Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Pada Fakultas Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
OLEH:
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan sadar tidak ada
paksaan dari siapapun dan untuk apapun.
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Agus Prihartono PS. S.H., M.H Dr. Anne Gunawati. S.H., M.Hum
NIP. 197904192002121002 NIP. 197304202010122001
Diketahui
Tanggal, Tanggal,
Prof. Dr. Ir. Hj. Kartina A.M., M.P Dr. Azmi Polem, S.Ag., S.H., M.H
NIP. 196707042002122001 NIP. 1974022822005011003
iii
MOTTO
Allah Subhanallahuwataala berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 122 yang
berbunyi :
وَمَا كَانَ الْ ُمؤْمُِىىْنَ لِيَىْفِ ُسوْا كَاۤفَّةًۗ فََلىْلَا وَفَسَ مِهْ كُلِّ فِسْقَةٍ مِّىْهُمْ طَاۤيِفَةٌ لِّيَتَفَقَّ ُهىْا فًِ الدِّيْهِ وَلِيُىْرِ ُزوْا َقىْمَهُمْ اِذَا
٢١١ - ࣖ َزَجَ ُعىْْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْرَ ُزوْن
Artinya : Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya. (At-Taubah : 122)
iv
NAMA : TENGGAR NUR ADDIN
NIM : 7773190068
ABSTRAK
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN TIDAK TERCATAT TERHADAP
KEDUDUKAN HARTA BERSAMA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Tujuan Penelitian ini adalah untuk: 1) Bagaimana konsep Perkawinan Siri (Tidak
Dicatatkan) menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan? 2)
Bagaimana akibat hukum Perkawinan Siri terhadap kedudukan harta Bersama?
Dalam menjawab hal tersebut penulis menggunakan metode penelitian pustaka
atau library reseach dengan pendekatan yang digunakan adalah hukum normative
serta perbandingan hukum. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
penelusuran berbagai literatur atau refrensi baik dari buku maupun media online.
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu
Reduksi Data, Penyajian, dan Pengambilan kesimpulan. Setelah mengadakan
beberapa kajian terhadap Akibat Hukum Perkawinan Siri (Tidak Dicatat)
Terhadap Kedudukan Harta Bersama Ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-
Undang Perkawinan dapat disimpulkan menjadi: 1) Perkawinan Siri (Tidak
Dicatatkan) menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, dalam
hukum Islam kawin siri tetap sah dimata agama apa bila syarat dan rukun
terpenuhi diantara kedua bela pihak. Lain halnya dengan Undang-Undang
Perkawinan yang secara jelas telah mengatur aturan pernikahan dalam artian
pencatatan pernikahan dan secara hukum positif/Undang-Undang perkawinan,
kawin siri tidak sah karena tidak terdaftar dalam pencatatan
perkawinan/pernikahan, 2) Akibat hukum perkawinan siri terhadap kedudukan
harta bersama, Jika dilihat dari RUU nikah siri atau Rancangan Undang-Undang
Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan
memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau biasa disebut dengan kawin
siri, sehingga dalam kedudukan harta bersama Negara tidak berhak mengatur
pembagiannya dikarenakan tidak tercatatnya dalam pencatatan pernikahan, namun
dalam pembagian harta bersama tetap bisa terlaksana dengan syarat membuat
kesepakatan dalam pembagiannya hartanya. Implikasi penelitian ini adalah: 1)
Menghendaki adanya pengawasan terhadap perkawinan sehingga tidak terlalu
banyak terjadinya perkawinan siri, meskipun dalam hukum Islam di pandang tetap
pernikahan yang sah namun di mata hukum kita tidak sah, 2) Penelitian ini
diharapkan dapat berdampak pada masyarakat agar mengerti betapa pentingnya
pernikahan yang secara legal sebab akan berdampak pada masa depan mereka
yang akan menikah/kawin nantinya
v
NAME : TENGGAR NUR ADDIN
NIM : 7773190068
ABSTRACT
The objectives of this study are to: 1) What is the concept of Siri (Unregistered)
Marriage according to Islamic Law and Marriage Law? 2) What is the legal
effect of Siri's marriage on the position of joint property? In answering these
authors use a library orresearch method libraryreseach with the approach usedis
normative law and comparative law. The data collection method used is a search
of various literatures or references from both books and online media. Data
processing and analysis techniques are carried out through three stages, namely
Data Reduction, Presentation, and Conclusions. After conducting several studies
on the legal consequences of Siri (Unrecorded) Marriages on the Position of Joint
Assets Judging from Islamic Law and Marriage Law, it can be concluded as
follows: 1) Siri (Unregistered) Marriages according to Islamic Law and Marriage
Law, in Islamic law Unregistered marriage is still valid in the eyes of any religion
if the conditions and pillars are met between the two parties. It is different with
the Marriage Law which clearly regulates the rules of marriage in terms of
registration of marriage and is legally positive/marriage law, unregistered
marriage is invalid because it is not registered in the marriage/marriage
registration, 2) The legal consequences of unregistered marriage on property
position together, if it is seen from the Bill on unregistered marriage or the Draft
Law on Material Law by the Religious Courts for Marriage which will criminalize
marriages without official documents or commonly referred to as unregistered
marriages, so that in the position of joint property the State has no right to
regulate the distribution because it is not recorded in the marriage registry.
