Anda di halaman 1dari 40

FKH Kegiatan Ekstramural Tanggal Pelaksanaan

522 Kesehatan Sapi (05/04/2021 -01/05/2021)

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN


PELAYANAN KESEHATAN KLINIK DAN REPRODUKSI SAPI PERAH
DI WILAYAH KOPERASI PETERNAK SAPI BANDUNG UTARA
(KPSBU) LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

Disusun oleh:

Nurannisa Wijayanti Kusuma Dewi, SKH B0901201012

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Kegiatan Ekstramural Tanggal Pelaksanaan


FKH 522
Kesehatan Sapi (05/04/2021 -01/05/2021)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Laporan Praktik Kerja Lapangan Pelayanan Kesehatan


Klinik dan Reproduksi Sapi Perah di Wilayah Koperasi
Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Nama (NIM) : Nurannisa Wijayanti Kusuma Dewi, SKH (B0901201012)

Disetujui oleh

Pembimbing Divisi Klinik dan Penyakit Dalam FKH IPB

Drh Agus Wijaya, MSc, PhD ....................


NIP 19610820 198703 1 001

Pembimbing Divisi Reproduksi dan Kebidanan FKH IPB

Dr Drh Yudi, Msi


NIP 19740206 19903 1 101 .....................

Diketahui oleh
Koordinator Mata Kuliah
Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi

Drh Amrozi, PhD .......................


NIP 19700721 199512 1 001

Wakil Dekan FKH IPB


Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Prof drh Ni Wayan Kurniani Karja, MP, PhD .........................


NIP 19690207 199601 2 001
Tanggal Pengesahan:
I

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktik Kerja Lapangan di
Wilayah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan
yang penulis lakukan pada tanggal 5 April – 1 Mei 2021. Penulis ucapkan terima
kasih atas bimbingan, saran, serta masukan kepada pihak-pihak yang membantu
penulis selama kegiatan hingga menyelesaikan laporan ini, yaitu kepada:
1. Drh Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D dan Dr Drh Yudi, MSi selaku Dosen
Pembimbing kegiatan Praktik Kerja Lapang Kesehatan Sapi Program PPDH
FKH IPB atas bimbingan dan arahannya.
2. Drs. Dedi Setiadi SP, selaku pimpinan yang telah mengizinkan pelaksanaan
kegiatan praktik kerja lapangan di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Lembang
3. Drh Fathul Bari selaku pembimbing PKL di lapang yang telah memberikan
bimbingan serta bantuannya selama kegiatan praktik kerja lapangan di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
4. Drh Iyus S, Drh Asep Suwandi, Drh Rukmana, serta seluruh pertugas
paramedik yang telah memberikan ilmu pengetahuan, masukan dan
pelatihan selama praktik kerja lapangan di Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara (KPSBU) Lembang
5. Haudina Rahma Kladia, Bella Dinar Fauqi, Arif Yahya, dan Ilham
Maulidandi, selaku teman satu kelompok kegiatan praktek kerja lapangan di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari laporan Praktik Kerja


Lapangan ini. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membaca.

Bandung, Juli 2021

Nurannisa Wijayanti Kusuma Dewi, SKH


II
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI III
DAFTAR GAMBAR IV
DAFTAR TABEL IV
DAFTAR LAMPIRAN IV
PENDAHULAN 5
Latar Belakang 5
Tujuan Kegiatan 6
Manfaat Kegiatan 6
PELAKSANAAN KEGIATAN 6
Tempat dan Waktu 6
Metode Pelaksanaan 6
PELAYANAN KASUS KLINIK 7
Mastitis Klinis 7
PELAYANAN BIDANG REPRODUKSI 10
Pelayanan Inseminasi Buatan dan Pemeriksaan Kebuntingan 10
Pelayanan Inseminasi Buatan 10
Pemeriksaan Kebuntingan 13
Pelayanan Prepartus dan Postpartus 16
Pelayanan Prepartus 16
Pelayanan Postpatus 17
Pelayanan Gangguan Kasus Reproduksi 19
Hipofungsi Ovari 20
Repeat Breeding 22
Mumifikasi 24
SIMPULAN DAN SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 25
4

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rekapitulasi pelayanan IB dan PKb selama praktik kerja 10


lapangan di KPSBU Lembang
Tabel 2 Hasil evaluasi program IB di KPSBU Lembang Maret 2021 13
Tabel 3 Ciri- ciri kebuntingan pada sapi dengan metode palpasi rektal 15
Tabel 4 Rekapitulasi pemeriksaan fisik sapi yang diperiksa 14
kebuntingan selama praktik kerja lapangan di KPSBU
Lembang
Tabel 5 Rekapitulasi layanan pre-partus dan post-partus selama 16
praktik kerja lapangan di KPSBU Lembang
Tabel 6 Rekapitulasi pemeriksaan fisik pelayanan prepartus selama 18
praktik di KPSBU Lembang
Tabel 7 Rekapitulasi pemeriksaan fisik pelayanan postpartus selama 18
praktik kerja lapangan di KPSBU Lembang
Tabel 8 Rekapitulasi pelayanan penanganan kasus selama praktik 19
kerja lapangan di KPSBU Lembang

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ambing yang mengalami mastitis 8


Gambar 2 Nota pelayanan IB, PKb, dan kesehatan hewan di KPSBU 12
Lembang
Gambar 3 Nota pelayanan IB, PKb, dan kesehatan hewan di KPSBU 13
Lembang
Gambar 4 Sapi yang mengalami hipofungsi ovari 20
Gambar 5 Sapi yang mengalami repeat breeding 22
Gambar 6 Mumifikasi pada fetus 24

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Harian Mahasiswa selama PKL di Koperasi Peternak 28


Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
Lampiran 2 Rekapitulasi kasus klinik selama praktik kerja lapangan di 30
KPSBU Lembang
Lampiran 3 Rekapitulasi kasus reproduksi selama praktik kerja lapangan 31
di KPSBU Lembang
Lampiran 4 Obat-obatan yang digunakan selama praktik kerja lapangan di 33
KPSBU Lembang
5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar di bidang


peternakan, salah satunya adalah peternakan sapi perah. Sapi perah adalah salah satu
hewan ternak penghasil susu. Susu menjadi salah satu bahan pangan dengan nilai gizi
tinggi dan sebagai sumber protein selain daging dan telur (Oka et al. 2017). Susu yang
dihasilkan digunakan untuk mencukupi kebutuhan susu nasional dan dunia. Produksi
susu sapi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Saat ini produksi dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 21% dari
konsumsi nasional, sedangkan 79% sisanya berasal dari susu impor.
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia biasanya berada dibawah koperasi
salah satunya Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang. Tujuan
utama KPSBU Lembang adalah menghasilkan Core Comodity yang unggul, yakni
susu segar yang dihasilkan peternak sebagai produk bermutu tinggi di pasaran. Saat
ini KPSBU Lembang sudah menjadi koperasi mandiri dengan 255 karyawan dan
anggota koperasi sebanyak 7.402 orang (KPSBU Lembang 2020). KPSBU Lembang
dipilih menjadi tempat Praktik Kerja Lapangan, karena KPSBU Lembang memiliki
merupakan koperasi yang besar dan memiliki populasi ternak lebih banyak
dibandingkan daerah lainnya dan memiliki banyak kasus klinis maupun reproduksi.
Hal ini akan menambah wawasan dan meningkatkan keterampilan calon dokter hewan
khususnya pada bidang sapi perah. Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter
Hewan (PPDH) membutuhkan praktik kerja lapang sapi untuk mengetahui kondisi
sebenarnya kemungkinan kasus yang terjadi di lapang untuk meningkatkan
keterampilan menangani kasus sapi perah di lapanga
Produksi susu sapi dipengaruhi oleh kualitas indukan, manajemen pakan,
pemeliharaan dan kesehatan ternak sapi perah. Manajemen pemeliharaan yang baik
dan perawatan kesehatan ternak sapi perah dapat mencegah terjadinya penyakit yang
dapat menghambat produktifitas sapi. Dokter hewan diperlukan sebagai tenaga
pelaksana kesehatan hewan untuk menjaga kondisi dan performa sapi perah untuk
dapat berproduksi dengan baik sehingga target produksi susu dapat tercapai. Salah
satu kasus yang paling sering terjadi terutama di KPSBU Lembang adalah mastitis
dan kasus reproduksi yang diangkat dalam laporan ini, yaitu hypofungsi ovari, repeat
breeding, dan mumifikasi. Praktik kerja lapang mengenai manajemen dan kesehatan
sapi perah perlu dilakukan untuk menambah wawasan dan meningkatkan
keterampilan dalam perawatan dan pengobatan gangguan reproduksi maupun klinik
sapi perah yang dapat menghambat produktivitas sapi.

Tujuan Kegiatan
Praktik Kerja Lapang kesehatan sapi perah di Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (KPSBU) Lembang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman sebagai mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) dalam penanganan penyakit klinik dan reproduksi terkait kesehatan sapi
perah. Selain itu, praktik lapangan pelayanan kesehatan klinik sapi perah bertujuan
untuk memudahkan kinerja dari paramedik dan dokter hewan KPSBU dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada peternak. Selain itu mahasiswa PPDH
6

bersama dokter hewan dan petugas paramedik memberikan wawasan dan pelayanan
kepada peternak supaya upaya peningkatan produktifitas ternak.

Manfaat Kegiatan

Manfaat kegiatan Praktik Kerja Lapangan kesehatan sapi perah di Koperasi


Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang adalah meningkatkan wawasan,
keterampilan, dan pengalaman dalam penanganan penyakit klinik dan reproduksi
terkait kesehatan sapi perah untuk mahasiswa PPDH. Efisiensi waktu dan kinerja dari
paramedik dan dokter hewan di KPSBU Lembang adalah terjalinnya hubungan baik
antara kampus Kedokteran Hewan IPB dengan KPSBU Lembang melalui Praktik
Kerja Lapangan, serta menambah pengetahuan peternak dengan terus memberikan
penyuluhan dan penjelasan kepada peternak sebagai upaya peningkatan produksifitas
ternak.

PELAKSANAAN KEGIATAN

Tempat dan Waktu

Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi Perah Program PPDH FKH IPB
dilaksankan di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 5 April – 1 April 2021.

Metode Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan dengan mengikuti petugas kesehatan hewan yang
bertugas ke lapang (peternakan rakyat). Petugas kesehatan hewan KPSBU Lembang
terdiri dari empat orang dokter hewan, 20 orang paramedis veteriner atau inseminator,
dan lima orang petugas potong kuku. Para petugas kesehatan hewan memiliki wilayah
kerja masing-masing dan setiap mahasiswa magang akan mengikuti petugas yang
berbeda setiap hari. Sistem pelaporan kasus di KPSBU Lembang dari peternak ke
petugas melalui layanan telepon, pesan singkat (short massage service atau SMS),
chat via media sosial (WhatsApp), ataupun laporan langsung di kantor KPSBU
Lembang bagian kesehatan hewan dan inseminasi buatan (Keswan/IB). Petugas
kesehatan hewan akan mempersiapkan obat-obatan dan peralatan lain untuk menuju
lokasi peternak setelah mendapat laporan kasus. Kegiatan yang dilakukan di lokasi
antara lain menanyakan anamnesa pada peternak, melakukan pemeriksaan fisik, dan
melakukan pengobatan. Setelah pelayanan kesehatan dilakukan, petugas dan
mahasiswa akan langsung menuju lokasi berikutnya atau mengunggu laporan kasus di
kantor Keswan/IB KPSBU Lembang. Diskusi terkait kasus yang ditangani dilakukan
antara petugas kesehatan hewan dan mahasiswa di perjalanan atau di kantor.
7

KASUS KLINIK

Mastitis Klinik

Mastitis merupakan peradangan pada ambing dan puting, terdapat dalam dua
bentuk utama, yaitu mastitis klinis dan subklinis (Ruegg 2017). Mastitis klinis
mempunyai gejala klinis peradangan yang jelas pada ambing ditandai pembengkakan,
dan panas ketika diraba. Bakteri adalah penyebab utama mastitis, dan lebih dari 140
spesies patogen berbeda telah dilaporkan (Motaung et al. 2017). Sebelumnya,
penelitian telah melaporkan patogen utama mastitis adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus agalactiae, dan Coliforms (Zadoks dan Fitchpatrick 2009).  Menurut
penelitian saat ini oleh berbagai upeneliti, telah melaporkan perubahan agen penyebab
mastitis dari patogen utama ke patogen minor seperti coagulase-negatif
Staphylococcus dan bakteri basil lainnya (Ndahetuye 2019). Laporan ini
menunjukkan bahwa patogen minor ini mungkin memainkan peran penting dalam
patogenesis mastitis.

