Anda di halaman 1dari 13

Episode 1

#3M (Memperhatikan, Mengkaji, Menyampaikan)


FILOSOFI SENTER | Menjadi manusia yang bermanfaat

Latar Belakang: (tidak ditampilkan dalam video)


Siang hari lalu,
di tengah teriknya matahari,
teman saya mengajak saya untuk
membeli kelapa muda di depan tempat kerja kami.
“ndegan yuh bro”
“kelapa muda yuk bro”
begitu katanya.
Dan tanpa pikir panjang sayapun langsung menyetujuinya,
“ayuh meluncur”
“yuk kesana”
Setelah itu,
kamipun pergi kesana dan membeli kelapa muda.
Kemudian,
seperti orang-orang pada umumnya,
kami berdua menikmati kelapa muda itu
sambil bercerita tentang banyak hal.
Nah,
setelah beberapa saat,
Bapak penjual kelapa muda datang menghampiri,
dan ikut bergabung dalam obrolan kami.
Awalnya obrolan berjalan dengan ringan,
seperti,
“kerja di situ mas?”
“saged tambah es mboten nggih pak?”
“bisa tambah es ga ya pak?”
“rumahnya dimana mas?”
dan lain sebagainya.
Sampai kemudian akhirnya mengalir jauh lebih dalam.
Hampir 3 jam kami mengobrol.
Tidak terasa sore hari tiba,
dan kamipun harus segera pulang.
Sesampainya di rumah,
saya langsung terngiang-ngiang oleh
salah satu nasihat bapak penjual kelapa muda tadi
yang bagi saya sangat menginspirasi,
dan menggerakan saya untuk menerapkannya
dalam kehidupan saya.
nasihat itu adalah tentang
“FILOSOFI SENTER”
Saya yakin ini akan menjadi referensi baru kalian
dalam menjalani kehidupan.
Lalu,
apa dan bagaimana filosofi senter itu?
Pentingkah untuk kita ketahui?
Simak video ini sampai akhir!

Perkenalan Diri: (tidak ditampilkan dalam video)


Halo!
Nama saya Ilham.
Saya adalah seorang *tuuut*

Perkenalan Channel: (tidak ditampilkan dalam video)


Selamat datang di kanal ini.
Disini saya akan mencoba menyampaikan kepada kalian
tentang apa yang saya pelajari.
Baik dari orang yang terpandang,
atau bahkan orang yang terbuang,
sampai rumput yang bergoyang.
Intinya dari siapa saja,
dari apa saja,
kalau itu ada manfaatnya,
akan saya bahas disini.
Dan segmen ini akan saya beri nama 3M,
“Memperhatikan,
Mengkaji,
Menyampaikan”
Jadi,
apapun yang saya lihat,
saya dengarkan,
saya dapatkan,
akan saya kaji dan riset ulang,
setelah itu saya sampaikan kepada kalian semuanya.
Dan pada episode kali ini,
Saya akan sampaikan apa yang saya dapatkan
dari seorang bapak penjual kelapa muda.
Ayo kita mulai!

