Disusun oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Koordinator Mata Kuliah
Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktik Kerja Lapangan di
Wilayah Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan
yang penulis lakukan pada tanggal 5 April – 1 Mei 2021. Penulis ucapkan terima
kasih atas bimbingan, saran, serta masukan kepada pihak-pihak yang membantu
penulis selama kegiatan hingga menyelesaikan laporan ini, yaitu kepada:
1. Drh Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D dan Dr Drh Yudi, MSi selaku Dosen
Pembimbing kegiatan Praktik Kerja Lapang Kesehatan Sapi Program PPDH
FKH IPB atas bimbingan dan arahannya.
2. Drs. Dedi Setiadi SP, selaku pimpinan yang telah mengizinkan pelaksanaan
kegiatan praktik kerja lapangan di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara
(KPSBU) Lembang
3. Drh Fathul Bari selaku pembimbing PKL di lapang yang telah memberikan
bimbingan serta bantuannya selama kegiatan praktik kerja lapangan di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
4. Drh Iyus S, Drh Asep Suwandi, Drh Rukmana, serta seluruh pertugas
paramedik yang telah memberikan ilmu pengetahuan, masukan dan
pelatihan selama praktik kerja lapangan di Koperasi Peternak Sapi Bandung
Utara (KPSBU) Lembang
5. Haudina Rahma Kladia, Bella Dinar Fauqi, Arif Yahya, dan Ilham
Maulidandi, selaku teman satu kelompok kegiatan praktek kerja lapangan di
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI III
DAFTAR GAMBAR IV
DAFTAR TABEL IV
DAFTAR LAMPIRAN IV
PENDAHULAN 5
Latar Belakang 5
Tujuan Kegiatan 6
Manfaat Kegiatan 6
PELAKSANAAN KEGIATAN 6
Tempat dan Waktu 6
Metode Pelaksanaan 6
PELAYANAN KASUS KLINIK 7
Mastitis Klinis 7
PELAYANAN BIDANG REPRODUKSI 10
Pelayanan Inseminasi Buatan dan Pemeriksaan Kebuntingan 10
Pelayanan Inseminasi Buatan 10
Pemeriksaan Kebuntingan 13
Pelayanan Prepartus dan Postpartus 16
Pelayanan Prepartus 16
Pelayanan Postpatus 17
Pelayanan Gangguan Kasus Reproduksi 19
Hipofungsi Ovari 20
Repeat Breeding 22
Mumifikasi 24
SIMPULAN DAN SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 25
4
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Kegiatan
Praktik Kerja Lapang kesehatan sapi perah di Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (KPSBU) Lembang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman sebagai mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) dalam penanganan penyakit klinik dan reproduksi terkait kesehatan sapi
perah. Selain itu, praktik lapangan pelayanan kesehatan klinik sapi perah bertujuan
untuk memudahkan kinerja dari paramedik dan dokter hewan KPSBU dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada peternak. Selain itu mahasiswa PPDH
6
bersama dokter hewan dan petugas paramedik memberikan wawasan dan pelayanan
kepada peternak supaya upaya peningkatan produktifitas ternak.
Manfaat Kegiatan
PELAKSANAAN KEGIATAN
Praktik Kerja Lapangan Kesehatan Sapi Perah Program PPDH FKH IPB
dilaksankan di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang,
Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 5 April – 1 April 2021.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan dengan mengikuti petugas kesehatan hewan yang
bertugas ke lapang (peternakan rakyat). Petugas kesehatan hewan KPSBU Lembang
terdiri dari empat orang dokter hewan, 20 orang paramedis veteriner atau inseminator,
dan lima orang petugas potong kuku. Para petugas kesehatan hewan memiliki wilayah
kerja masing-masing dan setiap mahasiswa magang akan mengikuti petugas yang
berbeda setiap hari. Sistem pelaporan kasus di KPSBU Lembang dari peternak ke
petugas melalui layanan telepon, pesan singkat (short massage service atau SMS),
chat via media sosial (WhatsApp), ataupun laporan langsung di kantor KPSBU
Lembang bagian kesehatan hewan dan inseminasi buatan (Keswan/IB). Petugas
kesehatan hewan akan mempersiapkan obat-obatan dan peralatan lain untuk menuju
lokasi peternak setelah mendapat laporan kasus. Kegiatan yang dilakukan di lokasi
antara lain menanyakan anamnesa pada peternak, melakukan pemeriksaan fisik, dan
melakukan pengobatan. Setelah pelayanan kesehatan dilakukan, petugas dan
mahasiswa akan langsung menuju lokasi berikutnya atau mengunggu laporan kasus di
kantor Keswan/IB KPSBU Lembang. Diskusi terkait kasus yang ditangani dilakukan
antara petugas kesehatan hewan dan mahasiswa di perjalanan atau di kantor.