Anamnesa dan Sinyalement

Sapi Friesian Holstein dengan nomor telinga 219039 warna rambut hitam dan
putih; betina, umur 5 tahun. Bentuk ambing tidak simetris, yaitu bagian kanan terlihat
lebih besar. Salah satu ambing kanan bagian belakang berwarna kemerahan. Saat
dipalpasi, konsistensi kelenjar keras dan suhunya lebih tinggi dibanding suhu tubuh di
sekitarnya. Ketika susu dikoleksi, konsistensi encer, berwarna kekuningan, dan
disertai gumpalan putih dan terjadi penurunan produksi susu.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.


Keadaan umum hewan: perawatan hewan cukup, dengan gizi yang cukup, turgor kulit
dibawah 3 detik, suhu 38.4oC, frekuensi jantung 60x/menit, frekuensi napas
30x/menit. Selain itu, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya pembengkakan
pada ambing, ambing terlihat asimetris dengan bagian kanan memiliki ukuran lebih
besar. Btatas tengah ambing tidak terlihat jelas. Ambing mengalami perubahan warna
menjadi merah, membulat, dan saat dipalpasi ambing terasa panas dan keras.

Temuan Klinis

Ambing asimetris dengan bagian kanan lebih besar, batas antara ambing tidak
jelas, warna ambing kemerahan, konsistensi ambing keras ketika dipalpasi, ambing
bagian kanan berwarna kemerahan, dan suhunya lebih panas dibandingkan suhu
sekitarnya. Konsistensi susu encer, berwarna kuning keruh, dan disertai gumpalan
putih dan terjadi penurunan produksi susu.
Mastitis klinis selalu diikuti tanda klinis, baik berupa pembengkakan,
pengerasan ambing, rasa sakit, panas, serta kemerahan, bahkan sampai terjadi
penurunan fungsi ambing. Namun demikian, kedua jenis mastitis baik subklinis
maupun klinis dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu (Nurhayati
& Martindah 2015). Perubahan yang terlihat dalam susu meliputi perubahan warna,
terdapat gumpalan, dan peningkatan leukosit dalam jumlah besar (Surjowardojo et al.
2008). Perubahan fisik susu meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi. Warna yang
8

biasanya putih kekuningan berubah menjadi putih pucat atau kebiruan. Rasa susu
berubah menjadi getir atau asin. Bau yang harum dari susu dalam keadaan radang
ambing menjadi asam. Konsistensi yang biasanya cair dengan emulsi yang merata
berubah menjadi pecah, lebih cair, dan kadang disertai dengan jonjot atau endapan
fibrin dan gumpalan protein yang lain. Apabila dipanasi atau diuji dengan uji alkohol
72 % susu dapat segera menggumpal atau pecah (Subronto 2008)

Gambar 1 Ambing yang mengalami mastitis (Sumber dokumentasi pribadi)

Diagnosa
Diagnosa dilakukan berdasarkan temuan klinis, yaitu mastitis klinis

Terapi
Penstrep 400 inj 10 ml secara intramuscular dan ketosol 10 ml secara
intramuscular

Sapi dengan eartake 219039, pada tanggal 6 April 2021 ditemukan mengalami
pembesaran pada ambing dengan bagian kanan yang lebih besar sehingga ambing
terlihat asimetris. Batas antara ambing tidak jelas, warna ambing kemerahan,
konsistensi ambing keras ketika dipalpasi, dan suhunya lebih panas dibandingkan
suhu sekitarnya. Konsistensi susu encer, berwarna kuning keruh, dan disertai
gumpalan putih dan terjadi penurunan produksi susu. Sapi tersebut di diagnosa
mengalami mastitis klinis.
Mastitis klinis mengakibatkan perubahan fisik susu seperti susu pecah,
bercampur nanah, ambing membengkak asimetris, berdarah, bila dipegang panas, dan
sapi menunjukkan adanya respon sakit saat ambing dipalpasi. Sedangkan mastitis
subklinis secara fisik tidak ditemukan perubahan pada susu, tetapi bila dilakukan uji
mastitis seperti California Mastitis Test, IPB mastitis tes dan pengujian lainnya akan
terlihat pengentalan atau atau membentuk lendir yang artinya menunjukkan adanya
peningkatan jumlah sel darah putih dalam susu (Kementan 2014).
Proses infeksi dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar
ambing melalui lubang puting yang terbuka setelah proses pemerahan.
Mikroorganisme berkembang dalam puting, dan menyebar ke alveoli, serta
menyebabkan kerusakan pada susu yang dihasilkan. Mikroorganisme yang masuk ke
dalam ambing dapat merusak sel dalam ambing akibat reaksi peradangan dan invasi
mikroorganisme. Proses penularan agen penyebab mastitis dapat terjadi pada saat
pemerahan susu secara manual melalui tangan pemerah, air yang dipakai untuk
membersihkan ambing, kain lap atau peralatan lain yang dipakai pada saat pemerahan
(Supar dan Ariyanti 2008). Hamadani et al. (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor
risiko yang memengaruhi terjadinya kasus mastitis antara lain umur tua, periode akhir
9

laktasi, produksi susu tinggi, ras sapi (jenis FH lebih berisiko dibanding New jersey).
Umur hewan menentukan mudah tidaknya seekor hewan terinfeksi mastitis. Sapi yang
semakin tua, terutama sapi dengan produksi susu yang tinggi maka semakin kendur
otot sphincter putingnya, sehingga sapi semakin mudah terinfeksi karena kemampuan
otot sphincter menahan masuknya kuman berkurang. Produksi susu yang semakin
tinggi, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh otot sphincter untuk menutup
dengan sempurna (Nurhayati 2014).
Diagnosa kasus mastitis klinis dapat langsung ditentukan berdasarkan gejala
yang tampak, seperti ambing atau puting yang membengkak dan merah, susu menjadi
encer bercampur gumpalan-gumpalan, dan terdapat darah atau nanah yang bercampur
dengan susu (Blowey & Weaver 2011). Sedangkan menurut Peter et al. 2017
diagnosis awal mastitis klinis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik
rutin dan pemeriksaan sampel susu di laboratorium. Faktor lingkungan juga dapat
menjadi faktor predisposisi terhadap kasus mastitis. Kandang yang kotor, kepadatan
sapi yang tinggi, serta pemerahan yang salah dapat mengakibatkan kejadian mastitis
meningkat. Penularan mastitis biasa terjadi dari seekor sapi ke sapi lain dan dari
kuartir terinfeksi ke kuartir normal melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin
pemerah dan lalat.
Setelah di diagnosa mengalami mastitis klinis, sapi tersebut di treatment
menggunakan antibiotik dan antiradang, yaitu menggunakan penstrep dan ketosol
dengan rute intramuscular. Antiobiotik penstrep memiliki bahan aktif yaitu procaine
penisilin G dan dihydrostreptomicin sulphate. Penisilin merupakan golongan
antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri
sedangkan streptomicin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja
dengan cara menghambat sintesis protein. Ketosol memiliki bahan aktif ketoprofen.
Ketoprofen adalah antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Mekanisme kerja obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) untuk ketoprofen adalah menghasilkan efek
analgesik dan antiinflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Enzim
yang dihambat oleh NSAID adalah enzim cyclo-oxygenase (COX). Enzim COX ada
dalam dua isoform: COX-1 dan COX-2. Ketoprofen adalah inhibitor nonselektif
COX-1 dan COX-2. COX-1 dan COX-2 bertanggung jawab untuk sintesis
prostaglandin. Prostaglandin adalah mediator penting untuk nyeri, peradangan, dan
demam (Mark 2016).

Antibiotik yang telah terbukti berguna untuk pengobatan mastitis meliputi


penisilin (benzilpenisilin G, prokain penisilin G, benzatin penisilin, kloksasilin,
ampisilin, hetasilin), sefalosporin, eritromisin, neomisin, novobiosin, oksitetrasiklin,
dan streptomisin atau dihidrostreptomisin. Obat-obat kombinasi yang dipakai meliputi
prokain penisilin dengan novobiosin, prokain penisilin dengan dihidrostreptomisin,
dan prokain penisilin dengan furaltadon (Subronto 2008).

Pengobatan mastitis harus ditujukan pada bakteri penyebab bila


memungkinkan. Diagnosis bakteriologis yang tepat akan memfasilitasi pemilihan
antibiotik yang paling tepat. Antibiotik pilihan pertama untuk mengobati mastitis
yang disebabkan oleh streptokokus dan stafilokokus yang rentan terhadap penisilin
adalah antimikroba β-laktam, terutama penisilin G. Antimikroba spektrum luas seperti
sefalosporin generasi ketiga atau keempat tidak boleh digunakan sebagai alternatif
pertama untuk mastitis, karena dapat meningkatkan kemunculan resistensi β-laktam
spektrum luas.
10

Pengobatan sistemik direkomendasikan pada mastitis klinis karena S. aureus


dan pada kasus mastitis koliform yang parah, sebaiknya dikombinasikan dengan
pengobatan IMM (Barkema et al. 2002). Durasi pengobatan standar yang terlalu
singkat mungkin merupakan alasan penting untuk tingkat kesembuhan yang buruk
dalam terapi mastitis. Pengobatan yang lebih lama meningkatkan angka kesembuhan,
dan durasi pengobatan umumnya harus diperpanjang pada mastitis yang disebabkan
oleh S. aureus dan Streptococcus uberis (Oliver et al. 2004). Mastitis klinis harus
dirawat setidaknya selama tiga hari; durasi perawatan yang direkomendasikan ini
lebih lama daripada perawatan di banyak negara. Semua pengobatan mastitis harus
berdasarkan bukti yaitu, kemanjuran setiap produk dan lama pengobatan harus
ditunjukkan oleh penelitian ilmiah (Crockcroft 2003).

