2 PB
2 PB
Pipit Widiatmaka
Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, LPPM UNS
pipit.widiatmaka.pkn@gmail.com
Abstract
This study has the objective to discuss in depth about the obstacles experienced by
Citizenship Education teacher in building the student’s character. This type of research
is qualitative. Data collection method were literature study and observation. Data were
analyzed using interactive data analysis. Civic Education is a lesson that must be given
to students from elementary school to college, so it is not denied that Civic Education
has a significant in building a good citizen. Basically, Civic Education teacher's
responsibility is huge, because the task is not only to build knowledge of civic (civic
knowledge), but also to build the skills of civic (civic skills) and character (civic
disposition). Up to now, the effort were not yet brought about a maximal result. The
reasons were many such as cognitive-heavy, lack of teacher’s competence, had
teaching the emphasis on civic knowledge, but not civic skills and dispositions.
188
Kendala Pendidikan Kewarganegaraan …. (Pipit Widiatmaka)
tidak dimiliki oleh negara lain, namun Oktober 2014 jumlahnya semakin meningkat,
kelebihan tersebut apabila tidak dikelola pasalnya kurang lebih 4 juta warga Indonesia
dengan baik akan menjadi bumerang bagi positif sebagai pengguna narkoba.
bangsa Indonesia sendiri karena negara yang Penggunanya mayoritas adalah pemuda, dari
multikultural rentan terhadap konflik, 4 juta orang yang positif menggunakan
terutama yang berbau SARA. Nasikun (2007, narkoba, 60% berada dalam usia 17-27 tahun
p. 33) mengungkapkan bahwa kemajemukan (Dradjad, 2015). Tindakan kriminal lain yang
masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilakukan oleh pemuda khususnya peserta
dilihat dari dua cirinya yang unik yaitu: didik, yaitu kasus bentrok antar mahasiswa
pertama secara horizontal, ditandai yang dipicu persoalan suku, agama, ras, dan
oleh kenyataan adanya kesatuan- antar golongan (SARA) yang sering terjadi di
kesatuan sosial berdasarkan perbedaan Universitas Kanjuruhan Malang. Peristiwa
suku bangsa, agama, adat, serta
perbedaan kedaerahan, dan kedua bentrok tersebut terjadi karena kelompok
secara vertikal ditandai oleh adanya mahasiswa Indonesia timur tersinggung
perbedaan-perbedaan vertikal antara dengan perkataan dan perbuatan kelompok
lapisan atas dan bawah yang cukup mahasiswa Indonesia tengah, sehingga
tajam. Adanya keberagaman di terjadilah penyerangan kelompok mahasiswa
Indonesia yang sangat mencolok
tersebut harus diantisipasi melalui Indonesia timur terhadap kelompok
pendidikan karakter yang termuat di mahasiswa (Herlianto, 2014). Kasus yang
setiap mata pelajaran maupun mata lain, pada upacara peringatan HUT RI ke-71
kuliah. di Kota Palembang, Sumatera Selatan
ternoda, karena puluhan pelajar malah terlibat
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata
tawuran di depan walikota pada hari Rabu 17
pelajaran dan mata kuliah yang memiliki
Agustus 2016. Dua kelompok pelajar dari
tanggung jawab yang besar dalam
sekolah berbeda tawuran mengenakan bambu
membangun karakter demokrasi dan toleransi
runcing. Bahkan, ada bambu runcing terikat
peserta didik, karena Pendidikan
bendera merah putih. Mereka saling serang di
Kewarganegaraan merupakan pendidikan
dekat Plaza Benteng Kuto Besak (BKB),
moral dan wajib diberikan di setiap jenjang
Palembang. Tawuran itu terjadi saat upacara
pendidikan dari sekolah dasar hingga
yang dipimpin Walikota Palembang
perguruan tinggi. Apabila mencermati
Harnojoyo baru selesai. Saat itu Harnojoyo
substansi materi yang diajarkan di dalam
masih berada di lokasi upacara untuk
Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya
bersalam-salaman dengan undangan. Dilansir
mampu membangun karakter peserta didik,
para pelajar tersebut membawa bendera
namun selama ini mata pelajaran dan mata
merah-putih yang diikatkan pada bambu
kuliah tersebut belum mampu membangun
runcing. Para pelajar tersebut berjalan
karakter peserta didik sehingga tidak
menyusuri pinggir plaza BKB hingga sampai
dipungkiri pemuda saat ini sedang mengalami
ke samping gedung ACC (Ampera
krisis karakter. Hal tersebut dapat dibuktikan
Convention Center). Para pelajar terlibat
dengan banyaknya tindakan kriminal yang
tawuran dengan puluhan pelajar lain. Pecahan
dilakukan oleh pemuda. Data dari Badan
kaca dari botol pun berserakan di lokasi
Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan
(Pasinringi, 2016).
