Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persediaan

2.1.1. Definisi Persediaan


[2]
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia persediaan adalah aset

yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, dalam

proses produksi penjualan tersebut atau dalam bentuk bahan

atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau

pembelian jasa.

Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau

kegiatan normal usaha perusahaan tersebut. Berdasarkan bidang

usaha perusahaan dapat terbentuk perusahaan industry

(manufacture), perusahaan dagang, ataupun perusahaan jasa.

Untuk perusahaan industry maka jenis persediaan yang dimiliki

adalah persediaan bahan baku (raw material), barang dalam

proses (work in process), persediaan barang jadi (finished

goods), serta bahan pembantu yang akan digunakan dalam proses

produksi. Dan perusahaan dagang maka persediaannya hanya

satu yaitu barang dagang. Biaya persediaan harus meliputi

semua biaya pembelian, biaya konversi,dan biaya lain-lain yang

timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat

ini. Biaya persediaan yang sering dikaitkan atau diartikan

10
11

sebagai harga pokok penjualan dalam perusahaan dagang yaitu

biaya pembelin yang meliputi harga pembelian. Bea masuk/pajak

lainnya.
[7]
Kieso, Weygandt dan Warfield (2012:408) menyatakan

bahwa persediaan adalah asset yang dimiliki perusahaan dan

tersedia untuk dijual dalam kepentingan bisnis atau merupakan

barang yang akan digunakan untuk memproduksi barang yang

tersedia untuk dijual. Dengan demikian persediaan merupakan

suatu komponen aset yang sangat penting bagi perusahaan

karena persediaan merupakan sumber utama dalam merealisasi

laba perusahaan.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

persediaan adalah istilah untuk aktiva yang akan dijual dalam

kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara

langsung atau tidak langsung ke dalam barang yang diproduksi

dan kemudian dijual.

2.1.2. Definisi persediaan barang

Persediaan digunakan untuk menyatakan barang berwujud

seperti :

Persediaan adalah asset :

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau


12

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberian jasa.

2.1.3. Konsep Persediaan

A. Metode Pencatatan Persediaan

Metode pencatatan persediaan ada dua yaitu metode periodic

dan metode perpectual. Metode periodic disebut juga

metode fisik, dikatakan demikian karena pada akhir periode

dihitung fisik barang untuk mengetahui persediaan akhir

yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian dan tidak

mengikuti mutasi persediaan sehingga untuk mengetahui

jumlah persediaan saat tertenru harus diadakan perhitungan

fisik atas persediaan barang (stock opname) sedangkan

metode perpectual disebut juga metode buku, karena setiap

jenis persediaan mempunyai kartu persediaan dan sistem

persediaan yang mengikuti persediaan barang setiap saat

diketahui dari rekening perusahaan.

B. Metode Penilaian Persediaan

Penilaian Persediaan Berdasarkan Harga Pokok Penentauan

harga pokok persediaan sangat bergantung dari metode

penilaian yang dipakai yaitu : metode identifikasi khusus,

masuk pertama keluar pertama (FIFO), masuk terakhir keluar

pertama (LIFO), dan metode biaya rata-rata (weighted


13

[1]
average) Stice dan Skousen (2009:667) Dalam

(Anwar:2014).

Penetapan besarnya nilai persediaan akhir atau Harga Pokok

Penjualan dapat menggunakan metode identifikasi khusus,

FIFO, LIFO dan rata-rata sebagai berikut:

1) Metode Identifikasi Khusus

Metode ini berasumsi bahwa arus barang harus sama

dengan arus biaya, sehingga setiap kelompok barang

diberi identifikasi dan dibuat kartu. Dengan demikian,

Harga Pokok untuk setiap barang dapat diketahui,

sehingga Harga Pokok Penjualan terdiri atas Harga

Pokok Barang yang dijual dan sisanya sebagai

persediaan akhir. Metode identifikasi khusus umumnya

digunakan untuk perusahaan yang mempunyai

persediaan barang relatif sedikit tetapi harga per unitnya

besar. Sebagai akibat persediaan barangnya dapat

diidentifikasi secara khusus, perhitungan Harga Pokok

Penjualan dan harga pokok persediaan menggunakan

arus harga pokok sebenarnya (actual) dari persediaan.

2) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)

Metode ini biasa juga disebut sebagai metode FIFO

(First In First Out). Metode ini dikembangkan

berdasarkan asumsi bahwa persediaan barang dagangan


14

yang pertama dibeli adalah persediaan yang pertama

harus dijual (the first merchandise purchased is the first

merchandise sold). Karena persediaan yang terjual terdiri

dari harga perolehan dari persediaan-persediaan yang

pertama masuk, maka harga perolehan persediaan barang

dagangan yang tersisa terdiri dari harga perolehan dari

persediaan-persediaan yang terakhir masuk.

3) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO)

Metode penentuan harga perolehan persediaan ini biasa

pula disebut sebagai metode LIFO (Last In First Out).

Metode in dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa

barang dagangan yang terakhir dibeli adalah barang

dagangan yang pertama dijual (the last merchandise

purchased is the first merchandise sold). Dengan begitu

maka harga perolehan persediaan yang tersisa terdiri dari

harga perolehan dari persediaan barang dagangan yang

pertama masuk.

4) Metode Rata-rata (Average)

Metode ini dikembangkan untuk memberikan solusi

tengah ekstremitas metode MPKP dengan metode

MTKP. Pada metode rata- rata, penentuan harga

perolehan persediaan barang dagangan tidak didasarkan

pada harga persediaan yang pertama atau terakhir masuk


15

melainkan di antara keduanya. Dengan begitu kelebihan

dan kelemahan dari metode MPKP dan metode MTKP

tereliminasi pada posisi rata-rata. Terdapat dua cara

perhitungan penentuan harga perolehan persediaan

barang dagangan menurut metode rata-rata, yakni

sebagai berikut :

a. Metode Rata-rata tertimbang (Weighted Average)

Metode penentuan harga perolehan persediaan

barang dagangan ini merupakan metode rata-rata

diselenggarakan secara physical. Harga perolehan

persediaan barang dagangan akhir dan harga pokok

penjualan dihitung pada akhir periode berdasarkan

harga rata-rata persediaan barang dagangan siap

dijual (the weighted average unit cost of goods

available for sale for both cost of goods sold and

ending inventory).

b. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average)

Metode penentuan harga perolehan ini merupakan

metode rata-rata yang diselenggarakan secara

perpetual. Setiap terjadi transaksi pembelian atau

masuknya persediaan maka harus dihitung harga

perolehan rata-rata yang baru. Harga pokok

penjualan merupakan hasil perkalian antara jumlah


16

persediaan yang terjual dengan harga perolehan rata-

rata pada saat itu.

Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok Dalam

beberapa kasus, persediaan dapat dinilai selain dari harga


[4]
pokok. Warren (2005) Dalam (Manengkey:2014 )

mengatakan bahwa situasi macam itu timbul apabila biaya

penggantian barang-barang persediaan lebih rendah dari

biaya yang tercatat dan persediaan tidak dapat dijual pada

harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau

penyebab lainnya.

a. Jenis – Jenis Persediaan


[6]
Santoso (2010:240) Dalam (Barchelino:2016)

mengemukakan pengelompokkan persediaan juga

didasarkan pada jenis perusahaannya. Bagi perusahaan

dagang (merchandise enterprise) di mana persediaan

merupakan barang yang langsung diperdagangkan

tanpa mengalami proses lanjutan, maka persediaan

disebut sebagai persediaan barang dagangan

(merchandise inventory). Sedangkan pada perusahaan

industry di mana persediaan bahan baku memerlukan

proses lebih lanjut agar siap dijual dalam bentuk barang

jadi (finished goods), maka persediaan dikelompokkan

menjadi:
17

1. Bahan baku

2. Barang dalam proses

3. Barang jadi

4. Bahan pembantu

b. Biaya Persediaan
[6]
Herjanto dalam Tamodia (2013:840) Dalam

(Barchelino:2016) menyatakan bahwa dalam setiap

penentuan pemesanan barang yang akan mempengaruhi

besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel

berikut ini harus dipertimbangkan antara lain:

1. Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan

berkenan dengan diadakannya persediaan barang.

Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua

bentuk yaitu persentase dari unit harga/nilai barang,

dan dalam bentuk rupiah per unit barang, dalam

periode waktu tertentu.

2. Biaya modal biasanya merupakan komponen biaya

penyimpanan yang terbesar, baik berupa biaya

bunga jika modalnya berasal dari pinjaman maupun

biaya oportunitas apabila modalnya milik sendiri.

3. Biaya pemesanan (pembelian), merupakan biaya

yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan


18

pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan

pemesanan sampai tersedianya barang di gudang.

