Anda di halaman 1dari 17

JURNAL

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI


PENERAPAN METODE EJA PADA ANAK DISLEKSIA KELAS III SD
INPRES MACCINI BARU MAKASSAR

HARIYANTO. A

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI
PENERAPAN METODE EJA PADA ANAK DISLEKSIA KELAS III SD
INPRES MACCINI BARU MAKASSAR

Penulis : Hariyanto. A
Pembimbing I : Drs. H. Agus Marsidi, M.Si
Pembimbing II : Dr. Usman, M.Si

Email, Penulis : antoaprizal@gmail.com, Pembimbing I : Agusmarsidi.pk@gmail.com, dan


Pembimbing II : Usmanbafadal@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya kemampuan membaca dimiliki siswa serta keaktifan
siswa dalam proses belajar menjadi alasan dirumuskan 1 rumusan masalah yaitu bagaimanakah
peningkatan kemampuan membaca dalam membedakan huruf m dan n murid disleksia kelas III di SD
Inpres Maccini Baru Makassar. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Kemampuan
membaca dalam membedakan huruf m dan n pada murid disleksia kelas III di SD Inpres Maccini
Baru Makassar sebelum penerapan metode eja, (2) Peningkatan kemampuan membaca dalam
membedekan huruf m dan n pada murid disleksia kelas III di SD Inpres Maccini Baru Makassar
melalui penerapan metode eja, (3) Kemampuan membaca dalam membedekan huruf m dan n
pada murid disleksia kelas III di SD Inpres Maccini Baru Makassar setelah penerapan metode
eja. Pendekatan kualitatif dan Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Subjek dalam penelitian ini sebanyak
1 murid. Variabel dalam penelitian ini adalah difokuskan untuk satu variabel, yaitu mengenal huruf, suku
kata, dan kalimat sederhana. Teknik pengumpulan data adalah tes dan teknik dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca sebelum penerapan metode eja murid disleksia
kelas III di SD Maccini Baru Makassar termasuk dalam kategori sangat kurang. Setelah penerapan
metode eja pada murid disleksia kelas III di SD Inpres Maccini Baru Makassar dalam kategori baik.
Dengan melihat hasil tes awal maka tes akhir terdapat peningkatan kemampuan membaca. Hal ini dapat
diartikan bahwa penerapan metode eja dapat meningkatkan kemampuan membaca pada murid disleksia
kelas III di SD Inpres maccini Baru Makassar.

Kata kunci: Metode Eja, Disleksia.


