusia yang tinggal di dalam lingkungan tersebut. Apabila terjadi ketidakarifan
perlakukan manusia terhadap lingkungan, maka akan menyebabkan munculnya
berbagai permasalahan lingkungan, yang dapat dikategorikan sebagai bencana
lingkungan, seperti: banjir, pencemaran air dan udara, kekritisan air, kekritisan
lahan, kerusakan pesisir dan hutan mangrove, konflik sosial, serta berbagai
permasalahan lingkungan lainnya. Aktivitas manusia yang tidak arif tersebut maka
dapat melampaui batas toleransi karakteristik dan kemampuan lingkungan untuk
mendukungnya yang menyebabkan keseimbangan lingkungan menjadi terganggu.
Untuk dapat menyajikan karakteristik lingkungan hidup secara menyeluruh
dan komprehensif, maka perlu dilakukannya inventarisasi dan identifikasi
berbagai variabel atau aspek penyusun setiap komponen lingkungan, yang
mencakup 2 (dua) hal penting, yaitu: (1) karakteristik dan potensi sumberdaya
alam dan lingkungan; serta (2) pola dan bentuk pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan, maupun permasalahan yang muncul akibat pemanfaatan tersebut.
Oleh karena itu, berbagai metode dan teknologi dapat diterapkan dalam rangka
penyusunan wilayah ekoregion dan inventarisasi karakteristik lingkungan ini, baik
melalui interpretasi dan analisis data spasial (peta dan citra penginderaan jauh),
interpretasi dan analisis data sekunder yang bersifat instansional, maupun melalui
survei langsung di lapangan (pengamatan dan pengukuran terhadap berbagai

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-4
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

variabel komponen lingkungan abiotik, biotik, dan kultural). Selanjutnya penyajian


data hasil inventarisasi lingkungan hidup sudah semestinya disajikan secara
spasial dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan lingkungan dapat muncul dan terjadi setiap saat yang


diakibatkan oleh karena manusia tidak mengenal secara baik karakteristik
lingkungan di sekitarnya. Akibat tidak mengenal karakteristik lingkungan dengan
baik, maka manusia cenderung memanfaatkan sumberdaya alam yang ada dalam
lingkungan menurut takaran atau kemauannya sendiri-sendiri. Kemauan yang
dimaksud di sini adalah ke arah pemenuhan kebutuhan ekonomi, tanpa lebih jauh
mempertimbangkan kelestarian fungsinya sebagai suatu ekosistem. Ekosistem
merupakan rumah tangga makhluk hidup, yang di dalamnya terjadi saling terkait,
pengaruh-mempengaruhi, dan saling kebergantungan antar komponen
penyusunnya (abiotik, biotik, dan kultural), sehingga apabila salah satu komponen
dalam lingkungan tersebut terganggu, maka komponen yang lain juga akan
terganggu. Terganggunya salah satu komponen lingkungan tersebut akan
menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Hal ini jelas akan mempengaruhi
keberlangsungan ekosistem itu secara lestari, yang berakibat pada muncul gejala-
gejala atau fenomena alam yang bersifat negatif, yang dikatakan sebagai
permasalahan lingkungan.
Munculnya permasalahan lingkungan yang bersifat negatif atau merugikan
tersebut disebabkan karena ketidakfahaman manusia terhadap karakteristik
lingkungan di sekitarnya. Berbagai permasalahan lingkungan ini akan menjadi
akut atau berulang kejadian setiap tahun, apabila tidak segera dicari solusi yang
lebih arif terhadap lingkungan tersebut. Hal ini jelas akan menganggu gerak laju
pembangunan wilayah pada masa-masa yang akan datang. Untuk dapat
merumuskan solusi pemecahan permasalahan lingkungan yang lebih arif, maka
harus dikenali lebih jauh karakteristik dan permasalahan lingkungan yang ada di
sekitar kita selama ini, yang dapat diwujudkan dalam bentuk inventarisasi data
lingkungan hidup. Inventarisasi data lingkungan ini tentunya memuat berbagai
karakteristik dan permasalahan lingkungan hidup, baik komponen lingkungan
fisik, hayati, maupun sosial budaya, serta infrastruktur hasil pembangunan selama

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-5
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

ini. Oleh karena itu ditetapkan UURI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), yang di dalamnya mencakup dan
mengatur berbagai substansi strategik dan kebijakan dalam perlindungan dan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara sistematis, terintegrasi,
berkelestarian dan berkesinambungan.
Mencermati dan memahami isi dari UUPPLH Nomor 32 tahun 2009, maka
setiap Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, WAJIB menyusun dokumen-
dokumen lingkungan hidup, yang diatur dalam banyak pasal. Bab II Bagian Ketiga
tentang Ruang Lingkup Pasal 4 menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup meliputi: Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian,
Pemeliharaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum. Pada pasal-pasal
berikutnya dijelaskan tentang definisi, cakupan kajian, cakupan wilayah, dan
tujuan dari masing-masing tahapan tersebut. Bab II Pasal 5 menyatakan bahwa
pada tahap PERENCANAAN perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
harus dilaksanakan kegiatan-kegiatan, berupa: inventarisasi lingkungan hidup,
penetapan wilayah ekoregion, dan penyusunan Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) (Gambar 1.3.).

Gambar 1.3.
Muatan Kegiatan dalam setiap Tahapan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup berdasarkan UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009 (Sumber: Paparan KLH, 2012)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-6
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 tersebut memberikan pedoman secara jelas


kepada Pemerintah Daerah bahwa untuk dapat melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara baik, maka langkah pertama yang harus
ditempuh adalah kegiatan inventarisasi data lingkungan hidup dan penetapan
wilayah ekoregion. Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan inventarisasi
lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai
sumberdaya alam, yang meliputi: (a) karakteristik, potensi dan ketersediaan
sumberdaya alam; (b) jenis pemanfaatan sumberdaya alam; (c) bentuk
penguasaan; (d) pengetahuan pengelolaan; (e) bentuk kerusakan akibat
pemanfaatan sumberdaya alam; dan (f) konflik dan penyebab konflik yang timbul
akibat pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan. Selanjutnya hasil
inventarisasi lingkungan hidup dapat menjadi dasar dalam penetapan wilayah
ekoregion. Pasal 1 ayat (29) menjelaskan bahwa ekoregion adalah wilayah
geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam
dan lingkungan hidup. Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) menjelaskan bahwa ekoregion
disusun dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang alam
(landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora-fauna, sosial budaya, ekonomi, dan
kelembagaan masyarakat, sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.4. Berdasarkan
isi dan amanah yang terkandung dalam UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 tersebut,
maka 2 (dua) kegiatan penting yang pertama dan harus dilakukan setiap daerah
(provinsi, kabupaten, dan kota) pada tahap awal perencanaan pembangunan
lingkungan adalah ”Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi
Lingkungan Hidup”. Hasil kajian ini akan menjadi data utama yang bersifat dasar
dan sangat penting sebagai kerangka dasar atau pijakan yang kokoh bagi langkah-
langkah kegiatan pembangunan lingkungan hidup pada tahap berikutnya.
Berkaitan dengan inventarisasi karakteristik dan permasalahan lingkungan
hidup, maka dalam UURI Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional yang tersurat dalam Bab X mengenai pembangunan sumberdaya alam
dan lingkungan, menyebutkan dalam salah satu sub bagiannya tentang program
pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan
lingkungan. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan adanya informasi secara
terus-menerus dan lengkap mengenai potensi, lokasi, sebaran, waktu, dan
pendayagunaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan, maupun aspek-aspek
sosial budaya masyarakat secara optimal. Informasi tersebut menggambarkan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-7
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

potensi dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara menyeluruh.


Pada akhirnya data dan informasi ini diharapkan mampu memberikan gambaran
secara utuh-menyeluruh mengenai karakteristik dan potensi sumberdaya alam
dan lingkungan. Adapun kegiatan pokok yang dilakukan adalah inventarisasi dan
evaluasi potensi sumberdaya alam dan lingkungan, baik di darat, laut, maupun
udara.

Gambar 1.4.
Lingkup Kegiatan dalam Tahap Perencanaan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009

Salah satu kegiatan yang terkait dengan Program Pengembangan dan


Peningkatan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, seperti
tertuang dalam Bab X UURI Nomor 25 tahun 2000 tersebut adalah peningkatan
akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan kepada masyarakat atau stake
holders lainnya. Prosedur data harus dikembangkan dan disajikan dengan teknik
Sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Wolfgang Kainz (1995), SIG adalah
sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
analisis atau manipulasi, dan penyajian data secara spasial, yang ditujukan untuk
pemecahan problematika terkait dengan masalah-masalah kebumian. Phil Parent

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-8
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

(1988) menjelaskan pula bahwa kunci SIG adalah analisis data untuk
menghasilkan informasi baru tentang berbagai hal yang ada di permukaan bumi.
Berdasarkan konsep dasar dan pemikiran tersebut di atas, maka diperlukan upaya
sejak dini yang memprakarsai untuk menyusun wilayah ekoregion dan
inventarisasi lingkungan hidup berbasis Sistem Informasi Geografis.
Konsep dan pemikiran tersebut tentunya harus sejalan untuk mendukung
salah satu program pembangunan di Kota Palangka Raya, yaitu mewujudkan
pengelolaan sumberdaya alam (natural resources) dan lingkungan hidup secara
bijaksana dan bertanggung jawab, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan masyarakat dan Pemerintah Daerah secara berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti dan
merealisasikan cita-cita pembangunan tersebut, sudah semestinya diawali dengan
kegiatan ”Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan
Hidup” sebagai data dan informasi dasar bagi perencanaan pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan, yang disajikan secara spasial dengan
bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis.

1.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan

1.3.1. Maksud kegiatan

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyusun dan memetakan wilayah-
wilayah ekoregion secara rinci dan melakukan inventarisasi data lingkungan hidup
di Kota Palangka Raya sebagai dokumen dasar bagi penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Inventarisasi data
lingkungan tersebut disajikan lebih informatif dan representatif secara keruangan,
dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis, yang
menggambarkan besaran (nilai), lokasi, dan sebaran dari karakteristik, potensi,
dan permasalahan berbagai sumberdaya alam dan sosial budaya secara keruangan
(spatial) di Kota Palangka Raya. Data dan informasi disajikan dalam bentuk
numerik, grafis, dan peta-peta yang bersifat informatif, akurat, efektif, dan
komunikatif, bagi seluruh pengguna (stakeholder), baik Pemerintah Daerah,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1-9
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

Pemerintah Pusat, perusahaan negara atau swasta, berbagai institusi negara atau
swasta, maupun masyarakat luas pada umumnya.

1.3.2. Tujuan kegiatan

Untuk mencapai maksud di atas, maka tujuan kegiatan ini dapat dirmuskan
seperti berikut ini.
(1) Menyusun dan memetakan Wilayah Ekoregion skala 1 : 50.000, berdasarkan
karakteristik bentangalam (landscape), dengan mempertimbangkan aspek-
aspek lingkungan hidup lainnya, seperti: keanekaragaman hayati asli dan
kondisi aktivitas sosial budaya dalam bentuk penggunaan lahan.
(2) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan karakteristik komponen lingkungan
hidup pada setiap wilayah ekoregion, yang meliputi:
(a) karakteristik komponen abiotik atau fisik, berupa genesis wilayah
secara geotektonik, kondisi geologi, geomorfologi, klimatologi, hidrologi,
tanah dan penggunaan lahan;
(b) karakteristik komponen biotik atau hayati, meliputi aspek jenis dan
persebaran flora maupun fauna, khususnya yang menunjukkan
keanekaragaman hayati (asli) daerah; dan
(c) karakteristik komponen kultural atau manusia dan perilakunya,
mencakup aspek kependudukan, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
(3) Mengidentifikasi dan menganalisis potensi dan ketersediaan sumberdaya
alam, baik sumberdaya lahan (kemampuan lahan), sumberdaya air (air hujan,
air permukaan, dan airtanah termasuk mataair), sumberdaya mineral, dan
sumberdaya hayati (hutan dengan keaneragaman hayati di dalamnya).
(4) Mengidentifikasi dan menganalisis bentuk pemanfaatan sumberdaya alam
dan penguasaannya (bentuk dan status penggunaan lahan, pemanfaatan
sumberdaya air, mineral, dan hutan).
(5) Mengidentifikasi dan menganalisis bentuk dan pola pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan (baik secara fisik atau mekanik, vegetatif atau reboisasi,
dan sosial budaya dalam bentuk kearifan budaya masyarakat).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1 - 10
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

(6) Mengidentifikasi dan menganalisis berbagai bentuk permasalahan dan


kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang telah terjadi pada setiap
wilayah ekoregion, baik permasalahan dan kerusakan lingkungan fisik dan
hayati, maupun permasalahan sosial budaya berupa konflik yang timbul dan
faktor-faktor yang memicu atau menyebabkan terjadinya konflik tersebut.
(7) Menyajikan setiap karakteristik, potensi, dan permasalahan lingkungan
secara keruangan (spasial) dalam bentuk peta yang lebih akurat, bersifat
sistematik, informatif, dan komunikatif, agar lebih mudah dipahami oleh
setiap pengguna data, dengan batuan perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis.

1.4. Manfaat Kegiatan

Manfaat yang diharapkan dari hasil kegiatan ini, diuraikan seperti berikut ini.
(1) Sebagai sumber data dan informasi penting tentang karakteristik, potensi,
dan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi seluruh
pengguna (stakeholder), baik Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat,
perusahaan negara atau swasta, berbagai institusi negara atau swasta,
maupun masyarakat luas pada umumnya, yang terkait dengan upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara menyeluruh di
wilayah kajian; maupun kemungkinan-kemungkinan penanaman modal bagi
pengembangan wilayah dan investasi yang lebih sehat, prospektif,
berkesinambungan, dan tentunya tetap berwawasan lingkungan, dengan
tujuan menjaga keseimbangan antara fungsi ekologi dan peningkatan nilai
ekonomi ‘kesejahteraan masyarakat’ pada masa kini dan yang akan datang.
(2) Sebagai kerangka dasar bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam rangka
penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan berikut ini.
Sesuai yang diamanatkan dalam UUPPLH Nomor 32 tahun 2009, bahwa data
dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
disajikan dalam inventarisasi lingkungan hidup berbasis ekoregion ini,
merupakan data dasar bagi upaya penyusunan program-program
pembangunan dalam bentuk: Rencana Perlindungan dan Pengelolaan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1 - 11
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

Lingkungan Hidup (RPPLH), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),


Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KaRAPI), dan Penyusunan Tata
Ruang Wilayah (RTRW).
(a) RPPLH disusun oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. Penyusunan RPPLH memperhatikan:
keragaman karakter dan fungsi ekologis, sebaran penduduk, sebaran
potensi sumberdaya alam, kearifan lokal, aspirasi masyarakat, dan
perubahan iklim [UUPPLH Pasal 10, ayat (1 dan 2)]. RPPLH menjadi
dasar penyusunan dan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
[UUPPLH Pasal 10 ayat (5)].
(b) KLHS merupakan instrumen pengendalian lingkungan hidup, yang
mempunyai kekuatan hukum sama dengan instrumen lainnya, seperti:
tata ruang, baku mutu lingkungan, AMDAL, dan sebagainya, seperti
tertuang dalam Bab V Pasal 14 UUPPLH Nomor 32 tahun 2009. KLHS
wajib disusun oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan telah menjadi dasar dan terintegrasi secara nyata dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program [UUPPLH Pasal 15 ayat (1)].
Salah satu tujuan penyusunan KLHS adalah sebagai data dasar dan
sumber informasi dalam penyusunan atau evaluasi [UUPPLH Pasal 15
ayat (2)], bagi:
 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya,
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota; dan
 kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1 - 12
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 1 Pendahuluan LAPORAN KEMAJUAN

1.5. Landasan Hukum

Berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum


formal untuk mendukung program kegiatan ini, meliputi:
(a) Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(b) Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan;
(c) Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Kebencanaan;
(d) Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
(e) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya
Air;
(f) Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
(g) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
(h) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.52/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria Pengendalian Pembangunan Ekoregion pada Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion;
(i) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota;
(j) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun 2018
tentang Ekoregion; dan
(k) Berbagai Peraturan Daerah Kota Palangka Raya yang mengatur segala
sesuatu terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 1 - 13
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

Bab - 2

METODE PENELITIAN
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup

Metode yang dipakai dalam kajian ini adalah metode survey yang menekankan pada
survei data sekunder, dan dilengkapi dengan data primer terhadap berbagai obyek
atau sasaran kajian. Data pada masing-masing obyek kajian diukur dan dipilih
secara area purposive sampling berdasarkan area wilayah ekoregion berbasis
bentanglahan yang ada, untuk mencapai tujuan atau sasaran terhadap obyek kajian,
dengan tetap mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu di lapangan.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kuantitatif, kualitatif, dan komparatif
untuk mendapatkan gambaran secara nyata tentang nilai (value) dan persebaran
(spasial) pada masing-masing obyek kajian, dengan bantuan perangkat lunak Sistem
Informasi Geografis.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-1
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

2.1. Ruang Lingkup Kegiatan

2.1.1. Lingkup wilayah kajian

Wilayah kajian mencakup seluruh wilayah administrasi Kota Palangka Raya,


Provinsi Kalimantan Tengah, yang terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu:
Kecamatan Pahandut (6 kelurahan dengan luas total 119,73 Km2), Kecamatan
Sebangau (6 kelurahan dengan luas total 640,73 Km2), Kecamatan Jekan Raya (4
kelurahan dengan luas total 387,53 Km2), Kecamatan Bukit Batu (7 kelurahan
dengan luas total 603,14 Km2), dan Kecamatan Rakumpit (7 kelurahan dengan luas
total 1.101,99 Km2). Luas total wilayah Kota Palangka Raya mencapai 2.853,12
Km2 atau 285.312 hektar (terinci pada Tabel 2.1. dan Gambar 2.1.), yang
mencakup topografi dataran hingga berbukit dengan kemiringan lereng secara
umum <40% (Kota Palangka Raya Dalam Angka, BPS, 2021).

Tabel 2.1. Cakupan Administrasi dan Luas Wilayah Kota Palangka Raya

Luas Wilayah
Kecamatan Ibukota Kelurahan
Km2 Hektar
Pahandut, Panarung, Langkai,
Pahandut Pahandut Tumbang Rungan, Tanjung Pinang, 119,73 11.973
dan Pahandut Sebrang
Kereng Bangkirai, Sabaru,
Sabangau Kalapangan Kalampangan, Kameloh Baru, 640,73 64.073
Bereng Bengkel, dan Danau Tundai
Menteng, Palangka, Bukit Tunggal,
Jekan Raya Palangka 387,53 38.753
dan Petuk Katimun
Marang, Tumbang Tuhai,
Bukit Batu Tangkiling Banturung, Tangkiling, Sei Gohong, 603,14 60.314
Kanarakan, dan Habaring Hurung
Petuk Bukit, Pager Jaya, Panjehang,
Rakumpit Mungku Baru Gaung Baru, Petuk Barunai, 1.101,99 110.199
Mungku Baru, dan Bukit Sua
Total Luas 2.853,12 285.312
Sumber: Kota Palangka Raya Dalam Angka (BPS, 2021) dan Profil Kota Palangka Raya (bappeda.palangkaraya.go.id, 2018)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-2
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 2.1. Wilayah Administrasi Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-3
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

Secara geografis (Gambar 2.1.), Kota Palangka Raya terletak pada koordinat
113˚30` - 114˚07` Bujur Timur dan 1˚35` - 2˚24` Lintang Selatan, yang secara
administrasi berbatasan dengan:

 sebelah utara : Kabupaten Gunung Mas;


 sebelah timur : Kabupaten Pulangpisang;
 sebelah selatan : Kabupaten Pulangpisang; dan
 sebelah barat : Kabupaten Katingan.

2.1.2. Lingkup materi kajian

Lingkup materi kajian mencakup jenis data dan variabel yang harus
dikumpulkan dalam kajian ini, seperti diuraikan berikut ini.
(1) Deskripsi umum wilayah kajian, meliputi: letak, batas, dan luas wilayah
administrasi Kota Palangka Raya, yang dirinci sampai tingkat kecamatan
dan/atau kelurahan.
(2) Peta Wilayah Ekoregion skala 1 : 50.000 atau lebih besar, yang disusun
berdasarkan aspek utama bentanglahan dan aspek lain sesuai amanah dalam
UUPPLH Nomor 32 tahun 2009, seperti bentang hayati (tipe komunitas
vegetasi) dan bentang budaya (penggunaan lahan).
(3) Karakteristik komponen lingkungan hidup pada setiap wilayah ekoregion,
yang meliputi:
(a) Karakteristik lingkungan fisik (abiotic), meliputi:
 aspek genesis pembentukan Kota Palangka Raya secara
geotektonik;
 aspek geologi, yang menjelaskan tentang stratigrafi dan formasi
geologi, struktur geologi, dan batuan penyusun (litologi);
 aspek geomorfologi, yang menjelaskan tentang morfologi (lereng),
topografi, elevasi, proses, struktur, dan bentuklahan;
 aspek klimatologi, yang menjelaskan tentang curah hujan, hari
hujan, tipe iklim, suhu, tekanan dan kelembagaan udara, arah dan
kecepatan angin, kebisingan, dan kualitas udara ambien;

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-4
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

 aspek hidrologi, yang menjelaskan tentang hidrologi permukaan


(sungai, danau, rawa, atau lainnya) dan hidrologi airtanah maupun
mataair, yang mencakup karakteristik dan debit aliran,
karakteristik fisik, kimia, dan biologis;
 aspek tanah, yang menjelaskan tentang jenis tanah, karakteristik
(fisik, kimia, biologis), kemampuan tanah, dan persebarannya;
 aspek penggunaan lahan, yang menjelaskan tentang berbagai
bentuk penggunaan lahan dan persebarannya.
(b) Karakteristik lingkungan hayati (biotic), meliputi:
 pengelompokan ekosistem berdasarkan aspek hayati; dan
 jenis dan persebaran flora maupun fauna (keanekaragaman hayati),
khususnya yang menunjukkan hayati asli wilayah.
(c) Karakteristik lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya (culture),
meliputi:
 aspek kependudukan (demografis): jumlah, kepadatan, dan
pertumbuhan penduduk, angkatan kerja, dan komposisi penduduk;
 aspek sosial ekonomi: matapencaharian, pendapatan (PDRB harga
konstan), basis ekonomi atau komoditas unggulan (pertanian,
kehutanan, perikanan, pertambangan, industri, perdagangan, atau
sektor lainnya), tekanan penduduk terhadap lahan, tingkat
pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan masyarakat;
 aspek sosial budaya: etnik, suku, adat istiadat, dan kearifan budaya.

(4) Potensi dan ketersediaan sumberdaya alam, baik sumberdaya lahan


(kemampuan lahan), sumberdaya air (air hujan, air permukaan, dan airtanah
termasuk mataair), sumberdaya mineral, dan sumberdaya hayati (hutan
dengan keaneragaman hayati di dalamnya).
(5) Bentuk pemanfaatan sumberdaya alam dan penguasaannya (bentuk dan
status penggunaan lahan, pemanfaatan sumberdaya air, mineral, dan hutan).
(6) Bentuk dan pola pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (baik secara
fisik atau mekanik, vegetatif atau reboisasi, dan sosial budaya dalam bentuk
kearifan budaya masyarakat).
(7) Bentuk permasalahan dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang
telah terjadi pada setiap wilayah ekoregion, baik permasalahan dan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-5
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

kerusakan lingkungan fisik dan hayati, maupun permasalahan sosial budaya


berupa konflik yang timbul dan faktor-faktor yang memicu atau
menyebabkan terjadinya konflik tersebut.
(8) Menyajikan setiap karakteristik, potensi, dan permasalahan lingkungan
secara keruangan (spasial) dalam bentuk peta yang lebih akurat, bersifat
sistematik, informatif, dan komunikatif, agar lebih mudah dipahami oleh
setiap pengguna data, dengan batuan perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis.

2.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam kegiatan ini meliputi:


(a) Peta Administrasi sebagai peta dasar skala 1 : 50.000 atau lebih besar;
(b) Peta Rupa Bumi skala 1 : 50.000, Badan Informasi Geospasial;
(c) Peta-peta tematik, seperti: Peta Geologi, Peta Tanah, Peta Penggunaan Lahan,
Peta DAS, Peta Kawasan Hutan, Peta Alokasi Fungsi Ruang, Peta Kawasan
Hidrologis Gambut, dan lainnya;
(d) Citra Penginderaan Jauh yang tersedia, yaitu Citra Satelit Sentinel 2A tahun
2020;
(e) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palangka Raya;
(f) Data Profil Daerah atau Potensi Desa (PODES);
(g) Data Kota Palangka Raya Dalam Angka (BPS) 3 tahun terakhir (2018 - 2020);
(h) Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Palangka Raya 3 tahun terakhir;
(i) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kota Palangka Raya 3 tahun terakhir
(2018, 2019, dan 2020);
(j) Data Pemantauan Kualitas Lingkungan Kota Palangka Raya 5 tahun terakhir
(2016 sampai 2020);
(k) Data Kebencanaan atau Kejadian Bencana Alam di Kota Palangka Raya 5
tahun terakhir (2016 sampai 2020);
(l) Data dan informasi tentang Kehutanan dan Kawasan Hidrologi Gambut Kota
Palangka Raya;
(m) Data instansional di tingkat nasional, seperti: data klimatologi dari BMKG,
data tanah dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, data hidrogeologi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-6
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan Kementerian ESDM, data kehutanan


dari Dirjen Kehutanan, dan sebagainya;
(n) Data instansional lainnya di lingkungan Kota Palangka Raya, seperti: Dinas
Lingkungan Hidup, Bappedalitbang, Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan,
Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Sosial dan Kependudukan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah, PDAM, dan instansi lainnya; dan
(o) Laporan hasil-hasil penelitian terdahulu tentang sumberdaya alam dan
lingkungan hidup di Kota Palangka Raya.
Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan ini, meliputi:
(a) Peralatan survei lapangan: GPS, abney level, meteran, palu dan kompas
geologi, water checker (suhu, EC, pH, TDS, dan DO air), soil test kit, soil tester,
pnetrometer, COx analyzer, NOx analyzer, sound level, hand anemometer,
thermometer udara, laser distance, botol sampel air, dan kantong sampel
tanah;
(b) Seperangkat komputer Sistem Informasi Geografis untuk pengolahan data
spasial dan pemetaan sumberdaya alam dan lingkungan;
(c) Komputer (PC) untuk penyusunan data dasar dan pembuatan laporan; dan
(d) Peralatan dokumentasi lapangan (handycam dan kamera atau smartphone),
kuesioner, maupun peralatan pendukung lainnya.

