Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIK BELAJARAN KLINIK (PBK ) ONLINE KEPERAWATAN GERONTIK

Laporan Pendahuluan Peritonitis Generalisata Perforasi Gaster

OLEH :

ANDI NURUL FADILA ( 1701005 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

2020/ 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua
rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesodem, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga
mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum. Peritonium merupakan rongga tempat
melekatnya organ-organ dalam khususnya organ-organ pencernaan. Berdasarkan sifat
(vaskularisasi) dan fungsi dari peritonium, maka dengan adanya kelainan pada organ-organ
yang terdapat pada rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding atau rongga peritonium
itu sendiri, seperti pada apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan
strangulasi jalan cema. Pada keadaan atau penyakit tersebut, sering menampakkan adanya
gejala akut yang sering disebut gawat abdomen, keadaan ini memerlukan penaggulangan
segera yang sering berupa tindakan pembedahan.

Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding


abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau
infeksi jamur membran ini. Peritonium primer discbabkan oleh penyebaran infeksi dari
darah ätau kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus infeksi
disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela,
pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram negatif lain sebanyak 20%, sementara
bakteri gram positif yakni 15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%. Jenis
yang lebih umum Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, tetapi
adanya keadaan seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi
yang menurun dan adanya benda asing atau enzim pecema aktif, merupakan faktor yang
mempermudah terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus
segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penaggulangan
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

B. Anatomi fisiologi

Anatomi dan Fisiologi Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang


kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada
iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis,
yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan,
facies superfisial (facies camper) dan facies profunda (fascies scarpae), kemudian ketiga otot
dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m.
transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia
transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari
sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea
alba. Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hermia
bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan
juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra
abdominal.

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh, Peritoneum
terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga
abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang
menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale mempunyai
komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan
menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas. Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis
ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium
Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum yang berfungsi
sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti.
Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu disebut sebagai asites
(hydroperitoneum). Luns peritoneum kira- kira 1,8 meter, sama dengan luas permukaan kulit
orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal
semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh
karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting
dalam kasus hidrochepalus.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen melalui suatu
duplikatur yang disebut mesenterium

Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Spatium
Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di
belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang
terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada lambung,
jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang peritoneum disebut
retroperitoneale seperti pada ginjal dan pancreas.

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat
viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum
(omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus
kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum dan
sigmoideum disebut mesocolon transversum dan sigmoideum Mesenterium dan omentum
berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan
mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot yang
ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun
insicipada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri. Peritoneum viscerale sensitif
terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan, tekanan maupun
temperature.

dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari
cabang aa. Intercostalis VI XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a.
sircumfleksá superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental
oleh n.thorakalis VI XII dan n. lumbalis

penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar dapat segera mengetahui
atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut

1. merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.

2. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada
permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah
pinggir bawah hepar.

3. di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar. Gaster
(ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis

4. Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis

5. Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.

6. terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di
regio sepanjang sumbu iga x kiri.
7. terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi kanan
dan kiri columna transversalis.

8. suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri columna
vertebralis.

9. mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian bawah rongga
abdomen dan rongga pelvis.

10. Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon ascendens,
colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.
BAB II

KONSEP MEDIS
A. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga


abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan
dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda - tanda umum inflamasi.
( Santosa, Budi. 2005). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial
tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. Peritonitis ( Soeparman, dkk)
Pritinetis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian
rongga perut. Pritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrune serosa rongga abdomen dan dinding
perut bagian dalam.

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari


lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut berkembang menjadi suatau peritonitis kimia yang di sebabkan
karena kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut, Perforasi dalam bentuk apapun
yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah. Perforasi pada
saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus gaster,.
appendicitis, keganasan pada saluran cerma, atau trauma (Pieter, 2004).

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab terseringnya dari akut abdomen.