However, the distribution of joint property can still be carried out on condition
that an agreement is made in the distribution of the assets. The implications of
this research are: 1) Requires supervision of marriages so that there are not too
many unregistered marriages, even though in Islamic law it is considered legal
marriages but in the eyes of our law it is not legal, 2) This research is expected to
have an impact on the community so that they understand how the importance of
legal marriage because it will have an impact on the future of those who will
marry/marry later
vi
KATA PENGANTAR
rahmat dan hidayah-Nya, serta nikmat Iman Islam dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan usulan penelitian tesis ini, dengan judul “Akibat Hukum
Shalawat dan salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar,
sahabatnya, pengikutnya dan semoga kita semua diakui sebagai umatnya sehingga
Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari sumber-sumber
yang terkait serta kontribusi yang sangat besar dari berbagai pihak. Penulis
menyadari bahwa usulan penelitian Tesis ini masih jauh dari kata sempurna.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kedua Orang tuaku H. Edi Santosa dan
Yuni Nurmaulati yang telah membesarkan ku dengan cinta dan kasih sayang serta
tim pembimbing; Dr. Agus Prihartono PS, SH., MH sebagai Pembimbing I dan
Dr. Anne Gunawati, SH., M.Hum sebagai Pembimbing II yang telah menyediakan
menulis usulan penelitian tesis ini, serta tim penguji; Prof Dr. H. Suparman
Usman, S.H; Dr. Fatkhul Mu’in, SH., LL.M, Dr. Itang S.Ag., M.Ag. Selain itu, penulis
vii
1. Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman ST, MT., sebagai Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa;
2. Dr. H. Aan Asphianto, S.Si., SH., MH., sebagai Direktur Pasca Sarjana
3. Prof. Dr. Ir. Hj. Kartina AM., MP., sebagai Wakil Direktur I Bidang
4. Dr.H. Helmi Yazid SE., M.Si., AK.,CA., sebagai Wakil Direktur II Pasca
5. Prof. Alfirano, ST., MT., Ph.D., sebagai Wakil Direktur III Bidang
6. Dr Azmi, S.Ag., SH., MH., sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum
7. Dr. Fatkhul Muin SH., LL.M., sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Tirtayasa;
10. Terimakasih kepada Adik Galih Anjarwati yang telah memberikan support
viii
menempuh Pendidikan di Pasca Sarjana Universitas Sultan Ageng
ix
DAFTAR ISI
Hlm
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 14
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 14
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 15
E. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 15
F. Metode Penelitian ............................................................................ 17
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 20
BAB II TINJAUAN TEORI MENGENAI HARTA BERSAMA DAN
PERKAWINAN ....................................................................................... 24
A. Tinjauan Teori Tentang Perkawinan ................................................ 24
1. Pengertian Menurut Hukum Islam ....................................... 24
2. Pengertian Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata ..................................................................... 27
3. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ...................................... 28
4. Hukum Melangsungkan Perkawinan ................................... 36
5. Sysrat dan Rukun Perkawinan ............................................. 39
6. Asas Perkawinan .................................................................. 41
7. Tujuan Perkawinan ............................................................... 44
B. Harta Bersama .................................................................................. 48
C. Pencatatan Perkawinan .................................................................... 58
x
D. Perkawinan Tidak Tercatat .............................................................. 60
1. Perkawinan Tidak Tercatat Menurut Prespektif Hukum
Islam ..................................................................................... 61
2. Pernikahan Tidak Tercatat Menurut Prespektif Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan
Kompilasi Hukum Islam ...................................................... 63
BAB III KONSEP PERKAWINAN TIDAK TERCATAT DI INDONESIA..... 67
A. Perkawinan Tidak Tercatat Menurut Hukum Islam ......................... 67
B. Perkawinan Tidak Tercatat Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan .................................................... 71
BAB IV AKIBAT HUKUM PERNIKAHAN TIDAK TERCATAT DAN
KEDUDUKAN HARTA BERSAMA .................................................... 77
A. Akibat hukum Perkawinan Tidak Tercatat ...................................... 77
B. Kedudukan Harta Bersama Pernikahan Tidak Tercatat ................... 81
BAB V PENUTUP.................................................................................................... 85
A. Kesimpulan ...................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 87
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia
sini. Namun Indonesia dikenal sebagai negara yang memegang teguh adat
ketimuran yang terkenal sopan dan sifat kekeluargaan yang tinggi, dengan
dari keadaan ini ialah bahwa negara mengatur setiap bidang kehidupan
merupakan istilah yang mempunyai arti yang sama dengan istilah masyarakat
plural atau pluralistik. Biasanya hal ini diartikan sebagai masyarakat yang
1
Ria Desviatanti, Perlindungan Hukum Terhadap Harta Dalam Perkawinan Dengan
Pembuatan Akta Perjanjian Kawin, Tesis Program Magister Kenotariatan Pascasarjana, UNDIP,
Semarang, 2010, hlm. 1
2
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 12
1
2
itu selalu bergantung pada keadaan, waktu, dan tempat, yang didasari oleh
yang satu tidak sama dengan yang lain.3 Selain itu, Prof. R. Subekti pun
ciri atau sifat suatu budaya, maka akan memberikan ciri adanya perbedaan
Adat).5
bermasyarakat dan tercipta suatu hubungan antara satu dengan yang lain,
3
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, cet. 2, Jakarta, Sinar Grafika, 1993, hlm. 72.
4
Wahyono Darmabrata, Perbandingan Hukum Perdata, cet. 4, Jakarta, CV. Gitama
Jaya, 2006, hlm. 100.
5
Dikemukakan oleh Rhene David dalam bukunya berjudul “Major Legal Systems in the
World Today”. Lihat : H.R. Sardjono dan Ny. Hj. Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai
Perbandingan Hukum Perdata, cet. 2, Jakarta, IND-HILL-CO, 2003, hlm. 45.
3
maka manusia akan saling berinteraksi satu sama lain dan menciptakan suatu
dengan adanya hubungan tersebut, maka timbulah hak dan kewajiban yang
individu lain yang tidak jarang akan saling berhadapan atau berlawanan, jika
terjadi hal lebih buruk, akan menimbulkan pertentangan atau konflik. Adanya
yang akan menjadi pedoman, patokan atau ukuran untuk berperilaku dalam
kehidupan bersama.6
masing agar tercipta masyarakat yang dapat hidup damai, aman, tenteram,
adil, dan makmur. Norma atau kaedah sosial tersebut terdiri dari kaedah
6
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, cet. 1, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm. 2.
4
kaedah hukum.7
perkawinan yang dilakukan tersebut tidak cukup hanya dengan adanya ikatan
lahir saja atau ikatan batin saja. Akan tetapi hal tersebut harus ada kedua-
duanya, sehingga akan terjalin ikatan lahir dan ikatan batin yang merupakan
pondasi yang kuat dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia
7
Ibid., hlm. 12.
