PABRIK SABUN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri kimia merupakan suatu industri yang mengembangkan berbagai proses , baik sistem
nya , hasil dan sesuatu yang bias dijadikan bernilai guna yang tinggi, disamping bertujuan
menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, industri kimia juga
mengharapkan keuntungan dibidang finansial. Suatu penelitian kimia secara laboratorium yang
menghasilkan suatu produk, metoda atau cara yang baru yang lebih baik, dapat diangkat menjadi
ide pendirian suatu industri kimia. Namun sebelum pendirian suatu industri kimia tersebut
direalisasikan, perlu dilakukan perhitungan awal, atau yang disebut dengan prarancangan industri
kimia. Indonesia merupakan negara heterogen dari segi aktifitas perindustriannya, meskipun
bukan termasuk negara perindustrian di Dunia. Perindustrian di Indonesia mulai dari industri
rumah tangga industri dengan beraggotakan komunitasnya saja, hingga industri global dengan
berbagai kerjasama dan cabang-cabang dari negara lain. Adapun kota-kota besar di Indonesia
yang merupakan kota industri terbesar adalah Surabaya, Sidoarjo dan Bekasi. Beberapa
perusahaan di kota tersebut merupakan cabang atau kerjasama dari negara lain misalnya PT. Kao
Indonesia, yang salah satu hasil produksinya adalah Sabun dan Detergent. Tidak hanya
perusahaan tersebut yang memproduksi sabun di Indonesia, namun juga PT. Wings Indonesia,
PT. Unilever dan lain sebagainya. Sabun merupakan salah satu hasil industri yang cukup penting
dan diproduksi selama lebih dari 2000 tahun, karena merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi
masyarakat. Produksi ini berkembang dalam abad ke-19 dengan dikenalkannya bahan-bahan
kimia dan proses pembuatan yang lebih efisien. Di Indonesia sudah ada industri sabun yang
ditunjang dengan semakin berkembangnya banyak kota dan pertumbuhan penduduk yang juga
semakin cepat.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis akan mencoba mengajukan sebuah judul paper yang
dapat mengatasi masalah diatas, dalam proses pembuatan sabun dan detergent pada skala industri
rumah tangga atau konvensional memang tidak terlalu rumit, namun apabila produksi ini
dilakukan pada skala besar atau sekitar beberapa ton perhari tentulah membutuhkan ilmu khusus
untuk melakukannya. Hal yang harus dilakukan pada proses pembuatan Sabun dan Detergent
adalah persiapan raw material (bahan baku), pengendalian proses, pengendalian alat, dan
treatment hasil produksi. Semua hal tersebut akan dibahas pada paper yang berjudul “Industri
Pabrik Sabun” ini.
B. Tujuan
1. Mengetahui sejarah pembuatan Sabun.
2. Mengetahui kegunaan dan manfaat pembuatan sabun yang bias bernilai ekonomis.
3. Mengetahui Proses Pembuatan Sabun skala industry
4. Mengetahui Penanganan Limbah Pabrik Sabun
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pembuatan Sabun.?
2. Apa kegunaan dan manfaat pembuatan sabun yang bias bernilai ekonomis?
3. Bagaimana proses Pembuatan Sabun skala industry?
4. Bagaimamana Penanganan Limbah Pabrik Sabun?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INDUSTRI KIMIA
Industri kimia merupakan suatu sistem organisasi usaha yang “profit oriented”, artinya,
disamping bertujuan menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat,
industri kimia juga mengharapkan keuntungan dibidang finansial. Suatu penelitian kimia secara
laboratorium yang menghasilkan suatu produk, metoda atau cara yang baru yang lebih baik,
dapat diangkat menjadi ide pendirian suatu industri kimia. Namun sebelum pendirian suatu
industri kimia tersebut direalisasikan, perlu dilakukan perhitungan awal, atau yang disebut
dengan prarancangan industri kimia. Hasil prarancangan ini akan digunakan sebagai
pertimbangan apakah ide tersebut menarik untuk direalisasikan dan berprospek baik secara
komersial atau disebut dengan layak untuk didirikan. Setelah prarancangan selesai, baru diikuti
dengan penyusunan proyek perancangan industri, dan langkah terakhir berupa pembangunan
fisik. Prarancangan ini meliputi beberapa tahap, yang berakhir pada evaluasi ekonomi untuk
mengetahui kelayakan suatu industri untuk didirikan.