PENDAHULUAN (11) kurang memperhatikan tanda baca (13)
Membaca merupakan kegiatan ragu-ragu (15) tersendat-sendat.
menyerap informasi tertulis dari berbagai
Berdasarkan harapan dan kenyataan
sumber baik cetak maupun elektronik.
Membaca adalah suatu proses yang tersebut maka masalah yang dihadapi oleh
dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh F adalah poin 10 yaitu pembalikan huruf,
pesan yang akan disampaikan kembali yakni pembalikan huruf terjadi karena anak
kebingungan posisi kiri-kanan atau atas-
melalui media kata-kata bahasa tertulis.
Membaca merupakan proses yang bawah. Pembalikan terjadi terutama pada
kompleks dengan melibatkan sejumlah huruf-huruf yang hampir sama seperti d
kegiatan fisik dan mental, hal ini sesuai dengan b, p dengan q atau g, m dengan n
atau w. Sedangkan murid inisial F
dengan Burns (Rahim, 2008) menjelaskan
bahwa proses membaca 9 aspek yaitu terindikasi sulit membedakan huruf M dan
sensorik, perseptual, urutan, pengalaman, N. Kerakteristik ini biasanya disebut
pikiran, asiosiasi, sikap dan gagasan. kesulitan pembalikan huruf dimana murid
tidak mampu membedakan huruf M dan N.
Kompeten tersebut saling berkaitan dalam
proses membaca untuk menyerap bacaan. Masalah tersebut jika tidak dicarikan
Sedangkan kompetensi dasar didalam jalan keluar maka akan berdampak dalam
pembelajaran membaca kata serta membaca
kurikulum 2013 yang harus dikuasai siswa
kelas 3 ialah memahami tesk dengan kalimat. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
membaca nyaring, membaca insentif dan digunakan metode eja kerena metode eja
membaca dongeng. Sedangkan kemampuan secara harfiah mampu mengenalkan
lambang-lambang huruf atau abjad A-Z
murid disleksia dengan inisial F belum
mampu mengenal huruf dengan baik serta serta bunyi huruf. Setelah murid mengenal
membaca kata dan kalimat dengan lancar. huruf dan bunyi huruf di lanjutkan dengan
murid tersebut tidak mampu membedakan suku kata dan dirangkaikan menjadi
kalimat.
huruf M dan N, oleh sebab itu murid
disleksia inisial F ini belum menguasai Berdasarkan uraian di atas maka
membaca permulaan. Sebab berdasarkan penelitian ini mengangkat judul
(Abdurrahman, 2010 : 206) anak Peningkatan Kemampuan Membaca
berkesulitan belajar membaca permulaan Permulaan Melalui Penerapan Metode Eja
mengalami berbagai kesalahan dalam Pada Anak Disleksia Kelas III SD inpres
membaca (1) penghilangan kata atau huruf maccini Baru Makassar.
(2)penyelipan kata (3) penggantian kata (4)
pengucapan kata salah dan makna berbeda KAJIAN PUSTAKA
(5) pengucapan kata salah tetapi makna
Konsep Tentang Metode Eja
sama (6) pengucapan kata salah dan tidak
Pengertian Metode Eja
bermakna (7) pengucapan kata dengan
Pengertian metode eja adalah belajar
bantuan bantuan guru (8) pengulangan (9)
membaca yang di mulai dari mengeja huruf
pembalikan kata (10) pembalikan huruf
demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam dan mental. Adapun membaca sebagai
metode eja adalah pendekatan harfiah. produk megacu pada konsekuensi dari
Siswa mulai diperkenalkan dengan kegiatan yang dilakukan pada saat proses
lambang-lambang huruf. Pembelajaran membaca.
metode eja terdiri dari pengenalan huruf A Berdasarkan pernyataan tersebut,
sampai dengan Z dan pengenalan bunyi maka membaca dapat disimpulkan sebagai
huruf atau fonem. aktivitas yang menghubungkan antara aspek
Metode eja sangat penting dalam penglihatan dan aspek kognitif dalam
meningkatkan tujuan pada pelajaran bahasa memahami bahasa yang telah dialih
Indonesia, karena metode eja sangat tepat di kodekan dalam bentuk tulisan. Seperti yang
ajarkan dalam membaca dan menulis dinyatakan oleh (Resmini dkk, 2006:235)
permulaan. Metode eja dan/atau metode bahwa proses membaca merupakan
bunyi memang salah satu metode kegiatan yang kompleks dan rumit. Ada
pembelajaran membaca permulaan yang sejumlah aspek yang dituntut dari pembaca.
paling banyak digunakan guru dalam Apek-aspek tersebut adalah (1) aspek
membelajarkan siswa membaca. Meski sensori, yakni kemampuan pembaca untuk
metode eja telah mengantarkan banyak memahami simbol-simbol teks, (2) aspek
siswa di sekolah dasar mampu membaca perseptual, yakni kemampuan pembaca
(melek huruf). Melek hururf adalah anak- untuk menginterpretasikan simbol-simbol
anak dapat mengubah dan menghafalkan teks (apa yang terlihat dan apa yang
lambang-lambang tertulis menjadi bunyi- tersirat), (3) aspek skemata, yakni
bunyian bermakna. kemampuan pembaca untuk
Mengenai metode eja atau metode menghubungkan pesan tertulis dengan
bunyi dalam sebutan fonologi. Fonologi stuktur pengetahuan dan pengalaman yang
merupakan ilmu yang mengkaji dan telah ada, (4) aspekberpikir, yakni
mendeskripsikan bunyi bahasa, proses kemampuan pembaca untuk membuat
terbentuknya bunyi bahasa dan proses inferensi dan evaluasi dari teks, (5) aspek
perubahan bunyi bahasa. Seperti yang afektif, yakni kemampuan pembaca untuk
diungkapkan oleh (Resmini 2006: 3) bahwa membangkitkan dan menghubungkan minat
fonologi adalah cabang ilmu bahasa dan motivasi dengan teks yang dibaca.
(linguistik) yang mengkaji dan Kelima aspek tersebut harus menciptakan
mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa, suatu hubungan yang berimbang (harmonis)
proses terbentuknya dan perubahannya. pada saat proses membaca, sehingga itu
Menurut (Resmini dkk, 2006:235) membentuk interaksi dengan penulis
membaca merupakan aktivitas (kegiatan) melalui teks yang dibacanya.
memahami bahasa tulis (teks). Ada dua Menurut (Asti, Kurnia : 2016)
aktivitas yang dilakukan oleh pembaca, Metode eja sangat penting dalam
yakni: (1) membaca sebagai proses dan (2) meningkatkan tujuan pembelajaran
membaca sebagai produk. Membaca khususnya siswa kelas awal yaitu membaca
sebagai proses mengacu pada kegiatan fisik dan menulis permulaan pada pelajaran
Bahasa Indonesia, karena metode eja sangat Langkah-langkah Pembelajaran Metode
tepat diajarkan dalam membaca dan eja
menulis permulaan. Proses pembelajaran Sebelum memasuki jenjang SD/MI,
menggunakan metode eja melalui sistem beberapa peserta didik sudah mengenal dan
tubian dan hafalan akan mendominasi hafal abjad. Namun belum bisa merangkai
proses pembelajaran membaca dan menulis abjad-abjad tersebut menjadi unjaran
permulaan dengan metode ini. bermakna. Sebagai contoh ada anak yang
Menurut Jamaris, Martini. Metode eja sudah mengenal lambang-lambang berikut:
merupakan metode menyebutkan suara /A/, /B/, /C/, /D/, /E/, /F/, dan seterusnya
huruf (Jamaris : 2014). metode eja adalah sebagai [a], [be], [ce], [de], [e], [ef], dan
belajar membaca yang dimulai dari seterusnya. Namun, mereka belum dapat
mengeja huruf demi huruf (Purwanto, merangkaikan lamabang-lambang tersebut
Ngalim & Djeniah : 1997). Pendekatan untuk menjadi kata, secara alamiah orang
yang dipakai dalam metode eja adalah dewasa yang berada disekitar anak tersebut
