SKRIPSI
Karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Hukum (S.H.) dari Program Studi Ahwal Syakhsiyah
Fakultas Syari’ah
Disusun oleh:
CIREBON
ABSTRAK
Indonesia belum memiliki payung hukum yang secara langsung dan jelas
mengatur masalah perkawinan antaragama sehingga menimbulkan kekosongan
hukum. Tidak ada pasal atau ayat yang melarang atau membolehkan perkawinan
calon suami dan calon istri yang memeluk agama berbeda dalam Undang-
Undang Perkawinan membuat hakim PN Surabaya mengesahkan permohonan
perkawinan antaragama. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menguraikan
pertimbanagan hakim dalam mengesahkan permohonan perkawinan serta akibat
hukum yang mengikutinya. Selain itu, untuk menggali akar permasalahan
hukumnya dilakukan tinjauan hukum Islam serta hukum positif serta analisis
kepastian hukum perkawinan antaragama dan cara pembaruan hukumnya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Peneliti
berusaha mendeskripsikan fenomena menggunakan metode kualitatif secara
deskriptif analitik. Pendekatan dalam penelitian ini juga menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam Islam mayoritas ulama
berpendapat bahwa perkawinan antaragama haram secara mutlak dengan
pendapat lain membolehkan asal dengan perempuan Ahl al-Kitāb dan ada juga
yang membolehkan sepanjang masih dalam batas-batas untuk mewujudkan
tujuan perkawinan. Pengesahan perkawinan antaragama oleh hakim PN
Surabaya terfokus pada pertimbangan; kekosongan hukum, keterangan para
saksi; perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan
perkawinan; pertimbangan hak kebebasan beragama; pertimbangan hak
membentuk keluarga; serta pertimbangan persetujuan dan restu orang tua kedua
mempelai. Putusan Hakim tersebut berimplikasi pada sahnya perkawinan Para
Pihak di hadapan negara, sahnya status anak yang dihasilkan dari perkawinan
dan nasabnya bersambung ke ayahnya yang membuat anak berhak mendapatkan
hak-hak keperdataan darinya. Sedangkan, ketidakpastian hukum perkawinan
antaragama bisa diselesaikan dengan jalan harmonisasi norma antara Undang-
Undang Perkawinan dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan
melalui jalan legislatif review maupun judicial review.
i
ABSTRACT
Indonesia does not have the legal protection that directly and clearly
regulates interfaith marriage issues, thus creating a legal vacuum. There are no
articles or verses that prohibit or allow the marriage of prospective husbands
and prospective wives who adhere to different religions in the Marriage Law,
causing Surabaya District Court judges to approve interfaith marriage
applications. Therefore, this research aims to describe the judge's
considerations in ratifying a marriage petition and the legal consequences that
follow. Apart from that, to explore the roots of the legal problems, a review of
Islamic law and positive law was carried out as well as an analysis of the legal
certainty of inter-religious marriage and ways to reform the law.
This research is normative legal research. Data collection was carried out
by literature study (library research), namely legal research carried out by
examining library materials or secondary data. Researchers try to describe
phenomena using descriptive analytical-qualitative methods. This research also
uses a statutory approach and conceptual approaches.
The results of the research reveal that in Islam the majority of ulama are
of the opinion that inter-religious marriage is absolutely haram, with other
opinions allowing it as long as it is with a woman from Ahl al-Kitāb and there
are also those who let it as long as it is within the limits to realize the purpose
of the marriage. The ratification of inter-religious marriages by Surabaya
District Court judges focuses on considerations; legal vacuum, witness
statements; religious differences do not constitute a prohibition on entering into
marriage; consideration of the right to religious freedom; consideration of the
right to form a family; as well as consideration of the approval and blessing of
the parents of the bride and groom. The judge's decision has implications for the
legality of the marriage of the Parties before the state, the legal status of the
child resulting from the marriage, and his lineage to his father, which makes the
child entitled to civil rights from him. Meanwhile, legal uncertainty about inter-
religious marriages can be resolved by harmonizing norms between the
Marriage Law and the Population Administration Law through legislative
review or judicial review.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa tercurah ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
mengasihi setiap makhluk ciptaannya dengan nikmat yang tak terhingga. Atas
limpahan nikmat dan karunia itulah penulis bisa hadir di hadapan pembaca dengan
membawakan karya tulis hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
Shalawat serta salam selalu terlantun dan termunajat kepada utusan tercinta yang
membawa cahaya perubahan dari gelapnya kebodohan bagi seluruh umat manusia,
yakni Nabi Muhammad SAW. Semoga limpahan syafaatnya bisa sampai pada kita
Penelitian ini disusun dengan segala keterbatasan yang ada, sehingga hasil
keterbatasan informasi dan ilmu yang dimiliki penulis. Penelitian ini secara khusus
kemunculannya selalu menjadi buah bibir dan menjadi topik hangat untuk dibahas
yang kita miliki saat ini, perkawinan antaragama telah menjadi fenomena yang
semakin umum terjadi. Perkawinan yang melibatkan dua orang dengan keyakinan
agama yang berbeda membawa tantangan yang kompleks, baik dalam aspek sosial,
budaya, maupun agama itu sendiri. Tanpa kita sadari, kita hidup dalam dunia yang
semakin terhubung, di mana interaksi antarbudaya dan antaragama adalah hal yang
tak terhindarkan. Dalam konteks ini, pernikahan antaragama menjadi cerminan dari
iii
Perkawinan antaragama adalah perkawinan yang melibatkan pasangan yang
menganut keyakinan agama yang berbeda. Dalam konteks Indonesia yang beragam,
dengan berbagai latar belakang agama, etnis, dan budaya, perkawinan antaragama
telah menjadi bagian integral dari keragaman sosial kita. Fenomena ini menciptakan
jaringan hubungan yang kompleks dan memiliki dampak yang signifikan pada
menuai pro-kontra dari segi pelaksanaannya. Oleh sebab itu, penelitian ini
antaragama dari segi hukum, mengidentifikasi peraturan hukum yang berlaku, serta
menganalisis dampak dan tantangan hukum yang dihadapi oleh pasangan yang
penelitian ini akan memberikan wawasan yang bermanfaat bagi praktisi hukum,
penegak hukum, dan masyarakat secara umum dalam memahami aspek hukum dari
perkawinan antaragama.
dengan segenap kasih dan cinta yang bersemayam dalam dada, penulis
menghaturkan terima kasih yang begitu mendalam. Penulis menyadari betul telah
serta saran dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung selama
berjalannya penelitian.
Dengan hasil penelitian pada skripsi ini, menjadi suatu harapan yang besar
apabila nantinya bisa memberikan manfaat bagi pihak yang membaca tulisan ini.
Implikasi yang ingin diraih tentunya skripsi ini bisa bermanfaat bagi peningkatan
iv
pengetahuan baik akademik dan non-akademik, meskipun dalam penyusunan dan
penyampaian materinya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
besarnya.
Penulis
v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI
Bismillahirrahmanirrahim
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur terpanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
penuh segala kehormatan, penulis haturkan banyak terima kasih kepada semua
bimbingan, serta kontribusi positif dalam segala proses penelitian ini. Dengan
ini.
besarnya kepada:
1. KH Marzuki Wahid, M.A. selaku Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF)
Cirebon.
2. Dr. Hj. Afwah Mumtazah selaku Deputi Rektor I Bidang Akademik dan
Kelembagaan.
4. Bapak Samud. M.H.I selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Studi Islam
Fahmina.
Syakhshiyyah Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan kepada Seluruh dosen
vii
serta seluruh staf tenaga kependidikan ISIF atas segala bantuan selama
6. Terkhusus bagi Abi Marzuki Wahid, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi
7. Teruntuk keluarga yang utama dan sangat berarti bagi penulis karena telah
8. Kepada keluarga Rumah Joglo, Abi Marzuki, Teh Nurul, Teh Sofi, Teh
Fitri, Teh Tuti, dan Fajar yang memiliki andil besar dalam memberikan
moril yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih sudah saling
viii
NOTA PERSETUJUAN
Skripsi berjudul:
PERKAWINAN ANTARAGAMA DI INDONESIA
Praktik dan Analisis atas Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
916/Pdt.P/2022/PN Sby
Disusun oleh:
Gun Gun Gunawan
NIM: 19110034
ix
NOTA PENDAFTARAN
Kepada Yth:
Dekan Fakultas Syariah
Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon
Assalamualaikum wr.wb
berjudul:
Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut dapat dan sudah layak diajukan
kepada Fakultas Syariah Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon untuk
Wassalamualaikum wr.wb.
x
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
perpustakaan ISIF, terbuka untuk umum dengan ketentuan, bahwa hak cipta ada
pada penulis dengan mengikuti tata aturan HaKi yang berlaku di Indonesia.
hanya dapat dilakukan seizin penulis dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah
seluruh skripsi harus seizin pengarang dan pimpinan ISIF (Institut Studi Islam
Fahmina) Cirebon.
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI....................................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vii
NOTA PERSETUJUAN ...................................................................................... ix
NOTA PENDAFTARAN ...................................................................................... x
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ............................................................ xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .............................................. xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10
E. Penelitian Terdahulu .............................................................................................. 11
F. Kerangka Teori ...................................................................................................... 15
G. Metodologi Penelitian ........................................................................................... 22
H. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 28
BAB II
LANDASAN HUKUM PERKAWINAN .......................................................... 30
A. Tinjauan Umum Perkawinan ................................................................................. 30
1. Pengertian Perkawinan...................................................................................... 30
2. Dasar Hukum Perkawinan ................................................................................ 33
3. Hukum Perkawinan ........................................................................................... 37
4. Tujuan Perkawinan ........................................................................................... 43
5. Syarat dan Rukun Perkawinan .......................................................................... 44
6. Prinsip-prinsip Perkawinan ............................................................................... 48
B. Perkawinan Antaragama ........................................................................................ 51
C. Pandangan Islam tentang Perkawinan Antaragama ............................................... 54
xiii
D. Perkawinan Antaragama dalam Konstruksi Hukum Indonesia ............................. 61
BAB III
TINJAUAN PUTUSAN PENETAPAN PERKAWINAN ANTARAGAMA . 67
A. Profil Singkat Pengadilan Negeri Surabaya .......................................................... 67
B. Kasus Posisi Perkara Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby .......................................... 76
C. Dasar Pertimbangan Hakim PN Surabaya dalam Memutus Perkara Perkawinan
Antaragama ................................................................................................................... 80
D. Konsekuensi dan Implikasi Hukum Putusan ......................................................... 90
BAB IV
KEPASTIAN HUKUM PERKAWINAN ANTARAGAMA ......................... 102
A. Kekosongan Hukum Perkawinan Antaragama di Indonesia ............................... 103
B. Kepastian Hukum dan Peran Hakim dalam Mengisi Kekosongan Hukum ......... 108
C. Pembaruan Hukum Perkawinan Antaragama ...................................................... 112
BAB V
PENUTUP .......................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 121
LAMPIRAN PUTUSAN ................................................................................... 129
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 140
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.1 Dalam
negara secara hukum menjamin hak setiap warga negara untuk membentuk
berarti bahwa undang-undang ini telah mengatur semua aspek yang terkait
perkawinan antaragama, yakni perkawinan yang terjadi antara seorang laki laki
1
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
2
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 25.
2
konteks undang-undang perkawinan, belum ada pasal atau ayat yang mengatur
secara jelas tentang larangan atau kebolehan perkawinan apabila calon suami
atau calon istrinya yang memeluk agama yang berbeda. Perkawinan antaragama
tersebut tidak sah karena tidak memenuhi baik ketentuan yang berdasarkan
haram dan tidak sah” meskipun perkawinan dilakukan antara seorang pria
muslim dengan seorang wanita dari Ahl al-Kitāb menurut qaul mu'tamad.3
agama. Sebagai salah satu alternatif agar perkawinan keduanya tetap dapat
3
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 4/Munas Vii/Mui/8/2005 tentang Perkawinan Beda
Agama.
4
Rahma Amir, Perkawinan Beda Agama di Indonesia Perspektif Hukum Islam, (Jurnal Al-Qadau:
Peradilan dan Hukum Keluarga Islam, 2019), 6(1), 99-110, hlm. 108.
3
satu pihak meleburkan diri kepada salah satu agama.5 Ketentuan-ketentuan ini
antaragama.
harus menganut agama yang sama. Jika kedua-duanya berlainan agama, menurut
Islam yang dianut salah satu mempelai, kemudian di hari yang sama juga
yang dianut mempelai yang lain.7 Tapi, upaya ini juga menimbulkan pertanyaan
lanjutan perihal perkawinan manakah yang diakui dan dikatakan sah. Cara
5
Mys & M-1, Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri, Hukumonline.com,
https://www.hukumonline.com/berita/a/masalah-hukum-keabsahan-kawin-beda-agama-di-luar-
negeri-hol14922/ diakses pada tanggal 16 Agustus 2023 pukul 20:34.
