Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk

mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu penguasaan terhadap

matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami

dengan betul dan benar sejak dini. Hal ini karena konsep-konsep dalam

matematika merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suatu konsep disusun

berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, dan akan menjadi dasar bagi

konsepkonsep selanjutnya, sehingga pemahaman yang salah terhadap suatu

konsep, akan berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep

selanjutnya.

Sepintas lalu konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar

(SD) khususnya SDLB, sangatlah sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi

matematika SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak

boleh dipandang sepele. Diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-

konsep tersebut, agar siswa mampu memahaminya secara benar, sebab kesan dan

pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar dapat terus

terbawa pada masa-masa selanjutnya.

Kompetensi dasar (KD) kelas 1 menjelaskan makna bilangan cacah dan

menentukan nilai bilagan tengah dengan menggunakan model konkrit serta cara

membacanya. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau

rata-rata, akan tetapi karna perkembangan intelegensi oleh perkembangan bahasa,

1
2

maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan

oleh kesulitan memahami bahasa. Anak tunarungu akan mempunyai prestasi lebih

rendah jika dibandingkan dengan anak normal atau mendengar untuk materi

pelajaran yang diverbalisasikan. (permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996:

35). Siswa sekolah dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12

tahun atau 13 tahun. Menurut piageat, mereka berada pada fase operasional

konkret. Kemampuan yang tampak dalam fase ini adalah kemampuan dalam

proses berpikir untuk mengoprasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih

terikat dengan obyek yang bersifat konkret ( Heruman, 2007:1). Dari usia

perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan obyek konkret yang dapat

ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa

memerlukan alat bantu yang berupa media dan alat praga yang dapat memperjelas

apa yang disampaikan oleh guru.

Hambatan-hambatan yang ada pada anak tunarungu akan dapat

diminimalkan apabila anak tunarungu memperoleh pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhannya sejak dini. Salah satu layanan yang dapat diberikan untuk anak

tunarungu yaitu layanan pembelajaran anak tunarungu di sekolah. Dalam hal ini

memahami lambang bilangan. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru seharusnya

dibuat dengan kondisi yang menyenangkan serta harus benar-benar memanfaatkan

sisa pendengaran yang masih dimiliki anak dan indera lain selain indera

pendengaran secara optimal. Sisa pendengaran dan indera penglihatan anak

tunarungu dapat dimanfaatkan secara optimal dalam menerima informasi dari

luar. Untuk dapat mengajarkan kepada anak tentang berbagai benda-benda yang
3

ada di sekitarnya guru masih mengalami kesulitan, karena di samping usia anak

anak yang masih terbilang sangat kecil mereka terkadang masih kurang tertarik

untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Mereka masih senang bermain bersama

teman-temannya dari pada belajar. Oleh sebab itu, perlu adanya media yang dapat

membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa-siswanya.

Berdasarkan hasil observasi pada proses pembelajaran matematika yang

dilakukan oleh calon peneliti pada tanggal 25-27 Oktober 2017 di SLB Negeri 2

Makassar, peneliti mendapatkan beberapa masalah yaitu siswa tuna rungu kelas I

SLB Negeri 2 Makassar mengalami kesulitan dalam mengenal lambang bilangan,

yaitu “MR”. Hal ini terbukti pada saat kegiatan proses pembelajaran yang diamati,

apabila “MR” di minta untuk menunjukkan angka 1-5 maka murid menunjuk

dengan benar, akan tetapi pada hari berikutnya siswa tidak mampu memahami

kembali lambang bilangan yang dipelajari sebelumnya. Selain itu media yang

digunakan oleh guru hanya berupa puzzle sehingga siswa kurang termotivasi

untuk belajar.

Berdasarkan pada masalah dalam memahami bilangan yang di alami oleh

siswa tuna rungu kelas 1 di SLBN 2 Makassar dari hasil observasi jelas bahwa

siswa memerlukan adanya sebuah media yang dapat meningkatkan kemampuan

memahami bilangan sehingga komunikasi dapat di lakukan dengan lancar guna

mempermudah proses penyampain dan penerimaan informasi dan materi

pembelajaran dapat di terima dengan baik. Media tersebut harus dapat

memperjelas materi yang disampaikan dan dapat menarik perhatian, motivasi, dan

daya ingat siswa. Apabila dilihat dari ketersediaan media pembelajaran yang ada
4

di SLBN 2 Makassar, sudah dapat dikatakan media-media pembelajaran yang

tersedia cukup baik. Tetapi melihat pada kenyataannya, media-media yang ada

tersebut kurang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru-guru dalam

melakukan proses belajar mengajar di kelas. Tentunya hal ini menjadi

permasalahan yang amat disayangkan karena media-media yang tersedia

seharusnya dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran dan

mempermudah penyampaian materi kepada siswa, tidak hanya menjadi inventaris

media sekolah saja.

Berdasarkan data dan informasi diatas maka penelitian ini akan

memfokuskan pada memahami lambang bilangan dengan menggunakan media

power point pada siswa tunarungu kelas dasar 1 di SLBN 2 Makassar. Menurut

Tejo Nurseto (2011: 19-20) menyatakan bahwa “powerpoint merupakan salah

satu software yang dirancang khusus untuk menampilkan media dengan menarik,

mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relatif murah”. Dapat

disimpulkan bahwa media powerpoint salah satu jalan artenatif agar anak dapat

memahami lambang bilangan dengan menarik dalam hal ini angkah 1-5 bagi

siswa inisial MR sehingga media powerpoint menjadi solutif untuk perkembangan

dalam pembelajaran bagi siswa tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti bermaksud melakukan

penelitian dengan judul “Penggunaan Media Power Point Dalam Meningkatkan

Kemampuan Memahami Lambang Bilangan Pada Siswa Tuna Rungu Kelas Dasar

1 Di SLB Negeri 2 Makassar”


5

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kemampuan mengenal lambang bilangan 1-5 pada siswa

tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar melalui penggunaan media

power point ?

2. Bagaimanakah kemampuan mengenal lambang bilangan 1-5 pada siswa

tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar sebelum dan sesudah

penggunaan media powerpoint?

3. Apakah ada peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan 1-5

pada siswa tunarungu kelas 1 di SLBN 2 Makassar melalui penggunaan

media power point?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini berdasarkan rumusan

masalah di atas :

1. Untuk mengetahui kemampuan mengenal lambang bilangan 1-5 pada

siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar sebelum pengunaan

media power point.

2. Untuk mengetahui kemampuan mengenal lambang bilangan 1-5 pada

siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar sesudah pengunaan

media power point.


6

3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan

1-5 pada siswa tunarungu kelas 1 di SLBN 2 Makassar melalui

penggunaan media powerpoint.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis.

a. Manfaat teoritis ini di harapkan dapat menambah wawasan keilmuan dan

pengetahuan siswa, khususnya dalam memahami lambang bilangan

dengan menggunakan media power point.

2. Manfaat praktis

a. Bagi peserta didik

Hasil penelitian ini dapat membantu siswa dalam memahami lambang

bilangan melalui media yang lebih menarik yaitu dengan menggunakan

media power point.

b. Manfaat bagi pendidik

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai gambaran dalam

menerapkan media pembelajaran yang tepat,khususnya untuk memahami

lambang bilangan.

c. Bagi kepala sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

kebijakan penggunaan media power point dalam pembelajaran memahami

lambang bilangan 1-5 bagi anak tuna rungu di sekolah


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN


PERTANYAAN PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1. Kajian Konsep Komputer

a. Pengertian Komputer

Istilah komputer mempunyai arti yang luas dan berbeda untuk

orang yang berbeda. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa

Latin Computare yang berarti menghitung (to compute atau reckon).

Berikut ini ada beberapa definisi tentang komputer yang disajikan oleh

beberapa para ahli : Menurut Sujatmiko (2012:156) komputer adalah

mesin yang dapat mengolah datadigital dengan mengikuti serangkaian

perintah atau program. Menurut Sutanta (2011:01) komputer berasal dari

bahasa latin, yaitu komputareyang berarti menghitung (to compute/to

reckon).Sedangkan pengertian komputer menurut Jogiyanto (2006:2)

komputer adalah alat elektronik yang menerima inputdata, mengolah data,

dan memberikan informasi dengan menggunakan suatu program yang

tersimpan di memori komputer (stored program) dan menyimpan program

dan hasil pengolahan yang bekerja secara otomatis. Menurut Gordon B

Davis (2010:64) komputer adalah alat yang dipakai untuk mengolah data

menurut prosedur yang telah dirumuskan. komputer menurut Asyad

(Yudhi Munadi 2008 :148) mampu melibatkan berbagai indera dan organ

tubuh, seperti telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik), yang

dengan pelibatan ini dimungkinkan informasi atau pesannya mudah

7
dimengarti. Dengan banyaknya sumber belajar dalam komputer yang telah

merangsang beberapa indera diharapkan dapat mengaktifkan fungsi-

8
9

fungsi psikologis siswa meliputi fungsi kognitif, fungsi konatif –

dinamik, fungsi afektif, dan fungsi sensori – motorik.