7
KASUS KLINIK
Mastitis Klinik
Mastitis merupakan peradangan pada ambing dan puting, terdapat dalam dua
bentuk utama, yaitu mastitis klinis dan subklinis (Ruegg 2017). Mastitis klinis
mempunyai gejala klinis peradangan yang jelas pada ambing ditandai pembengkakan,
dan panas ketika diraba. Bakteri adalah penyebab utama mastitis, dan lebih dari 140
spesies patogen berbeda telah dilaporkan (Motaung et al. 2017). Sebelumnya,
penelitian telah melaporkan patogen utama mastitis adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus agalactiae, dan Coliforms (Zadoks dan Fitchpatrick 2009). Menurut
penelitian saat ini oleh berbagai upeneliti, telah melaporkan perubahan agen penyebab
mastitis dari patogen utama ke patogen minor seperti coagulase-negatif
Staphylococcus dan bakteri basil lainnya (Ndahetuye 2019). Laporan ini
menunjukkan bahwa patogen minor ini mungkin memainkan peran penting dalam
patogenesis mastitis.
Sapi Friesian Holstein dengan nomor telinga 219039 warna rambut hitam dan
putih; betina, umur 5 tahun. Bentuk ambing tidak simetris, yaitu bagian kanan terlihat
lebih besar. Salah satu ambing kanan bagian belakang berwarna kemerahan. Saat
dipalpasi, konsistensi kelenjar keras dan suhunya lebih tinggi dibanding suhu tubuh di
sekitarnya. Ketika susu dikoleksi, konsistensi encer, berwarna kekuningan, dan
disertai gumpalan putih dan terjadi penurunan produksi susu.
Pemeriksaan Fisik
Temuan Klinis
Ambing asimetris dengan bagian kanan lebih besar, batas antara ambing tidak
jelas, warna ambing kemerahan, konsistensi ambing keras ketika dipalpasi, ambing
bagian kanan berwarna kemerahan, dan suhunya lebih panas dibandingkan suhu
sekitarnya. Konsistensi susu encer, berwarna kuning keruh, dan disertai gumpalan
putih dan terjadi penurunan produksi susu.
Mastitis klinis selalu diikuti tanda klinis, baik berupa pembengkakan,
pengerasan ambing, rasa sakit, panas, serta kemerahan, bahkan sampai terjadi
penurunan fungsi ambing. Namun demikian, kedua jenis mastitis baik subklinis
maupun klinis dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas susu (Nurhayati
& Martindah 2015). Perubahan yang terlihat dalam susu meliputi perubahan warna,
terdapat gumpalan, dan peningkatan leukosit dalam jumlah besar (Surjowardojo et al.
2008). Perubahan fisik susu meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi. Warna yang
8
biasanya putih kekuningan berubah menjadi putih pucat atau kebiruan. Rasa susu
berubah menjadi getir atau asin. Bau yang harum dari susu dalam keadaan radang
ambing menjadi asam. Konsistensi yang biasanya cair dengan emulsi yang merata
berubah menjadi pecah, lebih cair, dan kadang disertai dengan jonjot atau endapan
fibrin dan gumpalan protein yang lain. Apabila dipanasi atau diuji dengan uji alkohol
72 % susu dapat segera menggumpal atau pecah (Subronto 2008)
Diagnosa
Diagnosa dilakukan berdasarkan temuan klinis, yaitu mastitis klinis
Terapi
Penstrep 400 inj 10 ml secara intramuscular dan ketosol 10 ml secara
intramuscular
Sapi dengan eartake 219039, pada tanggal 6 April 2021 ditemukan mengalami
pembesaran pada ambing dengan bagian kanan yang lebih besar sehingga ambing
terlihat asimetris. Batas antara ambing tidak jelas, warna ambing kemerahan,
konsistensi ambing keras ketika dipalpasi, dan suhunya lebih panas dibandingkan
suhu sekitarnya. Konsistensi susu encer, berwarna kuning keruh, dan disertai
gumpalan putih dan terjadi penurunan produksi susu. Sapi tersebut di diagnosa
mengalami mastitis klinis.
Mastitis klinis mengakibatkan perubahan fisik susu seperti susu pecah,
bercampur nanah, ambing membengkak asimetris, berdarah, bila dipegang panas, dan
sapi menunjukkan adanya respon sakit saat ambing dipalpasi. Sedangkan mastitis
subklinis secara fisik tidak ditemukan perubahan pada susu, tetapi bila dilakukan uji
mastitis seperti California Mastitis Test, IPB mastitis tes dan pengujian lainnya akan
terlihat pengentalan atau atau membentuk lendir yang artinya menunjukkan adanya
peningkatan jumlah sel darah putih dalam susu (Kementan 2014).