pendekatan harfiah. Peserta didik mulai dengan mengeja suku kata metode eja atau
diperkenalkan dengan lambang-lambang bisa disebut metode abjad atau metode
huruf. Pembelajaran metode eja terdiri dari alfabet.
pengenalan huruf atau abjad A sampai Pembelajaran membaca dan menulis
dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau metode permulaan dengan metode ini
fonem. Metode kata lembaga didasarkan memulai pengajarannya dengan
atas pendekatan kata, yaitu cara memulai memperkenalkan huruf-huruf secara
mengajarkan membaca permulaan dengan alfabetis. Huruf- huruf tersebut dihafalkan
menampilkan kata-kata. Dapat disimpulkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya
bahwa metode eja adalah metode belajar dan menurut abjad. Sebagai contoh A/a,
membaca yang dimulai dengan melafalkan B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya atau
huruf-huruf konsonan menurut bunyi dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de], [ef],
konsonan itu. dan seterusnya.
Setelah melalui tahap ini, para peserta
Prinsip metode eja didik diajak untuk berkenalan dengan suku
Prisip yang terkandung dalam metode kata dengan cara merangkai beberapa huruf
eja pad hakikatnya sama dengan metode yang sudah dikenalnya.
SAS yaitu sesuia dengan prinsip cara Misalnya : /b/, /a/, /d/, /u/
berpikir manusia. Berpikir secara analisis- menjadi b-a ba (dibaca atau
sintetis dapat memberikan arah pada dieja /be-a/ [ba]) d-u (dibaca
pemikiran yang tepat sehingga murid dapat atau dieja /de-u/ [du]
mengetahui kedudukan dirinya dalam ba-du dilafalkan /badu/
hubungannya dengan masyarakat dan alam b,u,k,u menjadi b-u bu (dibaca
sekitarnya. atau dieja/ be-u/ [bu]) ku ku
(dibaca atau dieja / ke-u/ [ku]
Proses ini sama dengan pola proses Di samping hal tersebut, hal lain yang
membaca permulaan, setelah anak-anak dipandang sebagai kelemahan dari
bisa membaca huruf-huruf lepas, kemudian penggunaan metode ini adalah dalam
dilanjutkan dengan belajar membaca pelafalan diftong atau vokal rangkap,
rangkaian huruf yang berupa suku kata. seperti /ai/, /au/, /oi/, dan /ei/ yang masing-
Sebagai contoh, kata „baru‟. Selanjutnya, masing dituliskan secara fonemis: /ay/,
anak diminta menulis seperti ini: ba – ru /aw/, /oy/, dan /ey/. Kedua huruf vokal pada
{baru}. Kegiatan ini juga dapat diikuti diftong melambangkan satu bunyi vokal
dengan cara mencontoh bacaan yang telah yang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula
di siapkan oleh guru. dengan fonem /kh/, /sy/, /ng/, /kh/,
Proses pembelajaran selanjutnya walaupun ditulis dengan dua huruf tetapi
adalah pengenalan kalimat-kalimat tetap satu fonem. Contoh, kita ambil fonem
sedehana. Contoh-contoh perangkaian huruf /ng/. Anak-anak mengenal huruf tersebut
menjadi suku kata, suku kata, suku kata sebagai [en] dan [ge]. Dengan demikian
menjadi kata, dan kata menjadi kalimat mereka berkesimpulan bahwa fonem itu
(Halimah, Andi : 2018). Dalam kalimat jika dilafalkan akan menjadi [en-ge] atau
tersebut diupayakan mengikuti prinsip [neg] atau [nege]. Bertolak dari kedua
pendekatan spiral, pendekatan komunikatif kelemahan tersebut, tampak proses
dan pengalaman berbahasa. Artinya, pembelajaran membaca menulis permulaan
pemilihan materi ajar untuk pembelajaran dengan metode ini.
MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang Pendekatan kontekstual merupakan
konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari ciri utama dari pelaksanaan kurikulum SD
hal- hal yang mudah, krab, familiar dengan yang saat ini berlaku. Prinsip
kehidupan anak menuju hal-hal yang sulit “kebermaknaan dan menemukan sendiri,”
dan mungkin merupakan sesuatu yang baru sebagai cerminan dari pendekatan tersebut
bagi anak. dalam proses pembelajaran menjadi
Anak yang baru mulai belajar terabaikan, bahkan terhapus dengan
membaca, mungkin akan mengalami penggunaan metode ini.
kesukaran dalam memahami sistem Kesimpualan dari penjabaran di atas,
pelafalan bunyi /b/ dan /a/ menjadi [ba]. maka langkah langkah dari (Kurnia, 2018)
Mengapa kelompok huruf /ba/ dilafalkan yaitu.
[ba], bukan [bea], seperti tampak pada 1. Murid diperkenalkan lambang-
pelafalan awalnya? Hal ini, tentu akan lambang berikut: /A/, /B/, /C/, /D/, /E/, /F/,
membingungkan anak. Penanaman konsep dan seterusnya sebagai [a], [be], [ce], [de],
pelafalan abjad dengan menirukan bunyi [e], [ef], dan seterusnya.
pelafalannya secara mandiri, terlepas dari 2. Setelah melalui tahap mengenal
konteksnya, menyebabkan anak lambang-lambang huruf, para peserta didik
kebingungan manakala menghadapi
diajak untuk berkenalan dengan suku kata
bentukan bentukan baru, seperti bentuk kata
dengan cara merangkai beberapa huruf
tadi.
yang sudah dikenalnya. Semisal, /b/, /a/,
/d/, /u/ menjadi b-a ba (dibaca atau dieja Kelebihan dan Kekurangan Metode Eja
/be-a/ [ba]) d-u (dibaca atau dieja /de-u/ [du]
ba-du dilafalkan /badu/ Menurut (Linda, Puspita : 2008)
kelebihan metode eja, antara lain: proses
3. Proses pembelajaran selanjutnya
pembelajaran melalui sistem hafalan akan
adalah pengenalan kalimat-kalimat
mendominasi proses pembelajaran membaca
sedehana. Contoh-contoh perangkaian huruf
menulis permulaan (MMP) dengan metode
menjadi suku kata, suku kata, suku kata
ini. padahal, seperti yang anda ketahui, cara
menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.
belajar siswa aktif merupakan ciri utama dari
Langkah-langkah tersebut dapat pelaksanaan kurikulum SD yang saat ini
dimodifikasi kembali sesuai dengan kondisi berlaku. Prinsip “menemukan sendiri”
dan krakteristik anak disleksia sehingga sebagai cerminan dari cara belajar siswa aktif
pesan atau informasi yang akan dalam proses pembelajaran menjadi
disampaikan dapat di terimah dengan baik terabaikan bahkan terhapus dengan
dan benar. Adapun langkah-langkah penggunaan metode ini (Linda, Puspita 2008
modifikasi sebagai berikut : : 26).
Adapun kelebihan metode eja, yaitu:
1. Peneliti memperkenalkan murid 1. Peserta didik diharuskan untuk
dengan huruf alfabet M dan N
mengetahui setiap lambang huruf. Jadi
2. Kemudian huruf alfabet tersebut di peserta didik lebih cepat dan hafal
ganti dengan huruf fenom [em] dan fonem.
[en] 2. Peserta didik langsung mengetahui setiap
bunyi dari setiap bentuk huruf.
3. Siswa diajarkan bunyi dari tiap-tiap
huruf. Sedangkan kekurangan metode eja
sebagai berikut:
4. Kemudian membaca lambang dari tiap- 1. Peserta didik diharuskan untuk
tiap huruf. mengetahui setiap lambang huruf
5. Setelah itu siswa mengenali lambang kemudian menyusunnya menjadi kata,
dan hafal bunyi tiap-tiap huruf. maka membutuhkan waktu yang lama.
2. Apabila tidak diulang terus menerus
6. Huruf huruf itu dirangkai menjadi suku kebanyakan peserta didik akan mudah
kata. lupa antara bentuk dan bunyi huruf
7. Merangkai suku kata menjadi kata. tersebut.