2.3. Pendekatan Kajian

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa inventarisasi
data lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai sumberdaya alam, yang meliputi: potensi dan ketersediaan, jenis yang
dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan, bentuk kerusakan,
konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Pasal 7 ayat (1) dan
ayat (2) menyatakan bahwa inventarisasi data lingkungan hidup menjadi dasar
dalam penetapan wilayah ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan
karakteristik bentang alam (landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora-fauna,
sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi
lingkungan. Pasal 1 ayat (29) dijelaskan pula bahwa ekoregion adalah wilayah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-7
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam, yang menggambarkan integritas sistem alam
dan lingkungan hidup. Berdasarkan peraturan tersebut, terdapat hubungan sangat
erat dan saling melengkapi antara inventarisasi data lingkungan dengan ekoregion,
yang artinya inventarisasi data dapat dijadikan dasar untuk menyusun ekoregion,
atau sebaliknya ekoregion dapat dijadikan dasar untuk mendeskripsikan
karakteristik, potensi, dan permasalahan lingkungan secara spasil.
Merujuk pada ketentuan dasar tersebut, maka perlu ditegaskan bahwa yang
lebih mudah dilakukan adalah kegiatan inventarisasi data lingkungan dengan
kerangka dasar analisis satuan ekoregion. Yang perlu untuk dipahami bahwa
kerangka dasar utama satuan ekoregion adalah kesatuan wilayah secara geografis
yang mempunyai kesamaan sifat dalam hal bentangalam atau bentanglahan
(landscape). Dengan demikian, identifikasi bentanglahan geografis memegang
peranan penting dalam semua kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan pengelolaan, hingga
pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dalam perencanaan
dan pengendalian lingkungan hidup dapat dideskripsikan sebagai satuan
ekosistem berbasis bentanglahan (geoekosistem) yang diintegrasikan dengan
batas wilayah administrasi (regional).
Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya
terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan
(interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air,
batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan
manusia (Verstappen, 1983). Ad Hoc Committe in Geography (1965) menjelaskan
bahwa studi geografi mencari penjelasan bagaimana tatalaku subsistem
lingkungan fisik di permukaan bumi, dan bagaimana manusia melakukan kegiatan
di permukaan bumi, serta pengaruh perilaku tersebut terhadap lingkungan fisik
maupun makhluk hidup lainnya, yang kesemuanya itu terangkum dalam kajian
bentanglahan. Menurut Verstappen (1983) dan Strahker (1987), salah satu cabang
ilmu geografi yang mengkaji bentanglahan secara mendalam adalah geomorfologi.
Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009, yang
kemudian diintegrasikan dengan konsep dasar geomorfologi sebagai bagian ilmu
geografi, maka selanjutnya satuan ekoregion yang merupakan satuan ekosistem
berbasis bentanglahan dan wilayah. Ekoregion merupakan unit analisis terkecil

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-8
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan berdasarkan


karakteristik bentanglahan, dengan kerangka dasar terkecil berupa bentuklahan
(landform). Bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang memiliki
morfologi atau relief khas, akibat pengaruh kuat dari proses geomorfologis dan
struktur geologis pada material batuan penyusunnya, dalam skala ruang dan
waktu tertentu. Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah relief, struktur,
proses dan material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh
terhadap karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain,
seperti: tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku
manusia dalam lingkungan. Secara sistematis, kerangka fikir dan pendekatan
kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.4. Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode survei, yang menekankan survei data


sekunder (instansional) dan didukung oleh survei data perimer (pengamatan dan
pengukuran lapangan).
(1) Survei data sekunder merupakan kegiatan pengumpulan data angka, grafis,
maupun peta, tentang hasil-hasil penelitian terdahulu, serta uraian keadaan
wilayah yang telah tersedia pada berbagai instansi terkait di Kota Palangka
Raya, khususnya di Dinas Lingkungan Hidup, Bappedalitbang, BPS, Dinas
Kehutanan, Dinas Pertambangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Perikanan, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan, BPBD,
PDAM, dan dinas-dinas terkait lainnya.
(2) Survei data primer merupakan kegiatan pengumpulan data melalui
pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan, baik pengukuran
variable-variabel untuk karakteristik lingkungan fisik, hayati, maupun
kultural, serta plotting posisi titik pengamatan. Metode penentukan lokasi
sampel menggunakan area purposive sampling, yang artinya bahwa sampel
ditentukan berdasarkan area wilayah ekoregion bentanglahan dengan tetap
mempertimbangkan variasi potensi dan permasalahan lingkungan yang ada
di setiap wilayah.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2-9
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

Citra
Penginderaan Jauh Peta Topografi Peta Geologi

Interpretasi Relief dan Interpretasi Relief dan Interpretasi Struktur dan


Proses Geomorfologi Kelerengan Materi Penyusun

Cek Lapangan

Peta Administrasi
Satuan Bentuklahan sebagai Satuan Peta Vegetasi Asli
Terkecil Ekosistem Bentanglahan Pete Penggunaan Lahan

Inventarisasi Data Satuan


EKOREGION

Analisis dan Evaluasi

Rekomendasi Program
Karakteristik Lingkungan Pembangunan Daerah
Potensi Sumberdaya Karakteristik Lingkungan Berkelanjutan dan
Alam dan Permasalahan Hidup Spasial berbasis Berwawasan Lingku-
Lingkungan Hidup Sistem Informasi Geografis ngan berbasis Wilayah
Ekoregion Bentang-
alam

Gambar 2.2. Pendekatan Kajian dan Kerangka Pikir Penyusunan


Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup

2.5. Cara Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam kegiatan ini, meliputi: analisis deskriptif
kuantitatif dan kualitatif, deskripsi komparatif, dan analisis spasial.
(1) Analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif bertujuan untuk menguraikan
tentang berbagai karakteristik komponen lingkungan abiotik, biotik, maupun
kultural; potensi dan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan yang
disajikan dalam bentuk nilai angka-angka dan grafis atau skala tertentu.
(2) Analisis deskriptif komparatif dimaksudkan untuk membandingkan
karakteristik, potensi, dan permasalahan masing-masing komponen

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2 - 10
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

lingkungan dan sumberdaya alam pada satu wilayah ekoregion terhadap


wilayah ekoregion lainnya, atau antara satu wilayah kecamatan terhadap
wilayah kecamatan lainnya.
(3) Analisis keruangan (spatial) menunjukkan pola sebaran karakteristik,
potensi, dan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam
bentuk peta, dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis.

2.6. Tahapan Kegiatan

Kegiatan ini diselenggarakan secara terstruktur melalui 3 (tiga) tahapan,


yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan (survei), dan tahap penyelesaian
(analisis dan pelaporan).
(1) Tahap persiapan
Tahap ini meliputi studi kepustakaan, persiapan teknik survei, dan mobilisasi.
Studi kepustakaan berdasarkan hasil penelitian, buku-buku, majalah, atau
dokumen lain yang dapat memberikan gambaran umum mengenai keadaan
wilayah kajian serta perumusan metodologi. Persiapan teknik survei,
meliputi kegiatan yang berhubungan dengan penyusunan peta dasar untuk
keperluan sampling, checklist untuk inventarisasi data, dan persiapan
peralatan.
(2) Tahap pelaksanaan (survei)
Tahap ini merupakan rangkaian observasi atau orientasi lapangan secara
umum berdasarkan Peta Wilayah Ekoregion sebagai peta dasar, yang
akhirnya dapat ditentukan jalur survei lapangan. Survei lapangan dilakukan
secara mendalam, baik survei instansional terhadap data yang terdapat pada
setiap instansi atau lembaga terkait, maupun survei lapangan dalam rangka
pengumpulan data primer secara mendetail dan menyeluruh dari seluruh
karakteristik komponen lingkungan hidup, potensi dan permasalahan
sumberdaya alam dan lingkungan.
(3) Tahap penyelesain (analisis dan pelaporan)
Tahap ini meliputi kegiatan analisis data numerik (tabulasi), grafis, dan data
spasial, untuk mengevaluasi secara keruangan tentang berbagai karakteristik,
potensi, dan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tahapan
ini diakhiri dengan penyusunan atau penulisan Laporan Akhir, yang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2 - 11
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 2 Metode Penelitian LAPORAN KEMAJUAN

dilengkapi dengan peta-peta tematik dalam format A4 untuk laporan dan A3


untuk Album Peta, serta softcopy peta-peta tematik digital skala dasar 1 :
50.000 atau lebih besar.

2.7. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan ini terdiri atas 3 (tiga) laporan utama, yaitu: Laporan
Pendahuluan, Laporan Kemajuan, dan Laporan Akhir, serta Album Peta.
(1) Laporan Pendahuluan
Laporan ini merupakan penjabaran atau penafsiran lebih lanjut dari
Kerangka Acuan Kerja (KAK), yang berisi: latar belakang, permasalahan,
maksud dan tujuan, manfaat, metode dan pendekatan penelitian, gambaran
umum wilayah kajian, organisasi pelaksana dan rancangan kerja. Laporan
Pendahuluan diketik spasi 1.5 dalam format kwarto, dicetak dalam format
PDF dan cetak eksklusif sebanyak 5 eksemplar.
(2) Laporan Kemajuan
Laporan ini berisi data dan dokumentasi hasil survei instansional dan
lapangan secara lengkap dan terperinci. Laporan Kemajuan diketik spasi 1.5
dalam format kwarto, dicetak dalam format PDF dan cetak eksklusif sebanyak
5 eksemplar.
(3) Laporan Akhir
Laporan Akhir merupakan laporan lengkap sebagai hasil akhir dari seluruh
rangkaian kegiatan, yang berisi: data hasil survei lapangan dan instansional,
interpretasi dan analisis data, penyusunan laporan dan pemetaan. Laporan
Akhir diketik spasi 1.5 dalam format kwarto, dicetak dan dijilid sebanyak 10
(sepuluh) eksemplar, yang sebelumnya dilakukan pembahasan Draft Laporan
Akhir. Laporan Akhir ini dilengkapi dengan peta-peta berwarna format A4.
(4) Album Peta
Album Peta merupakan buku yang berisi peta-peta hasil kajian format A3.
Album peta dicetak dan dijilid sebanyak 10 eksemplar.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 2 - 12
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Bab - 3

DESKRIPSI LINGKUNGAN Kota Palangka Raya

3.1. Deskripsi Lingkungan Fisik (Abiotik)

3.1.1. Kondisi Geomorfologi: morfologi dan topografi

Secara geomorfologi, pembahasan mengenai morfologi dan topografi dapat


ditinjau berdasarkan perbedaan ketinggian topografi dan kemiringan lereng.
Berdasarkan kedua parameter tersebut, maka di wilayah Kota Palangka Raya
hanya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) satuan morfologi dan topografi,
yaitu: datar, berombak, dan bergelombang, sebagaimana terinci pada Tabel 3.1.,
Tabel 3.2., Gambar 3.1., Gambar 3.2., dan Gambar 3.3.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-1
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.1. Kondisi Geomorfologi Kota Palangka Raya ditinjau dari Beda Tinggi

Beda Luas Wilayah


Tinggi Relief Topografi Kecamatan
(meter) Hektar Persentase
Sebangau 15.801,28
0–5 Datar Dataran
Pahandut 270,33
Jumlah 16.071,61 5,63
Sebangau 41.769,89
Bukit Batu 30.843,99
Dataran
5 – 25 Berombak Jekan Raya 29.647,58
Berombak
Pahandut 11.671,74
Rakumpit 16.099,89
Jumlah 130.033,09 45,58
Sebangau 6.389,37
Dataran Bukit Batu 29.358,82
25 - 75 Bergelombang
Bergelombang Jekan Raya 8.964,80
Rakumpit 94.401,43
Jumlah 139.114,42 48,76
75 - 100 Miring Berbukit Rendah Bukit Batu 92,88
Jumlah 92,88 0,03
Luas Total 285.312,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Peta RBI (2004), Citra DEMNAS BIG (2008), Citra Sentinel 2A (2020), dan Hasil Analisis (2021)

Tabel 3.2. Kondisi Geomorfologi Kota Palangka Raya ditinjau dari Kemiringan Lereng

Kemiringan Luas Wilayah


Relief Topografi Kecamatan
Lereng (%) Hektar Persentase
Sebangau 64.059,29
Bukit Batu 47.671,89
0–3 Datar Dataran Jekan Raya 38.612,37
Pahandut 11.942,07
Rakumpit 37.468,75
Jumlah 199.754,37 70,01
Dataran Bukit Batu 12.178,02
3–8 Berombak
Berombak Rakumpit 72.835,09
Jumlah 85.013,11 29,80
Dataran
Bergelombang Bergelombang
8 – 15 Bukit Batu 544,53
hingga Miring hingga Berbukit
Rendah
Jumlah 544,53 0,19
Luas Total 285.312,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Peta RBI (2004), Citra DEMNAS BIG (2008), Citra Sentinel 2A (2020), dan Hasil Analisis (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-2
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.1. Peta Citra Satelit Sentinel 2A tahun 2020 Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-3
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA BEDA TINGGI TOPOGRAFI KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.2. Peta Beda Tinggi Topografi Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-4
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA KEMIRINGAN LERENG KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.3. Peta Kemiringan Lereng Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-5
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Merujuk pada Tabel 3.1. dan Gambar 3.2. di muka menunjukkan bahwa
kondisi geomorfologi di Kota Palangka Raya ditinjau berdasarkan beda tinggi
topografinya didominasi oleh beda ketinggian 5 - 25 meter seluas 130.033,09
hektar atau sebesar 45,58% dari total luas wilayah yang tersebar di seluruh
wilayah kecamatan, hingga beda ketinggian 25 - 75 meter seluas 139.114, 42
hektar atau sebesar 48,76% dari total luas wilayah yang tersebar di 4 (empat)
wilayah kecamatan kecuali Pahandut. Wilayah dengan beda ketinggian <5 meter
menempati area seluas 16.071,61 atau sebesar 5,63% dari total luas wilayah yang
terdapat di Kecamatan Sebangau dan Pahandut. Sementara wilayah dengan beda
ketinggian 75 - 100 meter yang berupa bukit-bukit rendah menempat area dengan
luasan terkecil, yaitu seluas 92,88 hektar atau sebesar 0,03% dari total luas
wilayah yang menempati sebagian wilayah Kecamatan Bukit Batu.
Selanjutnya merujuk pada Tabel 3.2. dan Gambar 3.3. di muka, maka
berdasarkan kondisi geomorfologi di Kota Palangka Raya yang ditinjau
berdasarkan perbedaan kemiringan lerengnya, menunjukkan bahwa sebagian
besar wilayah didominasi oleh kemiringan lereng 0-3% berupa topografi dataran
yang terdapat di seluruh wilayah kecamatan dengan luasan mencapai 199.754,37
hektar atau sebesar 70,01% dari total luas wilayah. Luasan wilayah kedua
menempati area seluas 85.013,11% dengan kemiringan lereng 3-8% yang berupa
dataran berombak atau sebesar 29,80% dari total luas wilayah, yang terdapat di
Bukit Batu dan Rakumpit. Sementara luasan wilayah terkecil dengan kemiringan
lereng sebesar 8-15% berupa topografi dataran bergelombang hingga bukit
rendah, menempati area dengan luas 544,53 hektar atau sebesar 0,19% dari total
luas wilayah, yang terdapat di Kecamatan Bukit Batu.
Berdasarkan hasil interpretasi beda ketinggian topografi dan kemiringan
lereng di muka, yang didukung berdasarkan analisis secara toponimi, maka
terdapat kesesuaian antara nama wilayah dengan kondisi geomorfologinya yang
dapat dikatakan sebagai keunikan wilayah. Keunikan tersebut adalah nama
wilayah kecamatan “Bukit Batu”, yang ternyata di wilayah tersebut dijumpai
fenomena geomorfologi berupa bukit rendah dengan topografi yang ditunjukkan
oleh beda ketinggian sebesar 75-100 meter dan kemiringan lereng 8-15%. Secara
geologis, bukit rendah tersebut tersusun atas batuan granitik plutonik yang
berkomposisi grano-diorit berumur Kapur Atas (± 144 hingga 100an juta tahun
yang lalu) hingga Kapur Akhir (±100 hingga 66an juta tahun yang lalu). Jenis

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-6
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

batuan ini merupakan batuan beku intrusif sebagai batuan tertua (Era
Mesozoikum) yang mendasari pembentukan geotektonik Kota Palangka Raya
secara khusus dan Provinsi Kalimantan Tengah pada umumnya, yang secara
terinci dijelaskan pada sub bagian tentang kondisi geologi.

3.1.2. Kondisi Geologi: struktur dan formasi batuan

Pembahasan terkait kondisi geologi di Kota Palangka Raya didasarkan atas


informasi yang diperoleh dari hasil interpretasi Peta Geologi Lembar Palangka
Raya skala 1:250.000, Direktorat Geologi, Kementerian ESDM, tahun 2012.
Berdasarkan Peta Geologi (Gambar 3.4.), wilayah Kota Palangka Raya secara
stratigrafi tersusun atas 3 (tiga) formasi utama batuan, yaitu: Formasi Granit
Plutonik dan Granitik, Formasi Pembuang dan Dahor, serta Formasi Endapan
Aluvium, sebagaimana terinci pada Tabel 3.3.
Formasi batuan tertua yang mendasari wilayah Kota Palangka Raya adalah
batuan volkanik tua berupa batuan terobosan (plutonik) dengan komposisi utama
Batuan Granitik-Plutonik (G) berumur Kapur Atas (±144 hingga 100 juta tahun
yang lalu) dan Batuan Granitik (KGr) berumur Kapur Akhir (±100 hingga 66 juta
tahun yang lalu). Formasi Batuan Granitik-Plutonik tersusun atas batuan plutonik
atau terobosan berkomposisi granit-granodiorit, berwarna putih dengan bintik-
bintik hitam, bertektur faneritik (kasar) hingga holokristalin (halus), berbutir
sedang hipidiomorphik granular (lepas-lepas), yang muncul ke permukaan bumi
membentuk topografi berupa bukit rendah di Kecamatan Bukti Batu, dengan luas
area mencapai 1.378,84 hentar atau setara dengan 0,48% dari total wilayah Kota
Palangka Raya. Sementara Formasi Batuan Granitik juga merupakan batuan
terobosan yang berumur lebih muda muncul ke permukaan bumi membentuk
bukit-bukit rendah dengan ukuran lebih kecil di wilayah Kecamatan Sebangau
dengan luas sekitar 257,20 hektar atau sebesar 0,09% dari total luas wilayah Kota
Palangka Raya. Formasi Batuan Granitik secara umum tersusun atas batuan
granitik berkomposisi diorit (Di), tonalit (T), granodiorit (Gd), dan monzonit (M)
dengan tekstur relatif merata.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-7
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA GEOLOGI KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.4. Peta Geologi Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-8
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.3. Stratigrafi Geologis Penyusun Kota Palangka Raya

Formasi Umur Cakupan Luas


Simbol Litologi Penyusun
Geologi (tahun) Wilayah Hektar Persen
Batuan plutonik atau
terobosan berkomposisi
Kapur Atas granit-granodiorit, putih
Granitik
G (100 – 144 bintik hitam, faneritik, Bukit Batu 1.378,84
Plutonik
juta) holokristalin, berbutir
sedang hipidiomorphik
granular
Jumlah 1.378,84 0,48
Secara umum terdiri atas
batuan granitik
Kapur Akhir
berkomposisi diorit (Di),
KGr Granitik (66 – 100 Sebangau 257,20
tonalit (T), granodiorit
juta)
(Gd) - monzonit (M)
dengan tekstur merata
Jumlah 257,20 0,09
Mio-Pliosen Batupasir berbutir halus Sebangau 29.339,10
sampai kasar sebagian Bukit Batu 41.214,05
(12 – 4 juta)
TQd / Dahor / mengeras; konglomerat
Plio- Jekan Raya 28.104,64
TQp Pembuang silang siur; batubara (0,3-
Pleistosen Pahandut 54,68
3 meter) yang terdapat
(4 – 2 juta) dalam lapisan bps kasar Rakumpit 90.890,44
Jumlah 189.602,91 32,97
Endapan Aluvium Sungai Sebangau 34.462,98
(Qar), Aluvium Rawa
(Qas), dan Undak (Qoa),
Bukit Batu 17.801,55
yang tersusun atas pasir
Holosen kuarsa, kerikil dan
Qa Aluvium Jekan Raya 10.606,47
(<10 ribu) bongkah batuan
metamorfik, granitic dan
Pahandut 11.887,39
kuarsit, Sebagian agak
mengeras, dan sisa-sisa
Rakumpit 19.314,65
tumbuhan
Jumlah 94.073,05 66,45
Jumlah Total 285.312,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi Peta Geologi Palangka Raya (2012)

Formasi Dahor (TQd) yang berumur Tersier Kala Mio-Pliosen (±12 hingga 4
juta tahun yang lalu) atau Formasi Pembuang (TQp) yang berumur Tersier Kala
Plio-Pleistosen (±4 hingga 2 juta tahun yang lalu) adalah formasi batuan tertua
kedua yang menyusun Kota Palangka Raya. Kedua formasi batuan tersebut
tersusun atas batupasir berbutir halus sampai kasar yang sebagian telah
mengeras; konglomerat dengan struktur silang siur yang menunjukkan lingkungan
pengendapan pantai, berwarna coklat kehitaman, agak padat, dengan komponen
terdiri atas fragmen kuarsit dan basal, berukuran 1 hingga 3 cm; endapan batubara

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3-9
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

setebal 0,3 hingga 3 meter yang terdapat dalam lapisan bps kasar, kemas terbuka
dengan matriks berukuran pasir. Lapisan batuan ini berselingan dengan batupasir
berwarna kekuningan sampai kelabu, berbutir sedang hingga kasar, terdapat
setempat berstruktur sedimen silang siur. Terdapat juga lapisan batulempung
berwarna kelabu, agak lunak, karbonan setempat mengandung lignit, tersingkap
sebagai sisipan dalam batupasir dengan ketebalan 20 sampai 60 cm. Tebal formasi
batuan ini diperkirakan mencapai 300 meter, yang diendapkan pada lingkungan
paralik berdasarkan korelasi dengan Formasi Dahor pada Lembar Tewah
(Sumintadipura, 1976). Formasi Dahor tersebar di seluruh wilayah kecamatan
dengan luas area mencapai 189.602,91 hektar atau sebesar 32,97% dari total luas
wilayah Kota Palangka Raya, yang berarti menempati urutan luas kedua setelah
endapan aluvium.
Formasi batuan terakhir sebagai formasi batuan termuda yang terdapat di
Kota Palangka Raya adalah Endapan Aluvium (Qa) berumur Holosen (<10 ribu
tahun yang lalu), baik berupa endapan Aluvium Sungai (Qar), Aluvium Rawa (Qas),
dan Undak (Qoa). Formasi batuan ini tersusun atas material pasir kuarsa, kerikil
dan bongkah batuan metamorfik, granitik dan kuarsit yang sebagian agak
mengeras, dan sisa-sisa tumbuhan. Secara khusus endapan aluvium rawa pada
formasi ini tersusun atas material gambut berwarna coklat kehitaman; endapan
sungai tersusun atas material pasir lepas berwarna kekuningan, berukuran halus
hingga kasar, dan tak berlapis; dan endapan undak yang merupakan daerah psang-
surut tersusun atas lempung kelabu kecoklatan, mengandung sisa tumbuhan
sangat lunak, dan lempung kaolin warna putih kekuningan, dan bersifat liat,
dengan tebal sekitar 50 hingga 100 meter. Endapan aluvium merupakan formasi
batuan yang menempati area terluas di Kota palangka Raya, terdapat di seluruh
wilayah kecamatan, dengan luasan mencapai 94.073,05 hektar atau setara dengan
66,45% dari total luas Kota Palangka Raya.

3.1.3. Kondisi Klimatologi: curah hujan dan udara

Curah hujan tertinggi di Kota Palangka Raya terjadi terutama pada Bulan
Desember hingga Februari. Besar curah hujan pada bulan-bulan tersebut dapat
mencapai sekitar 200 mm/bulan. Sementara bulan terkering terutama terjadi pada
Bulan Juni-Agustus dengan kisaran curah hujan 100 mm/bulan (Gambar 3.5.). Hal

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 10
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

ini menunjukan bahwa curah hujan Kota Palangka Raya dipengaruhi pola
monsunal. Analisis curah hujan yang diperoleh terutama dari portal data online
BMKG untuk Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut menunjukan curah hujan terendah
periode 1981-2000. Curah hujan periode 2001-2020 cenderung mengalami
peningkatan, namun tidak setinggi periode 1961-1980.

Gambar 3.5. Karakteristik Curah Hujan Bulanan Kota Palangka Raya

Selanjutnya pada Gambar 3.6. menunjukan distribusi spasiotemporal hujan


di Kota Palangka Raya. Ditinjau dari segi spasial, curah hujan pada bagian utara
dan selatan kota Palangka Raya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah.
Meskipun demikian selisihnya tidak begitu besar, yaitu sekitar 20 mm/bulan. Hal
ini terkait karakteristik wilayah yang didominasi dataran sehingga curah hujan
relatif homogen.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 11
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.6A. Peta Isohyet Bulan Desember hingga Februari di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 12
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.6B. Peta Isohyet Bulan Maret hingga Mei di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 13
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.6C. Peta Isohyet Bulan Juni hingga Agustus di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 14
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.6D. Peta Isohyet Bulan September hingga November di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 15
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Anasir klimatologi yang penting lainnya adalah arah dan kecepatan angin.
Kondisi angin di Kota Palangka Raya cenderung bergerak pada arah utara-selatan
dengan kecepatan rendah hingga sedang. Hasil pengolahan data angin tahun 2011-
2020 ditunjukkan pada Gambar 3.7. Besarnya kecepatan dan arah angin
menunjukkan potensi dispersal pencemaran udara di Kota Palangka Raya, yaitu
dengan pola arah utara-selatan. Potensi pencemaran udara yang ada terjadi akibat
dari asap kebakaran hutan dan lahan maupun industri dan transportasi. Terdapat
tahun-tahun dimana angin juga dominan ke arah timur-barat, yaitu tahun 2013-
2014 (Gambar 3.8.). Sementara itu, pada tahun-tahun lain terdapat dominasi arah
angin ke utara pada setiap tahun. Dominasi arah angin ke utara ini terjadi pada
tahun 2015, 2016, dan 2017.

Gambar 3.7.
Kondisi Arah dan Kecepatan Angin Rerata yang ditujukkan oleh Windrose di Kota Palangka
Raya (Sumber: Hasil Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut Tahun 2011-2020)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 16
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.8. Kondisi Arah dan Kecepatan Angin yang ditujukkan oleh Windrose di Kota Palangka Raya Tahun 2011 - 2020
(Sumber: Hasil Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut Tahun 2011-2020)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 17
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3.1.4. Kondisi Hidrologi: DAS dan airtanah

Kota Palangka Raya merupakan wilayah yang dilewati oleh 3 (tiga) Daerah
Aliran Sungai (DAS), yaitu: DAS Kahayan, DAS Katingan, dan DAS Sebangau,
sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.9. Kota Palangka Raya memiliki satu
Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS), yaitu SPAS Tahai. Daerah Tangkana Air
(DTA) SPAS Tahai berada pada DAS Kahayan, Sub DAS Rungan, Sub Sub DAS Tahai,
yang secara administrasi terletak di Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit
Batu. DTA SPAS Tahai mempunyai luas sekitar 2.177 hektar.
Berdasarkan data monitoring SPAS Tahai tahun 2018 menunjukkan debit
aliran sungai dan koefisien rezim aliran (KRA). Debit maksimum (Q maks) terjadi
pada bulan Maret sebesar 327,33 m3/detik, dan debit minimum (Q min) sebesar
3,22 m3/detik, sehingga diperoleh nilai KRA sebesar 101,73; sedangkan nilai KRA
terrendah terjadi pada bulan September sebesar 16,25, dengan debit maksimum
sebesar 77,06 m3/detik dan debit minimum sebesar 16,25 m3/detik. Data debit
aliran dan koefisien rezim aliran tahun 2018 disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Koefisien Rezim Aliran (KRA) DTA SPAS Tahai Tahun 2018
Debit Debit Rerata Q Maks Q Min
No Bulan KRA
(mm3/detik) (m3/detik) (m3/detik) (m3/detik)
1 Januari 156.68 25.29 289.69 4.74 61.08
2 Februari 145.03 25.92 99.37 4.74 20.95
3 Maret 273.81 44.20 327.33 3.22 101.73
4 April 118.98 19.85 114.96 4.74 24.24
5 Mei 82.98 13.39 166.57 4.24 39.26
6 Juni 79.58 13.27 166.04 4.74 35.01
7 Juli 60.28 9.73 85.39 4.74 18.00
8 Agustus 133.28 21.51 154.75 4.74 32.63
9 September 66.37 11.07 77.06 4.74 16.25
10 Oktober 148.97 24.05 153.13 4.74 32.29
11 November 165.18 27.55 146.14 4.24 34.44
12 Desember 159.48 25.74 141.57 3.80 37.23
Jumlah - 21.80 1,922.00 53.45 35.96
Sumber: Hasil Pencatatan pada SPAS Tahai (2018)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 18
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.9. Peta Hidrologi Daerah Aliran Sungai di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 19
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Koefisien Aliran Tahunan (KAT) adalah perbandingan antara tebal aliran


permukaan tahunan (Q, mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) pada suatu DAS,
atau dapat dikatakan berapa persen curah hujan yang menjadi aliran permukaan
(run off) pada suatu DAS. Tebal aliran (Q) diperoleh dari volume debit (Q, dalam
satuan m3) dari hasil pengamatan SPAS di suatu DAS selama satu tahun, atau
perhitungan rumus dibagi dengan luas DAS (hektar atau m2) yang kemudian
dikonversi ke satuan mm. Sementara tebal hujan tahunan (P) diperoleh dari hasil
pencatatan pada Stasiun Pengamat Hujan (SPH), baik dengan alat Automatic
Rainfall Recorder (ARR) dan/atau Ombrometer. Berdasarkan hasil perhitungan
dari data SPAS Tahai tahun 2018 ditunjukkan bahwa besarnya tebal aliran
permukaan tahunan sebesar 1.266,01 mm/tahun dengan tebal hujan tahunan
sebesar 2.576,90 mm/tahun, maka nilai Koefisien Aliran Tahunan (KAT) di DTA
SPAS Tahai tahun 2018 sebesar 0,49.
Parameter penting lainnya dari hidrologi sungai adalah aspek sedimen.
Sedimentasi adalah jumlah material terlarut berupa kadar lumpur dalam aliran air
sungai yang berasal dari hasil proses erosi di bagian hulu DAS. Akibat proses
sedimentasi, maka hanya sebagian material sedimen di sungai yang terangkut
keluar dari DAS, sedangkan sebagian besar mengendap pada lokasi-lokasi tertentu
di sepanjang aliran sungai selama menempuh perjalanannya. Berdasarkan hasil
pencatatan data SPAS Tahai tahun 2018 menunjukkan bahwa erosi mencapai 7,79
ton/hektar/tahun dengan rasio penghantaran sedimen sebesar 15%. Nilai ini
berpengaruh terhadap muatan sedimen yang cukup besar pada pengamatan SPAS
Tahai, yaitu sebesar 1.169 ton/hektar/tahun.
Kejadian banjir pada tahun 2018 di wilayah DTA SPAS Tahai terjadi di
beberapa lokasi, diantaranya di Kelurahan Marang yang sangat dekat jaraknya
dengan DTA SPAS Tahai. Kelurahan Marang hampir sering terkena banjir jika
terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Wilayah kelurahan ini berada dekat dengan
Sungai Rungan, yang juga banyak terdapat danau akibat fenomena sungai yang
ditinggalkan membentuk dana tapal kuda (oxbow lake). Tabel 3.5. menunjukkan
kejadian banjir pada DTA SPAS Tahai dan sekitarnya tahun 2018.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 20
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.5. Kejadian Banjir pada DTA SPAS Tahai dan sekitarnya Tahun 2018

Waktu Jenis
DAS / Sub DAS Kecamatan Kelurahan Penyebab
Kejadian Banjir
Kahayan Bukit Batu Marang
Petuk
Jekan Raya
Katimpun Hujan dengan
Pahandut 27/04/2018 Limpasan intensitas tinggi
Rungan Pahandut selama dua hari
Seberang
Pager
Rakumpit
Petuk Bukit
Sumber: Hasil Pencatatan SPAS Tahai (2018)

Aspek hidrologi kedua yang menjadi cirikhas Pulau Kalimantan secara umum
adalah pembahasan tentang Kawasan Hidrologi Gambut (KHG). Berdasarkan data
dan informasi dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah (2020), bahwa di
Kota Palangka Raya terdapat 4 (empat) KHG, sebagaimana terinci pada Tabel 3.6.
dan secara spasial disajikan dalam Gambar 3.10. Keempat KHG tersebut adalah
KHG Sungai Kahayan – Kapuas, KHG Sungai Kahayan – Sebangau, KHG Sungai
Katingan – Sebangau, dan KHG Sungau Rungan – Kahayan.