Proses infeksi dimulai dengan masuknya mikroorganisme ke dalam kelenjar
ambing melalui lubang puting yang terbuka setelah proses pemerahan.
Mikroorganisme berkembang dalam puting, dan menyebar ke alveoli, serta
menyebabkan kerusakan pada susu yang dihasilkan. Mikroorganisme yang masuk ke
dalam ambing dapat merusak sel dalam ambing akibat reaksi peradangan dan invasi
mikroorganisme. Proses penularan agen penyebab mastitis dapat terjadi pada saat
pemerahan susu secara manual melalui tangan pemerah, air yang dipakai untuk
membersihkan ambing, kain lap atau peralatan lain yang dipakai pada saat pemerahan
(Supar dan Ariyanti 2008). Hamadani et al. (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor
risiko yang memengaruhi terjadinya kasus mastitis antara lain umur tua, periode akhir
9
laktasi, produksi susu tinggi, ras sapi (jenis FH lebih berisiko dibanding New jersey).
Umur hewan menentukan mudah tidaknya seekor hewan terinfeksi mastitis. Sapi yang
semakin tua, terutama sapi dengan produksi susu yang tinggi maka semakin kendur
otot sphincter putingnya, sehingga sapi semakin mudah terinfeksi karena kemampuan
otot sphincter menahan masuknya kuman berkurang. Produksi susu yang semakin
tinggi, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh otot sphincter untuk menutup
dengan sempurna (Nurhayati 2014).
Diagnosa kasus mastitis klinis dapat langsung ditentukan berdasarkan gejala
yang tampak, seperti ambing atau puting yang membengkak dan merah, susu menjadi
encer bercampur gumpalan-gumpalan, dan terdapat darah atau nanah yang bercampur
dengan susu (Blowey & Weaver 2011). Sedangkan menurut Peter et al. 2017
diagnosis awal mastitis klinis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik
rutin dan pemeriksaan sampel susu di laboratorium. Faktor lingkungan juga dapat
menjadi faktor predisposisi terhadap kasus mastitis. Kandang yang kotor, kepadatan
sapi yang tinggi, serta pemerahan yang salah dapat mengakibatkan kejadian mastitis
meningkat. Penularan mastitis biasa terjadi dari seekor sapi ke sapi lain dan dari
kuartir terinfeksi ke kuartir normal melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin
pemerah dan lalat.
Setelah di diagnosa mengalami mastitis klinis, sapi tersebut di treatment
menggunakan antibiotik dan antiradang, yaitu menggunakan penstrep dan ketosol
dengan rute intramuscular. Antiobiotik penstrep memiliki bahan aktif yaitu procaine
penisilin G dan dihydrostreptomicin sulphate. Penisilin merupakan golongan
antibiotik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri
sedangkan streptomicin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja
dengan cara menghambat sintesis protein. Ketosol memiliki bahan aktif ketoprofen.
Ketoprofen adalah antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Mekanisme kerja obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) untuk ketoprofen adalah menghasilkan efek
analgesik dan antiinflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Enzim
yang dihambat oleh NSAID adalah enzim cyclo-oxygenase (COX). Enzim COX ada
dalam dua isoform: COX-1 dan COX-2. Ketoprofen adalah inhibitor nonselektif
COX-1 dan COX-2. COX-1 dan COX-2 bertanggung jawab untuk sintesis
prostaglandin. Prostaglandin adalah mediator penting untuk nyeri, peradangan, dan
demam (Mark 2016).
Tabel 1 Rekapitulasi pelayanan IB dan PKb selama praktik kerja lapangan di KPSBU
Lembang
Jenis Pelayanan Jumlah Keterangan
Inseminasi 35 - Inseminasi dilakukan oleh petugas
Buatan -Mahasiswa melakukannya sebanyak 7 kali
- Semen dideposisikan di depan cincin ke-4 serviks
PKb : 18 PKb dilakukan oleh petugas, mahasiswa
melakukannya pada 6 ekor
- 2 bulan 4 Kornua uteri asimetris pada cornua uteri kanan,
teraba undulasi cairan
- 4 bulan 1 Kornua uteri asimetris, fetus teraba sebesar kucing
- 9 bulan 1 Teraba kaki fetus, fetus berada di jalan kelahiran,
fremitus a. uterine berdesir kencang
bagian sumbat laboratorium sampai semen beku duduk pada tempatnya di dalam
pistolet. Gunting ujung semen beku di bagian rongga udara di bawah sumbat
laboratoriurn dan sisakan bagian semen beku yang di luar pistolet sepanjang kira-kira
1.5 cm. Kemudian pasanglah plastic sheath menyelubungi semen beku, kemudian
eratkanlah cincin kuncinya (fiksir).Usahakan agar plastic sheat menyelubungi dengan
sempurna. Secara halus dan perlahan tekanlah piston ke dalam pistolet sampai
dirasakan gerakan sumbat pabrik mendesak semen atau terlihat cairan semen di
bagian ujung semen beku (Kusumawati dan Lendro 2014).