Tumpahnya dapat berupa udara, cairan dari gaster dan sekresi duodenum, makanan dan
bakteria. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk ketika udara keluar dari sistem
gastrointestinal ke rongga periteum. Hal ini dapat terjadi setelah perforasi gaster,
duodenum dan usus besar. Pada kasus perforasi dari usus halus, tidak terdapat udara
bebas atau sedikit sekali udara bebas yang keluar. Udara bebas dapat terlihat rongga
peritoneum setelah 20 menit timbulnya perforasi. (Sofic, et. al 2006)

B. Klasifikasi

1. Pertonitis primer

Terjadi biasanya pada anak-anak dengan syndrom nefritis atau sirosi hati lebih banyak
terdapat pada anak-anak perempuan daripada laki-laki. Pertonitis terjadi tanpa adanya
sumber infeksi di rongga peritonium melalui aliran darah atau pada pasien perempuan
melalui saluran alat genital,

2. Pertonitis sekunder
Peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritonium dalam jumiah yang cukup
banyak. Biasanya dari lumen saluran cerna. Peritonium biasanya dapat masuknya bakteri
melalui saluran getah bening diafragma tetapi bila banyak kuman masuk secara terus-
menerus akan terjadi peritonitis, apabila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam
lambung, makanan, tinja, hb dan jaringan nekrotik atau bila imunitas menurun. Biasanya
terdapatcampuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis seperti kuman anaerob dan
aerob, peritonitis juga sering terjadi bila ada sumber intra peritoneal seperti appendixitis.
divertikulitis, salpingitis, kolesistitis, pankreatitis dan sebagainya

3. Peritonitis terjadi karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneon yang
menimbulkan pcritonitis adalah

a. Kateter ventrikulo : peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus,

b. peritoneal : jugular untuk mengurangi asites

c. Continous ambulatory peritoneal dialysis.

C. Etiologi

1. Infeksi bakteri

a. berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.

b. Appendistis yang meradang dan perforasi.

c. Tukak peptik.

d. thypoid.

e. Tukak disentri amuba / colitis.

f. Tukak pada tumor.

g. Divertikulitis.

2. Secara langsung dari luar

a. Oprasi tidak steril

b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang


disertai pembentukan jaringan granulomatosa sėbagai respon terhadap benda asing,
disébut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pneumokokus.
d. Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen. Penyebab peritonitis adalah spontaneouis bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga ke rongga
peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri mneuju dinding perut atau pembuluh
limfe mesenterium, kadang terjadi penyeburan hematogen jika terjadi bakterimia dan
penyebab penyukit hati kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin
tinggi resiiko terjadinya peritonitis dan abses, ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar molekul. Komponen asites pathogen yang sering menyebabkan infeksi
adalah bakteri gram negative E.coli 40%, klebsiella pneumonia 7%, spesies
pseudomonas, proteus dan gram lainnya 20% dan abkteri positif yaitu strepkokus 3%.
Selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

D. Patofisiologi

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga abdomen,
biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, frauma atau perforasi tumor
(Dahlan, 2004). Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril
tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edemu jaringan
dan pertahanan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan
bertambahınya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon
yang segera dari saluran intestinal adalah hipemotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik
dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus besar.

Timbulnya peritonitis peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan


membrane mengalami kebocoran. Jika deficit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, schingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk Bungan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung. tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.


Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
ocdem seluruh organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu,
masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha
pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahanyang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat
timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairang dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antará lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus

Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi.
Reaksi awal peritoncum terhadap invasi olch bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fībrinosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. (Padila, 2012).

E. Tanda dan gejala

Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya sakit perut,
demam tinggi dan nyeri tumpul di perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses.
Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan,
adhesi) yang akhimya dapat menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan
seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan
menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes
dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Tarjadi dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-
paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yang pada demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi, Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum yang
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan
atau tegang karena iritasi peritoneum. Pemeriksaan klinis dapat jadi positif pasien dalam
keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,
atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misulnya trauma tengkorak,
ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatri.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah : gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan luka
dan pembentukan abses. (Haryono, 2012).

1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang


menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritoneal

3. Cairan dapat mendorong diafragma schingga menyebabkan kesulitan bernafas.

4. Sepsis

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan
adanya leukosittosis

b. Cairan peritoncal

c. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada suluran kemih

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas
dalam usus

b. USG

c. rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas


dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus perforasi organ visceral. Foto
tersebut menunjukan udara bebas dibawah diafragma 4) Foto rontgen toraks dapat
memperlihatkan diafragma. juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan
berkembang selama operasi. Oksigenasi Sangat diperlukan pada penderita dengan
syok. Hipoksia dapat dimonitor dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan
BGA. Pemasangan NGT Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya
pneumonia aspirasi Nutrisi Parenteral Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat
(i.v.) dun juga anti muntah.

H. Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan
secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cema dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan- tindakan
menghilangkan nyeri.

