Bab Lengkap
Bab Lengkap
PENDAHULUAN
Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu menurut Wijayanti, 2008 adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Ampas tebu atau lazimnya disebut bagasse adalah hasil samping dari proses
ekstraksi cairan tebu yang berasal dari bagian batang tanaman tebu. Dari satu pabrik
dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling (Zultiniar dkk.,
2011). Di dalam ampas tebu terkandung senyawa selulosa, lignin dan hemiselulosa.
Senyawa selulosa ini dapat diolah menjadi produk lain, seperti asam oksalat.
Konsentrasi besi terlarut dalam air yang masih diperbolehkan adalah 0,3 mg/L.
Apabila konsentrasi besi terlarut melebihihi batas yang diperbolehkan akan
menyebabkan gangguan, sebagai berikut:
1. Gangguan teknis
Endapan Fe(OH)2 besifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada
saluran pipa sehingga mengakibatkan pembuntuan dan efek-efek yang dapat merugikan
seperti mengotori bak, wastafel, dan kloset
2. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi yang terlarut dalam air
adalah timbulnya warna, bau, dan rasa. Air akan berasa tidak enak bila konsentrasi besi
yang terlarut > 1,0 mg/L (Sutrisno, 2004).
3. Gangguan kesehatan
Senyawa besi dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah
merah, dimana tubuh memerlukan 7 – 35 mg/hari.Tetapi zat besi yang melebihi dosis
yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi.Selain itu,
dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kadar Fe yang lebih dari 1,0 mg/L akan
menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit, dan kerusakan pancreas sehingga
menimbulkan diabetes (Kurniyati, 2012).
Selain di dalam air, besi juga banyak terdapat di dalam makanan dengan jumlah yang
bervariasi dari yang rendah (dalam sayuran) dan yang tertinggi (dalam daging). Tempat
pertama dalam tubuh yang mengontrol pemasukan Fe ialah usus halus, bagian usus ini
berfungsi untuk absopsi dan sekaligus juga sebagai ekskresi Fe yang tidak terserap. Besi
di dalam usus di absopsi dalam bentuk peritin, dimana bentuk fero lebih mudah diserap
dari pada feri. Feritin masuk ke dalam darah dan berubah bentuk menjadi senyawa
transferin dalam darah tersebut besi mempunyai status sebagai besi trivalent yang
kemudian ditransfer ke hati atau limpa yang kemudian disimpan dalam organ tersebut
dalam bentuk feritin dan homosiderin. Toksisitas akan terjadi bilamana kelebihan Fe
dalam ikatan tersebut.
2.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan sebagai akibat ketidakjenuhan gaya pada permukaan tersebut. Proses
adsorpsi bisa terjadi pada seluruh permukaan benda, tetapi yang sering terjadi adalah
bahan padat menyerap partikel yang berada pada bahan cair. Bahan yang diserap
disebut dengan adsorbat atau solute, sedangkan bahan penyerapnya disebut dengan
adsorben (Purwaningsih, 2009).
Operasi dari proses adsorpsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu, dilakukan
dalam suatu bejana dengan sistem pengadukan, dimana penyerap yang biasanya
berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan diaduk dengan air dalam suatu bejana
sehingga terjadi penolakan antara partikel penyerap dengan fluida. Sedangkan operasi
dan proses adsorpsi selanjutnya yaitu dilakukan dalam suatu bejana dengan sistem
filtrasi, dimana bejana yang berisi media penyerap di alirkan air dengan model
pengaliran gravitasi. Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk bongkahan
atau butiran/granula dan proses adsorpsi biasanya terjadi selama air berada di dalam
media penyerap.
Ada beberapa hal yang dapat membedakan jenis-jenis adsorpsi. Perbedaan yang
sangat penting adalah didasarkan pada sifat ikatan fisika dan kimia yang menyebabkan
adsorbat ditarik ke permukaan adsorben. Para ahli mengklasifikasikan adsorpsi atau dua
tipe berdasarkan fenomena terjadinya adsorpsi, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi
kimia.Kedua jenis adsorpsi tersebut mempunyai karakteristik masing-masing.
Adsorpsi yang disertai dengan reaksi kimia di dalam fase zat cair sering
digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gas.
Sebagai contoh, larutan asam encer dapat digunakan untuk membasuh NH3 dari gas lain
dan larutan basa untuk membuang CO2 dan gas-gas lainnya (Mc. Cabe, 1982).
1. Jenis Adsorbat
Jenis adsorbat dapat ditinjau dari ukuran molekul adsorbat , rongga tempat
terjadinya adsorpsi dapat dicapai melalui ukuran yang sesuai, sehingga molekul-
molekul yang bisa di adsorpsi adalah molekul-molekul yang berdiameter sama atau
lebih kecil dari diameter pori adsorben. Polaritas molekul adsorbat, apabila diameter
sama, molekul-molekul polar lebih kuat di adsorpsi dari pada molekul-molekul yang
kurang polar.
2. Sifat Adsorbat
Besarnya adsorpsi zat terlarut tergantung pada kelarutannya pada pelarut.
Kenaikan kelarutan menunjukkan ikatan yang kuat antara zat terlarut dengan pelarut
dan aksi yang sebaliknya terhadap adsorpsi oleh adsorben. Makin besar kelarutannya,
ikatan antara zat terlarut dengan pelarut makin kuat sehingga adsorpsi akan semakin
kecil karena sebelum adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk memecah
ikatan zat terlarut dengan pelarut.