Setelah melakukan IB, petugas mencatat layanan pada nota pelayanan yang
berisi data peternak, tanggal IB, nomor telinga sapi, derajat birahi, nama pejantan, no
registrasi straw, dosis IB, IB ke-berapa, tanda tangan petugas dan peternak (Gambar
1). Manfaat pencatatan adalah untuk evaluasi keberhasilan program, dan pencatatan
supaya tertata rapih sehingga berguna sebagai sumber informasi untuk penelusuran
data di kemudian hari, memudahkan pemeriksaan kebuntingan, dan menghindari
kawin berulang.
Gambar 2 Nota pelayanan IB, PKb, dan kesehatan hewan di KPSBU Lembang
Sapi 4 5 6
Anamnesa Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada Dilakukan IB pada
bulan Januari 2021 bulan November 2020 bulan Agustus 2020
Signalmen
15
Hasil diagnose PKb diperoleh dengan cara membandingkan dengan teori yang
ada, melihat tanggal IB terakhir dan kemudian diperiksa kembali oleh petugas.
Penentuan umur kebuntingan dapat dilihat dengan memperhatikan beberapa
parameter seperti ukuran organ, posisi fetus, karakteristik organ reproduksi, dan
adanya fremitus arteri uterin sebagai pembanding, Whittier (2013) memberikan
rangkuman penentuan umur kebuntingan pada sapi dengan metode palpasi rektal
(Tabel 4).
Tabel 4 Ciri- ciri kebuntingan pada sapi dengan metode palpasi rektal (Whittier
2013)
Umur
Bunting Karakteristik
(Hari)
30 Uterus pada posisi normal, salah satu cornua uterus sedikit
menebal dan membesar, dan terdapat kantung embrio sebesar
kelereng.
45 Cornua uterus menebal dan membesar dan terdapat kantung
embrio sebesar telur ayam.
60 Diameter cornua uterus jelas menebal hingga berdiameter 2.5
hingga 3.5 inchi, terisi cairan amnion, fetus teraba sebesar tikus.
90 Cornua uterus membesar hingga berdiameter 4-5 inchi, fetus
berukuran sebesar tikus, arteri uterine mulai teraba (fremitus),
kotiledon mulai teraba tetapi sangat tipis.
120 Cornua uteri semakin membesar, fetus sangat mudah teraba, fetus
sebesar kucing, fremitus terasa lebih kuat (diameter arteri uterine :
0.25 inchi).
16
Pelayanan Prepartus
Pelayanan prepartus dilakukan untuk menjaga kesehatan induk dan fetus pada
masa-masa bunting tua. Selain itu pelayanan prepartus diberikan untuk memperlancar
proses kelahiran. Pelayanan prepartus pada sapi di KPSBU Lembang umumnya
dilakukan setelah adanya panggilan dari peternak melalui telpon genggam, secara
langsung atau melalui surat yang diletakan di tempat penampungan susu daerah
setempat. Petugas yang melayani kondisi prepartus oleh dokter hewan atau paramedis.
17
Pelayanan prepartus pada sapi bunting dilakukan ±20-7hari sebelum partus. Menurut
Hadisutanto (2014), sejak 4 hari pre partus, kondisi induk sapi akan mengalami
penurunan keseimbangan energi hingga 21 hari pasca partus sehingga pemberian
vitamin akan meningkatkan daya tahan tubuh sapi. Pelayanan prepartus dapat dilihat
pada (Tabel 5). Pelayanan prepartus yang diikuti mahasiswa adalah 2 ekor dengan
eartake 213990 dan 21894. Pemeriksaan fisik hewan pre-partus dapat dilihat pada
Tabel 6, sedangkan pemeriksaan fisik hewan post-partus pada (Tabel 7).
Pelayanan prepartus yang dilakukan adalah pemberian multivitamin, yaitu
Vitol-140® (tiap ml: Vitamin A, retinol palmitate 80000 IU; Vitamin D3,
Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E, Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL
intramuskular (dosis anjuran 10 mL). Selain itu juga diberikan Vit BKompleks®
(tiap mL: Vitamin B1 2,5 mg; Vitamin B2 2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12
1,0 mcg; Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL intramuscular (dosis
anjuran sapi 10-15 ml). Vitamin A terlibat dalam proses pembentukan dan menjaga
fungsi jaringan epitel dan membran mukosa serta sangat penting untuk kesuburan.