8
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta,
PT Bina Aksara, 1987, hlm. 4.
9
Ibid.
5
memandang perkawinan sebagai suatu lembaga yang suci dimana suami istri
telah memenuhi salah satu bagian syarat dari kehendak masyarakat, serta
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih dihargai dari mereka yang
dikatakan merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang hidup bersama dan yang tujuannya membentuk keluarga dan
jiwa atau batin.11 Pertalian atau perikatan ini dapat diartikan sebagai sebuah
janji, dimana janji adalah suatu hal yang sangat penting dalam Hukum
perjanjian sejak semula mengharapkan supaya janji itu tidak putus di tengah
jalan. Jika janji tersebut pada akhirnya harus diputuskan atau terpaksa
diputuskan, maka harus disebabkan oleh hal-hal yang dapat diterima oleh
akal. Oleh karena hal ini berlaku pula dalam perkawinan, maka sebagaimana
hendak berakhir.
10
M. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama,
cet. 2, Jakarta, Ind-Hill. Co, 1991, hlm. 172-73.
11
Haji Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Tintamas Indonesia, 1983, hlm.
25
6
Dalam hukum nasional Indonesia, hukum positif yang berlaku pada saat ini
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri yang
bertujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
memiliki beberapa sumber hukum seperti hukum adat, dan Kitab Undang-
jawaban atas usaha unifikasi hukum dalam bidang hukum keluarga di sistem
tersebut masalahnya telah diatur. Jadi, mengenai hal-hal yang belum diatur
sama sekali.
soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata” dan dalam Pasal 81 Kitab
Akibat dari adanya suatu perkawinan yang sah salah satunya adalah
persatuan harta benda yang ada sejak setelah melakukan perkawinan tersebut.
Hal itu berarti bahwa dengan perkawinan antara suami dengan istri, maka
harta mereka dilebur menjadi satu. Dengan demikian di dalam suatu keluarga,
terdapat satu kekayaan harta milik bersama atau yang sering disebut dengan
12
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 38.
8
harta benda bisa juga merupakan pokok pangkal yang menjadi sebab
merupakan harta yang dihasilkan oleh pasangan suami isteri secara bersama-
dalam klasifikasi harta bersama adalah harta yang diperoleh atau dihasilkan
sebelum masa perkawinan yang biasa disebut harta bawaan yaitu harta benda
perkawinan atau yang diperoleh sebagai warisan atau hadiah, dan harta
perolehan yaitu harta benda yang hanya dimiliki secara pribadi oleh masing-
KUHPerdata adalah harta campuran bulat dalam Pasal 119 KUHPerdata harta
13
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Op.Cit., hlm. 166.
14
Martiman Prodjohamidjodjo, Tanya Jawab Mengenai Undang-Undang Perkawinan dan
Peraturan Pelaksanaan, Jakarta, Pradnya Paramita,1991, hlm.34.
9
seluruh harta perkawinan yaitu harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
bahwa harta tersebut bukan harta campuran bulat yaitu apabila terdapat
perjanjian kawin atau ada hibah/warisan, yang ditetapkan oleh pewaris Pasal
perkawinan;
perkawinan, pasangan suami isteri itu “Putus” baik karena perceraian maupun
yang lebih dikenal dengan istilah harta gono-gini terkenal sangat rumit.
macam sistem hukum harta kekayaan perkawinan, hal ini karena tiap-tiap
15
C.S.T. Kansil, Asas-asas Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita,2004, hlm.127.
16
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2007,
hlm.114.
10
mengenai harta benda suami isteri. Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam
harta benda perkawinan, namun ketentuan tersebut belum diatur lebih lanjut
diberlakukan.
Islam (KHI). Pengaturan harta bersama (gono-gini) ini diakui secara hukum,
rumah tangganya menjadi buruk atau tidak harmonis lagi. Dengan keadaan
salah satu pihak yang didasarkan alasan-alasan yang sah yang telah
suatu hal yang krusial dari akibat perceraian, karena baik suami dengan isteri
memiliki hak atas harta kekayaan yang ada dalam perkawinan. Untuk
mudah karena dapat dipisahkan mana yang merupakan harta bersama dan
17
Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm.
146-147.
18
H. M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982, hlm. 29.
19
Ibid.
12
Tahun 1974, yang secara garis besar menyatakan bahwa harta benda yang
bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
kepada pihak suami-isteri yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa
13
bersama tersebut dan jika ternyata tidak ada kesepakatan, maka Hakim dapat
diatur di Indonesia apabila terdapat suatu kondisi dimana adanya istri yang
lebih aktif bekerja atau berusaha dalam proses mendapatkan harta bersama.
perempuan menanggung kerja lebih lama dan tidak dihargai sebagai domestic
worker (Pekerjaan rumah tangga yang tidak mengenal titik (tidak ada
hentinya).21 Beban tersebut tentu bertambah berat, jika istri juga bekerja
diantara mereka dalam hal harta bersama akan dibagi seperdua (½ ) untuk
suami dan seperdua (½) untuk istri, ataukah terdapat suatu keadilan lain yang
dimata hukum.
harta kekayaan suami dan istri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian
suami dan isteri pada waktu akan melakukan pernikahan tidak mengadakan
perjanjian pisah harta diantara mereka maka akibat dari perkawinan itu ialah
pencampuran kekayaan suami dan isteri menjadi satu milik orang berdua
separuh.22
meliputi :23
bersama yang diperoleh oleh pasangan suami isteri selama perkawinan dapat
diatur, pembagian harta bersama terkadang jauh lebih rumit dari proses
22
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Abadi, 2002, hlm.38-
39.
23
Djaja B. Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Bandung, Nuansa Aulia, 2014,
hlm. 64.
24
Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia; Akar Sejarah, Hambatan dan
Prospeknya, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, hlm.33
15
perceraian itu sendiri. Terlebih jika telah terjadi percampuran antara harta
suami isteri.
