Anda di halaman 1dari 4

Undang-Undang Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang Dasar

yang Kaku
UUD juga diklasiikasi menurut sifat leksibel (supel) dan kaku (rigid). Dasar dari perbedaan ini
menurut beberapa sarjana seperti C.F. Strong17 dan Rod Haque1 dalam Comparative
Government and Politics ialah apakah prosedur untuk mengubah UUD sama dengan prosedur
membuat undang-undang. Suatu UUD yang dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan
prosedur membuat undang-undang disebut leksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan kerajaan
Itali sebelum Perang Dunia II. UUD yang hanya dapat diubah de-ngan prosedur yang berbeda
dengan prosedur membuat undang-undang, disebut kaku, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan
sebagainya. Soal leksibel atau tidak ini adalah penting. Kalau terlalu kaku, maka hal ini dapat
mengakibatkan timbulnya tindakan-tindakan yang melanggar UUD, sedangkan kalau terlalu
leksibel maka UUD dianggap kurang berwiba-wa dan dapat disalahgunakan..

Undang-Undang Dasar yang Fleksibel


Parlemen dianggap sebagai satu-satunya lembaga yang mengubah atau membatalkan
undang-undang yang pernah dibuat oleh badan itu. Mahkamah Agung tidak mempunyai
wewenang untuk menyatakan suatu undang-undang bertentangan dengan UUD. Tetapi dalam
tahun 1915, waktu Perang Dunia I sedang berlangsung, Parlemen sampai lima kali menerima
undang-undang yang memperpanjang hidup dirinya, sehingga baru dibubarkan tahun
1918. Jadi, parlemen menyimpang dari undang-undang yang dibuatnya sendiri.

Undang-Undang Dasar yang Kaku


Jika kita mengadakan perbedaan berdasarkan perumusan tersebut di atas maka ternyata
bahwa jauh lebih banyak UUD bersifat kaku daripada undang dasar yang leksibel. UUD yang
kaku biasanya hasil kerja dari suatu konstituante yang di anggap lebih tinggi kekuasaannya
daripada parlemen karena memiliki «kekuasaan membuat UUD» . Malahan adakalanya
dicantumkan ketentuan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh diubah. UUD Republik Prancis
IV dan Italia mengatakan bahwa bentuk republik tidak boleh diubah, sedangkan UUD Republik
Federasi Jerman melarang diadakannya perubahan dalam bentuk federalnya.