6
Sri Wiyanti Eddyono, “Perkawinan Campuran Antar Agama: Hukum Kolonial dan
Kekinian”, dalam Maria Ulfah Ansor dan Martin Lukito Sinaga (ed.), Tafsir Ulang Perkawinan
Lintas Agama, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004), hlm. 108.
7
Konflik Norma Perkawinan Beda Agama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama dan Kependudukan
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/nadzirotus-sintya-falady-s-h-cpns-
analis-perkara-peradilan-calon-hakim-2021-pengadilan-agama-probolinggo- diakses pada 10 Juni
pukul 01.04.
4
lainnya, dalam sementara waktu salah satu pihak berpura-pura pindah agama
Namun, hal ini sebenarnya juga dilarang oleh agama manapun karena dianggap
Desember 1896 No. (Stb. 1898 No. 158), yang dikenal dengan peraturan
kemudian disebut GHR.8 Dalam GHR, jika dua orang yang berbeda agama
perkawinan antara orang yang berbeda agama harus dicatatkan di Kantor Urusan
norma tentang sahnya perkawinan antara orang yang berbeda agama. Kompilasi
perkawinan orang yang beragama Islam dengan orang yang bukan agama Islam
8
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.
243.
5
kepercayaannya.
dari hak asasi manusia. Pembolehan perkawinan antaragama ini hanyalah dalam
di mana ketentuan ini pun sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 tentang
dijaminnya oleh negara kemerdekaan bagi setiap warga negara untuk memeluk
agamanya masing-masing.
1974 tentang sahnya suatu perkawinan, apabila dilakukan menurut tata cara
agama atau kepercayaan yang dianut oleh calon pasangan suami istri hal ini tidak
9
Danu Aris Setiyanto, "Larangan Perkawinan Beda Agama Dalam Kompilasi Hukum Islam
Perspektif Hak Asasi Manusia." Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam 7.1 (2017): 87-
106, hlm. 101.
6
dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil (KCS). Namun, peraturan ini tidak
yang kawin dengan Mayong (Katolik). Juga Yuni Shara yang menikah dengan
Henry Siahaan (Kristen), dan masih banyak yang lain. Tetapi, mereka-mereka
ini kawin di luar negeri atau mengadakan perkawinan secara Kristen. Kasus yang
cukup terkenal adalah perkawinan artis Deddy Corbuzier dan Kalina, pada awal
tahun 2005 lalu. Bahkan, berdasarkan data yang dihimpun oleh Indonesian
Conference On Religion and Peace (ICRP), sejak 2005 hingga awal Maret 2022
Indonesia.11
10
https://hukumonline.com/klinik/a/masalah-pencatatan-perkawinan-beda-agama-
lt528d75a6252d7/ diakses pada 14 Juni 2023 pukul 01.00.
11
Dean Pahrevi, Sebegini Jumlah Pasangan Melakukan Pernikahan Beda Agama di
Indonesia, Jangan Kaget ya, https://m.jpnn.com/news/sebegini-jumlah-pasangan-melakukan-
pernikahan-beda-agama-di-indonesia-jangan-kaget-ya diakses pada 13 Juni 2023 pukul 13.03.
7
tidak menyebutkan secara eksplisit dalam salah satu pasal tentang perkawinan
antaragama. Akibatnya berdasarkan asas ius curia novit, menuntut hakim untuk
menerima setiap perkara yang masuk meskipun belum jelas dasar hukumnya.
demikian, putusan ini tidak berarti bahwa perkawinan antaragama diakui secara
resmi oleh negara yang jika merujuk pada uji materil UU Perkawinan
Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam
yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. SEMA tersebut berisi MA larangan bagi
12
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61897071 diakses pada 13 Juni 2023 pukul
23.24.
13 https://www.mpr.go.id/berita/Kritisi-Berulangnya-
%E2%80%9CPengesahan%E2%80%9D-Perkawinan-Beda-Agama,-HNW-Minta-Hakim-dan-
MA-Dengarkan-Pendapat-MUI-dan-Ikuti-Putusan-MK diakses pada 13 Juni 2023 pukul 23.34.
8
mendapatkan perlakuan yang berbeda, ada yang dilayani tetapi ada pula yang
antaragama.
dan hakim, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu perlu
B. Rumusan Masalah
soal perkawinan antaragama perlu dilakukan kajian yang mendalam soal itu.
Untuk itu, penelitian ini mencoba melakukan kajian dan analisis yang bisa
lingkup:
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Dari berbagai dimensi, agama dan negara memang memiliki posisi yang
tidak dapat dipisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat.14 Realitas sosial perlu
dijawab secara konkrit baik oleh agama maupun negara untuk menciptakan
perkawinan antaragama. Sejalan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk
14
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), 43.
10
Indonesia baik dari sisi agama (Islam) maupun negara (hukum positif).
dijabarkan secara lugas agar duduk perkara dapat dilihat secara terang
D. Manfaat Penelitian
komprehensif. Oleh karena itu, harapannya penelitian ini baik secara teoritis
akademis bagi mahasiswa, dosen, dan peneliti yang tertarik untuk mengkaji
2. Selain itu, hasil penelitian juga dapat menjadi pijakan dan sumber referensi
E. Penelitian Terdahulu
berkaitan dengan objek kajian penelitian ini, maka diperoleh beberapa hasil
antaranya:
antaragama serta tinjauan hukum Islam dalam menyikapi hak tersebut. Hasil dari
UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 40 dan 44 KHI. bahwa setiap perkawinan
Berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 221 telah melarang pernikahan antara orang
yang beragama Islam dengan orang yang tidak beragama Islam, dalam kategori
seorang pria muslim menikah dengan seorang wanita Ahl al-Kitāb, namun
pernikahan pria muslim dengan wanita Ahl al-Kitāb hanyalah suatu perbuatan
yang dihukumi mubah, tetapi bukan anjuran apalagi perintah, dan jika terjadi
916/Pdt.P/2022/PN.Sby.
Berasan: Journal of Islamic Civil Law, Vol. 1, No.1, 2022 yang berjudul
undang Perkawinan pada Pasal 6 ayat (1) mengenai persetujuan kedua calon
dan merujuk pada ketentuan Pasal 35 huruf (a) Undang- Undang 23 Tahun 2006
memutusnya.
14
asuh anak, pendidikan agama untuk anak dan pembagian waris untuk anak.
Kelima, artikel jurnal Dedeh Kurnia dan Rahmi Zubaedah di Jurnal Ilmiah
Ilmu Hukum QISTIE Vol. 15 No. 2 November 2022 yang berjudul “Analisis
tetapi setelah memperoleh putusan dari pengadilan maka putusan tersebut harus
Negeri Surabaya dan soal hukum perkawinan antaragama. Akan tetapi, yang
sebab yang melatarinya. Penulis juga berfokus pada perumusan peraturan baru
yang lebih tegas dan mengikat supaya perkawinan antaragama di Indonesia bisa
diatur dengan jelas dan rinci agar punya kepastian hukum yang tetap dan
F. Kerangka Teori
1. Kekosongan Hukum
tertulis yang berupa perintah dan larangan yang bersifat mengikat. Dalam
dan tegas yang berisi norma-norma tertentu.15 Menurut Lon Fuller seperti
hukum tidak tercakup atau belum tercakup oleh suatu aturan hukum.
15
A’an Efendi, dkk, Teori Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm. 145.
16
Lawrence M, Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Terjemahan M. Khozin,
(Bandung: Penerbit Nusa Media, 2009), hlm. 10.
16
situasi di mana tidak ada hukum atau peraturan yang mengatur masalah atau
kegiatan tertentu.
hukum dengan membuat individu atau subjek hukum enggan tunduk pada
aturan perbuatan yang tidak diatur atau dilindungi secara jelas oleh hukum.
17
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Cetakan ke VIII, (Bandung: Penerbit Nusa Media,
2015), hlm. 133.
18
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustaka Karya, 2006),
hlm. 34.
17
kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah
perbuatan yang dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan hukum atau
aturan hukum, yaitu sah menurut hukum. Konsep kepastian hukum mungkin
setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan hukum.
19
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 130.
20
Samudra Putra Indratanto, Nurainun, and Kristoforus Laga Kleden, “Asas Kepastian
Hukum Dalam Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Berbentuk Peraturan Lembaga Negara
Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,” Jurnal Ilmu Hukum 16, no. 1 (2020), hlm.
92.
18
yang multitafsir, sehingga nantinya tidak akan terjadi benturan serta konflik
perilaku yang sesuai dengan ketentuan dalam hukum yang berlaku dan
suatu perilaku.
21
https://www.gramedia.com/literasi/teori-kepastian-hukum/ diakses pada tanggal 17 Juni
2023 pukul 00.02
19
a. Jan M. Otto
menyetujui muatan yang ada pada muatan isi. Oleh karena itu,
22
Sulistyowati Irianto, et al, Kajian Sosio-legal, (Denpasar: Pustaka Larasan bekerja sama
dengan Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012), hlm. 122-123.
20
hukum sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masyarakat. Jan M. Otto
adalah hukum yang lahir melalui dan dapat mencerminkan budaya yang ada
dapat disebut sebagai kepastian hukum yang sebenarnya atau realistic legal
pada lima situasi yang telah dijelaskan di atas, hukum haruslah ditegakkan
oleh instansi penegak hukum yang memiliki tugas untuk dapat menjamin
b. Gustav Radbruch
merupakan salah satu tujuan dari hukum itu sendiri. Dalam teori
perundang-undangan.
dalam nilai wajar. Hanya dengan bersifat pasti dan adil lah, maka
G. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang digunakan dalam
a. Jenis penelitian
23
https://www.gramedia.com/literasi/teori-kepastian-hukum/ diakses pada 18 Juni 2023
pukul 02.07.
24
Sulistyowati Irianto dan Shidarta (ed), Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi,
Cetakan Keempat, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2017), hlm. 143.
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada 2004), hlm. 13
23
b. Sifat Penelitian
pada saat ini atau saat yang lampau. Disini, peneliti berusaha
kepustakaan.
2. Pendekatan Penelitian
biasanya menggunakan dua media studi yaitu ilmu sosial dan kemanusiaan
26
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 106.
27
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan ke-33, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm. 4.
28
Klaus Bruhn dan Nicholas W. Jankowski (ed.), A Handbook of Qualitative Methodologies
for Mass Communication Research, (New York: Routledge, 1991), hlm. 3.
24
diteliti.30
29
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011),
hlm. 20.
30
https://harvardilj.org/2021/01/how-to-do-research-in-international-law-a-basic-guide-for-
beginners/ diakses pada 16 Juni 2023 pukul 14.00.
25
penelitian hukum.31
4. Sumber Data
kualitatif ini adalah dengan cara deskriptif, yaitu dengan mengkaji studi
a. Data primer
31
https://legal.thomsonreuters.com/en/insights/articles/basics-of-legal-research-steps-to-
follow diakses pada 16 Juni 2023 pukul 13.48.
26
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang
b. Data Sekunder
buku, jurnal dan berbagai hasil penelitian yang berkaitan erat dengan
data yang relevan dan buku penunjang. Data-data ini diperoleh dari
32
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 22.
27
musabab dengan pemecahannya. Hal ini perlu satu langkah penalaran analisis
peristiwa yang terjadi dengan fakta dan data yang didapat harus dicari sebab
akibatnya dan dijelaskan secara deskriptif agar dapat dipahami dengan jelas.
b. Penarikan Kesimpulan
atau lisan yang dapat dipahami. Dalam analisis kualitatif penulis menggunakan
metode berpikir induktif, yaitu berfikir dengan berangkat dari fakta-fakta atau
33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, Rajawali Pers, 2016), hlm.
15.
28
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini, penulis bagi ke dalam lima bab, masing-masing bab terdiri atas
penelitian ini. Di antara fokus bahasan yang akan diterangkan adalah perihal
di Indonesia.
dalam rumusan masalah soal putusan pengadilan ditambah dengan kritik dan
Indonesia.
dalam rumusan masalah soal putusan pengadilan ditambah dengan kritik dan
Indonesia.
30
BAB II
sosial manusia. Selain sebagai cara legal untuk melanjutkan keturunan, baik
untuk saling membina satu sama lain dalam bingkai rumah tangga dalam suasana
damai, tentram, dan penuh kasih sayang di antara suami dan istri. Secara naluriah,
manusia pun diciptakan oleh Allah Swt. dengan ketentuan hidup berdampingan dan
berpasang-pasangan satu sama lain. Melalui perkawinan, ketentuan dan sifat naluri
alamiah tersebut, dalam Islam diwujudkan dalam satu ikatan dalam rangka
1. Pengertian Perkawinan
bahasa Arab yang dikenal dengan nikah atau az-zauj34 yang berarti
perkawinan sebagai:
34
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
1461.