8. Dilanjutkan membaca kalimat yang Selain itu, Kelebiahan yang mendasar


disusun dari kata-kata yang telah dari penggunaan metode eja ini adalah
diberikan. peserta didik dapat mengenal dan hafal abjad
dengan baik serta bunyi huruf di masing-
masing huruf, sehingga perserta didik dapat
membaca huruf, kata, serta kalimat dengan
baik. Dapat disimpulkan metode eja dapat
menyelesaikan masalah anak disleksia yang
mengalami hambatan dalam membaca bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang
permulaan. digunakan. Decoding adalah proses
penerjemahan rangkaian grafis ke dalam
Konsep Tentang Membaca Permulaan katakata. Penekanan membaca pada tahap
recording dan decoding merupakan proses
Pengertian Membaca perseptual yaitu pengenalan korespondensi
rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa
Membaca pada hakekatnya adalah
yang sering disebut dengan istilah membaca
suatu yang rumit melibatkan banyak hal,
permulaan sedangkan meaning lebih
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan,
ditekankan di kelas tinggi Sekolah Dasar.
tetapi juga melibatkan aktifitas visual,
Berdasarkan beberapa pendapat di
berfikir, dan metakognitif. Sebagai proses
atas maka dapat disimpulkan bahwa
visual membaca merupakan proses
pengertian membaca adalah proses
menerjemahkan simbol tulis (huruf)
memahami dan merekonstruksi makna yang
kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu
terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau
proses berfikir, membaca mencakup
makna yang terkandung dalam teks bacaan
aktivitas pengenalan kata, pemahaman
merupakan interaksi timbal balik, interaksi
literal, interprestasi, membaca kritis, dan
aktif, dan interaksi dinamis antara
pemahaman kreatif (Rahim, 2005).
pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca
Menurut Tarigan (2008: 7)
dengan kalimat-kalimat fakta dan informasi
mendefinisikan pengertian membaca adalah
yang tertuang dalam teks bacaan.
sebagai suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk
Konsep Membaca Permulaan
memperoleh pesan yang hendak
Belajar membaca bagi anak adalah
disampaikan oleh penulis melalui media
bagian terpenting bagi hidupnya karena
kata-kata atau bahasa tulis. Membaca
merupakan awal bagi mereka mengenal
mencakup: (1) membaca merupakan suatu
proses pembelajaran secara sistematis.
proses, (2) membaca adalah strategis, dan
Jadikan kegiatan belajar membaca sebagai
(3) membaca merupakan interaktif.
sarana yang mencerdaskan mereka, sebagai
Membaca merupakan suatu proses
investasi dalam membangun karakter, dan
dimaksudkan informasi dari teks dan
kesempatan baginya untuk merasa
pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca
istimewa. Proses belajar membaca
mempunyai peranan yang utama dalam
hendaknya dijadikan suatu hal yang
membentuk makna.
menyenangkan. Hingga mereka nantinya
Menurut Rahim (2005: 1), terdapat akan memiliki rasa senang belajar dan suka
tiga istilah yang sering digunakan untuk membaca (Elvina, Lubna : 2018).
memberikan komponen dasar dari proses Kemampuan membaca yang
membaca yaitu: recording, decoding, dan diperoleh dalam membaca permulaan akan
meaning. Recording merujuk pada kata- sangat berpengaruh terhadap kemampuan
kata dan kalimat kemudian membaca selanjutnya, sebagai kemampuan
mengasosiasikannya dengan bunyi-
yang mendasari kemampuan berikutnya lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995:4).
maka kemampuan membaca permulaan Sedangkan Supriyadi dkk (1996:197)
benar-benar memerlukan perhatian guru mengemukakan bahwa pengajaran
(Zuhdi, Darmiyati & Budiasih : 2004). membaca permulaan bertujuan agar siswa
Sebab jika itu tidak kuat, maka pada tahap memiliki pengetahuan dasar yang dapat
membaca selanjutnya siswa akan digunakan sebagai dasar untuk membaca
mengalami kesulitan untuk dapat memiliki bahasa Indonesia. Pengajaran membaca
kemampuan membaca yang memadai. permulaan adalah : agar anak dapat
Kemampuan membaca sangat diperlukan mengubah lambang-lambang tulisan menjadi
untuk setiap orang yang ingin memperluas bunyi-bunyi yang bermakna. Membaca
pengetahuan dan pengalaman, permulaan merupakan suatu proses
mempertinggi daya pikir, mempertajam keterampilan dan kognitif. Proses
penalaran untuk memcapai kemajuan dan keterampilan menunjuk pada pengenalan dan
peningkatan diri (Hasma dkk, 2014). penguasaan lambang-lambang 3 fonem,
sedangkan proses kognitif menunjuk pada
Pada tahap membaca permulaan, penggunaan lambang-lambang fonem yang
penguasaan jumlah kata anak masih sudah dikenal untuk memahami makna suatu
terbatas dan penguasaan pada abjad belum kata atau kalimat.
sepenuhnya dikuasai. Jadi masih ada huruf
yang sulit diucapkan dan sering dibaca Jenis Jenis Membaca Permulaan
salah, serta kemampuan membuat wacana Sukirno (2009: 6) mengatakan bahwa
tidak lebih dari tujuh baris, itupun ide secara umum jenis membaca ada dua
pokoknya belum tampak dan belum bisa macam, yaitu membaca permulaan dan
dianggap sebagai wacana yang baik. membaca lanjut. Membaca permulaan
Pengembangan yang tepat pada tahap diberikan kepada siswa semenjak di Taman
membaca permulaan ini perlu sekali, Kanak-kanak, kelas 1, dan kelas 2 Sekolah
biasanya yang paling cocok dan sesuai alam Dasar, sedangkan untuk membaca lanjut
anak yaitu membaca sambil bermain. diberikan kepada siswa kelas 3 Sekolah
Dasar sampai di Perguruan Tinggi.
Dengan demikian pengertian
Menurut Supriyadi, dkk. (1992: 127)
membaca permulaan dapat disimpulkan
pada membaca permulaan terdapat satu
bahwa membaca permulaan nerupakan
jenis membaca, yaitu membaca teknis
tahapan proses belajar membaca bagi murid
(membaca nyaring). Di Sekolah Dasar jenis
sekolah dasar mulai awal dengan membaca
membaca dengan cara menyaringkan atau
tulisan agar murid mengenal huruf, kata,
menyuarakan apa yang dibaca sebagian
membaca kata dan kalimat sedehana.
besar atau bahkan sepenuhnya dilakukan
pada kelas I dan II, sedangkan pada kelas
Tujuan Membaca Permulaan yang lebih tinggi frekuensi kegiatan