1. Konservatif

Indikasi terapi konservatif, antara lain:


a. Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks

b. Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis akutr)

c. Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada orang tua dan
komorbid

d. Fasilitas memungkinkan dilakukannya terapi tidak pembedahan. Prinsip terapinya


meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotik broad spectrum. Terapi suportif harus
diberikan temasuk pemberian nutrisi parenteral pada penderita dengan sepsis
abdomen di ICU. Terapi konservatif meliputi: Cairan intravena Pada peritonitis
terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum, jumlah cairan ini harus
diganti dengan jumlah yan sesuai, Jika ditemukan toksisitas sistemik atau pada
penderita

Prinsip terapinya meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotik broad spectrum. Terapi
suportif harus diberikan temasuk pemberian nutrisi parenteral pada penderita dengan sepsis
abdomen di ICU. Terapi konservatif meliputi:

a. Cairan intravena

Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum, jumlah cairan ini
harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan toksisitas sistemik atau pada
penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk, CVP (central venous
pressure) dan kateter perlu dilakukan, balans cairan harus diperhatikan, pengukuran
berat badan serial diperlukan untuk memonitoring kebutuhan cairan. Cairan yang
dipakai biasanya Ringer Laktat dan harus diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi
hipovolemia mengembalikan tekanan darah dan urin output yang memuaskan.

b. Antibiotik

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.


Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya
setelah hasil kultur keluar, Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena
bakteremia akan berkembang selama operasi.

c. Oksigenasi

Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor dengan
pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA.
d. Pemasangan NGT Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya
pneumonia aspirasi

e. Nutrisi Parenteral

f. Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dun juga anti muntah.

2. Definitif / Pembedahan

a. Preoperatif Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus


mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah antara lain:

a) Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerma.

b) pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

c) Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.

d) pemberian terapi cairan melalui LV

e) Pemberian antibiotic

b. Tindakan Operatif

Terapi bedah pada peritonitis antara lain:

a) Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas
dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.

b) •Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning, kain


kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis Debridemen : mengambil jaringan yang
nekrosis.

c) Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin

d) •Irigasi kontinyu pasca operasi

3. Laparotomi

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan
jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis
terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan
untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. Pemberian
antibiotik diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis
generalisata.

Re-laparotomi sangat penting terutania pada penderita dengan SP yang parah yang
dengan dilakukan laparotomi pertama terus mengalami perburukan atau jatuh ke dalam
keadaan sepsis.

4. Laparoskopi

Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan perforasi ulkus
duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus perforasi kolon, tetapi lebih sering
dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada penderita dengan syok dan ileus

5. peritoneum dan Drainase

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptik maupun antibiotik (tetrasiklin, povidone
iodine) tidak dianjurkan karena akan menyebabkan terjadinya adesi. Antibioyik diberikan
secara parenteral akan mencapai level bakterisidal dalam cairan peritoneum. Setelah
lavase selsai dilakukan dilakukan aspirasi seluruh cairan dalam rongga abdomen karena
akan menghambat mekanisme defens lokal. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya
tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segeru akan terisolasi'terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus- menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

6. Terapi post-operatif Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik
dalam hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah. Pemberian antibiotik
dilanjutkan 10 14 hari post operasi, tergantung pada tingkat keparahan peritonitis. (LNG)
Oral-feeding. diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau
tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam
rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara keschatannya seoptimal mungkin.
Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan
dinamis (Nursalam, 2001:2) Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan
satu sama lainnya dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Penkajian keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status keschatan klien (Nursalam, 2001:17)

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien,


kemampuan klien untuk mengekola kesehatan dan perawatannya juga hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)

a. Identitas .

1) Identitas Klien yaitu Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelmain, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no.
medrec, diagnosa medis, alamat klien.

2) Identitas Penanggungjawab yaitu Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan,


pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat,

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama : Merupakan keluhan klien saat dilakukan pengkajian

2) Riwayat Kesehatan Sekarang : Mengungkapkan keluhan yang paling sering


dirasakan oleh klien saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST.
metode ini meliputi hal-hal

P: Provokatif / paliatif, yaitu apa yang membuat terjadinya timbulnya keluhan,


hal-hal apa yang memperingan dan memperberat keadaan atau keluhan klien
tersebut yang dikemabangkan dari keluhan utama.
Q: Quality/ Quantity, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya, berapa
sering terjadinya

R: Regional/ Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apakah


juga penyebaran ke area lain, daerah atau area penyebarannya.