Vitamin D3 mengatur metabolisme kalsium dan fosfor dalam darah dan mengatur
absorbsinya dari usus. Menurut Santos et al. (2010), rendahnya konsentrasi Ca
berisiko menyebabkan munculnya penyakit reproduksi seperti tertundanya ovulasi
postpartum dan kegagalan bunting ataupun abortus pada sapi. Vitamin E adalah
antioksidan intraseluler, berperan dalam menjaga stabilitas membran sel dari oksidasi
lemak tak jenuh serta menghambat terjadinya keracunan peroksida lemak. Pemberian
Vitamin B-Kompleks® bertujuan meningkatkan daya tahan indukan sebelum partus.
Pelayanan postpartus
Penanganan post partus dilakukan pada sapi pasca melahirkan sampai siklus
estrus pertama post partus. Penanganan post partus bertujuan untuk mengembalikan
kondisi induk pasca partus, mencegah infeksi sekunder yang terjadi selama proses
melahirkan, serta mencegah timbulnya gangguan reproduksi post partus. Penanganan
yang tepat post partus pada induk sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan
proses reproduksi ternak selanjutnya atau kebuntingan berikutnya. serta dilakukan
agar proses involusi uterus dapat berjalan normal (McDowell 2000). Pelayanan
postpartus yang diikuti mahasiswa selama praktik di KPSBU Lembang berjumlah 6
ekor, dengan eartag 137854, 209987, 2113498, 210990, 217865, 216788.
Pemeriksaan fisik hewan dapat dilihat pada Tabel 7.
Perawatan bagi sapi postpartus adalah pemberian antibiotika dan multivitamin
(Tabel 5). Pemberian antibiotika bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
bakterial di saluran reproduksi sapi indukan yang mungkin terjadi saat post partus.
Pada sapi-sapi yang diberi layanan di KPSBU Lembang diberikan Roxine (tiap mL:
Enrofloxacin 100 mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran: 5 mL untuk 200 Kg/BB).
Hewan juga diberi antibiotik Sulfapros® ST-200 (tiap bolus: sulfadiazine 2000 mg
dan trimethoprim 400 mg), 2 bolus intrauteri (dosis anjuran: 2-4 bolus), dengan
indikasi mencegah terjadinya infeksi saluran reproduksi seperti endometritis, metritis,
dan lain-lain. Selanjutnya juga diberikan Penstrep-400® (tiap mL: procaine penicillin
200.000 IU, dihydrostreptomycin sulphate 200 mg), 10 mL intramuskular (dosis
anjuran: 1 mL untuk 10 Kg/BB). Selain itu diberikan pula multivitamin untuk
menjaga daya tahan tubuh indukan serta untuk mempercepat pesembuhan.
Multivitamin yang biasa diberikan adalah Vitamin B-Kompleks® (tiap mL: Vitamin
B1 2,5 mg; Vitamin B2 2,0 m; Vitamin B6 2,5 mg; Vitamin B12 1,0 mcg;
Nicotinamide 20,0 mg; d-panthonol 10,0 mg) 10 mL intramuscular (dosis anjuran sapi
18
Sapi 4 5 6
Anamnesa Partus ke 2, Partus ke 2, plasenta Partus ke4, plasenta
plasenta sudah sudah keluar sudah keluar
terlepas
Signalmen
Nomor telinga 210990 217865, . 216788
Jenis hewan Sapi Sapi Sapi
Ras FH FH FH
Warna rambut Hitam-putih Hitam-putih Hitam putih
Umur 3 5 th 3334 tahun 3336 tahun
Berat badan ± 400 kg ± 400 kg ± 400kg
Status Present
Suhu tubuh 38.4 oC 38.6oC 38.3oC
Frekuensi napas 28 kali/menit 30kali/menit 24 kali/menit
Frekuensi jantung 52 kali/menit 60kali/menit 66 kali/menit
Perawatan Baik Baik Baik
Habitus Tulang punggung Tulang punggung Tulang punggung lurus
lurus lurus
Gizi Baik Baik Baik
Sikap berdiri Menumpu dengan Menumpu dengan 4 Menumpu dengan 4
4 kaki kaki kaki
Diagnosa Sehat Sehat Sehat
1 - Massase ovarium
- Vitol-140® (tiap mL: Vitamin A, retinol palmitate 80000
IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E,
20
Hipofungsi Ovarium
palmitate 80000 IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000 IU; Vitamin E, Alpha-
tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran: 10 Ml/ekor) sebagai anti
anemia, meningkatkan nafsu makan, daya tahan tubuh dan membantu proses
metabolisme sehingga dapat memperbaiki nutrisi hewandengan rute intramuscular.