PELAYANAN BIDANG REPRODUKSI

Pelayanan Inseminasi Buatan dan Pemeriksaan Kebuntingan

Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) dan Pemeriksaan Kebuntingan (PKb)


dilakukan berdasarkan laporan peternak. Sistem pelaporan menggunakan telepon
genggam, laporan langsung kepada petugas, atau melalui pesan surat yang diletakan
di tempat penampungan susu daerah setempat. Selama praktik di KPSBU Lembang
dilakukan layanan IB sebanyak 35 ekor dan PKb sebanyak 18 ekor (Tabel 1)

Tabel 1 Rekapitulasi pelayanan IB dan PKb selama praktik kerja lapangan di KPSBU
Lembang
Jenis Pelayanan Jumlah Keterangan
Inseminasi 35 - Inseminasi dilakukan oleh petugas
Buatan -Mahasiswa melakukannya sebanyak 7 kali
- Semen dideposisikan di depan cincin ke-4 serviks
PKb : 18 PKb dilakukan oleh petugas, mahasiswa
melakukannya pada 6 ekor
- 2 bulan 4 Kornua uteri asimetris pada cornua uteri kanan,
teraba undulasi cairan
- 4 bulan 1 Kornua uteri asimetris, fetus teraba sebesar kucing
- 9 bulan 1 Teraba kaki fetus, fetus berada di jalan kelahiran,
fremitus a. uterine berdesir kencang

Pelayanan Inseminasi Buatan

Pelaksanaan inseminasi buatan dilakukan oleh petugas berdasarkan laporan


dari peternak melalui telpon genggam, secara langsung atau melalui surat yang di
letakan di tempat penampungan susu daerah setempat. Petugas yang sampai di tempat
inseminasi buatan akan melakukan pengecekan langsung dengan melihat gejala
seperti vulva merah, keluarnya lendir, ukuran vulva yang membengkak, dan juga
dilakukan palpasi rektal untuk mengetahui kondisi uterus yang biasanya lebih tegang
pada kondisi estrus dan kondisi ovarium. Menurut Setiadi dan Aepul (2010), kualitas
estrus yang baik biasanya dicirikan dengan dihasilkannya folikel besar yang bagus
11

dan dihasilkannya estrogen yang tinggi sehingga berimplikasi menimbulkan tanda-


tanda estrus yang jelas. Salah satu tanda estrus yang menonjol biasanya dihasilkannya
sejumlah lendir yang jernih. untuk mendapatkan kualitas estrus yang baik dalam
sinkronisasi estrus dapat dilihat pada ciri khusus yang timbul, seperti produksi lendir
vagina. Lendir vagina yang berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan
dalam menentukan status estrus.
Pelaksanaan IB diawali dengan petugas mempersiapkan air hangat untuk
thawing semen beku. Kemudian semen beku diambil dari termos yang berisi nitrogen
cair menggunakan pinset dan dilakukan thawing pada air hangat dalam water heater
sampai suhu 37-39 °C selama 30-40 detik. Straw dikeringkan menggunakan tisu,
kemudian dipasang pada gun IB dengan ujung bagian sumbat pabrik dipasang pada
bagian dalam dan bagian ujung sumbat laboratorium dipotong dengan menggunakan
gunting khusus. Selanjutnya, gun IB ditutup menggunakan plastic sheath.
Petugas lalu melakukan palpasi rektal dengan tangan kiri, dilakukan
menggunakan gloves. Kotoran yang terdapat pada rektum dikeluarkan dengan posisi
tangan tetap di dalam rektum. Pertama mencari cervix lalu digenggam, kemudian
vulva dibersihkan menggunakan ekor sapi lalu dengan tisu. Tangan kanan
memasukkan gun IB yang berisi straw ke dalam vagina. Semen dideposisikan setelah
melalui semua cincin cervix atau pada bagian pangkal corpus uteri. Selanjutnya gun
IB dicabut secara perlahan dan palstic sheath dibuang.
Sebelum melaksanakan IB, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan mengenai
kesehatan ternak secara umum dan kondisi alat kelamin betina untung melihat sapi
tersebut benar-benar dalam keadaan estrus. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat
(inspeksi) dan menyentuh (palpasi). Perhatikan vulva, apakah ada lendir yang keluar
dan menggantung. Bila lendir yang keluar transparan maka ini adalah tanda-tanda
berahi. Jika lender tersebut bernanah / kotor maka kemungkinan besar ini adalah
gejala infeksi (Kusumawati dan Lendro 2014).
Palpasi perektal juga dlakukan untuk mendeteksi estrus. Sapi yang tidak
bunting cervixnya berdiameter antara 2 sampai 3 cm dengan panjang antara 5 sampai
6 cm. Cervix membesar pada saat terjadi kebuntingan dan setelah melahirkan, pada
sapi tua dan sering beranak memiliki ukuran cervix yang berbeda, yaitu berdiameter
antara 5 sampai 6 cm dan panjang 10 cm. Kemudian pemeriksaan dilanutkan dengan
mengecek cornua uteri. Sapi bunting memiliki salah satu cornua uteri lebih besar.
Selanjutnya pemeriksaa pada ovarium, Ovarium, dipalpasi dengan sangat hati-hati
untuk melihat kemungkinan kelainan pada ovarium dan mengecek adanya folikel aktif
(Kusumawati dan Lendro 2014).
Inseminasi buatan sapi umumnya menggunakan teknik rektovaginal dimana
semen didepositkan di dua bagian yaitu uterus dan cervix. Teknik ini menggunakan
alat inseminasi gun yang dimasukkan ke daiam alat reproduksi betina.Pertama,
thawing semen beku dilakukan dengan membuka tutup container, lalu angkat canister
kira-kira 5-6 cm di atas leher container akan tetapi semen beku tetap pada batas leher
container. Tahan canister beberapa saat sementara diambil semen beku yang
diinginkan dengan menggunakan pinset, lalu kembalikan canister ke dalam N2 cair.
Goyangkan semen beku 3 atau 4 kali untuk mengurangi pengaruh N2 cair dan
masukkan ke dalam air dengan suhu 37°C (thawing) dan diamkan selama 7-18 detik
(Kusumawati dan Lendro 2014).
Semen beku yang sudah di thawing dimasukan kedalam inseminasi gun. Tarik
pistolet sekitar 15 cm dan tahan dengan jari manis tangan kiri. Pegang ujung straw di
bagian sumbat pabrik dengan ibu jari dan jari telunjuk.Tahan ujung pistolet dengan
jari manis dan masukkan semen ke dalam lubang pistolet. Tekan ujung semen beku di
12

bagian sumbat laboratorium sampai semen beku duduk pada tempatnya di dalam
pistolet. Gunting ujung semen beku di bagian rongga udara di bawah sumbat
laboratoriurn dan sisakan bagian semen beku yang di luar pistolet sepanjang kira-kira
1.5 cm. Kemudian pasanglah plastic sheath menyelubungi semen beku, kemudian
eratkanlah cincin kuncinya (fiksir).Usahakan agar plastic sheat menyelubungi dengan
sempurna. Secara halus dan perlahan tekanlah piston ke dalam pistolet sampai
dirasakan gerakan sumbat pabrik mendesak semen atau terlihat cairan semen di
bagian ujung semen beku (Kusumawati dan Lendro 2014).
Setelah melakukan IB, petugas mencatat layanan pada nota pelayanan yang
berisi data peternak, tanggal IB, nomor telinga sapi, derajat birahi, nama pejantan, no
registrasi straw, dosis IB, IB ke-berapa, tanda tangan petugas dan peternak (Gambar
1). Manfaat pencatatan adalah untuk evaluasi keberhasilan program, dan pencatatan
supaya tertata rapih sehingga berguna sebagai sumber informasi untuk penelusuran
data di kemudian hari, memudahkan pemeriksaan kebuntingan, dan menghindari
kawin berulang.

Gambar 2 Nota pelayanan IB, PKb, dan kesehatan hewan di KPSBU Lembang

Tingkat keberhasilan IB dapat diketahui berdasarkan beberapa parameter,


diantaranya melalui nilai service per conception (S/C) dan conception rate (CR). S/C
merupakan rataan jumlah layanan IB yang dibutuhkan oleh seekor sapi betina hingga
menjadi bunting. Nilai CR menunjukkan jumlah betina yang bunting setelah
dilakukan IB pertama (1 kali). Nilai S/C yang dianggap normal beriksar 1.6-2.0
(Susilawati 2013). Nilai CR dianggap ideal menurut Rasad (2009) adalah 60%. Nilai
S/C di KPSBU Lembang Maret 2021 adalah 1.97 dan nilai CR di KPSBU Lembang
Maret 2021 adalah 55,63 % (Tabel 2). Berdasarkan dari nilai S/C dan CR, Program IB
di KPSBU dinilai masih kurang ideal walaupun nilai S/C dikategorikan pada nilai
normal, tetapi nilai CR belum dikatakan ideal. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai
S/C dan CR adalah dipengaruhi kualitas semen, faktor genetik, faktor fisiologis,
13

pakan yang kurang, keterampilan inseminator, waktu dalam melakukan inseminasi


buatan dan pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi (Sulaksono et al. 2014)

Tabel 2 Hasil evaluasi program IB di KPSBU Lembang Maret 2021


Parameter Evaluasi Nilai
Service per Conception (S/C) 1.97
Conception Rate (CR) 55.63

Pelayanan Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeriksaan kebuntingan (PKb) merupakan suatu tindakan yang dilakukan


untuk mengetahui keberhasilan progam pelaksanaan pelayanan IB. Pelaksanaan PKb
dilakukan berdasarkan permintaan dari peternak melalui telpon genggam, secara
langsung atau melalui surat yang diletakan di tempat penampungan susu daerah
setempat saat sapinya sudah 2 atau 3 bulan yang lalu diinseminasi dan tidak
menunjukkan gejala berahi kembali dan PKb massal yang dilakukan sebulan sekali.
Petugas yang melaksanakan PKb yaitu dokter hewan dan paramedik. Pelaksanaan
PKb dilakukan pada sapi-sapi yang telah melewati waktu 2 bulan setelah IB dan tidak
menunjukkan gejala birahi. Menurut data KPSBU, jumlah PKb yang menunjukan
hasil positif adalah sebanyak 1040 ekor dari jumlah inseminasi buatan yang dilakukan
selama bulan Maret 2021 adalah sebanyak 1674 ekor. Selama di KPSBU Lembang
mahasiswa melakukan IB pada 7 ekor, sedangkan PKb sebanyak 6 ekor (Tabel 1).
Pemeriksaan kebuntingan (PKb) masal rutin terjadwal (berdasarkan catatan
IB, dan tidak menunggu laporan peternak) biasanya dilakukan oleh petugas KPSBU
Lembang. Hal ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi ternak yang tidak bunting
setelah perkawinan atau IB secepat mungkin, sehingga waktu produksi yang hilang
karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat. Selain itu juga
berguna sebagai pertimbangan apabila ternak harus dijual atau diafkir (culling),
membantu manajemen ternak yang ekonomis, serta untuk mengetahui secepatnya
kebrhasilan program IB (nilai S/C dan CR). Pelayanan PKb dilakukan oleh petugas
paramedis dan dokter hewan di wilayah kerjanya masing-masing. Metode PKb yang
diaplikasikan adalah dengan palpasi perektal (gambar 3)

Gambar 3 Pemeriksaan kebuntingan (palpasi perektal) pada sapi di KPSBU Lembang


14

Pemeriksaan kebuntingan dengan metode palpasi perektal, biasa dilakukan


pada umur 2 atau 3 bulan dengan melihat waktu terakhir dilakukan IB. PKb yang
dilakukan pada umur kebuntingan kurang dari dua bulan memiliki resiko yaitu
abortus dan harus dilakukan oleh petugas yang mahir dan berpengalaman, sehingga
hal ini jarang dilakukan oleh paramedis di KPSBU Lembang. Pada pelaksanaannya,
petugas KPSBU Lembang terlebih dahulu melakukan pemeriksaan, kemudian apabila
petugas memberikan izin atau meminta mahasiswa melakukan PKB lalu mahasiswa
melaksanakannya. Pelayanan PKb yang dikuti mahasiswa selama praktik kerja lapang
di KPSBU Lembang berjumlah 6 ekor, dengan hasil pemeriksaan fisik seperti
dirangkum pada Tabel 3. Pada ke-6 ekor sapi yang diperiksa, disimpulkan bahwa 4
ekor bunting 2 bulan, 1 ekor bunitng 4 bulan, 1 ekor bunting 9 bulan (Tabel 1). Pada
umur kebuntingan 2 bulan, tanda-tanda yang ditemukan adalah kornua uteri asimetris
pada cornua uteri kanan, teraba undulasi cairan. Pada umur kebuntingan 4 bulan,
tanda yang ditemukan cornua uteri asimetris, fetus teraba sebesar kucing. Pada umur
kebuntingan 9 bulan, teraba kaki fetus, fetus berada di jalan kelahiran, fremitus a.
uterine berdesir kencang.