Kata komputer semula dipergunakan untuk menggambarkan orang

yang pekerjaanya melakukan perhitungan aritmatika, dengan atau tanpa

alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu

sendiri. Asal mulanya pengolahan informasi hampir eksklusif

berhubungan dengan masalah aritmatika, tetapi komputer modern dipakai

untuk banyak tugas yang tidak berhubungan dengan matematika.

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa komputer adalah

alatelektronik yang dapat menghitung atau mengolah data dengan

mengikuti serangkaian perintah yakni dalam membuat media dengan

melibatkan berbagai indera dan organ tubuh, seperti telinga (audio), mata

(visual), dan tangan (kinetik), serta informasi atau pesan yang di

sampaikan mudah dimengarti.

b. Manfaat Komputer

kemampuan komputer untuk secara cepat berinteraksi dengan

individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan

bergabung dengan media lain untuk menampilkan serangkaian besar

stimulasi audio visual, menjadikan komputer media yang dominan dalam

bidang pembelajaran (Ronald Andreson, 1987 : 195). Dengan cepat

komputer menjadi sesuatu yang biasa digunakan dalam berbagai kegiatan

intruksional misalnya produksi grafis dan audio visual lainnya, serta

pengembangan, penyampaian, dan pengelolaan bahan-bahan intruksional.


10

Dalam buku yang ditulis Ronald Andreson (1987 : 198) secara umum

pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran dapat diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok, yaitu Sebagai alat bantu dalam proses belajar dan

pembeljaran, dan sebagai pencipta proses belajar dan pembelajaran.

Adapun dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran

Seperti misalnya : komputer dapat membantu kegiatan administrasi

pendidikan. Untuk kegunaan ini biasanya menggunakan CMI singkatan

dari Computer Managed Instruction. Pemanfaatan media komputer jenis

ini berfungsi untuk mempercepat pengolahan data pendidikan. Informasi

data yang begitu banyaknya, kebutuhan pendidikan, proses pendidikan dan

hasil pendidikan diolah dengan bantuan CMI terasa lebih efisien, cepat

dan murah sehinga dapat paralel dengan kegiatan dan proses pendidikan

itu sendiri. Informasi data yang dimaksud dalam hal ini dapat berupa :

jumlah peserta didik, jumlah ketenagakerjaan di bidang pendidikan,

keadaan bangunan dan perlengkapan, jumlah biaya yang digunakan dan

sebagainya.

2) Sebagai pencipta proses belajar dan pembelajaran itu sendiri.

Dalam pemanfaatan media komputer jenis ini dikenal dengan istilah

CAI (Computer Assisted Instruction). Dalam pemanfaatan media

komputer ini meskipun komputer secara esktrim tidak dapat menggantikan

proses pembelajaran dengan tatap muka, namun antara peserta didik

dengan komputer dapat berkomunikasi dan terjadi interaksi secara


11

mandiri, dengan demikian dapat menghasilkan sebuah hasil belajar yang

efektif.

Secara umum jenis CAI dalam proses pembelajaran memiliki dua

peranan, yakni ;

a) sebagai tutor penggati. Pada jenis ini para siswa dapat berpartisipasi

dalam suatu dialog secara interaktif. Dalam model ini para siswa

berinteraksi langsung dengan komputer yang diprogram secara khusus

untuk memberikan reaksi atau respondari stimulus atau aktivitas yang

dilakukan oleh seorang siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang

telah disiapkan. Komputer tersebut kemudian dapat menyediakan

informasi belajar tambahan sebagai pelengkapnya, yang selanjutnya

menghendaki adanya jawaban segera oleh para siswa yang

bersangkutan.

b) Jenis yang kedua adalah laboratorium stimulasi, yang menyediakan

kemudahan bagi para siswa ang hendak melaksanakan eksperimen

berdasarkan sistem model yang telah diprogramkan ke dalam

komputer melalui CAI tersebut.

CAI memiliki keluwesan dan kemampuan untuk memberikan

pelajaran dan penanaman konsep secara bervariasi, maka model tersebut

dianggap sebagai seorang tutor pengganti yang sabar tanpa batas sekaligus

dapat memberikan bantuan kepada para siswa bahan referensi yang

diperlukan dan menarik perhatian serta kreatifitas siswa.


12

2. Kajian Mengenai Media aplikasi Power Point

a. Pengertian Powerpoint

Menurut Hujair AH Sanaky (2010: 132), powerpoint adalah “program

aplikasi presentasi yang merupakan salah satu program aplikasi komputer

dibawah Microsoft Office”. Media powerpoint menurut Adi Kusrianto (2007: v)

adalah “salah satu program untuk slide presentasi yang sangat mudah

dioprasionalkan. Melalui powerpoint seseorang dapat menuangkan ide dalam

bentuk visual yang menarik dalam waktu singkat”. Tejo Nurseto (2011: 19-20)

menyatakan bahwa “powerpoint merupakan salah satu software yang dirancang

khusus untuk menampilkan media dengan menarik, mudah dalam pembuatan,

mudah dalam penggunaan dan relatif murah”. Microsoft powerpoint adalah

sebuah software yang dikembangkan oleh perusahaan microsoft dan merupakan

salah satu program berbasis multimedia.

Program powerpoint merupakan salah satu software yang

dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan

menarik. Di dalam komputer, program ini sudah dikelompokkan ke dalam

program microsoft office. Program powerpoint sebenarnya merupakan

program untuk membuat presentasi namun dengan fasilias yang ada pada

powerpoint, dapat dipergunakan untuk membuat media pembelajaran.

Berdasarkan pengertian diatas, maka powerpoint merupakan salah

satu media yang mampu menampilkan program multimedia dengan

menarik seperti gambar,animasi, video atau obyek lainnya yang dapat

digunakan sebagai media pembelajaran untuk menunjang proses


13

pembelajaran. Media powerpoint yang digunakan dalam penelitian ini

dirancang oleh peneliti sendiri. Powerpoint ini berbentuk softfile yang

ditayangkan pada sebuah komputer atau laptop dan dihubungkan ke layar

dengan menggunakan proyektor.

Powerpoint memberikan pembelajaran tentang pemahaman

bilangan. Powerpoint berisi 2 program utama yaitu memahami lambang

bilangan dan latihan soal. Lambang bilangan yang dikenalkan meliputi

angka 1-20 . Pada program memahami lambing bilangan terdapat gambar

hewan dan beberapa benda yang terdapat di dalam kelas beserta jumlah

dan lambing bilangannya. Sedangkan pada program latihan soal terdapat

10 tipe soal yaitu menjodohkan jumlah bilangan dengan lambangnya.

b. Langkah Pembelajaran pemahaman bilangan melalui Media Powerpoint

Langkah pembelajaran menggunakan media powerpoint menurut

Tri Siswaryanti (Rahyu 2013) adalah,sebagai berikut:

1) Yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap dan siap

digunakan

2) Jelaskan tujuan yang akan dicapai.

3) Jelaskan lebih dahulu apa yang harus dilakukan peserta didik selama

proses pembelajaran.

4) Hindari kejadian-kejadian yang bisa mengganggu perhatian/konsentrasi

dan ketenangan peserta didik.

Menurut Ciremai (2008) langkah-langkah dalam pemanfaaatn

media powerpoint adalah :


14

1) Merumuskan tujuan pengajaran sesuai dengan memanfaatkan media

2) Persiapan guru, pada fase ini guru memilih dan memanfaatkan media

guna mencapai tujuan pembelajaran

3) Persiapan kelas, siswa atau kelas harus mempunyai persiapan dalam

menerima pelajaran dengan menggunakan media tersebut.

4) Langkah penyajian dan pemanfaatan media. Pada fase ini penyajian

bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran.

5) Langkah kegiatan belajar. Pada fase ini siswa belajar dengan

memanfaatkan media

6) Langkah evaluasi. Pada langkah ini kegiatan belajar kemudian dievaluasi

sampai sejauh mana tujuan pengajaran tercapai.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkonstruksi langkah-langkah

pembelajaran memahami lambang bilangan dengan mengacu pada teori

menurut Anakciremai (2008) yang di modifikasi, sehingga merumuskan

langkah-langkah penggunaan media sebagai berikut :

1) Guru menata media yang akan digunakan.