Setiap kali suatu bahan dipesan, organisasi

menanggung biaya pemesanan (order costs atau

procurement costs).

Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stockout

cost) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak

tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya

kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya

nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan

kesempatan, Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini

merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya

karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak

adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi

biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan

karyawan.

c. Penetapan Persediaan dan Pelaporan Dalam

Laporan Keuangan

Harga Pokok Penjualan terdiri atas seluruh

pengeluaran, baik langsung atau tidak langsung, untuk

memperoleh persediaan tersebut, dalam hal tertentu

sebagai contoh dalam perusahaan industri, persediaan

dapat dikategorikan sebagai persediaan bahan baku atau


19

persediaan barang jadi. Selanjutnya dalam laporan

keuangan, persediaan disajikan di neraca atau di

laporan laba rugi. Laporan keuangan yang harus dibuat

perusahaan harus memberikan informasi yang cukup

untuk pihak-pihak didalam dan diluar perusahaan.

Sehingga baik manajemen dan pihak luar yang

berkepentingan dalam mengambil keputusan yang

informatif. Perusahaan harus melaporkan informasi

mengenai kegiatan usahanya secara relevan, dipercaya,

dan dapat diperbandingkan. Pada laporan neraca

persediaan disajikan sebagai harta lancar pada laporan

laba rugi, metode penilaian persediaan berpengaruh

dalam penentuan nilai persediaan awal, persediaan

akhir harga pokok penjualan dan penentuan laba kotor.

Pengaruh pada laba rugi kadang-kadang sulit dievaluasi

karna adanya perbedaan selisih yang dapat dipengarui

oleh suatu kesalahan. Suatu penetapan persediaan awal

yang terlalu tinggi (overstatement) akan

mengakibatkan overstatement barang yang bersedia

dijual dan harga pokok penjualan.selanjutnya penetapan

harga pokok penjualan terlalu rendah (understatement)

akan menyebabkan laba bersih yang terlalu rendah

(Waluyo, 2012:95) [6] Dalam (Barchelino:2016)


20

2.2. PSAK No. 14 tentang persediaan

2.2.1. Pengertian persediaan

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.14),

persediaan adalah aktiva:

a) Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

b) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau

c) Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk

digunakan dalam proses atau pemberian jasa.

Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan

untuk dijual kembali, missal; barang dagang dibeli oleh

pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan

properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga

mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam

penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk

bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses

produksi.

Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian,

biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan

berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau

dipakai.

Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai

realisasi, mana yang lebih rendah (the lower of cost and net
21

realiable value) Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut:

a) Biasanya merupakan aktiva lancer (current assets) karena

masa perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu

tahun.

b) Merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan

dagang dan industri.

c) Mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan

perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan

persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan

kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga

pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak

penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan,

kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan

periode berikutnya.

Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai

persediaan adalah:

a) Bahan baku (raw materials)

b) Barang dalam proses (work in process)

c) Barang jadi (finished goods)

d) Suku cadang (spare-parts)

e) Bahan pembantu: olie, bensin, solar


22

f) Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang

yang sudah dikirim oleh Supplier tetapi belum sampai di

gudang perusahaan.

g) Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan

yang dititip jual pada perusahaan lain). Sedangkan

consignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual di

perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai

persediaan perusahaan.

2.2.2. Penilaian dan pencatatan persediaan menurut PSAK No. 14

a) Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan

sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.

Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga

perolehan (acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih

metode FIFO (first in first out), LIFO (last in first out) atau

AVERAGE COST (moving average atau weighted

average).

Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti

(logam mulia) atau cepat rusak (hasil pertanian seperti

sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga

jual. Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak

lambat bias diadakan penyisihan (allowance) sehingga

sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang


23

lebih rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam

keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan

harga pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi;

penggunaan LIFO akan menghasilkan laba kotor yang

rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan

laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih

besar dari penggunaan LIFO. Dari segi undang - undang

pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena

berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan

penggunaan FIFO dan AVERAGE COST akan menghasilkan

laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih

besar daripada penggunaan LIFO.

b) Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa

digunakan, yaitu perpetual system dan physical (periodical)

system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian,

perkiraan persediaan akan didebit, setiap ada penjualan,

perkiraan persediaan akan dikredit. Jika digunakan physical

system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu

pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan.

Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo


24

persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock

opname (perhitungan fisik persediaan).

Anda mungkin juga menyukai