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan atau akad yang sangat
mampu untuk segera melaksanakannya, jalan yang dipilih oleh Allah SWT
bentuk perzinahan.26
sangat penting sebagai alat bukti tertulis yang sah untuk memperkarakan
25
Amiur Nurddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia : Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU Nomor. 1/1974 sampai KHI, Jakarta Kencana,
2004, hlm. 43
26
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hlm.7
16
perkawinan adalah sebagai alat bukti tetapi bukan alat bukti yang
kekuatan hukum yang tetap dan dianggap tidak sah dimata hukum Negara.
perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial, serta bagi anak
yang dilahirkan.
penulis tertarik untuk membahas hak waris anak terhadap harta peninggalan
orang tuanya. Hal ini juga yang mendorong penulis dalam penulisan tesisnya
27
Regina Hutabarat, Asas asas Dalam Perkawinan di dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perjanjian perkawinan, Jakarta, Pustaka Ilmu, 1986, hlm. 58
17
B. Idenstifikasi Masalah
Undang-Undang Perkawinan?
harta Bersama?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis tugas akhir yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
2. Kegunaan Praktis
bukan ahliwaris.
E. Kerangka Pemikiran
dalam penulisan ini maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu makna
kata yang terkandung dalam variable judul antara lain ; hukum dalam kamus
pengadilan) vonis.
28
Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, 2008, hlm. 531
19
hukum sebagai landasannya dan tugas dari teori hukum tersebut adalah untuk
dasar filsafahnya yang paling dalam, penulisan tesis ini penulis memilih
hukum bagi anak yang berhak mendapatkan hak waris atas peninggalan harta
dari orangtua.
ketertiban hukum.29
diberikan oleh seorang Notaris kepada pelaut atau orang lain yang
sailors and other persons who travel abroad, certifying that the
bearer is U.S.citizen).
hukum.31
29
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis,Nuansa dan Nusamedia,
Bandung, 2004, hlm. 239.
30
Peter Salim, Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. 2008.
31
Satjipto Raharjo, ilmu hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 2000, h. 54.
32
Ibid. hlm. 210
21
perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia yang saat ini diatur
F. Metode Penelitian
33
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000, h. 68.
34
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Nomorrmatif, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm.14.
22
gejala hukum mengenai hak waris bagi anak yang tidak mendapatkan hak
dengan Data Primer yang diperoleh yaitu dari wawancara dengan pihak-pihak
terkait dan Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh dari studi
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.35 Teknik
yaitu:
Hukum Islam;
kependudukan;
Tangan
37
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Nomorrmatif dalam Justifikasi
Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2016, hlm 145.
24
38
Op.cit, hlm 52.
39
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Nomorrmatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali, Jakarta, 2007, hlm. 32.
BAB II
PERKAWINAN
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang berarti “bercampur”. Dalam
arti fikih, nikah adalah yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan
yang rukun, damai, serta penuh kasih sayang untuk mendapat keturunan yang
sah.41
Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut
arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria
dengan seorang wanita. Akad nikah berarti perjanjian suci untuk mengikatkan
diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang pria membentuk
keluarga bahagia dan kekal. Suci berarti mempunyai unsur agama atau
40
Udi Murfudin, Teologi Pernikahan, FUDPress, Serang, 2016, hlm. 1.
41
Ensiklopedia Islam, PT Ichtiiar Baru Van Hoeve, Jakarta 2005, hlm. 214.
25
26
suami istri, yaitu akad antara calon laki (suami) istri untuk memenuhi hajat
dengan akad adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan
kabul dari pihak calon suami atau wakilnya42. Tujuan perkawinan menurut
suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang untuk
yang sudah menjadi isteri itu merupakan amanah Allah yang harus dijaga
42
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta, PT Hidakarya Agung, 1977,
hlm.1.
43
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Yogyakarta,
Liberty, 1986, hlm. 12
27
dalam akad nikah. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi yang berasal dari
amanah dari Allah dan kamu menggaulinya dengan kalimat dan cara-cara
yaitu:45
haji atau umrah, tidak sedang dalam masa iddah, tidak bersuami,
44
Amir Syarifuddin, Hukum Perakwinan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2007, hlm.
41.
45
Khuslan Haludhi dan Abdurrohim Sa’id, Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan
Agama Islam, Surakarta, Tiga Serangkai,2004, hlm. 135-136.
28
memberikan maslahat (kebaikan) bagi para pihak, maka hukum Islam juga
Perdata
dicatatkan.
hukum Islam, bahwa dalam hukum Islam suatu perkawinan dianggap sah
adanya calon istri, adanya wali, adanya dua orang saksi, serta terdapat ijab
kobul (janji nikah), maka setiap pernikahan yang telah memenuhi seluruh
persyatan tersebut dianggap sah menurut syariat Islam akan tetapi hanya
tinggal.
istri;
dan bahagia;
46
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Hukum Perorangan dan
Kekeluargaan Perdata Barat, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hlm. 26
31
yang sama dan ikhlas antara seorang pria dan seorang wanita untuk
rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya, serta sesuai
istri
wanita sebagai suami istri, hal ini menunjukan dua hal, yakni
47
Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, cet. 4, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1976, hlm. 14-15.
32
jelas jenis kelamin dari para pihak yang terikat dalam perkawinan,
oleh Pengadilan.
dan bahagia
yang kekal dan bahagia akan tercapai apabila suami istri saling
33
minimal terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Maka kehadiran keturunan
dalam pencatatan).
“perkawinan ialah ikatan lahir batin anatara seorang pria dengan seorang
48
H.M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia,
1981, hlm. 104
37
tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
yang penting.49
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ada beberapa hal dari rumusan tersebut yang
perlu diperhatikan:50
berbeda. Hal ini menolak perkawinan sesama jenis yang waktu ini
49
Mohd. Idris, Op Cit, hlm.3.
50
Amir Syarifuddin, Op Cit, hlm. 40.
38
bahwa perkawinan itu bagi Islam adalah agama dan dilakukan untuk
artinya hukum itu ditentukan oleh suatu keadaan yang sifatnya situasional
dan kondisional. Setiap hukum melekat pada diri setiap orang yang
memiliki niat atau telah sampai pada saatnya untuk menikah. Dalam
konsekuensi yang sangat berat dihadapan Allah SWT. Dalam ajaran Islam
a. Wajib
51
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (8) Pernikahan, DU Publising, Jakarta, 2011, hlm.