35
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 7.
31
َ َ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ ٌ ْ َ ً ْ ََ َ ُ ْ َ ْ َ ُّ َّ ً َ ُ َ ُ
اح أ ْو ن ْح ِوه
ٍ كإن ظِ ف ِهو لغة الضم والوطء وشعا عقد يتضمن إباحة وطء ِبل
dalam kitab I’anah at-thalibin, yang menjelaskan bahwa: “nikah secara bahasa
disebut sebagai al-dammu wa al-jam’u dan ibarat ‘an al-wath wa al-’aqd yang
seorang wanita atau melakukan wathi’, dan berkumpul selama wanita tersebut
sepersusuan.”37
yang secara bahasa berarti: membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
36
Mahbib Khoiron. “Definisi Dan Macam-Macam Hukum Nikah.” Https://www.nu.or.id, 22
Des. 2017, https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/definisi-dan-macam-macam-hukum-nikah-pJcHS.
diakses pada 22 Agustus 2023 pukul 10.48
37
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum
Islam Dari Fikih, UU No. 1/1974, Sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 38.
38
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kawin
diakses pada 17 Agustus 2023 pukul 17.03.
32
mewujudkan keluarga yang sakīnah, mawaddah, dan rahmah. Term inilah yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidza untuk menaati perintah Allah dan
sebagai manifestasi lisan untuk mengesahkan ikatan lahir batin antara pria dan
wanita, tetapi di dalamnya terdapat tanggung jawab secara lahir batin di antara
keduanya. Ikatan yang terjalin tersebut oleh Al-Qur’an dinyatakan sebagai nilai
yang bersifat luhur di antara dua orang yang berbeda jenis kelamin. Hal ini
Perkawinan, perkawinan diartikan sebagai “ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
39
Kementerian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, 2020, hlm. 5.
33
hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara
pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang
Pendek kata, baik secara bahasa maupun istilah, maka inti dari
perkawinan adalah merupakan sebuah akad yang sangat kuat guna menghalalkan
40
Kosim, Fikih Munakahat I: Dalam Kajian Filsafat Hukum Islam dan Keberadaannya
dalam Politik Hukum Indonesia, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2019), hlm. 3
41
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Pres, 1999), hlm. 14.
42
Kumedi Ja’far, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Arjasa Pratama, 2021),
hlm. 14.
34
perempuan).
َّ َ َ ُ َّ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ِّ ُ ْ َ
ي ل َعلك ْم تذك ُرونِ شء خلقنا زوج َو ِمن كل ي
“Dan segala sesuatu yang Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah.”
Dalam hal yang sama soal penciptaan makhluk secara berpasang-
Selain kedua ayat tersebut, ada pula ayat lain yang menyinggung soal
sebagai berikut.
manusia oleh Allah dari seorang laki-laki dan perempuan, yang kemudian
ٓ َ ً ُ ُ ْ ُ َٰ َ ْ َ َ َ َٰ ََ ُ َ َ َ ِّ ُ َٰ َ ْ َ َ َّ ُ َّ َ ُّ َ ََٰٰٓ َ
وبا َوق َبا ِئ َل ي أيها ٱلناس ِإنا خلقن كم من ذك ٍر وأنث وجعلن كم شع
َ ٌ َ َ َّ َّ ْ ُ َٰ َ ْ َ َّ َ ْ ُ َ َ ْ َ َّ ۟ َٰٓ ُ َ َ َ
يم خ ِبي ٱَّلل أتقىكم ۚ ِإن ٱَّلل ع ِل
ِ ند ع
ِ ٌ ِلتعارفوا ۚ ِإن أكرم
م ك
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
43
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam…, hlm. 2.
35
َ ْ َ َ َ َ ْ َّ ِّ ُ َ َ َ َّ ُ ُ َّ َ ۟ ُ َّ ُ َّ َ ُّ َ ََٰٰٓ َ
س َ َٰو ِحدة َوخلق ِمن َها ز ْو َج َها ٍ ف ن نم م كق لخ ى ذ
ِ ٱل ي أيها ٱلناس ٱتقوا ربكم
َّ َْ َ ُ ٓ َ َّ َ َّ ۟ ُ َّ َ ً ٓ َ َ ً َ ً َ َ ُ ْ َّ َ َ
ٱَّلل ٱل ِذى ت َسا َءلون ِب ِهۦ َوٱْل ْر َح َام ۚ ِإن وبث ِمنهما ِرجاَل ك ِثيا و ِنساء ۚ وٱتقوا
ُ َ َ َ َ َّ
ٱَّلل كان َعل ْيك ْم َر ِق ًيبا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.”
menjadikan istri-istri umat manusia dari jenis manusia itu sendiri yang dari
cucu-cucu.
ً َ َ َ اجا َو َج َع َل َل ُك ْم م ْن َأ ْز َواج ُك ْم َبن
ي َو َحفدة ً اَّلل َج َع َل َل ُك ْم م ْن َأ ْن ُفس ُك ْم َأ ْز َو
ُ َّ َو
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ْ ُ َّ
اَّلل ه ْم َيكف ُرون َ َ ُ ُْ
ِ اط ِل يؤ ِمنون و ِب ِن ْع َم ِت بَ الط ِّي َبات ۚ َأ َفب ْال
َّ َ ْ ُ َ َ َ َ
َورزقكم ِمن
ِ ِ ِ
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
laki-laki atau perempuan yang sudah mapan (sudah layak/pantas) yang belum
36
secukupnya.
َُ ُ ُ ْ ُ ُ َّ اَم م ْن ُك ْم َو َ ْ ُ َْ َ
ي ِم ْن ِع َب ِادك ْم َو ِإ َم ِائك ْم ۚ ِإن َيكونوا فق َر َاء َ الصالح
ِ ِ ِ َٰ َ اْل َي وأن ِكحوا
ْ ُ َّ ٌاَّلل م ْن َف ْضله ۗ َو
اَّلل َو ِاس ٌع َع ِليم ُُيغ ِن ِهم ُ َّ
ِِ ِ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Selain itu, ayat yang paling masyhur soal dasar hukum perkawinan
kaum laki-laki dari jenis manusia yang sama. Tujuannya supaya mereka bisa
berikut.
ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ۟ َٰٓ ُ ُ ْ َ ِّ ً َ ْ َ ْ ُ ُ َ ْ ِّ ُ َ َ َ َ ْ َ َٰٓ َٰ َ َ ْ َ
و ِمن ءاي ِت ِهۦ أن خلق لكم من أنف ِسكم أز َٰو جا لتسكنوا ِإليها وجعل بينكم
َّ َ َ َ ِّ َ َ َّ ً َّ
ََّم َودة َو َر ْح َمة ۚ ِإن ِ َف ذ َٰ ِ لك َل َء َاي َٰ ت لق ْوم َيتفك ُرون
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini berlaku bagi
yang lebih tinggi yakni berdasar Pasal 29 UUD 1945 kehadiran negara yang
di mana perkawinan menjadi satu bagian darinya. Selain itu, pasal 28B UUD
keluarga melalui perkawinan yang sah. Sebagai bagian dari hak asasi, maka
pelaksanaanya menjadi bagian dari hak-hak yang harus dihormati dan dilindungi
3. Hukum Perkawinan
manusia untuk mengikatkan diri mereka dalam satu ikatan yang utuh dan sah
َ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ : ُ َ َّ َ ُ َ َّ ََْ َ َ َ
ف ال ِع َبادةط ِنص
ِِوقال علي ِه الصَلة والسَلم من تزوج فقد أع ي
“Dari Anas Bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang menikah
maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah.” (HR Abu Ya’la). 44
Meski dinilai memiliki nilai ibadah yang begitu besar, akan tetapi
nyatanya perkawinan tidak dinilai mutlak dan absolute sebagai satu kewajiban
44
Imam al-Hafizh Ahmad bin 'Ali bin al-Mutsanna at-Tamimy, Musnad Abi Ya'la al
Maushuli, Jilid 3, (Qahirah: Dar al-Hadits, 2013), hlm. 265.
38
disebabkan oleh perbedaan kondisi pada setiap mukallaf, baik dari segi sifat dan
Oleh sebab itu, kondisi mukallaf sangat mempengaruhi penetapan hukum bagi
dirinya termasuk soal hukum perkawinan. Berikut ini ada beberapa hukum
1) Wajib
45
Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat:
Khitbah, Nikah, dan Talak, Terjemahan Abdul Majid Khon, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 44.
39
Dalam ilmu ushul fikih, penarikan hukum tersebut sesuai dengan kaidah
maka hal tersebut dihukumi wajib pula.” Dengan demikian, jika diterapkan
dirinya) apabila seseorang hanya dapat menjaga diri dari perbuatan zina
2) Sunah
langsung bahwa menikah adalah sunnah nabi adalah seperti hadits berikut.
َ ب َع ْن ُس َّنث َف َل ْي
س ِم َِّ يث َ ث َف َم ْن َرغ
ِ
ُ الن َك
ْ ِ اح ُس َّن ِّ
ِي ي
46
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, ... hlm. 14
47
Abdul, Fiqh Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak,… hlm. 52.
40
penganiayaan. Hal ini tentu sudah sesuai dengan kaidah fikih: “Sesuatu
juga.”
dan membayar mahar (maskawin) untuk istrinya, atau kewajiban lain yang
menjadi hak istri, maka tidak halal mengawini sama pada seseorang,
48
Abū Abdullāh Muḥammad ibn Yazīd Al-Qazwini Ibn Mājah, Sunan Ibnu Majah, Juz 2,
(Kairo, Dār al-Hadis, 2010), hlm. 152-153.
49
ibid, hlm. 45.
41
keharaman menikah bisa saja terjadi apabila seseorang yang ingin menikah
keadaan ini harus diterangkan kepada calon pasangan supaya ketika telah
4) Mubah
5) Makruh
untuk menahan diri dari perbuatan zina apabila ia tidak menikah. Akan
50
Ahmad, Hukum Perkawinan Islam, ... hlm. 15.
51
Rusdaya Basri, Fiqh Munakahat 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah, (Parepare, Kaaffah
Learning Center, 2019), hlm. 15.
42
pada seseorang yang berada pada dua kondisi yang kontradiktif untuk
dalam kondisi wajib menikah, tapi di sisi lain ia juga diyakini akan
khawatir atau yakin akan terjadi perbuatan zina tergolong pada perbuatan
maksiat yang berkaitan dengan hak Allah (hakkullah). Pada kondisi ini hak
tidak ada jalan untuk mencari keselamatan, sedangkan pada kondisi kedua
berpuasa.52
52
Abdul, Fiqh Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak,… hlm. 52.
43
4. Tujuan Perkawinan
tujuan tertentu, baik materil, spiritual, maupun sosial.53 Secara umum, tujuan
Tujuan perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tersirat pada Pasal 1 yakni
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Dalam Islam, salah satu tujuan perkawinan adalah untuk menjaga dan
memelihara keturunan dan kesucian diri manusia.54 Selain itu perkawinan juga
sebagai media untuk mendekatkan diri pada Allah (ibadah). Secara fundamental,
sempurna, sebagai jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan
Perkawinan juga bisa dijadikan sebagai satu ikatan yang amat teguh guna
kaum kerabat perempuan (isteri). Pertalian ini bisa menjadi media saling
53
Faqihuddin Abdul Kodir, Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender
dalam Islam, cetakan ke-iv, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2021), hlm. 332.
54
Khumedi Ja’far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga Dan Bisnis,
(Surabaya: Gemilang, 2019, hlm. 28.
55
Faqihuddin, Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam,
hlm. 342.
44
mengenal satu sama lain dan menjadi satu jalan yang membawa kepada saling
perbuatan saling tolong menolong antara satu kaum (golongan) dengan golongan
yang lain.56
Syarat dan rukun merupakan dua esensi yang tidak bisa dipisahkan baik
pada perbuatan ibadah maupun muamalah. Dalam istilah fikih, syarat adalah
sesuatu/hal yang harus ada dan menentukan sah serta tidaknya suatu pekerjaan,
tetapi hal tersebut tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Sedangkan
rukun, merupakan sesuatu/hal yang harus ada serta menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan, dan hal tersebut termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu
sendiri.57
a. Rukun perkawinan
5) Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
56
Khumedi, Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Aspek Hukum Keluarga Dan Bisnis, hlm.
30
57
Khoirul Abror, Hukum Perkawinan Dan Perceraian, (Yogyakarta, Ladang Kata, 2017),
hlm. 38.