Langkah- langkah prarancangan industri kimia meliputi :
(1). Tujuan didirikannya industri kimia;
(2) Menentukan jenis dan mekanisme proses yang ada di dalamnya (termasuk proses kimia
dan proses fisika);
(3) Menentukan kapasitas produksi;
(4) Menghitung banyaknya bahan atau zat yang keluar dan masuk dari dan ke dalam suatu
alat
proses ( dengan menggunakan konsep neraca bahan);
(5) Menghitung banyaknya panas yang keluar dan masuk dari dan ke dalam suatu alat
(menggunakan konsep neraca panas);
(6) Merancang alat- alat produksi ( reaktor, alat pemurnian, alat penukar kalor dll.);
(7) Menghitung utilitas yang diperlukan ( meliputi : air, udara, bahan bakar, uap air);
(8) Melakukan evaluasi ekonomi untuk menentukan kelayakan didirikannya industri kimia
tersebut.
B. PABRIK SABUN
1. Sejarah Sabun
Sejarah kemunculan sabun sesungguhnya dimulai di Roma. Sebelumnya, sabun dipakai
sebagai obat atau semacam hair gel oleh bangsa Babilonia dan Mesir Kuno. Orang-orang
Romawi mengenal sabun inipun secara kebetulan. Menurut legenda mereka, lemak dari korban
bakaran Gunung Sapo tersapu hujan, terus tercampur dengan abu kayu bakar, dan tanah liat.
Ternyata campuran ini membuat pakaian lebih bersih sewaktu dicuci. Dengan adanya ini,
kebiasaan berendam (bathing) jadi populer disana. Tapi sejak kekalahan Roma, kebiasaan
berendam jadi terhapus. Kebersihan umum pun jadi turun drastis Seni membuat sabun muncul
kembali di Eropa pada abad ke-7. Para pembuat sabun menyimpan rahasia mereka erat-erat.
Sabun dulu termasuk benda eksklusif karena pajaknya tinggi dan bahan-bahannya sulit didapat.
Bahkan di pemerintahan King James I di Inggris tahun 1622, pembuat sabun dikasih hak
monopoli. Baru pada abad -19, sabun menjadi benda yang merakyat. Usaha pembuatan sabun
terus berkembang yang tadinya dibuat dalam skala industri rumah tangga (bahkan katanya setiap
orang bisa bikin sabun sendiri), akhirnya mulai dibuat jadi produk masala tau sekala industri. Hal
itu bisa terjadi karena tahun 1791, Nicholas Leblanc menemukan suatu alkali yang bisa
membentuk sabun waktu dicampur dengan lemak. Bahan pembentuk sabun yang tadinya langka,
jadi mudah didapat.
Dengan penemuan-penemuan kimia berikutnya ditambah operasi pabrik yang makin canggih,
makin industri sabun jadi sangat berkembang tahun 1850-an. Seiring dengan ini pula sabun
mulai dibedakan fungsinya. Yang campurannya lebih lembut dipakai untuk mandi. Industri
sabun mengalami kemunduran sewaktu jaman perang dunia I. Bahan-bahan pembentuknya,
seperti lemak dan minyak jadi langka karena difokuskan untuk perang. Pada waktu inilah mulai
dikenal sabun sintetis menjadi deterjen. Lama-kelamaan deterjen malah jadi letbih populer
daripada sabun natural yang dibuat dari campuran lemak dan minyak alami. Deterjen dibuat jadi
sabun cuci, sabun cair, dan tentunya sabun mandi yang kita kenal sekarang.
2. Macam-Macam Industri Sabun
1.Industri Detergent
1) Pengertian Detergen
berbeda dengan sabun dalam kerjanya pada air sadah. Sabun membentuk senyawa tidak larut
dengan ion air sadah (Ca dan Mg) yang menyebabkan endapan dan mengurangi busa dan
cleaning actionnya. Detergen bereaksi dengan ion air sadah yang hasil produknya larut atau
terdispersi secara koloid dalam air. Detergen dibagi dalam 4 kelompok utama, yaitu anionik,
kationik, nonionik dan amfoterik. Kelompok terbesarnya adalah anionik yang biasanya adalah
garam natrium dari sulfonat (organik sulfat). Pengotor dapat dihilangkan melalui proses
pembasahan, pengemulsian, pendispersian dan pelarutan noda oleh cleaning agent. Molekul
detergen yang berkelompok dalam air dinamakan micelles. Bagian hidrokarbon dari molekul
detergen berkelompok dengan micelles dinamakan hidrofobik (tidak suka air) sedangkan bagian
polar berada di luar micelles dinamakan hidrofilik (suka air). Senyawa yang tidak dapat larut
dalam air kemudian terlarut ke dalam bagian tengah micelles yang ditarik oleh grup hidrokarbon.