53.
39
b. Sunnah
c. Haram
bila dalam dirinya terdapat cacat fisik yang bila diketahui oleh
d. Makruh
e. Mubah
boleh. tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah berumur 19 tahun dan
sependapat bahwa yang harus ada dalam perkawinan, anatar lain akad
perkawinan, laki-laki yang akan kawin, perempuan yang akan kawin, wali
41
hal yang terdapat dalam perkawinan yang wajib dipenuhi. Kalau tidak
dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya satu rukun perkawinan tidak
sesuatu yang harus ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk hakekat
dinyatakan sah jika terpenuhi seluruh rukun dan perbuatan hukum itu
dinyatakan tidak sah jika tidak terpenuhi salah satu atau lebih atau semuah
rukunya.54
52
Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, Pustaka Setia, Bandung, 2011, hlm. 10.
53
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Libert,
Yogyakarta, 2007, hlm. 30.
54
Arif Furqon, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Dapartemen Agama RI, Jakarta, 200,
hlm. 85.
55
Ibid. hlm.82
42
darah;
perkawinan dengan segala unsurnya, bukan hanya akad nikah itu saja.
56
Amir Syarifuddin, Op.cit, hlm 61.
43
e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami.
6. Asas Perkawinan
calon suami isteri, tetapi juga anatara kedua orang tua kedua belah
logis asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan
oleh pengadilan.
Sunnah Nabi. Diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika
57
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 139.
44
d. Asas keempat kemitraan suami isteri, dengan tugas dan fungsi yang
dalam Al-Qur’an surat An-Nisa (4) ayat 34 dan surat Al-Baqaroh (2)
tangga.
pria muslim dibolehkan atau boleh beristeri lebih dari seorang, asal
45
berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi isterinya. Ayat 129
demikian.
seorang wanita saja. Ini berarti bahwa beristeri lebih dari seorang
merupakan jalan darurat yang baru boleh dilalui oleh seorang laki-laki
sebagai isteri.58
7. Tujuan Perkawinan
terdiri atas suami, isteri, dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya
58
Ibid, hlm.142.
46
wadah yang disebut rumah kediaman keluarga bersama. (ayah, ibu, dan
anak-anak).59
begitu saja. Perkawinan kekal tidak mengenal jangka waktu tertentu, tidak
mengenal batas waktu, kecuali jika salah satu pihak meninggal dunia.
masing individu yang akan melakukannya, ada juga tujuan umum yang
a. Aspek personal
59
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm 85.
60
Ibid, hlm. 86
61
Rahmat Hakim, Hukum Pernikahan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 12.
62
Ibid, hlm.27
47
b. Aspek sosial
timbul karenya. Dari rasa tanggung jawab dan perasaan kasih saying
kearah yang lebih baik dengan berbagai cara. Seseorang yang telah
c. Aspek ritual
d. Aspek kultural
Pasal 1 tahun 1974 bahwa yang menjadi tujuan perkawinan sebagai suami
isteri adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
menegakkan keagamaan.63
rahmah:64
63
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm.
21.
64
ABD. Shomad, Hukum Islam (Penormaan Prinsip Syariah dalam huku), Kencana
Prenada Media, Jakarta, 2010, hlm 10.
49
kewajiban masing-masing.
65
Muhammad Faisal Hamdani, Nikah Mut’ah Analisis Perbandingan Hukum Antara Sunni
& Syi’ah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2008, hlm. 23.
50
c. Menghibur hati;
B. Harta Bersama
perkawinan antara suami dan istri (harta gono-gini). Konsep harta gono-gini
pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi yang berkembang di
Indonesia. Konsep ini kemudian didukung oleh hukum Islam dan hukum
telah terjadi suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri
bahwa:
suami atau istri”. Pasal ini telah menyebutkan adanya harta gono-
istri.
harta suami dan harta istri karena perkawinan” dan pada ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam Pasal 86 ayat (1) dan (2) bertolak belakang
dengan ketentuan Pasal sebelumnya (Pasal 85). Jika dianalisis secara seksama,
hukum Islam tidak dikenal istilah harta gono-gini, yang merupakan persatuan
antara harta suami dan istri. Istilah harta gono-gini, yang merupakan persatuan
antara harta suami dan istri lebih dikenal dalam ketentuan hukum positif
nasional.
bentuk activa dan passiva selama masa perkawinan. Pasangan calon suami
perkawinan bahwa harta perolehan dan harta bawaan merupakan harta gono-
gini. Hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 49 ayat (1):
untuk disatukan saja, maka harta yang dikumpulkan ini disebut harta
53
bersama.66 Suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama atas harta
tersebut secara benar, oleh karena itu terlebih dahulu dikemukakan beberapa
bersama terdiri dari dua kata yaitu, harta dan bersama.67 Harta adalah barang-
perkawinan.68
yang diperoleh selama perkawinan.69 Hal ini berarti bahwa terbentuknya harta
bersama merupakan salah satu macam dari sekian banyak harta yang dimiliki
66
Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pro-U Media, 2007,
hlm. 359
67
W.J.S, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1993),
hlm. 347
68
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008, cet. I edisi IV, hlm. 52.
69
Undang-Undang Perkawinan Nomor. 1 tahun 1974, Jakarta, Armas Duta Jaya, 1990, hlm.
276.
54
secara wajar dan memperoleh status sosial yang baik dalam masyarakat.
Namun harta bersama tersebut akan menjadi harta yang tidak lagi dapat
disebut sebagai harta bersama ketika telah terjadi cerai mati atau perceraian
harta bersama milik suami istri yang mereka peroleh selama masa perkawinan.
daerah Sunda disebut guna kaya atau tumpang kaya, di Madura disebut ghuna
ghana dan masih terdapat banyak penamaan lain dari harta bersama.71
70
H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta, Rajawali Pers, 2010, cet.1, hlm. 179
71
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2013, cet.1, hlm. 169.