45
b. Syarat Perkawinan
a) Beragama islam;
b) Laki-laki;
c) Jelas orangnya ;
a) Beragama islam
b) Perempuan
c) Jelas orangnya
a) Laki-laki;
b) Dewasa;
58
ibid. hlm. 59. Lihat juga pembahasan tentang syarat dan rukun perkawinan menurut Imam
Malik dalam Muhammad bin Ahmad bin Juzaiy al-Maliki, Qawȃnin al-Ahkȃm al Syar’iyah, (Beirut:
Dȃr al-‘ilm li al-Malȃyȋn, 1974), hlm. 219.
46
d) Islam
e) Dewasa
tersebut;
f) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji
atau umrah;
g) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua
orang saksi.59
59
Ach Puniman, "Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974," Jurnal Yustitia 19.1 (2018), hlm. 91-92.
47
3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya;
4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan
dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang lebih diantara
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) dalam pasal
ini.
48
6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
7) Selain itu, calon mempelai pria dan wanita, dalam UU no. 1 tahun 2019
19 tahun.
6. Prinsip-prinsip Perkawinan
Setiap orang yang melaksanakan perkawinan, baik itu suami ataupun istri
terjaga dari konflik sehingga membentuk keluarga yang rukun, bahagia, dan
dalam dinamika perjalanan rumah tangga sebenarnya adalah hal lumrah terjadi.
Di dalam kehidupan rumah tangga niscaya akan selalu ada saja masalah dan
seperti yang termaktub dalam UU No. 1 Tahun 1974, adalah sebagai berikut.
60
Mohamad Rana, dan Usep Saepullah, "Prinsip-Prinsip Perkawinan (Analisis Filosofis
Implementasi dalam Meminimalisir Angka Perceraian)," Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam
6.1 (2021), hlm. 130.
49
pasangan merupakan hak dasar yang melekat tidak hanya bagi laki-laki,
namun perempuan pun memiliki hak sama.61 Oleh sebab itu, Islam
yang bahagia dan kekal. Oleh sebab itu, untuk mewujudkannya suami dan
istri harus saling membantu dan melengkapi secara timbal balik (resiprokal)
mengapresiasi, dan saling bekerja sama satu sama lain. Lebih jauh,
kesalingan dalam rumah tangga ini sangat mungkin terjadi jika kedua belah
c. Prinsip Kesetaraan
61
ibid, hlm. 131.
62
Hal ini sesuai dengan teks hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang menceritakan
soal kewenangan utama memilih suami yang berada di tangan perempuan itu sendiri. Berikut ini
teks hadis tersebut.
“Telah menceritakan kepada kami Hannad bin As Sarri berkata, telah menceritakan kepada
kami Waqi' dari Kahmas bin Al Hasan dari Ibnu Buraidah dari Bapaknya ia berkata: "Ada seorang
gadis datang kepada Nabi Saw., dan berkata, "Sesungguhnya ayahku menikahkan aku dengan
keponakannya dengan tujuan agar mengangkatnya dari kehinaan." Buraidah berkata, "Maka
Beliau menyerahkan urusan itu kepada gadis tersebut. Lalu ia berkata, "Aku telah menerima
putusan bapakku, hanya saja aku ingin agar kaum wanita mengetahui, bahwa keputusan bukan ada
pada bapak-bapak mereka.” (H.R. Ibnu Majah).
63
Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan Hukum
Bisnis Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2022), hlm. 24.
64
Faqihuddin, Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam,
… hlm. 90.
50
Selain itu, bahwa prinsip asal-usul penciptaan manusia adalah sama. Sebab,
perempuan.65 Berangkat dari esensi ini, maka pondasi rumah tangga pula
Prinsip ini berarti setiap pasangan baik suami maupun istri harus
memperlakukan satu sama lain secara baik. Etika ini bersifat fundamental
dalam relasi suami istri karena bisa menjaga dan menghidupkan segala
e. Prinsip Musyawarah
istri tidak boleh menjadi pribadi yang otoriter dan memaksakan kehendak,
65
Faqihuddin, Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam …,
hlm. 234.
66
Faqihuddin, Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam
…, hlm. 349.
51
ada yang merasa paling sempurna, sehingga tidak memunculkan rasa agul
B. Perkawinan Antaragama
perkawinan dan aturannya pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak
terlepas dari pengaruh budaya serta lingkungan di mana masyarakat itu berada.
yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, agama, dan adat istiadat misalnya
67
Mohamad, "Prinsip-Prinsip Perkawinan (Analisis Filosofis Implementasi dalam
Meminimalisir Angka Perceraian) …, hlm. 133.
68
Dwiyana Achmad Hartanto, Perkawinan Lintas Agama Perspektif Hukum Positif dan
Hukum Agama di Indonesia, YUDISIA: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam Vol.10, No.2,
2019, hlm. 104.
52
Menurut Rusli dan R. Tama, seperti dikutip oleh Zainal Arifin perkawinan
tersangkutnya dua peraturan yang berlainan tentang syarat-syarat dan tata cara
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
pria dengan seorang wanita yang berbeda agama yang dianutnya melakukan
mengacu pada praktik perkawinan yang dilakukan oleh individu yang berbeda
yang diakui dengan kuantitas penganutnya yang beragam dan tersebar di berbagai
69
Zainal Arifin, Perkawinan Beda Agama, Jurnal Lentera: Kajian keagamaan, Keilmuan
dan Teknologi Vol.18, No.1, 2019, hlm. 144
70
Anggraeni, Analisa Yuridis Perkawinan Beda Agama di Indonesia …, hlm. 200.
71
Anthin Latifah, Hukum Perkawinan Beda Agama Perspektif Teori sosial Kontrak,
(Semarang, Mutiara Aksara, 2020), hlm. 72.
53
yang dibuat oleh Belanda dalam Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau
Peraturan tentang Perkawinan Campuran yang dimuat pada Staatsblad Tahun 1898
dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengatur perkawinan campuran yang
kemudian dimuat dalam Lembaran Negara Hindia Belanda Stb. 1898 No. 158.
hukum yang berlainan. Ini berarti, bahwa perkawinan campuran tidak hanya
menyangkut perbedaan negara, bahkan bisa saja perbedaan suku, bangsa, dan
agama. Lebih jauh, soal perbedaan agama, pasal 7 ayat (2) pada peraturan ini
menyebutkan bahwa “perbedaan agama, bangsa, atau asal usul itu sama sekali
dilakukan oleh pria atau wanita muslim dengan pria atau wanita non muslim.73
perkawinan antaragama dalam literatur klasik tidak begitu dikenal secara literal.
secara jelas soal istilah tersebut. Namun pembahasan yang terkait dengan masalah
dinikahi atau pernikahan yang diharamkan, yang antara lain disebut sebagai
72
Maria Ulfa Anshor dan Martin Lukito Sinaga (ed.), Tafsir Ulang Perkawinan Lintas
Agama Perspektif Perempuan dan Pluralisme, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004), hlm. 98.
73
Nurcahya, dkk., Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Islam
Vo. 18, No. 2, 2018, hlm. 145.
54
Perkawinan adalah hal yang sakral dan diatur dalam setiap keyakinan dan
agama termasuk Islam. Dalam hal perkawinan antaragama, isu ini telah menjadi
polemik yang cukup kontroversial dalam sejarah Islam. Dalam pembahasan hukum
1. Perkawinan antara seorang pria muslim dengan seorang wanita musyrik dan
sebaliknya. Tentang hal ini, para ulama bersepakat bahwa seorang perkawinan
dan tidak sah (batal).75 Pendapat ini didasarkan pada teks Al-Qur’an Surat al-
74
Aulil Amri, Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, Media
Syari'ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol. 22, No. 1, 2020, hlm. 51.
75
Hasanudin, Perkawinan Campur Antar Pemeluk Agama dalam Perspektif Islam dalam
Maria, Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama: Perspektif Perempuan Dan Pluralisme …, hlm. 42.
55
َُ ِّ ٱَّلل َي ْد ُع َٰٓو ۟ا إ ََل ْٱل َج َّنة َو ْٱل َم ْغف َرة بإ ْذنهۦ ۖ َو ُي َب َّ َ َ ُ ْ َ َ ََٰٰٓ َ ۟ ُ
ُ َّ ٱلنار ۖ َو
ي َء َاي َٰ ِت ِهۦ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ أول ِئك يدعون ِإَل
َّ َ َ َّ َ َّ
اس ل َعل ُه ْم َيتذك ُرون
ِ َِللن
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka
beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik
daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik
meskipun dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.”
musyrik bukan Ahl al-Kitāb Sebab walaupun semisal dalam agama Kristen
mereka percaya bahwa Tuhan Bapa dan Tuhan Anak, yang dinilai
syariah yang bersifat mutlak, berlaku sepanjang zaman dan sepanjang masa dan
76
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Kerahasiaan Al-Qur’an, Volume
1, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 557.
77
Muhammad Rizqi Romdhon, "Kajian Tafsir Nusantara Terhadap Hukum Perkawinan
Beda Agama Menurut Kompilasi Hukum Islam Indonesia," Al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu al-Qur'an
dan al-Hadits Vol. 16, No.2, 2022, hlm. 196.
56
tidak ada perdebatan di antara ahli hukum Islam.78 Lebih lanjut, jika
dipandang tidak sah sehingga tidak dapat mendapatkan hak dan akibat hukum
apapun seperti kehalalan hubungan seksual, hak waris, dan lain sebagainya.
menuai ragam pendapat dari para ulama dengan membagi ke dalam dua
78
Hasanudin, Perkawinan Campur Antar Pemeluk Agama dalam Perspektif Islam …, hlm.
42.
57
bagi laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitāb. Ayat ini, menurut
sama dengan akidah yang diusung oleh Islam, Al-Qur’an tidak memasukan
mereka yang menganut agama Yahudi dan Nasrani pada kategori musyrik.
seperti ini pun pernah dilaksanakan oleh sahabat nabi, seperti Utsman Bin
Affan, Thalhah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Hudzaifah yang pernah mengawini
patut dan layak dikawini. Ada yang berpendapat bersifat mutlak seperti yang
dimaksud adalah penganut Yahudi dan Kristen hingga masa kini.81 Ada pula
79
Hasanudin, Perkawinan Campur Antar Pemeluk Agama dalam Perspektif Islam …, hlm.
44.
80
Ilham Mujahid, "Transformasi Fikih Munakahat Tentang Hukum Menikahi Wanita Ahli
Kitab Ke Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 40 Huruf (C)," Istidlal: Jurnal Ekonomi dan Hukum
Islam 3.1 (2019), hlm. 86.
81
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan, (Bandung:
Mizan, 2005), hlm. 61.
58
yang berpendapat bahwa yang bisa dikawini adalah hanya perempuan yang
para ulama Madzhab Syafi’i Ahl al-Kitāb yang dimaksud adalah mereka yang
menganut agama Nasrani dan Yahudi sebagaimana agama yang dianut oleh
nenek moyang mereka sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa oleh
ini mendasarkan argumentasi pada firman Allah Swt Q.S. al-Maidah ayat 5 dan
dipandang memiliki korelasi satu sama lain di mana Q.S. al-Baqarah ayat 221
ayat 5. Pandangan ini dipelopori oleh Sahabat nabi bernama Abdullah Ibnu
Umar yang kemudian menjadi dasar pegangan kaum Syiah. Ahl al-Kitāb,
Argumentasinya didasarkan pada ajaran yang dianut oleh golongan Ahl al-
83
Kitāb terutama soal akidah dipandang telah terjadi penyimpangan.
82
ibid, hlm. 46.
83
ibid, hlm. 43.
59
dimaksudkan pada Q.S. al-Maidah ayat 5 adalah mereka yang telah masuk
ini mendasarkan argumen mereka. Dalam pendapat yang diutarakan oleh Umar
Pada jenis perkawinan ini, para ulama bersepakat bahwa tidak ada
perempuan muslim dengan laki-laki Ahl al-Kitāb (Yahudi dan Nasrani) adalah
dilarang dan dihukumi haram. Pendapat ini telah menjadi konsensus bersama
hukum ijma. Ijma para ulama ini belakangan ditentang oleh sebagian kalangan
84
ibid, hlm. 44.
85
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2022), hlm.
243.
60
dengan tegas bahwa pendapat tersebut keliru dan tidak dapat dibenarkan dan
laki-laki muslim dengan perempuan Ahl al-Kitāb sudah menjadi ijma para
Islam telah menegaskan bahwa ijtihad tidak boleh dilakukan pada persoalan
hukum yang sudah disepakati.87 Sehingga pada pendapat yang kedua dinilai
kurang mendasar.
diketengahkan oleh tim perumus Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam
perkawinan antaragama dilindungi oleh Islam. Lebih lanjut, agama yang dianut
86
Hasanudin, Perkawinan Campur Antar Pemeluk Agama dalam Perspektif Islam …, hlm.