Proses ini dinamakan solubilisasi. Dewasa ini, komposisi detergen diubah ke komposisi yang
lebih ramah lingkungan.
Hal ini dikarenakan detergen memiliki fosfat yang menyebabkan eutrofikasi dalam air alam.
a. Raw Material (Bahan Mentah) Bahan aktif detergen adalah surfaktan. Kebanyakan
menggunakan bahan inorganik, seperti oleum, caustic soda, natrium fosfat dan additives yang
3% dari detergen.
•Surfaktan Surfaktan adalah bahan yang dapat meningkatkan sifat rambatan suatu cairan pada
suatu objek. Sifat zat seperti ini dimanfaatkan untuk menurunkan tegangan permukaan suatu
cairan atau pada larutan dimana antara dua larutan memiliki efek interfacial tension.
Proses pencucian meliputi :
1. Dengan membasahi kotoran dan permukaan kotoran yang ingin dicuci dengan larutan
detergen
2. Memindah kotoran dari permukaan
3. Memelihara kotoran pada larutan stabil
Dalam air cucian, detergen mempunyai wetting agent yang dapat mempermudah menembus
ke serat pakaian dan mengangkat kotoran. Setiap molekul larutan pencuci dapat dianggap
sebagai rantai panjang. Ujung rantainya adalah hidrofobik dan ujung yang lainnya adalah
hidrofilik. Bagian hidrofobik bekerja menyelubungi dan mengikat noda. Pada waktu yang
bersamaan, bagian hidrofilik dari detergen berikatan dengan air sehingga noda dapat terangkat
dari serat pakaian mengikuti aliran air.
Klasifikasi surfaktan :
• hydrofobik merupakan hidrokarbon dengan jumlah 8 hingga 18 atom karbon yang
berbentuk lurus ataupun bercabang. Ada juga benzene yang mengganti ikatan atom karbon
tersebut, contohnya C12H25-, C9H19.C6H4-.
• hydrofilik dapat berupa anionik, contohnya –OSO4- atau SO32-; kationik,
contohnya – N(CH3)3+ atau C5H5N+; atau nonionik –(OCH2CH2)nOH. Pada senyawa
anionik, senyawa yang paling banyak dipakai adalah linear alkylbenzene sulfonate (LAS) dari
minyak bumi dan alkyl sulfates dari lemak hewan dan tumbuhan. Anionik dan kationik tidak
cocok untuk sabun. Kondensasi etilen oksida dari fatty alkohol adalah contoh non-ionik
surfaktan. Non-ionik lebih efektif dari anionik dalam mengangkat kotoran pada temperatur yang
lebih rendah untuk serat kain.
- Rantai Lurus Alkil Benzen n-Alkana
dipisahkan dari kerosin dengan mengadsropsinya menggunakan saringan molekular. Alkana
bercabang dan siklik mempunyai diameter cross-sectional yang lebih besar dari rantai lurus
sehingga memungkinkan pemisahan menggunakan saringan. Metode pemisahan senyawa
parafin dari rantai alkana bercabang dan rantai siklik yang bereaksi dengan urea atau
thiourea. Urea akan bereaksi dengan rantai lurus hidrokarbon (≥7 atom karbon) untuk
memberikan crystalline adduct yang dipisahkan dengan filtrasi. Pengadukan dapat diperoleh
dengan memanaskan air pada 80 sampai 900C. Sebaliknya, thiourea akan bereaksi dengan
rantai hidrokarbon bercabang tetapi tidak akan membentuk adduct dengan rantai lurus atau
aromatik. Parafin yang terpisah diubah menjadi benzene alkylates atau diretakkan untuk
menghasilkan α-olefin. Olefin rantai lurus dihasilkan dari dehidrogenasi parafin,
polimerisasi etilen ke α-olefin menggunakan katalis aluminum trietil (katalis pada proses
perombakan lemak Ziegler), meretakkan lilin parafin atau dengan dehidrohalogenasi alkil
halida. α-Olefin atau alkana halida dapat digunakan untuk alkylate benzena melalui reaksi
Friedel-Crafts dengan memperkerjakan asam hidrofluorik atau aluminum florida sebagai
katalis.