BAB I - Latar Belakang Bapak Penjual Kelapa Muda


Sebelum kita masuk lebih dalam tentang filosofi senter,
saya akan sedikit ceritakan
latar belakang bapak penjual kelapa muda tadi.
Seseorang yang sangat sederhana,
namun memiliki pengalaman dan wawasan yang luas.
Selain berjualan kelapa muda,
beliau juga berjualan tanaman.
Jadi,
sembari kami menyegarkan dahaga
dengan minum kelapa muda,
kami juga menyegarkan mata
melihat tanaman-tanaman yang beliau jual.
“nikmat sekali”
Tapi,
jauh sebelum itu,
ternyata banyak pekerjaan yang sudah beliau jalani,
banyak juga tempat yang sudah beliau kunjungi,
dari ujung timur sampai ujung barat.
Entah itu dalam rangka bekerja,
atau untuk sengaja mencari ilmu.
Perjalanan hidup beliau memang banyak dihabiskan
untuk berkelana dan mencari ilmu.
Beliau juga sempat berkata
sambil bercanda kepada saya,
“nek misal dalan uripku digawe skeneraio,
ndean wis ngungkuli film angling dharma lo mas hahaha”
“kalau perjalanan hidup saya dibuat skenario,
mungkin sudah melebihi film angling dharma loh mas hahaha”
begitu katanya.
Dan pertemuan yang tidak disengaja itu
menghasilkan banyak sekali obrolan yang menarik.
Salah satunya yang akan kita bahas dalam video ini,
yaitu,
filosofi senter.
Dan setelah saya riset di internet,
mencari jurnal, kutipan, pendapat, artikel,
ataupun yang lainnya tentang topik ini,
saya menemukan memang ada
beberapa filosofi tentang senter.
Ada yang mengibaratkan senter seperti manusia,
ada yang mengibaratkan senter seperti ibadah,
dan ada juga yang mengibaratkan senter seperti yang lainnya.
Tapi merujuk dari obrolan saya
dengan bapak penjual kelapa muda tadi,
bagi beliau,
senter diibaratkan seperti seorang manusia.
Oleh karena itu filosofi inilah
yang akan saya bahas dalam video ini.
Tentunya ada sedikit perbedaan
perumpamaan bagian-bagian senter
antara bapak penjual kelapa muda tadi
dan hasil riset yang saya temukan di internet,
namun maksud dan tujuan utama keduanya tetap sama.
Jadi,
inilah filosofinya.