3. Konsentrasi Adsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat
tetapi tidak berbanding langsung. Adsorpsi akan konstan jika terjadi kesetimbangan
antara konsentrasi adsorbat yang terserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan.
4. Luas Permukaan
Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi.
Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding
dengan luas permukaan. Semakin banyak permukaan yang kontak dengan adsorbat
maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.
5. Temperatur
Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan
stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekompisisi, maka perlakuan
dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada
temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur lebih kecil. Reaksi yang
terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu adsorpsi akan besar jika
temperatur rendah.
6. Waktu Kontak
Suatu adsorben yang ditambahkan ke dalam suatu cairan membutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan
jumlah adsorben yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis adsorben, pengadukan
juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel adsorben untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.
Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang
lebih lama.
7. Kecepatan Pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan
terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan
terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi
kurang optimal.
8. pH Larutan
Senyawa yang terdisosiasi lebih mudah diserap dari pada senyawa terionisasi.
Pada umumnya adsorpsi bertambah pada kisaran pH dimana suatu senyawa organik
bermuatan netral.
2.4 Biosorpsi
Biosorpsi adalah pemindahan ion logam berat dari dari suatu larutan
menggunakan biosorben material biologi. Biosorpsi juga dapat didefinisikan sebagai
proses penggunaan bahan alami untuk mengikat logam berat. Biosorpsi memiliki
beberapa mekanisme, yaitu pertukaran ion, pengkelatan, dan difusi yang melewati
dinding sel dan membran. Mekanisme biosorpsi yang terjadi tergantung dari biosorben
yang digunakan. Pada proses adsorpsi, terjadi tarik-menarik antara molekul adsorbat
(zat teradsorpsi) dan sisi-sisi aktif pada permukaan adsorben. Jika gaya tarik ini lebih
kuat daripada gaya tarik antar molekul adsorbat, maka terjadi perpindahan massa
adsorbat dari fase gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben.
Gambar 2.4 Mekanisme pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat (Apriliani, 2012
dan Handayani, 2010
2.6 Isorterm adsorpsi Langmuir dan freundlich
2.6.1 Isotermis Adsorpsi Langmuir
Isotermis Langmuir digunakan untuk memperhitungkan kesetimbangan gas,
dimana terjadi interaksi yang kuat antara adsorbat dan adsorben. Isotermis Langmuir
merupakan adsorpsi kimia dimana molekul melekat pada permukaan dengan ikatan
kovalen yang bersifat irreversible dan adsorpsinya monolayer (Aksu, 2015). Menurut
Adamson dalam Aksu, dkk. Isotermis adsorpsi diasumsikan sebagai proses adsorpsi
yang terjadi pada permukaan dengan sisi adsorpsi dan energi yang sama dengan 1
molekul yang terserap per sisi adsorpsi sampai menutup satu lapis permukaan biomassa.
Persamaan isotermis Langmuir memperkirakan kapasitas adsorpsi maksimum pada
seluruh permukaan satu lapis (monolayer) permukaan adsorpsi persamaan isotermis
adsorpsi Langmuir adalah:
qm KL ∁ e
qe =
1+ KL ∁ e
......................................................................
(2.1)
dimana :
qe : Banyaknya zat yang terserap persatuan berat adsorben (mg/g)
Ce : Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mg/L)
qm : Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/L)
KL : Konstanta Langmuir (L/mg)
Persamaan di atas dapat diubah susunannya menjadi bentuk linear seperti diperlihatkan
pada persamaan (2.2).
∁e 1 ∁e
= +
qe qm KL qm
.....................................................................(2.2)
qe = KF . Ce1/n..................................................................................................(2.3)
Dimana :
qe : Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mg/g)
Ce : Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mg/L)
n : Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/L)
KF : Konstanta Freundlich (L/mg)
Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk
logaritmanya:
1
Log qe = log KF + log Ce............................................................................
n
(2.4)
2.7 Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang menyerap suatu komponen tertentu dari
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan
adsorbsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu
didalam partikel itu. Ukuran pori-pori yang sangat kecil mengakibatkan luas permukaan
menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai
mencapai 2000 m2/g. Adsorben yang digunakan secara komersial dikelompokkan
menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar. Pertama adsorben polar disebut juga
hydrophilic yang kedua adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Menurut IUPAC
(Internationl Union of Pure and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori yaitu
Mikropori dengan diameter < 2 nm, Mesopori dengan diameter 2 – 50 nm dan
Makropori dengan diameter > 50 nm (Rahmayani dan Siswarni, 2013). Pemilihan jenis
adsorben pada proses adsorpsi, disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan
diadsorpsi. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul 17 yang diserap karena
terjadi interaksi tarik menarik (Azamia, 2012; Brady, 1999).
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida (Saragih, 2008). Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang
sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Adsorben yang digunakan secara komersial
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar (Saragih, 2008).
Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok adsorben polar adalah silika gel,
alumina aktif, dan zeolit. Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok adsorben
non polar adalah polimer adsorben dan karbon aktif.
Co−Ce
R= 100 %
Co
Keterangan:
R : Persentase adsorpsi (%)
Co : Konsentrasi awal logam (mg/L)
Ce : Konsentrasi akhir logam (mg/L)
Ampas Tebu
Dibersihkan (dicuci)
448.98 mL aquades
Dihomogenkan
50 ml air sumur
Disaring
Filtrat dianalisa