Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya
disebabkan oleh adanya kecelakaan yang timbul secara langsung. Fraktur
mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh
wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani
dengan benar.

B. Etilogi
Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya
suatu fraktur pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan
impak adalah lebih besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya
(Nahum, 1995). Meskipun demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi
dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya.
Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas,
kecelakaan industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga,
mabuk dan perkelahian atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of
Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat
kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-lintas, 12%
akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4%
karena sebab patologi.

C. Patofisiologi
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
1. Osteoporosis imperfekta
2. · Osteoporosis
3. · Penyakit metabolik

Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh


dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan)
D. Anatomi
Fungsi tulang-tulang wajah sangat penting untuk melindungi organ
penting dalam kepala kita seperti otak, mata, organ penciuman dan
pendengaran termasuk organ pencernaan seperti gigi-geligi dan rongga
mulut. Jaringan mandibula tersusun atas jaringan lunak dan tulang.
Mandibula tersusun dari tiga bagian terlemah yaitu area geraham, rongga
taring, dan condyle.
Mandibula diinervasi melalui foramen ovale, alveolar inferior
menginervasi melalui foramen mandibula, dental plexus inferior, lalu
nervus mentale melewati foramen mentale. Suplai arteri diperoleh dari
arteri maxillaris internal yang berasal dari carotic eksternal, arteri alveolar
inferior melalui foramen mandibular, arteri mentale melalui foramen
mentale

E. Tanda dan Gejala


Nyeri hebat di tempat fraktur
1. Tak mampu menggerakkan dagu bawah
2. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas
Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi
rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang
bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal
pada rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang.
Pembangkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi fraktur
pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat
pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi
yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur,
discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan,
terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut,
hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal
mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek “self
cleansing” karena gangguan fungsi pengunyahan, kelumpuhan dari bibir
bawah, akibat terjadinya fraktur di bawah nervus alveolaris

F. Pemeriksaan Diagnostic
1. X.ray
2. Bone scans, tomogram, atau mri scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. Cct kalau banyak kerusakan otot.

G. Klasifikasi Fraktur
Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara
praktis dapat dikelompokkan menjadi (Armis, dr) :
1. Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur

a. Fraktur traumatik
1) Trauma langsung (direk)
Trauma itersebut langsung mengenai anggota tubuh
penderita. Contohnya seperti pada antebrakhii yang
menahan serangan pukulan dari lawan yang
mengakibatkan terjadinya fraktur pada ulna atau kedua
tulang tersebut (radius dan ulna).
2) Trauma tidak langsung (indirek)
Terjadi seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan
menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat fraktur
kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan
melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa
gaya berputar, pembengkokan (bending) atau kombinasi
pembengkokan dengan kompresi yang berakibat fraktur
butterfly, maupun kombinasi gaya berputar,
pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik
dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi
akibat tarikan otot seperti fraktur patela karena kontraksi
quadrisep yang mendadak.
b. Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang
mengakibatkan tulang menjadi lemah. Contohnya pada
fraktur fibula pada olahragawan.
c. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang
mengakibatkan tulang tersebut rapuh dan lemah. Biasanya
fraktur terjadi spontan. Penyebab fraktur patologi adalah :
1) Umum (general)
Tumor dissemineted (myelomatosis), osteoporosis
penyakit metabolis seperti : ricket dan ostoemalasia,
adrenal hiperkortikolisme atau terapi kortikosteroid
yang lama, hiperparatiroidisme, penyakit paget dan
kondisi neuropati seperti sipilis dan siringomelia,
osteogenesis imperfekta.
2) Lokal
Tumor sekunder seperti : tumor mammae, prostat,
tiroid, ginjal dan paru-paru. Tumor ganas primer
pada tulang, tumor jinak pada tulang, hiperemi dan
infektif dekalsifikasi seperti osteitis misalnya :

2. Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya

a. Fraktur simpel
Disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di sekeliling
fraktur sehat dan tidak sobek.
b. Fraktur terbuka
Kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan
berpotensi untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat
berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak steril
seperti rongga mulut
c.  Fraktur komplikasi
Fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan
atau struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ
visera atau sendi.

3. Menurut Bentuk Fraktur

a. Fraktur komplit
Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau
lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral.
Kelainan ini dapat menggambarkan arah trauma dan
menentukan fraktur stabil atau unstabile.
b. Fraktur inkomplit
Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih
saling tertancap.
c. Fraktur komunitif
Fraktu yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
d.  Fraktur kompresi
Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.
Tersebut diatas merupakan klasifikasi fraktur secara umum.
Sedangkan klasifikasi fraktur mandibula diantaranya
adalah:

1) Menunjukkan regio-regio pada mandibula 

2) Menunjukkan frekuensi fraktur di masing-msing


regio tersebut frekuensi terjadinya fraktur pada
mandibula adalah : 2% pada regio koronoid, 36%
pada regio kondilus, 3% pada regio ramus, 20%
pada regio angulus, 21% pada regio korpus,12%
pada regio simfisis, 3% pada regio alveolus.
3) Berdasarkan ada tidaknya gigi

Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting


diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang
akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan
fraktur dapat dilakukan dengan jalan pengikatan
gigi dengan menggunakan kawat. Penjelasan
gambar tentang klasifikasi fraktur di atas :

a) Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi


fraktur, penanganan pada fraktur kelas 1 ini
dapat melalui interdental wiring (memasang
kawat pada gigi)

b) Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di


salah satu fraktur

c) Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di


kedua sisi fraktur, pada keadaan ini dilakukn
melalui open reduction, kemudian
dipasangkan plate and screw, atau bisa juga
dengan cara intermaxillary fixation.