- Fatty Alcohol Pembuatan fatty alkohol :
Prosedur katalis Ziegler untuk mengubah α-olefin menjadi fatty alkohol dan proses
hidrogenasi metil ester adalah metode penting untuk menyiapkan fatty alkohol. Fatty alkohol
dibuat dari golongan organometallic yang memiliki panjang rantai karbon berkisar antara 6
sampai 20 karbon. Proses alfol digunakan oleh Conoco dimulai dengan mereaksikan logam
aluminium, hidrogen, dan etilen pada tekanan tinggi untuk memproduksi aluminium trietil.
Senyawa ini kemudian dipolimerisasikan dengan etilen ke bentuk alumunium alkil.
Kemudian dioksidasi dengan udara untuk membentuk alumunium alkoxides. Saat
pemurnian, alkoxides dihidrolisis dengan 23-26% asam sulfat untuk memproduksi bahan
mentah dan utama, alkohol rantai lurus. Kemudian dinetralisasikan dengan NaOH, dicuci
dengan air dan dipisahkan dengan fraksinasi. Setiap grup etil dari aluminium trietil dapat
ditambahkan etilena untuk membentuk aluminium trialkil dari 4 hingga 16 atom karbon per
grup alkil.
- Suds Regulator Suds Regultor
adalah zat tambahan untuk membuat kerja surfaktan efektif pada mesin pencuci pakaian.
- Builders Kompleks fosfat
seperti natrium tripolifosfat banyak digunakan karena dapat mencegah menempelnya
kembali noda dari air cucian ke serat kain. Polifosfat mempunyai aksi sinergis dengan
surfaktan sehingga meningkatkan efektifitas dalam proses pembersihan dan mengurangi
biaya keseluruhan. Peningkatan cepat produksi detergen dikarenakan penggunaan polifosfat.
Selama tahun 1960-an, pertumbuhan alga dan eutrofikasi di danau berhubungan dengan
adanya fosfat di detergen sehingga banyak negara menganjurkan zat pengganti fosfat.
Senyawa yang pertama kali disarankan untuk mengganti fosfat adalah nitrilotriacetic acid
(NTA), tetapi senyawa tersebut dinyatakan karsinogen pada tahun 1970. Builders lainnya
aalah sitrat, karbonat, dan silikat. Pengganti fosfat terbaru yang menjanjikan adalah zeolit. Di
tahun 1982, 136 kt/tahun zeolit digunakan sebagai builders detergen. Di tahun 1980, builder
mengandung 50% fosfat, 12% zeolit, 13% silikat, 12% karbonat, serta NTA dan sitrat
masing-masing 2%.
- Aditif Penghambat korosi
seperti natrium silikat melindungi logam dan alat pencuci dari kerja detergen dan air.
Karboksimetil selulosa digunakan sebagai antiredeposition. Penghilang noda, contohnya
benzotriazole bekerja bersama penghambar korosi untuk melindungi logam seperti stainless
steel. Zat untuk membuat serat kain lebih bercahaya adalah pewarna fluorescent karena
memiliki kemampuan untuk mengubah sinar ultraviolet ke cahaya tampak. Bluings
meningkatkan putihnya kain dengan menangkal kencenderungan kain untuk menjadi kuning
secara alami. Agen antimikroba meliputi carbanilides, salicylanilides, dan kationik. Type
pemutih peroxygen (sejenis enzym) digunakan untuk menguraikan kotoran dan membuat
partikel kotoran tersebut lebih mudah untuk terangkat dari serat pakaian.
2. Sabun
1). Pengertian Sabun
merupakan zat yang jika bereaksi dengan air sadah akan membentuk endapan. Sabun
terbentuk dari garam sodium atau potassium dari asam karboksilat panjang (seperti asam stearat,
asam oleat atau palmitat dan asam myristat) sebagai hasil hidrolisis terhadap minyak atau lemak
oleh basa (NaOH atau KOH). Sabun berfungsi sebagai emulgator terhadap kotoran, minyak dan
oli sehingga kotoran-kotoran ini mudah terlepas dan terbawa melalui pembilasan dengan air.