2) Sebelum memulai pembelajaran guru menyiapkan siswa

3) Guru membuka media powerpoint.

4) Mengenalkan macam-macam benda yang menyerupai lambang bilangan

sebagai materi pembuka.

5) Siswa mulai menyebutkan, menghitung, menunjukkan, mengulangi, dan

menuliskan bilangan 1-20.

6) Tahap selanjutnya adalah guru mengadakan evaluasi.


15

c. Kelebihan dan Kekurangan

Setiap media memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Daryanto

(2010: 164), kelebihan media powerpoint adalah sebagai berikut:

1) Penyajiannya menarik karena ada permainan warna, huruf dan


animasi, baik animasi teks maupun gambar atau foto.
2) Lebih merangsang anak untuk mengetahui lebih jauh informasi
tentang bahan ajar yang tersaji
3) Menberikan kemungkinan pada penerima pesan untuk mencatat
4) Pesan informasi secara visual mudah dipahami peserta didik
5) Tenaga pendidik tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar
yang sedang disajikan
6) Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan, dan dapat dipakai secara
berulang-ulang
7) Dapat disimpan dalam bentuk data optik atau magnetik
(CD/disket/flashdisk), sehingga praktis untuk dibawa kemana-
mana
Ciri media pembelajaran berbasis komputer salah satunya media

presentasi menggunakan powerpoint memiliki beberapa keunggulan (Dina

Indriana 2011 : 53-54) yaitu: “(a) Adanya peragaan yang ditangkap oleh

indera, (b) sebagai bentuk komunikasi guru dan murid, dan (c) alat bantu

dalam mengajar di kelas”.

Pendapat senada dipaparkan oleh Hamzah B. Uno dan Nina

Lamatenggo (2010: 132-133) bahwa media presentasi powerpoint

memiliki Beberapa keunggulan yaitu:

1) Dapat menampilkan gambar yang realistis; 2) Dapat


memperlihatkan berbagai macam objek yang akan membuat
pembelajaran lebih menarik, 3) Dapat memproyeksikan gambar
kecil menjadi ukuran yang lebih besar; 4) Membantu pemahaman
siswa tentang suatu objek; 5) Proses pembelajaran dapat dilakukan
dengan ataupun tanpa suara; dan 6) Proses pembelajaran dapat
dilakukan di ruang kelas secara berkelompok atau individual.
16

Media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran selain memiliki

kelebihan, media juga memiliki kelemahan. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad

Rivai (2002: 17), media presentasi powerpoint juga memiliki kelemahan antara

lain meliputi: “(a) Belum tentu semua gambar visual dapat disenangi oleh para

siswa, dan (b) Siswa harus dibimbing dalam menerima dan menyimak pesan-

pesan visual secara tepat”.

Beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan

powerpoint dapat meningkatkan konsep berhitung pada siswa tunarungu

kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar.

3. Kajian Mengenai Lambang Bilangan

a. Pengertian Bilangan

Bilangan merupakan bagian dari matematika yang penting untuk

dipelajari sejak dini karena akan menjadi dasar penguasaan konsep-konsep

matematika selanjutnya di jenjang pendidikan (formal) berikutnya.

Merserve dalam (Dali S. Naga: 1980: 42) menyatakan bahwa bilangan

adalah suatu abstraksi. Sebagai abstraksi bilangan tidak memiliki

keberadaan secara fisik. Sedangkan menurut Pakasi dalam (Sriningsih:

2009: 45), bilangan merupakan suatu konsep matematika yang di

dalamnya terdapat unsur-unsur penting yang terdapat dalam bilangan

seperti nama, urutan, lambang, dan jumlah.

Lebih lanjut Sudaryanti (2006: 1), menjelaskan bahwa bilangan

adalah suatu konsep matematika yang bersifat abstrak yang sangat penting
17

untuk anak sebagai landasan dasar penguasaan konsep matematika di

jenjang pendidikan selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka bilangan merupakan konsep

matematika yang bersifat abstrak. Bilangan mempunyai unsur-unsur

penting di dalamnya, seperti: nama, urutan, lambang, dan jumlah.

Bilangan penting untuk dipelajari sejak dini karena akan menjadi dasar

dari penguasaan konsep matematika berikutnya.

b. Macam-macam Bilangan.

Sudaryanti (2006: 4), menyatakan bahwa terdapat 9 macam

bilangan, yaitu: bilangan kardinal, bilangan ordinal, bilangan asli, bilangan

prima, bilangan komposit, bilangan sempurna, bilangan cacah, bilangan

bulat, dan bilangan pecahan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut

1) Bilangan kardinal, yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan

banyaknya anggota suatu himpunan.

2) Bilangan ordinal adalah bilangan yang berfungsi untuk menyatakan urutan

atau rangking (tingkat).

3) Bilangan asli merupakan terjemahan dari natural numbers. Istilah bilangan

asli dimaksudkan sebagai bilangan yang pertama kali dikenal dan

digunakan oleh manusia. Bilangan asli adalah bilangan yang digunakan

untuk membilang.

4) Bilangan prima yaitu bilangan asli yang tepat memiliki dua faktor (1 dan

dirinya sendriri).
18

5) Bilangan komposit, disebut juga dengan bilangan tersusun yang

didefinisikan dengan bilangan asli yang memiliki lebih dari dua faktor.

6) Bilangan sempurna, yaitu bilangan asli yang jumlah faktornya (kecuali

faktor yang sama dengan dirinya) sama dengan bilangan tersebut.

7) Bilangan cacah merupakan terjemahan dari whole numbers. Jika ke dalam

himpunan bilangan asli ditambah bilangan 0 (nol), kita peroleh himpunan

bilangan cacah.

8) Bilangan bulat, merupakan gabungan antara himpunan semua bilangan asli,

nol, dan himpunan semua lawan bilangan asli.

9) Bilangan pecahan, tebagi menjadi dua yaitu pecahan biasa dan desimal.

Berdasarkan dari uraian tentang macam-macam bilangan, pada

penelitian ini menggunakan bilangan asli, yaitu bilangan yang digunakan

untuk membilang. Lambang bilangan yang digunakan yaitu dari bilangan

1 – 5, hal tersebut dikarenakan anak baru mulai mengenal bilangan.

4. Konsep Tunarungu

a. Pengertian tunarungu

Istilah tunarungu diambil dari kata “Tuna” dan “Rungu” Tuna

artinya kurang dan Rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan

tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu

mendengar suara (Permanarian Somad dan Tati Hernawati: 1996: 26).

Dari istilah tersebut banyak ahli mengemukakan tentang pengertian

tunarungu, di antaranya menurut Haenudin (2013: 56) yang

mendefinisikan:
19

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau


kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh
alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa
dampak dalam kehidupan secara komplek.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa tunarungu

adalah seseorang yang mengalami ketidak fungsian alat pendengaran

sehingga mengakibatkan kesulitan dalam mendengar baik sebagian atau

seluruhnya yang berdampak pada kehidupan sehariharinya. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat T. Sutjihati Somantri (2006: 94), tunarungu adalah

mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing)

maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak

memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya

menurut Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009: 340); “Hearing

impairment is broad term that covers individuals with impairments ranging

from mild to profound; it includes those who are deaf of hard of hearing.

Following are commonly accepted, educationally oriented definitions for

deaf and hard of hearing”.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diartikan bahwa

tunarungu adalah istilah luas yang mencakup individu dengan gangguan

mulai dari ringan sampai berat; termasuk orang-orang yang tuli dari

kurang dengar. Berikut ini yang biasa diterima tunarungu, pendidikan

berorientasi untuk tuli dan kurang dengar. Menurut Tin Suharmini (2009:

35), “tunarungu adalah keadaan dari seseorang individu yang mengalami

kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa


20

menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui

pendengaran”. Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, maka yang

disebut dengan tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan pada

indera pendengarannya yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya alat

pendengaran sehingga akan berpengaruh dalam kehidupan anak. Kondisi

tersebut menjadikan anak tunarungu membutuhkan adanya pendidikan dan

layanan secara khusus agar potensi yang ada pada diri anak dapat

berkembang secara optimal.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

Kemampuan mendengar dari individu yang satu berbeda dengan

individulainnya. Apabila kemampuan mendengar dari sesorang ternyata

sama dengankebanyakan orang, berarti pendengaran anak tersebut dapat

dikatakan normal. Bagi tunarungu yang mengalami hambatan dalam

pendengaran itu pun masihdapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan

anak yang mendengar. Lebih lanjut untuk mengetahui

pengelompokkannya, penulis memaparkan sebagai berikut :

Klasifikasi anak tunarungu yang dikemukakan oleh Samuel A. Kirk

(Permanarian Somad 1996: 29) adalah sebagai berikut :

1) 0 dB: menunjukkan pendengaran optimal.