Tujuan membaca permulaan di kelas membaca teknis semakin dikurangi karena
awal adalah agar siswa dapat membaca pada kelas tinggi mengutamakan aspek
kata-kata dan kalimat sederhana dengan pemahaman. Membaca teknis ini juga
bertujuan untuk melatih siswa dalam mencakup pemahaman dan
menyuarakan lambang-lambang tertulis penggunaan bahasa ujaran atau
(Akhadiah, Sabarti. dkk : 1992/1993). tulisan. Gangguan tersebut
mungkin menampakkan diri
Konsep Kesulitan Belajar dalam bentuk kesulitan
Pengertian Kesulitan Belajar mendengarkan, berpikir, bicara,
Secara harfiah kesulitan belajar membaca, menulis, mengeja,
merupakan terjemahan dari bahada inggris atau berhitung.
“learning disability” yang berarti Berdasarkan definisi di atas maka
ketidakmampuan belajar. Kata disability dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar
diterjemahkan “kesulitan” untuk adalah istilah umum yang di hubungkan
memberikan kesan optimis bahwa anak dengan adanya kesulitan atau keterlambatan
sebenarnya masih mampu untuk belajar. yang signifikan dalam bidang akademik
Kesulitan belajar merupakan dasar (seperti berhitung, membaca, dan
peristilahan yang digunakan pada siswa- menulis).
siswa yang mempunyai kesulitan tidak
Cirui-ciri Anak Kesulitan Belajar
dapat mengikuti kegiatan belajar ,mengajar
disebabkan karena kurangnya intelegensi, Untuk mengenal berbagai jenis
kelainan sensoris, ketidak beruntungan atau kesulitan belajar yang di alami oleh anak,
ketidak cukupan budaya atau bahasa maka perlu kita amati berbagai aspek yang
(Bauer, Keefe and Shea, 2001). Kelainan berperan dan mempengaruhi kegiatan
ini di tampilkan dengan ditandai oleh belajar mengajar, yaitu:
adanya perbedaan antara kemampuan dan
prestasi akademik. Kelompok kecil ini, 1) Karena adanya gangguan fisik
kurang dari 3 persen dari populasi sekolah, seperti:penglihatan,pendengaran,
terbiasa dalam masalah kronis dalam bicara, cacat tubuh, cacat otak.
bidang keterampilan dasar akademis, 2) Karena gangguan emosi.
seperti membaca, menulis, mengeja dan 3) Karna keterbatasan berfikir atau
matematika. Beberapa siswa dengan lamban belajar
kesulitan belajar juga mungkin mempunyai 4) Karena memiliki kemampuan
masalah dengan keterampilan sosial, mental tinggi atau berbakat
beberapa diantaranya memiliki kesulitan (giftet/talentet).
dalam keterampilan fisik. 5) Karena gangguan khusus lainnya:
gangguan membaca,
Hallahan, Kauffman, dan Llyod perkembangan bahasa, berbicara,
(1985:14) menyatakan bahwa berhitung, motorik, konsentrasi
Kesulitan belajar di definisikan atau autistik.
sebagai sutau gangguan dalam Penyebab Kesulitan Belajar
satu atau lebih dari proses Prestasi belajar di pengaruhi oleh dua
psikologis dasar yang faktor, yaitu internal dan eksternal.
Penyebab utama kesulitan belajar (learning
disabilities) adalah faktor internal, yaitu terkadang sulit untuk memberikan kode
kemungkinan adanya disfusi neurologis, (pengkodean) angkah ataupun huruf.
sedangkan penyebab utama problem belajar Menurut (Jamaris, 2009) bahwa
(learning problems) adalah faktor eksternal, kesulitan belajar membaca sebagai jenis
yaitu berupa strategi pembelajaran yang kesulitan belajar yang paling banyak
keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang dihadapi siswa SD kelas awal atau kelas
tidak membangkitkan motivasi belajar randah. Terdapat 85% siswa kelas awal SD
anak, dan pemberian ulangan penguatan yang diidentifikasi mengalami kesulitan
(reinforcement) yang tepat (Abdurrahman, belajar, memiliki masalah utama yang
Mulyono : 2012). berhubungan membaca dan kemampuan
berbahasa.
Konsep Tentang Disleksia Pengartian di atas dapat disimpulkan,
Pengertian Disleksia bahwa disleksia merupakan kesulitan
Istilah disleksia berasal dari bahasa membaca, mengeja, menulis dan kesulitan
Yunani, yaitu “dys” yang berarti “sulit dalam mengartikan atau mengenali struktur
dalam” dan lex (berasal dari legein, yang kata-kata yang memberikan efek terhadap
artinya “berbicara”). Disleksia berarti proses belajar atau gangguan belajar.
kesulitan yang berhubungan dengan kata
atau simbol-simbol tulis atau “kesulitan Kerakteristik Disleksia
membaca”. Ada nama-nama lain yang Karateristik anak disleksia amat
menujuk kesulitan belajar membaca, yaitu bervariasi tergantung hakikat masalahnya.
corrective readers dan remedial readers Karateristik tentang anak disleksia
(Hallahan, dkk, 1985). memperoleh perhatian yang besar. Menurut
Menurut (Jamaris, 2014) disleksia Thomson dan Watkins mengatkan bahwa
merupakan kondisi yang berkaitan dengan disleksia memiliki kesulitan dalam tugas-
kemapuan membaca yang sangat tidak tugas berikut: (1) membaca dan menulis,
memuaskan. Pengertian lain juga (2) mengorganisir dan memahami waktu,
disampaikan oleh Mulyadi (dalam anggun, (3) mengingta urutan nomor dan
2015, hlm 173) Disleksia yaitu merupakan berkonsentrasi dam jangka waktu lama, (4)
kesulitan membaca, mengeja, menulis dan belajar dan memahami ucapan dan tulisan,
kesulitan dalam mengartikan atau (5) mengenali dan mengulang kembali
mengenali struktur kata-kata yang tulisan atau ucapan, (6) menemukan dan
memberikan efek terhadap prose belajar mengolah informasi tekstual (Mulyadi,
atau gangguan belajar. Sedangkan menurut 2008). Menurut Mercer ada empat
Snowling (Mulyadi, 2008) disleksia adalah: kelompok karakteristik kesulitan belajar
Gangguan kemampuan dan kesulitan yang membaca, yaitu berkenaan dengan (1)
memberikan efek terhadap proses belajar, kebiasaan membaca, (2) kekeliruan
diantaranya adalah gangguan dalam proses mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman,
membaca, mengucapkan, menulis dan dan (4) gejala-gejala serbaneka.
(Abdurrahman, 2012)
Anak berkesulitan belajar membaca dan membaca dengan penekanan yang tidak
sering mengalami kekeliruan dalam tepat.
mengenal kata. Kekeliruan jenis ini
mencakup penghilangan, penyisipan, Berbagai Kesalahan Disleksia
penggantian, pembalikan, salah ucap, Abdurrahman, (2012) mengemukakan
pengubahan tempat, tidak mengenal kata, bahwa anak berkesulitan belajar membaca