48.
87
Hasanudin, Perkawinan Campur Antar Pemeluk Agama dalam Perspektif Islam …, hlm.
49.
61
harus disadari secara penuh tentang segala kemungkinan yang akan terjadi
tahun 1974 tentang Perkawinan. Di dalam UU ini diatur tentang asas, persyaratan,
larangan, batalnya perkawinan, akibat hukum perkawinan, dan ketentuan lain yang
secara jelas tentang kebolehan ataupun larangannya. Pada Pasal 2 ayat (1), UU ini
88
Marzuki Wahid, Fikih Indonesia: Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draft
Kompilasi Hukum Islam dalam Bingkai Politik Hukum Indonesia, (Bandung: Penerbit Marja, 2014),
hlm. 218.
89
Lihat Rumusan Pasal 49 ayat 1-3 CLD-KHI yang secara khusus membahas soal
perkawinan orang Islam dengan orang bukan Islam dalam Marzuki, Fikih Indonesia: Kompilasi
Hukum Islam dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam dalam Bingkai Politik Hukum
Indonesia …, hlm. 400.
62
rukun perkawinan atau dalam kata lain ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat
Islam) dan atau pendeta atau pastor (bagi umat Kristen dan Katolik) telah
tersebut dinilai sah. Sebaliknya, apabila tidak dilakukan dengan cara demikian,
maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah. Ini berarti pada pelaksanaanya pula,
pedoman agama atau dengan menggunakan dua pedoman hukum agama yang
berbeda.90
(KHI) juga menolak dengan tegas pelaksanaan perkawinan antaragama. Pada Pasal
90
Anisah Daeng Tarring, "Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Positif di
Indonesia," Jurnal Litigasi Amsir 9.4 (2022), hlm. 281.
63
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria
lain;
c. seorang wanita yang tidak beragama islam.
Pasal 44 : Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan
seorang perempuan bukan Islam apapun agama yang dianutnya tidak boleh
dikawini oleh seorang laki-laki yang beragama Islam, dan sebaliknya pula, seorang
perempuan muslim tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki non muslim, baik
berbeda tentang perkawinan antaragama. Pada ketentuan Pasal 35 huruf (a) yang
menyebutkan bahwa :
91
Aulil, “Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam” …, hlm. 60.
64
administratif diakui oleh negara dengan jalan penetapan yang dilakukan oleh
Ketentuan Pasal 35 huruf (a) ini jika merujuk pada Putusan Mahkamah
persoalan pada rumah tangga keduanya salah satu pihak tidak dapat melakukan
Karena ketiadaan akta tersebut, pasangan suami istri tidak mempunyai bukti
92
Putusan ini menyatakan perkawinan antaragama sah di Indonesia dengan jalan penetapan
pengadilan sejak terbitnya putusan ini. Setelah terbitnya putusan ini, Kantor Catatan Sipil sudah bisa
mencatatkan perkawinan antaragama atas dasar penetapan pengadilan.
93
Muhyidin Ayu Zahara,"Pencatatan Perkawinan Beda Agama (Studi Komparatif Antara
Pandangan Hakim PA Semarang dan Hakim PN Semarang Terhadap Pasal 35 Huruf (a) Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan)," Diponegoro Private Law
Review Vol.4, No.3, 2019, hlm. 8.
94
Annisa Hidayati, "Analisis Yuridis Pencatatan Perkawinan Beda Agama (Tinjauan
Terhadap Pasal 35 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan),"
Jentera Hukum Borneo Vol. 5, No. 2, 2022, hlm. 37.
65
Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim
Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. SEMA ini dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung ditujukan untuk merespon desakan dari banyak kalangan yang
SEMA ini memiliki dua instruksi utama yang berkaitan dengan perkawinan
95
M. Ishom el-Saha, “Larangan Hakim Menetapkan Perkawinan Beda Agama,” Kementerian
Agama, 19 Juli 2023, https://kemenag.go.id/kolom/larangan-hakim-menetapkan-perkawinan-beda-
agama-beSC4. Diakses pada 9 Oktober 2023 pukul 14.49.
67
BAB III
yang berlokasi di Kota Surabaya, Jawa Timur. PN Surabaya adalah salah satu dari
Negeri Surabaya telah menjadi ‘rumah’ bagi Pengadilan bidang lain, seperti :
di Jl. Raya Arjuno no.16-18 Surabaya yang merupakan Kantor Induk Pengadilan
merupakan Kantor untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang beralamat di Jl.
dengan luas bangunan tersebut diperkirakan mencapai 100 meter persegi. Gedung
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Salah satu bukti bahwa gedung PN Surabaya
68
ini merupakan cagar budaya, terlihat dari adanya prasasti di sebelah kiri pintu
masuk.
1. Sejarah
a. Masa Sebelum Pemerintahan Hindia-Belanda.
dan Islam serta hukum adat. Pengaruh agama Hindu tersebut dapat dilihat
peradilan raja yang diadili oleh raja sendiri yaitu perkara yang
ini bersumber dari hukum Hindu dimana Raja adalah pusat kekuasaan
perseorangan, perkara ini diadili oleh pejabat negara yang disebut jaksa.96
96
http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/09/30/sejarah-terbentuknya-pengadilan-
negeri-di-indonesia-sebelum-terbentuknya-uu-no-14-tahun-1970-tentang-pokok-pokok-kekuasaan-
kehakiman/#_ftn4
69
seorang Baljuw sebagai opsir justisi dan kepala kepolisian lalu pada tanggal
serdadu Kompeni yang akan diadili oleh Ordinaris luyden van den gerechte
in het Casteelyang pada 1626 diubah menjadi Ordinaris Raad van Justisie
dan pada tahun 1806 Belanda menjadi kerajaan di bawah Raja Lodewijk
adat mereka.
untuk bangsa Eropa berlaku juga untuk bangsa Indonesia yang tinggal di
70
Surabaya) dan sekitarnya. Artinya, pada zaman Raffles ini ada perbedaan
perkara perdata untuk orang Indonesia asli dengan nilai harga f.20-
districtsgerecht.
71
dimungkinkan banding.
Indonesia.
peradilan dengan Osamu Seirei 1944 No. 2 ditetapkan bahwa Tihoo Hooin
1) Periode 1945-1949
Pasal II Aturan Peralihan UUD’45 menetapkan bahwa:
segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Hal ini berarti
2) Periode 1949-1950
Pasal 192 Konstitusi RIS menetapkan bahwa Landgerecht
Pengadilan Tinggi.
3) Periode 1950-1959
adat.
peradilan yaitu:
a) Pengadilan Negeri
b) Pengadilan Agama
c) Pengadilan Militer
d) Peradilan Tata Usaha Negara
2. Wilayah Yurisdiksi PN Surabaya
a. Kewenangan Absolut
Pengadilan Negeri Surabaya merupakan salah satu pelaksana
Kekuasaan Kehakiman.
lainnya.
b. Kewenangan Relatif
Pengadilan Negeri Surabaya masuk dalam wilayah Pengadilan
Tinggi Surabaya dengan luas wilayah kurang lebih 274,06 kilometer yang
1) Surabaya Utara
yaitu:
b) Kecamatan Semampir
75
c) Kecamatan Krembangan
d) Kecamatan Kenjeran
e) Kecamatan Bulak
2) Surabaya Timur
a) Kecamatan Tambaksari
b) Kecamatan Gubeng
c) Kecamatan Rungkut
f) Kecamatan Sukolilo
g) Kecamatan Mulyorejo
3) Surabaya Selatan
a) Kecamatan Sawahan
b) Kecamatan Wonokromo
d) Kecamatan Karangpilang
e) Kecamatan Wiyung
g) Kecamatan Gayungan
h) Kecamatan Jambangan
4) Surabaya Pusat
76
a) Kecamatan Genteng
b) Kecamatan Tegalsari
c) Kecamatan Bubutan
d) Kecamatan Simokerto
5) Surabaya Barat
kecamatan, yaitu:
a) Kecamatan Tandes
b) Kecamatan Asemrowo
c) Kecamatan Sukomanunggal
d) Kecamatan Benowo
e) Kecamatan Pakel
f) Kecamatan Lakarsantri
g) Kecamatan Sambikerep
a. Rizal Adikara
Rizal merupakan laki-laki yang lahir dan menetap di Surabaya dan
sebagai wiraswasta.
Sidauruk. yang berlainan agama dengan Rizal. Eka menganut agama Kristen
2. Kronologi
97
Dika Kardi, “Kronologi PN Surabaya Kabulkan Permohonan Pernikahan Beda Agama,”
CNN Indonesia, 21 Juni 2022, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220621142844-12-
811662/kronologi-pn-surabaya-kabulkan-permohonan-pernikahan-beda-agama , Diakses pada 25
September 2023 pukul 22.47.
78
Imam Sonhaji,98 sesuai dengan Permendagri Nomor 108 Tahun 2019 tentang
suami dan istri, pas photo, dan paspor jika warga negara asing. Karena
dikabulkan oleh hakim tunggal Imam Supriyadi pada 26 April 202 dengan
mencatatkan pernikahan Rizal dan Eka sebagaimana amar putusan yang ada
98
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Surabaya.
99
Redaksi, “Alasan Dukcapil Surabaya Sempat Tolak Pencatatan Pasangan Nikah Beda
Agama,” Kumparan.com, 2 Oktober 2022, https://kumparan.com/kumparannews/alasan-dukcapil-
surabaya-sempat-tolak-pencatatan-pasangan-nikah-beda-agama-1yJzl36dC7s/full, Diakses pada
25 September 2023 pukul 23.24.
79
putusan tersebut. Selain itu, perintah ini mutlak harus dilakukan dan tak bisa
3. Duduk Perkara
a. Legal Standing
dengan melihat status kedudukan para pihak, para pemohon berhak untuk
Quo
80
Perkawinan Antaragama
Surabaya menjadi satu perkawinan yang sah dan bisa dicatatkan di Kantor
Conference On Religion and Peace (ICRP) terdapat 1.425 pasangan beda agama
kapasitasnya dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak manapun dan kepentingan
apapun. Dalam mengadili perkara, Hakim hanya bisa tunduk kepada hukum supaya
kemanfaatan hukum.
mengadili suatu perkara adalah dalam rangka menjalankan amanat UUD NRI 1945
Pasal 24 Ayat (1) sebagai pihak penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang tidak
boleh terikat oleh apapun dan atau tertekan oleh siapapun.100 Implementasinya,
dalam memutus suatu perkara yang ditanganinya, Hakim bebas dari campur tangan
100
Ach Dlofirul Anam, "Landasan Aksiologi Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara
Tinjauan Keadilan Substantif," An-Nawazil: Jurnal Hukum dan Syariah Kontemporer Vol. 1.no. 02,
2019, hlm. 36.
82
hukum yang tepat supaya sesuai dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
permohonan atau gugatan yang dilayangkan pada hakim berakhir ditolak atau
dikabulkan.101
pertama. Pada kasus perkawinan yang merupakan bagian dari hukum perdata, jenis
perkawinan yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah perkawinan yang
dilaksanakan oleh umat berbeda agama dimana hasil putusannya berupa penetapan.
Artinya, bahwa perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri tersebut berupa perkara
sendiri merupakan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, di mana hanya
yang dimohonkan oleh Rizal dan Eka kepada PN Surabaya, setidaknya ada
101
Mira PW Teresia and Harjono, “Studi Tentang Pertimbangan Hakim Yang Tidak
Lengkap (Onvoldoende Gemotiveerd) Sebagai Alasan Permohonan Kasasi Sengketa Sarang Burung
Walet (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor:1609 K/Pdt/2012),” Verstek 9, no. 2 (2021), hlm.
402.