Sifat sabun ini menjadi kurang berfungsi apabila air untuk pencuci atau pembilasnya bersifat
sadah.
a. Raw Material (bahan baku pembuatan sabun)
Bahan dasar sabun adalah minyak atau lemak dan NaOH (soda kaustik) dan KOH dengan
bahan tambahan berupa pengharum, pewarna, bahan pengisi dan lain-lain. Lemak merupakan
komponen utama dalam pembuatan sabun. Lemak ini mengandung campuran gliserida yang
didapat dari lemak padat yang diberi pemanasan. Lemak padat dirombak dengan dipanaskan,
yang setelah itu membentuk lapisan diatas permukaan air sehingga dapat diambil dengan mudah.
Lemak ini biasanya dicampur dengan minyak kelapa di ketel sabun atau penghidrolisis untuk
meningkatkan kelarutan sabun tersebut. Dalam pembuatan sabun, fatty grases (± 20%) adalah
bahan baku yang paling penting setelah lemak. Lemak greases dapat didapatkan dari babi dan
hewan domestik dimana bahan ini penting sebagai sumber gliserin dari asam karboksilat.
Penambahan minyak kelapa pada pembuatan sabun sangatlah penting. Sabun dengan bahan dasar
minyak kelapa bertekstur kuat dan terlihat lebih mengkilat. Minyak kelapa sebagian besar
mengandung gliserida dari asam laurtat dan asam myristat. Bahan baku pembuatan sabun sangat
banyak konsumennya, terutama soda kausatik, garam, soda ash, dan kausatik potassium, begitu
pula sodium silikat, sodium bikarbonat, dan trisodium pospat. Bahan anorganik yang
ditambahkan pada pembuatan sabun disebut Builders. Tetrasodium piropospat dan sodium
Tripolipospat merupakan bahan tambahan pada sabun yang dinamakan Builders.
b. Proses produksi sabun
Teknologi pembuatan sabun semakin berkembang. Computer mengontrol otomatisasi pabrik
dalam saponifikasi continuous oleh NaOH dan lemak, untuk berproduksi dalam waktu 2 jam
sama dengan pembuatan sabun secara keseluruhan (lebih dari 300 t/ day) debuat dengan 2-5 hari
dengan metode traditional batch. Prosedur ini melibatkan proses perombakan secara kontinyu,
atau hidrolisis yang dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tallow + Hydrolysis (splitting fats)
à tallow fatty acid Tallow fatty acid + NaOH à sodium salt Tallow of fatty acid + Builders, etc à
soap Setelah terjadi pemisahan gliserin, asam karboksilat dinetralisasikan menjadi sabun. Proses
kimia dasar dalam pembuatan sabun disebut saponifikasi, dengan reaksi sebagai berikut:
3NaOH + (C17H35COOH)3C3H5 à 3C17H35COONa + C3H5(OH)3
Caustic soda gliseril stearat sodium stearat gliserin
Prosedur ini untuk merombak atau menghidrolisis lemak dan kemudian setelah terpisah dari
gliserin, asam lemak dinetralisasikan dengan larutan soda kaustik:
(C17H35COO)3C3H5 + 3H2O à 3C17H35COOH +C3H5(OH)3
Biasanya lemak dan minyak dijual tidak terkomposisi gliserin dari asam lemak satu pun,
tetapi dalam bentuk campuran. Namun demikian, beberapa asam lemak dengan kemurnian 90%
atau lebih dapat ditempuh dengan proses yang khusus. Selanjutnya, perombakan secara
countercurrent lemak ini dikondisikan dalam keadaan vacuum untuk mencegah terjadinya
oksidasi selama proses. Ini terisi dari bawah dari menara hidrolisis yang berbentuk seperti palung
dengan kecepatan yang terkontrol yang akan memecah lemak menjadi tetesan tetesan. Menara
mempunyai ukuran dengan tinggi 20 meter dan berdiameter 60 cm, dirancang dengan bahan
stailess steel tipe 316. Lihat table sebagai berikut :
Minyak dimasukkan melalui bagian bawah tanki menara, karena densitasnya relative kecil
(lebih kecil dari densitas air), maka lemak akan terangkat keatas dan sebagian kecil bahan lemak
akan terlarut menjadi cairan gliserin. Pada waktu yang sama, H2O murni dimasukkan ke dalam
menara melalui bagian atas, sehingga inilah yang disebut dengan proses hidrolisis lemak secara
countercurret dimana proses ini akan mengekstrak gliserin yang terlarut dalam lemak. Kedua
aliran ini bereaksi dalam keadaan tekanan dan suhu tinggi. Setelah perombakan selesai, asam
lemak keluar dari bagian atas menara, sedangkan larutan gliserin keluar dari bawah menara yang
otomatis akan terkontrol pada settling tank. Lihat gambar berikut ini (gliserin proses).