72
Syirkah adalah percampuran. Menurut ulama‟ fikih syirkah adalah akad kerjasama
antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan. lihat, Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
jilid 5, Jakarta, Cakrawala Publishing, 2009, hlm. 403.
73
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hlm. 154
55
diperoleh selama perkawinan, diluar hadiah atau warisan dalam kaitan ini,
harta gono-gini atau harta bersama tergolong harta yang terkait dengan hak
suami istri.75 Tentang harta bersama ini, suami atau istri dapat bertindak untuk
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu atas harta bersama tersebut melalui
persetujuan kedua belah pihak. Semua harta yang diperoleh suami istri selama
dalam ikatan perkawinan menjadi harta bersama baik harta tersebut diperoleh
bersama, tidak menjadi suatu permasalahan apakah istri atau suami yang
membeli, tidak menjadi masalah juga apakah istri atau suami mengetahui pada
saat pembelian itu atau atas nama siapa harta itu harus didaftarkan.76
(harta pencarian). Harta bersama dikuasai oleh suami dan isteri, Pasal 35 ayat
74
Harta Kekayaan adalah benda ekonomi, maka aturan hukum yang mengaturnya tergolong
hukum ekonomi yang meliputi aspek hukum perdata dan aspek hukum publik. Lihat, Abdulkadir
Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1994, hlm. 2.
75
Abu Yasid, Fatwa Tradisional untuk Orang Modern 3; Fikih Keluarga, Jakarta,
Erlangga, 2007, hlm. 119.
76
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana,
2006, hlm. 109.
77
J Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 54-55.
56
perkawinan”.
perkawinan, karena pekerjaan suami atau isteri”.78 Walau tidak secara jelas
78
Martiman Projohamijoyo, Tanya Jawab Mengenai Undang-undang Perkawinan dan
Peraturan Pelaksanaan, Jakarta, Pradnya Paramita, 1991, hlm. 34.
57
pencarian). Harta bersama ini jika perkawinan putus (cerai mati atau
adalah menjadi harta bersama, tidak menjadi soal apakah isteri atau
suami yang membeli, tidak menjadi masalah apakah isteri atau suami
mengetahui pada saat pembelian itu atau juga tidak menjadi masalah
79
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Perundangan, Hukum Adat, Hukum
Agama, Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm.114
80
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana,
2006, hlm.108.
58
terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang telah berlaku
sebelumnya bagi suami isteri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum BW,
hak isteri atas harta bersama. Tanggung jawab suami dan isteri terhadap harta
tahun 1974 yakni “suami atau isteri dapat bertindak terhadap harta bersama
Karena adanya kebersamaan harta antara suami istri, maka harta gono-
gini menjadi hak milik keduanya, untuk menjelaskan hal ini sebenarnya ada
dua macam hak dalam harta bersama, yaitu hak milik dan hak guna, artinya
menggunakan harta gono-gini, dia harus minta izin dari istrinya. Demikian hal
sebaliknya, istri harus mendapat izin suaminya jika akan menggunakan harta
“Mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan
karena merupakan tindak pidana yang bisa saja dituntut secara hukum.
sebagai barang jaminan asalkan mendapat persetujuan dari salah satu pihak.
Tentang hal ini, KHI pasal 91 ayat (4) mengatur bahwa : “Harta bersama
dapat dijadikan sebagai jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak
lainnya”.
bahwa pembagian tersebut tidak mendiskriminasi salah satu pihak. Hal ini
ketika awal menikah umumnya suami dan istri tidak pernah berfikir untuk
C. Pencatatan Perkawinan
berbagai peraturan hukum lama dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Adapun
a. Buku Kesatu Bab Kedua Bagian Kedua dan Bab Ketiga Kitab
Staatsblad 1847:23);
harus dipenuhi oleh pasangan suami istri tersebut sebelum hendak melakukan
62
perkawinan, syarat formil berupa prosedur juga harus dipenuhi. Akan tetapi,
Diterbitkan Oleh Negara Lain, ruang lingkup dari pencatatan perkawinan dan
pelaporan akta pencatatan sipil yang diterbitkan oleh negara lain meliputi :
yang dilangsungkan oleh warga negara Indonesia atau salah satu pasangannya
adalah warga negara asing yang dilaksanakan di luar negeri wajib dicatatkan
81
“pelaporan perkawinan melampaui batas waktu” adalah pelaporan perkawinan yang sah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang melampaui 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
perkawinan. Lihat : Indonesia (d), Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010
tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan Dan Pelaporan Akta Yang Diterbitkan Oleh Negara
Lain, Permendagri Nomor 12 Tahun 2010, Pasal 2.
63
bawah tangan dan perkawinan “urfi”82 yaitu praktik perkawinan yang rukun-
ditelusuri secara mendalam penggunaan istilah nikah siri kurang tepat, karena
kalau merujuk pada historis penggunaan istilah nikah siri pada masa Umar bin
Muwatha’ :
82
Perkawinan “urfi” ini merupakan tradisi yang dikenal di Mesir. Dimana perkawinannya
sudah memenuhi syarat dan rukunnya dan dianggap sah menurut fikih konvensional, tetapi tidak
mencatatkannya berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Ulya Hikmah Sitorus &
Muhammad Rozali, “Analisis Fatwa Ali Jum’ah (Mufti Agung Mesir) Tentang Nikah “Urfi” Dalam
Kitab Al-Kalim Al-Tayyib Fatawa Asriyah”, Jurnal Al-Mizan, Vol. 12 No. 1, 2016, 54
83
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama
Dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 41.
64
dalam penelitian ini, karena didasarkan pada pemahaman dari kebalikan istilah
calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dua orang saksi, sighat
(sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad dan menunjukkan
atas apa yang dihati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal itu dapat
Imam Malik menyebutkan rukun perkawinan antara lain; wali dari pihak
84
Imam Malik bin Anas, al-Muwatha‟ , Beirut, Dar al-Fikr, tt, Juz II, 439
85
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hlm. 69.
86
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2001, hlm. 46.