Undang-Undang Dasar Indonesia


 Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia berlaku telah beberapa kali berganti yaitu dari 
UUD 1945 kemudian diganti UUD RIS 1949 lalu berganti lagi dengan UUD sementara 1950
dan akhirnya kembali ke UUD 1945.  UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami
beberapa amandemen.  sekalipun demikian baiknya, Ada baiknya kita pelajari secara khusus
beberapa peristiwa yang dialami undang-undang 1945. ada tiga krisis yang langsung
melibatkan UUD. Pertama pada bulan November 1945 sistem pemerintahan presidensial
diubah menjadi sistem pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1959 kita kembali ke undang-
undang 1945. ketiga 1999 sampai 2002 terjadi 4 amandemen yang banyak Mengubah sistem
ketatanegaraan kita. Pada 17 Agustus 1945 Soekarno Hatta didukung oleh masyarakat luas
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. PPKI secara resmi mendukung
proklamasi itu dan pada tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan undang-undang untuk
memberlakukan UUD yang telah disusun sebelumnya.  Undang-undang itu menetapkan
sistem pemerintahan presidensial dengan kekuasaan yang besar di tangan Presiden meskipun
kekuasaan tertinggi berada ditangan MPR. Selain itu, ada Dewan Perwakilan Rakyat dan
dewan  Pertimbangan agung yang berwenang memberi nasehat kepada Presiden dan
Mahkamah Agung. sifat sementara undang-undang itu terungkap dalam ketentuan bahwa 6
bulan setelah perang berakhir, Presiden akan melaksanakan   UUD itu, dan bahwa 6 bulan
setelah pembentukannya, MPR akan memulai menyusun sebuah UUD baru.   PPKI pada 18
Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta masing-masing sebagai presiden dan wakil
presiden. pada 22 Agustus 1945 PPKI membentuk sebuah partai negara partai nasionalis
Indonesia (PNI).  kekuasaan  dan wewenang KNIP yang anggota anggotanya dipilih oleh
soekarno-hatta dari kalangan orang-orang yang menjadi pendorong kuat Proklamasi
Kemerdekaan ternyata mengalami berbagai perubahan penting pada hari-hari pertama
revolusi. kelompok yang mendorong perubahan ini terpengaruh oleh berbagai hal. yang
terpenting di antara ialah kekhawatiran terhadap  berbagai kelompok militan kearah Fasisme
yang telah bertumbuh selama pendudukan Jepang. kekhawatiran ini diperkuat oleh dua faktor
yaitu didirikannya satu partai negara dan kekuasaan besar yang diberikan UUD kepada satu
orang yaitu presiden. 
Untuk mencapai tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa tahap.Sebagai
langkah pertama pada tanggal 7 Oktober 1945, 50 dari 150 anggota KNIP menyerahkan
sebuah petisi kepada pemerintah agar ar KNIP tidak hanya sebagai badan penasehat tetapi
juga diberi kekuasaan legislatif. Soekarno maupun Hatta  setuju dan pada tanggal 16 Oktober
1945 dalam rapat KNIP berikutnya di Jakarta wakil presiden atas nama presiden
menandatangani maklumat Wakil Presiden No.X,16 Oktober 1945.  ditentukan bahwa selama
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat belum dapat dibentuk KNIP
akan diberi kekuasaan legislatif dan wewenang untuk ikut serta dalam penentuan garis-garis
besar haluan negara. Sebagai langkah akhir pada tanggal 11 November 1945 badan pekerja
mengajukan petisi kepada pemerintah agar para menteri kabinet bertanggung jawab kepada
KNIP bukan kepada  presiden. pemerintah setuju dan untuk itu mengeluarkan maklumat
presiden yang mulai berlaku pada tanggal 14 November 1945. kemudian Presiden Soekarno
melantik kabinet parlementer yang  pertama dengan sjahrir  sebagai perdana menteri.  dengan
demikian UUD telah diamandemen dari sistem presidensial menjadi parlementer. Dalam rapat
pleno yang ketiga di Jakarta pada tanggal 25 sampai 27 November 1945  KNIP menerima
baik keputusan ini dan memberi dukungan kepada kabinet sjahrir . dengan demikian presiden
menjadi kepala negara sedangkan Perdana Menteri menjadi kepala pemerintah. dari sisi
parlemen di demokratisasi kehidupan masyarakat, akan tetapi juga untuk menangkis
kecaman-kecaman dari luar negeri. negara kita yang baru saja diproklamirkan
kemerdekaannya oleh pihak Sekutu dianggap sebagai hasil rekayasa Jepang, Antara lain
karena pada tanggal 7 September 1944 parlemen Jepang telah dengan resmi menjanjikan
kemerdekaan Indonesia. lagi pula pemimpin negara mempunyai Citra negatif di luar negeri,
sehingga pihak Sekutu telah menyatakan tidak bersedia berunding dengan pihak Indonesia.
Undang-undang dasar Agustus 1945 sampai akhir 1949 telah terjadi beberapa kali
praktik kenegaraan yang agak menyimpang yaitu pada saat ada keinginan untuk memusatkan
kembali kekuasaan ditangan presiden dan dengan demikian memberi kesepakatan kepada
pemerintah untuk menanggulangi dengan cepat keadaan darurat yang timbul.  praktik
kenegaraan yang berbeda dengan naskah UUD ini terjadi akibat dahsyatnya perkembangan
dan dinamika politik selama periode revolusi dan pergolakan pergolakan yang diakibatkan
oleh Nya.  berhubung hingga tahun 1949 MPR belum juga terbentuk maka hingga saat itu
juga belum tersusun UUD yang baru. malah hasil perundingan dengan Belanda membuat
pihak Indonesia terpaksa menerima bentuk negara Republik Indonesia Serikat dengan UUD
Republik Indonesia Serikat 1949 yang dibuat oleh kedua belah pihak UUD Republik
Indonesia Serikat berarti Indonesia menerima bentuk federalisme dan terpaksa harus
menerima kenyataan bahwa statusnya sebagai negara yang kekuasaannya tadinya  diakui
secara de facto berdasarkan Perjanjian Linggarjati menjadi Sekedar satu negara bagian dari
suatu federasi saja. dengan demikian, Republik Indonesia yang jumlah penduduknya
31000000 jiwa disejajarkan dengan biliton yang hanya berpenduduk  100 ribu . hanya saja di