Tabel 3 Rekapitulasi pemeriksaan fisik sapi yang diperiksa kebuntingan selama


praktik kerja lapangan di KPSBU Lembang
Sapi 1 2 3
Anamnesa Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada
bulan Januari 2021 bulan Januari 2021 bulan Januari 2021
Signalmen
Nomor telinga 218725 219902 213675
Jenis hewan Sapi Sapi Sapi
Ras FH FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih Hitam putih
Umur 3 4 th 3333 tahun 3333 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg ± 350kg
Status Present
Suhu tubuh 38.6 oC 38.3 oC 38.5 oC
Frekuensi napas 20 kali/menit 24kali/menit 30 kali/menit
Frekuensi jantung 52 kali/menit 60 kali/menit 64 kali/menit
Perawatan Baik Baik Baik
Habitus Tulang punggung Tulang punggung lurus Tulang punggung
lurus lurus
Gizi Baik Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4
kaki kaki kaki
Hasil Kornua uteri Kornua uteri asimetris Kornua uteri
Pemeriksaan asimetris pada cornua pada cornua uteri, asimetris pada cornua
uteri, teraba undulasi teraba undulasi cairan uteri, teraba undulasi
cairan sebesar bola sebesar bola tenis cairan sebesar bola
tenis tenis
Diagnosa Sehat dengan umur Sehat dengan umur Sehat dengan umur
kebuntingan 2 bulan kebuntingan 2 bulan kebuntingan 2 bulan

Sapi 4 5 6
Anamnesa Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada
bulan Januari 2021 bulan November 2020 bulan Agustus 2020
Signalmen
15

Nomor telinga 219768 135674 213786


Jenis hewan Sapi Sapi Sapi
Ras FH FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih Hitam putih
Umur 3 2 th 3333 tahun 3334 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg ± 450 kg
Status Present
Suhu tubuh 38.2 oC 38.3 oC 38.4 oC
Frekuensi napas 22 kali/menit 30kali/menit 28kali/menit
Frekuensi jantung 50 kali/menit 62 kali/menit 64 kali/menit
Perawatan Baik Baik Baik
Habitus Tulang punggung Tulang punggung lurus Tulang punggung
lurus lurus
Gizi Baik Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4
kaki kaki kaki
Hasil Kornua uteri Kornua uteri asimetris, Teraba kaki fetus,
Pemeriksaan asimetris pada cornua fetus teraba sebesar fetus berada di jalan
uteri, teraba undulasi kucing kelahiran, fremitus a.
cairan sebesar bola uterine berdesir
tenis kencang.
Diagnosa Sehat dengan umur Sehat dengan umur Sehat dengan umur
kebuntingan 2 bulan kebuntingan 4 bulan kebuntingan 9 bulan

Hasil diagnose PKb diperoleh dengan cara membandingkan dengan teori yang
ada, melihat tanggal IB terakhir dan kemudian diperiksa kembali oleh petugas.
Penentuan umur kebuntingan dapat dilihat dengan memperhatikan beberapa
parameter seperti ukuran organ, posisi fetus, karakteristik organ reproduksi, dan
adanya fremitus arteri uterin sebagai pembanding, Whittier (2013) memberikan
rangkuman penentuan umur kebuntingan pada sapi dengan metode palpasi rektal
(Tabel 4).

Tabel 4 Ciri- ciri kebuntingan pada sapi dengan metode palpasi rektal (Whittier
2013)
Umur
Bunting Karakteristik
(Hari)
30 Uterus pada posisi normal, salah satu cornua uterus sedikit
menebal dan membesar, dan terdapat kantung embrio sebesar
kelereng.
45 Cornua uterus menebal dan membesar dan terdapat kantung
embrio sebesar telur ayam.
60 Diameter cornua uterus jelas menebal hingga berdiameter 2.5
hingga 3.5 inchi, terisi cairan amnion, fetus teraba sebesar tikus.
90 Cornua uterus membesar hingga berdiameter 4-5 inchi, fetus
berukuran sebesar tikus, arteri uterine mulai teraba (fremitus),
kotiledon mulai teraba tetapi sangat tipis.
120 Cornua uteri semakin membesar, fetus sangat mudah teraba, fetus
sebesar kucing, fremitus terasa lebih kuat (diameter arteri uterine :
0.25 inchi).
16

150 Fetus sulit dipalpasi, cornua uterus mulai turun ke rongga


abdomen, fremitus terasa lebih kuat (diameter arteri uterin: 0.25-
0.4 inchi) dan kotiledon semakin membesar.
180 Cornua uteri tidak terjangkau oleh tangan, fremitus semakin kuat
(diameter arteri uterin: 0.4-0.5 inchi), kotiledon semakin
membesar, mulai terasa adanya gerakan fetus.
210 Fetus semakin membesar dan jelas teraba, diameter arteri uterine
240 semakin membesar hingga berdiameter 0.5 inchi pada 210 hari
kebuntingan, 0.5-0.8 inchi pada 240 hari kebuntingan, dan 0.75
270
inchi pada 270 hari kebuntingan.

Pelayanan Prepartus dan Postpartus

Pelayanan selama kebuntingan di KPSBU Lembang dilakukan oleh dokter


hewan dan paramedik. Pelayanan tersebut berupa pelayanan pre-partus dan post-
partus. Penanganan pre dan post partus bertujuan untuk mencegah gangguan
reproduksi yang bersifat metabolisme serta dapat meningkatkan performa induk sapi.
Selama kegiatan praktik lapangan di KPSBU Lembang, dilakukan layanan pre partus
sebanyak 2 ekor dan post partus 6 ekor (Tabel 5)
Tabel 5 Rekapitulasi layanan pre-partus dan post-partus selama praktik kerja lapangan
di KPSBU Lembang
Layanan Jumlah Penanganan
Pre partus 2  Vitol-140 (tiap mL: Vitamin A, retinol palmitate 80000
®

IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E,


Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular
 B-Complex® (tiap mL : Vitamin B1 2,5 mg; Vitamin B2
2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12 1,0 mcg;
Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL
intramuskular
Post 6  B-Complex® (tiap mL: Vitamin B1 2,5 mg; Vitamin B2
partus 2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12 1,0 mcg;
Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL
intramuskular
 Roxine® (tiap mL : Enrofloxacin 100 mg), 10 mL
intramuskular
 Sulfapros® ST-200 (tiap bolus: sulfadiazine 2000 mg dan
trimethoprim 400 mg), 2 bolus intrauteri
 Penstrep-400® (tiap mL : procaine penicillin 200.000 IU;
dihydrostreptomycin sulphate 200 mg), 10 mL
intramuskular

Pelayanan Prepartus
Pelayanan prepartus dilakukan untuk menjaga kesehatan induk dan fetus pada
masa-masa bunting tua. Selain itu pelayanan prepartus diberikan untuk memperlancar
proses kelahiran. Pelayanan prepartus pada sapi di KPSBU Lembang umumnya
dilakukan setelah adanya panggilan dari peternak melalui telpon genggam, secara
langsung atau melalui surat yang diletakan di tempat penampungan susu daerah
setempat. Petugas yang melayani kondisi prepartus oleh dokter hewan atau paramedis.
17

Pelayanan prepartus pada sapi bunting dilakukan ±20-7hari sebelum partus. Menurut
Hadisutanto (2014), sejak 4 hari pre partus, kondisi induk sapi akan mengalami
penurunan keseimbangan energi hingga 21 hari pasca partus sehingga pemberian
vitamin akan meningkatkan daya tahan tubuh sapi. Pelayanan prepartus dapat dilihat
pada (Tabel 5). Pelayanan prepartus yang diikuti mahasiswa adalah 2 ekor dengan
eartake 213990 dan 21894. Pemeriksaan fisik hewan pre-partus dapat dilihat pada
Tabel 6, sedangkan pemeriksaan fisik hewan post-partus pada (Tabel 7).
Pelayanan prepartus yang dilakukan adalah pemberian multivitamin, yaitu
Vitol-140® (tiap ml: Vitamin A, retinol palmitate 80000 IU; Vitamin D3,
Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E, Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL
intramuskular (dosis anjuran 10 mL). Selain itu juga diberikan Vit BKompleks®
(tiap mL: Vitamin B1 2,5 mg; Vitamin B2 2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12
1,0 mcg; Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL intramuscular (dosis
anjuran sapi 10-15 ml). Vitamin A terlibat dalam proses pembentukan dan menjaga
fungsi jaringan epitel dan membran mukosa serta sangat penting untuk kesuburan.
Vitamin D3 mengatur metabolisme kalsium dan fosfor dalam darah dan mengatur
absorbsinya dari usus. Menurut Santos et al. (2010), rendahnya konsentrasi Ca
berisiko menyebabkan munculnya penyakit reproduksi seperti tertundanya ovulasi
postpartum dan kegagalan bunting ataupun abortus pada sapi. Vitamin E adalah
antioksidan intraseluler, berperan dalam menjaga stabilitas membran sel dari oksidasi
lemak tak jenuh serta menghambat terjadinya keracunan peroksida lemak. Pemberian
Vitamin B-Kompleks® bertujuan meningkatkan daya tahan indukan sebelum partus.

Pelayanan postpartus

Penanganan post partus dilakukan pada sapi pasca melahirkan sampai siklus
estrus pertama post partus. Penanganan post partus bertujuan untuk mengembalikan
kondisi induk pasca partus, mencegah infeksi sekunder yang terjadi selama proses
melahirkan, serta mencegah timbulnya gangguan reproduksi post partus. Penanganan
yang tepat post partus pada induk sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan
proses reproduksi ternak selanjutnya atau kebuntingan berikutnya. serta dilakukan
agar proses involusi uterus dapat berjalan normal (McDowell 2000). Pelayanan
postpartus yang diikuti mahasiswa selama praktik di KPSBU Lembang berjumlah 6
ekor, dengan eartag 137854, 209987, 2113498, 210990, 217865, 216788.
Pemeriksaan fisik hewan dapat dilihat pada Tabel 7.
Perawatan bagi sapi postpartus adalah pemberian antibiotika dan multivitamin
(Tabel 5). Pemberian antibiotika bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
bakterial di saluran reproduksi sapi indukan yang mungkin terjadi saat post partus.
Pada sapi-sapi yang diberi layanan di KPSBU Lembang diberikan Roxine (tiap mL:
Enrofloxacin 100 mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran: 5 mL untuk 200 Kg/BB).
Hewan juga diberi antibiotik Sulfapros® ST-200 (tiap bolus: sulfadiazine 2000 mg
dan trimethoprim 400 mg), 2 bolus intrauteri (dosis anjuran: 2-4 bolus), dengan
indikasi mencegah terjadinya infeksi saluran reproduksi seperti endometritis, metritis,
dan lain-lain. Selanjutnya juga diberikan Penstrep-400® (tiap mL: procaine penicillin
200.000 IU, dihydrostreptomycin sulphate 200 mg), 10 mL intramuskular (dosis
anjuran: 1 mL untuk 10 Kg/BB). Selain itu diberikan pula multivitamin untuk
menjaga daya tahan tubuh indukan serta untuk mempercepat pesembuhan.
Multivitamin yang biasa diberikan adalah Vitamin B-Kompleks® (tiap mL: Vitamin
B1 2,5 mg; Vitamin B2 2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12 1,0 mcg;
Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL intramuscular (dosis anjuran sapi
18

10-15 ml). Pemberian Vitamin B-Kompleks® bertujuan meningkatkan daya tahan


indukan sebelum partus (Kementan 2014).