Tabel 3.6. Kawasan Hidrologi Gambut di Kota Palangka Raya

Luas
Kawasan Hidrologi Gambut Kecamatan
Hektar Persen
Sebangau 9.877,18
KHG Sungai Kahayan - Kapuas Pahandut 3.491,28
Luas 13.368,45 4,69
Sebangau 12.236,34
Jekan Raya 145,54
KHG Sungai Kahayan - Sebangau
Pahandut 6.177,06
Luas 18.558,95 6,50
Sebangau 41.428,83
Bukit Batu 29.141,99
KHG Sungai Katingan - Sebangau Jekan Raya 36.095,31
Pahandut 609,99
Luas 107.276,13 37,60

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 21
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Lanjutan Tabel 3.6

Luas
Kawasan Hidrologi Gambut Kecamatan
Hektar Persen
Bukit Batu 18.271,25
Jekan Raya 2.229,05
KHG Sungai Rungan - Kahayan Pahandut 1.037,55
Rakumpit 33.895,29
Luas 55.433,15 19,43
Sebangau 461,03
Bukit Batu 12.969,32
Jekan Raya 232,80
Kawasan Bukan Gambut
Pahandut 706,19
Rakumpit 76.305,98
Luas 90.675,32 31,78
Luas Total KHG dan Bukan KHG 285.312,00 100,00
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah (2020)

Berdasarkan Tabel 3.6. tersebut, total KHG di Kota Palangka Raya seluas
194.636,68 hektar atau sebesar 68,22% dari total luas wilayah, dengan KHG
terluas adalah KHG Sungai Katingan-Sebangau dengan luas area 107.276,13 hektar
atau sebesar 37,60% dari total luas wilayah. KHG terluas kedua adalah KHG Sungai
Rungan-Kahayan dengan luas area 55.443,15 hektar atau sebesar 19,43% dari
total luas wilayah.
Aspek hidrologi lainnya yang penting untuk dibahas adalah terkait kondisi
airtanah. Data informasi kondisi airtanah di Kota Palangka Raya didapatkan dari
Peta Hidrogeologi, Direktorat Jenderal Geologi dan Tata Lingkungan, Kementerian
ESDM (2007 dalam sippa.ciptakarya.pu.go.id, yang diunduh pada 1 September
2021). Berdasarkan informasi tersebut dijelaskan bahwa kondisi airtanah di Kota
Palangka Raya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) satuan airtanah, yaitu:
satuan airtanah dangkal dan satuan airtanah menengah datar.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 22
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.10. Peta Kawasan Hidrologi Gambut di Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 23
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Satuan airtanah dangkal menempati area seluas 193.752,79 hektar atau


sebesar 67,91% dari total luas wilayah. Airtanah dangkal adalah airtanah yang
umumnya digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih berupa sumur
timba atau sumur pompa, baik pompa tangan maupun pompa tenaga listrik. Secara
umum rata-rata kedalaman muka air sumur yang tersebar di sebagian masyarakat
Kota Palangka Raya, terutama di daerah terbangun PPK dan Sub PPK, yaitu rata-
rata pada kedalaman 2 hingga 5 meter sudah diperoleh airtanah pada musim
penghujan. Sementara pada musim kemarau rata-rata pada kedalaman 5 hingga 7
meter dapat diperoleh airtanah melalui sumur-sumur penduduk. Secara
hidrogeologi, airtanah dangkal adalah airtanah yang berada pada daerah yang
sistem akuifernya masih dipengaruhi oleh keberadaan jalur sungai, baik sungai
utama Ranungan atau Kahayan, Sebangau, dan sungai-sungai lainnya yang tersebar
di sekitar Sungai Kahayan, baik sebagai anak-anak sungai maupun alur-alur
drainase alam lainnya yang pembuangannya langsung ke sungai besar terdekat.
Satuan airtanah menengah datar adalah airtanah yang terdapat pada daerah
dengan sistem akuifernya sangat dipengaruhi oleh kondisi rawa gambut, baik yang
dangkal maupun yang sepanjang tahun tetap basah. Satuan airtanah ini menempati
area seluas 74.098,21 hektar atau sebesar 25,97% dari total luas wilayah Kota
Palangka Raya. Sisa luas wilayah sebesar 17.461 hektar atau sebesar 6,12% dari
total luas wilayah dikelompokkan ke dalam daerah bukan akuifer, yang berarti
tidak mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah. Daerah ini diperkirakan
berupa bukit-bukit rendah hasil penerobosan (intrusive) batuan granitik-plutonik
yang terdapat di wilayah Kecamatan Bukit Batu dan sebagian di Sebangau.

3.1.5. Kondisi Tanah: jenis tanah dan karakteristiknya

Secara umum jenis dan karakteristik tanah di Kota Palangka Raya didominasi
oleh tanah-tanah gambut dengan kedalaman sangat dangkal (50-100 cm) hingga
dangkal (100-200 meter) (Profil Kota Palangka Raya, 2014). Faktor biofisik
lingkungan berpengaruh terhadap pola persebaran jenis tanah di Kota Palangka
Raya. Secara geografis, karena terletaknya di bagian hilir Sungai Rungan, Kahayan,
dan Sebangau, berpengaruh terhadap perkembangan tanah. Suplai material akibat
proses sedimentasi dan penggenangan di kanan-kiri aliran sungai menyebabkan
kondisi tanah pada sempadan sungai memiliki ciri morfologi yang khas.
Persebaran jenis tanah di Kota Palangka Raya ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 24
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA KLASIFIKASI TANAH USDA KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.11A. Peta Jenis Tanah di Kota Palangka Raya menurut Sistem Klasifikasi Tanah USDA

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 25
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA JENIS TANAH KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.11B. Peta Jenis Tanah di Kota Palangka Raya menurut Sistem Klasifikasi Tanah Dudal-Soepraptohardjo (1957-1961)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 26
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Berdasarkan Gambar 3.11. menunjukkan bahwa tanah Organosol dan


Podsolik merupakan 2 (dua) jenis tanah yang dominan berkembang di Kota
Palangka Raya, yang tersebar pada satuan Ekoregion Dataran Organik Gambut.
Tanah-tanah Aluvial dan Gleisol cenderung berkembang pada satuan Ekoregion
Bentanglahan Dataran Aluvial Sungai yang berasosiasi dengan Dataran Banjir.
Berdasarkan satuan Ekoregion Bentanglahannya, maka persebaran jenis tanah di
Kota Palangka Raya dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Persebaran Jenis Tanah


menurut Satuan Ekoregion Bentanglahan di Kota Palangka Raya

Jenis Tanah pada setiap Ekoregion Bentanglahan Luas (hektar) Luas (%)
Asosiasi Dataran Aluvial Sungai dan Dataran
33046.47 11.67
Banjir Endapan Aluvium Sungai dan Rawa-Rawa
Aluvials 14698.51 5.19
Glei Humus 6064.92 2.14
Organosol 12283.04 4.34
Dataran Organik Gambut Kahayan-Kapuas 2599.67 0.92
Glei Humus 452.74 0.16
Organosol 2146.93 0.76
Dataran Organik Gambut Kahayan-Sebangau 6171.41 2.18
Aluvials 527.84 0.19
Glei Humus 1228.45 0.43
Organosol 4415.12 1.56
Dataran Organik Gambut Katingan-Sebangau 5473.03 1.93
Aluvials 4510.27 1.59
Organosol 962.76 0.34
Dataran Berombak Organik Gambut Kahayan-
7794.54 2.75
Kapuas
Aluvials 420.24 0.15
Glei Humus 536.27 0.19
Organosol 6838.03 2.42
Dataran Berombak Organik Gambut Kahayan-
8652.70 3.06
Sebangau
Aluvials 9.47 0.00
Glei Humus 1340.11 0.47
Organosol 7303.11 2.58

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 27
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Lanjutan Tabel 3.7.

Jenis Tanah pada setiap Ekoregion Bentanglahan Luas (hektar) Luas (%)
Dataran Berombak Organik Gambut Katingan-
61507.82 21.73
Sebangau
Aluvial 2010.84 0.71
Organosol 9408.55 3.32
Organosol 47758.82 16.87
Podsol 2329.62 0.82
Dataran Berombak Organik Gambut Rungan-
5345.30 1.89
Kahayan
Aluvial 496.20 0.18
Organosol 4849.11 1.71
Dataran Bergelombang Organik Gambut
32640.66 11.53
Katingan-Sebangau
Organosol 32156.37 11.36
Podsolik 484.29 0.17
Dataran Bergelombang Organik Gambut Rungan-
35390.00 12.50
Kahayan
Aluvials 93.86 0.03
Organosol 35296.15 12.47
Dataran Lipatan Formasi Dahor Batupasir Halus
70057.58 24.75
sisipan Batubara
Aluvial 1173.24 0.41
Organosol 19717.81 6.97
Podsolik 49126.45 17.36
Latosol 40.09 0.01
Dataran Berombak Lipatan Formasi Dahor
6748.09 2.38
Batupasir Halus sisipan Batubara
Aluvials 919.74 0.32
Organosol 451.43 0.16
Podsolik 5376.61 1.90
Latosol 0.31 0.00
Bukit Intrusif Granitik- Plutonik Vulkanik Tua 1563.71 0.55
Podsolik 841.12 0.30
Organosol 220.73 0.08
Latosol 501.86 0.18
Dataran Antropogenik Endapan Aluvium Wilayah
6064.92 2.14
Perkotaan Palangka Raya
Glei Humus 283.80 0.10
Organosol 5781.12 2.04
Jumlah 283.055,90 ± 2.300,10 99,20 ± 0,80
Sumber: Hasil Interpretasi dana Analisis Peta Tanah (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 28
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.7. di atas menunjukkan bahwa klasisfikasi jenis tanah di Kota


Palangka Raya menggunakan sistem Dudal-Soepaptohardjo (1957-1961)
merupakan sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan di Indonesia.
Berdasarkan klasifikasi tanah tersebut, jenis tanah di Kota Palangka Raya meliputi:
Tanah Podsolik, Organosol, Geli Humus, Aluvial, dan Latosol, yang diuraikan
berikut ini.
(a) Aluvial
Tanah Aluvial pada umumnya terdapat pada daerah-daerah pinggir sungai,
yang terbentuk dari proses pengendapan aliran sungai. Tanah ini belum
memiliki perkembangan profil yang baik, karena masih berupa tanah
endapan muda (recent deposits), memiliki warna matriks kekelabuan sampai
kecoklatan, struktur pejal atau tidak berstruktur, dan tekstur lempung
sampai lempung berpasir.
(b) Glei Humus
Glai Humus merupakan salah satu tanah jenis gleisol yang berkembang pada
bentanglahan dataran banjir Sungai Kahayan. Tanah ini memperlihatkan sifat
hidromorfik pada kedalaman 50 cm dari permukaan, tidak mempunyai
horison penciri (kecuali jika tertimbun ≥ 50 cm bahan baru) selain horison A,
horison H, horison B kambik, kalsik atau gipsik (Subardja dkk, 2014).
(c) Organosol
Tanah organosol merupakan tanah yang berkembang pada wilayah
bergambut. Persebaran tanah gambut ini mencakup hampir di seluruh
wilayah Kota Palangka Raya. Berasarkan tingkat kematangannya, Kota
Palangka Raya tersusun atas tanah gambut hemik dengan kedalaman sangat
dangkal (50-100 cm) hingga dangkal (100-200 cm). Gambut hemik secara
umum merupakan gambut transisi, kandungan serabutnya 33-66%, berat
jenis 0,1- < 0,20 g/cm3, dan kandungan air 450-850% (Nursyamsi dkk. 2014).
(d) Latosol
Karakteristik tanah Latosol secara umum memiliki kandungan liat atau
lempung yang tinggi (≥60%), struktur remah sampai gumpal, tekstur
gembur, dan warna homogen pada penampang tanah dalam dengan batas
horison baur, indeks kejenuhan basa (KB sebesar 50% atau lebih), tidak
mempunyai horison penciri (kecuali jika tertimbun ≥50 cm bahan baru)
selain horison A molik atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 29
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

plintit pada kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak memiliki sifat
vertik (Subardja dkk, 2014).
(5) Podsolik
Persebaran tanah Podsolik di Kota Palangka Raya berada pada bagian utara,
yaitu pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Berombak Lipatan
Formasi Dahor Batupasir Halus sisipan Batubara. Karakteristik tanah
Podsolik didominasi oleh tekstur pasir dengan fraksi pasir mampu mencapai
>90% (Utomo, 1997). Karakteristik tanah Podsolik pada daerah tropika
basah dicirikan oleh terbentuknya horizon E-eluviasi yang sangat tebal.
Berdasarkan material induknya, ketebalan tanah Podsolik di Kota Palangka
Raya ditunjukkan pada Tabel 3.8., sedangkan karakteristik umum jenis
tanah yang terdapat di Kota Palangka Raya disajikan dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.8. Karakteristik Tanah Podsolik Berdasarkan Material Induknya


di Kota Palangka Raya

Persentase Fraksi
Material Induk Horizon Tebal (cm)
Pasir Debu Lempung
A <10 ±90.7 7.8 1.5
E 250-270 100 0 0
Aluvium Muda Bhs 40-50 80.2 5.3 14.5
Bs 20-30 92.7 5.3 2.1
C 100 0 0
A 8-20 90.1 3.7 6.2
E 500-700 100 0 0
Formasi Dahor Bhs 150-200 77.2 2.5 20.3
Bs 50-100 89.1 2.3 8.6
C 100 0 0
A 20-30 91.1 6.6 2.3
E 700-800 94.1 4.6 1.3
Aluvium Tua
Bh >300 70.2 9.3 20.5
C 100 0 0
Sumber: Utomo dkk. (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 30
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 1.9. Jenis dan Karakteristik Umum Tanah di Kota Palangka Raya

Jenis Tanah Karakteristik Umum


Mempunyai horison B spodik (padas keras: Fe/Al+humus) dan horison E
(albik). Horison eluviasi sangat tebal di atas horison spodik atau plasik.
Podsolik Warna matriks bervariasi, lapisan atas berwarna kelam, lapisan eluviasi
berwarna kelabu, dan horison B berwarna merah hingga merah kelam
sebagai hasil iluviasi kompleks logam organik.
Tanah organosol terbentuk dari proses pelapukan bahan organik.
Persebaran banyak dijumpai pada wilayah yang tergenang. Morfologi tanah
regosol secara umum mengandung BO tinggi, sehingga berwarna coklat tua
Organosol
hingga kehitaman, memiliki nilai KTK tinggi. Tekstur agak halus, yang
berdasarkan karakteristik umum memiliki tekstur lempung berdebu hingga
lempungan. Bahan organik mencapai >10%.
Tanah aluvials berasal dari material endapan sungai. Tanah ini pada
umumnya berwarna kelabu hingga kelabu kekuningan dengan struktur lepas
Aluvials lepas. Memiliki pH rendah (5,3 - 5,8). Tekstur tanah bervariasi, pada
umumnya lempung atau lempung berpasir, serta mengandung kadar BO
yang rendah.
Tanah latosol secara umum berasal dari pelapukan batuan sedimen dan
metamorf. Perkembangan horison berlangsung lambat hingga sedang. Tanah
Latosol memiliki warna merah hingga coklat, pH 4,5-6,5. Kandungan unsur
hara sedang hingga tinggi, dan mampu menjerap air dengan baik, tahan
terhadap erosi, dan tekstur tanah pada umumnya pasir. Berkembang dari
bahan volkanik, kandungan liat ≥40%, remah, gembur dan warna homogen,
Latosol
penampang tanah dalam, KB<50% pada beberapa bagian horison B,
mempunyai horison penciri A okrik, umbrik, atau B kambik, tidak
mempunyai plintit dan sifat vertik. Jenis tanah Latosol pada umumnya
mengandung liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna
tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah dalam
(lebih dari 150 cm),
Mempunyai ciri hidromorfik sampai kedalaman 50 cm dari
permukaan; mempunyai horison A okrik, umbrik, histik, dan B
kambik, sulfurik, kalsik atau gipsik. Mempunyai horison A umbrik atau histik
Glei Humus dengan KB <50%. Gleisol lain yang mempunyai satu atau lebih ciri berikut:
horison kalsik atau gipsik pada kedalaman 125 cm dari permukaan atau
berkapur (calcareous) pada sekurang-kurangnya antara 20-50 cm dari
permukaan.
Sumber: Subardja dkk, (2014)

3.1.6. Kondisi Penggunaan Lahan

Berdasarkan Analisis Citra Sentinel 2A Tahun 2020 menunjukkan bahwa


penggunaan lahan di Kota Palangka Raya terdiri atas 11 (sebelas) tipe penggunaan
lahan, yaitu: danau atau situ, empang, hutan rawa gambut sekunder, perkebunan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 31
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

atau kebun, permukiman dan tempat kegiatan, rawa, sawah, semak belukar, lahan
kosong atau gundul, tegalan atau ladang, dan badan sungai, yang terinci pada
Tabel 3.10. dan secara spasial terdistribusi pada Gambar 3.12.

Tabel 3.10. Jenis dan Distribusi Penggunaan Lahan di Kota Palangka Raya

Luas
Penggunaan Lahan Distribusi Wilayah
Hektar Persen
Sebangau 138,39
Bukit Batu 179,69
Permukiman dan Tempat Jekan Raya 1.645,70
Kegiatan Pahandut 851,88
Rakumpit 7,65
Jumlah 2.823,31 0,99
Sebangau 2.277,42
Bukit Batu 3.007,83
Jekan Raya 5.581,77
Perkebunan atau Kebun
Pahandut 1.610,87
Rakumpit 369,11
Jumlah 12.847,01 4,50
Bukit Batu 140,62
Jekan Raya 102,85
Sawah
Pahandut 12,50
Jumlah 255,97 0,09
Sebangau 5.226,04
Bukit Batu 2.632,83
Jekan Raya 2.395,94
Tegalan atau Ladang
Pahandut 1.225,65
Rakumpit 10.462,10
Jumlah 21.942,56 7,69
Sebangau 58,24
Bukit Batu 129,21
Empang Jekan Raya 40,37
Pahandut 25,98
Jumlah 253,80 0,09
Bukit Batu 176,21
Tanah Kosong atau Jekan Raya 4,60
Gundul Rakumpit 161,12
Jumlah 341,93 0,12

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 32
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Lanjutan Tabel 3.10.

Luas
Penggunaan Lahan Distribusi Wilayah
Hektar Persen
Sebangau 38.538,16
Bukit Batu 36.080,61
Hutan Rawa Gambut Jekan Raya 18.288,70
Sekunder Pahandut 3.857,85
Rakumpit 88.638,98
Jumlah 185.404,31 64,98
Sebangau 9.846,73
Bukit Batu 16.431,39
Jekan Raya 8.956,78
Semak Belukar
Pahandut 3.346,95
Rakumpit 9.797,42
Jumlah 48.379,27 16,96
Sebangau 111,93
Bukit Batu 50,02
Jekan Raya 3,60
Danau atau Situ
Pahandut 3,82
Rakumpit 29,14
Jumlah 198,51 0,07
Sebangau 7.228,88
Bukit Batu 651,00
Jekan Raya 1.436,52
Rawa-rawa
Pahandut 299,25
Rakumpit 57,36
Jumlah 9.673,01 3,39
Sebangau 577,57
Bukit Batu 903,15
Jekan Raya 245,86
Sungai
Pahandut 787,34
Rakumpit 678,39
Jumlah 3.192,32 1,12
Luas Total 285.312,00 100,00
Sumber: Hasil Interpretasi dan Analisis Peta Penggunaan Lahan (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 33
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

PETA PENGGUNAAN LAHAN KOTA PALANGKA RAYA

Gambar 3.12. Peta Penggunaan Lahan Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 34
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Berdasarkan Tabel 3.10. di atas menujukkan bahwa hutan rawa gambut


sekunder dan semak belukar merupakan 2 (dua) jenis penggunaan lahan
mendominasi Kota Palangka Raya dengan luas mencapai 185.404,31 hektar
(sebesar 64,98% dari total luas wilayah) dan seluas 48.379,29 hektar (sebesar
16,96% dari total luas wilayah). Hutan rawa gambut sekunder tersebar hampir di
seluruh wilayah kajian, sedangkan semak belukar memiliki kecenderungan
tersebar mengikuti pola aliran sungai. Berdasarkan Profil Kota Palangka Raya
(2014), kawasan hutan di Kota Palangka Raya terbagi menjadi 4 (empat) jenis
menurut fungsinya, yaitu: hutan lindung, hutan suaka margasatwa, hutan produksi,
dan hutan produksi konversi. Karakteristik penggunaan lahan berupa permukiman
pada umumnya memiliki pola memanjang mengikuti alur jalan. Sementara
karakteristik lahan pertanian yang berkembang didominasi oleh tegalan, ladang,
dan perkebunan, terutama perkebunan karet dan sawit. Tegalan dan ladang
merupakan lahan yang dikembangkan sebagai budidaya hortikultura.
Perkembangan wilayah merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya
perubahan penggunaan lahan. Selama kurun waktu satu tahun terakhir, yaitu
tahun 2018-2019, wilayah Kota Palangka Raya mengalami peningkatan luas
perkebunan yang mencapai +146.411,56 hektar, dan secara bersama diimbangi
dengan penurunan luas area hutan primer dan sekunder (Tim Penyusun Dokumen
Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, 2019). Upaya
pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekosistem akibat perubahan
penggunaan lahan cukup tinggi, melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota. Pemerintah Kota Palangka Raya (2014) menyebutkan bahwa rencana pola
ruang wilayah diperuntukan sebagai fungsi lindung dan fungsi budidaya.
Berdasarkan pada Perda RTRW Kota Palangka Raya, proporsi pemanfaatan ruang
untuk Kawasan Lindung sebesar 50,55% dan pemanfaatan ruang untuk Kawasan
Budidaya sebesar 49,45%. Hal ini menunjukkan kondisi yang sangat baik untuk
menjaga kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 35
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3.2. Deskripsi Lingkungan Hayati (Biotik)

3.2.1. Kondisi Ekosistem Hayati

Secara biogeografi, karakteristik hayati di Pulau Kalimantan menurut


Whitmore (1984) dapat dibagi menjadi 4 (empat) ekosistem, yaitu: Lowland
Dipterocarpaceae Forest (0-300 meter), Hill Dipterocarpaceae Forest (300-800
meter), Upper Dipterocarpaceae Forest (800-1.200 meter), dan Oak Chesnot Forest
(1.200 – 1.500 meter), sebagaimana disajikan pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Tipe Ekosistem di Pulau Kalimantan


(Sumber: Whitmore, 1984; Kaspinor dkk., 2014)

Berdasarkan Gambar 3.13. tersebut menunjukkan bahwa Kota Palangka Raya


yang memiliki ketinggian hingga 100 meter dpal dengan karakteristik wilayah
cenderung memiliki topografi datar hingga bergelombang. Klasifiasi Whitmore
merupakan salah satu klasifikasi ekosistem yang mempertimbangkan kesamaan
karakteristik vegetasi dengan karakteristik geologi. Menurut kondisi gelogi dan
vegetasinya, karakteristik ekosistem Kota Palangka Raya digambarkan melalui
sebaran biota yang ada di dalamnya. Berikut diuraikan secara rinci karakteristik
sumberdaya hayati Kota Palangka Raya yang didasarkan pada klasifikasi
Whitmore (1984).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 36
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kota Palangka Raya berdasarkan klasifikasi ekosistem oleh Whitmore (1984)


dan Maimunah et al., (2019) memiliki 3 (tiga) jenis ekosistem, yaitu:
(a) Ekosistem Hutan Dipteocarpaceae pada dataran rendah alluvial, yang
terdapat di bagian utara Kota Palangka Raya;
(b) Ekosistem Hutan Rawa yang terdapat di hampir seluruh wilayah kecamatan
di Kota Palangka Raya; dan
(c) Ekosistem Hutan Kerangas (Heath Forest) merupakan wilayah transisi hutan
dataran rendah aluvial sungai dengan hutan rawa.

A. Ekosistem Hutan Dipteocarpaceae Dataran Aluvial


Kota Palangka Raya dialiri oleh 3 (tiga) sungai besar, yaitu: Sungai Kahayan,
Sungai Rungan, dan Sungai Sebangau. Karakteristik ekosistem hutan pada dataran
aluvial dipengaruhi oleh kompleks sifat elemen penyusunnya. Ekosistem pada
dataran aluvial banyak berkembang sub ekosistem berupa ekosistem rawa yang
banyak tumbuh vegetasi munson rawa air tawar, vegetasi rawa air tawar rumput
rawa dan nipah (Tim DIKPLHD, 2020). Hal ini dikarenakan karaktersitik topografi
yang landai dengan curah hujan sangat tinggi mencapai >3000 mm/tahun. Wilayah
yang berasosiasi dengan wilayah hilir sungai menyebabkan pasokan material
permukaan berasal dari hasil peengendapan proses fluvial yang kaya akan
nutrient.
Karakteristik rawa lebak (dataran banjir) yaitu secara periodik mengalami
musim air dalam dan musim air dangkal. Fluktuasi kedalaman ini akibat limpahan
air dari sungai, danau dan/atau air hujan. Perubahan kedalaman air musiman
mempengaruhi kondisi kualitas air (Hartoto, 2000), dan ritme kehidupan ikan.
Perubahan kedalaman air merupakan faktor utama yang menentukan struktur
komunitas ikan di rawa lebak (Hoeinghaus et al., 2003; Sulistuyarto et al.,2007).

B. Ekosistem Hutan Rawa Gambut


Berdasarkan Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja Lingkungan Hidup
Daerah Kalimantan Tengah (Tim DIKPLHD) Tahun 2020, luas ekosistem gambut di
Kota Palangka Raya mencapai 4,16% dari seluruh total Kawasan Hutan Gambut di
Kalimantan Tengah. Tabel 3.11. menunjukkan persebaran Kawasan Hutan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 37
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambut di Kota Palangka Raya menurut data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Kalimantan Tengah pada tahun 2019.

Tabel 3.11. Kawasan Hutan Gambut di Kota Palangka Raya Tahun 2019
Fungsi Kawasan Hutan Gambut
No Kawasan Hutan Gambut
Budidaya (Ha) Lindung (Ha) Jumlah (Ha)
1. Sungai Kahayan - Kapuas 7.142 6.346 13.488
2. Sungai Katingan - Sebangau 29.582 77.837 107.419
3. Sungai Rungan - Kahayan 39.524 15.974 55.498
4. Sungai Kahayan - Sebangau 9.838 8.761 18.599
Sumber: Tim DIKPLHD Provinsi Kalimantan Tengah (2020)

Hutan rawa gambut merupakan salah satu ekosistem lahan basah yang cukup
luas di Indonesia dengan karakteristik khusus, yaitu jenuh air dan tanahnya
berupa tanah organik (gambut) yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air
tawar dalam keadaan asam dengan pH sebesar 3,5 - 4,0 (Tambunan, 2019). Hutan
rawa gambut memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomis. Suhu tanah pada hutan
antara 27 - 29oC, sementara kelembaban hutan mampu mencapai 88-96 %. Tingkat
keasaman tanah (pH tanah) hutan didapatkan pH sebesar 3,5 - 4 (Tambunan et al.,
2019). Tanah gambut dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu tanah topogen dan
ombrogen. Gambut topogen merupakan gambut muda dengan ktebalan <3 meter,
sedangkan gambut ombrogen merupakan gambut tua dengan ketebalan mencapai
20 meter. Tingkat kematangan pembusukan tanah gambut dibagi menjadi 3 (tiga),
yaitu fibrik, hemik, dan saprik (Tim DIKPLHD, 2020). Karakteristik tanah gambut
Kota Palangka Raya pada umumya adalah tipe hemik yang tersebar dengan
kedalaman mencapai 200 meter (Pemerintah Kota Palangka Raya, 2014).
Karakterisitk flora pada ekosistem gambut secara umum semakin miskin vegetasi
pada gambut umbrogen. Flora yang dapat ditemukan pada ekosistem gambut
adalah kayu ramin (Gonystylus bancanus) dan jelutung rawa (Dyera costulat).

