Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HEMOSTASIS TENTANG REVIEW JURNAL APTT

(ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME) DAN (PROTHROMBIN


TIME) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Hemostasis

Disusun Oleh :

Khoiriyah Ifaqoh (1203091)

Salsabilla Stevy Gracefanika (1203093)

Yohana Melia Febrianti (1203095)

D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul Review Jurnal Hemostasis tepat
waktu. Makalah Hemostasis tentang APTT dan PT pada penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 disusun guna memenuhi tugas pada bidang studi Praktik Hemostasis di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang PT dan APTT pada penderita diabetes

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ami selaku


dosen mata kuliah Praktik Hemostasis. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Identitas Jurnal ................................................................................. 1
B. Latar Belakang ................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Metode Penelitian............................................................................. 4
E. Subjek Penelitian .............................................................................. 4
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II ISI ................................................................................................. 6
A. Hasil ................................................................................................ 6
B. Pembahasan ..................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Identitas Jurnal
 Judul : APTT (Activated Partial Thromboplastin Time) dan PT
(Prothrombine Time) pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangkaraya
 Jurnal : Borneo Journal of Medical Laboratory Technology
 Penulis : Rinny Ardina, Fera Sartika, Lidya Prihatini Nainggolan
 Volume dan Halaman : Volume 2 No. 2 ISSN : 2622-6111
 Tahun : 2020

B. Latar Belakang
Penderita diabetes mellitus memiliki risiko tinggi terhadap kejadian
aterotrombotik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa berbagai macam diabetes
mellitus berhubungan dengan abnormalitas sistem hemostasis dan trombosis.
Trombosis vena juga sering ditemukan pada penderita diabetes.
Delapan puluh persen penderita diabetes mellitus meninggal karena trombosis,
dan 75% dari kematian ini disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular dan dan
25% akibat disfungsi pembuluh darah perifer. Endotel pembuluh darah merupakan
situs pertahanan utama terhadap trombosis dan disfungsi endotel pembuluh darah
dilaporkan terjadi pada penderita Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) (Zhao et al.,
2011).

Endotel pembuluh darah merupakan salah satu komponen utama dalam


regulasi mekanisme hemostasis (koagulasi dan fibrinogen). Keadaan prokoagulan
yang ditemukan pada penderita DMT2, secara langsung berkontribusi terhadap
penyakit kardiovaskular. Faktor-faktor koagulasi seperti faktor I, VII, IX, XII,
Kallikrein dan von Willebrand factor (VWF) diketahui meningkat pada penderita
DMT2. Kejadian hiperkoagulabilitas dapatdisebabkan oleh ketidakseimbangan
antara permukaan endotel pembuluh darah dengan faktor-faktor koagulasi darah.

1
Diketahui penderita DMT2 mengalami peningkatan antihemophilic factor (VIII)
yang baru-baru ini diketahui berhubungan dengan disfungsi pembuluh darah.

Beberapa penelitian melaporkan adanya insignifiknasi pada FVIII antara


DMT2 dengan individu normal yang sehat. Peningkatan FVIII lebih biasanya
disertai pula dengan peningkatan konsentrasi VWF (Bashir and Ali, 2018).
Peningkatan VWF terkait dengan adanya disfungsi endotel dan / atau proses
inflamasi, karena VWF adalah protein fase akut yang disimpan dalam bentuk
multimer di sel endotel. Sekitar 95% dari faktor VIII (FVIII) bersirkulasi dalam
plasma dengan terikat pada VWF dan 5% beredar secara bebas. Kadar VWF
plasma terutama terkait dengan sekresi sel endotel dan juga apabila terjadi
peradangan sebagai respons terhadap aktivasi Tumor Necrosis Factor (TNF).

Peningkatan kadar FVIII plasma dianggap sebagai faktor risiko independen


terhadap tromboemboli. Selain itu, kondisi hiperglikemia pada DMT2
berkontribusi terhadap disfungsi endotel dan kerusakan pembuluh darah. Efek
langsung dari hiperglikemia berdampak pada molekul fibrinogen. Glikasi
fibrinogen akibat hiperglikemia menghasilkan pembentukan fibrin yang lebih padat
dengan serat-serat halus yang resisten terhadap fibrinolisis sehingga menyebabkan
pembentukan sumbat berlebih (trombosis) (McFarlane, 2017).