65
dikemudian hari.
87
Asep Aulia Ulfan & Destri Budi Nugraheni, “Analisis Yuridis Peluang Pencatatan
Perkawinan Sebagai Rukun Dalam Perkawinan Islam”, Jurnal Penelitian Hukum, Vol 1, No. 1,
Maret 2014, hlm.29.
66
liar.88
Islam
sebagai berikut:
yang mau menikah lebih dari satu istri, dilarang menikahi saudara
karena dalam syariat Islam dan fikih konvensional tidak dibahas sama
89
Malthuf Siroj, Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia: Telaah Kompilasi Hukum
Islam, Yogyakarta, Pustaka Ilmu, 2017, hlm. 189
68
Syarat meteriil ini ada lima: (1) perkawinan harus berdasarkan persetujuan
kedua calon mempelai. (2) bagi kedua calon mempelai yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang tuanya. (3)
Kecuali ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan atau pencatat yang
ditunjuk untuk itu. (4) kedua belah pihak tidak terikat dengan perkawinan,
masa iddahnya 140 hari. Kedua, persyaratan formil yang terkait dengan
prosedur yang harus dipenuhi, baik sebelum maupun pada saat perkawinan
kesimpulan bahwa perkawinan tidak tercatat hukumnya sah. Hal ini sesuai
juga dengan bunyi UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan KHI
90
M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, Malang, UIN Malang Press, 2008, hlm.
65-66.
69
sebagai syarat administratif saja, bukan sebagai rukun atau syarat yang
91
Jamhari Makruf dan Tim Lindsey (eds.), Hukum Keluarga, Pidana, & Bisnis: Kajian
Perundang-undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, Jakarta, Kencana Prenadamedia
Group, 2013,hlm. 27
BAB III
Perkawinan adalah aqad antara calon laki istri untuk memenuhi hajat
jenis kelamin yang diatur oleh syari‟ at. Sedangkan pengertian dari ikah siri
karena tidak dilaporkan kekantor urusan agama atau KUA bagi muslim atau
tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan atau terjerumus kepada hal-hal yang
dilarang agama.
Pendapat Imam Abu Hanifah, Yang dimaksud dengan nikah siri adalah
menetapkan bahwa wanita yang telah baligh dan berakal (dalam kondisi
normal) maka diperbolehkan memilih sendiri calon suaminya. Dia tidak hanya
tergantung pada walinya saja. Lebih lanjut beliau menjelaskan wanita baligh
dan berakal juga diperbolehkan aqad nikah sendiri baik dalam kondisi
92
Yusep, Makalah Lengkap Tentang Hukum Nikah Sirih Dalam Pandangan Hukum Kapita
Selekta Hukum Islam (24 April 2013), di akses dari
https://iusyusephukum.blogspot.com/2013/04/makalah-hukum-nikah-sirih-dalam.html, di akses
pada tanggal 1 Oktober 2021.
70
71
yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau
Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Kami
Muhammad SAW yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang
sesat (bidah).
Islam menghalalkan Kawin Siri jika sayarat dan rukun nikah terpenuhi
diantaranya :
1. Syarat Nikah
bakal isteri;
72
Artinya:
Muslim).”
Artinya:
2. Rukun nikah
seorang muslimah.
b. Adanya ijab,
c. Adanya qabul,
Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua
d. Adanya Wali
Artinya: “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Al-
Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan
“Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang
93
Kementrian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Cet. I; Bandung: Syamsil al-
Qur‟ an, 2012), h. 422
75
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
nikah adalah suatu ikatan atau akad yang menghalalkan pergaulan dan
mempelai pria, dua orang saksi, wali pengantin perempuan, ijab qabul. Begitu
dengan binatang adalah pernikahan. Tak heran bila orang yang tidak menikah
tapi melakukan tindakan seperti layaknya orang yang terikat tali pernikahan,
akan mendapat sangsi sosial dan sangsi dari Tuhan berupa Dosa Besar.
94
Republik Indonesia, UU Pernikahan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1
95
Cipluk (Blogger), Nikah Siri: Jalan Pintas Pengecut Para Maling (8 Februari 2012),
diakses dari https://cempebule.blogspot.com/2012/02/nikah-siri-jalan-pintas-pengecut-para.html
tanggal 3 Oktober 2021
76
Secara harfiah “sirri” itu artinya “rahasia”. Jadi, nikah sirri adalah
secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau
karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin
ketentuan syariat;
negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar
melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan
lain sebagainya.
berikut:
96
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Cet ke VIII (Jakarta : Hidakarya
agung, 1979), h. 177.
77
oleh Aisyah ra. Rasulullah saw pernah bersabda: “Wanita mana pun
tanpa saksi dan ini menurut kesepakatan Ahlul Ilmi dari kalangan
keluarnya yaitu melalui wali hakim, tapi biasanya wali hakim yang
paham dan bekerja sesuai dengan prosedur yang benar akan meminta
dilakukan.
syariat dan telah memenuhi rukun nikah namun tidak dicatatkan pada
Bukti ini akan sangat bermanfaat bagi kehidupan sosial, ekonomi, dan
pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain
positif.
pria tersebut hendak menikah lagi untuk yang kesekian kalinya, dalam
79
kemudian semua syarat itu terpenuhi, dalam pasal 5 juga diatur bahwa
pernikahan tersebut juga harus mendapat izin sang istri. Selain itu, ada
mereka, serta suami bisa berlaku adil kepada istri dan anak-anak
Negara. Hal ini sudah sering dilakukan seperti pernikahan masal dan
3 bulan dan denda maksimal 5 juta, dimana sanksi juga berlaku bagi
Mulai dari perkawinan lewat Kantor Urusan Agama (KUA), perkawinan bawa
siri. Perkawinan yang tidak dicatatkan atau yang dikenal dengan berbagai
istilah lain seperti kawin bawah tangan”kawin siri” atau “nikah sirri”, adalah
perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan
tidak dicatatkan di kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang beragama
Islam, Kantor Catatan Sipil bagi non-Islam). Istilah sirri berasal dari bahasa
arab sirra, israr yang berarti rahasia. Kawin siri, menurut arti katanya,
97
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Cet ke VIII (Jakarta : Hidakarya
agung, 1979), h. 176.