Tabel 6 Rekapitulasi pemeriksaan fisik pelayanan prepartus selama praktik di


KPSBU Lembang
Sapi 1 2
Anamnesa Bunting ke-3, Bunting Dara, Bunting ±8bulan
±8bulan
Signalmen
Nomor telinga 213990 21894
Jenis hewan Sapi Sapi
Ras FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih
Umur ≥ 3 5 th 3332 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg
Status Present
Suhu tubuh 38.3oC 38.1 oC
Frekuensi napas 22 kali/menit 24kali/menit
Frekuensi jantung 54 kali/menit 58kali/menit
Perawatan Baik Baik
Habitus Tulang punggung lurus Tulang punggung lurus
Gizi Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan 4 kaki Menumpu dengan 4 kaki
Diagnosa Sehat Sehat

Tabel 7 Rekapitulasi pemeriksaan fisik pelayanan postpartus selama praktik kerja


lapangan di KPSBU Lembang
Sapi 1 2 3
Anamnesa Partus ke 3, Partus ke 2, plasenta Partus ke3, plasenta
plasenta sudah sudah keluar sudah keluar
terlepas
Signalmen
Nomor telinga 137854 209987 2113498
Jenis hewan Sapi Sapi Sapi
Ras FH FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih Hitam putih
Umur 3 5 th 3334 tahun 3335 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg ± 450 kg
Status Present
Suhu tubuh 38.3 oC 38.4 oC 38.4 oC
Frekuensi napas 26 kali/menit 30kali/menit 24 kali/menit
Frekuensi jantung 52 kali/menit 64 kali/menit 60 kali/menit
Perawatan Baik Baik Baik
Habitus Tulang punggung Tulang punggung Tulang punggung lurus
lurus lurus
Gizi Baik Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4
4 kaki kaki kaki
19

Diagnosa Sehat Sehat Sehat

Sapi 4 5 6
Anamnesa Partus ke 2, Partus ke 2, plasenta Partus ke4, plasenta
plasenta sudah sudah keluar sudah keluar
terlepas
Signalmen
Nomor telinga 210990 217865, . 216788
Jenis hewan Sapi Sapi Sapi
Ras FH FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih Hitam putih
Umur 3 5 th 3334 tahun 3336 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg ± 400kg
Status Present
Suhu tubuh 38.4 oC 38.6oC 38.3oC
Frekuensi napas 28 kali/menit 30kali/menit 24 kali/menit
Frekuensi jantung 52 kali/menit 60kali/menit 66 kali/menit
Perawatan Baik Baik Baik
Habitus Tulang punggung Tulang punggung Tulang punggung lurus
lurus lurus
Gizi Baik Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4
4 kaki kaki kaki
Diagnosa Sehat Sehat Sehat

Pelayanan Gangguan Kasus Reproduksi


Pelayanan terhadap gangguan reproduksi dilakukan setelah ada laporan dari
peternak. Peternak biasanya melaporkan kejadian kasus melalui telpon genggam,
secara langsung, atau melalui surat yang diletakan di tempat penampungan susu
daerah setempat. Petugas segera mendatangi kandang dan menanyakan anamnesa
kepada peternak, dilanjutkan pemeriksaan mendetil dan penanganan. Rekapitulasi
pelayanan penanganan kasus/gangguan reproduksi selama praktik di KPSBU
Lembang yaitu hipofungsi uteri (2 ekor), mumifikasi (1 ekor), dan repeat breeding (1
ekor) (Tabel 8).

Tabel 8 Rekapitulasi pelayanan penanganan kasus reproduksi selama praktik kerja


lapangan di KPSBU Lembang
Jenis Jumlah Penanganan
Kasus
Hipofungsi 1 - Massase ovarium
ovarium - Perbaikan pakan untuk meningkatkan BCS sapi
- Pemberian mineral 50-100 gram perekor perhari
- Vitol-140® (tiap mL: Vitamin A, retinol palmitate 80000
IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E,
Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular

1 - Massase ovarium
- Vitol-140® (tiap mL: Vitamin A, retinol palmitate 80000
IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E,
20

Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular


Repeat 1 -Conseptase® (tiap mL : Buserelin (as acetate) 0.0084
Breeding mg),1.25-2.5 ml intramuscular
Mumifikasi 1 - Pengeluaran fetus
- Ketosol® 10 ml IM (tiap mL: carprofen), 10 mL
Intramuscular
- Vitol-140® (tiap mL: Vitamin A, retinol palmitate 80000
IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E,
Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular

Hipofungsi Ovarium

Hipofungsi ovari adalah suatu kejadian dimana ovarium mengalami penurunan


fungsi sehingga tidak terjadi perkembangan folikel dan tidak terjadi ovulasi
(Hardjopranjoto 1995). Kasus hipofungsi ovari yang ditemukan selama praktik di
KPSBU Lembang adalah sebanyak 2 ekor (Tabel 8). Sapi 1 dengan eartag 215789 dan
sapi 2 dengan eartag 219976.
Sapi 1 merupakan sapi betina ras Frisian Holstein berumur 5 tahun, menurut
peternak tidak menunjukkan gejala birahi selama kurang lebih 3 bulan. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik suhu tubuh, frekuensi napas, dan frekuensi detak jantung
terdapat dalam range normal yaitu berturut-turut 38.4 oC, 24 kali/menit dan 60
kali/menit. Sapi terlihat kurus dengan BCS 2,5 dari skala 1-5 (Gambar 4). Ketika
dilakukan palpasi perektal, vagina, cervix, cornua uteri tidak menunjukkan kelainan.
Namun ukuran ovarium mengalami penurunan ukuran menjadi kecil, memiliki bentuk
pipih, permukaan halus dan licin serta tidak ditemukan perkembangan folikel. Sapi
tersebut didiagnosa mengalami hipofungsi ovari.
Pada kasus 2 ditemukan pada sapi dengan eartag 219976 adalah sapi perah ras
Frisian Holstein berumur 4 tahun, menurut peternak tidak menunjukkan gejala birahi
selama kurang lebih 2 bulan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik suhu tubuh,
frekuensi napas, dan frekuensi detak jantung terdapat dalam range normal yaitu
berturut-turut 38.2 oC, 28 kali/menit dan 56 kali/menit. Sapi terlihat kurus dengan
BCS 2,5 dari 1-5. Ketika dilakukan palpasi perektal, vagina, cervix, cornua uteri tidak
menunjukkan kelainan. Namun ukuran ovarium mengalami penurunan ukuran
menjadi kecil, memiliki bentuk pipih, permukaan halus dan licin serta tidak
ditemukan perkembangan folikel. Sapi tersebut didiagnosa mengalami hipofungsi
ovari.
21

Gambar 4 Sapi yang mengalami hipofungsi ovari


Penyebab utama dari hipofungsi ovari karena adanya defisiensi gonadotropin
releasing hormone (GnRH). Penyebab hipofungsi ovari lainnya adalah kekurangan
nutrisi yang akan mempengaruhi fungsi hipofise anterior sehingga produksi dan
sekresi hormon follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH)
rendah, yang menyebabkan folikel pada ovarium tidak berkembang ataupun
mengalami hipofungsi. Sapi yang mengalami hipofungsi ovari tidak menunjukkan
gejala birahi sama sekali (anestrus) baik pada sapi dara ataupun pada sapi indukan
(Hardjopranjoto 1995). Menurut Hafez dan Hafez (2000), anestrus akibat hipofungsi
ovari sering berhubungan dengan gagalnya sel-sel folikel menanggapi rangsangan
hormonal, adanya perubahan kuantitas maupun kualitas sekresi hormonal,
menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan fungsi hipotalamus-pituitari-
ovarium yang akan menyebabkan menurunnya sekresi gonadotropin, sehingga tidak
ada aktivitas ovarium.
Anestrus adalah keadaan dimana tidak terjadi siklus reproduksi, tidak ada
ovulasi, sehingga tidak terjadi gejala birahi. Anestrus dapat disebabkan oleh faktor-
faktor yang dapat ditemukan pada hewan berusia muda maupun dewasa, dari sisi
waktu terjadinya dapat berjalan lama dan dapat berjalan singkat. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi anestrus adalah umur hewan, dalam periode kebuntingan atau
laktasi, kekurangan pakan, musim, lingkungan yang kurang mendukung, adanya
kondisi patologis pada ovarium dan uterus, serta penyakit kronis (Bekele 2016).
Menurut Suartini et al. (2013), pemeriksaan secara palpasi perektal pada kasus
hipofungsi ovari menunjukkan keadaan ovarium yang mengalami penurunan ukuran
dengan permukaan licin dan halus atau tidak dijumpai adanya perkembangan folikel
maupun corpus luteum. Ovarium yang mengalami hipofungsi teraba kecil, diameter
sekitar 0,6-1,5 cm, pipih, permukaan licin dan halus, serta uterusnya teraba lembek
dan tidak bertonus. Hipofungsi ovarium biasanya terjadi pada sapi perah dengan
produksi tinggi, indukan baru mengalami kelahiran pertama kali, dan induk masih
menyusui pedetnya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan anamnesa dari
pemilik, kemungkinan besar terjadinya kasus ini pada sapi-sapi tersebut disebabkan
karena nutrisi yang kurang. Hal ini dilihat dari BCS sapi yang kurang (skor 2,5) dan
kualitas ransum yaneg diberikan juga kurang. Menurut pengakuan peternak, beberapa
bulan terakhir ini kualitas ransum baik dari hijauan dan konsentrat yang diberikan
memang kurang. Sapi hanya diberikan hijauan berupa jerami padi yang kualitasnya
secara proksimat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sapi itu kurang. Pemberian
konsentrat dan mineral pun jarang diberikan dan sangat bergantung pada kondisi
ekonomi peternak.
Pada kasus yang ditemukan di lapangan, kasus 1 dan kasus 2 diduga
disebabkan oleh kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi inilah penyebab fungsi
hipofise anterior terganggu sehingga produksi dan sekresi hormon F follicle S
stimulating H hormone (FSH) dan L luteinizing H hormone (LH) rendah, yang
menyebabkan folikel pada ovarium tidak berkembang ataupun mengalami hipofungsi
(Hardjopranjoto 1995).
Pada kasus 1 terapi yang dilakukan pada kasus di lapangan adalah dengan
pemijatan pada ovarium, perbaikan pakan, pemberian mineral dan pemberian vitamin.
Perbaikan pakan dan pemberian mineral yang mengandung kalsium, phosphor,
mangan, iodium, kalium, cuprum, sodium, iron, zinc, dan magnesium dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan mineral, dan vitamin untuk kesehatan, fertilitas dan
produktifitas. Vitamin yang diberikan adalah Vitol® (tiap ml: Vitamin A, retinol
22

palmitate 80000 IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E, Alpha-
tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran: 10 Ml/ekor) sebagai anti
anemia, meningkatkan nafsu makan, daya tahan tubuh dan membantu proses
metabolisme sehingga dapat memperbaiki nutrisi hewandengan rute intramuscular.
Pada kasus 2 dilakukan penanganan dengan massase ovarium dan pemberian Vitol®
(tiap ml: Vitamin A, retinol palmitate 80000 IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000
IU; Vitamin E, Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran 10
mL) sebagai anti anemia, meningkatkan nafsu makan, daya tahan tubuh dan
membantu proses metabolisme sehingga dapat memperbaiki nutrisi hewan.
Pemijatan pada ovarium secara lembut dilakukan untuk merangsang sirkulasi
darah di sekitar ovarium, selain itu juga dapat merangsang pelepasan prostaglandin,
oksitosin dan hormon peptida lainnya (Hunter 1995). Menurut Priyanto (2021),
kejadian hipofungsi ovari dapat diterapi dengan perbaikan pakan, selain itu itu untuk
mempercepat kesembuhan hipofungsi ovari sebaiknya diberikan vitamin ADE dan
mineral, hal ini akan mempercepat aktifitas ovarium. Pemberian GnRH dapat
dilakukan jika BCS tubuh sapi sudah memenuhi syarat. Gonadotropin releasing
hormon (GnRH) akan merangsang keluarnya hormon FSH dan LH yang akan
bekerjasama dalam proses pertumbuhan dan pematangan folikel menjadi folikel de
graaf, yang akhirnya akan memicu terjadinya ovulasi (Divers dan Peek 2008).
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam kasus ini yaitu dengan manajemen
kandang yang baik, mengurangi stres sapi, manajemen nutrisi yang efektif seperti
pemberian ransum kalsium, fosfor, vitamin A, D, E, dan mineral selenium. Stres pada
sapi dapat mengakibatkan fisiologis sapi terganggu. Manajemen nutrisi yang efektif
dapat meingkatkan imunitas pada sapi (Abdullah et al. 2016; Patel et al. 2016).