83
Berdasarkan beberapa ketentuan hukum yang berlaku, secara garis besar, hakim
antaragama tidak diatur secara tegas dalam undang-undang. Bahwa jika melihat
tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975. Di mana dalam pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 10 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ditegaskan kalau suatu perkawinan sah apabila
ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
sahnya perkawinan, hal itu merupakan ketentuan yang berlaku bagi perkawinan
antara dua orang yang memeluk agama yang sama, sehingga terhadap perkawinan
di antara dua orang yang berlainan status agamanya tidaklah dapat diterapkan
ditetapkan oleh Pengadilan adalah Perkawinan yang dilakukan antar umat yang
berbeda agama”. Jika dilihat secara cermat, ketentuan itu pada dasarnya
orang yang berlainan agama dengan catatan telah dilakukan penetapan oleh
pasal 6 ayat (1) mengenai persetujuan kedua calon mempelai dan ketentuan pasal 7
mengenai usia perkawinan. Dengan Eka yang telah mencapai usia tiga puluh (31)
tahun dan Rizal tiga puluh enam (36) tahun ketika mengajukan permohonan, serta
keduanya setuju untuk melangsungkan perkawinan, maka dengan itu Para Pemohon
Berdasarkan kompetensi relatif Pengadilan Negeri Surabaya pula, Para Pihak yang
diterima.
yang menyangkut para pihak dan hubungan yang terjalin di mereka. Dari informasi
yang Majelis Hakim gali menunjukkan kedekatan Saksi dengan Para Pemohon
Eka Wulandari dan Jessica Sidauruk, tentang Para Pihak dan hubungan dekatnya
Siwalankerto Surabaya. Selain itu, Para Saksi mengetahui betul tentang penolakan
pengajuan permohonan izin perkawinan berbeda agama Para Pemohon oleh Kantor
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya serta anjurannya untuk
Pemohon, Para Saksi juga mengetahui bahwa Pemohon I beragama Islam dan
Pemohon. Tentang dukungan dari keluarga terhadap perkawinan Para Pihak, Para
Pemohon mendukung hal tersebut dengan turut hadir dalam perkawinan yang
yang kuat Para Pemohon untuk mendukung legal standing mereka. Fakta-fakta ini
juga mendukung klaim bahwa Para Pemohon telah menjalani perkawinan dengan
keluarga mereka. Kesaksian Para Saksi ini membantu Majelis Hakim dalam
memahami konteks dan alasan dibalik permohonan ini serta landasan Para
perkawinan dan merujuk pada ketentuan pasal 35 huruf (a) Undang-Undang Nomor
tangga yang dilakukan oleh calon mempelai (Para Pemohon) yang berbeda agama
selain itu, berdasarkan pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau setiap orang
yang sah, dimana ketentuan ini pun sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 tentang
dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap warga negara untuk memeluk
tentang Hak Asasi Manusia pula telah menjamin hak dan kebebasan seseorang
adalah perkawinan yang dilangsungkan atas kehendak bebas calon mempelai sesuai
keterangan para saksi dan Surat Bukti telah diperoleh fakta-fakta yuridis bahwa
Para Pemohon sendiri sudah saling mencintai dan bersepakat untuk melanjutkan
telah mendapat restu dari kedua orang tua Para Pemohon masing-masing.
menetapkan:
Perkawinan tersebut;
Dari beberapa pertimbangan dan amar putusan yang ditetapkan oleh Majelis
Hakim dalam perkara a quo dapat dilihat beberapa poin krusial yang diambil oleh
hukum) yang secara tegas mengatur perkawinan antaragama, berdasarkan asas ius
curvia novit, Majelis hakim dianggap tahu akan hukum sehingga ia tidak dapat
88
menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan hukum tidak ada atau
kurang jelas. Hal ini berdasarkan Pasal 20 Algemene Bepalingen (AB) yang
Kehakiman yang mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang
diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang
kekosongan hukum atau aturannya tidak jelas, maka untuk mengatasinya hakim
penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
quo. Dengan menggunakan dalil bahwa perbedaan agama bukanlah larangan untuk
diterapkan untuk perkawinan di antara dua orang yang berlainan status agamanya.
Mahkamah Agung Nomor 1400 K/ Pdt/ 1986 yang lebih dulu mengesahkan kasus
perkawinan antaragama kemudian memutuskan hal yang sama pada perkara a quo.
putusan yang dikeluarkan, jika terjadi kekosongan hukum, sebagai pembuat aturan
penemuan hukum. Metode dan teknik penemuan hukum oleh hakim dilakukan
Pada perkara a quo, hakim berijtihad bahwa untuk mengisi kekosongan hukum,
undang-undang. Hak ini berkisar pada: hak pembentukan rumah tangga dengan
102
Markus Suryoutomo, dan Mahmuda Pancawisma Febriharini, "Penemuan Hukum
(Rechtsvinding) Hakim Dalam Perkara Perdata Sebagai Aspek Mengisi Kekosongan Hukum,"
Jurnal Ilmiah Hukum Dan Dinamika Masyarakat vol. 18, no. 1, 2020, hlm. 115.
90
merupakan hak asasi para pemohon dan hak-hak keperdataan yang timbul dari
ikatan perkawinan.
membawa dampak hukum bagi masing-masing pihak baik suami atau istri. Akibat
hukum ini mencakup sejumlah perubahan dalam status hukum dan pembebanan
kewajiban hukum baik bagi suami maupun istri, serta berkenaan dengan itu pula
melekat hak-hak dan tanggung jawab dari masing-masing pihak (baik suami ke istri,
menimbulkan hak dan kewajiban satu sama lain. Lebih lanjut, jika merujuk
Istri memiliki berbagai hak yang harus dipenuhi suami baik yang
berupa materi seperti mahar dan nafkah, serta hak non materi seperti:
yang baik. Sebaliknya suami pula memiliki hak dari istri berupa
Artinya anak secara langsung memiliki ikatan nasab dengan ayah dan
sebaliknya. Selain itu anak memiliki hak dari orang tua berupa
103
Misra Netti, "Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Bingkai Hukum Keluarga," Jurnal
An-Nahl, vol. 10, no. 1, 2023, hlm. 20.
92
akan membawa implikasi hukum lain baik bagi perkawinan maupun hal lain
berikut.
hadapan negara. Sejalan dengan itu, Pasal 5 ayat (1) Kompilasi Hukum
perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan
penetapan sebelumnya.
Ibu
Perkawinan anak tersebut bukanlah anak yang sah dan hanya memiliki
adalah anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki legalitas
orang tuanya karena tidak ada bukti otentik yang menyatakan mereka
Robby Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah bagi anak
penganut agama yang sama. Akan tetapi jika dilangsungkan dengan pemeluk
agama yang berbeda, seperti yang terjadi pada Eka dan Rizal, maka akan
Pihak adalah sah. Sebab, anak yang dikatakan sah adalah anak yang
mereka adalah sah dan diakui oleh negara. Maka, jika para Pemohon
104
Masykurotus Syarifah, "Implikasi Yuridis Poligami Bawah Tangan Perspektif UU No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan," Jurnal Yustitia vol.19. no. 1, 2018, hlm. 31.
95
kewajiban anak dan orang tua seperti tertuang dalam Pasal 45 sampai
Pasal 49 UU Perkawinan.
b. Status Perkawinan
dan diakui secara pasti oleh negara. Oleh sebab itu, Petugas Pencatat
Nikah, dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil wajib
boleh dikawini adalah penganut Yahudi dan Kristen hingga masa kini.105
Sementara jika merujuk pada pendapat para ulama Madzhab Syafi’i yang
agama Nasrani dan Yahudi sebagaimana agama yang dianut oleh nenek
agama antara umat Kristen dengan non Kristen, sama halnya dengan
perkawinan Para Pihak dikategorikan tidak sah. Akan tetapi, karena Para
masing-masing agama yang dianut, jadi sulit untuk menetapkan sah atau
105
Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan, (Bandung:
Mizan, 2005), hlm. 61.
106
ibid, hlm. 46.
97
kasus perkawinan antara Deddy Corbuzier dan Kalina, pada awal tahun
c. Hak Waris
Dengan dilangsungkannya suatu perkawinan otomatis akan
Selain itu, yang paling utama adalah timbulnya ikatan nasab dan hak
waris di antara suami-istri dan anak dengan anak. Hal ini berdasarkan
yang berhak menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik
107
Prasetyo Ade Witoko, dan Ambar Budhisulistyawati, "Penyelundupan Hukum
Perkawinan Beda Agama di Indonesia," Jurnal Hukum Dan Pembangunan Ekonomi, vol. 7, no. 2,
2019, hlm. 255.
108
Taroman Pasyah, "Penyelundupan Hukum Dalam Hukum Perkawinan Beda Agama di
Indonesia; Kajian Dalam Perspektif Fiqh Islam dan Undang-Undang Perkawinan," Simbur Cahaya
vol. 28, no.1, 2021, hlm. 152.
98
(KHI) menyatakan bahwa: “Ahli waris adalah orang yang pada saat
dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang oleh hukum untuk
hasil perkawinan mereka bisa mendapatkan harta warisan dari orang tuanya
maupun sebaliknya, ataukah tidak? Jika melihat pada ketentuan Pasal 171
dan tidak terhalang oleh hukum untuk menjadi ahli waris,”. Artinya,
menurut pasal tersebut, yang berhak menjadi ahli waris (apabila pewaris
beragama Islam) adalah ahli waris yang beragama Islam pula (seagama
waris adalah tidak seagama, maka terdapat halangan (ḥijāb) untuk saling
kewarisannya adalah anak-anak hanya akan seagama dengan salah satu dari
kedua orang tuanya bahkan bisa saja menganut agama lain selain yang
109
Hasnan Hasbi, "Analisis Hak Mewaris Anak Yang Lahir dari Perkawinan Beda Agama,"
Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum, vol. 21, no. 1, 2018, hlm. 42.
99
dianut oleh kedua orang tuanya. Apabila ada anak yang seagama dengan
bapak atau ibunya saja, maka ia hanya akan mendapatkan hak kewarisan
dari bapak atau ibunya saja yang seagama, sehingga ia bila ia memiliki
beda agama. Hal ini menimbulkan masalah keadilan dimana anak yang
pemberian harta antar orang berbeda agama yang dapat dilakukan dalam
bentuk hibah, wasiat dan hadiah.111 Hal tersebut mengacu pada ketentuan
non-muslim).
110
Mardalena Hanifah, "Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan," Soumatera Law Review vol. 2. no. 2 , 2019, hlm. 306.
111
Alvi Lailla Choyr, “Studi Komparatif Hak Waris Anak Beda Agama Menurut Hukum
Islam dan Hukum Perdata,” Skripsi Tidak Diterbitkan, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2019,
hlm. 44.
100
BAB IV
KEPASTIAN HUKUM PERKAWINAN ANTARAGAMA
masyarakat yang terbentuk melalui proses sakral yang dikenal sebagai perkawinan.
sendiri selalu berkaitan erat dengan agama karena merupakan salah satu bentuk
peribadatan yang diatur tersendiri dalam agama. Oleh sebab itu, seseorang yang
ketentuan yang ditetapkan oleh agama yang dianutnya. Sejalan dengan itu, dalam
perkawinan yang dicatat dan sesuai dengan ketentuan agama para mempelai.
pertanyaan besar ketika kedua mempelai menganut agama yang berbeda yang
perkawinan ini kemudian menuai polemik bahkan penolakan keras dari berbagai
tokoh agama dan masyarakat karena pelaksanaannya yang dinilai tidak lazim
dengan kebiasaan yang telah ada dan diatur oleh agama dan negara.
103
dan pluralitas agama, perkawinan antaragama pun sama menuai polemik. Polemik
tersebut berkisar pada keabsahan dan pencatatan perkawinan antar umat berbeda
agama dan keyakinan. Polemik terjadi karena terjadi ambiguitas pada hukum
selama inilah yang memberikan celah hukum kepada pasangan beda serta
Term ambiguitas secara literal bermakna lebih dari satu, sehingga kadang-
negatif yang berakibat pada kesalahan dalam memaknai suatu tuturan sehingga
permasalahan hukum. Seperti diketahui, bahwa salah satu bentuk hukum tertulis
adalah undang-undang yang cara penyampaiannya melalui kata dan bahasa. Bahasa
pasti. Jika terdapat ambiguitas atau penafsiran ganda dalam penulisan undang-
hukum secara tertulis, dipastikan tidak akan tercapai. Penafsiran makna yang
liar ketika hukum agama atau kepercayaan yang dianut oleh pasangan tersebut
berbeda. Maka, secara tersirat, pemahaman perbedaan kedua hukum agama atau
kepercayaan itu harus dipenuhi semua yang berarti pelaksanaannya satu kali
menurut hukum agama atau kepercayaan calon laki-laki dan satu kali lagi menurut
112
Mustika, Tria Putri, Charlina Charlina, dan Mangatur Sinaga, Ambiguitas Dalam UU RI
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Jurnal Online Mahasiswa, vol. 3, No. 2, 2016,
hlm. 3.
105
hukum agama atau kepercayaan dari calon yang perempuan.113 Selain itu, tentang
term “perkawinan antaragama” atau istilah yang setara dengannya tidak diatur di
di dalam undang-undang.
undangan baik oleh legislatif maupun eksekutif memerlukan waktu yang lama,
113
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 95.
114
Hario Mahar Mitendra, "Fenomena dalam Kekosongan Hukum," Jurnal Rechtsvinding
vol.1, 2018, hlm. 1.