C. Hutan Kerangas (Heath Forest) di Mungku Baru


Heath forest merupakan lahan yang sensitif dan rentan terhadap bahaya
kebakaran. Heath forest disebut juga sebagai Hutan Kerangas, yang diambil dari
bahasa Suku Dayak. Kerangas berarti lahan yang tidak dapat ditamani padi akibat
karakteristik tanah yang rendah nutrien. Heath forest merupakan tipe hutan yang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 38
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

dapat ditemukan di antara hutan dataran rendah dengan hutan rawa gambut.
Heath Forest memiliki karakteristikik material permukaan didominasi oleh tanah
pasiran dan lapisan gambut tipis. Karakteristik tanah pasiran mengandung silika
dengan tekstur kasar. Batas heath forest dicirikan dengan warna tanah yang
berwarna kecoklatan akibat dekomposisi bahan organik. Secara umum,
karaktersitik material pasir berwarna putih, yang berasal dari proses erosi marin.
Karakteristik tanah berpasir menyebabkan kemampuan tanah dalam mengikat
nutrient rendah, di samping itu tanah mudah terbawa oleh aliran air membentuk
tanah Podsolik. Bidoversitas pada heath forest lebih tinggi dibandingkan hutan
gambut dan hutan dataran rendah di sekitarnya.
Heath Forest dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: Black-sand Heath Forest
(BHF) dan White-sand Heath Forest (WHF). BHF biasanya terletak pada wilayah
dengan kemiringan lereng rendah (datar) dan berada di dekat aliran sungai,
sedangkan WHF umumnya terletak pada wilayah yang lebih tinggi. Hasil studi
Nature Foundation (BNF) pada KHDTK Mungku Baru menunjukkan terdapat
beberapa spesies tanaman di BHF yang tidak ditemukan di WHF, seperti:
Neoscortechinia kingii, Elaeocarpus mastersii, dan Nephellium maingayi. Spesies
yang ditemukan di WHF dan tidak ditemukan di BHF, yaitu: Pararthocar
pusvenenosus dan Ilex cymosa. BHF tercatat memiliki kerapatan yang lebih tinggi
meskipun dengan diversitas yang lebih rendah, yaitu sebanyak 664 pohon dalam
32 famili, sedangkan WHF sebanyak 343 pohon dalam 35 famili (Maimunah et al.,
2019). Berdasarkan karakteristik ekosistemnya, Pemerintah Kota Palangka Raya
telah melalukan upaya perlindungan ekosistem asli untuk melindungi biota-biota
endemik yang ada pada ekosistem ini melalui skema pemanfaatan lahan yang
secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Secara umum, pola pemanfaatan ruang telah menunjukkan adanya upaya
perlindungan terhadap sumberdaya hayati dengan menjaga kelestarian habitat
biota di Kota Palangka Raya. Pola tata ruang Kota Palangka Raya telah mencakup
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung mencakup Daerah
Sempadan Sungai (DSS), Hutan Lindung, Suaka Alam, Taman Nasional Darat dan
Cagar Alam Darat. Kawasan budidaya mencakup kawasan hutan produksi dan area
penggunaan lain.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 39
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.12. Pola Pemanfaatan Ruang Kota Palangka Raya Tahun 2019

No Jenis Pemanfaatan Ruang Luas (Ha) Persentase


1 Hutan Pendidikan dan Penelitian 36,153 13.54
2 Kawasan Lindung Sungai dan Danau 11,808 4.42
3 Taman Wisata Nyaru Menteng 861 0.32
4 Taman Wisata Bukit Tangkiling 414 0.16
5 Taman Wisata Marang 1,873 0.70
6 Hutan PLG 3,648 1.37
7 Kawasan Social Forestry 3,590 1.34
8 Kawasan Hutan Produksi 7,064 2.65
9 Kawasan Pengembangan Produksi 84,353 31.60
10 Area Penggunaan Lain 117,187 43.90
Jumlah 266,951 100.00
Sumber: Kurniawan (2021)

3.2.2. Flora dan Fauna (Biodiversitas) Endemik

Kota Palangka Raya secara umum terdiri atas ekoregion bentanglahan


dataran gambut, dataran alluvial dan rawa-rawa, serta bukit intrusi. Setiap
ekoregion memiliki karakteristik biodiversitas yang khas. Berdasarkan ecoregion
bentanglahannya, keanekaragaman hayati Kota Palangka Raya dibedakan menjadi
4 (empat) biodiversitas, yaitu: biodiversitas dataran organic rawa gambut,
biodiversitas dataran aluvial sungai dan rawa, biodiversitas bukit intrusif granit-
plutonik, dan biodiversitas dataran antropogenik.

A. Biodiversitas pada Dataran Organik Rawa Gambut


Kota Palangka Raya didominasi oleh kawasan hutan rawa gambut yang
dipisahkan oleh sistem Sungai Rungan, Kahayan, dan Sebangau. Karakteristik
habitat rawa gambut yang khas memunculkan berbagai biodiversitas yang dapat
ditemui. Sebaran flora dan fauna pada lahan-lahan gambut dipengaruhi pula oleh
karakteristik gambut. Semakin tebal kedalaman gambut pada umumnya memiliki
biodiveristas yang lebih rendah dibandingkan gambut topogen. Tingkat keasaman
pH tanah menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya flora dan fauna
yang lebih beragam. Vegetasi hutan rawa gambut di wilayah Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 40
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

ditemukan sebanyak 24 jenis pohon dari 19 genus. Jenis tumbuhan yang


ditemukan paling banyak diantaranya adalah jenis Gonystylus bancanus, Diospyros
borneensis, Palaquium xanthochymum, Combretocarpus rotundus, dan Harendong
Melastoma malabathricum (Yenihayati, 2018). Beberapa jenis tumbuhan
dilindungi, diantarannya jenis Ramin (Gonystylus bancanus), Jelutung (Dyera lowii),
dan banyak jenis dari Meranti (Shorea spp), yang diakibatkan oleh penebangan dan
kebakaran. Persebebaran jenis flora pada ekosistem dataran rawa gambut dapat
dilihat pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13A. Spesies Tumbuhan Tingkat Tinggi pada Ekosistem Hutan
Rawa Gambut dan sekitarnya di Kota Palangka Raya

No Nama Lokal Jenis Spesies Nama Latin


1 Bakung Asplenium nidus L.
2 Parut Calophyllum soulattri
3 Kamasira Chaetocarpus cantanocarpus
4 Tumih Combretocarpus rotundatus
5 Geronggang Cratoxylon arborescens
6 Tutup Kabala Diospyros borneensis
7 Gantalang Garcinia bencana
8 Ramin Gonystylus bancanus
9 Ketiau Madhuca motleyana
10 Sagagulang Melicope sp.
11 Ketiau Palaquium rostratum
12 Mahalilis Palaquium xanthochymum
13 Rasau Pandanus atrocarpus
14 Putat Planchonia valid
15 Lewangan Pouteria malaccensis
16 Karamunting Harendong Melastoma malabathricum
17 Meranti padi Shorea teysmanniana
18 Meranti lilin Shorea teysmanniana
19 Meranti bakau Shorea uliginosa
20 Asam-asam Mangifera parvifolia
21 Tatumbu Merah Syzygium zeylanicum
22 Kemuning Xanthophyllum
23 Jambu Syzygium chloranthum
24 Suntai Palaquium walsurifolium
Sumber: Yenihayati (2018)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 41
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.13B. Makroepifit pada Kawasan Hutan di Kelurahan Kanakarakan Tangkiling


Spesies Tumbuhan Makroepifit Famili
Drymoglossum piloselloides, Phymatosorus scolopendria, Pyrrossia lanceolata,
Polypodiaceae
Drynaria quersifolia, Polypodium feei
Asplenium nidus, Asplenium sp. Aspleniaceae
Davallia trichomanoides,Davallia repens, Davallia canariensis Davalliaceae
Vittariaangustifolia, Vittaria elongata Vittariaceae
Dendrobium crumenatum, Eria javanica, Robiquetia spathulata, Dendrobium sp.,
Bulbophyllum sp., Bulbophyllum sp.1, Dendrobium aloifolium, Aerangis sp. dan Orchidaceae
Phalaenopsis laycockii
Sumber: Sunarti (2014)

Tabel 3.13C. Spesies Tanaman Makroepefit pada Hutan Rawa Gambut


di Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu
dan Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya
No Nama Lokal Nama Latin No Nama Lokal Nama Latin
1 Martibo Crypteroniaceae 21 Maruang Myristica maxima
2 Bangaris Koompassia malaccensis 22 Masisin Rhodomyrtus tomentosa
3 Galam tikus Syzygium cuneatum 23 Mangkinang Elaeocarpus malacensis
4 Hampuak Baccaurea bracteate 24 Meranti batu Shorea leprosula
5 Hangkang Palaquium 25 Meranti bunga Shorea johorensis
6 Hawuk Dicranopteris linearis 26 Paku laung Nephrolepis bisserata
7 Jambu-jambu Syzygium spp. 27 Pampaning Lithocarpus conocarpa
8 Jelutung rawa Dyera lowii 28 Pulai Alstonia pneumatophora
9 Kahoi Shorea balangeran 29 Rahanjang Xylopia fusca
10 Kalalawit - 30 Rambangun Rutaceae
11 Kalapapa - 31 Ramin Gonystylus bancanus
12 Kamasira Ilexsamosa 32 Rasau Pandanus helicopus
Campnosperma
13 Kapur naga danum Calophyllum exceltum 33 Terantang
auriculata
Combretocarpus
14 Kapur naga jangkar Calophyllum spp. 34 Tumih
rotundatus
Lophopetalum
15 Kayu arang 35 Sampahiring -
javanicum
Melastoma
16 Salumbar Tetramerista glabra 36 Karamunting
malabatrichum
Akasia daun
17 Kayu tulang Diospyros spp. 37 Acacia auriculiformis
ramping
18 Kumpang - 38 Akasia daun lebar Acacia mangium
19 Mahang Macaranga rhizinoides 39 Kalakai Stenochlaena sp.
20 Akar kuning - 40 Putri malu Mimosa pudica
Sumber Tambunan dkk (2019)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 42
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Data pada Tabel 3.13. di atas menunjukkan jenis tumubuhan makroepifit


yang dapat dijumpai di wilayah hutan rawa gambut. Tumbuhan makroepifit
merupakan tumbuhan yang menempel pada inang serta mempunyai ciri-ciri telah
memiliki akar, batang, dan daun yang dapat dibedakan dengan jelas. Tumbuhan
paku terdiri atas 4 (empat) familia yang terdiri atas: Polypodiaceae, Aspleniaceae
Davalliaceae, dan Vittariaceae. Tumbuhan berbiji terdiri atas familia Orchidaceae
dan Phalaenopsis laycockii. Tumbuhan paku dan familia Orchidaceae termasuk
tumbuhan makroepifit yang dikhawatirkan akan punah sehubungan dengan
adanya pembukaan lahan. Hal ini dibuktikan dengan indeks keanekaragaman
sedang, yaitu pada skala 1 ≤ H‟ ≤ 3 (nilai H‟ 3,1153) (Sunarti, 2014).
Sebaran ekosistem hutan rawa gambut juga ditunjukkan oleh
keanekaragaman flora-fauna pada Resort Habaring Hurung Taman Nasional
Sebangau, Kota Palangka Raya. Kota Palangka Raya termasuk ke dalam wilayah
TNS Sebangau. Beberapa jenis vegetasi yang muncul berupa jenis famili Kantong
semar (Nepenthaceae). Nepenthaceae merupakan jenis tumbuhan karnivora,
karena memakan serangga melalui kantong yang merupakan perpanjangan dari
ujung daun. Kantong semar hidup pada tempat-tempat terbuka atau agak
terlindung yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara cukup tinggi
(Jati S., 2021). Sebaran Kantong semar dapat ditemukan pada hutan hujan tropik
dataran rendah, hutan gambut, dan hutan kerangas di Kota Palangka Raya.
Biodiversitas Kantong semar di Taman Nasional Sebangau ditunjukkan pada
Gambar 3.14.
Resort Habaring Hurung memiliki luas ±17.000 hektar. Kondisi hutan pada
Resort Habaring Hurung ini masih cukup baik sebagai habitat satwa, karena
banyak dijumpai sarang atau tempat berlindung (cover) satwa. Kondisi tanah
gambut tertutupi oleh serasah dan kayu lapuk. Keberadaan jenis mamalia yang
cukup tinggi mendorong terciptanya kestabilan lingkungan. Identifikasi jenis
mamalia Resort Habaring Hurung mencapai 22 famili, yang didominasi oleh Famili
Sciuridae, berupa 8 jenis mamalia. Sciuridae merupakan mamalia dari tingkat ordo
Rodentia (pengerat). Rodentia saat ini tidak hanya dikenal sebagai hama, namun
juga dapat berfungsi sebangai penyeimbang ekosistem. Selain nilai kekayaan dan
keanekaragaman jenis, nilai kemerataan juga diperhitungkan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 43
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.14. Karakteristik Flora Famili Nepenthaceae di TN Sebangau


(Sumber: https://www.tnsebangau.com/galeri-foto, 1 September 2021)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kemerataan jenis sebesar 0,81,


yang menunjukkan bahwa keberadaan jenis mamalia di Resort Habaring Hurung
tidak merata. Nilai indeks kemeratan merupakan ukuran keseimbangan ke arah
suatu komunitas satu dengan yang lainnya. Semakin tinggi nilai keanekaragaman
jenis di suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya akan semakin tinggi.
Nilai kemeraatan dipengaruhi oleh kondisi habitat, seperti: ketersediaan pakan
yang kurang merata, air minum yang kurang sesuai, di samping faktor ganguan
pada tempat berlindung (Mustari et al., 2010). Biodiversitas mamalia di Taman
Nasional Sebangau dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 44
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.14. Spesies Mamalia pada Resort Habaring TN Sebangau Kalimantan Tengah
Status Perlindungan
Spesies Famili PP
IUCN CITES No 7 1999
Tupai tanah (Tupaia tana) LC APP II -
Tupai Indah (Tupai splemdidula) LC APP II -
Tupai ramping (Tupaia gracilis) Tupaiidae LC APP II -
Tupai kecil (Tupaia minor) LC APP II -
Tupai akar (Tupaia gils) LC APP II -
Tupai ekor kecil (Dendrogle melanura) - - -
Bajing kelapa (Callosicirius notatus) Sciuridae - - -
Bajing ekor pendek (Sundaciurus lowii) LC - -
Bajing tiga warna (Callosciurus baluensis) LC - -
Bajing tanah moncong runcing
NT - -
(Rhinosciurus laticaudatus)
Bajing tanah bergaris tiga (Lariscus
LC - v
insignis)
Bajing Kinabalu (Callosciurus baluensis) LC - -
Bajing kerdil dataran rendah (Exilisciurus
DD - -
exilis)
Jelarang bilarang (Ratufa affinis) NT APP II -
Tikus belukar Muridae LC - -
Nyingnying besar (Chiropodomys major) DD - -
Cucurut babi (Hylomys suillus) Erinaceidae LC - -
Munggis Hitam (Suncus ater) Soricidae DD - -
Landak Raya (Hystrix branchyura) Hystricidae - - v
Kalong Besar (Pteropus vampyrus) Molossidae NT APP II -
Kalong kecil (Pteropus hypomelanus) Kerivoulinae LC APP II -
Lenawai coklat terawang (Kerivoula
Cynochepalidae - - -
hardwichii)
Kubung Malaya (Cynochepalus variegatus) Manidae - - -
Trenggiling (Manis javanica) Felidae EN APP II v
Kucing kuwuk (Felis bengalensis) LC APP I v
Macan dahan (Neofelis nebulosa) VU APP I v
Beruang Madu (Helarctos malayanus) Ursidae VU APP I v
Linsang Linsang (Prionodon linsang) Viverridae LC APP III v
Teledu Sigung (Mydaus javanensis) Mustelidae LC - v
Musang Luwak (Paradoxurus
- - -
hermaphroditus)
Tenggalung Malaya (Vivera tangalunga) - - -
Binturong (Arctictis binturong) VU APP III v
Sero ambrang (Aonyx (Amblonyx) dinerea) - - -

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 45
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Status Perlindungan
Spesies Famili PP
IUCN CITES
No 7 1999
Pelanduk Kancil (Tragulus javanicus) DD - v
Tragulidae
Pelanduk Napu (Tragulus napu) LC - v
Babi berjenggot (Sus barbatus) Suidae VU - -
Kijang kuning (Muntiacus atherodes) LC - -
Cervidae
Rusa sambar (Cervus unicolor) VU - -
Krabuku ingkat (Tarsius bancanus) Tarsidae VU APP II v
Kukang (Nycticebus coucang) Lorisidae VU APP I v
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) LC APP II -
Lutung merah (Presbytis rubicunda) LC APP II -
Cerchopitechidae
Monyet Beruk (Macaca nemestrina) VU APP II -
Lutung kelabu (Presbytis cristata) - - -
Owa-owa (Hylobates agilis) Hylobatidae EN APP I v
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) Pongidae EN APP I v
Sumber: Mustari (2010)

Gambar 3.15. Karakteristik Fauna Taman Nasional Sebangau


(Sumber: https://www.tnsebangau.com/galeri-foto, 1 September 2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 46
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

B. Biodiversitas pada Dataran Aluvial Sungai asosiasi Rawa-rawa


Hamparaan hutan rawa gambut Kota Palangka Raya secara keseluruhan
dipisahkan oleh aliran-aliran sungai yang memotong badan hutan. Jenis vegetasi
yang hidup di bibir sungai adalah jenis Rasau (Pandanus atrocarpus). Rasau
merupakan salah satu tumbuhan yang mampu hidup di bibir sungai. Jenis yang
tergolong kedalam famili Pandanaceae ini tersebar di daerah sekitar Kota Palangka
Raya. Habitat Pandanus atrocarpus, umumnya tumbuh di daerah pantai, hutan
payau gambut, dan terkadang dijumpai di daerah menggenang dan pada rawa
pasang surut dan pinggir-pinggir sungai.
Jenis fauna pada Bentanglahan Asosiasi Dataran Aluvial Sungai dan Dataran
Banjir Rawa-Rawa, terutama jenis ikan yang memiliki sebaran bervariasi pada
area rawa atau badan sungai. Berdasarkan penelitian Sulistryarto dkk. (2007),
pada sekitar wilayah Sungai Rungan mencapai 50 jenis ikan dari 19 suku,
sedangkan pada rawa lebak Sungai Kahayan diperoleh 44 jenis (Buchar et al.,
2000). Rawa lebak juga berperan penting untuk mendukung produksi perikanan
tangkap di Kota Palangka Raya. Berdasarkan stastistik perikanan Kota Palangka
Raya tahun 2005, sekitar 80,89% hasil perikanan Kota Palangka Raya berasal dari
rawa lebak (Sulistiyarto et al., 2007). Secara rinci jenis ikan pada Sungai Rungan
dan Rawa Lebak dapat dilihat pada Tabel 3.15.

Tabel 3.15. Karakteristik Jenis Ikan pada Kawasan Rawa dan Badan Sungai Rungan
Stasiun Pengamatan
Jumlah
No Suku dan Jenis Ikan Rawa Rawa Sungai
Individu
Berhutan terbuka Rungan
Engraulidae
1
Lycothrissa crocodiles 1 + - -
Cyprinidae
Amblyrhynchichthys truncates 2 - - +
Cyclocheilichthys apogon 236
Cyclocheilichthys enoplos 23 - +
Cyclocheilichthys heteronema 8 - - +
2 Cyclocheilichthys janthochir 204 + + +
Labiobarbus ocellatus 6 - + -
Hampala macrolepidota 3 + - -
Leptobarbus hoevenii 5 + - +
Luciosoma trinema 16 + + -
Osteochilus kalabau 142 + + +

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 47
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Stasiun Pengamatan
Jumlah
No Suku dan Jenis Ikan Rawa Rawa Sungai
Individu
Berhutan terbuka Rungan
Osteochilus triporos 488 + + +
Parachela hypophthalmus 101 + - +
Puntioplites waandersi 2 - - +
Puntius lineatus 166 + + +
Barbonymus schwanefeldii 29 - + +
Rasbora argyrotaenia 1128 + + +
Rasbora borneensis 10 - - +
Rasbora cephalotaenia 17 + + -
Thynnichthys polylepis 17 + + -
Cobitidae
3
Chromobotia macracanthus 1 - - +
Bagridae
Bagrichthys macracanthus 1 - -
4
Hemibagrus nemurus 29 + + +
Mystus nigriceps 295 + + +
Clariidae
5
Clarias batrachus Linnaeus 10 + + -
Schilbeidae
6
Pseudeutropius brachypopterus 7 - + +
Pangasiidae
7
Pangasius micronemus 3 + - -
Siluridae
Belodontichthys dinema 2 + - +
Ceratoglanis scleronema 1 + - -
Kryptopterus apogon 30 + + +
Kryptopterus lais 97 + + +
8
Kryptopterus limpok 115 + + +
Kryptopterus micronema 62 -
Kryptopterus macrocephalus 60 + + +
Ompok hypophthalmus 36 + + +
Wallago leerii 5 + + +
Chandidae
9
Parambassis macrolepis 22 + + +
Nandidae
10
Nandus nebulosus 25 + + +
Datnioididae
11
Coius quadrifasciatus 1 - - +

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 48
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Stasiun Pengamatan
Jumlah
No Suku dan Jenis Ikan Rawa Rawa Sungai
Individu
Berhutan terbuka Rungan
Pristolepidae
12
Pristolepis grooti 24 + + +
Eleotridae
13
Oxyeleotris mormorata 2 - - +
Channidae
14 Channa lucius 2 + - -
Channa pleurophthalmus 32 -
Anabantidae
15
Anabas testudineus 50 + - +
Belontiidae +
16 Belontia hasselti 240 + + -
Trichogaster leerii 42 + - -
Helostomatidae
Helostoma temminckii 377 + + +
17 Mastacembelidae
Macrognathus aculeatus 60 + - +
Mastacembelus erythrotaenia 9 + - +
Tetraodontidae
18
Chonerhinos modestus 35 + - +
Sumber: Sulistyarto dkk. (2007)

C. Biodiversitas pada Bukit Intrusif Granitik-Plutonik


Keanekaragaman flora-fauna pada satuan Ekoregion Bentanglahan Bukit
Intrusif Granitik-Plutonik dapat diamati melalui biodiversitas yang tampak pada
Taman Wisata Bukit Tangkiling yang berada di Kelurahan Banturung, Kecamatan
Tangkiling. Luas kawasan mencapai 414 hektar. Kawasan ini memiliki ekosistem
hutan hujan tropika dataran rendah. Karaktersitik pohon yang tumbuh adalah
jenis vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah, seperti: Meranti (Shorea sp.),
Tengkawang (Shorea spp.), Geronggang (Clratoxylon arboreescens), dan tanaman
paku jenis Filicophyta. Jenis satwa yang berada pada Taman Wisata Alam Bukit
Tangkiling diantaranya adalah Buaya sapit (Tomistona schlenegelli), Burung
tekukur (Streptillia chinensis), Burung cucakrowo (Pycnonotus zeylanicus), Kera
ekor panjang (Macaca fascicularis), Musang (Paradoxurus hermaproditus), dan
lainnya (Priono, 2012).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 49
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

D. Biodiversitas pada Dataran Antropogenik Kota Palanhgka Raya


Ekoregion Bentanglahan Dataran Antropogenik Wilayah Perkotaan Palangka
Raya merupakan wilayah dengan frekuensi aktivitas manusia yang sangat tinggi.
Perkembangan perkotaan berdampak pada karakteristik ekosistem yang ada. Pada
dasarnya karaktersitik flora dan fauna endemik pada Dataran Antropogenik dapat
dilihat melalui keberagaman jenis flora-fauna yang ditemukan pada taman kota,
taman wisata, dan Kawasan Hutan Universitas Palangka Raya (UPR). Di sisi lain
pengembangan taman Kota didominasi oleh jenis tanaman buah dan herbal, yaitu:
Belimbing (Artocarpus heterophyllus), Punang Merah (Cyrtostachys lakka, MCA), Kenanga
(Cananga odorata), dan Serai (Cymbopo gene citrates).

Secara keseluruhan, ditinjau berdasarkan satuan ecoregion bentanglahannya,


maka biodiversitas di Kota Palangka Raya dipengaruhi oleh faktor-faktor edafik,
seperti tingkat kematangan dan ketebalan gambut. Faktor tersebut menjadi
sensitif terhadap indeks keanekaragaman pada setiap satuan ekoregion
bentanglahan. Secara rinci karakteristik flora dan fauna (biodiversitas) di Kota
Palangka Raya pada setiap satuan ekoregion bentanglahan, ditunjukkan pada
Tabel 3.16.