S: Severity of Scale, intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan,


sedang, dan berat.

T: Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa sering


dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap, apakah keluhan berulang-ulang,
bila berulang dalam selang waktu berawal lama hal itu untuk menetukan waktu
dan durasi.

3) Riwayat Keschatan Dahulu Menggambarkan penyakit yang permah diderita


maupun yang sedang diderita dan riwayat pengobatannya.

4) Kesehatan Keluarga Bertujuan untuk mengetahui adanya riwayat penyakit yang


dapat diturunkan dan bagaiman perawatannya. Selain itu dikaji adanya anggota
keluarga yang mengidap penyakit jantung, stroke, dan infeksi serta penyakit
menular.

c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem Pernapasan : Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal

2) Sistem Kardiovaskuler : Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis

3) Sistem Pencemaan : Kaji adanya abdomen yang buncit, mengkilap. kemerahan


sekitar umbilikus serta edema yang biasanya terlihat didaerah punggung dan
genetalia. Bising usus melemah atau menghilang. Nyeri dan kekakuan pada
abdomen, anorexia, tidak bisa BAB dan flatus, emesis fecal. Pada foto polos
abdomen didapatkan gambaran udara kabur dan tidak merata serta penebalan
dinding usus.

4) Sistem Endokrin : Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai
peritonitis, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.

5) Sistem Genitourinaria : Biasanya pasien dengan peritonitis post LE akan


mengalami oliguri

6) Muskuloskeletal : Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai
peritonitis, Kaji ROM, kekuatan otot, dan refleks
7) Integumen : Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai
peritonitis. Kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan subu tubuh

8) Persarafan : Kaji fungsi serebral dan kranial klien

d. Pola Aktivitas Sehari-hari yaitu Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit
dan sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istiralat tidur,
aktivitas dan gaya hidup.

e. Data Psikologi yaitu Perlu dikaji tentang tanggapan klien terhadap penyakitnya apakah
ada perasaan khawatir, cemas, takut, konsep diri menurun atau body image menurun
serta ketidakmampuan koping

f. Data Sosial yaitu Perlu dikaji tentang keyakinan klien tentang kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien terhadap
penyakitnya, bagaiman aktifitas klien selama menjalani perawatan di rumah sakit dan
siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhan.

g. Data Spiritual yaitu Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan
dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan
lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari
interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus,
gangren dan gangguan penglihatan,

2. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut
dengan konsep, teoni dan prinsip yang rekevan untuk membuat kesimpulan dan
menentukan masalah keschatan dan keperawatan klien (Nursalam, 2001:24)

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual
maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis adalah :

1) Risiko infeksi berhubungan dengan Tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat
pertahanan sekunder, prosedur invasif

2) Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan Perpindahan cairan dari


ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia,
demam dan pembatasan masukan cairan

3) Gangguaan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma
jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer
4) Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic,
peningkatan kebutuhan metubolic. mual muntah

5) Gangguan rasa aman cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan. faktor
fisiologis, status hipermetabolik

6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya


informasi

C. Perencanaan keperawatan

Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana perawat dank lien
menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan serangkaian
rencana keperawatan guna menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah keschatan klie
serta mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier,
1991:169)

Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan peritonitis adalah :

DP I Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan
sekunder, prosedur invasif

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Kriteria Evaluasi : proses penyembuhan luka tepat pada waktunya, bebas drainage purulen
atau eritema ; tidak demam

Intervensi Rasional

1. Catat faktor risiko individu, contoh 1. Mempenganuhi pilihan intervensi adanya


trauma abdomen, appendicitis akut syok endotoksin sirkulasi menyebabkan
dialisa peritonial
2. Tanda septic, vasodilatasi, kehilangan
2. Kaji tanda-tanda vital, catat tidak cairan dari sirkulasi dan rendahnya status
membuiknya atau berlanjutnya curah jantung
hipotensi, penurunan tekanan nadi,
takhikardia. demam. takipnea 3. Hipoxsemia, hipotensi dan asidosis dapat
menyebabkan penyimpangan status
3. Catat perubahan status mental mental
bingung, pingsan
4. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah
4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban tanda dini septicemia.Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin, kulit pucat
5. Awasi haluaran urin lembab dan sianosis sebagai tanda syok