81
82
98
ASM. Saifudin H.U, Membangun Keluarga Sakinah (Banten: Amal Actual Perpustakan
Daerah, 2002), h. 35.
83
tahun dan denda mulai dari Rp 6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin
siri, draft RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.99
99
Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Pasal 143.
84
negara
100
Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Pasal 144.
101
Hasan Ali M, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam (Jakarta: Prenada Media,
2003
85
(1). Wali;
pencatatan sipil.
mana sangat banyak drama terlakon didalamnya, tidak jarang kita melihat
perkawinan justru menjadi sebuah tempat di mana orang begitu tersiksa ketika
melanjutkannya. Pernikahan agar dapat diakui oleh negara harus dicatat oleh
'pernikahan dibawah tangan' ataupun "nikah siri", yang mana kedua insan
pemerintah dalam hal ini ke KUA ataupun kantor catatan sipil. Belakangan,
melakukan nikah siri dan kemudian menceraikan si istri dalam hitungan hari
setelah dinikahi.102
Nomor 1 tahun 1974. Di dalam Undang-Undang diatur tentang apa saja syarat
waris apabila terjadi perceraian baik itu cerai hidup maupun cerai mati.
pada mengatur dan memberikan solusi apabila terjadi sengketa waris dan
pembagian harta karena perceraian, baik itu cerai hidup maupun cerai mati.
Selain Undang-Undang ini yang biasa disebut hukum positif, ada juga hukum
dan aturan perkawinan berdasarkan agama maupun adat istiadat yang dianut
102
Ady Nugroho, Nikah Siri Hartanya Jadi Hak Siapa? (12 Juni 2012) diakses dari
https://economy.okezone.com/read/2012/12/06/315/728189/nikah-siri-hartanya-jadi-hak-siapa
tanggal 3 Oktober 2021.
87
oleh si pengantin. Hukum agama dan adat inilah yang kemudian menjadi
apabila tercatat di Kantor urusan agama bagi penganut muslim, dan di kantor
catatan sipil bagi yang non muslim. Jadi orang-orang yang menikah secara siri
ataupun diam-diam, mereka hanya sah menikah secara agama ataupun adat,
tidak didaftarkan di KUA atau kantor catatan sipil dengan berbagai macam
alasan.
1. Efek pertama, adalah bila sepasang pria dan wanita yang belum
maka anak tersebut oleh negara akan berstatus sebagai anak diluar
nikah. Anak dengan status ini hanya memiliki hak waris dari ayah
sudah berkeluarga lalu memiliki istri muda yang dinikahi secara siri,
hukum negara disebut sebagai anak zina, yang efeknya adalah si anak
tidak bisa menjadi ahli waris dari bapak biologisnya, namun memiliki
2. Efek kedua, adalah apabila terjadi perceraian seperti yang dialami oleh
pejabat tersebut, maka si istri secara hukum negara tidak berhak untuk
103
ibid
88
sah secara hukum negara, maka harta gono-gini yang menjadi hak si
warisan sebagai akibat dari adanya perkawinan akan bisa lebih simpel apabila
pembagiannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan bahasan yang telah di urai dalam skripsi ini, maka dapat
Undang Perkawinan, dalam hukum Islam kawin siri tetap sah dimata
agama apa bila syarat dan rukun terpenuhi diantara kedua bela pihak. Lain
kawin siri, sehingga dalam kedudukan harta bersama Negara tidak berhak
89
90
B. Saran
pandang tetap pernikahan yang sah namun di mata hukum kita tidak sah.
A. Buku-buku
Arif Furqon, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Dapartemen Agama RI,
Jakarta, 200.
Asep Aulia Ulfan & Destri Budi Nugraheni, “Analisis Yuridis Peluang
Pencatatan Perkawinan Sebagai Rukun Dalam Perkawinan Islam”,
Jurnal Penelitian Hukum, Vol 1, No. 1, Maret 2014.
91
___________, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1989.
H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah
Lengkap, Jakarta, Rajawali Pers, 2010.
H.R. Sardjono dan Ny. Hj. Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai
Perbandingan Hukum Perdata, cet. 2, Jakarta, IND-HILL-CO, 2003.
Imam Malik bin Anas, al-Muwatha‟ , Beirut, Dar al-Fikr, tt, Juz II, 439
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2000.
M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, Malang, UIN Malang Press,
2008.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, cet. 2, Jakarta, Sinar Grafika, 1993, hlm.
72.
Satjipto Raharjo, ilmu hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 2000.
Ulya Hikmah Sitorus & Muhammad Rozali, “Analisis Fatwa Ali Jum’ah
(Mufti Agung Mesir) Tentang Nikah “Urfi” Dalam Kitab Al-Kalim Al-
Tayyib Fatawa Asriyah”, Jurnal Al-Mizan, Vol. 12 No. 1, 2016.
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Hukum Perorangan dan
Kekeluargaan Perdata Barat, Jakarta: Gitama Jaya, 2005.
C. Kamus
Tim Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Jakarta, 2008.
D. Internet
Ady Nugroho, Nikah Siri Hartanya Jadi Hak Siapa? (12 Juni 2012) diakses
dari https://economy.okezone.com/read/2012/12/06/315/728189/nikah-
siri-hartanya-jadi-hak-siapa tanggal 3 Oktober 2021.
Cipluk (Blogger), Nikah Siri: Jalan Pintas Pengecut Para Maling (8 Februari
2012), diakses dari https://cempebule.blogspot.com/2012/02/nikah-siri-
jalan-pintas-pengecut-para.html tanggal 3 Oktober 2021
menempuh Pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 3 Ciruas (lulus
El- Qo’lam (lulus pada tahun 2011) dan Madrasah Aliyah Negeri 2 Serang (lulus
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan program studi Ilmu Hukum (lulus
pada tahun 2018). Untuk melakukan aktualisasi diri dan tekad yang penuh
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan program studi Ilmu Hukum. Saat ini