dan tersentak-sentak. Gejala penghilangan permulaan mengalami berbagai kesalahan
tampak misalnya pada saat dihadapkan dalam membaca sebagai berikut:
pada bacaan “Bunga mawar merah” dibaca 1. Penghilangan kata atau huruf
oleh anak “Bunga merah”. Penyisipan 2. Penyelipan ucapan kata
terjadi jika anak menambahkan kata pada 3. Penggantian kata
kalimat yang sedang dibaca misalnya 4. Mengucapkan kata salah dan
“Bapak pergi ke rumah paman” dibaca oleh bermakna berbeda
anak “Bapak dan ibu pergi ke rumah 5. Pengucapan kata salah tapi makna
paman”. Penggantian terjadi jika anak sama
mengganti kata pada kalimat yang sedang 6. Pengucapan kata salah tapi tidak
dibaca misalnya “Itu buku Kakak” dibaca bermakna
“Itu buku bapak”. Pembalikan tampak 7. Pengucapan kata dengan bantuan
seperti pada saat anak seharusnya membaca guru
“ubi” tetapi dibaca “ibu” dan kesalahan 8. Pengulangan
ucap tampak pada saat membaca tulisan 9. Pembalikan kata
“namun” dibaca “nanum”. Gejala 10. Pembalikan huruf
pengubahan tempat tampak seperti pada 11. Kurang memperhatikan tanda baca
saat membaca “Ibu pergi ke pasar” dibaca 12. Pembetulan sendiri
“Ibu ke pasar pergi”. 13. Ragu-ragu
Gejala keraguan tampak pada saat 14. Tersendak-sendak
anak berhenti membaca suatu kata dalam
kalimat karena tidak dapat mengucapkan METODE PENELITIAN
kata tersebut mereka sering membaca
dengan irama yang tersentak-sentak karena Penelitian ini menggunakan
sering berhadapan dengan kata-kata yang pendekatan kuantitatif. Menurut Kasiram
tidak dikenal ucapannya. Gejala kekeliruan (2008) penelitian kuantitatif adalah suatu
memahami bacaan tampak pada banyaknya proses menemukan pengetahuan yang
kekeliruan dalam menjawab pertanyaan menggunakan data berupa angka sebagai
yang terkait dengan bacaan, tidak mampu alat menganalisis keterangan mengenai apa
mengemukakan urutan cerita yang dibaca yang ingin diketahui. Penelitian ini
dan tidak mampu memahami tema utama dimaksudkan untuk meneliti dan
dan suatu cerita. Gejala serbaneka tampak mengetahui peningkatan kemampuan
seperti membaca kata demi kata, membaca membaca disleksia kelas III di SD Inpres
dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, Maccini Baru Makassar sebelum dan
sesudah penggunaan metode eja.
Jenis penelitian ini adalah penelitian membaca sebelum penggunaan eja dan tes
deskriptif. Menurut Sugiono (2005 :21) akhir digunakan untuk mengukur
Jenis penelitian deskriptif merupakan suatu kemampuan membaca sesudah penggunaan
metode yang digunakan untuk metode eja.
menggambarkan suatu hasil penelitian tapi Materi tes terdiri 10 soal tentang
tidak untuk membuat kesimpulan yang membaca permulaan. Kriteria penilaian
lebih luas. Penelitian ini dimaksudkan jawaban adalah apabila murid dapat
untuk memperoleh gambaran tentang menjawab dengan benar diberi skor 1 dan
peningkatan kemampuan membaca apabila murid tidak dapat menjawab sama
menggunakan metode eja pada murid sekali maka diberi skor 0. Dengan demikian
disleksia kelas III di SD Inpres Maccini skor maksimal yang dapat diperoleh murid
Baru Makassar. adalah 10 yaitu 10 X 1 = 10, sedangkan
Variable penelitian ini difokuskan skor minimal yang dapat diperoleh murid
untuk mengkaji satu variabel, yaitu adalah 10 yaitu 10 X 0 = 0 yang akan
mengenal huruf m dan n, suku kata, dan ditetapkan pada tes awal dan tes akhir.
kalimat sederhana. Sedangkan definisi Teknik Wawancara
operasional variable untuk memperoleh Teknik wawancara dilakukan untuk
pemahaman dan kesamaan pengertian mendapatkan data tambahan (data
terhadap penelitian ini maka dianggap perlu sekunder) dan untuk melengkapi data hasil
didefinisikan secara operasional. Adapun tes kemampuan membaca subjek penelitian
definisi operasional terhadap variabel (data primer).
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Teknik Dokumentasi
Murid dikatakan mampu jika menyebutkan Teknik dokumentasi dilakukan
huruf M dan N dalam tes mengenal huruf m dengan cara mengumpulkan data dan
dan n, suku kata, dan kalimat memalui menyimpan data atau informasi dari
penerapan metode eja. berbagai sumber yang berkaitan erat dengan
Subjek dalam penelitian adalah penelitian ini.
seorang murid yang bernama fatir (laki- Teknik Analisis Data
laki) berusia 10 duduk kelas III SD Inpres Setelah data terkumpul, data yang
Maccini Baru Makassar. diperoleh dianalisis dengan menggunakan
Teknik Tes analisis deskriptif dengan maksud untuk
Teknik pengumpulan data yang mendeskripsikan secara lengkap, jelas dan
digunakan dalam penelitian ini adalah tes akurat mengenai kemampuan membaca
hasil belajar bahasa Indonesia, tes ini pada murid disleksia kelas III SD Inpres
bertujuan untuk mengukur hasil belajar Maccini Baru Makassar baik sebelum
murid disleksia kelas III SD Inpres Maccini pemberian perlakuan maupun setelah
Baru Makassar dalam mata pelajaran pemberian perlakuan melalui penggunaan
bahasa Indonesia khususnya membaca, tes metode eja.
dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal Adapun prosedur analisisnya
digunakan untuk mengukur kemampuan sebagai berikut:
1. Mentabulasikan data hasil tes kepentingan analisis data tersebut di atas
sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada tabel rekapitulasi
2. Kategorisasi skor tes awal dan kemampuan membaca sebelum dan setelah
tes akhir, kemudian dikonvensi penerapan metode eja sebagai berikut:
ke nilai dengan rumus :
skor yang diperoleh Tabel perbandingan skor kemampuan
Nilai Akhir = = x 100
skor ideal
membaca sebelum dan setelah
3. Untuk memperjelas adanya
penerapan metode eja tahap 1-3
peningkatan maka akan
Tahap pengenalan huruf dan bunyi
divisualisasikan dalam diagram
skor
batang (Arikunto, 2004:236)
No inisial sebelum setelah
Untuk mengetahui ada tidaknya
1. F 3 8
peningkatan kemampuan membaca pada
Tahap membaca kata dan membedakan
murid pada murid disleksia kelas III SD
huruf
Inpres Maccini Baru Makassar maka
skor
dilakukan perbandingan antara hasil tes
No inisial sebelum setelah
awal dengan hasil tes akhir, dengan kriteria