2) 0-26 dB : menunjukkan masih mempunyai pendengaran normal.
3) 27-40 dB : menunjukkan kesulitan mendengar bunyi-bunyi
yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya
dan memerlukan terapi wicara (tergolong tunarungu ringan)
4) 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti
diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
(tergolong tunarungu sedang)
5) 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari arak yang dekat,
masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa
21

ekspresif ataupun reseptif dan bicara dengan menggunakan alat


bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong
tunarungu agak berat).
6) 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang
intensif, membutuhkan alat bantu mendengar (ABM) dan
latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat)
7) 91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan
getaran, banyak tergantung pada penglihatan daripada
pendengarannya untuk proses menerima informasi dan yang
bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu barat sekali).
Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat

diklasifikasikan dari 0 dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan

pendengaran mempunyai pada kemampuan mendengar suara atau bunyi

yang berbeda-beda, sehinggamempengaruhi kemampauan komunikasi

anak tunarungu. Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan

artikulasi yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan

pendengarannya, maka semakin lemah kemampuan

artikulasinya.Berdasarkan tingkat kehilangan ketajaman pendengaran yang

diukur dengan satuan desiBell (dB), klasifikasi anak tunarungu menurut

Heri Purwanto (1998: 7) adalah seperti berikut :

a) Sangat ringan (light) 25 dB - 40 dB


b) Ringan (mild) 41 dB - 55 dB
c) Sedang (moderate) 56 dB - 70 dB
d) Berat (severe) 71 dB - 90 dB
e) Sangat berat (profound) 91 dB – lebih

c. Karakteristik Anak Tunarungu

Jika dibandingkan dengan ketunaan yang lain ketunarunguan tidak

tampak jelas, karena sepintas fisik mereka tidak kelihatan mengalami

kelainan. Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki


22

karakteristik yang khas. Karna secara fisik anak tunarungu tidak

mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguan, anak

tunarungu memiliki karakteristik yang khas dari segi yang berbeda.

Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 34-39). Mendeskripsikan

karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan

bicara, emosi serta social. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1) Karakteristik dalam Segi Intelegensi.

Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelengensi normal atau rata-

rata, akan tetapi karena perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh

perkembangan bahasa maka anak tunarungu akan menampakkan intelegensi

yang rendah disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa. Anak tunarungu

akan mempunyai prestasi lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal

atau mendengar untuk materi pelajaran yang diverbalisasikan. Tetapi untuk

materi yang tidak diverbalisasikan, prestasi anak tunarungu akan seimbang

dengan anak yang mendengar.

2) Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan anak

yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya

dengan kemampuan mendengar, karena anak tunarungu tidak bisa mendengar

bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik

atau dilatih secara khusus. Akibat dari ketidakmampuannya dibandingkan

dengan anak yang mendengar dengan usia yang sama, maka dalam

perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal.


23

3) Karakteristik dalam Segi Emosi dan Sosial

Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasing dari pergaulan sehari-hari,

yang berarti mereka terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku

dalam masyarakat dimana ia hidup. Akibat dari keterasingan tersebut dapat

menimbulkan efek-efek negatif seperti:

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal

b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

c) Ketergantungan terhadap orang lain.

d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

e) Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak

masalah.

f) Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Berdasarkan uraian di atas, maka anak tunarungu memiliki tiga

karakteristik yang khas, yaitu: pada segi intelegensi, bahasa dan bicara,

serta emosi dan sosial. Dampak dari ketunarunguan tidak hanya pada segi

bahasa dan bicara, namun juga berpengaruh terhadap intelegensi, emosi

dan sosial anak. Pada segi intelegensi, anak tunarungu mengalami

hambatan bukan dikarenakan intelegensinya yang berada dibawah rata-

rata, namun karena anak mengalami kesulitan dalam mendengar sehingga

berpengaruh terhadap intelegensi mereka. Sedangkan pada segi emosi dan

sosial, akibat dari ketunaannya maka anak tunarungu akan terasing dari

lingkungannya yang mengakibatkan efek negatif seperti mudah marah dan

cepat tersinggung.
24

d. Penyebab Ketunarunguan
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang menjadi tunarungu

yakni faktor penyebab dari sebelum lahir, ketika lahir dan sesudah lahir.

Menurut Somad dan Hernawati (1995, hlm.32) secara umum penyebab

ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (prental), ketika lahir (natal)

dan sesudah lahir (post natal). Banyak para ahli yang mengungkap tentang

penyebab ketulian dan ketunarunguan, tentu saja dengan sudut pandang

yang berbeda dalam penjabarannya. Trybus dalam Somad dan Hernawati

(1995, hlm.32) mengungkapkan penyebab ketunarunguan pada anak-anak

di Amerika Serikat yaitu factor dalam dan factor luar, adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut :

1) Faktor dalam Diri Anak .

a) Keturunan dari salah satu kedua orang tuanya yang mengalami

ketunarunguan. Banyak kondisi genetik yang berbeda sehingga dapat

menyebabkan ketunarunguan. Transmisi yang disebabkan oleh gen

yang dominan represif dan berhubungan dengan jenis kelamin.

Meskipun sudah menjadi pendapat umum bahwa keturunan merupakan

penyebab dari ketunarunguan, namun belum ada kepastian berapa

persen ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor keturunan, hanya

perkiraan Moores dalam Somad dan Hernawati (1995,) adalah 30

sampai 60 persen.

b) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman

(Rubella). Penyakit Rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama


25

akan berpengaruh buruk pada janin. Hardy Somad dan Hernawati

(1995,), melaporkan 199 anak-anak yang ibunya terkena Virus Rubella

selagi mengandung selama masa tahun 1964 sampai 1965, 50% dari

anak-anak tersebut mengalami kelainan pendengaran. Rubella dari

pihak ibu merupakan penyebab yang paling umum yang dikenal

sebagai penyebab ketunarunguan dalam (Somad dan Hernawati 1995,).

c) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah Toxaminia,

hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada plasenta yang

mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika hal tersebut

menyerang syaraf atau alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan

terlahir dalam keadaan tunarungu dalam (Somad dan Hernawati 1995,

hlm.33).

2) Faktor Luar dari Anak

a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran. Misal,

anak terserang Harpes Imlex, jika infeksi ini menyerang alat kelamin

ibu dapat menular pada saat anak dilahirkan. Demikian pula pada

penyakit kelamin yang lain, dapat ditularkan melalui terusan jika

virusnya masih dalam keadaan aktif. Penyakit-penyakit yang

ditularkan kepada anak yang dilahirkannya dapat menimbulkan infeksi

yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat atau syaraf

pendengaran.

b) Meningitis atau radang selaput otak, dari hasil penelitian para ahli

ketunarunguan yang disebabkan karena meningitis antara lain


26

penelitian yang dilakukkan oleh Vermon (1968), sebanyak 8,1%, Ries

(1973), melaporkan 4,9%, sedangkan Trybus (1985), memberikan

keterangan sebanyak 7,33%.

c) Otitis media (radang pada bagian telinga tengah) adalah radang pada

bagian telinga tengah, sehingga menimbulkan nanah, dan nanah

tersebut mengumpil dan mengganggu hantaran bunyi. Jika kondisi ini

kronis tidak segera diobati, penyakit ini bisa menimbulkan kehilangan

pendengaran yang tergolong ringan sampai sedang. Otitis media

adalah salah satu penyakit yang sering terjadi pada kanak-kanak

sebelum mencapai usia enam tahun. Anak-anak secara berkala harus

mendapat pemeriksaan dan pengobatan yang teliti sebelum memasuki

sekolah karena kemungkinan menderita otitis media yang

menyebabkan ketunarunguan. Ketunarunguan yang disebabkan oleh

otitis media adalah tunarungu tipe konduktif. Otitis media biasanya

terjadi karena penyakit pernafasan yang berat sehingga menyebabkan

hilangnya pendengaran. Davis dan Flower dalam Somad dan

Hernawati (1995) mengatakan bahwa nanah yang ada di telinga bagian

tengah lebih sering yang menjadi penyebab hilangnya pendengaran

dari pada yang diturunkan oleh orangtua. Otitis media juga dapat

ditimbulkan karena infeksi pernafasan atau pilek dan penyakit anak-

anak seperti campak.

d) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan

alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.