Repeat Breeding

Repeat breeding adalah sapi betina yang mempunyai siklus estrus normal,
tetapi meskipun sudah dikawinkan paling tidak tiga kali dengan pejantan atau semen
pejantan fertile belum berhasil bunting, tanpa disertai gejala klinis dari penyakit atau
abnormalitas alat reproduksi (Yuliana 2000). Selama praktik di KPSBU Lembang,
ditemukan kasus repeat breeding sebanyak 1 ekor, yaitu pada sapi Frisien Holstein
berumur 5 tahun dengan eartag 205637, dan tidak bunting selama 2 tahun terakhir
(Gambar 5). Menurut pengakuan peternak sapi tersebut tetap menunjukan gejala
birahi walaupun sudah diinseminasi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik suhu tubuh,
frekuensi napas, dan frekuensi detak jantung terdapat dalam range normal yaitu
berturut-turut 38.5 oC, 27 kali/menit dan 70 kali/menit. Berdasarkan anamnesa dari
peternak sapi tersebut tidak bunting selama 2 tahun. Sapi tersebut sudah di IB tetapi
tetap menunjukan gejala birahi. Hal seperti ini dapat disebut repeat breeding atau
kawin berulang.
23

Gambar 5 Sapi yang mengalami repeat breeding


Menurut Toelihere (1993), repeat breeding atau kawin berulang adalah sapi
betina yang mempunyai siklus normal dan telah dikawinkan sekurang-kurangnya 2
kali atau lebih dengan pejantan atau semen pejantan fertil namun belum berhasil
bunting, tanpa disertai gejala klinis dari penyakit atau abnormalias alat reproduksi.
Amiridis et al. (2009) mendefinisikan kawin berulang merupakan suatu keadaan sapi
betina yang mengalami kegagalan bunting setelah 3 kali dikawinkan dengan pejantan
fertil tanpa adanya abnormalitas yang teramati. Kawin berulang umumnya ditandai
dengan panjangnya calving interval, rendanya angka konsepsi (<40%), dan tingginya
nilai service per conception (>3).
Penyebab repeat breeding pada dasarnya adalah karena dua sebab, yaitu
kegagalan fertilisasi dan akibat kematian embrio dini (Linares et al. 1980; Gustafsson
1985). Kegagalan fertilisasi dapat terjadi karena waktu pelaksaan inseminasi yang
tidak tepat dan disfungsi endokrin pada saat estrus sehingga ovulasi terganggu
(Hunter dan Greve 1997). Kematian embrio dini dapat disebabkan oleh kerusakan
DNA spermatozoa (Priyanto et al. 2019), infeksi pada saluran reproduksi, penyakit
reproduksi tertentu, gangguan hormonal, lingkungan, nutrisi, manajemen, regresi
kopus luteum prematur, tidak sinkronnya uterus, dan perkembangan embrio fase
luteal awal (Robert 1986). Repeat breeding selain disebabkan oleh kematian embrio
dini juga disebabkan oleh ovulasi tanpa pelepasan oosit (estrus tanpa ovulasi),
kegemukan sehingga fimbrae tertutupi oleh lemak, dan disebabkan oleh terbentuknya
uterus papan. Rendahnya hormon Luteinizing hormon (LH) dalam darah dapat
menyebabkan terjadinya delayed ovulasi dan juga dapat berlanjut menjadi kista
folikuler. Rendahnya hormon LH, fase folikuler diperpanjang sampai 5 hari baru
terjadi ovulasi, sehingga folikel yang seharusnya mengalami ovulasi dan memasuki
fase luteal tentunda waktunya atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
Pada kasus di lapangan, berdasarkan temuan-temuan, yaitu sapi tidak bunting
selama 2 tahun dan sudah dikawinkan lebih dari tiga kali namun tidak menunjukan
gejala bunting maka disimpulkan kasus repeat breeding. Faktor-faktor penyebab
repeat breeding di lapang adalah breeding dapat berasal dari inseminator, peternak,
dan ternak. Menurut temuan di lapangan, sapi tersebut mengalami repeat breeding di
duga disebabkan oleh disfungsi endokrin pada saat estrus atau rendahnya hormon LH
sehingga ovulasi terganggu, karena sapi tetap menunjukan gejala estrus tetapi tidak
menunjukan gejala bunting setelah beberapa kali di IB yang disebabkan karena
kurangnya hormon LH.
Penanganan kasus repeat breeding di lapangan adalah menggunakan
Conseptase® (tiap mL: Buserelin (as acetate) 0.0084 mg),1.25-2.5 ml intramuskular
24

(dosis anjuran: 1,25-2.5 ml/ekor). Conseptase berfungsi menstimulasi FSH (follicle


stimulating hormone) and LH (luteinizing hormone) dari pituitary anterior. Hal ini
sesuai dengan penelitian Prihatno dan Gustari (2003), yang menyatakan bahwa
pemberian GnRH pada hari ke-11 setelah IB pada sapi yang mengalami kawin
berulang akan menghasilkan angka kebuntingan sebesar 37.5% setelah 2 bulan
penanganan.
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam kasus ini yaitu dengan manajemen
kandang yang baik, mengurangi stres sapi, manajemen nutrisi yang efektif seperti
pemberian ransum kalsium, fosfor, vitamin A, D, E, dan mineral selenium. Stres pada
sapi dapat mengakibatkan fisiologis sapi terganggu. Manajemen nutrisi yang efektif
dapat meingkatkan imunitas pada sapi (Abdullah et al. 2016; Patel et al. 2016).

Mumifikasi Fetus

Mumifikasi merupakan gangguan pada kebuntingan terjadi yang terjadi pada


trimester pertama (usia kebuntingan 3) sampai 8 bulan dan terjadi setelah
pembentukan plasenta dan osifikasi janin (Kumar et al. 2017). Selama praktik di
KPSBU Lembang, kasus mumifikai fetus ditemukan sebanyak 1 ekor, yaitu pada sapi
ras Frisien Holstein berumur 4 tahun dengan eartag 213115, sapi tersebut sudah dua
kali melahirkan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik suhu tubuh, frekuensi napas, dan
frekuensi detak jantung terdapat dalam range normal yaitu berturut-turut 38.4 oC, 30
kali/menit dan 70 kali/menit. Menurut keterangan peternak sapi tersebut sedang
bunting dengan usia kebuntingan 6 bulan tetapi terdapat sesuatu berwarna coklat yang
keluar dari vulva, dan setelah dilakukan palpasi intravaginal ditemukan fetus yang
sudah mati.

Gambar 6 Mumifikasi fetus sapi dengan umur kebuntingan 6 bulan

Kondisi ini ditandai dengan resorpsinya cairan janin. Kejadian mumifikasi


berkisar antara 0.13-1.8%. Janin yang telah mati di dalam kandungan tetap
dipertahankan, karena tidak adanya sinyal janin untuk keluar (Kumar et al. 2017).
Kejadian mumifikasi yang ditemukan selama praktik di KPSBU Lembang, yaitu sapi
25

mengalami mumifikasi fetus saat memasuki usia kebuntingan pada trimester kedua,
yaitu usia 6 bulan.
Menurut Krishnan (2015), mumifikasi dapat disebabkan oleh kausa infeksius
dan non-infeksius. Agen infeksi yang bisa menyebabkan mumifikasi adalah virus,
bakteri, leptospirosis dan jamur. Faktor non-infeksius yang bisa menyebbakan
mumifikasi antara lain umbilical, torsio uterus, gangguan plasentasi, kelainan genetik,
trauma, hipertermia, dan stress. Pada kasus di lapangan, diduga disebabkan oleh agen
infeksi bakteri, sebab kondisi kandang memiliki sanitasi yang buruk.
Gejala klinis yang terlihat pada sapi tersebut adalah terdapat cairan coklat
disekitar vulva. Hal ini sesuai menurut Kumar et al. (2017), yaitu kondisi mumifikasi
ditandai dengan berkurangnya cairan janin dan adanya bahan berwarna coklat di
sekitar janin (Kumar et al. 2017). Prognosis kasus mumikasi adalah fausta selama
tidak ada cedera internal pada organ reproduksi.

Petugas kesehatan mendiagnosis mumifikasi dengan dilakukan dengan cara


palpasi perektal terlebih dahulu. Setelah diketahui bahwa fetus telah mengalami
mumifikasi, petugas melakukan palpasi intravagina untuk mengeluarkan fetus.
Mumifikasi ditandai dengan fetus mati dalam uterus keras seperti kayu (tidak seperti
bubur) (Levebre 2015). Pengeluaran secara manual dilakukan untuk menghindari
terjadinya infeksi sekunder, karena fetus sudah mulai keluar dari vulva.

Terapi yang dilakukan pada kasus di lapangan adalah pengeluaran fetus


dengan memberikan Ketosol® (tiap ml : carprofen) 10 ml intramuscular (dosis
anjuran 3 mL 100kg/BB), Vitol® 140 (tiap ml : Vitamin A, retinol palmitate 80000
IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E, Alpha-tocoferolacetate 20mg),
10 mL intramuskular (dosis anjuran 10 mL). Penanganan mumifikasi juga dapat
menggunakan hormon jika fetus tidak dapat keluar yaitu menurut Plumb (2008)
adalah dengan pemberian PG-F2α untuk menurunkan korpus luteum persisten di
ovarium. Pemberian estrogen dapat mempengaruhi regresi CL dan menyebabkan
kontraksi miometrium, relaksasi serviks dan mengeluarkan janin dalam uterus sapi.
Pemberian antibiotik juga dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder pada sapi
tersebut. Menurut Yilmaz (2011) antibiotik diberikan setelah ditemukannya dilatasi
serviks dan cairan keruh atau kecoklatan, yang merupakan indikasi infeksi bakteri.
Tanpa gejala seperti demam, toksemia, dan infeksi, pemberian antibiotik tidak
diperlukan (Katiyar et al. 2015).

Pencegahan yang dapat dilakukan dalam kasus ini yaitu dengan manajemen
kandang yang baik, mengurangi stress sapi, manajemen nutrisi yang efektif seperti
pemberian ransum kalsium, fosfor, vitamin A, D, E, dan mineral selenium. Stres pada
sapi dapat mengakibatkan fisiologis sapi terganggu. Manajemen nutrisi yang efektif
dapat meingkatkan imunitas pada sapi (Abdullah et al. 2016; Patel et al. 2016).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
26

Praktik kerja lapangan pelayanan kesehatan klinik dan reproduksi sapi perah
di KPSBU Lembang telah meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman mahasiswa sehingga mampu melakukan diagnosis dan memberikan
terapi terkait kasus gangguan klinik dan reproduksi di lapangan. Manajemen
pelayanan kesehatan sapi perah di KPSBU Lembang belum berjalan dengan baik
disebabkan karena masih tingginya kasus mastitis yang terjadi dan berdasarkan nilai
CR dan S/C, keberhasilan program IB di KPSBU Lembang dinilai kurang ideal.