bahwa pengguna narkoba Indonesia hingga
189
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
190
Kendala Pendidikan Kewarganegaraan …. (Pipit Widiatmaka)
191
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
adalah pertama, pemerataan guru atau atau indoktrinasi padahal di masa itu Presiden
pendidik di setiap daerah, karena di daerah berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia
pinggiran seperti Kalimantan Utara, Papua untuk “nation and character building”.
dan daerah lain masih kekurangan guru. Pasca jatuhnya rezim Orde Baru pada
Kedua, kualitas guru atau pendidik yang tahun 1998, program P-4 ternyata dihapus di
belum memiliki 4 kompetensi (profesional, dalam kurikulum pendidikan, karena program
pedagogik, sosial, dan kepribadian), metode tersebut hanya digunakan sebagai alat untuk
pembelajaran yang kurang kreatif (selalu mempertahankan kekuasaan. Materi
menggunakan metode ceramah). Apabila Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
kendala tersebut dapat diantisipasi, maka Pancasila (P-4) yang tercantum di dalam Tap
pendidikan di Indonesia dapat membangun MPR II/MPR/1978 dicabut setelah keluarnya
sumber daya manusia para pemuda atau Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, sehingga
peserta didik, sehingga dunia akan mengakui sejak tahun 1999 pelajaran PPKn secara resmi
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak lagi mengajarkan P4 (Widiatmaka,
besar bukan karena sumber daya alamnya, 2015, p. 2015). Pasca dihapusnya P-4 ternyata
melainkan karena sumber daya manusianya. Pendidikan Kewarganegaraan tetap belum
Pendidikan Kewarganegaraan Masih bisa membangun keterampilan dan karakter
Dominan Aspek Kognitif peserta didik, meskipun kurikulum dan
Sejak Orde Lama, kemudian Orde Baru penggunaan istilah selalu berganti.
hingga pasca reformasi Pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan pasca
Kewarganegaraan belum menunjukkan peran reformasi juga mengalami permasalahan yang
optimal dalam membangun karakter bangsa, sama, meskipun kurikulum pendidikan
sehingga Pendidikan Kewarganegaraan nasional selalu mengalami perubahan masih
seringkali menuai kritik dari berbagai pihak di tetap mengedepankan aspek kognitif.
kalangan akademisi, pemerintah maupun Winarno (2013, p. 13) menuturkan beberapa
masyarakat awam. Di sisi lain, usaha perkembangan penggunaan istilah
pemerintah sejak mata pelajaran Pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Kewarganegaraan menggunakan istilah antara lain sebagai berikut.
Civics, selalu berusaha agar Pendidikan 1. Kewarganegaraan tahun 1957
Kewarganegaraan mampu membangun 2. Civics sebagai pengganti
pengetahuan, keterampilan dan karakter Kewarganegaraan tahun 1961
3. Pendidikan Kewargaan Negara tahun
peserta didik, namun hingga saat ini belum 1968
menunjukkan hasil yang maksimal. Pada 4. Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
tahun 1962 pelajaran Civics masih tahun 1975 dan 1984
menggunakan indoktrinasi dan hanya mampu 5. Pendidikan Pancasila dan
membangun pengetahuan peserta didik. Pada Kewarganegaraan (PPKn) tahun 1994
6. Kewarganegaraan (Civic) tahun 2004
tahun itu istilah Civics berubah menjadi (uji coba kurikulum berbasis
Kewargaan Negara (Wuryandani, kompetensi), dan
Fathurrohman, & Djaya, 2012, p. 2). 7. Pendidikan Kewarganegaraan tahun
Fenomena ini hanya salah satu contoh bahwa 2006 (Permendiknas No. 22 Tahun
Pendidikan Kewarganegaraan di era Orde 2006)
Di jenjang pendidikan dasar dan menengah
Lama yang mengedepankan aspek kognitif
hingga saat ini (tahun 2016) menggunakan
192
Kendala Pendidikan Kewarganegaraan …. (Pipit Widiatmaka)
193
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
194
Kendala Pendidikan Kewarganegaraan …. (Pipit Widiatmaka)
195
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
196
Kendala Pendidikan Kewarganegaraan …. (Pipit Widiatmaka)
197
Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016
198