DPR Federal, Republik Indonesia diberi kedudukan khusus dengan memperoleh data 50 kursi
penduduk Republik. Setelah Presiden Soekarno jatuh dari kekuasaan dan digantikan oleh
rezim orde baru yang dipimpin Presiden Soeharto yang didengung-dengungkan adalah
pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. pemilihan umum untuk
memilih anggota DPR dan MPR mulai dipersiapkan kemudian dapat diselenggarakan secara
teratur setiap lima tahun. produk-produk Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara  dewan
perwakilan rakyat yang bertentangan UUD 1945 dicabut misalnya ketentuan Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara
dikembalikan ke posisi Semestinya. demi pula dan mahkamah juga dipulihkan. pendek kata
slogan melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen memang
menggetarkan banyak pihak.
Sejak saat itu perubahan terhadap UUD 1945 telah dilakukan empat kali perubahan.
Pertama dilakukan melalui sidang umum MPR Oktober 1999 Perubahan kedua melalui
Sidang tahunan MPR agustus 2000 perubahan ketiga melalui sidang tahunan MPR Oktober
2001 dan perubahan keempat dilakukan melalui sidang tahunan MPR Agustus 2002. UUD
1945 yang telah diamandemen inilah yang sekarang menjadi UUD kita apabila diperhatikan
dengan cermat terdapat substansi yang amat penting dan mendasar dari perubahan-perubahan
dalam ketatanegaraan kita memang ada juga perubahan yang lebih bersifat idealistis yang
pada praktiknya sukar untuk dilaksanakan.
Berikut ini adalah perubahan yang bersifat mendasar dan nyata dalam sistem ketatanegaraan
kita setelah amandemen. Pertama,hasil amandemen tahap pertama adalah Pasal 7 yang isinya
menyebutkan bahwap residen dan wakil presiden memegan jabatan selama masa 5 tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama. hanya satu kali masa jabatan.
Sebelum diamandemen frase “hanya untuk satu kali masa jabatan” tidak ada. Selanjutnya
dalam amandemen ketiga disebut-kan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat. Ini berbeda sama sekali dengan sebelumnya di mana
presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. Kedua, semua anggota MPR diangkat melalui
pemilihan umum. Hal ini terlihat dari hasil amandemen kedua dan ketiga. Di sana dinyatakan
bahwa semua anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan unsur
MPR jika mereka melakukan sidang gabungan diangkat melalui pemilu. Ketiga, kekuasaan
DPR dalam pembuatan undang-undang semakin besar. Dari amandemen tahap pertama,
dinyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membuat Undang-Undang; setiap Rancangan
Undang-Undang dibahas DPR bersama presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Keempat, di bidang yudikatif juga ada kemajuan yang bersifat mendasar, yaitu adanya
Mahkamah Konstitusi yang berhak melakukan uji undang-undang terhadap UUD pada tingkat
pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat inal. Selain itu Mahkamah Konstitusi juga
berhak memutus sengketa kewenangan lembaga yang diberikan oleh UUD, membubarkan
partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Hal ini merupakan hasil dari
amandemen ketiga. Selain yang disebutkan di atas masih banyak hasil-hasil lain.
Dalam hubungan ini perlu ditegaskan bahwa para penyusun Undang Undang Dasar
1945 mempunyai pandangan lain mengenai leksibel tidaknya suatu UUD. Mengenai UUD
1945 yang hanya terdiri dari 37 pasal, mereka dalam penjelasan menyebutnya singkat dan
“soepel” (elastis) berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: “UUD hanya memuat
aturanaturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah
pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan
kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar
yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah
caranya membuat, mengubah, dan mencabut.” Selanjutnya Penjelasan UUD 1945
mengemukakan bahwa: “Kita harus senantiasa ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat
dan negara Indonesia. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, terutama
pada zaman revolusi lahir batin sekarang ini. Sehubungan dengan hal itu, janganlah tergesa-
gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (gestaltung) kepada pikiran-pikiran yang masih
mudah berubah. Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu makin
”soepel” (elastis) sifatnya aturan itu, makin baik. Jadi, kita harus menjaga supaya sistem UUD
jangan sampai ketinggalan zaman.”
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan sengaja UUD kita
dibuat singkat dan “soepel” agar tidak lekas usang. Tidak diketahui apakah hal itu memang
hanya disebabkan karena kearifan para penyusunnya untuk memperhitungkan dinamika
perkembangan masyarakat kita. Tidak tertutup kemungkinan bahwa para penyusun tidak
mempunyai waktu cukup untuk memikirkan suatu UUD sampai ke pasal-pasal kecilnya.
Malahan, kalau membaca Aturan Tambahan dari UUD yang menentukan bahwa enam bulan
sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Majelis Permusyawaratan Rakyat harus
dibentuk dan enam bulan sesudah dibentuk harus bersidang untuk menetapkan UUD, dapat
ditarik kesimpulan bahwa para penyusun UUD memperhitungkan bahwa UUD 1945 tidak
akan berlaku lama.
Meskipun demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberi kerangka konstitusional
untuk dipakai dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang generasi-
generasi baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga dengan segala
kelemahan yang melekat padanya dapat diterima oleh semua golongan masyarakat untuk
kurun waktu yang cukup lama sebelum kemudian. (pada.tahun.1999−2002). diamandemen

Anda mungkin juga menyukai