Pada kasus 2 dilakukan penanganan dengan massase ovarium dan pemberian Vitol®
(tiap ml: Vitamin A, retinol palmitate 80000 IU; Vitamin D3, Cholecalciferol 40000
IU; Vitamin E, Alpha-tocoferolacetate 20mg), 10 mL intramuskular (dosis anjuran 10
mL) sebagai anti anemia, meningkatkan nafsu makan, daya tahan tubuh dan
membantu proses metabolisme sehingga dapat memperbaiki nutrisi hewan.
Pemijatan pada ovarium secara lembut dilakukan untuk merangsang sirkulasi
darah di sekitar ovarium, selain itu juga dapat merangsang pelepasan prostaglandin,
oksitosin dan hormon peptida lainnya (Hunter 1995). Menurut Priyanto (2021),
kejadian hipofungsi ovari dapat diterapi dengan perbaikan pakan, selain itu itu untuk
mempercepat kesembuhan hipofungsi ovari sebaiknya diberikan vitamin ADE dan
mineral, hal ini akan mempercepat aktifitas ovarium. Pemberian GnRH dapat
dilakukan jika BCS tubuh sapi sudah memenuhi syarat. Gonadotropin releasing
hormon (GnRH) akan merangsang keluarnya hormon FSH dan LH yang akan
bekerjasama dalam proses pertumbuhan dan pematangan folikel menjadi folikel de
graaf, yang akhirnya akan memicu terjadinya ovulasi (Divers dan Peek 2008).
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam kasus ini yaitu dengan manajemen
kandang yang baik, mengurangi stres sapi, manajemen nutrisi yang efektif seperti
pemberian ransum kalsium, fosfor, vitamin A, D, E, dan mineral selenium. Stres pada
sapi dapat mengakibatkan fisiologis sapi terganggu. Manajemen nutrisi yang efektif
dapat meingkatkan imunitas pada sapi (Abdullah et al. 2016; Patel et al. 2016).
Repeat Breeding
Repeat breeding adalah sapi betina yang mempunyai siklus estrus normal,
tetapi meskipun sudah dikawinkan paling tidak tiga kali dengan pejantan atau semen
pejantan fertile belum berhasil bunting, tanpa disertai gejala klinis dari penyakit atau
abnormalitas alat reproduksi (Yuliana 2000). Selama praktik di KPSBU Lembang,
ditemukan kasus repeat breeding sebanyak 1 ekor, yaitu pada sapi Frisien Holstein
berumur 5 tahun dengan eartag 205637, dan tidak bunting selama 2 tahun terakhir
(Gambar 5). Menurut pengakuan peternak sapi tersebut tetap menunjukan gejala
birahi walaupun sudah diinseminasi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik suhu tubuh,
frekuensi napas, dan frekuensi detak jantung terdapat dalam range normal yaitu
berturut-turut 38.5 oC, 27 kali/menit dan 70 kali/menit. Berdasarkan anamnesa dari
peternak sapi tersebut tidak bunting selama 2 tahun. Sapi tersebut sudah di IB tetapi
tetap menunjukan gejala birahi. Hal seperti ini dapat disebut repeat breeding atau
kawin berulang.
23
Mumifikasi Fetus
mengalami mumifikasi fetus saat memasuki usia kebuntingan pada trimester kedua,
yaitu usia 6 bulan.
Menurut Krishnan (2015), mumifikasi dapat disebabkan oleh kausa infeksius
dan non-infeksius. Agen infeksi yang bisa menyebabkan mumifikasi adalah virus,
bakteri, leptospirosis dan jamur. Faktor non-infeksius yang bisa menyebbakan
mumifikasi antara lain umbilical, torsio uterus, gangguan plasentasi, kelainan genetik,
trauma, hipertermia, dan stress. Pada kasus di lapangan, diduga disebabkan oleh agen
infeksi bakteri, sebab kondisi kandang memiliki sanitasi yang buruk.
Gejala klinis yang terlihat pada sapi tersebut adalah terdapat cairan coklat
disekitar vulva. Hal ini sesuai menurut Kumar et al. (2017), yaitu kondisi mumifikasi
ditandai dengan berkurangnya cairan janin dan adanya bahan berwarna coklat di
sekitar janin (Kumar et al. 2017). Prognosis kasus mumikasi adalah fausta selama
tidak ada cedera internal pada organ reproduksi.