27

e. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Anak Tunarungu

1) Sikap keterarahwajahan (face to face)

Bagi anak tunarungu sumber informasi datangnya sebagian besar

melalui penglihatan atau visual , dan sebagian kecil melalui pendengaran

atau auditoris. Keterarahwajahan yang baik merupakan dasar utama untuk

membaca ujaran atau untuk menangkap ucapan orang lain, sehingga anak

dapat memahami bicara orang disekitarnya. Oleh karena itu guru yang

mengajar anak tunarungu harus selalu berhadapan dengan anak tunarungu

(face to face) apa bila sedang bebicara, sehingga anak tunarungu dapat

membaca ujaran guru.

2) Sikap Keterarahsuaraan

Keterarahsuaraan adalah sikap untuk selalu memperhatikan suara

atau bunyi yang terjadi di sekelilingnya dan perlu dikembangkan pada

ATR agar sisa pendengaran yang masih dimilikinya dapat dimanfaatkan

guna memperlancar interaksinya dengan lingkungan di luar dirinya.

3) Tanggap terhadap apa yang ingin dikatakan anak, Anak tunarungu

tentunya memiliki banyak hal yang ingin diungkapkannya, namun karena tidak

mempunyai bahasa yang memadai, maka anak akan menggunakan berbagai cara

untuk mengungkapkan dirinya sepertik, isyarat tangan dan kata-kata yang jelas.

Bila pada situasi tertentu ATR menggunakan salah satu bentuk ungkapan seperti

di atas, maka sebaiknya kita segera tanggap apa yang diamatinya lalu kita
28

mencoba menguhubungkan dengan apa yang ingin dia katakan sehinga kita dapat

membahasakannya dengan tepat.

4) Berbicara dengan lafal yang jelas

Kegiatan anak tunarungu dalam membaca ujaran, tidak secepat

anak mendengar menangkap penjelasan guru, oleh karena itu Guru

tunarungu harus harus berbicara dengan tenang, tidak boleh terlalu cepat,

pelafalan huruf jelas, kalimat yang diucapkan harus simpel dengan

menggunakan kata-kata yang dapat dipahami anak, serta apabila ada kata-

kata penting perlu ditulis di papan tulis.

5) Penempatan tempat duduk yang tepat

Posisi tempat duduk siswa tunarungu harus yang memungkinkan

siswa tunarungu dapat dengan jelas memperhatikan wajah guru. Siswa

tunarungu yang belajar di kelas regular, hendaknya ditempatkan pada

posisi bagian depan, untuk memudahkan dia membaca ujaran guru. Di

samping itu guru harus memperhatikan telinga mana yang berfungsi lebih

baik, untuk menentukan arah suara guru yang lebih efektif.

6) Penggunaan media pembelajaran

Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk memahami ujaran guru

sepenuhnya, oleh karena itu penggunaan media pembelajaran

merupakansesuatu yang harus diupayakan, untuk mempermudah anak

tunarungu memahami materi yang diajarkan. Media pembelajaran yang

digunakan harus sesuai dengan kondisi ketunarunguan anak.

7) Meminimalisasi penggunaan metode ceramah


29

Oleh karena anak tunarungu mengalami kesulitan untuk memahami

ucapan guru, maka dalam proses pembelajaran harus menghindari

penggunaan metode ceramah secara dominan tanpa dukungan media

pembelajaran yang sesuai. Dalam pembelajaran anak tunarungu, guru

hendaknya menerapkan pendekatan pembelajaran yang menghubungan

materi dengan situasi dunia nyata anak/siswa, seperti misalnya dalam

pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning ).

B. Kerangka Pikir

Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan pada

indera pendengarannya dari yang ringan sampai berat dan berdampak pada

kehidupan anak. Salah satunya yaitu pada rendahnya prestasi belajar anak

yang disebabkan karena anak mengalami kesulitan dalam memahami

lambang bilangan, sehingga materi pelajaran yang disampaikan oleh guru

akan diterima berbeda oleh anak tunarungu. Permasalahan pembelajaran

pada anak tunarungu tidak hanya pada pelajaran

Bahasa Indonesia tetapi juga pada pelajaran yang lain, salah

satunya pada pelajaran Matematika materi memahami lambang bilangan.

Memahami lambang bilangan perlu diajarkan sejak awal pendidikan anak

karena akan menjadi dasar penguasaan konsep matematika pada jenjang

pendidikan berikutnya. Untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan

kemampuan mengenal bilangan pada anak tunarungu kelas persiapan

berupa penggunaan media powerpoint. Media powerpoint merupakan


30

salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan memahami lambang bilangan pada anak tunarungu kelas 1.

Salah satu media untuk mengajarkan kosakata terutama kosakata

benda adalah media powerpoint. Media powerpoint menyajikan gambar,

tulisan penuh warna, dan animasi baik animasi teks maupun animasi

gambar yang dapat digunakan untuk pembelajaran tentang kosakata benda.

Media ini cocok untuk tunarungu yang mengandalkan indera visualnya

untuk memperoleh informasi. Selain itu, dengan menggunakan media

powerpoint semua hal yang tidak mungkin dilihat atau dibawa ke dalam

kelas dapat diperlihatkan bentuknya kepada anak. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2007: 100) bahwa “salah satu

aspek media yang diunggulkan mampu meningkatkan hasil belajar adalah

bersifat multimedia, yaitu gabungan dari berbagai unsur media seperti

teks, gambar, animasi, video dan unsur-unsur multimedia dapat

diintegrasikan melalui powerpoint”.

Media powerpoint memiliki kelebihan antara lain menyajikan

materi memahami lambang bilangan dengan gambar, tulisan penuh warna

dan animasi yang menarik. Penggunaan powerpoint dalam proses

pembelajaran memahami lambang bilangan memungkinkan anak

tunarungu dapat belajar dengan melihat objek atau gambar secara

langsung sehingga pikiran anak akan mempersepsikan gambar atau objek

yang dilihatnya. Powerpoint yang berisi gambar yang disertai tulisan nama
31

bilangan dapat memudahkan anak tunarungu memperoleh informasi dan

mengingat nama angka yang diajarkan.

Selain itu terdapat latihan soal yang terdiri dari 10 butir soal untuk

mengasah kemampuan dan daya ingat anak. Media powerpoint dapat pula

menumbuhkan minat dan motivasi anak tunarungu dalam belajar karena

materi powerpoint dikemas secara menarik dengan menggunakan gambar,

tulisan penuh warna dan animasi sehingga memberikan pengalaman

belajar baru kepada anak dalam pembelajaran.


32

Alur berpikir penelitian ini diperjelas dengan bagan di bawah

ini:

Siswa Tunarungu Belum Memahami Lambang Bilangan

Penggunaan Media Power Point Mengacu Pada Teori Menurut


Anakciremai (2008) Yang Di Modifikasi Yakni Dengan Langkah-Langkah
Penggunaannya Adalah :

1) Guru menata media yang akan digunakan.

2) Sebelum memulai pembelajaran guru menyiapkan siswa

3) Guru membuka media powerpoint.

4) Mengenalkan macam-macam benda yang menyerupai lambang

bilangan sebagai materi pembuka.

5) Siswa mulai menyebutkan, menghitung, menunjukkan, mengulangi,

dan menuliskan bilangan 1-20.

6) Tahap selanjutnya adalah guru mengadakan evaluasi.

Siswa Tunarungu Memahami Lambang Bilangan

2.1 Skema Kerangka Pikir


33

C. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan oleh calon peneliti

adalah:

1) Bagaimanakah penggunaan media power point dalam meningkatkan

kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa tunarungu kelas I di

SLB Negeri 2 Makassar ?

2) Bagaimanakah kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa

tunarungu kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar sebelum dan sesudah

menggunakan media power point ?

3) Apakah ada peningkatan kemampuan memahami lambang bilangan pada

siswa tunarungu kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassa


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu yang

dimaksudkan untuk mengetahui gambaran peningkatan kemampuan memahami

lambang bilangan siswa tunarungu kelas 1di SLB Negeri 2 Makassar sebelum

dan setelah menggunakan media power point. Jenis penelitian yang dipilih adalah

deskriptif yaitu memberikan perlakuan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan memahami lambang bilangan melalui media power point serta

menggambarkan kemampuan memahami lambang bilangan siswa tunarungu

sebelum dan setelah penggunaan media power point pada kelas dasar I di SLB

Negeri 2 Makassar.