Tabel 3.16. Keragaman Flora dan Fauna Endemik (Biodiversitas)


pada setiap Satuan Ekoregion Bentanglahan Kota Palangka Raya
Ekoregion
Simbol Kecamatan Flora Endemik Fauna Endemik
Bentanglahan
Asosiasi Dataran F.Al-Qa/Qs Bukit Batu Berbagai flora: nipah, Ikan perairan tawar di
Aluvial Sungai dan Jekan Raya rumput rawa, jenis Asia tropika didominasi
Dataran Banjir Pahandut Rasau (Pandanus oleh famili Ikan mas
Endapan Aluvium Rakumpit atrocarpus) Vegetasi (Cyprinidae) dan Ikan
Sungai dan Rawa- Sebangau Munson Rawa Air Selais (Sluridae)
Rawa Tawar, Vegetasi Rawa
Air Tawar Pamah.
Bukit Intrusif V.in-GnPt Bukit Batu Berbagai flora: nipah, Jenis satwa meliputi
Granitik-Diorit Sebangau rumput rawa, jenis Buaya sapit (Tomistona
Plutonik Rasau (Pandanus schlenegelli), Burung
atrocarpus), Vegetasi tekukur (Streptillia
Munson Rawa Air chinensis), Burung
Tawar, Vegetasi Rawa cucakrowo (Pycnonotus
Air Tawar Pamah. zeylanicus), Kera ekor
panjang (Macaca
fascicularis), Musang
(Paradoxurus
hermaproditus)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 50
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Ekoregion
Simbol Kecamatan Flora Endemik Fauna Endemik
Bentanglahan
Dataran A.AL-Pr Jekan Raya Punang Merah Bekantan (Nasalis
Antropogenik Pahandut (Cyrtostachys lakka), larvatus), Owa
Material Aluvium Sebangau Belimbing (Artocarpus Kalimantan (Hylobates
Wilayah Perkotaan heterophyllus), Kenanga agilis), Orangutan
Palangka Raya (Cananga odorata), Kalimantan (Pongo
Serai (Cymbopo gene pygmaeus)
citrates)
Dataran O.Gb3-KtSb Bukit Batu Jenis vegetasi hutan Burung Sempur Hijau,
Bergelombang Jekan Raya dataran rendah Burung Buluk Ketupa,
Organik Gambut Sebangau meliputi Bakung, Luntur diard, Burung
Katingan- Ramin, Rasau, Meranti Pekaka Emas, Orang
Sebangau bakau, Meranti lilin, Hutan, Biawak air, Ular
Kemuning, dan Bandotan candi,skink
beberapa jenis bergaris kalimantan
tumbuhan makroepifit
Dataran O.Gb3-RgKh Bukit Batu Kayu ramin (Gonystylus Elang, Enggang, Walet,
Bergelombang Rakumpit bancanus), Kapur naga Tekukur, Buaya, Babi
Organik Gambut (Callophilium soulatri), Hutan, Beruang Madu,
Rungan-Kahayan Rambutan hutan Owa-owa, Orang Utan,
(Nephelium sp.), Bekantan, Rusa, Macan
Anggrek, Meranti rawa Dahan, Musang, Kancil,
(Shorea pauciflora), Kucing Hutan, Capung
Rengas (Melanorrhaoea Jarum, Kupu-kupu,
walichii), Palem merah Tokek Hutan
(Cyrtoctachys lakka),
Kantong semar
(Nephentes mirabilis),
Bakung (Hanguana
malayana), Utricularia
spp, Jelutung (Dyera
costulata), Jelutung
rawa (Dyera lowii),
Gemor (Alseodaphne
umbeliflora).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 51
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Ekoregion
Simbol Kecamatan Flora Endemik Fauna Endemik
Bentanglahan
Dataran Berombak S.L3-Tmpd Bukit Batu Belangiran (Shorea Jenis satwa yang
Lipatan Formasi Rakumpit belangeran), Gandis teridentifikasi di
Dahor Batupasir (Garcinia sp), Gerung- antaranya Aves dengan
Halus sisipan gang (Cratoxylon jumlah sebanyak 89
Batubara glaucum), Kempas jenis antara lain: Beo
(Koompassia (Gracula religiosa) dan
malaccensis Benth), Cucak Rowo
Madang (Litsea sp), (Pyononotus
Mahang (Macaranga zeylanicus). Jenis lain
pruinosa (Miq) Mull seperti Biawak
Arg), Meranti (Shorea (Varanus sp), Ular,
sp), Mertibu Monyet ekor panjang
(Dactylocladus
stenostachys), Palawan
Merah (Tristaniopsis
sp), Punak
(Tetramerista glabra),
Terantang
(Campnosperma
coriaceum), Tumih
(Combretocarpus
rotundatus), Tutup
Kabali (Diospyros
pseudomalabarica)
Dataran Berombak O.Gb2-KhKp Pahandut Kayu ramin (Gonystylus Elang, Enggang, Walet,
Organik Gambut Sebangau bancanus), Kapur naga Tekukur, Buaya, Babi
Kahayan-Kapuas (Callophilium soulatri), Hutan, Beruang Madu,
Rambutan hutan Owa-owa, Orang Utan,
(Nephelium sp.), Bekantan, Rusa, Macan
Anggrek, Meranti rawa Dahan, Musang, Kancil,
(Shorea pauciflora), Kucing Hutan, Capung
Rengas (Melanorrhaoea Jarum, Kupu-kupu,
walichii), Palem merah Tokek Hutan
(Cyrtoctachys lakka),
Kantong semar
(Nephentes mirabilis),
Bakung (Hanguana
malayana), Utricularia
spp, Jelutung (Dyera
costulata), Jelutung
rawa (Dyera lowii), dan
Gemor (Alseodaphne
umbeliflora).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 52
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Ekoregion
Simbol Kecamatan Flora Endemik Fauna Endemik
Bentanglahan
Dataran Berombak O.Gb2-KhSb Pahandut Jenis vegetasi hutan Burung Sempur Hijau,
Organik Gambut Sebangau dataran rendah Burung Pekaka Emas,
Kahayan- meliputi Bakung, Orang Hutan, Ekor
Sebangau Ramin, Rasau, Meranti Panjang Monyet ko
bakau, Meranti lilin, Tarsius, macan Dahan,
Kemuning, dan
beberapa jenis
tumbuhan makroepifit
Dataran Berombak O.Gb2-KtSb Bukit Batu Jenis vegetasi hutan Burung Sempur Hijau,
Organik Gambut Jekan Raya dataran rendah Burung Buluk Ketupa,
Katingan- Pahandut meliputi Bakung, Luntur diard, Burung
Sebangau Sebangau Ramin, Rasau, Meranti Pekaka Emas, Orang
bakau, Meranti lilin, Hutan, Biawak air, Ular
Kemuning, dan Bandotan candi,skink
beberapa jenis bergaris kalimantan
tumbuhan makroepifit
Dataran Berombak O.Gb2-RgKh Bukit Batu Kayu ramin (Gonystylus Burung Sempur Hijau,
Organik Gambut Jekan Raya bancanus), Kapur naga Burung Buluk Ketupa,
Rungan-Kahayan Pahandut (Callophilium soulatri), Luntur diard, Burung
Rakumpit Rambutan hutan Pekaka Emas, Orang
(Nephelium sp.), Hutan, Biawak air, Ular
Anggrek, Meranti rawa Bandotan candi,skink
(Shorea pauciflora), bergaris kalimantan
Rengas (Melanorrhaoea
walichii), Palem merah
(Cyrtoctachys lakka),
Kantong semar
(Nephentes mirabilis),
Bakung (Hanguana
malayana), Utricularia
spp, Jelutung (Dyera
costulata), Jelutung
rawa (Dyera lowii), dan
Gemor (Alseodaphne
umbeliflora).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 53
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Ekoregion
Simbol Kecamatan Flora Endemik Fauna Endemik
Bentanglahan
Dataran Lipatan S.L4-Tmpd Bukit Batu Belangiran (Shorea Jenis satwa yang
Formasi Dahor Rakumpit belangeran), Gandis teridentifikasi di
Batupasir Halus (Garcinia sp), Gerung- antaranya Aves dengan
sisipan Batubara gang (Cratoxylon jumlah sebanyak 89
glaucum), Kempas jenis antara lain: Beo
(Koompassia (Gracula religiosa) dan
malaccensis Benth), Cucak Rowo
Madang (Litsea sp), (Pyononotus
Mahang (Macaranga zeylanicus). Jenis lain
pruinosa (Miq) Mull seperti Biawak
Arg), Meranti (Shorea (Varanus sp), Ular,
sp), Mertibu Monyet ekor panjang
(Dactylocladus
stenostachys), Palawan
Merah (Tristaniopsis
sp), Punak
(Tetramerista glabra),
Terantang
(Campnosperma
coriaceum), Tumih
(Combretocarpus
rotundatus), Tutup
Kabali (Diospyros
pseudomalabarica)
Dataran Organik O.Gb1-KhKp Pahandut Vegetasi Kayu ramin Rusa (Cervus unicolor),
Gambut Kahayan- Sebangau (Gonystylus bancanus) Kijang (Muntiacus
Kapuas dan Jelutung rawa atheroides), Kancil
(Dyera costulata) (Tragulus javanicus),
Macan dahan (Neofelis
nebulosa), Tupai
(Tupaia spp), Loris
(Nycticebus coucang),
dan Tarsius (Tarsius
bancanus)
Dataran Organik O.Gb1-KhSb Pahandut Jenis vegetasi hutan Burung Sempur Hijau,
Gambut Kahayan- Sebangau dataran rendah: Burung Pekaka Emas,
Sebangau Bakung, Ramin, Rasau, Orang Hutan, Ekor
Meranti bakau, Meranti Panjang Monyet ko
lilin, Kemuning, dan Tarsius, macan Dahan,
jenis makroepifit
Dataran Organik O.Gb1-KtSb Sebangau Jenis vegetasi hutan Burung Sempur Hijau,
Gambut Katingan- dataran rendah, seperti: Burung Buluk Ketupa,
Sebangau Bakung, Ramin, Rasau, Luntur diard, Burung
Meranti bakau, Meranti Pekaka Emas, Orang
lilin, Kemuning, dan Hutan, Biawak air, Ular
tumbuhan makroepifit Bandotan candi, Skink
bergaris Kalimantan
Sumber: TIM DIKPLHD (2020); (Jati S., 2021); (Sulistyarto, 2007); dan (Yenihayati, 2018)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 54
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3.3. Deskripsi Lingkungan Sosial Ekonomi Budaya (Kultural)

Pembahasan mengenai karakteristik lingkungan sosial ekonomi dan budaya


(kultural) di Kota Palangka Raya meliputi 3 (tiga) aspek penting. Pertama
mengenai kondisi kependudukan yang akan membahas jumlah dan kepadatan
penduduk, pertumbuhan penduduk serta struktur penduduk. Kedua membahas
mengenai kondisi sosial ekonomi yang meliputi matapencaharian penduduk, laju
inflasi, pendapatan asli daerah, kesejahteraan dan kemiskinan. Ketiga membahas
kondisi sosial budaya meliputi pendidikan, kesehatan, etnis dan agama,
kebudayaan serta hukum adat. Secara rinci berikut adalah pembahasan ketiganya.

3.3.1. Kondisi Kependudukan

A. Jumlah penduduk
Kondisi kependudukan di Kota Palangka Raya yang akan dibahas pada bagian
ini meliputi tiga indikator yakni: (a) jumlah dan kepadatan penduduk; (b)
pertumbuhan penduduk; dan (c) struktur penduduk. Berdasarkan jumlahnya,
penduduk di Kota Palangka Raya pada 2020 sebesar 293,5 ribu jiwa (BPS Kota
Palangka Raya, 2021). Jumlah penduduk pada 2020 ini paling tinggi jika
dibandingkan jumlah penduduk pada sepuluh tahun terakhir. Artinya dari 2011
sampai 2020 jumlah penduduk pada 2020 merupakan jumlah yang tertinggi
(Gambar 3.16.).

Gambar 3.16.
Jumlah Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2011-2020 (dalam ribu jiwa)
(Sumber: BPS Kota Palangka Raya, 2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 55
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kota Palangka Raya terdiri dari lima kecamatan, yakni: Kecamatan Pahandut,
Sabangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit. Dari kelima kecamatan tersebut
jumlah penduduk paling banyak berada di Kecamatan Jekan Raya. Dari data yang
ada, selama lima tahun terakhir, Kecamatan Jekan raya selalu menjadi kecamatan
dengan jumlah penduduk terbanyak se-Kota Palangka Raya (Tabel 3.17.).
Berdasarkan data terakhir, pada 2020, jumlah penduduk di Kecamatan jekan Raya
sebesar 154,4 ribu jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah di Kota Palangka
Raya berada di Kecamatan Rakumpit (pada 2020 jumlah penduduknya sebesar 4
juta jiwa).

Tabel 3.17. Jumlah Penduduk Kota Palangka Raya


dirinci per Kecamatan (dalam ribuan) Tahun 2016 - 2020

Tahun
Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020
Pahandut 93,9 96,7 99,6 - 97,1
Sabangau 17,4 17,9 18,5 - 24,1
Jekan Raya 139,3 143,5 147,7 - 154,4
Bukit Batu 13,7 14,0 14,3 - 14,0
Rakumpit 3,4 3,5 3,5 - 4,0
Kota Palangka Raya 267,7 275,6 283,6 291,7 293,5
Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2017-2021)
Keterangan: Data jumlah penduduk pada tahun 2019 per kecamatan tidak ditemukan

Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Jekan Raya, jika dipersentasekan


nilainya lebih dari 50% dari total penduduk di Kota Palangka Raya dalam lima
tahun terakhir. Selama periode 2016-2020 persentase penduduk yang tinggal di
Kecamatan Jekan Raya mencapai 52% dari total penduduk di Kota Palangka Raya
(Tabel 3.18.). Sementara yang terendah berada di Kecamatan Rakumpit dengan
persentase kurang dari 2%. Hal ini menandakan bahwa distribusi penduduk di
Kota Palangka Raya tidak merata, dan banyak terpusat di Kecamatan Jekan Raya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 56
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.18. Distribusi Penduduk di Kota Palangka Raya


dirinci per Kecamatan (dalam persen) Tahun 2016 - 2020
Tahun
Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020
Pahandut 35,07 35,09 35,11 33,36 33,07
Sabangau 6,50 6,50 6,50 7,89 8,19
Jekan Raya 52,03 52,09 52,09 52,7 52,6
Bukit Batu 5,13 5,09 5,05 4,83 4,78
Rakumpit 1,27 1,26 1,25 1,22 1,36
Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2017-2021)

B. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk di Kota Palangka Raya tergolong dalam kondisi
kepadatan rendah. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan pada 2020, dimana
kepadatan penduduk di Kota Palangka Raya sebesar 103 jiwa/km 2 (Tabel 3.19.).
Artinya setiap 1 km2 di Kota Palangka Raya hanya dihuni oleh sekitar 103
penduduk. Pada 2020, dari kelima kecamatan yang ada, Kecamatan Pahandut
merupakan kecamatan terpadat di Kota Palangka Raya dengan nilai kepadatan
sebesar 811 jiwa/km2. Kemudian disusul kecamatan Jekan Raya (398 jiwa/km2),
Kecamatan Sabangau (38 jiwa/km2), kecamatan Bukit Batu (23 jiwa/km2) dan
Kecamatan Rakumpit (4 jiwa/km2).

Tabel 3.19. Kepadatan Penduduk di Kota Palangka Raya


dirinci per Kecamatan (dalam jiwa/km2) Tahun 2016-2020
Tahun
Kecamatan
2016 2017 2018 2019 2020
Pahandut 786 810 834 743 811
Sabangau 27 28 29 33 38
Jekan Raya 359 370 381 362 398
Bukit Batu 23 23 24 21 23
Rakumpit 3 3 3 3 4
Palangka Raya 94 97 99 102 103
Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2017-2021)

Berdasarkan Tabel 3.18. tersebut, diketahui pula bahwa urutan kecamatan dengan
kepadatan tertinggi ke terendah tidak berubah selama periode 2016-2020.
Akhirnya, berdasarkan jumlah dan kepadatannya secara umum disimpulkan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 57
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

bahwa Kota Palangka Raya memiliki jumlah penduduk yang terus bertambah
dengan distribusi yang tidak merata serta secara umum memiliki kepadatan
penduduk yang rendah.

C. Pertumbuhan penduduk
Jumlah penduduk di Kota Palangka Raya yang terus mengalami pertambahan
disebabkan karena nilai pertumbuhan penduduk yang positif. Pertumbuhan
penduduk sendiri oleh BPS didefinisikan sebagai angka yang menunjukan tingkat
pertambahan penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan
data dari BPS Kota Palangka Raya, pertumbuhan penduduk pada 2010-2020 Kota
Palangka Raya memiliki nilai sebesar 2,28%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai Provinsi Kalimantan Tengah yakni 1,84%. Jika dilihat berdasarkan
kecamatan, pada 2019-2020, Kecamatan Sebangau menjadi kecamatan dengan
angka pertumbuhan penduduk tertinggi jika dibandingkan empat kecamatan
lainnya. Angka pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sebangau pada 2019-2020
sebesar 5.15% (Gambar 3.17.). Sementara yang terendah ada di Kecamatan Bukit
Batu dengan pertumbuhan sebesar 1,57% pada 2019-2020.

6
5,15
5

2,93 2,92
3
2,24
2 1,57

0
Pahandut Sabangau Jekan Raya Bukit Batu Rakumpit

Gambar 3.17
Pertumbuhan Penduduk di Kota Palangka Raya per Kecamatan Tahun 2019-2020
(Sumber: BPS Kota Palangka Raya, 2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 58
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

D. Struktur penduduk
Kondisi terakhir yang dilihat pada aspek kependudukan adalah struktur
penduduk. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat struktur penduduk
adalah dengan menggunakan piramida penduduk (Tukiran, 2010). Piramida yang
digunakan adalah piramida penduduk Kota Palangka Raya pada 2020 yang telah
dipublikasikan oleh BPS. Berdasarkan Gambar 3.18., piramida penduduk di Kota
Palangka Raya dapat dikategorikan sebagai piramida stasioner pada tahapan awal.
Piramida stasioner sendiri dicirikan dengan struktur penduduk yang hampir
merata di semua kelompok umur (Mantra, 2004). Sedangkan pada piramida di
Kota Palngka Raya, kondisi struktur penduduk yang hampir merata di semua
kelompok umur hampir terjadi. Piramida penduduk pada Gambar 3.17. juga
menjelaskan bahwa struktur penduduk menurut jenis kelamin di Kota Palangka
Raya didominasi oleh laki-laki. Sayap piramida laki-laki dominan lebih panjang di
hampir semua kelompok umur, kecuali di usia 75 tahun ke atas. Dengan demikian,
maka dapat dipastikan bahwa untuk nilai sex rationya lebih dari 100. Dan menurut
BPS Kota Palangka Raya, pada 2020 nilai sex ratio tercatat sebesar 103,6. Artinya
bahwa dari 100 perempuan ada sekitar 103 laki-laki di Kota Palangka Raya atau
laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Struktur penduduk di Kota Palangka Raya berada pada kondisi yang optimal
untuk dapat dimanfaatkan. Hal ini dilihat dari tingginya proporsi penduduk
produktif (usia 15-64 tahun) sehingga pemanfaatan momentum bonus demografi
dapat dilaksanakan secara optimal. Generasi milenial yang dipandang sebagai
motor pembangunan yang potensial juga memiliki jumlah yang sangat tinggi.
Tabel 3.20. memperlihatkan bahwa jumlah generasi milenial merupakan yang
tertinggi dibandingkan generasi lainnya, sehingga dari gambaran ini potensi
sumber daya manusia di Kota Palangka Raya sangat tinggi dan menunggu untuk
dimanfaatkan secara optimal demi pembangunan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 59
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.18. Piramida Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2020


(Sumber: BPS Kota Palangka Raya, 2021)

Tabel 3.20. Jumlah Penduduk menurut Generasi dan Jenis Kelamin


di Kota Palangka Raya (dalam ribuan) Tahun 2020

Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 60
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi

Pembahasan mengenai kondisi sosial ekonomi di Kota Palangka Raya terdiri


atas: matapencaharian, laju inflasi, pendapatan asli daerah (PDRB), pertumbuhan
ekonomi, dan kemiskinan.

A. Matapencaharian
Kondisi matapencaharian masyarakat di Kota Palangka Raya berkaitan
dengan keadaaan umum kondisi ketenagakerjaan. Jumlah penduduk angkatan
kerja di Kota Palangka Raya pada tahun 2020 sebesar 139.391 jiwa atau sebesar
94,1% dari total penduduk yang termasuk Angkatan kerja. Rinciannya penduduk
yang bekerja berjumlah 131.095 jiwa dan penduduk yang berstatus sebagai
pengangguran terbuka berjumlah 8.296 jiwa (BPS, 2020). Berdasarkan data
tersebut, rasio jumlah penduduk laki–laki yang termasuk angkatan kerja lebih
tinggi dibandingkan dengan rasio penduduk perempuan yaitu sebesar 63,3%.

Tabel 3.21. Jumlah Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kegiatan


di Kota Palangka Raya Tahun 2020
Jenis Kelamin
Uraian
Laki - laki Perempuan Jumlah
Angkatan Kerja 88.186 51.205 139.391
Bekerja 83.206 47.889 131.095
Pengangguran Terbuka 4.980 3.316 8.296
Bukan Angkatan Kerja 24.826 58.068 82.894
Sekolah 12.434 15.628 28.062
Mengurus Rumahtangga 6.032 39.548 45.580
Lainnya 6.360 2.892 9.252
Jumlah 113.012 109.273 222.285
Sumber: BPS Survei Angkatan Kerja Nasional (2020)

Status pekerjaan utama penduduk di Kota Palangka Raya tersebar atas


beberapa kondisi (Gambar 3.19.) meliputi status bekerja dengan usaha sendiri,
berusaha dibantu buruh, berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai, pekerja
bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar. Persentase terbesar status pekerjaan
utama penduduk di Kota Palangka Raya yaitu penduduk yang bekerja sebagai
buruh/karyawan/pegawai sebesar 54,08%. Penduduk yang bekerja dengan status

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 61
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

pekerjaan sebagai wirausaha terdiri dari penduduk yang berstatus berusaha


sendiri sebesar 19,41%, berusaha sendiri dibantu buruh sebesar 14,69%, dan
pekerja keluarga/tidak dibayar sebesar 9,21%. Sementara itu, penduduk yang
bekerja sebagai pekerja bebas pada sektor pertanian dan non pertanian sebesar
2,61%.

Gambar 3.19.
Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama
di Kota Palangka Raya Tahun 2020 (Sumber: Olah Data BPS, 2021)

Matapencaharian penduduk di Kota Palangka Raya secara umum dapat


dikelompokkan menjadi tiga sektor lapangan usaha utama yaitu sektor pertanian
(pertanian kehutanan, dan perikanan), sektor manufaktur (pertambangan dan
penggalian, pengadaan listrik dan gas, pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah
dan daur ulang, serta konstruksi), dan sektor jasa (perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor, transportasi dan pergudangan, penyediaan
akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan
asuransi, real estate, jasa perusahaan, administrasi pemerintahan, pertahanan dan
jaminan sosial, jasa Pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta jasa
lainnya. Sektor unggulan di Kota Palangka Raya pada Tahun 2020 adalah sektor
jasa yang menyerap tenaga kerja hingga 78,53% dari penduduk yang bekerja,
sedangkan sektor minoritas yang menjadi sumber matapencaharian penduduk
adalah sektor pertanian sebesar 6,93% (Tabel 3.22.).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 62
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.22. Persentase Penduduk Bekerja menurut Sektor Unggulan


di Kota Palangka Raya Tahun 2020
Uraian Tahun 2020
Jumlah Angkatan Kerja 139.391 jiwa
% Bekerja 94,05%
Sektor
% Bekerja di sektor Pertanian 6,93%
% Bekerja di sektor Manufaktur 14,55%
% Bekerja di sektor Jasa 78,53%
Sumber: Olah Data Sakernas (2020)

B. Laju inflasi
Inflasi merupakan persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang dan
jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga (BPS, 2014). Inflasi dalam ilmu
ekonomi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan klasifikasi tertentu,
dan pengelompokan yang dipakai sangat bergantung pada tujuan yang hendak
dicapai. Menurut derajatnya, inflasi dibedakan atas inflasi ringan (di bawah 10%),
inflasi sedang (10 – 30%), inflasi tinggi (30 – 100%), dan hyperinflasion (di atas
100%) (Atmadja, 1999). Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara
mutlak dapat mengindikasikan parah atau tidaknya dampak inflasi bagi kehidupan
perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada
besarnya dampak yang ditimbulkan dari inflasi yang terjadi. Berikut ini perubahan
laju inflasi bulanan dan tahunan di Kota Palangka Raya selama tahun 2018 – 2019.

Tabel 3.23. Inflasi di Kota Palangka Raya per Bulan Tahun 2018 dan 2019
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des Rerata
2018 0.46 0.09 -0.03 0.32 0.55 0.12 -0.24 -0.37 0.05 0.64 0.46 0.63 2,70
2019 0.31 0.04 0.37 0.29 0.26 1.14 0.04 -0.13 0.02 0.21 0.02 1.07 3,68
Sumber: https://palangkakota.bps.go.id/indicator/3/259/1/inflasi-kota-palangka-raya-.html

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi sebuah daerah mengalami


inflasi, meliputi jumlah uang yang beredar, kondisi keuangan dari anggaran
pendapatan belanja negara, dan faktor-faktor dalam penawaran agregat dan luar
negeri (Boediono, 1997). Tabel 3.22. di atas menjelaskan kondisi inflasi di Kota
Palangka Raya yang mengalami fluktuasi setiap bulannya, baik itu pada tahun
2018 maupun tahun 2019. Kondisi ini dipengaruhi oleh perubahan indeks harga

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 63
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

konsumen yang berlaku saat itu serta pengaruh dari keuangan APBD. Inflasi yang
terjadi pada bulan Juni dan Desember 2019 mengalami lonjakan jika dibandingkan
dengan bulan–bulan lainnya. Kejadian ini sebagai dampak dari banyaknya
perjalanan yang dilakukan akibat libur panjang, terlebih penggunaan transportasi
udara yang berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi.
Kondisi lima tahun terakhir selama rentang waktu 2015 – 2019, laju inflasi di
Kota Palangka Raya menunjukkan kecenderungan perlambatan dari kondisi 4,2%
di tahun 2015 menjadi 3,68% di tahun 2019. Namun, selama rentang waktu lima
tahun tersebut, kondisi yang terjadi adalah fluktuatif. Berdasarkan
pengelompokkan jenis inflasi dengan tingkat keparahannya (menurut derajatnya),
inflasi di Kota Palangka Raya tergolong pada kelompok inflasi ringan, artinya nilai
inflasi yang terjadi dalam waktu bulanan maupun tahunan berada pada persentase
di bawah 10%.

Gambar 3.20.
Laju Inflasi Kota Palangka Raya Tahun 2015 – 2019
(Sumber: Olah Data BPS, 2020)

C. Pendapatan Asli Daerah (PDRB) dan pertumbuhan ekonomi


Pertumbuhan perekonomian di Kota Palangka Raya secara umum dapat
dilihat melalui indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Badan
Pusat Statistik (2021), Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto merupakan indikator pertumbuhan ekonomi
yang mencerminkan perekonomian di suatu daerah, semakin tinggi pertumbuhan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 64
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

ekonomi di suatu daerah diasumsikan masyarakat yang ada di daerah tersebut


akan semakin sejahtera (Handayani, 2016).
Berdasarkan Tabel 3.24. dapat dilihat lima sektor unggulan dan termasuk
yang paling dominan kontribusinya selama tahun 2016 hingga tahun 2020
berturut-turut dari yang terbesar, yaitu: sektor (a) Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib, (b) Sektor Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, (c) Sektor Konstruksi, (d) Sektor Industri
Pengolahan, dan (e) Sektor Transportasi dan Pergudangan. Berdasarkan pola
kontribusi tiap-tiap sektor, dari tahun 2016 hingga tahun 2019 dapat disimpulkan
bahwa struktur perekonomian Kota Palangka Raya relatif tetap, tidak ada
perubahan, dan relatif stabil. Namun pada beberapa sektor lainnya di tahun 2020
terjadi penurunan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.

Tabel 3.24. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
menurut Lapangan Usaha di Kota Palangka Raya (miliar rupiah) Tahun 2016 - 2020

No Lapangan Usaha 2016 2017 2018 2019* 2020**


1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 350.2 368.6 405.4 456 459.6
2 Pertambangan dan Penggalian 164.5 191.3 218.4 239.7 235.9
3 Industri Pengolahan 1419.5 1589.7 1723.4 1822.3 1849
4 Pengadaan Listrik dan Gas 40.1 47.9 55.1 62.2 77.6
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
5 22.8 24.7 28.8 30.8 30.1
Limbah dan Daur Ulang
6 Konstruksi 1455.8 1651.9 1835.2 2020.2 1911.4
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
7 2176.9 2466 2890.8 3259.9 3244
Mobil dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 1091.4 1267.4 1572.4 1770.3 1486.2
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 626 723.9 787.6 880.8 817.8
10 Informasi dan Komunikasi 184.9 208 232.4 256 285.2
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 905.7 1078.5 1168.5 1247.4 1345
12 Real Estat 391.3 436.8 529.9 588.3 545.7
13 Jasa Perusahaan 8.7 10.1 11.6 13.2 11.7
Administrasi Pemerintahan, Pertnahanan
14 2788.9 3135.5 3582.6 3927.8 4104.1
dan Jaminan Sosial Wajib
15 Jasa Pendidikan 708.9 806.7 944.5 1055.7 1160.3
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 302.5 349.3 415.5 460.9 502.4
17 Jasa Lainnya 155 175.7 201 227.6 183.6
PDRB 12793.1 14532 16603.1 18319.1 18249.6
Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2021); *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 65
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Laju Pertumbuhan tiap sektor dalam rentang waktu 2016 – 2019 cenderung
stabil naik secara perlahan, kecuali pada beberapa sektor. Sektor pengadaan listrik
dan gas merupakan sektor yang laju pertumbuhannya paling cepat, termasuk pada
saat pandemic di tahun 2020. Sektor ini pada tahun 2017 mengalami perlambatan
dibandingkan tahun 2016, namun masih tetap lebih tinggi dari sektor lainnya.
Beberapa sektor di tahun 2020 banyak yang mengalami nilai negative (terjadi
penurunan) akibat pandemi covid–19, yang menyebabkan terhentinya beberapa
aktivitas perekonomian di Kota Palangka Raya berdasarkan pada Gambar 3.21.
Namun, terdapat sektor – sektor yang tidak terdampak oleh adanya pandemic,
seperti sektor jasa Kesehatan dan kegiatan sosial, sektor jasa Pendidikan, sektor
pertanian kehutanan dan perikanan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor
informasi dan komunikasi, serta sektor jasa keuangan dan asuransi.

Gambar 3.21. Grafik Laju PDRB atas Dasar Harga Konstan


Kota Palangka Raya Tahun 2016-2020 (Sumber: Olah Data BPS, 2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 66
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Pertumbuhan ekonomi Kota Palangka Raya dalam rentang waktu 2016


hingga 2020 (Gambar 3.22.) mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan paling
lambat terjadi antara tahun 2019 dan tahun 2020 yaitu sebesar -2.67, nilainya
lebih kecil dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Tengah dan
pertumbuhan ekonomi Nasional. Penurunan angka pertumbuhan ekonomi di
tahun 2020 sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Hal tersebut menyebabkan
banyak sektor perekonomian yang terpaksa stagnan bahkan terhenti.