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam kasus ini yaitu dengan manajemen
kandang yang baik, mengurangi stress sapi, manajemen nutrisi yang efektif seperti
pemberian ransum kalsium, fosfor, vitamin A, D, E, dan mineral selenium. Stres pada
sapi dapat mengakibatkan fisiologis sapi terganggu. Manajemen nutrisi yang efektif
dapat meingkatkan imunitas pada sapi (Abdullah et al. 2016; Patel et al. 2016).
Simpulan
26
Praktik kerja lapangan pelayanan kesehatan klinik dan reproduksi sapi perah
di KPSBU Lembang telah meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman mahasiswa sehingga mampu melakukan diagnosis dan memberikan
terapi terkait kasus gangguan klinik dan reproduksi di lapangan. Manajemen
pelayanan kesehatan sapi perah di KPSBU Lembang belum berjalan dengan baik
disebabkan karena masih tingginya kasus mastitis yang terjadi dan berdasarkan nilai
CR dan S/C, keberhasilan program IB di KPSBU Lembang dinilai kurang ideal.
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu pelayanan yang dilakukan harus terus
ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas produksi sapi perah. Selain itu tindakan
yang lege artis harus terus dipertahankan oleh petugas agar menimalisasi kontaminasi
oleh mikroorganisme dan meningkatkan efektifitas farmasetikal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah FFJ, Chung ELT, Abba Y, Sadiq MA, Bitrus AA, Hambali IU, Lila MAM,
Haron AW, Saharee AA. 2016. A case of retained placenta in a dairy cow.
International Journal of Livestock Research. 4(4):125-127.
Amiridis GS, Tsiligianni TH, Dovolou TH, Rekkas C, Vouzaras D, Menegatos I.
2009. Combined administration of gonadotropin-releasing hormone, progesteron,
and meloxicam is an effective treatment for the repeat-breeder-cow.
Theriogenology. 72(4):542-548. and management of fetal mummification in cow.
International Journal of
Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle. Ed. Ke-3. Great Britain (UK):
Blackwell Publishing.
Barkema H, Schukken YH, Zadoks RN. 2006. Invited review: the role of cow,
pathogen, and treatment regimen in the therapeutic success of
bovine Staphylococcus aureus mastitis. J Dairy Sci.89
Bekele N, Addis M, Abdela N, Ahmed WM. 2016. Pregnancy diagnosis in cattle for
fertility management: a review. Global Veterinaria. 16 (14): 355-364.
Blowey RW, Weaver D. 2011. Color Atlas of Disease and Disorders of Cattle 3rd
Edition. London (UK): Mosby Elsevier.
Divers TJ, Peek SF. 2008. Rebhun’s Disease of Dairy Cattle. Misourt (UK):
Saunders.
Hadisutanto. 2008. Negative Energy Balance dan Days Open Pada Berbagai Tingkat
Paritas Partus Sapi Fries Holland. Jurnal Kajian Veteriner. 3(4): 127-130.
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals: Anatomy of Male
Reproduction. 7th ed. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins
Hamadani H, Khan AA, Banday MT, Asraf I, Handoo N, Bashir A, Hamadani A.
2013. Bovine mastitis-A disease of serious concern for dairy farmers.
International Journal Livestock Research. 3(1):42-55.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Universitas
Airlangga Press.
Hastuti D. 2008. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan sapi potong di tinjau dari
angka konsepsi dan service per conception. Mediagro. 4(1):12-20.
27
Hunter RHF, Greve T. 1997. Could artificial insemination of cattle be more fruitful,
penalties associated with ageing eggs. Reprod Dom Anim. 32: 132-141.
Hunter RHF. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik.
Bandung (ID): ITB Press.
Katiyar R, Sacchan SSD, Manzoor M, Rautela R, Pandey N, Prasad S, Gupta HP
(2015). Haematic foetal mummification in a Sahiwal cow: case report. J. Livest.
Sci. 6: 44-46.
Krishan G (2015). Successful management of mummified fetus in a heifer by
prostaglandin therapy and episiotomy. Vet. Sci. Develop. 5:5829.
Kumar PR, Prasad BC, Bose GSC, Prasad VD, Sreenu M. 2017. Diagnosis and
Management of Fetal Mummification in Cow. Int. J. Sci. Environ. Technol. 6(5):
3044 – 3048.
Kusumawati,Lendro. 2014. Inseminasi Buatan. Malang : Universitas Kanjuruhan
Malang.
Linares T, King WA, Larsson K, Gustavsson I, Bane A. 1980. Successful, repeat
nonsurgical collection of blastocysts from virgin and repeat breeder heifers. Vet
Res Comm. 4 :113-118
Manan D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh (ID): Departemen
Pendidikan Nasional.
Mark G, Papich.2016. Saunders Handbook of Veterinary Drugs (Fourth Edition).