Kaskade koagulasi dapat diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium


hemostasis dengan dua tes koagulasi utama yaitu : prothrombin time (PT) dan
activated partial thromboplastin time (APTT). PT mencerminkan defisiensi faktor-
faktor koagulasi jalur ekstrinsik (misalnya tissue factor dan faktor VII), sedangkan
APTT mencerminkan kelainan jalur intrinsik (kontak) (misalnya defisiensi faktor
VIII, IX, IX, dan XII) (Lippi et al., 2010).
Aterotrombotik adalah suatu proses terbentuknya trombus di pembuluh darah
bagian tunika intima. Terjadinya aterotrombotik ini membutuhkan waktu yang lama
, biasanya pembentukannya dimulai dari dekade pertama dan mulai bergejala pada
dekade ke 3 atau 4. 3-8% aterosklerotik bergejala pada 3 daerah tubuh, 23-32 %
melibatkan 2 daerah tubuh.

2
Diabetes melitus (DM) ditandai dengan hiperglikemia, disertai dengan
perubahan biokimia dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lipid.Tipe 2 DM
menyumbang sekitar 80% dari DM2. Pada penderita DM, penyakit kardiovaskular
(CVD) tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas dan sekitar 80%
pasien meninggal akibat komplikasi kardiovaskular. Selain dari percepatan
perkembangan aterosklerosis pada pasien dengan diabetes, pasien ini juga memiliki
risiko yang lebih tinggi dari kejadian trombotik. Orang-orang ini telah ditunjukkan
berada dalam keadaan prokoagulan. Keadaan prokoagulan ini adalah karena
kelainan pada beberapa protein plasma dalam darah koagulasi.
Kelainan hemostatik dan endotel disfungsi bertanggung jawab untuk generasi
keadaan hiperkoagulasi pada individu Diabetes Mellitus Tipe 2. Tes koagulasi
seperti waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT)
bersifat global tes yang digunakan untuk menilai sistem koagulasi secara klinis
Kelainan koagulasi dengan penurunan kadar antitrombin III, protein C dan
protein S telah dilaporkan pada DM dengan peningkatan faktor pembekuan VII.
Selain itu, ada juga merupakan peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1
yang menurunkan fibrinolisis. Bersama-sama mereka berkontribusi untuk keadaan
hiperkoagulasi pada DM. Hiperkoagulabilitas pada diabetes dapat mempercepat
aterosklerosis dan bertindak sebagai faktor risiko untuk perkembangan penyakit
kardiovaskular (CVD)
Pengukuran waktu protrombin (PT), parsial teraktivasi waktu tromboplastin
(APTT), waktu perdarahan dan pembekuan konsentrasi faktor biasanya dilakukan
pada pasien dengan dugaan koagulasi abnormal. PT dan APTT adalah penanda
untuk aktivasi jalur ekstrinsik dan intrinsik masing-masing.
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). PT mencerminkan defisiensi
faktor-faktor koagulasi jalur ekstrinsik (misalnya tissue factor dan faktor VII),
sedangkan APTT mencerminkan kelainan jalur intrinsik (kontak) (misalnya
defisiensi faktor VIII,IX, IX, dan XII) (Lippi et al., 2010).
D-Dimer adalah penanda langsung fibrinolitik aktivitas dan penanda skrining
klinis konvensional aktivitas koagulasi sebelumnya. Peningkatan D-dimer plasma

3
tingkat telah dilaporkan pada diabetes mellitus tipe 2.Diabetes mellitus
memperburuk berbagai proses biologis seperti sistem koagulasi dan fibrinolitik.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perubahan APTT dan PT pada
penderita Diabetes mellitus tipe 2 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

D. Metode penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan
untukmembuktikan adanya perubahan APTT dan PT pada penderita Diabetes
mellitus tipe 2 yang rutin melakukan pemeriksaan di Laboratorium Patologi Klinik
di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

E. Subjek penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita diabetes


melitus tipe 2 yang rutin melakukan pemeriksaan di Laboratorium Patologi Klinik
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan non random sampling yaitu purposive sampling dengan kriteria
inklusi ialah penderita Diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan, menderita Diabetes
mellitus tipe 2 lebih dari 5 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit terkait faal
hemostasis sebelumnya, dan bersedia menjadi responen. Kriteria eksklusi adalah
penderita Diabetes mellitus tipe 2 rawat inap, penderita Diabetes mellitus tipe 2
kurang dari 5 tahun, memiliki riwayat penyakit terkait faal hemostasis, dan tidak
bersedia menjadi responden. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 20 orang
dengan memenuhi kriteria inklusi.

4
F. Manfaat
Manfaat Teoritis
Hasil dari pembuatan partofolio ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan
media pembelajaran lebih lanjut. Selain itu juga menjadi sebuah pengetahuan dan
wawasan dalam bidang pendidikan maupun bidang kesehatan di Indonesia.
Manfaat Praktis
1. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang APTT dan PT pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 2
2. Bagi dosen
Dalam pembelajaran dapat menjadi bahan dalam memfasilitasi mahasiswa
dalam belajar
3. Bagi kampus
Dapat memberikan referensi dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi
mahasiswa TLM agar memahami tentang APTT dan PT pada penderita Diabetes
Melitus Tipe 2

5
BAB II

ISI

A. Hasil
 Hasil APTT pada penderita DM Tipe 2

APTT
(Activated Parsial Tromboplastin Time)

Memendek Normal Memanjang

N % N % N %

14 70 5 25 1 5

 Hasil PT pada penderita DM Tipe 2

PT
(Activated Parsial Tromboplastin Time)

Memendek Normal

N % N %

5 25 15 25

Pada penelitian ini kami menemukan 25% APTT normal, 70% APTT
memendek, dan 5% APTT memanjang pada penderita DMT2 yang menjadi subjek
penelitian di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Hasil serupa juga ditemukan
oleh Ephraim et al. (2017) dimana APTT dan PT memendek secara signifikan pada
60 penderita DMT2 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (orang sehat) di
Ghana. Begitu pula pada penelitian Mohammed (2020) dimana ditemukan APTT
dan PT memendek pada penderita DMT2. Karim et al. (2015) menemukan nilai

6
APTT dan PT signifikan lebih rendah pada penderita DMT2 di Dhaka
dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Sedangkan Elhassade & Balha (2016) hanya menemukan nilai APTT yang
signifikan lebih rendah pada penderita DMT2 di Libya dibandingkan dengan
kelompok kontrol sedangkan PT normal. Hasil ini serupa dengan penelitian (Awad,
Hassan and Babiker, 2016) yang juga menemukan APTT memendek sedangkan PT
normal pada penderita DMT2.

APTT memanjang pada 5% penderita DMT2 RSUD dr. Doris Sylvanus


juga ditemukan pada penelitian lain seperti penelitian Abden & Hamza (2015) yang
menemukan APTT memanjang pada penderita DMT2 dan (Thukral et al., 2018)
menemukan adanya peningkatan signifikan APTT pada DMT2 di Bathinda
dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan temuan lain yang tidak didapatkan
dalam penelitian kami ialah pada penelitian (Thukral et al., 2018) didapatkan
peningkatan yang signifikan PT pada penderita DMT2 dibandingkan kelompok
kontrol.

Seluruh pasien DMT2 yang menjadi subjek dalam penelitian ini berada pasa
rentang usia 50-79 tahun dan memiliki kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2
jam post prandial yang tidak terkontrol (di atas nilai normal/hiperglikemia). Selain
itu, 20% diantara pasien DMT2 ini telah mengalami komplikasi akibat DMT2 yang
dideritanya. Kondisi hiperglikemia yang terjadi pada pasien DMT2 ini terus terjadi
meskipun mereka rutin melakukan pemeriksaan laboratorium dan juga konsultasi
ke dokter untuk terapi pengobatan di Poli Penyakit Dalam RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangkaraya.

7
B. Pembahasan

Kondisi hiperglikemia persisten pada penderita DMT2 seperti yang terjadi


pada subjek penelitian ini dapat menyebabkan kondisi koagulopati yang disebabkan
oleh glikasi aemoglobin, protrombin, fibrinogen dan beberapa protein lainnya yang
terlibat dalam mekanisme koagulasi (Ephraim et al., 2017).

APTT merupakan indikator defek dari faktor-faktor koagulasi pada jalur


intrinsik dan jalur bersama, sedangkan PT merupakan indikator defek faktor-faktor
koagulasi pada jalur ekstrinsik dan jalur bersama (Mohammed, 2020).

APTT dan PT yang memendek pada penderita DMT2 menunjukkan kondisi


hiperkoagulatif dimana ini berhubungan dengan peningkatan risiko trombotik dan
risiko penyakit kardiovaskular pada penderita DMT2 (Ephraim et al., 2017 ; Awad,
Hassan and Babiker, 2016). Selain itu, APTT dan PT yang memanjang yang
ditemukan pada penderita DMT2 juga menunjukkan hal yang sama yaitu adanya
abnormalitas dari mekanisme koagulasi sehingga memungkinkan kecenderungan
perdarahan serta penyakit kardiovaskular pada penderita DMT2 (Thukral et al.,
2018).

Perpanjangan yang signifikan dari APTT pada penderita diabetes


dibandingkan dengan kontrol non-diabetes.Madan R et al.4 Erem et al18 dan
Collier et al19 melaporkan tidak ada perubahan signifikan dalam APTT. Studi yang
dilakukan oleh Acang dan Jalil 20 menurunkan APTT yang tidak sesuai dengan
kami belajar.

Penelitian lain oleh Agarwal dkk pada tahun 2019 juga menemukan bahwa
PT pada pasien DM lebih pendek secara bermakna dibandingkan dengan populasi
sehat. Hal yang kontradiksi dilaporkan oleh Tukral dkk yang menemukan bahwa
pada subjek DM didapatkan nilai PT dan APTT lebih tinggi dibandingkan kontrol
sehat. Namun demikian sebagian besar penelitian menemukan bahwa pada pasien
DMT2 ditemukan PT dan APTT yang lebih pendek dibandingkan kontrol,
sebagaimana dilaporkan oleh Karim dkk.Teori yang mendukung pemendekan PT
dan APTT pada pasien DMT2 adalah bahwa pada DMT2 terdapat peningkatan

8
faktor-faktor pembekuan darah seperti Tissue factor (TF), FVII, trombin dan
fibrinogen. Hiperglikemia yang terjadi pada DMT2 tak terkontrol menyebabkan
peningkatan ekpresi tissue factor melalui pembentukan advance glikation end
product dan radikal bebas. Perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian ini
mungkin juga dipengaruhi oleh perbedaan suku bangsadan kemungkinan penyebab
lain adalah pada penelitian ini kami tidak membedakan pasien dengan komplikasi
dan tanpa komplikasi.

Dallatu et al dan Selvin et al mempelajari efek dari hiperglikemia pada


hemostasis dan mengungkapkan bahwa paparan sel darah terhadap konsentrasi
glukosa yang tinggi menyebabkan glikasi hemoglobin dan penurunan sintesis
faktor pembekuan. Menurut Lippi et al,kadar glukosa tinggi menyebabkan aktivasi
yang tidak lengkap dari kaskade koagulasi jalur ekstrinsik dan intrinsik. Seperti
yang dijelaskan oleh Laffan et al,waktu perpanjangan APTT mungkin karena in-
vitro gangguan pembentukan bekuan fibrin oleh inhibitor. APTT yang
berkepanjangan juga dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada hati tempat
sebagian besar faktor koagulasi disintesis.

Dengan demikian, peningkatan kadar PT dan APTT konsisten dengan


mekanisme koagulasi abnormal dan dapat diinterpretasikan sebagai kecenderungan
untuk perdarahan dan gangguan kardiovaskular (Hassan 2009).Perpanjangan
parameter ini pada kelompok diabetes juga mungkin karena gangguan in-vitro
pembentukan bekuan fibrin oleh inhibitor seperti fibrinogen fragmen 1 dan 2 dan
D-Dimer seperti yang dilaporkan dalam beberapa penelitian (Laffan MA, 1995).24

Dalam studi yang dilakukan oleh Kanani D et al26 pasien diabetes dengan
nefropati secara signifikan lebih tinggi kadar D-dimer plasma dibandingkan pasien
tanpa komplikasi. Namun menurut berbagai penelitian yang berkontribusi terhadap
peningkatan kadar D-dimer, ini menandakan bahwa D-dimer jika digunakan
sebagai tes tambahan dapat meningkatkan risiko penilaian awal penyakit arteri
koroner pada pasien DM. Oleh karena itu masuk akal untuk mengasumsikan bahwa
level yang lebih tinggi D-dimer terutama merupakan hasil dari peningkatan bekuan

9
fibrin pembentukan dan penguraiannya. Trombogenik meningkat keadaan mungkin
terkait dengan peningkatan kerentanan terhadap vaskular penyakit pada pasien ini.
D-dimer dapat digunakan sebagai biomarker komplikasi diabetes dan dapat
membantu untuk mengidentifikasi diabetes dengan risiko tinggi komplikasi
vaskular. Plasma Tes D-dimer sekarang secara rutin digunakan sebagai pelengkap
tes dalam identifikasi awal komplikasi diabetes.

Namun dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan diantaranya jumlah


sampel yang sangat sedikit dan perlunya tambahan parameter pemeriksaan
komponen koagulasi lainya seperti jumlah trombosit, indeks trombosit,
International Normalised Ratio (INR), dan fibrinogen untuk menguatkan gambaran
abnormalitas sistem koagulasi pada pasien DMT2 diRSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya.

Pertambahan umur turut berkontribusi terhadap kenaikan angka kejadian


penyakit, karena dengan bertambahanya umur menunjukkan bahwa penumpukan
kadar gula darah semakin banyak mengakibatkan peningkatan visikositas darah
meningkat, aliran darah menurun, serta sirkulasi memburuk. Distribusi ini sesuai
dengan hasil survei Departemen Kesehatan RI yang mengatakan bahwa prevalensi
penduduk terbanyak adalah usia produktif > 40 tahun dan terdapat pergeseran ke
usia lebih muda . Hal ini dimungkinkan karena faktor keturunan (genetik), faktor
kegemukan/obesitas (perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat,
makan berlebihan, hidup santai, kurang gerak badan), faktor demografi (jumlah
penduduk meningkat, penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat). Menurut
PERKENI, orang pada usia di atas 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.Pada
penelitian sebelumnya oleh Radio (2011), orang yang berusia ≥45 tahun lebih
berisiko terkena DM dibandingkan dengan orang berusia <45 tahun. Hal ini sesuai
dengan beberapa studi epidemiologi yang mengatakan bahwa tingkat kerentanan
terjangkitnya penyakit DM tipe-2 sejalan dengan bertambahnya umur.

Penelitian Iswanto (2004) juga menemukan bahwa ada hubungan yang


signifikan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus. Peningkatan diabetes

10
risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun,
disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi
glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel ß
pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih
tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30 % dan memicu
terjadinya resistensi insulin. Menurut Waspadji (2008) dibandingkan dengan usia
yang lebih muda. usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari
hati (hepatic glukose production), cenderung mengalami resistensi insulin , dan
gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hampir semua pasien DMT2 tak tekontrol memiliki PT dan APTT normal,
terdapat sejumlah besar pasien dengan kadar fibrinogen dan D-dimer meningkat.
Hiperfibrinogen berhubungan dengan onset DM dan D-dimer tinggi berhubungan
dengan umur pasien. Dalam penelitian ini didapatkan nilai APTT dan PT yang
abnormal pada penderita DMT2 di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
Adanya hasil yang abnormal pada mekanisme hemostastis membuktikan bahwa
pemeriksaan koagulasi rutin sebaiknya dapat terus dilakukan untuk manajemen
diabetes mellitus yang lebih baik agar dapat mencegah komplikasi mikro atau
makrovaskular akibat gangguan koagulasi.

B. Saran
Penulis menyarankan perlu dipertimbangkan pemeriksaan faal hemostasis
seperti fibrinogen dan D-dimer pada pasien DMT2 tidak terkontrol, terutama pada
pasien yang disertai dengan faktor risiko lain seperti riwayat keluarga, obesitas,
usia tua dan merokok dan sebaiknya pemeriksaan koagulasi rutin dapat terus
dilakukan untuk manajemen diabetes mellitus yang lebih baik agar dapat mencegah
komplikasi mikro atau makrovaskular akibat gangguan koagulasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal C, Bansal K, Pujani M, et al.Association of coagulation profile with


microvascular complications and glycemic control in type 2 diabetes
mellitus – a study at a tertiary care center in Delhi. Hematol Transfus
Cell Ther. 2019;41(1):31-36. doi:10.1016/j.htct.2018.05.002 12.

Bashir, B. A. and Ali, M. S. 2018. ‘Hemostatic state augmented with platelet indices
among Sudanese diabetic septic foot’, BMC Hematology. BMC
Hematology, 18(1), pp. 5–10.

Elhassade, A. S., and Balha, O. S. 2016. ‘Effect of Diabetes Mellitus Type II on


Activated Partial Thromboplastin Time and Prothrombin Time’,
International Journal of Clinical and Biomedical Research, 2(3), pp. 1–
4.

Ephraim, R. K., Awuku, YA., Adu, P., Ampomah, LT., Adoba, P., Panford, S., Ninnoni,
JP., Agbodzakey, H. 2017.‘High risk of coagulopathy among Type-2
Diabetes Mellitus clients at a municipal hospital in Ghana’, Ghana
medical journal,

Karim F, Akter QS, Jahan S, et al. Coagulation Impairment in Type 2 Diabetes Mellitus.
J Bangladesh Soc Physiol. 2015;10(1):26-29.
doi:10.3329/jbsp.v10i1.24614

Laffan, M.A., Brandshow, A.E. Investigation of haemostasis. In: practical


haematology, Dacie, J.V, Lewis, S.M. (eds), 8th edition. Edinburgh,
Churchill Livingstone 1995;297-310.

Lippi, G., Salvagno, GL., Ippolito, L., Franchini, M., Favaloro, EJ. 2010.‘Shortened
activated partial thromboplastin time: Causes and management’, Blood
Coagulation and Fibrinolysis, 21(5), pp. 459–463.

13
McFarlane, S. I. 2017. ‘Shift work and sleep: medical implications and management’,
Sleep Medicine and Disorders: International Journal, 1(2), pp. 1–14.
doi: 10.15406/smdij.2017.01.00008.

Selvin E, Steffes MW, Zhu H, Matsushita K, Wagenknecht L, Pankow J, Coresh J,


Brancati FL Glycated hemoglobin, diabetes, and cardiovascular risk in
nondiabetic adults. N. Engl. J. Med 2010;362: 800–11

Thukral S, Hussain S, Bhat S, Kaur N, Reddy A. Prothrombin Time (PT) and Activated
Partial Thromboplastin Time (APTT) in Type 2 Diabetes Mellitus, a
Case Control Study. Int J Contemp Med Res [IJCMR]. 2018;5(8).
doi:10.21276/ijcmr.2018.5.8.13 13.

Zhao, Y., Zhang, J., Zhang, J., Wu, J. 2011.’Diabetes mellitus is associated with
shortened activated partial thromboplastin time and increased
fibrinogen values’, PLoS ONE, 6(1), pp. 4–7.

14

Anda mungkin juga menyukai