Tahun 2016 2017 2018 2019 2020


Kota Palangka Raya 6.92 6.99 7.14 7.17 -2.67
Provinsi Kalimantan Tengah 6.28 6.42 6.26 6.17 -0.84
Nasional 5.03 5.07 5.17 5.02 -2.07

Gambar 3.22.
Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Palangka Raya
Provinsi Kalimantan Tengah, dan Nasional Tahun 2016-2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2021)

D. Kemiskinan
Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS berdasarkan pada konsep
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan,
pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Berdasarkan konsep
tersebut, maka kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 67
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

memenuhi kebutuhan makanan dan bukan makanan yang diukur dari


pengeluarannya. Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi, yang bukan
hanya mencakup kondisi ekonomi tetapi juga sosial dan budaya. Pengukuran
terkait kemiskinan merupakan hal yang penting karena hal tersebut sangat terkait
dengan tantangan SGDs. Terdapat beberapa indeks yang digunakan dalam
pengukuran yaitu Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan.
Perkembangan penduduk miskin di Kota Palangka Raya diukur berdasarkan
kuantitas atau banyaknya jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan. Persentase penduduk miskin di Kota Palangka Raya cenderung
mengalami penurunan dalam rentang waktu 2016 – 2019, selanjutnya mengalami
kenaikan pada tahun 2020 (Tabel 3.25.). Salah satu faktor meningkatnya jumlah
penduduk miskin di Kota Palangka Raya adalah pandemi Covid–19 yang
berdampak pada perubahan perilaku, aktivitas ekonomi, dan pendapatan
penduduk. Faktor lainnya yang menyebabkan penduduk miskin bertambah adalah
terjadinya kenaikan harga barang pokok, dan minimnya pendapatan yang masuk
akibat kehilangan pekerjaan atau mendapatkan pekerjaan yang tidak layak.

Tabel 3.25. Perkembangan Penduduk Miskin di Kota Palangka Raya Tahun 2016-2020
Indikator Kemiskinan 2016 2017 2018 2019 2020
Persentase penduduk Miskin (P0) 3.75 3.62 3.47 3.35 3.44
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) 9.96 9.91 9.78 9.69 10.23
Sumber: Olah Data Susenas (2016-2020)

Metode pengukuran kemiskinan yang digunakan bertumpu pada pendekatan


pengeluaran yang dikenal dengan pendekatan kebutuhan dasar minimum.
Kebutuhan dasar minimum merupakan ukuran finansial dalam bentuk uang yang
mencakup kebutuhan makanan yang disertakan dengan 2100 kalori per kapita per
hari ditambah dengan kebutuhan non makanan, hal inilah yang disebut sebagai
garis kemiskinan (Nasution, 2008). Seseorang tergolong miskin apabila memiliki
pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan (Tabel 3.26.). Garis kemiskinan
dihitung dalam bentuk absolut berdasarkan survey pengeluaran rumah tangga.
Besarnya garis kemiskinan di Kota Palangka Raya mengalami peningkatan dalam
rentang waktu tahun 2016 – 2020. Pada tahun 2020, garis kemiskinan di Kota
Palangka Raya sebesar Rp 435.008 per kapita per bulan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 68
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.26. Perkembangan Indikator Kemiskin di Kota Palangka Raya Tahun 2016-2020

Indikator Kemiskinan 2016 2017 2018 2019 2020


Indeks Kedalaman Kemiskinan 0.41 0.51 0.63 0.43 0.44
Indeks Keparahan Kemiskinan 0.06 0.14 0.21 0.09 0.08
Garis Kemiskinan 324.082 345.417 353.853 379.420 435.008
Sumber: Olah Data Susenas (2016-2020)

Indeks kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index - P1), merupakan ukuran


rata–rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap
garis kemiskinan. Indeks ini memberikan informasi mengenai gambaran
penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi indeks
kedalaman kemiskinan, semakin jauh rata-rata penyebaran pengeluaran di antara
penduduk miskin. Berdasarkan tabel di atas, indeks kedalaman kemiskinan
mengalami fluktuasi selama periode 2016 hingga 2020. Nilai indeks kedalaman
kemiskinan tahun 2020 mengalami peningkatan menunjukkan rata-rata
pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin melebar.
Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index - P2) merupakan salah
satu indikator pengukuran kemiskinan yang digunakan untuk memberikan
informasi terkait dengan distribusi pengeluaran penduduk miskin di suatu daerah.
Indeks tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan ada tidaknya
ketimpangan pendapatan antar penduduk miskin (Aulia dan Syahnur, 2018).
Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan, maka semakin tinggi pula
ketimpangan pengeluaran dan pendapatan antara penduduk miskin. Dan
sebaliknya, semakin rendah nilai indeks tersebut, maka pendapatan dan
pengeluaran penduduk miskin semakin rata. Berdasarkan Tabel 3.25. di atas, P2
tahun 2020 sedikit lebih kecil dari tahun 2019, dari 0,09% menjadi 0,08%. Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kondisi kemiskinan di Palangka Raya tahun
2020 relatif sama jika dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini diindikasikan
dengan rata–rata pendapatan penduduk miskin tersebut bergerak mendekati garis
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di antara penduduk miskin semakin
mengecil.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 69
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3.3.3. Kondisi Sosial Budaya

Gambaran mengenai kondisi sosial budaya akan dipotret dari beberapa hal
yakni kondisi pendidikan, kesehatan, etnis dan agama, kebudayaan dan hukum
adat. Berikut adalah rincian pembahasan tersebut.

A. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subyek
sekaligus obyek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Beberapa ahli
mendefinisikan mutu pendidikan berdasarkan ketercapaian tujuan sebagaimana
dikemukakan oleh (Suryadi, 1994), mutu pendidikan dapat diartikan sebagai
seseorang yang telah mencapai kurikulum yang dirancang untuk pengelolaan
pembelajaran siswa. Selanjutnya, Todaro (1994) menegaskan bahwa kualitas
pendidikan merupakan kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber sumber pendidikan yang mana dapat mengoptimalkan
kemampuan belajar. Beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat
atau mutu pendidikan diantaranya: Angka Harapan Lama Sekolah, Rata-rata Lama
Sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, Angka Partisipasi Sekolah
Kasar dan Angka Partisipasi Sekolah Murni.
Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) diartikan sebagai lamanya sekolah
(dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di
masa mendatang. HLS mengukur kesempatan pendidikan seorang penduduk di
mulai pada usia tujuh tahun. Secara sederhana, HLS dapat didefinisikan sebagai
angka partisipasi sekolah menurut umur tunggal (Kahar, 2018). Harapan lama
sekolah menunjukkan berapa tahun penduduk usia 7 tahun ke atas diharapkan
menempuh pendidikan formal. Gambar 3.23. menyajikan informasi bahwa pada
2016 di Kota Palangka Raya angka harapan lama sekolah sebesar 14,91 tahun.
Pada tahun 2020 angka harapan lama sekolah naik sebesar 14,95 tahun. Artinya
penduduk usia 7 tahun ke atas di Palangka Raya diharapkan dapat menempuh
pendidikan setidaknya sampai jenjang universitas atau setidaknya program
Diploma 3. Perkembangan angka harapan lama sekolah lebih lambat dari pada
perkembangan angka rata-rata lama sekolah. Gambar 3.23. sekaligus memberikan

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 70
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

informasi bahwa harapan lama sekolah di Palangka Raya lebih tinggi dari capaian
di level provinsi dari 2016-2020.

Gambar 3.23.
Harapan Lama Sekolah di Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah 2016 – 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Rata-rata lama sekolah (RLS)merupakan jumlah tahun belajar yang


digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam
pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang) (BPS, 2021). Rata-rata
lama sekolah dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kualitas penduduk.
Semakin tinggi rata-rata lama sekolah, maka akan semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dicapai oleh penduduk. Sehingga semakin tingginya pendidikan
yang dicapai oleh penduduk akan mengakibatkan kualitas dari penduduk akan
meningkat (Kumalasari, 2011).
Rata-rata lama sekolah penduduk Kota Palangka Raya selama lima tahun
terakhir relatif terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Gambar 3.24.).
Rata-rata lama sekolah yang di tahun 2016 sebesar 11,02 tahun, meningkat secara
gradual setiap tahun hingga mencapai 11,52 tahun selama tahun 2020. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari setara kelas 1 SMA menjadi setara
dengan kelas 2 SMA. Perbandingan RLS menunjukkan RLS Palangka Raya selalu
berada di atas Provinsi Kalimantan Tengah, hal ini menunjukkan penduduk
Palangka Raya memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi daripada kabupaten lain di

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 71
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kalimantan Tengah. Hal ini didukung oleh fasilitas pendidikan yang lengkap di
Kota Palangka Raya.

Gambar 3.24.
Rata-Rata Lama Sekolah di Kota Palangka Raya dan Kalimantan Tengah 2016 – 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai


seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi sesuai tingkatan
sekolah dengan mendapatkan tanda tamat sekolah (ijazah). Setiap daerah memiliki
tingkat pendidikan yang beragam seperti halnya Kota Palangka Raya. Angka
Pendidikan Terakhir Kota Palangka Raya untuk jenjang pendidikan Diploma I/II
menurut Tabel 3.27. mengalami fluktuasi terjadi kenaikan pad tahun 2019
sebanyak 0.28 persen menjadi 0,97 namun pada tahun 2020 juga mengalami
penurunan sebanyak 0.12 persen menjadi 0.85 persen, penyebab yang mungkin
terjadi karena perubahan trend kuliah dari diploma menjadi sarjana yang
menyebabkan grafik tersebut fluktuatif. Menurut Tabel 3.26. menunjukkan bahwa
Kota Palangka Raya menunjukkan bahwa Sarjana dan Diploma 4 merupakan
mayoritas maupun paling banyak penduduk memiliki pendidikan tertinggi. Hal
tersebut dapat terjadi karena mayoritas penduduk memiliki pandangan bahwa
Sarjana merupakan tolok ukur untuk mencari pekerjaan yang layak dan karena hal
tersebut mayoritas penduduk menamatkan pendidikan mereka pada jenjang
sarjana.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 72
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.27. Persentase Penduduk Kota Palangka Raya Usia 15 Tahun


ke atas menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2018 - 2020
Ijazah yang dimiliki 2018 2019 2020
Tidak Mempunyai Ijazah 5.54 5.43 4.67
SD/MI 7 13.2 16.57
SMP/MTS 22.39 21.19 22.04
SMA/MA 34.56 34.18 31.14
SMK/MAK 2.48 3.78 2.73
DI/DII 0.69 0.97 0.85
Akademi/DIII 3.46 2.61 2.64
DIV/S1/S2/S3 17.81 18.64 19.36
Jumlah 100 100 100
Sumber: Olah Data BPS (2018-2020)

Angka Partisipasi Sekolah Kasar (APS) merupakan salah satu indikator untuk
mengukur tingkat kualitas pendidikan seperti tertuang dalam tujuan ke 4 dari 17
tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui akses pendidikan pada
penduduk usia sekolah dapat berarti bahwa semakin tinggi APS, semakin besar
jumlah penduduk yang mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Pada tahun 2020, capaian angka partisipasi sekolah penduduk berusia 7-12
tahun di Kota Palangka Raya mencapai 99,57%, APS penduduk kelompok 13-15
tahun mencapai 92,13%, dan APS penduduk kelompok usia 16-18 tahun hanya
73,25% (lihat Tabel 3.28.). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia,
terdapat sebagian penduduk yang tidak melanjutkan pendidikannya. Hal ini
karena sebagian penduduk tidak melanjutkan ke jenjang Pendidikan yang lebih
tinggi.

Tabel 3.28. Angka Partisipasi Sekolah menurut Usia Sekolah


di Kota Palangka Raya Tahun 2018 - 2020
Kelompok Usia dan
2016 2017 2018 2019 2020
Jenis Kelamin
7 - 12 Tahun 100 100 100 99.97 99.57
13 - 15 Tahun 96.12 95.02 90.94 91.65 92.13
16 - 18 Tahun 79.11 74.76 80.63 79.18 73.25
Sumber: Olah Data BPS (2017-2021)

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah proporsi anak sekolah pada satu
kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan
kelompok usianya terhadap seluruh anak pada kelompok usia tersebut (BPS,

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 73
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

2012). Dibandingkan dengan APK, APM merupakan indikator daya serap


pendidikan yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok
usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut sehingga
angkanya lebih kecil dibandingkan APK (Hermawan, 2020). Oleh karena itu, APM
akan memberikan angka yang tidak melebihi 100% seperti halnya
APK. Berdasarkan Tabel 3.29., nilai APM di Kota Palangka Raya bervariasi di
tingkat jenjang pendidikan. Pada tingkat SD dan SMA dari 2018-2020 mengalami
fluktuasi. Sedangkan untuk jenjang SMP trennya menunjukkan kenaikan selama
tiga tahun terakhir.

Tabel 3.29. Angka Partisipasi Sekolah menurut Usia Sekolah


di Palangka Raya Tahun 2018 - 2020
Tingkat Pendidikan dan
2018 2019 2020
Jenis Kelamin
SD/MI
Laki-Laki 100 99.89 100
Perempuan 98.31 99.95 99.05
L+P 99.14 99.92 99.57
SMP/MTS
Laki-Laki 71.93 75.77 74.82
Perempuan 71.39 72.02 74.87
L+P 71.66 73.85 74.84
SMA/SMK/MA
Laki-Laki 53.66 57.93 52.6
Perempuan 54.53 52.13 56.82
L+P 54.13 55.02 54.92
Sumber: Olah Data BPS (2019-2021)

Kegiatan pendidikan di suatu wilayah tidak terlepas dari pengaruh kondisi


sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan pendidikan. Apabila sarana dan
prasarana pendidikan yang memadai, tentunya akan mendukung proses belajar
mengajar. Selain itu, pendidikan juga membutuhkan sumberdaya manusia
khususnya tenaga pendidik yang berperan penting dalam proses belajar mengajar.
Secara umum, kondisi pendidikan di Kota Palangka Raya dapat diketahui dari data
jumlah sekolah, jumlah pengajar, dan jumlah murid.
Ditinjau dari ragam fasilitas yang menunjang dalam hal Pendidikan, Kota
Palangka Raya memiliki jumlah fasilitas Pendidikan yang cukup memadai di setiap

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 74
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kecamatan yang ada di Kota Palangka Raya. Berikut ini data-data terkait jumlah
sekolah, guru, dan murid di setiap Kecamatan yang berada di Kota Palangka Raya.

Gambar 3.25. Jumlah Sekolah di Kota Palangka Raya Tahun 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Jumlah SD di Kota Palangka Raya lebih banyak daripada jumlah SMP dan
SMA. Hal tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Berdasarkan
peraturan tersebut, setidaknya dalam satu desa/kelurahan, minimal terdapat satu
SD/Sederajat. Sementara itu, standar untuk SMP/MTs dan SMA/MA minimal
terdapat satu sekolah pada setiap kecamatan. Gambar 3.25. menunjukkan
persebaran jumlah sekolah dari SD/Sederajat – SMA/Sederajat yang berlokasi di
setiap kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 2020. Kecamatan dengan jumlah
sekolah terbanyak yaitu Kecamatan Pahandut dan Kecamatan Jekan Raya.
Tingginya jumlah sekolah yang dimiliki oleh kedua kecamatan tersebut akibat dari
tingginya jumlah penduduk yang mendiami kedua kecamatan tersebut, sehingga
fasilitas sekolah dalam hal ini harus menunjang angka jumlah penduduk yang
tinggi. Sementara itu, jumlah sekolah paling sedikit dimiliki oleh Kecamatan
Rakumpit dengan total sekolah yang dimiliki sebanyak 17 sekolah dengan berbagai
jenjang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 75
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.26. Jumlah Murid di Kecamatan Pahandut Tahun 2016 - 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Berdasarkan Gambar 3.26. menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah


murid yang semakin meningkat setiap tahunnya selama tahun 2016 – 2020 yaitu
pada jenjang Pendidikan SMA/Sederajat. Peningkatan ini merupakan sebuah
pencapaian yang baik terkait dengan angka partisipasi sekolah serta harapan lama
sekolah di Kecamatan Pahandut yang semakin membaik. Artinya banyak siswa
lulusan SMP/Sederajat yang berkeinginan melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Sementara itu, untung jenjang SMP/Sederajat dan SD/Sederajat
bersifat fluktuatif selama waktu 2016 hingga 2020. Untuk jenjang SD/Sederajat
dipengaruhi oleh input dari banyaknya penduduk yang mulai memasuki jenjang
Pendidikan dasar. Untuk jenjang SMP/sederajat dipengaruhi oleh banyaknya
lulusan SD/Sederajat yang melanjutkan Pendidikan ke jenjang selanjutnya. Dalam
hal ini, pada tahun 2017 ke 2018 terjadi penurunan jumlah murid di Kecamatan
Pahandut. Beberapa kemungkinan yang terjadi bisa saja lulusan SD/sederajat tidak
melanjutkan pendidikannya di SMP/sederajat yang berlokasi di Kecamatan
Pahandut.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 76
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.27. Jumlah Guru di Kecamatan Pahandut Tahun 2016 - 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Jumlah guru pada tahun 2016-2020 juga mengalami perubahan. Perubahan


tersebut dapat disebabkan oleh jumlah tenaga pendidik yang bertambah, mutasi
ke daerah lain, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Jumlah guru akan
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar selain kualitas guru itu sendiri.
Apabila jumlah guru mencukupi, kegiatan dalam pendidikan akan lebih optimal.
Sementara itu, apabila jumlah guru terbatas dan tidak mencukupi, kegiatan belajar
mengajar akan sedikit terhambat. Sementara itu, jumlah murid juga mengalami
perubahan setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan karena setiap tahun ajaran
baru, pasti ada murid yang masuk dan murid yang keluar dalam jumlah yang tidak
tetap sehingga akan berubah setiap tahunnya.
Tren jumlah murid di Kecamatan Sabangau tahun 2016 – 2020 ditunjukkan
pada Gambar 3.28. Grafik di atas menunjukkan jumlah murid jenjang
SMA/Sederajat mengalami kenaikan yang cukup konstan dengan pertambahan
murid tidak terlalu signifikan. Sementara itu, jumlah murid pada jenjang
SD/sederajat dan SMP/sederajat mengalami tren fluktuatif. Hal ini ditandai dengan
peningkatan dan penurunan jumlah murid pada setiap jenjang tersebut. Pada
jenjang SMP/Sederajat kenaikan jumlah murid terjadi pada tahun 2017, namun
setelah itu pada tahun 2018 jumlah murid yang masuk tercatat mengalami
penurunan. Penurunan ini berimplikasi pada angka tingkat partisipasi sekolah di
Kecamatan Sabangau pada jenjang SMP/Sederajat jumlah semakin rendah, karena
hal ini berkaitan dengan keluaran yang dihasilkan untuk Pendidikan di jenjang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 77
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

selanjutnya. Jumlah murid jenjang SD/Sederajat selalu lebih mendominasi


daripada jenjang pendidikan lainnya. Hal ini menjadi pertanda bahwa setelah lulus
di tingkat SD, hanya sebagian saja murid yang melanjutkan Pendidikan ke jenjang
berikutnya.

Gambar 3.28. Jumlah Murid di Kecamatan Sabangau Tahun 2016 - 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Gambar 3.29. Jumlah Guru di Kecamatan Sabangau Tahun 2016 - 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Jumlah guru pada tahun 2016-2020 juga mengalami perubahan. Perubahan


tersebut dapat disebabkan oleh jumlah tenaga pendidik yang bertambah, mutasi
ke daerah lain, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Jumlah guru akan
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar selain kualitas guru itu sendiri.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 78
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tren penurunan jumlah guru berdasarkan gambar di atas terjadi pada jenjang
Pendidikan SD/Sederajat. Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah guru di jenjang
SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat mengalami tren fluktuatif. Berdasarkan data
terakhir tahun 2020 jumlah guru di Kecamatan Sabangau untuk semua jenjang
berjumlah 341 guru.

Gambar 3.30. Jumlah Murid di Kecamatan Jekan Raya Tahun 2016 - 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Tren jumlah murid di Kecamatan Jekan Raya tahun 2016 – 2020 ditunjukkan
pada Gambar 3.30. Grafik di atas menunjukkan jumlah murid jenjang
SD/Sederajat mengalami kenaikan yang cukup konstan dengan pertambahan
murid tidak terlalu signifikan. Namun, penurunan terjadi pada tahun 2020.
Sementara itu, jumlah murid pada jenjang SMA/sederajat dan SMP/sederajat
mengalami tren fluktuatif.
Jumlah guru pada tahun 2016-2020 juga mengalami perubahan. Perubahan
tersebut dapat disebabkan oleh jumlah tenaga pendidik yang bertambah, mutasi
ke daerah lain, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Jumlah guru akan
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar selain kualitas guru itu sendiri.
Tren penurunan jumlah guru berdasarkan gambar di atas terjadi pada jenjang
Pendidikan SD/Sederajat. Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah guru di jenjang
SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat mengalami tren fluktuatif. Berdasarkan data

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 79
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

terakhir tahun 2020 jumlah guru di Kecamatan Jekan Raya untuk semua jenjang
berjumlah 1925 guru, dengan jumlah terbesar yaitu guru SD/Sederajat.

Gambar 3.31. Jumlah Guru di Kecamatan Jekan Raya Tahun 2016 - 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Gambar 3.32. Jumlah Murid di Kecamatan Bukit Batu Tahun 2016 - 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Tren jumlah murid di Kecamatan Bukit Batu tahun 2016 – 2020 ditunjukkan
pada Gambar 3.32. Grafik di atas menunjukkan jumlah murid jenjang
SD/Sederajat mengalami kenaikan yang cukup konstan dengan pertambahan
murid tidak terlalu signifikan yang dimulai dari tahun 2017 – 2020 setelah terjadi
penurunan di tahun 2016 ke 2017. Hal tersebut berlaku juga untuk tren yang

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 80
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

terjadi pada jumlah murid SMA/Sederajat. Berbeda halnya dengan tren jumlah
murid jenjang SMP/Sederajat yang mengalami penuruan pada tahun 2020.

Gambar 3.33. Jumlah Guru di Kecamatan Bukit Batu Tahun 2016 - 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Jumlah guru pada tahun 2016-2020 juga mengalami perubahan. Perubahan


tersebut dapat disebabkan oleh jumlah tenaga pendidik yang bertambah, mutasi
ke daerah lain, pensiun, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Jumlah guru akan
sangat mempengaruhi proses belajar mengajar selain kualitas guru itu sendiri.
Tren penurunan jumlah guru berdasarkan gambar di atas terjadi pada jenjang
Pendidikan SD/Sederajat. Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah guru di jenjang
SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat mengalami tren fluktuatif. Berdasarkan data
terakhir tahun 2020 jumlah guru di Kecamatan Bukit Batu untuk semua jenjang
berjumlah 355 guru, dengan jumlah terbesar yaitu guru SD/Sederajat, dan jumlah
guru SMA/Sederajat lebih tinggi dibandingkan jumlah guru SMP/sederajat.
Tren jumlah murid di Kecamatan Rakumpit tahun 2016 – 2020 ditunjukkan
pada Gambar 3.34. Grafik di atas menunjukkan jumlah murid jenjang
SD/Sederajat mengalami kenaikan yang cukup konstan dengan pertambahan
murid cukup signifikan. Namun, penurunan terjadi pada tahun 2020. Hal tersebut
berlaku juga pada jumlah murid jenjang SMA/Sederajat yang mengalami kenaikan
setiap tahunnya, hanya saja perubahannya tidak terlalu signifikan. Sementara itu,
jumlah murid pada jenjang SMP/sederajat mengalami tren fluktuatif.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 81
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.34. Jumlah Murid di Kecamatan Rakumpit Tahun 2016 – 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Gambar 3.35. Jumlah Guru di Kecamatan Rakumpit Tahun 2016 – 2020


(Sumber: Olah Data BPS, 2017-2021)

Berdasarkan Gambar 3.35. di atas, jumlah guru pada tahun 2016-2020 juga
mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh jumlah tenaga
pendidik yang bertambah, mutasi ke daerah lain, pensiun, kehilangan pekerjaan,
dan sebagainya. Jumlah guru akan sangat mempengaruhi proses belajar mengajar
selain kualitas guru itu sendiri. Tren penurunan jumlah guru berdasarkan gambar
di atas terjadi pada jenjang Pendidikan SD/Sederajat. Dalam waktu 5 tahun
terakhir jumlah guru di jenjang SMP/Sederajat dan SMA/Sederajat mengalami tren
fluktuatif. Berdasarkan data terakhir tahun 2020 jumlah guru di Kecamatan
Rakumpit untuk semua jenjang berjumlah 164 guru, dengan jumlah terbesar yaitu

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 82
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

guru SD/Sederajat. Kecamatan Rakumpit, merupakan kecamatan dengan jumlah


guru paling sedikit di Kota Palangka Raya jika dibandingkan dengan kecamatan
lainnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah fasilitas Pendidikan yang tersedia di
Kecamatan Rakumpit mempengaruhi banyaknya jumlah guru yang mengajar.

B. Kesehatan
Indikator yang digunakan untuk melihat kondisi kesehatan di Kota Palangka
Raya meliputi: angka harapan hidup, kondisi kesehatan balita, dan pemanfaatan
sarana kesehatan.
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
Secara umum, Angka Harapan Hidup penduduk Kota Palangka Raya relatif lebih
tinggi dibandingkan penduduk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Gambar
3.36.). Selama lima tahun terakhir, Angka Harapan Hidup penduduk Kota Palangka
Raya di atas 73 tahun, sedangkan penduduk Kalimantan Tengah secara
keseluruhan masih di bawah 70 tahun. Bahkan jika melihat data kabupaten/kota
di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, nilai angka harapan hidup Kota Palangka
Raya menjadi yang tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

Gambar 3.36. Angka Harapan Hidup Kota Palangka Raya dan Provinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2016-2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 83
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Salah satu strategi pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 adalah


mempercepat perbaikan gizi masyarakat, khususnya gizi balita. Kecukupan gizi
balita dimulai sejak kandungan, sehingga seorang Ibu yang sedang mengandung
harus memperhatikan asupan yang dimakannya. Untuk asupan dan imunitas
balita, pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat dianjurkan ekseklusif bayi 0-6 bulan
dan dilanjutkan hingga berusia 24 bulan. Pemerintah juga menyediakan program
imunisasi dasar gratis yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan/
daya tahan tubuh balita. Berdasarkan Tabel 3.30., indikator kesehatan di Kota
Palangka Raya menunjukkan tren positif dalam dua tahun terakhir. Hal ini
dibuktikan dengan naiknya seluruh indikator yang digunakan untuk mengukur
kondisi kesehatan tersebut.

Tabel 3.30. Indikator Kesehatan Balita di Kota Palangka Raya Tahun 2019 dan 2020
Uraian 2019 2020
Anak Usia kurang dari 2 Tahun yang pernah diberi ASI 85.64 93.96
Rata-rata lama disusui (bulan) 8.56 10.81
Persentase balita yang pernah mendapat Imunisasi Lengkap 46.39 61.36
BDG 83.33 86.24
DPT 76.85 78.13
Polio 82.11 84.96
Campak 65.69 63.96
Hepatitis B 83 76.21
Sumber: Susenas (2019-2020)

Perilaku masyarakat/penduduk dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan


merupakan salah satu indikasi untuk melihat kondisi umum kesehatan di suatu
wilayah. Semakin maju kondisi kesehatan maka penduduk akan cenderung untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan modern dibandingkan fasilitas kesehatan
tradisional. Potret pemanfaatan fasilitas kesehatan masyarakat Kota Palangka raya
akan dilihat dari persentase penolong persalinan dan persentase penduduk yang
berobat menurut tempat berobat. Pada tahun 2020, sebagian besar perempuan
usia 15-59 tahun penolong kelahiran terakhirnya adalah bidan (66,10%).
Perempuan usia 15-59 tahun dengan penolong kelahiran terakhirnya dokter
sekitar 31,09%. Adapun kelahiran yang penolong proses kelahiran terakhir adalah
dukun bersalin hanya 2,81%.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 84
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.31. Persentase Perempuan Usia 15 - 59 Tahun yang Pernah Kawin


menurut Penolong Proses Kelahiran Anak di Kota Palangka Raya
Tahun 2018-2020
Penolong Proses Kelahiran 2018 2019 2020
Dokter 42.46 44.05 31.09
Bidan 55.91 48.98 66.1
Tenaga Paramedis Lain 0 0 0
Dukun Bersalin 1.84 6.97 2.81
Lainnya 0 0 0
Jumlah 100 100 100
Sumber: Susenas (2018 – 2020)

Berdasarkan tempat berobat, pada 2020 sekitar 25,58 persen penduduk


berobat jalan. Adapun tempat berobat jalan mayoritas masyarakat Kota Palangka
Raya pada tahun 2020 adalah Puskesmas/Pustu dengan persentase penduduk
yang berobat jalan di sini mencapai 38,79 persen. Secara rinci hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.32.