Raleigh, North Carolina: Elsevier.
McDowell LR. 2000. Vitamins In Animal and Human Nutriton 2nd Edition. Iowa
(US): Iowa State University Pr.
Motaung TE, Petrovski KR., Petzer I. Thekisoe O, Tsilo TJ. 2017. Importance of
bovine mastitis in Africa. Animal Health Research Reviews. 18(1):58–69.
Ndahetuye JB., Persson Y, Nyman AK, Tukei M, Ongol MP, Båge R. 2019.
Aetiology and prevalence of subclinical mastitis in dairy herds in peri-urban areas
of Kigali in Rwanda. Tropical Animal Health and Production. 51: (7).
Nurhayati IS, Martindah E. 2015. Pengendalian mastitis subklinis melalui pemberian
antibiotik saat periode kering pada sapi perah. Wartazoa. 25(2):65-74.
Nurhayati IS. 2014. Kajian Pengendalian Mastitis Subklinis melalui Pemberian
Antibiotik pada saat Kering Kandang di KPSBU Lembang Jawa Barat [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oka B, Wijaya M, Kadirman. 2017. Karakterisasi kimia susu sapi perah di Kabupaten
Sinjai. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanianber. 3(1): 195-202.
Oliver SP, Almeida RA, Gillespie BE. 2004. Extended ceftiofur therapy for treatment
of experimentally-induced Streptococcus uberis mastitis in lactating dairy
cattle. J Dairy Sci.87:3322–3329.
Patel SD, Sadariya KA, Gothi AK, Patel UD, Gohil PA, Jain MR, Bhavsar SK,
Thaker AM. 2011. Effect of moxicloxacin administration on pharmacocinetics of
tolfenamic acid in rats. Braz. arch.biol. technol. 54 (4): 739-744.
Peter D, Kenneth W, Hinchcliff SH, Walter G. 2015. Veterinary Medicine: The
diseases of Cattle, Horses, Sheep, Pigs, and Goats. Edisi ke11. Saint Louis(US):
Mosby Elsevier.
Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook. Blackwell:Minnesota. •
Prihatno SA dan Gustari S. 2003. Pengaruh pemberian prostaglandin PGF-2α dan
gonadotrophin releasing hormone terhadap angka kebuntingan pada sapi perah
yang mengalami kasus kawin berulang. Jurnal Sain Veteriner. 21(2):14-17.
28
LAMPIRAN
April 2021
Perawatan pedet diare
Pelayanan pre-partus
Operasi Petugas Kesehatan
Rabu, 7 07.30 - 17.00 Penanganan Distokia Bapak Agus Idi
April 2021
Penanganan retensi plasenta
Penanganan mastitis
Penanganan diare
Pelayanan post-partus 1 ekor
Kamis, 8 07.30 - 17.00 Pelayanan post partus 1 ekor Bapak Dimdim
April 2021 Penanganan retensi plasenta
Penanganan abortus
Pelayanan Pre-partus
Jumat, 9 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak
April 2021 Edwiansyah
Sabtu, 10 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Bambang
April 2021 Penanganan Indigesti Nurdin
Penanganan mastitis
Operasi Petugas Kesehatan
Senin, 12 07.30 - 17.00 Penanganan endometritis Bapak Aang
April 2021 Pelayanan IB 2 ekor Sopian
Penanganan Laminitis
Penanganan Retensii plasenta
Post partus 1 ekor
Selasa, 13 07.30 - 17.00 Penanganan Retensi Plasenta Bapak Galih
April 2021 Penanganan mumifikasi
Rabu, 14 07.30 - 17.00 Follow up sapi ambruk Bapak Ucep
April 2021 Penemuan Hipofungsi ovari
PKB 15 ekor
Kamis, 15 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Asep
April 2021 Pelayanan IB 2 ekor Firman
Jumat, 16 07.30 - 17.00 Penanganan hipocalsemia Drh Fathul
April 2021
Senin, 19 07.30 - 23.00 Pelayanan IB 1 ekor Bapak Aang
April 2021 Penanganan laminitis Sopian
Surveillance
Operasi Petugas Kesehatan
Selasa, 20 07.30 - 17.00 Penanganan enteritis Bapak Aam
April 2021 Perawatan post op
Penanganan Laminitis
Pelayanan IB 2 ekor
Pelayanan post partus 1 ekor
Operasi Petugas Kesehatan
Rabu, 21 07.30 - 17.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Dede Ined
April 2021
Operasi Petugas Kesehatan
Kamis, 22 07.30 - 21.00 Pelayanan IB 2 ekor Bapak Sopian
April 2021 Penanganan diare Sopandi
Operasi caesar Petugas Kesehatan
30