6. Pertahankan teknik aseptic ketat. pada 5. Oliguria terjadi akibat penurunan perfusi
perawatan drain abdomen, luka insisi ginjal. toksin dalam sirkulasi
dan sisi invasif. Bersihkan dengan mempengaruhi antibiotic
bethadin atau larutan lain yang tepat
6. Mencegah meluas dan membatasi
7. Observasi drmainage pada luka drain penyebaran organisme infektif
kontaminasi silang
8. Pertahankan teknik steril bila pasien
dipasang kateter, dan berikan 7. Memberikan informasi tentang satatus
perawatan kateter/ kebersihan perineal infeksi
rutin
8. Mencegah penyeburan, menbatasi
9. Batasi pengunjung dan staf sesuai pertumbuhan bakteri pada traktus
kebutuhan. Berikan perlindungan urinarius
isolasi bila diindikasikan
9. Menurunkan risiko terpajan menambah
10. Kolaborasi pemberian antimicrobial infeksi sekunder pada pasien yang
contoh : gentamicin (garamycin): emngalami tekanan immune
amikasin (amiki klindamicin
(eleocin); lapase peritoneal/ IV 10. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob
dan basil acrob gram negative. Lapase
dapat digunakan untuk emmbuang
jaringan nekrotik dan mengobati
inflamasi yang terklokalisasi/ menyebar
dengan buruk

DP II : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d, Perpindahan cairan dari


ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam
dan pembatasan masukan cairan
Tujuan : cairan dan elektrolit dalam batas normal

Kriteria Evaluasi : haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda-tanda vital stabil,
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler meningkat, berat badan
dalam rentang normal

Intervensi Rasional

1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya 1. Membantu dalam evaluasi derajat defisit
hipotensi, takhikardia, takipnea, cairan/ keefektifan penggantian terapi
demam. Ukur CVP bila ada cairan dan respon terhadap pengobatan

2. Pertahankan masukan dan haluaran 2. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan.


yang akurat dan hubungkan dengan Keluaran urin mungkin menurun pada
berat badan harian. Termasuk hipovokemia dan penurunan perfusi
pengukuran perkiraan kehilangan ginjal, tetapi berat badan masih berlaku.
contoh: penghisapan gaster, drain. menunjukkan jaringan edema asites.
balutan. hemovact, keringat, lingkar Kehilangan dari penghisapan gaster
abdomen mungkin besar, dan banyaknya cairan
tertampung pada usus dan area peritoneal
3. Ukur berat jenis urin (asites)
4. Observasi kulit. membrane mukosa 3. Menunjukkan satatus hidrasi dan
untuk kekeringan, turgor. Catat edema perubahan pada fungsi ginjal
perifer/ sacral
4. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan
5. Hilangkan tanda bahaya bau dari kekurangan nutrisi memperburuk turgor
lingkungan. kulit, menambah edema jaringan
6. Ubah posisi dengan sering. berikan 5. Menurunkan rangsangan pada gaster dan
perawatan kulit dengan sering, dan respon muntah
pertahankan tempat tidur kering dan
bebas lipatan pemerikasaan 6. Jaringan edema dan adanya gangguan
laboratorium : Hb, Ht, elektrolit. sirkulasi cenderung merusak kulit

7. Kaji ulang pemeriksaan 7. Memberikan informasi tentang hidrasi.


laboratorium :Hb, Ht, elektrolit protein, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan
albumin, BUN, kreatenin konsekuensi tertentu pada fungsi siastemik
mungk in seba gai akibat dari perpindahan
8. Pertahankan puasa dengan aspirasi cairan, hi[povolemia, hypoxemia, toxin
nasogastrik/ intestinal dalam sirkulasi dan produk jaringan
9. Kolaborasi pemberian plasma/ darah, nekrotik
cairan, elektrolit, diuretic sesuai 8. Menurunkan hiperaktivitas usus dan
indikadi
kehilangan dari diare

9. Mengisi, mempertahankan volume


sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah) membantu
menggerakkan air kedalam area
intarvaskuler dengan meningkaktkan
tekanan osmotic. Diuretic mungkimn
digunakan untuk emmbnatu penmgeluaran
toxin dan meningkatkan dfungsi ginjal

DP III : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan denganAkumulasi cairan dalam rongga
abxdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer

Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria Evaluasi : nyeri hilang terkontrol, skala nyeri berkurang, klien dapat menggunakan
keteram.pilan relaksasi