Tabel 3.32. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan menurut Tempat Berobat
dan Jenis Kelamin di Kota Palangka Raya Tahun 2020
Tempat Berobat Laki - laki Perempuan Total
Rumah Sakit Pemerintah 26.51 15.29 20.04
Rumah Sakit Swasta 8.55 17.67 13.81
Praktik Dokter/Bidan 27.05 22.54 24.45
Klinik/Prakttik Dokter Bersama 12.07 6.81 9.04
Puskesmas/Puskesmas Pembantu 32.95 43.08 38.79
UKBM 0 0 0
Pengobatan Alternatif 0 0 0
Persentase Berobat Jalan 22.57 28.37 25.58
Sumber: Susenas (2020)

Jumlah tenaga Kesehatan di setiap kecamatan merupakan aset sumber daya


manusia yang menunjang kualitas pelayanan kesehata di wilayah tertentu.
Berdasarkan Tabel 3.33. di bawah ini, jumlah tenaga Kesehatan paling banyak
berada di Kecamatan Jekan Raya. Tingginya jumlah tenaga Kesehatan yang dimiliki
ini, beriringan dengan jumlah faskes yang tersedia, serta banyak faktor lain yang
mendukung terutama dari banyaknya penduduk yang berada di Kecamatan Jekan
Raya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 85
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.33. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan


di Kota Palangka Raya Tahun 2020
No Kecamatan Dokter Perawat Bidan Farmasi Ahli Gizi
1 Pahandut 13 45 57 9 7
2 Sabangau 6 17 22 3 4
3 Jekan Raya 16 62 72 8 6
4 Bukit Batu 3 18 20 1 1
5 Rakumpit 3 5 13 0 0
Jumlah 41 147 184 21 18
Sumber: Olah Data BPS (2021)

Berdasarkan pemanfaatan fasilitas Kesehatan di tingkat kecamatan, dapat


ditinjau pada Tabel 3.34. Dalam rentang waktu antara tahun 2016 – 2020, terjadi
perubahan jumlah fasilitas, baik itu penurunan dan kenaikan, dan juga pada
beberapa fasilitas Kesehatan tidak terjadi perubahan jumlah. Terkait dengan
penambahan jumlah fasilitas Kesehatan, biasanya berkorelasi dengan
bertambahanya populasi di wilayah tersebut. Hal ini bertujuan untuk memenuhi
permintaan dan memberikan pelayanan yang maksimal bagi setiap masyarakat.
Terkait penurunan jumlah fasilitas Kesehatan, diakibatkan oleh banyak hal, seperti
biaya perawatan, jumlah tenaga medis yang berkegiatan di faskes tersebut,
ataupun adanya pemusatan beberapa faskes.

Tabel 3.34. Jumlah Fasilitas Kesehatan menurut Kecamatan


di Kota Palangka Raya Tahun 2020
Rumah Sakit Klinik/Balai
Rumah Sakit Puskesmas Posyandu Polindes
Kecamatan Bersalin Kesehatan
2016 2020 2016 2020 2016 2020 2016 2020 2016 2020 2016 2020
Pahandut 3 2 0 1 3 3 42 46 3 3 0 0
Sabangau 1 1 0 0 1 2 22 24 1 1 3 3
Jekan Raya 1 3 1 1 4 3 52 51 1 1 0 0
Bukit Batu 0 0 0 0 1 1 17 16 0 0 2 2
Rakumpit 0 0 0 0 1 1 10 11 0 0 1 1
Jumlah 5 6 1 2 10 10 143 148 5 5 6 6
Sumber: Olah Data BPS (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 86
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

C. Etnis dan Agama


Kota Palangka Raya merupakan representasi dari keragaman umat beragama
di Indonesia. Hal ini karena hampir semua agama yang diakui di Indonesia bahkan
aliran kepercayaan bisa ditemukan di kota ini (Abubakar et al., 2018). Penduduk
Kota Palangka Raya terdiri atas berbagai suku dan agama. Keanekaragaman sosial
budaya ini cukup baik terpelihara dan terkendali di Kota Palangka Raya.
Berdasarkan persentase jumlah pemeluk agama di Kota Palangka Raya, persentase
tertinggi pemeluknya yaitu agama Islam sebesar 70,55%, disusul oleh Kristen
protestan sebesar 26,09% (Gambar 3.37).

Gambar 3.37.
Persentase Penduduk berdasarkan Agama dan Kepercayaan
di Kota Palangka Raya Tahun 2020
Sumber: Olah Data BPS (2021)

Berdasarkan Tabel 3.35. jumlah penduduk menurut aliran agama/aliran


kepercayaan di Kota Palangka Raya yang tersebar dalam 5 kecamatan
menunjukkan populasi penduduk dengan mayoritas beragama islam berada di
seluruh kecamatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk islam tertinggi yaitu
Kecamatan Jekan Raya. Sementara itu, jumlah penduduk beragama Protestan
mendominasi di Kecamatan Rakumpit. Dalam rentang waktu antara tahun 2016 –
2020, terjadi kenaikan dan penurunan jumlah pemeluk agama di setiap kecamatan.
Kenaikan jumlah pemeluk agama islam, protestan, dan katolik terjadi di

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 87
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kecamatan Pahandut, Sabangau, Jekan Raya, dan Bukit Batu. Sementara itu, jumlah
pemeluk agama di Kecamatan Rakumpit mengalami penurunan. Penurunan ini
bisa saja berkorelasi dengan angka kematian yang terjai di Kecamatan Rakumpit.

Tabel 3.35. Jumlah Penduduk menurut Aliran Agama/Aliran Kepercayaan


di Kota Palangka Raya Tahun 2016 dan 2020
Agama dan Aliran Jekan Bukit
Pahandut Sabangau Rakumpit Jumlah
Kepercayaan Raya Batu
2016 65306 17568 85047 8456 1813 178190
Islam
2020 76576 18622 92660 9724 1558 199140
2016 15025 3591 44413 3138 1923 68090
Protestan
2020 16154 3955 48340 3379 1813 73641
2016 897 109 3937 110 2 5055
Katolik
2020 1086 127 4140 151 7 5511
2016 556 244 2267 322 233 3622
Hindu
2020 561 227 2127 325 213 3453
2016 191 14 227 8 0 440
Budha
2020 218 12 243 5 7 485
2016 0 0 8 5 0 13
Konghucu
2020 1 0 2 5 0 8
2016 8 0 20 2 10 40
Lainnya
2020 2 7 8 2 8 27
Sumber: BPS Kota Palangka Raya (2017-2021)

Kondisi kerukunan antar umat beragama ditunjukkan dengan berdirinya


rumah ibadah yang saling berdampingan di beberapa lokasi di Kota Palangka Raya
(Gambar 3.38.). Sesama pemeluk keyakinan yang berbeda tetap saling
menghormati satu dengan lainnya sebagaimana falsafah budaya Huma Betang
yang dijunjung oleh masyarakat di Kalimantan Tengah dan khususnya di Kota
Palangka Raya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 88
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 3.38. Banyaknya Tempat Peribadatan di Kota Palangka Raya Tahun 2020
(Sumber: Olah Data BPS, 2021)

D. Kebudayaan
Kota Palangka Raya merupakan kota yang dibuat dengan perencanaan yang
mengadopsi konsep tertentu (Yogi, 2019). Kota ini sempat akan dijadikan sebagai
ibukota baru Republik Indonesia. Kawasan lanskap Kota Palangka Raya di
dalamnya terdapat tinggalan arkeologis berupa bangunan, infrastruktur, dan
saujana budaya. Terdapat lima unsur nilai penting kebudayaan yang berada di
Kota Palangka Raya meliputi Nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan,
nilai penting kelangkaan, nilai penting Pendidikan, dan nilai penting estetika (Yogi,
2019). Selain itu, kesenian yang ada di Kota Palangka Raya sangat beragam. Seni
bagi penduduk Kalimantan Tengah selalu berkaitan dengan keagamaan, baik yang
menyangkut upacara gawi belum (kehidupan), maupun gawi matey (kematian).
Inspirasi seni timbul tatkala upacara keagamaan berlangsung. Namun, alam juga
berperan penting dalam memberikan motif aspirasi (Patianom, 1992).
Keadaan alam Kalimantan Tengah yang penuh dengan hutan, memberikan
ruang gerak terbatas terhadap inspirasi. Wawawan dunia khayal terbatas hanya
pada pandangan hutan yang ada di sekitar. Hal ini membuat seni budaya
Kalimantan Tengah tercipta sebagai karya murni, tanpa dipengaruhi oleh dunia
luar. Beberapa perwujudan seni yang ada di Kalimantan Tengah dan Kota Palangka
Raya berupa seni rupa, seni suara, dan seni tari.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 89
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Beberapa perwujudan seni rupa meliputi seni patung yang terdiri atas
Sapundu yang digunakan untuk menambat kerbau untuk upacara Tiwah,
Hampatung binyi digunakan untuk meminta untung dalam berladang, Hamputung
takirin hambaruan digunakan untuk upacara pengobatan dan Hamputung panjaga
untuk menjaga keamanan penduduk dan keluarga. Selain itu, perwujudan seni
rupa lainnya berupa seni relief yang dibuat pada sanding atau raung dengan
berbagai motif, kemudian seni kerajinan yang khas berupa seni ukiran getah nyatu
dengan motif keagamaan, manusia, binatang dan tanaman, serta seni rias yang
biasanya melekat di badan.
Palangka Raya merupakan ibu kota dari propinsi Kalimantan Tengah yang
menyimpan segudang potensi kebudayaan masa lalu yang berasal dari penduduk
mayoritas aslinya yaitu suku Dayak. Kebudayaan peninggalan masa lalu tersebut
berupa kebudayaan yang bersifat materiil dan non materiil. Kebudayaan yang
bersifat materiil merupakan benda – benda seni peninggalan yang dapat kita
tangkap secara visual saja seperti: senjata khas suku dayak, alat musik suku Dayak,
rumah tradisional suku Dayak dan lain - lain. Sedangkan kebudayaan yang bersifat
non materiil berupa karya sastra, seni tari, seni musik, dan lain - lain. Potensi ini
perlu digali dan dilestarikan agar jati diri kebudayaan suku Dayak tidak akan
punah di makan waktu. Tetapi pada masa sekarang ini, kebudayaan suku Dayak di
Kalimantan Tengah sudah mulai mengalami kepunahan karena kurangnya
pelestarian dan perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Sehingga lambat laun
kebudayaan suku Dayak sudah mulai terlupakan. Orang Dayak dan para generasi
muda Dayak sudah mulai lupa dengan kebudayaan warisan nenek moyangnya.
Beranjak dari situ, muncullah image negatif terhadap kebudayaan suku
Dayak di kalangan masyarakat. Kebudayaan suku Dayak dianggap kuno dan kolot.
Perkembangan zaman yang sudah berkembang dan bergeser ke arah zaman yang
lebih modern, ditambah lagi dengan akulturasi dan kebudayaan baru yang masuk
ke kota Palangka Raya, semakin membuat orang – orang Dayak merasa malu
sendiri dengan kebudayaan yang mereka miliki. Hal ini semua terjadi memang
karena minimnya upaya pelestarian dan perhatian terhadap budaya Dayak itu
sendiri. Kurangnya pengenalan budaya, informasi dan pemahaman yang positif
tentang budaya Dayak sekarang ini membuat generasi muda Dayak menjadi tidak
mengenali akan warisan budaya leluhur mereka sendiri. Hal ini akan membawa
kebudayaan Dayak ke ambang kepunahan. Tetapi jika upaya pelestarian ini di

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 90
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

lakukan maka akan menumbuhkan minat dan kecintaan para generasi muda Dayak
terhadap pelestarian budaya mereka sendiri.
Sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan suku Dayak di kota Palangka
Raya yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, maka dibutuhkanlah
suatu wadah fisik yaitu Museum Budaya Dayak, yang tidak hanya sebagai tempat
untuk menyimpan, merawat, dan memamerkan warisan budaya, tetapi juga dapat
memberikan informasi, pengenalan budaya, dan pemahaman yang positif kepada
masyarakat mengenai warisan budaya Dayak. Beberapa wujud fisik terkait alat-
alat khas suku Dayak yang tersimpan di museum meliputi senjata tradisional suku
Dayak (Tabel 3.36.), pakaian tradisional (Tabel 3.37.) dan alat musik tradisional
(Tabel 3.38.).

Tabel 3.36. Senjata Tradisional Suku Dayak di Kota Palangka Raya


No Nama Gambar/Foto Deskripsi
1 Mandau Mando (Mandau) adalah senjata tajam
sejenis parang berasal dari kebudayaan
Dayak di Kalimantan. Mandau termasuk
salah satu senjata tradisional Indonesia.
Berbeda dengan parang biasa, mandau
memiliki ukiran - ukiran di bagian bilahnya
yang tidak tajam. Sering juga dijumpai
tambahan lubang-lubang di bilahnya yang
ditutup dengan kuningan atau tembaga
dengan maksud memperindah bilah
mandau.
2 Sumpit Sumpit punya Suku Dayak adalah senjata
andalan yang dapat mematikan musuh di
zaman perang. Ya, dahulu kala selain untuk
keperluan berburu, senjata sumpit ini juga
digunakan saat ngayau atau perang antar
suku. Di zaman penjajahan, senjata ini juga
yang digunakan sebagai bekal untuk
melawan musuh.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 91
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

3 Tombak Lunju merupakan senjata tombak yang


atau Lunju memiliki tiga bahan utama, yaitu mata
tombak, lembing, dan tali pengikat. Mata
tombak dari Lunju terbuat dari besi/baja,
seperti bahan baku tombak seperti
biasanya. Lembing dari lunju dibuat dengan
kayu, dan tali pengikat terbuat dari rotan
yang dipilin menyambungkan lembing
dengan mata tombak. Lunju dapat
digunakan dengan cara digenggam maupun
dilemparkan. Fungsi utama dari lunju
adalah sebagai alat perperangan, teteapi
lunju juga dapat digunakan untuk berburu
dan sebagai salah satu kelengkapan upacara
adat suku dayak.
4 Duhung Duhung yang merupakan senjata
masyarakat Dayak Ngaju ini dikenal sebagai
senjata yang digunakan untuk serangan
jarak dekat. Berukuran kecil, berbeda
seperti mandau, senjata ini termasuk
senjata tikam dan tusuk yang sederhana
dengan bilah yang simetris. Karena itu
mereka kerap membawanya dalam kegiatan
berburu untuk melindungi diri dari
serangan binatang buas dalam jarak yang
dekat.
Sumber: Database Kebudayaan Kota Palangka Raya (2021)

Tabel 3.37. Pakaian Tradisional Suku Dayak Ngaju di Kota Palangka Raya
No Nama Pakaian Gambar/Foto Bahan Baku Utama
1 Baju Sangkarut Baju adat Suku Dayak Ngaju
tersebut terbuat dari bahan yang
mengandung serat daun nanas,
serat daun lemba, serat tenggang,
dan serat nyamu

Sumber: Database Kebudayaan Kota Palangka Raya (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 92
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 3.38. Alat Musik Tradisional Suku Dayak di Kota Palangka Raya

No Nama Alat Musik Foto/Gambar Jenis Alat Musik


1 Kecapi Alat musik kecapi yang satu ini
memiliki bentuk yang unik yaitu
seperti burung enggang, hewan
sakral bagi masyarakat Dayak.
Inilah kecapi Kalimantan Tengah,
alat musik petik berdawai dua
jenis lut yang biasa digunakan
dimainkan saat menyambut tamu
kehormatan.
2 Rabab Rabab atau rebab adalah alat
musik gesek seperti yang terdapat
di pulau Jawa atau di daerah
lainnya, dahulu Rabab biasa
dimainkan pada saat upacara
Nyangiang di suku Dayak Ngaju
(Kapuas, Katingan, Kahayan), kini
rabab dapat juga dimainkan
sebagai instrumen tambahan
dalam permainan musik Kacapi.
3 Suling Balawung Alat musik tradisional suling
balawung berasal dari daerah
kalimantan. Suling Balawung
merupakan alat musik tiup yang
terbuat dari bambu berukuran
kecil dengan lima lubang di
bagian bawah dan satu lubang di
bagian atas. Dalam kebiasaan
suku Dayak di Kalimantan
Tengah, Suling Balawung
seringkali dimainkan oleh kaum
perempuan.
4 Kangkanong Musik Kangkanong sebagai
iringan tari Manasai di Balai
Kaharingan desa Pahandut
Palangkaraya karena Kangkanong
merupakan salah satu musik Khas
Dayak Ngaju di Kalimantan
Tengah. Kangkanong memiliki
dua pengertian yaitu baik sebagai
nama instrument atau alat musik
dan juga untuk menyebut
ansambel untuk mengiringi tari
Manasai.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 93
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

5 Garantung/Gong Garantung atau gong merupakan


salah satu alat musik yang
digunakan masyarakat Suku
Dayak. Selain garantung
masyarakat Dayak juga
menyebutnya dengan gong dan
agung.

6 Gandang/Gendang Gandang Tatau adalah salah satu


alat musik tradisional pada
masyarakat Dayak yang
bermukim di sekitar aliran Sungai
Kahayan dan dikenal pula oleh
masyarakat Dayak pada
umumnya di Provinsi Kalimantan
Tengah. Gandang Tatau ini
merupakan alat musik pukul
tradisional, biasanya digunakan
untuk mengiringi upacara
kematian atau upacara tiwah saja.
7 Katambung Katambung merupakan alat
musik perkusi sejenis gendang
yang umum digunakan dalam
berbagai upacara adat, seperti
upacara tiwah dalam agama
Kaharingan (kepercayaan asli
suku Dayak). Jenis alat musik ini
diperkirakan sudah ada sejak
sebelum abad ke-10 Masehi yang
banyak terdapat di wilayah Suku
Dayak Ngaju.
Sumber: Database Kebudayaan Kota Palangka Raya (2021)

Selain itu terdapat juga berbagai kearifan lokal khas yang biasa digunakan
dalam kegiatan sehari-hari seperti: “Menjala”, “Membanjur”, “Malamang”,
“Mangenta”, dan “Menangguk/Manyauk”. Istilah “Menjala” bertujuan untuk
menangkap ikan dengan alat yang digunakan berupa jaring. Kearifan lokal ini
merupakan salah satu cara menangkap ikan dengan memakai alat jala dengan cara
dilempar jarring. Cara lain yang dapat dilakukan dalam menangkap ikan yaitu
“manyauk” dan “membanjur”, dengan perbedaan yang mencolok terletak pada alat
yang digunakan. Istilah “malamang” dan “mangenta” digunakan untuk mengolah
makanan yang berbahan utama ketan. Perbedaan dari kedua istilah tersebut
terletak pada alat yang digunakan dan produk makanan yang dihasilkan.
“Malamang” menggunakan bambu dan menghasilkan Lamang, sedangkan
“mangenta” menggunakan alu, lesung, dan tampi untuk menghasilkan produk
dengan nama Kenta.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 94
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Jenis kebudayaan lainnya yang ada di Kota Palangka Raya berupa tari
tradisional dan lagu daerah. Beberapa tari tradisional yang biasanya digunakan
dalam berbagai acara meliputi: Tari Giring-Giring dan Tari Mandau yang
digunakan untuk acara penyambutan tamu, dan Manasai digunakan untuk tari
selamat datang/kegembiraan. Selain itu, terdapat juga agenda tahunan yang rutin
dilakukan di Kota Palangka Raya seperti: Ma’mapas Lewu dan Festival Palangka.
Kegiatan Ma’mapas Lewu merupakan sebuah ritual yang dijalankan oleh umat
penganut kepercayaan Kaharingan. Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan
alam dan lingkungan hidup (petak danum) beserta segala isinya dari berbagai
sengketa, marabahaya, sial wabah penyakit dan sebagainya. Kegiatan Ma’mapas
Lewu biasanya dilaksanakan pada tanggal 29-31 Desember setiap tahunnya.
Festival Palangka menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh banyak masyarakat
di Kota Palangka Raya yang diadakan pada bulan Mei. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk memeriahkan HUT Kota Palangka Raya dalam berbagai cabang perlombaan
tradisional seni dan budaya. Di dalam kegiatan Festival Palangka, biasanya
dihadirkan juga berbagai macam makanan khas Kota Palangka Raya seperti:
Kandas Sarai, Tanak Lauk, Juhu Sayur Asem, Juhu Lauk, Tepe Dawen Jawau, Kenta,
dan Lamang.

E. Hukum Adat
Di dalam kehidupan masyarakat lokal telah tumbuh komunitas masyarakat
atau kelompok-kelompok masyarakat adat yang dipimpin oleh kepala kelompok
atau kepala adat. Dalam perkembangannya telah tumbuh secara tradisional
Lembaga Adat Dayak bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakat
adat. Lembaga adat ini selanjutnya berkembang menjadi sebuah Kelembagaan
Adat Dayak yang kita kenal sekarang ini. Kelembagaan Adat Dayak ini dipimpin
oleh seorang Damang Kepala Adat (disingkat Damang).
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, telah membuka kesempatan yang luas bagi masyarakat
lokal/daerah di Provinsi Kalimantan Tengah pada umumnya untuk
mengaktualisasikan semua potensi terbaiknya secara optimal menuju masyarakat
madani atau civil society, sesuai dengan aspek keragaman budaya lokal. Dalam
rangka mengangkat, melestarikan, memberdayakan, dan mengembangkan potensi
sosial budaya daerah, mengenai adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan hukum
adat dipandang perlu dihidupkan/diaktifkan kembali Kelembagaan Adat Dayak di

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 95
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 3 Deskripsi Lingkungan Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Kalimantan Tengah melalui peraturan daerah. Hal ini sejalan pula dengan Visi, Misi
dan Program Pembangunan Kalimantan Tengah 2005-2010, yang dalam program
kerja khusus bidang sosial budaya dinyatakan: “memberikan peran yang penting
dari para Damang, dalam rangka peningkatan peran sosial Damang dalam
masyarakat”.
Damang Kepala Adat sebagai pemimpin lembaga adat Dayak sangat berperan
dalam mengatur dan menata masyarakat adat, agar tumbuh kesadaran mengenai
identitas dan jati diri masyarakat Dayak, sehingga tidak luntur dan tergerus oleh
arus zaman yang mengglobal. Peran tersebut sangat penting dalam rangka
penataan masyarakat adat sebagai mitra pemerintah. Oleh karena itu lembaga adat
tersebut perlu terus didorong perannya dalam mendukung kelancaran dan
keberhasilan penyelenggaraan roda pemerintah ke arah yang lebih baik. Tabel
3.39. berisi beberapa upacara adat/ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Suku Dayak di Kota Palangka Raya.

Tabel 3.39. Upacara Adat/Ritual Masyarakat Suku Dayak di Kota Palangka Raya

No Nama Upacara/Ritual Keterangan


Prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang
meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan
1 Tiwah
memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah
tempat yang bernama Sandung.
Prosesi ritual untuk mengucapkan rasa syukur dan terima kasih
2 Mambayar Hajat
kepada Sang Pencipta melalui serangkuman acara ritual adat.
Sebuah ritual yang dijalankan oleh umat penganut kepercayaan
Kaharingan, Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan alam
3 Ma’mapas Lewu dan lingkungan hidup (petak danum) beserta segala isinya dari
berbagai sengketa, marabahaya, sial wabah penyakit dan
sebagainya.
Proses pembersihan anak, ibu dan bidan selalu dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani dalam menjalani kehidupan, serta
4 Malas Bidan menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhan sebagai Sang Pecipta, antara manusia dan sesama dan
lingkungan.
Prosesi yang sakral dalam upacara adat budaya, seperti: acara
5 Tampung Tawar
pernikahan, acara pelantikan, dan sebagainya.
Prosesi ini khusus digunakan untuk menyambut tamu
6 Manetek Pantan
kehormatan dan tokoh masyarakat yang disegani.
Prosesi ritual pembersihin diri dari gangguan makhluk-
7 Nyadiri
makhluk yang tidak terlihat dari mata jasmani.
Sumber: Database Kebudayaan Kota Palangka Raya (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 3 - 96
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Bab - 4

WILAYAH EKOREGION Kota Palangka Raya

4.1. Konsepsi Wilayah Ekoregion

Telah dijelaskan di muka bahwa berdasarkan UUPPLH Nomor 32 tahun 2009


pada Bab I Pasal 1 butir (29) menyatakan bahwa EKOREGION adalah wilayah
geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta
pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam
dan lingkungan hidup. Selanjutnya pada Bagian Kedua Pasal 7 ayat (2) dijelaskan
secara lebih terinci bahwa penetapan batas ekoregion dengan mempertimbangkan
kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape), daerah aliran
sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan
masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-1
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Merujuk pada UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009, ketentuan Pasal 27 ayat (1


dan 2) dan Pasal 29 ayat (1), maka perlu ditegaskan kembali bahwa dalam
kegiatan inventarisasi data lingkungan hidup, kerangka dasar analisisnya adalah
satuan Ekoregion. Yang perlu untuk dipahami bahwa kerangka dasar utama satuan
ekoregion adalah kesatuan wilayah secara geografis yang mempunyai kesamaan
sifat secara bentang alam atau bentanglahan (landscape), di samping aspek
lingkungan lainnya. Dengan demikian, identifikasi bentanglahan geografis
memegang peranan penting dalam semua kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga pengawasan dan
pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat dideskripsikan
sebagai satuan ekosistem berbasis bentanglahan (geoekosistem) yang
diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional).
Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural
landscape) merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi
hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan
(interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air,
batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan
manusia. Bentanglahan tersusun atas 8 (delapan) unsur, yaitu: bentuk
morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora dan fauna, serta
manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Kedelapan anasir
bentanglahan tersebut merupakan faktor-faktor penentu terbentuknya
bentanglahan, yang terdiri atas: faktor geomorfik (G), litologik (L), edafik (E),
klimatik (K), hidrologik (H), oseanik (O), biotik (B), dan faktor antropogenik (A).
Dengan demikian berdasarkan faktor-faktor pembentuknya, bentanglahan (Ls)
dapat dirumuskan sebagai:

Ls =  (G, L, E, K, H, 0, B, A)
Keterangan: Ls (bentanglahan) G (geomorfik) L (litologik)
E (edafik) K (klimatik) H (hidrologik)
O (oseanik) B (biotik) A (antropogenik)

Artinya bahwa dengan memahami BENTANGLAHAN sebenarnya sudah


cukup untuk mendeskripsikan EKOREGION dengan lengkap, karena setiap satuan
bentanglahan akan mencerminkan kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang
mencerminkan kondisi morfologi, iklim, batuan, tanah, dan air, serta kerawanan
lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau keanekaragaman hayati (aspek

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-2
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau perilaku manusia terhadap


alam (aspek kultural). Selanjutnya Verstappen (1983) menjelaskan bahwa
berdasarkan genesisnya atau asal-usul proses pembentukannya, bentanglahan
dapat dikategorikan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentanglahan asal proses
gunungapi (vulkanik, V), gerakan lapisan kulit bumi (tektonik atau struktural, S),
aktivitas sungai (fluvial, F), aktivitas gelombang (marin, M), aktivitas angin
(aeolian, A), aktivitas es atau gletser (glasial, G), aktivitas pelarutan batuan
(solusional, K), aktivitas makhluk hidup (organik, O), aktivitas manusia
(antropogenik, H), dan aktivitas penelanjangan permukaan bumi atau
degradasional yang didukung oleh gaya gravitatif (denudasional, D), seperti
disajikan dalam Gambar 4.1. Oleh karena itu pemahaman, identifikasi, dan
deskrispi bentanglahan memegang peranan penting dalam penyusunan satuan
ekoregion sebagai kerangka dasar dalam setiap kegiatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan isi amanah Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH).
Makna yang dapat diambil dari UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 Pasal 7
mensiratkan dengan tegas bahwa terdapat 2 (dua) pendekatan kajian dalam
inventarisasi data lingkungan, yaitu: pendekatan parametrik (parametric
approach) pada ayat (1) dan pendekatan bentangalam atau bentanglahan
(landscape approach) pada ayat (2). Berdasarkan isi pada Pasal 7 tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam proses inventarisasi lingkungan hidup berlaku
proses 2 arah (bolak-balik). Pada ayat (1) menyatakan bahwa wilayah ekoregion
ditetapkan berdasarkan hasil inventarisasi lingkungan; yang artinya bahwa
inventarisasi data lingkungan dilakukan terlebih dahulu, baru kemudian hasil
inventarisasi dipakai sebagai dasar penyusunan satuan ekoregion. Sementara pada
ayat (2) menyatakan bahwa wilayah ekoregion ditetapkan terlebih dahulu
berdasarkan beberapa aspek pertimbangan, baru kemudian dilakukan
inventarisasi data lingkungan hidup. Berdasarkan pasal-pasal di atas, maka satuan
ekoregion sebagai pendekatan dalam inventarisasi lingkungan hidup untuk
penyusunan RPPLH, dapat dirumuskan seperti pada Gambar 4.2.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-3
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 4.1. Klasifikasi Genetik Bentanglahan menurut Verstappen (1983)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-4
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI


Komponen Abiotik
Mencakup satuan-satuan
 Bentuklahan (G)
wilayah sungai antar wilayah
 Iklim (K)
administrasi
 Batuan (L)
KOMPONEN LBENTANGALAM

 Tanah (E)
 Air (H)
 Oseanik (O) Inventarisasi,
Klasifikasi,
dan Analisis
SATUAN EKOREGION Data
Komponen Biotik (Berbasis Bentangalam) Lingkungan
Flora dan Fauna Hidup dan
(Keanekaragaman Penyusunan
Hayati) RPPLH

Komponen Kultur Mencakup wilayah administrasi


Manusia dan Perilakunya provinsi dan/atau kabupaten

WILAYAH ADMINISTRASI

Gambar 4.2. Kerangka Pikir Penyusunan Wilayah Ekoregion (Sumber: Santosa, 2012)

Secara alami kondisi ekoregion bentanglahan pada suatu wilayah akan


berpengaruh terhadap variasi potensi sumberdaya alam, sumberdaya hayati, dan
sumberdaya manusia yang tinggal di dalamnya. Dengan kata lain bahwa kondisi
ekoregion akan berpengaruh terhadap karakteristik lingkungan hidup secara
umum, dan perilaku manusia yang tinggal di dalam lingkungan tersebut. Apabila
terjadi ketidakarifan perlakukan manusia terhadap lingkungan, maka akan
menyebabkan munculnya berbagai permasalahan lingkungan, yang dapat
dikategorikan sebagai kerawanan lingkungan, seperti: banjir, pencemaran air dan
udara, kekritisan air, kerusakan pesisir dan hutan mangrove, konflik sosial, serta
berbagai permasalahan lingkungan lainnya. Aktivitas manusia yang tidak arif
tersebut maka dapat melampaui batas toleransi karakteristik dan kemampuan
lingkungan untuk mendukungnya, yang menyebabkan keseimbangan ekosistem
dapat terganggu.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan konsepsi akademik
tentang bentang alam, maka yang perlu untuk dipahami bahwa kerangka dasar
utama satuan ekoregion adalah kesatuan wilayah secara geografis yang
mempunyai kesamaan sifat secara bentangalam (natural landscape) atau dalam
istilah geografi disebut sebagai bentanglahan (landscape). Jika diperinci lebih
lanjut, seperti yang diungkapkan Tuttle (1975), bahwa bentanglahan merupakan
kombinasi atau gabungan dari bentuklahan (landform). Mengacu pada definisi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-5
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

tersebut, maka dapat dimengerti bahwa bentuklahan merupakan unit analisis


terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis karakteristik bentanglahan.
Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu
mendasarkan pada kerangka kerja bentuklahan. Bentuklahan adalah konfigurasi
permukaan bumi yang memiliki morfologi atau topografis khas, akibat pengaruh
kuat dari proses geomorfologis dan struktur geologis pada material batuan
penyusunya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Strahler, 1983; Verstappen,
1983; Whitton, 1984), sehingga bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:
Lf =  (T, P, S, M, K)
Keterangan: Lf (bentuklahan) S (struktur geologis)
T (topografi/morfologi) M (material penyusun)
P (proses geomorfologis) K (kronologis: ruang dan waktu)

Secara teknis untuk menyusun Peta Satuan Bentuklahan sebagai komponen utama
Ekoregion Bentanglahan, maka diperlukan berbagai sumber data spasial
(keruangan) untuk interpretasi dan identifikasi dengan bantuan perangkat lunak
Sistem Informasi Geografis, seperti disajikan dalam Gambar 4.3.