BAB II - Filosofi Senter


Di tengah obrolan yang sedang terjadi waktu itu,
bapak penjual kelapa muda bertanya,
“mas ngerti senter?”
“mas tahu senter?”
Lalu saya jawab,
“nggih ngertos pak, pripun nggih?”
“ya tahu pak, kenapa ya?”
Dan kemudian beliau melanjutkan pertanyaannya,
“nek ragangane apik, trus batrene kebek,
tapi bohlame rusak, kira-kira sentere murub ora ya mas?”
“kalau rangkanya bagus, trus baterainya penuh,
tapi bola lampunya rusak, kira-kira senternya hidup ga ya mas?”
Pertanyaan yang cukup mengagetkan saya waktu itu,
tapi langsung saya jawab secara spontan,
“mboten pak”
“ga pak”
Dan setelah itu beliau berkata seperti ini,
“senter kwe ibarat menungsa,
percuma awake gagah, raine ganteng, uteke pinter,
tapi nek atine elek, ya ora migunani”
“senter itu ibarat manusia,
percuma badannya gagah, mukanya tampan, otaknya pintar,
tapi kalau hatinya jelek, ya ga bermanfaat”
Belum sampai saya merespon,
kemudian beliau menyusulinya dengan sebuah nasihat,
“siki kan akeh wong ketone pinter-pinter,
gagah-gagah,
tapi pada ora nduwe ati,
ndeleng wong ora nduwe,
ya meneng bae,
la kye kena dadi pelajaran nggo mas ilham,
ben bisa nduwe ati sing padang,
nek weruh dulure,
apa tanggane,
apa bakul cilok,
apa tukang mbecak,
ya wong-wong sing lagi pada kangelen,
nek bisa ngrewangi ya direwangi”
“sekarang kan banyak orang kelihatannya pintar-pintar,
gagah-gagah
tapi banyak yang ga punya hati,
melihat orang ga punya,
ya diam saja,
nah ini bisa jad pelajaran untuk mas ilham,
agar bisa punya hati yang lapang,
kalau melihat saudaranya,
atau tetangganya,
atau penjual cilok,
atau tukang becak,
intinya orang-orang yang sedang mengalami kesusahan,
kalau bisa membantu ya dibantu”
Seketika itu saya merasa tertampar lur.
[backdound: suara tamparan, plak]
Di satu sisi saya sadar,
Terkadang saya masih sering mengabaikan
orang-orang di sekitar saya.
Tapi di sisi lain,
saya ingin sekali bisa seperti itu,
punya hati yang lapang,
dan membantu banyak orang.
Oleh karena itu,
kemudian saya jawab,
“nggih pak bismillah,
mugi-mugi kulo saged kados niku,
maturnuwun nggih pak”
“Iya pak bismillah,
semoga saya bisa seperti itu,
terima kasih ya pak”
Setelah itu,
obrolanpun mengalir semakin lebar
dan nasihat-nasihat yang lain
satu per satu juga bermunculan.
Dan seperti yang saya sampaikan tadi di awal,
sesampainya saya di rumah,
saya masih terngiang-ngiang dengan
filosofi senter yang tadi dijelaskan oleh beliau.
Ada rasa takjub,
tapi juga ada rasa penasaran.
Apakah maksud yang ingin disampaikan beliau
sudah sepenuhnya saya pahami?
Atau jangan-jangan,
saya masih belum menerimanya dengan baik?
Karena dalam benak saya masih muncul pertanyaan,
“kalau baterainya yang rusak kan sama aja ga nyala?”
Akhirnya,
sayapun mencoba untuk menggali lebih dalam
melalui referensi-referensi yang saya jelaskan tadi.
Ada beberapa jurnal, kutipan, dan pendapat
tentang topik ini yang saya baca.
Tapi saya tertarik dengan salah satu artikel
yang ditulis oleh Dul Kamid sekitar 12 tahun yang lalu,
tepatnya tanggal 8 Januari 2009.
Kalian bisa cek artikelnya di deskripsi.
Sedikit berbeda dengan bapak penjual kelapa muda tadi,
Dul Kamid mengibaratkan senter menjadi 4 bagian.
Bagian pertama adalah rangka.
Sama seperti bapak penjual kelapa muda tadi,
Rangka diibaratkan juga seperti badan manusia.
Ada banyak variasinya.
Mulai dari warna, bahan, bentuk, dan lainnya.
Namun secara garis besar,
fungsi rangka atau badan ini adalah sebagai
wadah atau tempat sekaligus pelindung dari
bagian-bagian atau organ-organ yang lain.
Kemudian,
bagian kedua adalah kabel.
Kabel ini diibaratkan seperti panca indra.
Peran kabel dalam senter tidak bisa dianggap remeh,
dia menghubungkan antara baterai dengan bola lampu,
sehingga membuat senter bisa menyala.
Begitupun juga dengan panca indra,
ada mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit
yang menghubungkan antara hati dan otak kita,
sehingga membuat manusia bisa melakukan sesuatu.
Contoh sederhananya seperti saat kita melihat kakek tua renta
yang sedang berjualan koran di pinggir jalan.
Bisa jadi sebelumnya,
kita tidak punya keinginan untuk membantunya,
tapi setelah kita melihatnya,
kemudian merasa iba,
dan membayangkan kalau kita ada di posisinya,
barulah muncul niat,
dan akhirnya membantunya.
Selanjutnya,
bagian ketiga adalah bola lampu.
Sedikit berbeda dengan bapak penjual kelapa muda tadi,
Dul Kamid mengibaratkan bola lampu ini justru seperti otak.
Sedangkan hati diibaratkan sebagai baterai.
Lalu,
bagaimana analoginya?
BAB III - Sinergi
Dul Kamid disini lebih menitikberatkan pada
hubungan kerjasama antar masing-masing bagian.
Yang diperlukan agar senter bisa menyala dengan baik,
atau manusia bisa bermanfaat untuk semuanya,
adalah sinergi dari keempat bagian tersebut.
Mulai dari rangka yang kokoh,
sehingga membuat senter lebih awet dan terlindungi.
Kemudian baterai dengan daya penuh
yang menyimpan banyak energi,
dihubungkan dengan baik oleh kabel-kabel
dengan bola lampu yang terang,
maka akan membuat senter menyala dengan
maksimal.
Begitupun juga dengan manusia.
Dengan badan yang sehat dan kuat,
membuat manusia memiliki kesempatan lebih banyak
untuk melakukan kebaikan.
“Mens Sana In Corpore Sano”
Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Mungkin pepatah itu cocok untuk perumpamaan ini.
Kemudian juga didasari dengan hati yang baik dan tulus,
dihubungkan melalui panca indra
dengan otak atau pikiran yang memiliki banyak pengetahuan,
maka akan menjadikan kita sebagai manusia seutuhnya,
yang bisa memberikan banyak manfaat
untuk semuanya secara maksimal.
Bagi Dul Kamid tidak ada yang paling penting
atau tidak penting diantara keempatnya,
semuanya saling membutuhkan.
Dan kalau salah satunya tidak ada,
atau tidak dalam kondisi yang baik,
maka akan mempengaruhi kualitas penerangan senter.
Begitupun juga dengan manusia,
Kita juga harus adil dalam mengelola keempat unsur tersebut,
tubuh kita,
panca indra kita,
otak kita,
dan hati kita.
Semua itu harus kita jaga,
agar bisa bersinergi
dan membuat kita menjadi manusia seutuhnya,
yang bisa memberikan banyak manfaat
untuk semuanya secara maksimal.