106
dan hal-hal yang hendak diatur oleh peraturan tersebut sudah tidak sesuai lagi untuk
antaragama, tidak adanya pengaturan yang secara tegas dan eksplisit dalam
dengan norma yang berlaku karena undang-undang tidak memiliki ketentuan secara
khusus tentang sebuah kasus dan karena hal tersebut hukum tidak bisa diterapkan
diatur dalam undang-undang. Hal ini disebabkan adanya pertentangan norma yang
memungkinkan aturan yang dikeluarkan tidak relevan dan bahkan bisa jadi
menerapkan norma yang berbeda dari norma yang biasa dipertimbangkan dalam
telah disepakati oleh para ulama dengan menyandarkan pendapat pada Al Baqarah
(2): 221.116 Selain itu juga dalam ajaran Kristen Katolik perkawinan antaragama
Perjanjian Baru Korintus 6: 14, sebenarnya agama Kristen Protestan juga melarang
115
Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Terjemahan Siwi Purwandari, (Bandung: Penerbit
Nusa Media, 2015), hlm. 130.
116
Aulil Amri, "Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam", Media
Syari'ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Vol. 22, No. 1, 2020, hlm. 53.
107
Catatan Sipil saja oleh umat Kristen Protestan dianggap sebagai perkawinan yang
sah, walaupun tidak diberkati dan diteguhkan di gereja, sehingga pendapat tersebut
antaragama dianggap sebagai satu perbuatan yang abnormal dan lain dari ketentuan
yang selama ini dipegang teguh umat beragama di Indonesia. Karena dalam
undang-undang, yang menjadi norma hukum yang genuine dan mengikat bagi
seluruh rakyat Indonesia tidak ada aturan yang secara implisit mengatur tentang
dipahami karena terjadi perbedaan antara hukum positif dan hukum yang
diinginkan. Dengan kata lain, hukum positif yang memberi celah pengesahan dan
mayoritas warga negara yang menginginkan supaya praktik ini dilarang secara
sehingga keadaan tersebut tidak mungkin terjadi dalam tata hukum.118 Saat terjadi
117
Maris, “Analisis atas Keabsahan Perkawinan Beda Agama yang Dilangsungkan di Luar
Negeri” … hlm. 66.
118
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa'at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta: Setjen
dan Kepaniteraan MK-RI, 2006), hlm. 130.
108
mengikat dan mampu mengisi kekosongan hukum. Akan tetapi, putusan yang
dikeluarkan oleh hakim hanya mengikat kepada norma individual para pihak yang
bersangkutan dan tidak mengubah norma umum yang berlaku. Artinya keputusan
yang ditetapkan oleh hakim hanya mengikat para pihak dan tidak mengubah norma
umum yang berlaku di masyarakat. Hal inilah yang berlaku pula pada kasus
mestinya di dalam praktik merupakan masalah serius, baik bagi rakyat biasa
Ketidakpastian hukum dapat membuat individu atau subjek hukum enggan tunduk
pada aturan mengenai perbuatan yang tidak diatur atau dilindungi secara jelas oleh
119
Jan Michiel Otto, “Kepastian Hukum di Negara Berkembang”, dalam Sulistyowati
Irianto, dkk,. Kajian Sosio-legal, (Denpasar: Pustaka Larasan bekerja sama dengan Universitas
Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen, 2012), hlm. 120.
109
pada dasarnya ditujukan sebagai alat perlindungan secara yuridis bagi individu dari
dengan dirinya dilindungi secara pasti oleh negara melalui hukum yang diterapkan.
kebolehan ataupun larangannya. Di sisi lain, dengan adanya UU No. 23 Tahun 2006
masih jauh dan belum memenuhi asas kepastian hukum. Pertama, tidak tersedianya
diajukan oleh Jan M. Otto tentang terpenuhinya kepastian hukum dalam sebuah
negara adalah dengan tersedia aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan
Huwelijken (GHR) yang dikenal dengan istilah perkawinan campuran tidak diatur
perkawinan antaragama.
ranah administrasi. Selain itu, Mahkamah Agung yang menerbitkan putusan Nomor
(SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili
hukum dengan cara yang konsisten yang dapat ditaati sehingga warga negara
oleh pengadilan ternyata bertentangan dengan norma yang sudah tertulis dalam UU
ketentuan yang disebut terakhir, hal tersebut telah diakui dan dijalankan oleh
mayoritas warga negara Indonesia. Dengan melihat kenyataan ini, maka syarat
aturan perkawinan antaragama yang memiliki prinsip sama dan dapat disetujui
muatan yang ada pada muatan isinya tidak dapat terpenuhi. Konsekuensinya,
ditinjau kembali.
Pada syarat tentang hakim peradilan memiliki sifat yang mandiri, artinya
hakim tidak berpihak dalam menerapkan aturan hukum secara konsisten ketika
hakim tersebut dapat menyelesaikan hukum secara nyata tidak terpenuhi dengan
keluarnya Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang secara tegas
yang lebih dulu keluar (Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/ Pdt/ 1986) yang
antaragama.
112
pada amar putusan. Artinya hal ini mencerminkan putusan yang dikeluarkan hakim
dihormati dan ditaati oleh pihak-pihak yang terlibat sehingga putusan hakim
perlindungan, dan perlakuan adil di bawah hukum, serta hak atas kepastian hukum.
dijamin dan bahwa aturan-aturan hukum yang berlaku dapat diputuskan oleh pihak-
pihak yang terlibat. Hal ini akan membantu terciptanya kepastian hukum yang lebih
tahun 1974 tentang Perkawinan. Meskipun –bagi orang muslim– Kompilasi Hukum
undangan Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya dimuat dalam bentuk Instruksi
turunannya sehingga tidak memberikan kepastian hukum. Oleh sebab itu, supaya
Perkawinan dilakukan perubahan baik itu pada tatanan penambahan pasal, revisi
yang bisa ditempuh pada tatanan masyarakat adalah dengan melakukan sosialisasi
berbeda agama. Secara lebih substantif dapat dengan mengembangkan tafsir agama
yang konstruktif dan tidak kontroversial dalam melihat aplikasi ajaran agama dalam
antaragama dalam tatanan hukum adalah dengan memperkuat posisi daya tawar
120
Sri Wiyanti Eddyono, “Perkawinan Campuran Antar Agama: Hukum Kolonial dan
Kekinian”, dalam Maria Ulfah Ansor dan Martin Lukito Sinaga (ed.), Tafsir Ulang Perkawinan
Lintas Agama, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004), hlm. 112.
114
pengaturan dan maupun legalitas perkawinan antaragama, maka suara dan daya
menunjukan bahwa hukum yang ada kurang bisa memenuhi rasa keadilan dan
kemanfaatan bagi masyarakat banyak. Hal ini membawa konsekuensi logis bagi
pemerintah untuk mau tidak mau merumuskan satu tata aturan dan kebijakan baru
yang lebih bisa menjamin pemenuhan hak dan memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat.
antaragama, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan bila agamanya melarang untuk itu. Pasal 35 huruf (a) di UU Nomor 23
administrasi warga negara tanpa diskriminasi. Dalam tata aturan dan hierarki yang
berbeda ada Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang secara tegas
121
Sri, “Perkawinan Campuran Antar Agama: Hukum Kolonial dan Kekinian”,... hlm. 112.
115
Mahkamah Agung Nomor 1400 K/ Pdt/ 1986 yang menjadi tonggak awal
disharmoni antar undang-undang dan aturan lain ini perlu dilakukan penyelarasan
hukum perkawinan dan hukum administrasi, serta putusan hakim terdahulu dengan
dasar pegangan pada konstitusi yang mengatur soal agama dan hak asasi manusia
subsistem hukum dalam sistem hukum nasional penting terlaksana supaya norma-
legislative review (revisi undang-undang) oleh DPR dan judicial review (pengujian
undang (Perppu) dengan didasarkan atas ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUD
bisa dijadikan sebagai jalan tengah sekaligus koreksi atas pengambilan keputusan
persetujuan produk undang-undang yang dianggap cacat hukum. Langkah ini perlu
pengujiannya adalah peraturan yang lebih rendah terhadap peraturan yang lebih
tinggi. Perbedaannya dengan legislative review hanya terletak pada subjek yang
melakukan review yang erat kaitannya kewenangan yang melekat kepada lembaga
perkawinan anataragama. Hal ini diperlukan melihat perubahan lanskap sosial dan
budaya di Indonesia yang secara logis rawan terjebak pada kasus perkawinan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
dengan menyandarkan pada Q.S. al-Baqarah ayat 221 yang berisi larangan
perkawinan antara muslim dengan orang yang tidak beragama Islam (non-
perkawinan.
dan restu orang tua kedua mempelai. Putusan Hakim tersebut berimplikasi
pada sahnya perkawinan Para Pihak di hadapan negara, sahnya status anak
Dari segi kewarisan, status kewarisan di antara suami-istri dan anak secara
Islam hanya dapat saling mewarisi antara pewaris dan ahli waris yang satu
tuanya jika anak beragama sama dengan ibu atau bapaknya, sementara
suami dan istri karena halangan perbedaan agama, tidak bisa saling
pembagian waris antara pewaris dan ahli waris yang berbeda agama), maka
baik suami, istri, dan anak bisa saling mewarisi satu sama lain.
3. Jika dinilai dari tata hukum dan tujuan penerapan hukum, maka aturan
adanya kesamaan prinsip yang dapat disetujui semua pihak, hukum yang
ada tidak dapat ditaati secara penuh; serta adanya disharmoni norma antar
maupun UU Perkawinan.
antaragama.
121
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Jurnal
Amir, Rahma, Perkawinan Beda Agama Di Indonesia Perspektif Hukum Islam,
Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan Hukum Keluarga Islam, vol. 6, no. 1, Juni
2019.
Amri, Aulil, “Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif Dan Hukum
Islam.” Media Syari’ah, vol. 22, no. 1, Mei 2020.
Anam, Ach Dlofirul, "Landasan Aksiologi Kebebasan Hakim dalam Memutus
Perkara Tinjauan Keadilan Substantif," An-Nawazil: Jurnal Hukum dan
Syariah Kontemporer Vol. 1.no. 02, 2019.
124
Penelitian Ilmiah
Choyr, Alvi Lailla, “Studi Komparatif Hak Waris Anak Beda Agama Menurut
Hukum Islam dan Hukum Perdata,” Skripsi tidak diterbitkan, Institut Agama
Islam Negeri Ponorogo, 2019.
Harirama, Muhammad Rafi Rahmanullah, “Analisis Yuridis Terhadap Perkawinan
Beda Agama Yang Disahkan Oleh Pengadilan Negeri (Penetapan Nomor
916/Pdt. P/2022/PN Sby)", Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Lampung,
2023
Setiabudi, Lysa, "Analisis Perkawinan Beda Agama (Studi Terhadap Putusan
Pengadilan Negri Terkait dengan Izin Perkawinan Beda Agama)," Skripsi
tidak diterbitkan, Universitas Negeri Semarang, 2016.
Soemarno, Maris Yolanda , “Analisis atas Keabsahan Perkawinan Beda Agama
yang Dilangsungkan di Luar Negeri”, Tesis Tidak Diterbitkan, Universitas
Sumatera Utara, 2009.
127
Sumber Internet
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/nadzirotus-sintya-
falady-s-h-cpns-analis-perkara-peradilan-calon-hakim-2021-pengadilan-
agama-probolinggo
https://www.hukumonline.com/berita/a/masalah-hukum-keabsahan-kawin-beda-
agama-di-luar-negeri-hol14922/
https://kemenag.go.id/kolom/larangan-hakim-menetapkan-perkawinan-beda-
agama-beSC4
https://kumparan.com/kumparannews/alasan-dukcapil-surabaya-sempat-tolak-
pencatatan-pasangan-nikah-beda-agama-1yJzl36dC7s/full
http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/09/30/sejarah-terbentuknya-
pengadilan-negeri-di-indonesia-sebelum-terbentuknya-uu-no-14-tahun-
1970-tentang
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220621142844-12-811662/kronologi-
pn-surabaya-kabulkan-permohonan-pernikahan-beda-agama
128
https://harvardilj.org/2021/01/how-to-do-research-in-international-law-a-basic-
guide-for-beginners/
https://hukumonline.com/klinik/a/masalah-pencatatan-perkawinan-beda-agama-
lt528d75a6252d7/
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/definisi-dan-macam-macam-hukum-nikah-
pJcHS.
https://legal.thomsonreuters.com/en/insights/articles/basics-of-legal-research-
steps-to-follow
https://m.jpnn.com/news/sebegini-jumlah-pasangan-melakukan-pernikahan-beda-
agama-di-indonesia-jangan-kaget-ya
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61897071
https://www.gramedia.com/literasi/teori-kepastian-hukum/
https://www.um-surabaya.ac.id/homepage/news_article?slug=bagaimana-islam-
memandang-pernikahan-beda-agama-ini-penjelasan-dosen-fai-um-surabaya
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/definisi-dan-macam-macam-hukum-nikah-
pJcHS.