B. Variabel dan desain penelitian

1. Variabel penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 1 variabel yang diteliti yaitu kemampuan

memhami lambang bilangan 1-5 dengan menggunakan media power point pada

siswa tuna rungu kelas 1 SLB negeri 2 Makassar.

2. Desain penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara deskriptif yaitu memberikan pretest

untuk mengukur kemampuan awal murid sebelum penggunaan media power

point. Selanjutnya memberikan perlakuan melalui pembelajaran memahami

lambang bilangan dengan penggunaan media power point .Setelah itu,

melaksanakan posttest untuk mengukur kemampuan memahami lambang bilangan

34
35

siswa setelah diberi perlakuan.Perolehan hasil pelaksanaan pretest dan posttest

kemudian dibandingkan dengan demikian hasil yang diperoleh lebih akurat.Data

hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pretest dan posttest digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan memahami lambang bilangan

pada siswa kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar.

C. Defenisi operasional variabel

Untuk memperoleh pemahaman dan kesamaan pengertian terhadap

penelitian ini maka dianggap perlu didefinisi secara operasional. Adapun definisi

operasional terhadap variabel penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

Siswa dikatakan mampu jika memahami lambang bilangan 1-5 dalam

pengunaan media powerpoint.

D. Subjek penelitian.

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian yaitu satu siswa tunarungu

kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar.

1. Profil murid

Nama : MR

Umur : 7 Tahun

Tangga lahir : Makassar, 23 September 2011

Agama : Islam

Saudara : Tunggal

Kelas :I
36

2. Karakteristik anak :

Murid dengan inisial MR belum mampu memahami lambang

bilangan. Dibuktikan ketika siswa tuna rungu mengerjakan soal membuat

urutan bilangan dan menjodohkan banyak gambar dengan lambing

bilangan 1-5 anak masih mengalami kesulitan dan dibantu oleh guru.

Sebelumnya guru telah mengajarkan materi pembelajaran

mengenai bilangan dengan cara menjodohkan banyak gambar dengan

bilangan di buku tulis siswa, namun siswa tersebut masih mengalami

kesulitan. Selai itu, dalam kegiatan pembelajaran guru juga memutar video

pembelajaran mengenal bilangan namun siswa tersebut kurang tertarik.

Hal itu dikarenakan anak tidak terlibat aktif secara fisik dalam kegiatan

pembelajaran.

Pada saat kegiatan pembelajaran anak hanya memperhatikan

dengan cara melihat video pembelajaran yang di putar oleh guru pada saat

guru menjelaskan, sehingga tidak terjadi hubungan timbale balik antara

guru dan siswa pada saat proses pembelajaran.

E. Tekhnik pengumpulan data

1. Tekhnik tes

Tekhnik tes bertujuan untuk mengukur kemampuan memahami lambang

bilangan pada siswa kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar. tes dilakukan

sebanyak dua kali, yaitu tes awal digunakan untuk mengukur kemampuan

memahami lambang bilangan sebelum penggunaan media power point dan tes
37

akhir digunakan untuk mengukur kemampuan memahami lambang bilangan

sesudah penerapan media power point.

Adapun materi tes penelitian ini yang direncanakan yakni lambang

bilangan 1-5, dengan penggunaan media power point. Bentuk instrument tes yang

diberikan yaitu dengan menyebutkan, menghitung, menunjukkan, mengulangi,

dan menuliskan bilangan 1-5. Adapun tes yang digunakan adalah tes yang

dikonstruksi sendiri oleh peneliti.Selanjutnya pedoman penilaian yang digunakan

untuk tiap aspek adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Format penilaian kemampuan memahami lambang bilangan 1-5


pada siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar.

No Aspek yang dinilai Soal Jumlah


1 Menyebutkan lambang bilangan 1-5 5

2 Menghitung lambang bilangan 1-5 5

3 Menunjukkan lambang bilangan 1-5 5 25

4 Mengulangi lambang bilangan 1-5 5

5 Menuliskan lambang bilangan 1-5 5

Untuk pengkategorian tes penelitian ini maka dibagi dalam empat

kategori yaitu baik sekali, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang dengan

jumlah tes sebanyak 25. Dengan skor 1 untuk jawaban yang benar dengan

nilai 10 dan skor 0 untuk jawaban salah diberikan dengan nilai 0.

Untuk mengetahui lebih jelas pengkategorian nilai dalam melihat

kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa tunarungu kelas

dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.2 pengkategorian skor hasil tes


38

N Interv Kategori

o al
1 80- Baik sekali

100
2 66-79 Baik
3 56-65 Cukup
4 41-55 Kurang
5 ≤ 40 Sangat kurang

Sumber, siswa
tunarungu kelas I SLB. Negeri 2 Makassar.

F. Teknik analisis data

Dalam rangka pengambilan kesimpulan sehubungan dengan

penelitian ini maka untuk analisis data digunakan analisis deskriptif hal ini

dimaksudkan untuk mendeskripsikan kemampuan mpada siswa tunarungu

kelas dasar 1 di SLB Negeri 2 Makassar baik sebelum pemberian

perlakuan maupun setelah pemberian perlakuan melalui penggunaan

media power point.

Adapun prosedur analisisnya sebagai berikut:

1. Mentabulasikan data hasil tes sebelum dan sesudah perlakuan

2. Kategorisasi skor tes awal dan tes akhir, kemudian dikonversi ke nilai dengan

rumus: Menurut pendapat dari Arikunto, (1997: 236), merumuskan sebagai

berikut :

skor yang diperoleh


Nilai Hasil = X 100
Skor Maksimal

3. Untuk memperjelas adanya peningkatan maka akan divisualisasikan dalam

diagram batang.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan memahami

lambang bilangan pada siswa tuna rungu kelas I di SLB Negeri 2 Makassar.

A. Hasil penelitian

1. Penggunaan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan


Memahami Lambang Bilangan Pada Siswa Tunarungu Kelas 1 Di SLB
Negeri 2 Makassar.
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di kelas I di SLB Negeri 2

Makassar selama 1 bulan.dengan jumlah pertemuan sebanyak 9 kali pertemuan.

Rincian kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

Persiapan dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran lambang bilangan

dengan penerapan media powerpoint . Adapun kegiatan pada tahap persiapan

yaitu:

1) Menyiapkan bahan mendukung laptop sebagai alat bantu mengajar.

2) Mengajak siswa untuk berdo’a sebelum memulai pelajaran.

3) Perlengkapan pembelajaran berupa meja kursi dan pulpen.

b. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pembelajaran memahami lambang bilangan dilakukan sebanyak

9 kali pertemuan.Setiap berakhir satu kali pertemuan dilakukan tes kemampuan

memahami lambang bilangan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan

kemampuan pada siswa kelas I di SLB Negeri 2 Makassar.

39
39

1) Pertemuan ke 1 (satu)

Pertemuan ke 1 dilaksanakan tanggal 17 Juni 2019 dengan dihadiri guru

kelas agar siswa tunarungu merasa nyaman. Pada pertemuan ini peneliti

memperkenalkan media powerpoint yang akan dipergunakan. Siswa

tunarungu terlihat sudah cukup akrab dengan peneliti karena sudah beberapa

kali bertemu, peneliti melakukan tes awal pada siswa untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan siswa dalam mengenal lambang bilangan dengan

memberikan soal tertulis yang akan dikerjakan oleh siswa. Soal tersebut

berjumlah 10 nomor. Setelah dilakukan tes maka di dapatkan data siswa hanya

mampu menjawab 2 nomor dengan nilai 20 maka di kategorikan sangat

rendah.

2) Pertemuan ke 2 (dua)

Pertemuan ke 2 dilaksanakan tanggal 25 Juni 2019 dengan tetap dihadiri

guru kelas. Di pertemuan ini peneliti kembali melakukan tes awal pada siswa

untuk mengetahui kemampuan awal mengeal lambang bilangan 1-5. Dengan

tetap memberikan soal tes yang sama pada tes pertama sebelumnya. Dan di

dapatkan data hasil tes murid hanya mampu menjawab 2 nomor kembali

dengan nilai 20 dan di kategori sangat rendah.

3) Pertemuan ke 3 (tiga)

Pertemuan ke 3 dilaksanakan tanggal 27 Juni 2019. Pada pertemuan ini

peneliti akan mulai menggunakan media powerpoint untuk mengenalkan

lambang bilangan 1-5 pada siswa tunarungu setelah melihat hasil data tes

pertama dan kedua memang dikatakan sangat rendah. Maka pada pertemuan
40

ini dalam mengajarkan dan meningkatkan kemampuan mengenal lambang

bilangan 1-5 pada siswa tuna rungu peneliti menggunakan media powerpoint.