Meskipun campuran asam lemak yang dihasilkan dari metode di atas digunakan sebagai
bahan pembuatan sabun, asam lemak dapat diproduksi sebagai produk keluaran, dan dapat
dipisahkan lagi menjadi komponen yang berguna. Komposisi asam lemak dari perombakan
tergantung pada lemak atau minyak yang dimasukkan. Pada umumnya yang digunakan untuk
produksi asam lemak meliputi lemak hewani, minyak kelapa, palm, biji kapas dan minyak
kedelai. Proses lama yang banyak digunakan adalah panning dan pressing. Proses kristalisasi
fraksional ini terbatas pada campuran asam lemak dimana yang siap untuk dipadatkan seperti
Tallow Fatty Acid. Lelehan asam lemak mengalir ke panic, didinginkan, dibungkus dengan kain
goni, dan ditekan. Pengekstrakan ini dapat direalisasikan pada penghasilan minyak merah
(umumnya oleic acid ) dari padatan asam stearat. Total angka penekanan dapat mengindikasikan
kemurnian produk. Untuk memisahkan asam lemak dari rantai panjang yang berbeda dapat
ditempuh dengan cara distilasi, vacuum distillation adalah yang umum digunakan.
Dibawah ini merupakan susunan prinsip pembuatan sabun padat:
1. Pengangkutan lemak dan minyak.
2. Pengangkutan dan pembuatan soda kaustik.
3. Pencanpuran katalis, ZnO, dengan leburan lemak dan pemanasan pada tanki pencampur.
4. Lemak panas dan katalis masuk ke dalam menara hidrolisis melalui bagian bawah.
5. Perombakan lemak terjadi secara countercurrent di dalam pada suhu 2500C dan tekana
4,1
MPa. butiran lemak akan naik ke atas berlawanan dengan fase cairnya.
6. Fasa cairnya (H2O) akan melarutkan rombakan gliserin (±12%), jatuh ke bawah dan
terpisah.
7. Kemudian fasa gliserin-air di uapkan dan dimurnikan. Didapatkan gliserin.
8. Fasa asam lemak yang keluar dari bagian atas hydrolizer dikeringkan dalam flash tank
menggunakan cahaya kilasan dan dipanaskan dengan cepat.
9. Di dalam high-vacuum still, asam lemak didistilasi dari bawah.
10. Sabun di bentuk dengan melanjutkan penetralisasian menggunakan 50% soda kaustik
dalam mixer-neutralizer dengan kecepatan tinggi.
11. Sabun murni ini dibebaskan pada suhu 93oC kedalam tanki pencampuran dengan
digoncangkan secara perlahan untuk keluar dari penetralisasian. Pada saat ini sabun
murni
dapat dianalisis: 0.002 hingga 0.10 % NaOH, 0.3 hingga 0.6% NaCl, dan ±30% H2O.
sabun murni ini dapat diolah, dipotong atau dikeringkan, tergantung pada permintaan
produk. Diagram alir pada gambir 29.3 menggambarkan proses finishing sabun padat.
12. Proses finishing ini dapat di detailakan: tekanan yang dilakukan pada sabun murni
mencapai 3.5 MPa, dan sabun dipanaskan pada suhu 200oC dalam steam exchanger
dengan
tekan tinggi. Sabun panas ini, dilepaskan pada tanki yang bertekanan atmosfer, dimana
dikeringkan (hingga mencapai 20 %) karena larutan sabun dapat terbentuk diatas titik
didihnya pada tekanan atmosfer. Pada hubungan ini, pasta sabun dicampur dengan udara
dalam mesin, dimana sabun juga didinginkan oleh sirkulasi air laut, yang kemudian
keluar
dari 105oC menjadi 65oC. Pada temperatur ini, sabun dilanjutkan dengan pemotongan
dengan ukuran sabun padat. Lalu segera didinginkan, dicap, dan dibungkus dengan
operasi
mesin. Proses ini berlangsung selama 6 jam.
C. Flowchart Industri
Pembuata
n
Pencampuran
Katalis
Finishin
g