Intervensi Rasional

1. Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama. 1. Perubahan dalam lokasi intensitas tidak
intensitas (0-5) dan karakteristiknya umum tetapi dapat menunjukkan
(dangkal, tajam, konstan) terjadinya komplikasi. Nyeri cendenung
menjadi konstan, lebih hebat, dan
2. Perrtahankan posisi semifowler sesuai menyebat keatas; nyeri dapat local jika
indikasi tyerjadi abses
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh : 2. Memudahkan drainage cairan/ luka karena
pijatan punggung, nafas dalam, latihan gravitasi dan m,em,bantu meniminalkan
relaksasi/ visualisasi nyeri kaarena gerakann
4. Kolaborasi pemberian obat indikasi : 3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin
analgesic, sesuai narkotik meningkatkan kemampuan koping pasien

4. Menurunkan laju metabolic dan iritasi usu


karena tok sin sirkulasi/ local, yang
membatu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
ĐP IV: Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic,
peningkatan kebutuhan metabolie, mual muntah

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria Evaluasi : porsi makan habis, berat badan tetap atau naik

Intervensi Rasional

1. Catat adanya muntah/ diare 1. Muntah dan diare diduga adanya obstruksi
usus dan memerlukan evaluasi lebih lanjut
2. Auskultasi bising usus Inflamasi usus dapat menyertai
3. Ukur lingkar abdomen 2. hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air
4. Timbang berat badan dengan teratur dan diare

5. Kaji abdomen terhadap adanya bising 3. Memberikan bukti kuantitas perubahan


normal dan Snsn kelancaran flatus gaster/ usus dan atau akumulasi asites

6. Kolaborasi dalam pemberian diet sesuai 4. Kehilangan / peningkatan dini


toleransi, contoh cairan jernih sampai menunjukkan penibahan hidrasi tetapi
lembut kehilangan lanjut dichuga ada deficit
nutrisi

5. Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke


normal dan kemampuan untuk
memulaimasukan per oral

6. Kemajuan diet yang hati-hati saat


masukan nutrisis dimulai lagi menurunkan
resiko iritasi gaster

DP V: Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor
fisiologis, status hipermetabolik

Tujuan : rasa aman klien terpenuhi

Kriteria Evaluasi : klien tampak rileks, cemas berkurang.

Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas/cemas, catat 1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri
respon verbal dan non verbal pasien. hebat, meningkatkan perasaan sakit
Dorong ekspresi bebasakan emosi
2. Mengetahui apa yang diharmapkan dapat
2. Berikan informasi tentang penyakit menununkan ansietas
dan antisipasi tindakan
3. Membatasi kelemahan, menghemat
3. Jadwalkan istirahat adekuat energi dan dapat meningkat kan
kemampuan koping

DP VI : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d, Kurangnya


informasi

Tujuan pengetahuan klien bertambah

Kriteria Evaluasi : klien menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan, klien
mengidentifikasi hubungan, tanda gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan
gejala dengan factor penyebab

Intervensi Rasional

1. Kaji ulang proses penyakit dasr dan 1. Memberikan dasar pengetahuan pada
harapan untuk sembuh pasien yang memungkinkan membuat
pilihan berdasarkan informasi
2. Diskusikan program pengobatan,
jadwal dan kemungkinan efek 2. Antibiotic dapat dilanjutkan setelah
samping pulang tergantung pada lamanya dirawat

3. Anjurkan melakukan aktifitas 3. Mencegah kelemahan, meningkatkan


biasanya secara bertahap sesuai perasaan sehat
toleransi
4. Menghindari penekanan intra abdomen
4. Kaji ulang pembatasan aktifitas: yang tidak perlu dan legangan otot
hindari mengangkat beban,
konstipasi 5. Menurunkan. resiko kontaminasi

5. Lakukan penggantian balutan secara 6. Pengenalan dini dan pengobatan


aseptic terjadinya komplikasi dapat mencegah
penyakit/cidera serius
6. Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik:
berulangnya nyeri/ distensi
abdomen, muntah. menggigil,
demam, atau adnya. drainase
purulen, bengkak eritema pada insisi
bedah

D. Implementasi Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah titetapkan yang mencakup peningkatan
keschatan, pencegahan penyakit dan pemulihan keschatan. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 :
169)

E. Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intekektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
merandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan
data perlu direvis intuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah
mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/155200465/Peritonitis-LP-Askep-3
https://id.scribd.com/document/360845181/Askep-Peritonitis
https://id.scribd.com/doc/299537796/LP-Peritonitis
https://id.scribd.com/document/394671026/Lp-Peritonitis

Anda mungkin juga menyukai