4) Berdasarkan tipe fraktur mandibula:


a) Simple
b) Greenstick
c) Comminuted
d) Class I
e) Class II
f) Class III
Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat
digolongkan menjadi :

1. Fraktur Unilateral

Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari
satu fraktur yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila
hal ini terjadi, sering didapatkan pemindahan frakmen secara nyata.
Suatu fraktur korpus mandibula unilateral sering terjadi

2. Fraktur Bilateral

Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara


kecelakaan langsung dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya
akibat mekanisme yang menyangkut angulus dan bagian leher
kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan angulus
yang berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsungdan tidak
langsung dapat menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada
umumnya fraktur ini terjadi karena trauma tepat mengenai titik
tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada simpisis dan kedua
kondilus.
4. Fraktur Berkeping-keping (Comminuted)
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh kecelakaan langsung
yang cukup keras pada daerah fraktur, seperti pada kasus
kecelakaan terkena peluru saat perang. Dalam sehari-hari, fraktur
ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis. Fraktur yang
disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan. Kadang
fraktur pada prosesus koronoid terjadi karena adanya kontraksi
refleks yang datang sekonyong-konyong mungkin juga menjadi
penyebab terjadinya fraktur pada leherkondilar.
Oikarinen dan Malstrom (1969), dalam serangkaian 600 fraktur
mandibula menemukan 49,1% fraktur tunggal, 39,9% mempunyai dua
fraktur, 9,4% mempunyai tiga fraktur, 1,2% mempunyai empat fraktur,
dan 0,4% mempunyai lebih dari empat fraktur.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerahf raktur.
2. Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan
Asbarg)

I. Rencana Asuhan Keperawatan

A.Pengkajian

1. Pengkajian primer:

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan


sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya


pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap


lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder

a. Aktivitas/istirahat

 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena


 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi

 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)


 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori

 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan

 nyeri tiba-tiba saat cidera


 spasme/ kram otot
e. Keamanan

 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal
Diagnosa keperawatan, tujuan, intervensi.

No Diagnosa Tujuan Intervensi


. Keperawatan
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan 1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
Agen cidera tindakan
2. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan
fisik keperawatan
(Nanda, 2013) selama 1x20 menit tirah baring
nyeri berkurang
3. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan
atau hilang
dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
KH:
4. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
Klien Mengatakan
nyerinya berkurang 5. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress,
atau hilang
contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
Skala nyeri (0-1)
visualisasi, sentuhan
6. Observasi tanda-tanda vital

7. Kolaborasi : pemberian analgetik

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap
Integritas tindakan
tanda infeksi atau drainae
Jaringan b/d keperawatan
Faktor selama 1 x60 menit 2. Monitor suhu tubuh
mekanik integritas kulit yang
(misal:koyakan baik tetap terjaga
/robekan)
(Nanda, 2013) KH:
3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah
Klien mengatakan
badannya bugar tulang yang menonjol
Luka tampak bersih
4. Lakukan alih posisi dengan sering,
5. Pertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan
bebas kerutan
6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol

7. Kolaborasi pemberian antibiotik.


3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Volume Cairan tindakan
Dalam Tubuh keperawatan 2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
b/d selama 1 x 6 jam,
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik)
hilangannya masalah
volume cairan kekurangan volume 3. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
secara aktif cairan dalam tubuh
4. Tawarkan minuman/makanan ringan (snack, jus
(Nanda, 2013) teratasi
buah, buah segar )
KH:
1. Mempertahankan
urine output
sesuai dengan
usia dan BB, BJ
urine normal, HT
normal
2. Te
kanan darah,
nadi, suhu tubuh
dalam batas
normal
3. Tid
ak ada tanda
tanda dehidrasi,
Elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan

4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign


perfusi tindakan
2. Monitor adanya daerah yg hanya peka terhadap
jaringan b/d keperawatan
rasa nyeri selama 1xshift panas/dingin/tajam/tumpul
(Nanda, 2013) status sirkulasi baik
3. Observasi kulit
KH:
TTV dalam batas
4. Batasi gerakan pada rahang
normal
5. Kolaborasi pemberian analgetik

5 Defisit Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan pasien untuk makan


perawatan diri tindakan
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman
makan b/d keperawatan
gangguan selama 1x30 menit 3. Atur posisi pasien senyaman mungkin sebelum
muskuloskeleta ADL klien
memberi makan
l terpenuhi 4. Berikan alat bantu untuk makan, mis: sedotan,
(Nanda, 2013)
sendok.
KH:
Klien mengatakan 5. Berikan makanan sesuai anjuran
bisa makan
Klien tampak bisa
makan

J. Pathway (Pohon Masalah)

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR MANDIBULA
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang
Nyeri
Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler
Kerusakan
integritas putus vena/arteri tekanan kapiler reaksi stres klien
deformitasjaringan

perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin


gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
syok hipovolemik
Defisit edema bergab dg trombosit
perawatan diri Kekurangan
makan Volume Cairan penekanan pembuluh darah emboli
Dalam Tubuh
penurunan perfusi jaringan menyumbat pembuluh darah

Gangguan perfusi jaringan


DAFTAR PUSTAKA

Armis, dr., TRAUMA SISTEMA MUSKULOSKELETAL, FK-UGM,


Yogyakarta.
Grabb & Smith’s, 1997, PLASTIC SURGERY, Fifth Edition, Lippincott-
Raven, Philadelphia, New York.
Putz & Pabst, 2000, ATLAS ANATOMI MANUSIA SOBOTA, Jilid 1,
Edisi 21, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong, 2005, BUKU AJAR ILMU BEDAH,
Edisi 2, EGC, Jakarta.
http://content.nejm.org/cgi/reprint/358/5/512.pdf
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0103-
64402006000300013

Anda mungkin juga menyukai