1. F 3 7
sebagai berikut:
Tahap membaca kalimat
a. Jika nilai hasil tes akhir lebih
skor
dari tes awak maka
No inisial sebelum setelah
dikategorikan ada
1. F 1 6
peningkatan.
b. Jika nilai tes awal lebih besar
Tabel nilai Kemampuan Membaca
dari nilai akhir maka,
Sebelum dan Setelah Penerapan Metode
dikategorikan tidak ada
Eja Pada Murid Disleksia dari tahap 1-3
peningkatan
Tahap pengenalan huruf dan bunyi huruf
Untuk menarik kesimpulan maka
skor
dipergunakan diagram garis untuk
No inisial sebelum setelah
mendeskripsikan setiap perubahan pada saat
1. F 30 80
pemberian perlakuan dan untuk mengetahui
Tahap membaca kata dan membedakan
ada tidaknya peningkatan kemampuan
huruf
membaca pada murid pada murid disleksia
skor
kelas III Inpres Maccini Baru Makassar
No inisial sebelum setelah
dipergunakan diagram batang.
1. F 30 70
Tahap membaca kalimat
Hasil Penelitian
skor
Pengujian pertanyaan penelitian yang
No inisial sebelum setelah
diajukan adalah apakah penerapan metode
1. F 10 60
eja dapat meningkatkan kemampuan
membaca pada murid disleksia kelas III di
SD Inpres Maccini Baru Makassar. Untuk
Grafik nilai hasil belajar membaca dengan waktu, arah, dan masa.
murid disleksia sebelum dan setelah (Abdurrahman, Mulyono : 2012). Sehingga
penerapan metode eja tahap 1-3 untuk memiliki kemampuan membaca yang
memadai agar dapat menerima informasi
dalam pembelajaran memerlukan teknik,
strategi, media dan metode yang tepat.
Metode Eja merupakan suatu metode
pengajaran yang menekankan pada
pengenalan kata melalui proses
mendengarkan bunyi huruf (Abdurrahman,
Mulyono : 2012). Menurut Jamaris, metode
eja merupakan metode menyebutkan suara
Pembahasan Hail Penelitian huruf (Jamaris, Martini. 2014 : 145).
Membaca adalah suatu kegiatan (Purwanto, Ngalim & Djeniah, 1997)
interaktif untuk memahami arti atau makna menarik kesimpulan metode eja adalah
yang terkandung di dalam bahan tulis. Pada belajar membaca yang dimulai dari
hakikatnya membaca adalah suatu proses mengeja huruf demi huruf. Pendekatan
membangun pemahaman wacana tulis. yang dipakai dalam metode eja adalah
Proses ini terjadi dengan cara menjodohkan pendekatan harfiah. Peserta didik mulai
atau menghubungkan skemata pengetahuan diperkenalkan dengan lambang-lambang
dan pengalaman yang telah dimiliki huruf.pembelajaran metode eja terdiri dari
sebelumnya dengan isi informasi dalam pengenalan huruf atau abjad A sampai
wacana sehingga membentuk pemahaman dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau
terhadap wacana yang dibaca. fonem. Metode kata lembaga didasarkan
Salah satu dari jenis membaca yang atas pendekatan kata, yaitu cara memulai
paling penting adalah membaca permulaan. mengajarkan membaca permulaan dengan
Melalui membaca permulaan murid mampu menampilkan kata-kata. Dapat disimpulkan
mengenali huruf, suku kata, kata, kalimat, bahwa metode eja adalah metode belajar
dan mampu membaca dalam berbagai membaca yang dimulai dengan melafalkan
konteks (Santoso, P. 2009). Belajar huruf-huruf konsonan menurut bunyi
membaca tentu berbeda-beda pada setiap konsonan itu.
anak. Ada anak yang cepat dalam belajar Sebagaimana hasil penelitian dan
membaca dan ada pula anak yang analisis deskriptif yang dilakukan diketahui
cenderung lambat. Menurut Bryan dan bahwa kemampuan membaca murid
Bryan seperti dikutip oleh Mercer, disleksia disleksia kelas III di SD Inpres Maccini
sebagai suatu sindroma kesulitan dalam Baru Makassar sebelum penerapan metode
mempelajari komponen-komponen kata dan eja termasuk dalam kategori tidak mampu.
kalimat, mengintegrasikan komponen- Hal itu disebabkan oleh penerapan model
komponen kata dan kalimat, dan dalam pembelajaran yang kurang tepat. Setelah
belajar segala sesuatu yang berkenaan melakukan pembelajaran membaca dengan
menerapkan metode eja, kemampuan Daftar Pustaka
membaca murid disleksia kelas III
mengalami peningkatan pada setiap murid. Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak
Hal ini dapat dilihat dari kemampuan Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
menyelesaikan soal membaca sesudah
Cipta.
menerapkan metode eja pada murid
disleksia kelas III di SD Inpres Maccini Akhadiah, Sabarti. dkk 1992/1993. Bahasa
Baru Makassar termasuk dalam kategori
Indonesia III. Jakarta. Proyek
mampu itu disebabkan dengan penggunaan
model pembelajaran yang tepat untuk Pembinaa Tenaga Kependidikan.
materi pembelajaran. Depdikbud.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa selama proses pembelajaran bahasa Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian.
indonesia, murid disleksia kelas III lebih Jakarta: Rineka Cipta.
bergairah / bersemangat dalam
menyelesaikan/mengerjakan soal-soal yang Asti, kurnia. “Keefektifan Metode Eja dan
diberikan, setelah menerapkan metode eja. Metode SAS Berdasarkan Minat
Pada awal pengajaran peneliti menjelaskan
Belajar dalam Pembelajaran
pembelajaran yang akan diterapkan pada
murid disleksia yaitu metode eja. Di dalam Keterampilan Membaca dan Menulis
metode tersebut peneliti memberikan 3 Permulaan Pada Siswa Kelas I
tahap yakni tahap pengenalan huruf, tahap Sekolah Dasar” jurnal seloka 5 (2)
membaca kata, dan tahap membaca kalimat.
2016. online.
Dari tahap tersebut murid termotivasi dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai http//journal.unnes.ac.id/sju/index.php
prestasi yang maksimal. /seloka seloka
Dengan demikian terlihat bahwa
model pembelajaran metode eja memberi Bauer, Keete, and Shea. 2001. Student
hasil yang baik dalam meningkatkan With Learning Disabilities or
kemampuan membaca membaca khususnya
Emotional and Behevior Disorder,
pada murid disleksia kelas III di SD Inpres
Maccini Baru Makassar. Jika pembelajaran Upper Saddle Rive, NJ : Merril.
dilanjutkan kemungkinan perolehan
Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa
kemampuan membaca murid disleksia kelas
III di SD Inpres Maccini Baru Makassar. Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
bisa mencapai nilai maksimal yaitu 100. 1999)