Peta Rupa Bumi Peta Geologi Citra Penginderaan


Indonesia Jauh (Inderaja)

Interpretasi Interpretasi
Interpretasi Struktur
Geomorfologi dan Batuan Utama Geomorfologi
(Morfologi/Relief) (Morfostruktur)

Gambar 4.3.
Bentuklahan Prosedur Penyusunan Peta
(Geoekosistem) Wilayah Ekoregion sebagai
Kerangka Dasar dalam
Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
Data Iklim
(Sumber: Santosa, 2012)

Daerah Aliran Sungai


Interpretasi WILAYAH
Komponen Kawasan Gambut Overlay Peta
EKOREGION
Lingkungan lainnya Penggunaan Lahan

Administrasi Wilayah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-6
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

4.2. Satuan Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya

Telah dijelaskan di muka bahwa satuan Ekoregion tersusun atas beberapa


pertimbangan, dengan aspek utama penyusun adalah bentangalam atau
bentanglahan (natural landscape). Mendasarkan pada aturan dasar dan kerangka
teori tentang ekoregion, dan memperhatikan aspek stratigrafi (batuan penyusun
dan strukturnya), kondisi topografi (morfologi lereng dan ketinggian), asal-usul
proses pembentukan, dan Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) sebagai cirikhas
bentanglahan alami di Kota Palangka Raya sebagaimana telah diuraikan dalam Bab
III tentang Deskripsi Lingkungan, maka Wilayah Ekoregion di Kota Palangka Raya
dapat diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) satuan ekoregion bentanglahan asal
proses, yaitu: asal proses fluvial (aliran sungai), organik gambut (aktivitas
organisme), struktural lipatan (tektonik), intrusif granit-plutonik (volkanik tua),
dan antropogenik (aktivitas manusia), yang menghasilkan 14 (empat belas) satuan
ekoregion bentanglahan terinci, seperti disajikan dalam Tabel 4.1. dan secara
keruangan disajikan dalam Peta Ekoregion (Gambar 4.4.).

Tabel 4.1A. Klasifikasi Satuan Ekoregion Bentanglahan di Kota Palangka Raya

Morfologi:
Material /
Lereng dan Asal Proses Struktur Asosiasi Nama Ekoregion
Batuan
Ketinggian
Asosiasi Dataran
Aluvium sungai Aluvial Sungai dan
Pengendapan Selaras Sekitar aliran
(Qa) dan rawa Dataran Banjir
fluvial sungai tersortasi sungai dan
(Qs). Lempung Endapan Aluvium
dan rawa baik rawa-rawa
berpasir Sungai dan Rawa-rawa
(F.Al-Qa/Qs)
Bekas rawa- Dataran Organik
rawa pada SHG Gambut SHG Katingan-
Datar Katingan- Sebangau
Aluvium rawa Sebangau (O.Gb1-KtSb)
Lereng: yang tertutup
0 - 3% Pengendapan Bekas rawa- Dataran Organik
gambut.
Elevasi: organik Berlapis rawa pada SHG Gambut SHG Kahayan-
Lempung
0 - 5 meter gambut Kahayan- Sebangau
berpasir dan
Sebangau (O.Gb1-KhSb)
sisa tumbuhan.
Bekas rawa- Dataran Organik
rawa pada SHG Gambut SHG Kahayan-
Kahayan-Kapuas Kapuas (O.Gb1-KhKp)
Morfologi datar Dataran Struktural
Tektonik Batupasir struktur lipatan, Lipatan Formasi Dahor
Lipatan
lipatan Formasi Dahor dengan lapisan Batupasir sisipan
batubara Batubara (S.L4-TQd)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-7
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Lanjutan Tabel 4.1A.

Morfologi:
Material /
Lereng dan Asal Proses Struktur Asosiasi Nama Ekoregion
Batuan
Ketinggian
Datar Dataran Antropogenik
Aluvium sungai Sudah Endapan Aluvium
Lereng: Pembangunan (Qa) dan rawa berkembang
0 - 3% Berlapis Wilayah Perkotaan
oleh manusia (Qs). Lempung menjadi Palangka Raya
Elevasi: berpasir perkotaan
(A.Al-PR)
0 - 5 meter
Dataran Berombak
SHG Katingan- Organik Gambut SHG
Sebangau Katingan-Sebangau
(O.Gb2-KtSb)
Dataran Berombak
Aluvium rawa SHG Kahayan- Organik Gambut SHG
yang tertutup Sebangau Kahayan-Sebangau
Pengendapan gambut. (O.Gb2-KhSb)
Berlapis
Berombak organik gambut Lempung Dataran Berombak
berpasir dan SHG Kahayan- Organik Gambut SHG
Lereng: sisa tumbuhan. Kapuas Kahayan-Kapuas
3 - 8% (O.Gb2-KhKp)
Elevasi: Dataran Berombak
5 - 25 meter SHG Rungan- Organik Gambut SHG
Kahayan Rungan-Kahayan
(O.Gb2-RgKh)
Dataran Berombak
Morfologi Struktural Lipatan
berombak Formasi Dahor
Tektonik Batupasir
Lipatan struktur lipatan, Batupasir Halus
lipatan Formasi Dahor
dengan lapisan sisipan Batubara
batubara
(S.L3-TQd)
Dataran Bergelombang
Aluvium rawa SHG Katingan- Organik Gambut SHG
Bergelombang
yang tertutup Sebangau Katingan-Sebangau
Lereng: Pengendapan (O.Gb3-KtSb)
gambut.
8 - 15% organik Berlapis
Lempung Dataran Bergelombang
Elevasi: gambut
berpasir dan SHG Rungan- Organik Gambut SHG
25 - 75 meter sisa tumbuhan. Kahayan Rungan-Kahayan
(O.Gb3-RgKh)
Miring
Granitik-
Lereng: Plutonik: granit Bukit rendah Bukit Intrusif Granitik-
15% Volkanik tua Masif
dan grano- batuan beku tua Plutonik (V.In-GnPt)
Elevasi: diorit
75 - 100 meter
Sumber: Hasil Interpretasi dan Analisis Peta Rupa Bumi, Citra DEMNAS, Citra Sentinel, dan Peta Geologi (2021)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-8
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Gambar 4.4. Peta Ekoregion Bentanglahan Kota Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4-9
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Tabel 4.1B. Persebaran Satuan Ekoregion Bentanglahan di Kota Palangka Raya

Cakupan Luas
Simbol Ekoregion Bentanglahan
Wilayah Hektar Persen
Bukit Batu 14.523,94
Jekan Raya 2.177,23
Asosiasi Dataran Aluvial Sungai dan
F.Al-Qa/Qs Pahandut 4.494,41
Dataran Banjir Endapan Aluvial
Rakumpit 11.583,27
Sebangau 2.560,21
Luas 35.339,06 12,38
Dataran Organik Gambut SHG
O.Gb1-KtSb Sebangau 5.473,25
Katingan-Sebangau
Dataran Organik Gambut SHG Pahandut 82,84
O.Gb1-KhSb
Kahayan-Sebangau Sebangau 6.088,57
Dataran Organik Gambut SHG Pahandut 155,09
O.Gb1-KhKp
Kahayan-Kapuas Sebangau 2.444,58
Luas 14.244,32 4,99
Bukit Batu 9.524,27
Dataran Berombak Organik Gambut Jekan Raya 22.344,51
O.Gb2-KtSb
SHG Katingan-Sebangau Pahandut 296,70
Sebangau 29.344,22
Dataran Berombak Organik Gambut Pahandut 3.045,28
O.Gb2-KhSb
SHG Kahayan-Sebangau Sebangau 5.607,45
Dataran Berombak Organik Gambut Pahandut 1.829,92
O.Gb2-KhKp
SHG Kahayan-Kapuas Sebangau 5.964,68
Bukit Batu 2.362,08
Dataran Berombak Organik Gambut Jekan Raya 1.116,27
O.Gb2-RgKh
SHG Rungan-Kahayan Pahandut 55,10
Rakumpit 1.813,19
Luas 83.303,67 29,20
Bukit Batu 17.165,80
Dataran Berombak Organik Gambut
O.Gb3-KtSb Jekan Raya 9.085,83
SHG Katingan-Sebangau
Sebangau 6.389,39
Dataran Berombak Organik Gambut Bukit Batu 7.701,67
O.Gb3-RgKh
SHG Rungan-Kahayan Rakumpit 27.689,32
Luas 68.032,01 23,84
Dataran Lipatan Formasi Dahor Bukit Batu 3.737,63
S.L4-QTd
Batupasir Halus sisipan Batubara Rakumpit 66.276,03
Luas 70.013,66 24,54
Dataran Berombak Lipatan Formasi Bukit Batu 3.962,64
S.L3-QTd Dahor Batupasir Halus sisipan
Batubara Rakumpit 2.788,01
Luas 6.750,64 2,37

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4 - 10
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

Lanjutan Tabel 4.1B.

Cakupan Luas
Simbol Ekoregion Bentanglahan
Wilayah Hektar Persen
Bukit Intrusif Vulkanik Tua Granitik- Bukit Batu 1.342,98
V.In-GnPt
Plutonik Sebangau 220,73
Luas 1.563,71 0,55
Dataran Antropogenik Endapan Jekan Raya 4.028,86
A.Al-PR Aluvium Wilayah Perkotaan Pahandut 1.983,30
Palangka Raya Sebangau 52,76
Luas 6.064,92 2,13
Luas Total 285.312,00 100,00
Sumber: Hasil Analisis dan Perhitungan Peta Ekoregion Bentanglahan (2021)

Ekoregion bentanglahan asal proses fluvial (aliran sungai) terbentuk karena


pengendapan material aluvium oleh aliran sungai dan rawa-rawa, berupa material
lempung berpasir halus mengandung sisa-sisa tetumbuhan air. Satuan ini
merupakan asosiasi antara dataran aluvial dengan dataran banjir di Kota Palangka
Raya, yang persebarannya terdapat di sekitar aliran sungai-sungai utama dan
anak-anak sungainya, seperti: Sungai Rakumpit, Sungai Sahang, Sungai Rungan,
dan Sungai Kahayan, yang terdapat di seluruh wilayah kecamatan dengan sebutan
Asosiasi Dataran Aluvial Sungai dan Dataran Banjir Endapan Aluvium Sungai dan
Rawa-rawa (F.Al-Qa/Qs). Satuan ekoregion ini dicirikan oleh morfologi datar
dengan kemiringan lereng 0-3% dan beda tinggi <5 meter, struktur berlapis
horisontal dengan sortasi baik, terbentuk oleh proses pengendapan aliran sungai
(khususnya saat debit aliran besar pada musim penghujan), seringkali mengalami
banjir dan genangan secara periodik selama musim penghujan, dan tersusun oleh
material lempung bercampur pasir halus hingga sedang dan berselingan dengan
sisa-sisa tetumbuhan yang telah hancur. Secara kewilayahan, distribusi satuan
ekoregion ini meliputi seluruh wilayah kecamatan, dengan luas mencapai
35.339,06 hektar atau sebesar 12,38% dari total luas wilayah Kota Palangka Raya.
Ekoregion bentanglahan asal proses organik di Kota Palangka Raya dicirikan
oleh ekosistem lahan gambut. Bentanglahan ini merupakan bentanglahan dominan
yang terdapat hampir merata di seluruh wilayah kecamatan, baik pada morfologi
yang benar-banar datar (kemiringan lereng 0-3% dengan beda tinggi <5 meter),
atau pada morfologi berombak (kemiringan lereng 3-8% dengan beda tinggi 5-25
meter), hingga pada morfologi bergelombang (kemiringan lereng 8-15% dengan
beda tinggi 25-75 meter). Secara geomorfologis, bentanglahan ini sebenarnya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4 - 11
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Bab 4 Wilayah Ekoregion Kota Palangka Raya LAPORAN KEMAJUAN

terbentuk melalui proses yang kompleks membentuk asosiasi, yaitu berasosiasi


dengan aktivitas pengendapan fluvial sungai dan rawa-rawa, serta berada di atas
Formasi Dahor yang tersusun atas batupasir dengan sisipan batubara.
Secara geotektonik, sebenarnya daratan Kalimantan secara umum
merupakan bentangan permukaan bumi yang terbentuk secara struktural lipatan,
dengan puncak lipatan (antiklinal) membentuk Jalur Pegunungan Meratus,
sehingga sangat dimungkinkan mulai terbentuknya lahan-lahan dengan morfologi
permukaan datar tetapi struktur material penyusun di dalamnya terlipat. Proses
geomorfologis semacam ini menyebabkan terbentuknya bentanglahan dataran
struktural lipatan sebagaimana yang terdapat di Kota Palangka Raya. Terdapat 2
(dua) macam ekoregion dataran lipatan di wilayah kajian ini, yaitu: satuan
Ekoregion Bentanglahan Dataran Lipatan dan Dataran Berombak Lipatan, yang
keduanya tersusun atas Formasi Dahor Batupasir Halus sisipan Batubara. Kedua
bentanglahan struktural lipatan menempati area cukup luas, yang terdapat di
Kecamatan Bukit Batu dan Rakumpit. Satuan ekoregion bentanglahan dataran
lipatan mencapai luasan 70.013,66 hektar atau sebesar 24,54% dari total luas
wilayah; sedangkan satuan ekoregion bentanglahan dataran berombak lipatan
menempati area seluas 6.750,64 hektar atau sebesar 2,37% dari total luas wilayah.
Aktivitas terobosan (intrusif) batuan plutonik gunungapi tua pada zaman
Kapur, sekitar 144 hingga 66 juta tahun yang lalu, membentuk bukit-bukit rendah
yang tersusun atas batuan beku dalam granitik, grano-diorit, dan granit-plutonik di
Kota Palangka Raya, yaitu di wilayah Kecamatan Bukit Batu dan Sebangau. Hasil
proses dari aktivitas terobosan magma gunungapi tua tersebut, pada akhirnya
membentuk Bentanglahan Bukit Intrusif Granitik-Plutonik, dengan kemiringan
lereng miring (±15%) dan ketinggian 75-100 meter, yang tersusun atas batuan
beku masif yang sangat keras dengan luasan hanya berkisar 1.563,71 hektar atau
sebesar 0,55% dari total luas wilayah Kota Palangka Raya.
Aktivitas terakhir yang membangun bentanglahan di Kota Palangka Raya
adalah aktivitas manusia terhadap sebidang lahan di permukaan bumi, yang
berupa pembangunan wilayah perkotaan dan permukiman dengan segala
infrastruktur pendukungnya. Hasil dari aktivitas ini dapat dikelompokkan ke
dalam Bentanglahan Antropogenik. Ekoregion bentanglahan ini akan terus
berkembang secara dinamis sejalan dengan laju pembangunan dan perkembangan
wilayah di Kota Palangka Raya. Oleh karena itu perlu diatur melalui penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 4 - 12
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Daftar Pustaka LAPORAN KEMAJUAN

DAFTAR PUSTAKA
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Data Lingkungan

Abdul-Gaffar-Karim, Amirudin, Mada-Sukmajati, dan Nur-Azizah, 2003.


Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Ad Hoc Committe in Geography, 1965. The Science of Geography. Academy of
Science. Washington
Agustulusnu, I. M. K dan Saputra, R. H. 2019. Evaluasi Dan Perencanaan Saluran
Drainase Di Jalan Sangga Buana Ii Kota Palangka Raya. Info Teknik, 5(2),
221-236.
Arsyad, S. (2010). Konservasi tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2021. Dokumen Kajian Risiko
Bencana Kota Palangka Raya Tahun 2017 – 2021.BNPB.
Badan Pusat Statistik. 2021. Kota Palangka Raya dalam Angka Tahun 2021

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 5-1
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Daftar Pustaka LAPORAN KEMAJUAN

Badan Pusat Statistik. 2020. Kota Palangka Raya dalam Angka Tahun 2020
Badan Pusat Statistik. 2019. Kota Palangka Raya dalam Angka Tahun 2019
Badan Pusat Statistik. 2018. Kota Palangka Raya dalam Angka Tahun 2018
Bemmelen, R.W. van. 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia
and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque
Bintarto, R. dan Hadisumarno, S., 1987. Metode Analisa Geografi. LP3ES – IKAPI.
Jakarta
Cahya-Murni H.N., 1999. Prospek Profesi Geografi Menyongsong Otonomi Daerah
dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Direktorat Jenderal
Pembangunan Daerah. Makalah Seminar: Dies Natalis Fakultas Geografi,
UGM, Yogyakarta
Hanafi, N., Fahruni, dan Maimunah, S. 2017. Sosialisasi Pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) Sebagai Salah Satu Bentuk Pengelolaan Khdtk Kota
Palangka Raya. PengabdianMu, 2(1), 31-36.
Haryana, 1999. Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Otonomi Daerah. Makalah
Seminar: Dies Natalis ke-50 UGM. Yogyakarta
Hartoto, D.I. 2000. Relationship of water level to water quality in an oxbow lake of
Central Kalimantan. Proceedings of the International Symposium on
Tropical Peatlands. Bogor 22-23 November 1999.
Hoeinghaus, D.J., C.A. Layman, D.A. Arrington, and K.O. Winemiller. 2003.
Spatiotemporal variation in fish assemblage structure in tropical
floodplain creeks. Environmental Biology of Fishes 67: 379–387.
Hugget, 1995. Geoecology. John Willey and Sons. New York
Isa-Darmawijaya, 1990. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan
Pelaksana Pertanian di Indonesia. Penerbit: Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Iskandar, J., 2009. Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. Bandung:
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjajaran
Jati S, Eko. 2021. Kantong Semar, Si Cantik yang Rakus. Taman Nasional Sebangau.
https://www.tnsebangau.com/kantong-semar-si-cantik-yang-rakus/
(diakses pada 11 Agustus 2021)
Jailani, M., Nomeritae, Jaya, A. R. 2019. Kajian Saluran Drainase Di Daerah Jalan
Seth Adji Kota Palangka Raya (Zona A). Jurnal Teknika, 3(1), 95-106.
Kalima, T dan Denny. (2019). Komposisi Jenis Dan Struktur Hutan Rawa Gambut
Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam, 16(1): 51-72.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 5-2
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Daftar Pustaka LAPORAN KEMAJUAN

Kaspinor., Saksono, H., Menur, A., Sangko, H., Juheri dkk. 2014. Indonesia Forest And
Climate Support: Rencana Konservasi Bentang Alam Kota Palangka Raya
Provinsi Kalimantan Tengah. USAID.
Katili, J.A., 1983. Sumberdaya Alam Untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Khalwani, K. M., Bahruni, B., & Syaufina, L. (2017). Nilai Kerugian dan Efektivitas
Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut (Studi Kasus di Taman Nasional
Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah). Risalah Kebijakan Pertanian dan
Lingkungan: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan.,
2(3), 214-229.
Kodoatie J. Robert, Suharyanto, Sri-Sangkawati, dan Sutarto-Edhisono, 2002.
Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: Andi
Kusnama. 2008. Batubara Formasi Warukin di daerah Sampit dan sekitarnya,
Kalimantan Tengah. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (1), 11-22.
Limin, S.H., Jentha & Ermiasi, Y. (2007). History of the Development of Tropical
Peatland in Central Kalimantan, Indonesia. Tropics 16 (3), 291 – 301.
Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York
Maimunah, S., Capilla, B.R., Amadiyanto., and Harrison, M.E. (2019). Tree diversity
and forest composition of a Bornean heath forest, Indonesia. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science, 270, http://doi.org.10.1088/
1755-1315/270/1/012028.
Morgan, R. C. P. (2005). Soil Erosion and Conservation (third edition).Oxford:
Blackwell Publishing
Mustari, A. H., Surono, H., Fatimha, D. D., Setiawan, A., dan Febria, R. (2010).
Keanekaragaman Jenis Mamalia Di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan
Tengah. Media Konservasi , 15(3), 115 – 119.
Noer-Fauzi, dkk., 2001. Otonomi Daerah: Sumberdaya Alam - Lingkungan.
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama
Novrianti. 2016. Studi Sistem Drainase Jalan Beliang Kota Palangka Raya. Media
Ilmiah Teknik Sipil, 5(1), 66-73.
Nursyami, D., Raihan, S., Noor, M., Anwar, K., Alwi, M dkk. 2014. BAB II Luas,
Sebaran, Dan Karakteristik Lahan Gambut. In Pengelolaan Lahan Gambut
untuk Pertanian Berkelanjutan. Bogor. IAARD Press. (diakses melalui
http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/7031/discover
pada 12 Agustus 2021)
Pemerintah Kota Palangka Raya. 2019. Profil Kota Palangka Raya Tahun 2018. Kota
Palangka Raya: Badan Perencanaan pembangunan Daerah Kota Palangka
Raya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 5-3
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Daftar Pustaka LAPORAN KEMAJUAN

Pemerintah Kota Palangka Raya. 2021a. Kehutanan. https://palangkaraya.go.id/


potensi-daerah/kehutanan/ (diakses pada 11 Agustus 2021)
Pemerintah Kota Palangka Raya. 2021b. Perikanan. https://palangkaraya.go.id/
potensi-daerah/perikanan/ (diakses pada 11 Agustus 2021
Pemerintah Kota Palangka Raya. 2014a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palangka Raya Tahun 2013 –
2033. Palangka Raya: Penulis.
Pemerintah Kota Palangka Raya. 2014b. Review Dokumen Rpi2-Jm Kota Palangka
Rayatahun 2014-2018: BAB 4 Gambaran Umum Wilayah.
https://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/
DOCRPIJM_0b08664647_BAB%20IVBAB%20IV%20GAMBARAN%20UMU
M%20WILAYAH.pdf (diakses oleh Yuli Widyaningsih pada 20 Juli 2021)
Pemerintah Kota Palangka Raya. 2015-2019. Buletin Pemerintah Kota Palangka
Raya. Berita. https://palangkaraya.go.id/ (diakses pada 10 Agustus 2021)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Indonesia), Nila, E. S., Rustandi, E., &
Heryanto, R. 1995. Peta Geologi Lembar Palangkaraya, Kalimantan
1:250,000: Geological Map of the Palangkaraya Quadrangle, Kalimantan.
Bandung, Indonesia: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Priono, S. 2012. Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling Berbasis
Masyarakat. Jurnal Perspektif Arsitektur, 7 (1), 51-67.
Rambo. 1983. Conceptual Approach Approach to Human Ecology. East - West
Center, Honolulu - Hawai
Santosa L.W., Worosuprojo S., Marfai M.A., 2000. Pengelolaan Sumberdaya Alam
dalam Konteks Otonomi Daerah. Makalah Seminar. Fakultas Geografi,
UGM, Yogyakarta
Santosa L.W., 2010. Ekoregion sebagai Kerangka Dasar dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional
“Semangat Perjuangan dari Jogja: Kembalikan Indonesiaku Hijau”,
University Center UGM, 23 Desember 2010
Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1987. Modern Physical Geography. John Wiley and
Sons. New York
Subardja S, D., Ritung, S., Anda, M., Sukarman., Suryani, E., dan Subandiono, R. E.
2014. Petujuk Teknik Klasifikasi Tanah Nasional. Badan Penelitian dan
pengembangan pertanian Kementerian Pertanian.
Sulistiyarto, B., Soedharma, D., Rahardjo, m, F., Sumardjo. (2007). Pengaruh Musim
terhadap Komposisi Jenis dan Kemelimpahan Ikan di Rawa Lebak, Sungai
Rungan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah . Biodiversitas, 8(4), 270-273.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 5-4
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Daftar Pustaka LAPORAN KEMAJUAN

Sunarti, N. (2014). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Makroepifit Di Kawasan


Hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kotapalangka Raya. Skripsi.
Palangka Raya: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangka Raya Jurusan
Tarbiyah Program Studi Tadris Biologi.
Sweking., Mahyudin, I., Mahareda, E. S., dan Salawati, U. 2011. Produksi Dan Jumlah
Jenis Ikan Yang Tertangkap Oleh Nelayan Di Sungai Kahayan Kecamatan
Pahandut Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah.
EnviroScienteae, 7, 39-49.
Tambunan, J., Ginantra, I K., dan Watiniasih, N. L. (2019). Diversitas Serangga
Hutan Tanah Gambut Di Palangkaraya Kalimantan Tengah.
Metamorfosa:Journal of Biological Sciences 6(2): 156-164. DOI:
10.24843/metamorfosa.v06.i02.p04.
Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New
York
Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(DIKPLHD). 2019. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Daerah (DIKPLHD). Kota Palangka Raya: Dinas Lingkungan hidup
Kota Palangka Raya.
Tim Penyusun Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(DIKPLHD). 2020. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Daerah Tahun 2019 Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya:
Dinas Lingkungan Hidup.
Utomo, S., Sutanto, R., dan Azwarmaas. 1997. Karakteristik Kimiawi dan Genesisi
Tanah Podsol di Dataran Palangka Raya, kelimantan tengah, Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan. 1(1), 11-18.
Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for
Environmental Development. Elsevier: Amsterdam - Oxford - New York
Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2004. Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan
Kandungan Karbon di Kalimantan / Map of Peatland Distribution Area and
Carbon Content in Kalimantan, 2000 – 2002. Bogor: Wetlands
International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC).
Yenihayati. (2018). Jenis-Jenis Tumbuhan Penyusun Vegetasi Rawa Gambut Di
Wilayah Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmiah
Kanderang Tingang 9(1), 15-20.
Zuidam, R.A. van and Zuidam, F.I. van Cancelado, 1985. Aerial Photo-Interpretation
in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publishers.
The Hague

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya 5-5
Penyusunan Wilayah Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup bagi RPPLH Tahun 2021
Universitas Gadjah Mada
PUSAT STUDI LINGKUNGAN HIDUP
Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara, YOGYAKARTA
Telp. 0274-565722, 6492410, Fax. 0274-517863, Email: pslh@ugm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai