TINJAUAN PUSTAKA
Masa peka anak untuk belajar membaca dan berhitung berada di usia
empat hingga lima tahun, karena di usia ini anak lebih mudah membaca dan
anak mulai belajar membaca di periode usia satu hingga lima tahun.
Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk
semua informasi dan anak bisa belajar membaca dengan mudah dan alamiah.
Namun menurut Dardjowidjojo (2003), dari segi neurologis pada usia satu
tahun otak baru berkembang 60% dari otak orang dewasa, di usia ini anak
belum dapat mengidentifikasi letak garis lurus dan setengah lingkaran apalagi
untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi),
banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan
11
12
menulis, dan mengeja. Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk
berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap
untuk belajar membaca. Anak yang berada pada masa peka untuk belajar
diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak
pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan
indikator keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak
dan mental. Proses membaca terdiri dari sembilan aspek, yaitu sensori,
memusatkan perhatian.
makna bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan
makna suatu bacaan. Tidak ada rentang usia yang mendasari pembagian
tahapan dalam proses membaca, karena hal ini tergantung pada tugas-tugas
Belum sampai pada pemahaman yang mendalam akan materi bacaan, apalagi
pembelajaran.
bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang
menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.
membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak untuk memulai
15
pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang
atau awal kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau sekelompok kecil
membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum dapat
membaca kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca awal pada tahap
dikenali. Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca awal
yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui
ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini mampu
a. Kesiapan membaca
b. Membaca permulaan
d. Membaca luas
Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam
proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini
sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa
dengan ketrampilan menulis, dimana anak diminta mengenal bentuk dan arah
sama pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku
penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan
guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam
Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan
Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau memegang
pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya sekedar
Anak Usia Dini (PAUD) melibatkan anak berusia nol sampai delapan tahun
tersebut dibagi berdasarkan sumbernya. Anak berusia nol sampai dua tahun
tiga sampai enam tahun mendapat pendidikan anak usia dini (kelompok
bermain) dan taman kanak-kanak (TK); sementara anak usia tujuh sampai
delapan tahun mendapat pendidikan Sekolah Dasar (SD) kelas satu dan dua.
tahun. Menurut Piaget dalam Santrock (2002), anak berada pada tahap
sampai tujuh tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia
apa yang disebut sebagai “operasi (operation)”, yaitu tindakan mental yang
benda atau objek yang ditiru sudah tidak ada. Jadi, peniruan yang dilakukan
tanpa kehadiran benda aslinya tersebut merupakan salah satu jenis simbolisasi
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan
Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk mengasah ketrampilan mereka dalam
merupakan salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.
Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute
terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata-kata yang belum
dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu
kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak. Rute pertama (rute visual),
membandingkan pola itu dengan simpanan kata-kata yang telah mereka kenal
simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya digunakan bila rute
metode rute visual, namun mereka berbeda dalam hal kesadaran fonemis,
bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang
benar.
memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap
kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses
1. Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau
tanda bunyi.
menjadi suara.
21
wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar
membaca lanjut.
(Lestary, 2004)
usia dini. Prinsip ini perlu untuk diketahui agar dapat mengajarkan kegiatan
yaitu agar anak dapat memperoleh pengalaman belajar yang baik dan
dengan subjek dan keahlian lainnya seperti ilmu pengetahuan alam, studi-
sehari-hari.
lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini sangat penting, sebab bila anak
(Susanto 2011).
bahwa prinsip pembelajaran membaca untuk anak usia dini yaitu, membuat
anak agar anak tertarik dalam kegiatan membaca, sehingga kegiatan ini
menjadi kegiatan yang menyenangkan. Jika anak sudah memiliki rasa senang
membaca lebih tepatnya lagi jika anak sudah ditanamkan sejak dini, sehingga
dimaksud adalah membiasakan anak membaca sejak dini, dengan materi yang
dengan kebutuhan dan minat yang sesuai dengan karateristik anak, maka anak
sangat menyenangkan dan merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat
yaitu sebuah kegiatan yang memberi peluang kepada anak untuk dapat
cara belajar anak yang paling efektif ada pada permainan anak, yaitu dengan
tata tertib, dan disiplin yang tinggi. Secara alamiah bermain dapat memotivasi
anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalam, dan secara spontan pula anak
bahwa permainan yang memiliki arah jelas adalah hal yang benar dan lahan
eksplorasi, menerapkan dan menguji hal-hal yang mereka ketahui dan dapat
mereka lakukan.
berikut:
permainan.
7. Anak-anak tidak bisa gagal didalam permainan karena tidak ada yang
sesungguhnya.
diri, anak menjadi lebih mandiri serta bertanggung jawab pada keputusan
mereka sendiri.
adalah sebuah masalah atau “enigma” yang diberikan sebagai hiburan yang
secara visual tentang segala sesuatu sebagai pindahan dari wujud yang
suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam beberapa bagian”.
menyatukan kembali beberapa bagian objek yang sudah diacak menjadi suatu
secara khusus puzzle biasanya terbentuk dari sebuah gambar yang terpotong-
26
potong menurut bagian tertentu. Puzzle dapat terbuat dari plastik, spon,
kertas, ataupun dari kayu. Guru dapat menggunakan puzzle ini untuk
mengarahkan anak pada pelajaran yang akan diajarkan pada saat itu.
Puzzle memiliki beragam jenis. Ada yang terbuat dari karton tebal dan
ada yang terbuat dari kayu. Seiring waktu, semakin bertambah usia anak,
maka tingkat kesulitan puzzle akan semakin bertambah. Biasanya hal ini
memenuhi presisi bentuk dan tidak ada bagian yang tajam sehingga
karton tipis, sebab akan menyulitkan anak memasang bentuk karena mudah
berikut:
usaha anak menggunakan logika, misalnya bagian gambar roda atau kaki
jari-jari tangan. Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar
(tanpa melibatkan jari tangan) atau menggunakan kelima jari dan telapak
tangan sekaligus.
berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah, orang tua
sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak
5. Melatih Logika
6. Melatih Kesabaran
7. Memperluas Pengetahuan
Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, dan huruf.
Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya merupakan hal yang
menghafal. Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-
buahan, alfabet dan lain-lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah.
29
hari ke-11 kemampuan anak telah stabil. Lama waktu penerapan metode
15-20 menit untuk mengindari anak merasa jenuh serta untuk menjaga
1. Spelling puzzle adalah puzzle yang terdiri dari gambar-gambar dan huruf-
paling akhir.
3. The thing puzzle adalah puzzle yang berupa deskripsi kalimat-kalimat yang
disertai dengan huruf-huruf nama gambar tersebut, tetapi huruf itu belum
lengkap.
anak. Dimana dalam penelitian ini, jenis permainan yang digunakan, yaitu
permainan pola suku kata dan kartu kata bergambar. Berdasarkan hasil
pola suku kata terhadap kemampuan membaca awal dengan nilai Z=-2.585
dengan nilai mean rank yang lebih tinggi yaitu 11,81 dibandingkan dengan
metode permainan pola suku kata dengan nilai rata-rata sebesar 5,19 dengan
pengaruh metode permainan pola suku kata dan kartu kata bergambar
penelitian yang dilakukan oleh Aulina (2012). Pada penelitian ini peneliti
membaca permulaan pada anak usia lima sampai enam tahun. Permainan
anak yang diberikan perlakuan permainan kartu gambar, (4) anak dengan
penerapan metode bermain dapat memberikan pengaruh yang baik dan dapat
33
untuk membentuk sebuah gambar atau tulisan yang telah ditentukan. Media
Puzzle merupakan suatu media berwarna warni yang bisa dibongkar pasang
bisa berupa huruf, angka, binatang dan lain-lain yang dapat merangsang
imajinasi. Tidak hanya itu media puzzle juga memiliki keunggulan seperti:
mudah diperoleh, tidak berisiko, cepat dikenal anak, memiliki warna yang
penelitian, karena puzzle merupakan media yang menarik dengan warna dan
bentuk yang menarik sehingga dapat menarik perhatian anak untuk mengikuti
pelajaran. Selain itu media puzzle diharapkan dapat merangsang daya ingat
karena pada hari ke sebelas kemampuan anak sudah stabil. Dimana anak