Saran

Saran yang dapat diberikan yaitu pelayanan yang dilakukan harus terus
ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas produksi sapi perah. Selain itu tindakan
yang lege artis harus terus dipertahankan oleh petugas agar menimalisasi kontaminasi
oleh mikroorganisme dan meningkatkan efektifitas farmasetikal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah FFJ, Chung ELT, Abba Y, Sadiq MA, Bitrus AA, Hambali IU, Lila MAM,
Haron AW, Saharee AA. 2016. A case of retained placenta in a dairy cow.
International Journal of Livestock Research. 4(4):125-127.
Amiridis GS, Tsiligianni TH, Dovolou TH, Rekkas C, Vouzaras D, Menegatos I.
2009. Combined administration of gonadotropin-releasing hormone, progesteron,
and meloxicam is an effective treatment for the repeat-breeder-cow.
Theriogenology. 72(4):542-548. and management of fetal mummification in cow.
International Journal of
Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle. Ed. Ke-3. Great Britain (UK):
Blackwell Publishing.
Barkema H, Schukken YH, Zadoks RN. 2006. Invited review: the role of cow,
pathogen, and treatment regimen in the therapeutic success of
bovine Staphylococcus aureus mastitis. J Dairy Sci.89
Bekele N, Addis M, Abdela N, Ahmed WM. 2016. Pregnancy diagnosis in cattle for
fertility management: a review. Global Veterinaria. 16 (14): 355-364.
Blowey RW, Weaver D. 2011. Color Atlas of Disease and Disorders of Cattle 3rd
Edition. London (UK): Mosby Elsevier.
Divers TJ, Peek SF. 2008. Rebhun’s Disease of Dairy Cattle. Misourt (UK):
Saunders.
Hadisutanto. 2008. Negative Energy Balance dan Days Open Pada Berbagai Tingkat
Paritas Partus Sapi Fries Holland. Jurnal Kajian Veteriner. 3(4): 127-130.
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals: Anatomy of Male
Reproduction. 7th ed. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins
Hamadani H, Khan AA, Banday MT, Asraf I, Handoo N, Bashir A, Hamadani A.
2013. Bovine mastitis-A disease of serious concern for dairy farmers.
International Journal Livestock Research. 3(1):42-55.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Universitas
Airlangga Press.
Hastuti D. 2008. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan sapi potong di tinjau dari
angka konsepsi dan service per conception. Mediagro. 4(1):12-20.
27

Hunter RHF, Greve T. 1997. Could artificial insemination of cattle be more fruitful,
penalties associated with ageing eggs. Reprod Dom Anim. 32: 132-141.
Hunter RHF. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik.
Bandung (ID): ITB Press.
Katiyar R, Sacchan SSD, Manzoor M, Rautela R, Pandey N, Prasad S, Gupta HP
(2015). Haematic foetal mummification in a Sahiwal cow: case report. J. Livest.
Sci. 6: 44-46.
Krishan G (2015). Successful management of mummified fetus in a heifer by
prostaglandin therapy and episiotomy. Vet. Sci. Develop. 5:5829.
Kumar PR, Prasad BC, Bose GSC, Prasad VD, Sreenu M. 2017. Diagnosis and
Management of Fetal Mummification in Cow. Int. J. Sci. Environ. Technol. 6(5):
3044 – 3048.
Kusumawati,Lendro. 2014. Inseminasi Buatan. Malang : Universitas Kanjuruhan
Malang.
Linares T, King WA, Larsson K, Gustavsson I, Bane A. 1980. Successful, repeat
nonsurgical collection of blastocysts from virgin and repeat breeder heifers. Vet
Res Comm. 4 :113-118
Manan D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh (ID): Departemen
Pendidikan Nasional.
Mark G, Papich.2016. Saunders Handbook of Veterinary Drugs (Fourth Edition).
Raleigh, North Carolina: Elsevier.
McDowell LR. 2000. Vitamins In Animal and Human Nutriton 2nd Edition. Iowa
(US): Iowa State University Pr.
Motaung TE, Petrovski KR., Petzer I. Thekisoe O, Tsilo TJ. 2017. Importance of
bovine mastitis in Africa. Animal Health Research Reviews. 18(1):58–69.
Ndahetuye JB., Persson Y, Nyman AK, Tukei M, Ongol MP, Båge R. 2019.
Aetiology and prevalence of subclinical mastitis in dairy herds in peri-urban areas
of Kigali in Rwanda. Tropical Animal Health and Production. 51: (7).
Nurhayati IS, Martindah E. 2015. Pengendalian mastitis subklinis melalui pemberian
antibiotik saat periode kering pada sapi perah. Wartazoa. 25(2):65-74.
Nurhayati IS. 2014. Kajian Pengendalian Mastitis Subklinis melalui Pemberian
Antibiotik pada saat Kering Kandang di KPSBU Lembang Jawa Barat [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oka B, Wijaya M, Kadirman. 2017. Karakterisasi kimia susu sapi perah di Kabupaten
Sinjai. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanianber. 3(1): 195-202.
Oliver SP, Almeida RA, Gillespie BE. 2004. Extended ceftiofur therapy for treatment
of experimentally-induced Streptococcus uberis mastitis in lactating dairy
cattle. J Dairy Sci.87:3322–3329.
Patel SD, Sadariya KA, Gothi AK, Patel UD, Gohil PA, Jain MR, Bhavsar SK,
Thaker AM. 2011. Effect of moxicloxacin administration on pharmacocinetics of
tolfenamic acid in rats. Braz. arch.biol. technol. 54 (4): 739-744.
Peter D, Kenneth W, Hinchcliff SH, Walter G. 2015. Veterinary Medicine: The
diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs, and Goats. Edisi ke11. Saint Louis(US):
Mosby Elsevier.
Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook. Blackwell:Minnesota. •
Prihatno SA dan Gustari S. 2003. Pengaruh pemberian prostaglandin PGF-2α dan
gonadotrophin releasing hormone terhadap angka kebuntingan pada sapi perah
yang mengalami kasus kawin berulang. Jurnal Sain Veteriner. 21(2):14-17.
28

Priyanto L. 2019. Kajian kerusakan DNA spermatozoa terhadap profile protein


spermatozoa dan performan reproduksi sapi [disertasi].Yogyakarta (ID) :
Universitas Gadjah Mada.
Priyanto L. 2021. Ilmu reproduksi sapi untuk Orang lapangan. Jakarta(ID):
Veterinary Indie Publisher.
Robert SJ. 1986. Infertility In the Cows. New York (US) : Woodstock
Ruegg PLA. 2017. 100-year review: mastitis detection, management, and
prevention. Journal of Dairy Science.100: (12).
Santos JEP, Bisinotto RS, Ribeiro ES, Lima, FS, Greco LF, Staples CR. and Thatcher
WW. (2010). Applying nutrition and physiology to improve reproduction in dairy
cattle. Soc Reprod Fertil Suppl. 6(7) : 387-403.
Suartini NK, Trilaksana IGHB, Pemanyun TGO. 2013. Defining postpartum uterine
disease in cattle. Theriogenology. 65:1516-1530.
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak 1-a (Mamalia). Yogyakarta (ID): UGM Press.
Sulaksono A, Suharyati S,Santoso EP.2010. Penampilan Reproduksi (Servise Per
Conception, Lama Bunting dan Selang beranak) Kambing Boerawa Di
Kecamatan Gedong Tataan dan Kecamatan Gisting. Lampung :Universitas
Lampung.
Supar, Ariyanti T. 2008. Kajian pengendalian mastitis subklinis pada sapi perah
[Studies on subclinical mastitis control in the dairy cows]. Di dalam: Diwyanto
K, Wina E, Priyanti A, Natalia L, Herawati T, Purwandaya B, editor. Semiloka
Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020; 2008
Apr 21; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. 6(1):360-366.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa
Turkyilmaz MK. 2005. Reproductive characteristic of holstein cattle reared in a
private dairy cattle enterprise. Journal of Vet Anim Sci 29: 1049-1052
Yilmaz O, Celik HA, Yazici E, Ucar M. 2011. Twin mummified foetuses in a holstein
friesian cow: a case report. Vet. Med. 56(11): 573-576.
Zadoks R N, Fitzpatrick JL. 2009. Changing trends in mastitis. Irish Veterinary
Journal. 62(4):59–70.
Whittier WD. 2013. Pregnancy determination in cattle: a review of available
alternative. Di dalam: Hermel SR editor. Applied Reproductive Strategies in Beef
Cattle. 2013 okt 15-16: Staunton. Staunton [USA]: ARSBC. Hlm 165-176.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Harian Mahasiswa selama PKL di Koperasi Peternak Sapi


Bandung Utara (KPSBU) Lembang

Hari/ Jam Kegiatan Pembimbing


Tanggal
Senin, 5 07.30 - 08.00 Briefing dan pengantar oleh Drh. Fathul Bari
April 2021 Kepala Bagian IB-Keswan
08.00 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Dedi Atam
Pelayanan PKB 1 ekor
Pengobatan Indigesti
Pelayanan Post-partus 1 ekor
Operasi Petugas Kesehatan
Selasa, 6 07.30 - 21.00 Follow up Operasi Bapak Apriyadi
29

April 2021
Perawatan pedet diare
Pelayanan pre-partus
Operasi Petugas Kesehatan
Rabu, 7 07.30 - 17.00 Penanganan Distokia Bapak Agus Idi
April 2021
Penanganan retensi plasenta
Penanganan mastitis
Penanganan diare
Pelayanan post-partus 1 ekor
Kamis, 8 07.30 - 17.00 Pelayanan post partus 1 ekor Bapak Dimdim
April 2021 Penanganan retensi plasenta
Penanganan abortus
Pelayanan Pre-partus
Jumat, 9 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak
April 2021 Edwiansyah
Sabtu, 10 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Bambang
April 2021 Penanganan Indigesti Nurdin
Penanganan mastitis
Operasi Petugas Kesehatan
Senin, 12 07.30 - 17.00 Penanganan endometritis Bapak Aang
April 2021 Pelayanan IB 2 ekor Sopian
Penanganan Laminitis
Penanganan Retensii plasenta
Post partus 1 ekor
Selasa, 13 07.30 - 17.00 Penanganan Retensi Plasenta Bapak Galih
April 2021 Penanganan mumifikasi
Rabu, 14 07.30 - 17.00 Follow up sapi ambruk Bapak Ucep
April 2021 Penemuan Hipofungsi ovari
PKB 15 ekor
Kamis, 15 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Asep
April 2021 Pelayanan IB 2 ekor Firman
Jumat, 16 07.30 - 17.00 Penanganan hipocalsemia Drh Fathul
April 2021
Senin, 19 07.30 - 23.00 Pelayanan IB 1 ekor Bapak Aang
April 2021 Penanganan laminitis Sopian
Surveillance
Operasi Petugas Kesehatan
Selasa, 20 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Aam
April 2021 Perawatan post op
Penanganan Laminitis
Pelayanan IB 2 ekor
Pelayanan post partus 1 ekor
Operasi Petugas Kesehatan
Rabu, 21 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Dede Ined
April 2021
Operasi Petugas Kesehatan
Kamis, 22 07.30 - 21.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Sopian
April 2021 Penanganan diare Sopandi
Operasi caesar Petugas Kesehatan
30