Elvina, Lubna. 2018. Belajar Cepat


Membaca Tanpa Mengeja. Jakarta: PT
Buku Seru
Halimah, Andi . 2017. Pengembangan Purwanto, Ngalim. & Djeniah. 2017,
Metode Membaca Permulaan Bagi Psikologi Pendidikan ( Bandung: PT
Siswa SD/MI di Kabupaten Gowa. Remaja Rosdakarya)
Disertasi program pascaserjana
Rahim, F. 2008. Pengajaran Membaca di
universitas negeri makassar.
Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.\
Hallahan, Kauffman, & Llyod, 1985.
Resmini, dkk. 2006. Pembinaan dan
“Introduction to Learning
Pengembangan Pembelajaran Bahasa
Disabilities”, Learning Disabilities
dan Sastra Indonesia. Bandung:
quarterly.
UPI Press. Online.
Hasma, dkk. 2014 “ Meningkatkan
http://lib.fkip.unpak.ac.id/index.php?p
Keterampilan Membaca Permulaan
melalui Metode Bermain pada Siswa =show_detail&id=11312&keywords=
Santoso, P. 2009. Materi Pembelajaran
Kelas I SDN Nambo Kec. Bungku
Bahasa Indonesia SD. Jakarta :
Timur”,Jurnal Kreatif Tadulako Universitas Terbuka
Online Vol. 3 No. 1,ISSN 2354-614X, Sugiono. 2005. Metode Penelitian.
h. 150. Bandung: Alphabet
Sukirno. 2009. Sistem Membaca
Jamaris, Martini. Kesulitan Belajar: Pemahaman yang Efektif. Purworejo:
UMP Pres
Perspektif, Asesmen, dan
Supriyadi, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa
Penanggulangannya (Jakarta: PT Indonesia 2: Modul UT. Jakarta
Depdikbud.
Ghalia Indonesia)
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis
Kasiram. 2008. Metodelogi Penelitian. Sebagai Suatu Keterampilan
Yogyakarta: Pustaka baru press Berbahasa.Bandung: Angkasa.

Linda, Puspita 2008. Pembelajaran


Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
(Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi)

Mulyadi, H, 2008. Diagnosis Kesulitan


Belajar dan Bimbingan Terhadap
Keesulitan Belajar Khusus.
Yogyakarta. Nuha Litera.

Anda mungkin juga menyukai