Pada setiao akhir pembelajaran peneliti tetap memberikan soal tes yang sama

pada pertemuan yang sebelumnya dan di dapatkan data siswa sdh mampu

menjawab 3 nomor soal dengan benar dengan nilai 30. Namun masih berada

dalam kategori sangat rendah.

4) Pertemuan ke 4 (empat)

Pertemuan ke 4 dilaksanakan tanggal 2 Juli 2019. Pada pertemuan ini tetap

di hadiri oleh siswa yang menjadi subjek penelitian dalam mengenalkan

lambang bilangan 1-5 peneliti berusaha memaksimalkan kemampuan dari sisa

indera pendengaran siswa, penelti berusaha menggunakan bahasa oral dalam

mengajarkan siswa tuna mengenal lambang bilangan 1-5. Dikarenakan usia

subjek yang sangat muda san masih berada di kelas 1 maka dari pada itu

peneliti berusaha melatih siswa untuk menggunakan dan memahami bahasa

oral yang di gunakan peneliti untuk mengajarkan siswa dan meminimalisir

penggunaan bahasa isyarat. Seperti biasanya peneliti tetap memberikan soal

tes pada siswa untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap

pelajaran yang telah di terima. Dan di dapatkan hasil tes siswa sudah mampu

mengerjakan 4 butir soal dengan benar dari 10 soal yang telah di berikan dan

masih berada dalam kategori sangat rendah yaitu dengan nilai 40.

5) Pertemuan ke 5 (lima)

Pertemuan ke 5 dilaksanakan tanggal 4 Juli 2019. Hasil dari pertemuan

sebelumnya telah meperlihatkan sedikit demi sedikit siswa sudah mulai


41

mengenal bilangan, contohnya siswa selalu memperlihatkan kepada peneliti

lambang bilangan yang telah ia temui di lingkungan sekitar seperti

menunjukkan angka 1,2 yang ada pada keyboard laptop peneliti hal tersebut

menunjukkan bahwa siswa sangat senang dalam belajar mengenal lambang

bilagan 1-5 menggunakan media powerpoint. Tampilan media powerpoint

yang menarik yang di tunjukkan kepada siswa membuat siswa sangat

semangat dalam belajar. Hal ini di tambah dalam menerima informasi siswa

tuna rungu lebih banyak menggunakan indera penglihatan dalam menangkap

setiap informasi. Seperti biasanya pada akhir pertemuan peneliti selalu

melakukan tes pada siswa dan di dapatkan data hasil tes siswa masih mampu

mempertahankan menjawab 4 butir soal dengan benar. Dengan nilai 40 dan di

kategorikan sangat rendah.

6) Pertemuan ke 6 (enam)

Pertemuan ke 6 dilaksanakan tanggal 8 Juli 2019. Pada pertemuan ini

peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam mengenal lambang bilangan 1-5. Melihat 2 data pertemuan

sebelumnya tidak ada peningkatan yang terjadi di karenakan cara belajar siswa

yang cepat terpengaruh akan factor-faktor yang menarik perhatian siswa.

Ditambah pengakuan dari orang tua yang mengataknan bahwa siswa hanya

mau belajar bila ada di sekolah dan tidak mau belajar sesudahnya ia sampai

dirumah. Oleh karena itu peneliti menggunakan hadiah berupa makanan

ringan (roti) untuk menyemangati siswa agar ia belajar lebih giat dirumah.

Peneliti di sela-sela waktu istirahat siswa mengajak siswa untuk bermain


42

mencari lambang-lambang angka di sekitar sekolah, hal tersebut di lakukan

untuk membuat siswa tidak cepat bosan dalam belajar dan menyegarkan

ingatan siswa akan lambang-lambang bilangan yang di pelajari. Seperti

biasanya pada akhir pertemuan peneliti melakukan tes kembali pada siswa

dengan tetap memberikan soal yang sama pada pertemuan sebelumnya dan did

dapatkan data siswa sudah mampu menjawab 5 butir soal dengan benar,

dengan perolehan nilai 50 dan berada pada kategori kurang.

7) Pertemuan ke 7 (tujuh)

Pertemuan ke 7 dilaksanakan tanggal 10 Juli 2019. Melihat peningkatan

sedikit demi sedikit yang terjadi pada siswa peniliti semakin percaya diri

untuk tetap terus mengenalkan lambang bilangan 1-5 pada siswa sampai batas

waktu yang di tentukan. Siswa juga yang sebelumnya pasif dalam menunjuk

lambang bilangan sekarang sudah mulai aktif memperlihatkan dan

menunjukkan kepada peneliti lambang bilangan yang ia temui di lingkungan

sekolah. Siswa juga berusaha menyebutkan lambang bilangan yang ia pelajari

dari peneliti, cntohnya angaka 1walaupun dengan dengan terbata-bata. Dan

didapatkan data hasil tes pada pertemuan ini siswa sudah mampu menjawab 6

soal dengan benar dan berada pada kategori cukup dengan nilai 60.

8) Pertemuan ke 8

Pertemuan ke 8 dilaksanakan tanggal 15 Juli 2019. Pada pertemuan ini

peniliti sudah tidak lagi menggunakan media powerpoint dalam mengajarkan

siswa. Hanya saja peneliti tetap meberikan penyegaran kembali terhadap

materi yang telah di pelajari pada pertemuan sebelumnya. Pertemuan in hanya


43

focus untuk memberikan tes akhir untuk menentukan sejauh mana materi yang

telah di ajarkan dengan menggunakan media powerpoint pada pertemuan ke 3

sampai dengan pertemuan ke 6 dapat diserap oleh siswa. Dan di dapatkan data

hasil tes dari 10 butir soal yang telah di berikan siswa sudah mampu

menjawab 7 butir soal dengan benar dengan nilai 70 dan berada pada kategori

baik.

9) Pertemuan ke 9

Pertemuan ke 9 dilaksanakan tanggal 16 Juli 2019. Pertemuan ini

merupakan pertemuan terakhir dan penutup dari pertemuan sebelumnya. Di

pertemuan ini juga peneliti kembali memberikan tes akhir pada siswa untuk

mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa dalam mengenal lambang

bilangan dan untuk mengetahui berapa nilai yang di peroleh siswa dalam

menjawab 10 butir soal yang sama yang di berikan pada pertemun

sebelumnya. Dan di dapatkan data siswa masih memperoleh nilai yang sama

pada tes akhir sebelumnya dengan nilai 70 yang berada pada kategori baik.

1. Analisis Data penggunaan media power point dalam meningkatkan


kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa kelas I di SLB
Negeri 2 Makassar

Sebelum pembelajaran dengan media power point dilaksanakan tes

kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa tunarungu kelas 1 di SLB

Negeri 2 Makassar Adapun skor kemampuan memahami lambang bilangan

sebelum penggunaan media Power point

Tabel 4.1 Nilai Tes penggunaan media power point dalam meningkatkan
kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa kelas I di
SLB Negeri 2 Makassar
44

No
Kode Murid Skor Nilai Kategori
.
1. MR 2 20 Sangat Kurang
Sumber Data : Kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa tuna rungu kelas 1
di SLB Negeri 2 Makassar sebelum penggunan media power point.
Keterangan :

1) Apabila siswa mampu memahami media power point dengan benar sesuai

item maka diberi skor 1

2) Apabila siswa tidak mampu memahami penggunaan media power point

maka diberi skor 0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan hasil tes awal pemhamain

mengenal lambang bilangan di siswa kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar

sebelum penggunaan media power point di peroleh skor antara lain:MR

mendapat skor dua (2), Selanjutnya skor yang diperoleh dikonversikan ke

nilai melalui rumus yang telah ditetapkan sebelumnya di halaman 38, jika

dihubungkan maka hasilnya dapat dilihat pada perhitungan sebagai

berikut:

skor yang diperoleh


Nilai akhir (Murid IC) ¿ x 100
skor maksimal

2
= x 100
10

= 20

Dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa siswa tunarungu kelas 1 di

SLB Ngeri 2 Makassar dapat digambarkan bahwa pada hasil tes awal (pretest)

MR memperoleh nilai (20). Dapat di ketahui bahwa peningkatan pemahaman


45

mengenal lambang bilangan siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri Makassar

berada pada kategori sangat kurang.