Jumat, 23 07.30 - 17.00 Pelayanan post partus 1 ekor Bapak Rudi


April 2021 Perawatan post op Irawan
Vaksin Brucella Petugas Kesehatan
Sabtu, 24 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Asep
April 2021 Pelayanan IB 2 ekor Dadan
Repeat breeding (laporan)
Vaksin Brucella Petugas Kesehatan
Senin, 26 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Arif Sopian
April 2021 Penanganan endometritis
Pelayanan IB 1 ekor
Vaksin Brucella Petugas Kesehatan
Selasa, 27 07-17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Uu Hadi
April 2021 PKB 2 ekor
Vaksin Brucella Petugas Kesehatan

Lampiran 2 Rekapitulasi kasus klinik selama praktik kerja lapangan di KPSBU


Lembang

No Kasus Anamnesa Signalemen GejalaKlinis Terapi


1 Mastitis Susu yang - Nomor Telinga : Ambing Sulpidon 20
dihasilkan 2100521 mengeras, mL IM dan
menggumpal - Jenis hewan : Sapi bengkak diperahsetia
- Ras :FH phari
- Warna :Hitam putih
- Umur : 2 tahun
- BB : 300 – 400 kg
2 Bloat Nafsu makan - Nomor Telinga: Abdomen Phermethyl (
berkurang 213049 membesar, napas 25 ml dalam
- Jenis hewan : Sapi meningkat dan 500 ml air)
- Ras : FH nafsu makan
- Warna :Hitam putih menurun
- Umur : 4 bulan
- BB : 90 kg
3 Hipokals Sapi baru - Nomor Telinga : Sapi ambruk dan Calmasol
emia melahirkan tiga 213347 sulit berdiri, 500 ml
hari sebelumnya, - Jenis ewan : Sapi hearth rate secara
sapi ambruk dan - Ras :FH takikardi, dan Prognosa :
sudah di infus - Warna : Hitam putih sudah di infus infausta
31

calsium - Umur : 4 tahun calsium tetapi


sebelumnya tetapi - BB : 400-500 kg tetap ambruk
sapi tetap ambruk
4 Diare Sapi tidak mau - Nomor Telinga : Feses cair, perut Colibact
makan, demam 220999 kembung 20ml IM
dengan suhu 39.8 - Jenis hewan :Sapi
- Ras :FH
- Warna :Hitam putih
- Umur : 3 tahun
- BB : 300 – 400 kg
5 Laminiti Sapi pincang - Nomor Telinga : Ada reaksi sakit Ketosol dan
s 214432 saat ditekan, Vitamin b
- Jenis hewan :Sapi bagian sekitar kompleks
- Ras :FH kuku tampak
- Warna :Hitam putih kemerahan
- Umur : 3 tahun
- BB : 200 – 300 kg
6 LDA nafsu makannya - Nomor Telinga : nafsu makannya Operasi
turun, terjadi 212246 turun, terjadi Ketosol 10
penurunan curah - Jenis hewan :Sapi penurunan curah ml
tinja, frekuensi - Ras :FH tinja, frekuensi Vitamin B
kontraksi rumen - Warna :Hitam putih kontraksi rumen compleks
berkurang - Umur : 3 tahun berkurang, Colibact inj
- BB : 200 – 300 kg terdapat
pingsound
7 Displasi Tidak napsu - Nomor Telinga : penurunan nafsu Operasi
a makan, feses 213389 makan hingga Ketosol
abomasu sedikit, dehidrasi - Jenis hewan :Sapi hilangnya nafsu Colibact inj
m - Ras :FH makan terutama Vitamin B
- Warna :Hitam putih pada konsumsi compleks
- Umur : 3 tahun konsentrat.
- BB : 200 – 300 kg Produksi susu
turun, faeces
sedikit dan
konsistensi
lembek .

Lampiran 3 Rekapitulasi kasus reproduksi selama praktik kerja lapangan di KPSBU


Lembang
Kasus Anamnesa Signalemen Gejala Klinis Terapi
Endome- Sapi baru - Nomor Telinga : Terdapat leleran Penstrep 20 m
tritis melahirkan 14 214098 dan 21 1134 discharge
32
putih L intrauterin
hari sebelumnya - Jenis hewan : Sapi keruh pada vagina
- Ras : FH
- Warna :Hitam putih
- Umur : 2 tahun dan 4
tahun
- BB : 300-400 kg
Retensio Sapi baru - Nomor Telinga : Plasenta belum Cotrimoxazole
Plasenta melahirkan pada 210234 keluar setelah 12 bolus
pagi hari - Jenis hewan :Sapi jam post partus dan (intrauterine),
- Ras : FH nafsu makan berku Colibact inj
- Warna : Hitam putih rang 20ml
- Umur : 3 tahun (intramuskular)
- BB : 300-400 kg ,
Vitamin B
kompleks 20ml
(intramuskular)
Hypofung Sapi sudah di IB - Nomor Telinga : Sapi tidak Vitol 20 ml
si ovari pada tanggal 213778 menunjukkan IM, Vitamin
Januari 2021 - Jenis hewan :Sapi gejala estrus Bkompleks 20
- Ras :FH (anestrus) pada ml IM, dan
- Warna :Hitam putih beberapa kali Mineral
- Umur : 3 tahun siklus estrus.
- BB : 300-400 kg
Distokia Sapi umur - Nomor Telinga : Sapi terlihat lemah, Sectio
kebuntingan 9 209865 kehilangan nafsu cesaria,injeksi
bulan dengan - Jenis hewan : Sapi makan intensitas hematodin® 20
ml, vetadryl®
kontraksinya - Ras : FH perejanan
20 ml, dan
lemah sehingga - Warna : Hitam putih menurun, sulpidon® 20
sulit untuk - Umur : 3 tahun dehidrasi, mukosa ml secara
melahirkan. - BB : 400 – 500 kg pucat. Pemeriksaan intramuskular
BCS 3 inspeksi
menunjukkan sapi
sudah kelelahan
merejan, dan posisi
fetus sungsang kaki
belakang yang
menuju jalan
kelahiran,posisi
fetus tidak normal,
serta ukuran yang
besar.
Repeat Sapinya sudah 2 - Nomor Telinga : Sapi tidak bunting Conseptase inj
Breeding tahun tidak 205637 setelah dilakukan 1.5-2.5 ml
bunting setelah - Jenis hewan : Sapi inseminasi
dilakukan - Ras : FH beberapa kali
inseminasi - Warna : Hitam putih
buatan terus - Umur : 3 tahun
menerus - BB : 400 – 500 kg
Mumifika Sapi - Nomor Telinga : Terdapat cairan Vitol 20 ml
si kebuntingan 6 213115 berwarna cokelat IM, Ketosol
bulan - Jenis hewan : Sapi yang keluar pada 20ml IM
- Ras : FH vulva
- Warna : Hitam putih
33

Lampiran 4 Obat-obatan yang digunakan selama praktik kerja lapangan di KPSBU


Lembang

Obat Bahan Aktif Dosis Indikasi


Ketoprofen 100mg 1ml/33kgBB Inflamasi, nyeri pada tulang
IM dan persendian, infeksi
saluran Pernafasan, mastitis

Adenosine Sapi@20mlIM Menjaga stamina tubuh dan


triphospat,Mg,K,Na interval2-5hari menguatkan otot yang lemah
,Vitamin B12

Oxytetracycline Sapi 20ml Arthritis, infeksi saluran


im/SC pernafasan dan
gastrointestinal

Procaine penicillin Sapi: Arthritis,mastitis,infeksi


G, Dihydro 20ml1ml/20kg saluran pernafasan dan
streptomycinsulphat bbIM gastrointestinal
e

Ivermectin10mg 1ml/50kg bb Antiparasit


SC
34

Ceftiofurbase 50mg 1ml/50kg BB, Infeksi pernafasan, dan


SC metritis

Dipenhydramin HC 1.25-2.5 Antihistamin


ml/100kgBB,
IM

Calcium 100- Mengatasi defisiensi Ca, P,


gluconate, 200ml/200- dan Mg
400kgBB,
Magnesium IV/SC
chloridehexahydrat,
sodium
hypophospitemonoh
ydrate,boricacid
NaCl0.9% Secukupnya, Mengembalikan
IV keseimbangan elektrolit

Oxytetracycline Semprotkan Pengobatan luka dan


hydrochloride pada area luka mencegah infeksi luar
terbuka 2x1
hari

Cephalexin, 10g Mastitis


Kanamycin sulphate injeksi
intramammary

Sulfadiazine,trimeth 10-20 ml / Melindungi infeksi uterus,


oprim 200-400 kg BB mengobati penyakit saluran
IM reproduksi, kemih,
pencernaan, dan pernafasan.
35

Dypirone, lidocaine Analgesik, antipiretik,


Antispasmodik

 Vitamin A,10ml/ ekor Meningkatkan pertumbuhan,


Retinol palmitate (dewasa) 5ml/ meningkatkan kekebalan
80000 IU/ml ekor (anak- tubuh terhadap penyakit
 Vitamin D3, anak)
terutama pada hewan muda.
Cholecalciferol
IM atau SC Membantu masa
40000 IU/ml
penyembuhan dari sakit.
 Vitamin E,
Alpha- Meningkatkan fertilitas dan
tocoferolacetate mengatasi kemajiran pada
20mg/ml hewan betina tanpa diketahui
penyebab yang jelas.
Gangguan berahi, gangguan
produksi spermatozoa pada
hewan jantan. Mencegah
kematian janin terutama pada
babi. Rakhitis pada hewan
muda dan osteomalasia pada
hewan dewasa. Gangguan
metabolisme mineral karena
pakan tidak seimbang.
Mencegah abortus dan
meningkatkan ketahanan
tubuh anak yang dilahirkan.
Enrofloxacin 5 ml/200 kg Infeksi saluran pernafasan,
BB saluran pencernaan dan
saluran kemih.
-Septicaemia, arthritis, foot
rot
-Infeksi sekunder penyakit
viral.
-Pencegahan infeksi terhadap
luka bekas operasi, luka pada
kulit atau luka setelah
melahirkan.
-Infeksi bakteri lainnya yang
peka terhadap enrofloxacin
Vitamin B1, 5-10ml/200kg -Mencegah dan mengobati
Vitamin B2, BB difisiensi vitamin B pada
Vitamin B6, ternak
36

Vitamin B12, D- - Memperbaiki konversi


pantenol, pakan
Nikotinamid, Biotin -Mencegah stress pada ternak
, Kolin klorida, akibat vaksinasi, transportasi,
Liver extract kelembapan yang tinggi,
perubahan suhu yang ekstrim
dan penyakit.
Dexamethasone 5- 15 mL/ekor Antiinflamatori, antialergi,
2mg Intramuskular ketosis, dapat digunakan
sebagai obat anemia aseton,
alergi, arthritis, bursitis,
schock, dan tendovaginitis
Tolfenamic acid 1ml/40kg Antipiretik, antiinflamasi
(2ml/kg)

Setiap 100 mL 20 mL/ekor Penguat otot dan


mengandung: ATP Intravena meningkatkan daya tahan
0.1 gr Mg aspartate tubuh
1.5 gr K. aspartate
1.0 gr Na. Selenite
0.1 gr Vitamin B12
0.05 gr Excipient qs
100 mL
Taurine, Untuk meningkatkan nafsu
Ammonium, makan. Semua gangguan
Methionine, hematopoietik. - Anemia
Histidine,
akibat kekurangan makan
Trypotopan, Cobalt
acetate, atau akibat infeksi, , anemia
Cyanocobalamin, akibat pendarahan, sebagai
Excipient qs komplemen pada pengobatan
anti piroplasma, asthenia dan
purpura.
Setiap mL 25 mL dalam Digunakan sebagai terapi
mengandung 500 mL Air timpani/ bloat (kembung)
Permethylpolysilox Per oral
ane
37

Sulfametoxazole 2-4 kaplet/ekor Endometritis/metritis,


800 mg/kaplet pyometra, enteritis
Trimetoprim 160
mg/kaplet

Anda mungkin juga menyukai