BAB IV - Kesimpulan
Sebelumnya terima kasih banyak ya lur,
yang sampai sejauh ini masih tetap menonton video ini.
Semoga tidak diskip-skip ya,
agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Dan akhirnya sekarang,
kita berada di penghujung acara,
yaitu kesimpulan.
Lalu,
apa kesimpulannya?
Saya mungkin tidak tau maksud sebenarnya
dari bapak penjual kelapa muda tadi
tentang filosofi senter ini,
apakah beliau menitikberatkan pada
hati yang harus diutamakan,
atau sebenarnya,
sama seperti yang Dul Kamid sampaikan,
yaitu yang paling penting adalah sinergi,
atau kerjasama antar semua bagian.
Tapi yang jelas esensinya di sini,
baik menurut bapak penjual kelapa muda
ataupun Dul Kamid,
semuanya sepakat bahwa filosofi senter ini
bisa dijadikan pembelajaran untuk kita semua
agar kita bisa menjadi manusia seutuhnya,
yang memberikan manfaat untuk semuanya.

Penutup: (tidak ditampilkan dalam video)


Bagaimana menurut kalian?
Kalau kalian punya pendapat lain,
atau mungkin juga ada cerita
dan filosofi-filosofi yang lain,
mari kita diskusikan di kolom komentar.
Dan kalau kalian berkenan,
kalian bisa bagikan video ini kepada siapapun,
khususnya orang-orang terdekat,
agar manfaatnya bisa terus mengalir.
Bisa jadi orang yang kalian bagikan itu
menerapkan dan menjalankannya dengan baik.
Sehingga bisa dinilai sebagai kebaikan kalian.
Tapi sebelumnya,
kalian bisa cari sendiri referensi-referensi
yang lain tentang filosofi ini
agar kalian bisa semakin yakin dan mantap
dalam menjalaninya ataupun membagikannya.
Barangkali juga dalam proses pencarian tersebut,
Kalian mendapatkan informasi penting lainnya
yang bermanfaat bagi kalian semua.
Oke!
Saya rasa cukup.
Mohon maaf kalau banyak kekurangan.
Sekian,
semoga bermanfaat.
Sampai jumpa di video selanjutnya.
Terima kasih.

Kawunganten, 28 Agustus 2021

Sumber rujukan:
1. Bapak penjual kelapa muda
2. Kamid, Dul. Falsafah Lampu Senter. 2009 (link)
3. Dll
4. Dll
5. Dll

Anda mungkin juga menyukai