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kawin.
https://www.mpr.go.id/berita/Kritisi-Berulangnya-
%E2%80%9CPengesahan%E2%80%9D-Perkawinan-Beda-Agama,-HNW-
Minta-Hakim-dan-MA-Dengarkan-Pendapat-MUI-dan-Ikuti-Putusan-MK
129
LAMPIRAN PUTUSAN
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
130
putusan.mahkamahagung.go.id
PENETAPAN
No mor 916 /Pdt.P/2022/PN.Sby.
DEMI KEADILAN BERD ASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara perdata
permohonan pada peradilan tingkat pertama, telah memberikan Penetapan sebagai
berikut dalam perkara Pemohon:
1. Rizal Adikara , Surabaya, 28 April 1986 , Laki -Laki , Warga Negara Indonesi a,
Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta , beralamat di Jl. Ketintang
Baru 8/6 - Surabaya ;
2. Eka Debora Sidauruk , Simalungun, 12 Mei 1991 , Perempuan, Warga Negara
Indonesia , Agama Kristen , Pekerjaan Wiraswasta , beralamat di Jl.
Ketintang Baru 8/6 - Surabaya ;
Selanjutnya disebut sebagai P ara Pemohon ;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
131
putusan.mahkamahagung.go.id
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
132
putusan.mahkamahagung.go.id
(4) Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan
memberik an ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakkan tersebut
ataukah memerintahkan, agar supaya perkawinan dilangsungkan.
(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan -rintangan yang
mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan pada pihak yang ingin
kawin dapat mengulangi pemberitahukan tentang maksud mereka.
Juncto
Pasal 35 ayat (1) UU Adminstrasi Kependudukan
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula
bagi:
a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas
permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.”
Merujuk pada ketentuan -ketentuan peraturan perundang -undangan di atas,
perkawinan yang akan dilangsungkan antara PEMOHON I dengan
PEMOHON II dapat dicata tkan setelah mendapat Penetapan dari
Pengadilan Negeri Surabaya;
6. Bahwa PARA PEMOHON masing -masing tetap pada pendiriannya untuk
melangsungkan perkawinan dengan tetap pada kepercayaannya masing -
masing, dengan cara mengajukan Permohonan a quo kepada Penga dilan
Negeri Surabaya;
7. Bahwa asas hukum yang berlaku di negara Indonesia menyatakan pada
prinsipnya perbedaan agama bukanlah menjadi halangan untuk
melangsungkan perkawinan ;
8. Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Penetapan Nomor :
421 /Pdt.P/2013/PN.Ska tertanggal 21 Agustus 2013 d an Penetapan Nomor
: 3/Pdt.P/2015/PN Llg. tertanggal 27 Februari 2015 yang pada intinya
menyatakan :
" Menimbang, bahwa UUD 1945 Pasal 27 menentukan bahwa
seluruh Warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, tercakup di
dalamnya kesamaan hak asasi untu k melangsungkan perkawinan dengan
sesama Warga Negara sekalipun berlainan agama, sedangkan Pasal 29
UUD 1945 mengatur bahwa negara menjamin kemerdekaan warga negara
untuk memeluk agamnya masing -masing;
Menimbang, bahwa dengan berdasarkan kepada Undang -Unda ng
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 10 ayat (1)
menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
133
putusan.mahkamahagung.go.id
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan atas kehendak yang
bebas;
Menimbang, bahwa perkawinan beda aga ma tidak diatur secara
tegas di dalam Undang -Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
akan tetapi keadaan tersebut adalah merupakan suatu kenyataan yang
terjadi dalam masyarakat dan sudah merupakan kebutuhan sosial yang harus
dicarikan jalan keluarnya menurut hukum agar tidak menimbulkan dampak
negatif dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.”
Oleh karena dasar -dasar tersebut maka PARA PEMOHON memohonkan
permohonan a quo kepada Pengadilan Negeri Surabaya agar dapat
memberikan suatu penetapan demi te rjaminnya asas -asas hukum yaitu
keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Bahwa berdasarkan dasar -dasar serta alasan -alasan sebagaimana terurai di atas,
PARA PEMOHON mohon agar Pengadilan Negeri Surabaya berkenan memeriksa
dan selanjutnya menjatuhkan Penetapan sebagaimana berikut :
1. Mengabulkan permohonan PARA PEMOHON untuk seluruhnya ;
2. Memberikan izin kepada PARA PEMOHON yang berbeda agama untuk
melangsungkan pernikahan berbeda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Surabaya;
3. Memerint ahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Surabaya untuk melakukan pencatatan tentang Perkawinan Beda Agama
PARA PEMOHON tersebut di atas ke dalam Register Pencatatan Perkawinan ;
4. Membebankan biaya permohonan kepada PARA PEMO HON.
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang ditentukan, Para Pemohon hadir
menghadap sendiri di persidangan dan setelah surat permohonannya dibacakan,
Para Pemohon menyatakan tetap pada permohonannya ;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan permohonannya Para Pemohon
telah mengajukan bukti surat , berupa:
1. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 8305/1986 tertanggal 23 Mei 1986 An.
Rizal Adikara , yang diterbitkan o l eh Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil Kota Surabaya , diberi tanda P-1 ;
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk NIK. 3578222804860003 An. Rizal Adikara,
diberi tanda P -2 ;
3. Fotocopy Kartu Keluarga No.3578222509120001 tanggal 05 -03-2022 An.Kepala
Keluarga Rizal Adikara, diberi tanda P -3 ;
4. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 1413 /Dis -2/Dispencapil/96 tertanggal 3
Desember 1996 An. Eka Debora Sidauruk, yang diterbitkan o l eh Kantor Dinas
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
134
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
135
putusan.mahkamahagung.go.id
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
136
putusan.mahkamahagung.go.id
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
137
putusan.mahkamahagung.go.id
dengan cara beda agama, yang akan dilakukan dengan proses perkawinannya
dihadapan Pejabat Kantor Dinas Kependuduka n dan Catatan Sipil Kota
Surabaya ;
Menimbang , bahwa berdasarkan fakta yuridis sebagaimana terungkap
dipersidangan tersebut diatas dihubungkan dengan ketentuan tentang syarat -syarat
perkawinan dalam Undang -Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada
pasal 6 ayat (1) mengenai persetujuan kedua calon mempelai dan ketentuan pasal 7
mengenai usia perkawinan, maka Para Pemohon telah memenuhi syarat materiil
untuk melangsungkan perkawinan;
Menimbang, bahwa perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk
melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf ( f )
undang -undang perkawinan dan merujuk pada ketentuan pasal 35 huruf ( a)
Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang administrasi kependudukan, maka
terkait dengan masalah perkawinan beda agama adalah menjadi wewenang
Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutusnya;
Menimbang, bahwa dari fakta yuridis tersebut diatas bahwa Pemohon I
memeluk agama Islam, sedangkan Pemohon II memeluk agama Kristen adalah
mempunyai hak untuk mempertahankan keyakinan agamanya, yang dalam hal
untuk bermaksud akan melangsungkan perkawinanny a untuk membentuk rumah
tangga yang dilakukan oleh calon mempelai (Para Pemohon) yang berbeda agama
tersebut, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan
memeluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
Menimbang, bahwa selain itu berd asarkan pasal 28 B ayat (1) UUD 1945
ditegaskan kalau setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah, dimana ketentuan ini pun sejalan dengan
pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan b agi setiap
Warga Negara untuk memeluk Agamanya masing -masing;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi dan Surat Bukti
telah diperoleh fakta -fakta yuridis bahwa Para Pemohon sendiri sudah saling
mencintai dan bersepakat untuk melanjutkan hubungan mereka dalam perkawinan,
dimana keinginan Para Pemohon tersebut telah mendapat restu dari kedua orang
tua Para Pemohon masing -masing;
Menimbang, bahwa oleh karena pada dasarnya keinginan Para Pemohon
untuk melangsungkan perkawinan dengan berbeda agama tid aklah merupakan
larangan berdasarkan Undang -Undang Nomor 1 tahun 1974, dan mengingat
pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan Hak Asasi
Para Pemohon sebagai Warganegara serta Hak Asasi Para Pemohon untuk tetap
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
138
putusan.mahkamahagung.go.id
mempertahankan Agama nya masing -masing, maka ketentuan dalam pasal 2 ayat
(1) Undang -Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang sahnya suatu perkawinan apabila
dilakukan menurut tata cara Agama atau kepercayaan yang dianut oleh calon
pasangan suami isteri yang in casu hal ini tidak mun gkin dilakukan oleh Para
Pemohon yang memiliki perbedaan Agama;
Menimbang, bahwa tentang tata cara perkawinan menurut Agama dan
Kepercayaan yang tidak mungkin dilakukan oleh Para Pemohon karena adanya
perbedaan Agama, maka ketentuan dalam pasal 10 ayat (3 ) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 memberikan kemungkinan dapat dilaksanakannya perkawinan
tersebut, dimana dalam ketentuan pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 ditegaskan “dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut
masing -masing hukum Agamanya dan Kepercayaannya itu, perkawinan
dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dengan dihadiri 2 (dua) orang saksi”;
Menimbang, bahwa dari fakta yuridis yang terungkap dipersidangan bahwa
Para Pemohon telah bersepakat dan telah mendapat persetujuan dan ijin dari kedua
orang tuanya mereka bahwa proses perkawinannya dihadapan Pejabat Kantor
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota S urabaya dan selanjutnya mereka
telah sepakat untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ke - Tuhanan Yang Maha Esa, maka Hakim Pengadilan menganggap Para
Pemohon melepaskan keyakinan agamanya yang melarang adanya perkawinan
beda agama ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan
tersebut diatas, maka Hakim dapat memberikan izin kepada Para Pemohon untuk
melangsungkan perkawinan antara Pemohon I yang beragama Islam dengan
Pemohon II yang beragama Kristen dihadapan Pej abat pada Kantor Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, dan oleh karena itu Permohonan
Para Pemohon secara hukum beralasan dikabulkan. Selanjutnya kepada Pegawai
Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya untuk mencatat
perkawin an Para Pemohon dalam Register Perkawinan setelah dipenuhi syarat -
syarat perkawinan menurut peraturan perundang -undangan yang berlaku;
Menimbang, bahwa oleh karena Permohonan dari Para Pemohon
dikabulkan, maka segala biaya yang timbul dalam permohonan ini wajib dibebankan
kepada Para Pemohon yang jumlahnya akan disebutkan dalam amar penetapan ini;
Meningat dan memperhatikan ketentuan pasal -pasal undang -undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinann dan Pasal 35 huruf ( a ) UndangUndang Nomor
23 Tahun 2006 Te ntang Administrasi Kependudukan serta ketentuan Peraturan
perundang -undangan lainnya yang bersangkutan;
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
139
140
BIOGRAFI PENULIS
Kemauan yang besar serta dorongan dari berbagai pihak membawa penulis
untuk berkelana dari selatan (Garut) menunju ke utara (Cirebon) Jawa Barat untuk
SMAN 20 Garut.
Idris; sang Hansip dan petani gula aren dan Ibu Ade; sang Ibu tangguh yang selalu
diliputi oleh kesabaran dan cinta kasih. Keduanya merupakan makhluk Allah yang
paling tulus dan berjasa karena bisa ikhlas dan ridho mendidik dan membesarkan
Lahir dari keluarga dengan kultur yang demokratis dengan biasa berdialog
tentang berbagai hal –baik yang receh seperti strategi memberi pakan ayam supaya
ayam tetangga tidak ikut mencuri makan maupun isu-isu strategis seperti
senantiasa berdiskusi dalam merumuskan sesuatu. Hal inilah yang menjadi pijakan
bagi penulis untuk ikut aktif terlibat dalam kegiatan intra maupun ekstra kampus.
Tercatat, penulis ikut aktif di Dewan Eksekutif Mahasiswa baik sebagai pengurus
meraihnya, penulis memiliki ketertarikan yang cukup intens pada tulis menulis
dengan isu lingkungan, politik, dan hukum. Sebagai fans berat tim asal Merseyside,
Liverpool, penulis pun memiliki atensi yang cukup masif pada dunia olahraga
Penulis tidak sama sekali agresif dan menggigit, sehingga jika bertemu bisa
disapa dan diajak ngobrol. Ada ratusan jokes bapak-bapak yang sudah penulis hafal
untuk diselipkan di sela-sela obrolan. Jika anda tidak menjadi bagian dari orang-
orang yang beruntung untuk bertemu dan mengobrol dengan penulis secara
langsung, anda bisa menyapa saya secara daring lewat media sosial Instagram
yang masuk akan saya respon dengan positif, kecuali kalau anda secara terbuka dan