2. Deskripsi Peningkatan pemahaman mengenal lambang bilangan siswa


tunarungu kelas 1 di SLB Ngeri 2 Makassar setelah penggunaan media
power point

Untuk mengetahui gambaran peningkatan pemahaman mengenal

lambang bilangan siswa kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar setelah

penggunaan mediapower point dapat diketahui melalui tes akhir. Tes akhir

merupakan tahap akhir pelaksanaan penelitian ini untuk mengetahui

gambaran pningkatan prestasi pemahaman mengenal lambang bilangan

siswa kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar setlah penggunaan medi power

point adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Peningkatan pemahaman mengenal lambang bilangan siswa


tunarungu kelas 1 di SLB Ngeri 2 Makassar setelah penggunaan
media power point

No Nilai
Kode Siswa Skor Kategori
.
70 Baik
1. MR 7
Sumber : Kemapuan memahami lambang bilanagan pada siswa tuna rungu kelas 1
di SLB Negeri 2 Makassar sesudah penggunaan Media power point.

Diagram 4.3 Visualisasi Nilai Penerapan Media Powerpoint Untuk


Meningkatkan Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan
1-5 Siswa Tunarungu Kelas I di SLB Negeri 2 Makassar
46

Chart Title
80

N 60
I
L 40
A
I 20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
PERTEMUAN KE

3. Analisis Data Penerapan Media Power point Untuk Meningkatkan


Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan 1-5 Siswa Tunarungu Kelas
I di SLB Negeri 2 Makassar

Penerapan media power point untuk meningkatkan kemampuan mengenal

lambang bilangan 1-5 siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar

memperlihatkan hasil yang baik dimana siswa mampu memahami lambang

bilangan secara cepat dan singkat dan langsung mengetahui bilangan tersebut.

Dengan penggunaan media power point juga menghemat waktu dan melatih

pikiran murid untuk berkonsentrasi atau fokus pada satu titik.

Kekurangan dari penerapan untuk meningkatkan memahami lambang

bilangan 1-5 siswa tunarungu kelas I di SLB Negeri 2 Makassar terlihat dari
47

kemampuan murid yang hanya mengetahui garis besar dari bacaan tanpa

mengetahui penjelasan yang lain dan akan ada kalimat yang tidak terbaca.

Data yang diperoleh untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman

merupakan data mengenai kemampuan yang diperoleh Agn sebelum dan setelah

penerapan kelas dasar I di SLB Negeri 2 Makassa.

Sebelum penerapan media power point skor yang diperoleh MR adalah 2

(Jawaban benar pada nomor 1 dan 2) yang jika dikonversi ke nilai maka diperoleh

hasil: Nilai pada saat sebelum penerapan media powerpoint adalah :

skor yang diperoleh


Nilai = X 100
Skor Maksimal

2
= x 100
10

= 20

Sedangkan setelah penerapan media powerpoint skor yang diperoleh MR

adalahSumber, siswa
7 (jawaban Tuna
salah Rungu
hanya padaKelas
nomorI di
4, SLB.
9 danNegeri 2 Makassar
10) yang jika dikonversi ke

nilai maka diperoleh hasil : Nilai pada saat setelah penerapan media powerpoint

adalah:

skor yang diperoleh


Nilai = X 100
Skor Maksimal

7
= x 100
10

= 70

Data tersebut di atas diperjelas pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Data Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan 1-5 Sebelum Dan
Sesudah Penerapan Media Powerpoint Siswa Tunarungu Kelas I
di SLB Negeri 2 Makassar.
48

Sebelum Sesudah
No
Skor Nilai Kategori Skor Nilai Kategori
1 2 20 Sangat Kurang 7 70 Baik

Sumber data, Siswa Tuna Rungu Kelas I di SLB. Negeri 2 Makassar

Berdasarkan data di atas nmpak adanya peningkatan nilai

kemampuan memahami lambang bilangan pada saat sebelum penggunaan

media power point dan setelah penggunaan media powerpoint dari skor 2

(nilai 20) menjadi skor 7 (nilai 70), maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat peningkatan kemampuan memahami lambang bilangan yang

diperoleh oleh siswa tunarungu kelas dasar I di SLB Negeri 2 Makassar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebelum penggunaan media powerpoint

kategori kemampuan memahami lambang bilangan yang diperoleh

dikategorikan sangat rendah dan setelah penggunaan media powerpoint

diperoleh kategori baik.

B. Pembahasan

Bilangan merupakan bagian dari matematika yang penting untuk

dipelajari sejak dini karena akan menjadi dasar penguasaan konsep-konsep

matematika selanjutnya di jenjang pendidikan (formal) berikutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka bilangan merupakan konsep

matematika yang bersifat abstrak. Bilangan mempunyai unsur-unsur

penting di dalamnya, seperti: nama, urutan, lambang, dan jumlah.

Bilangan penting untuk dipelajari sejak dini karena akan menjadi dasar
49

dari penguasaan konsep matematika berikutnya dengan menggunakan

media pembelajaran yang tepat.

Media power point adalah suatu program software yang dirancang

khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan menarik.

Di dalam komputer, program ini sudah dikelompokkan ke dalam program

microsoft office. Program powerpoint sebenarnya merupakan program

untuk membuat presentasi namun dengan fasilias yang ada pada

powerpoint, dapat dipergunakan untuk membuat media pembelajaran.

Berdasarkan pengertian diatas, maka powerpoint merupakan salah

satu media yang mampu menampilkan program multimedia dengan

menarik seperti gambar,animasi, video atau obyek lainnya yang dapat

digunakan sebagai media pembelajaran untuk menunjang proses

pembelajaran. Media powerpoint yang digunakan dalam penelitian ini

dirancang oleh peneliti sendiri. Powerpoint ini berbentuk softfile yang

ditayangkan pada sebuah komputer atau laptop dan dihubungkan ke layar

dengan menggunakan proyektor.

Powerpoint memberikan pembelajaran tentang pemahaman

bilangan. Powerpoint berisi 2 program utama yaitu memahami lambang

bilangan dan latihan soal. Lambang bilangan yang dikenalkan meliputi

angka 1-5. Pada program memahami lambang bilangan terdapat gambar

hewan dan beberapa benda yang terdapat di dalam kelas beserta jumlah

dan lambing bilangannya. Sedangkan pada program latihan soal terdapat

10 tipe soal yaitu menjodohkan jumlah bilangan dengan lambangnya.


50

Diharapkan dengan penggunaan media power point diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan memahami lambang bilangan pada siswa

tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

kemampuan memahami lambang bilangan setelah penggunaan media

powerpoint pada siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar. Hal

ini dapat diketahui berdasarkan perbandingan antara hasil tes awal

(pretest) dan tes akhir (postest). Pada data hasil pretest terlihat bahwa nilai

yang diperoleh subjek sangat rendah dimana yang diperoleh MR adalah

20. Setelah penggunaan media power point kemampuan memahami

lambang bilangan pada siswa tunarungu mengalami peningkatan.

Berdasrkan data hasil postest nilai di peroleh subjek menunjukkan

peningkatan. Nilai hasil tes akhir yang di peroleh MR adalah 70. Dari hasil

tes akhir yang di peroleh subjek tersebut mengindikasikan bahwa

penggunaan media power point efektif untuk di terapkan dalam

pembelajaran memahami lambang bilangan. Suasana pembelajarn yang

kondusif serta penggunaan media yang baik sangat membantu dalam

meningkatkan kemampuan memahami lambang bilangan.

Selanjutnya berdasarkan perbandingan hasil tes awal dan tes akhir

maka di peroleh gambaran bahwa ada peningkatan kemampuan

memahami lambang bilangan setelah penggunaan media power point pada

siswa tunarungu kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar, Setelah pembelajaran


51

memahami lambang bilangan ada mata pelajaran matematika. Perolehan

nilai subjek penelitian pada tes akhir yang lebih tinggi dimana perolehan

nilai di atas 60 maka dapatkan disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian

ini telah berada pada kategori mampu

Dengan demikian terlihat bahwa penggunaan media powerpoint memberi

hasil yang baik dalam meningkatkan kemampuan memahami lambang bilangan

khususnya pada siswa tunarungu kelas I di SLB Negeri 2 Makassar. Jika

pembelajaran dilanjutkan kemungkinan perolehan kemampuan memahami

lambang bilangan siswa tunarungu kelas dasar I di SLB Negeri 2 Makasar bisa

mencapai nilai maksimal yaitu 100.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan pada bab

terdahulu maka penelitian ini dapat disimpulkan dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Kemampuan memahami lambang bilangan 1-5 pada siswa tunarungu

kelas 1 di SLB Negeri 2 Makassar berada pada kategori tidak mampu.

2. Penggunaan media power point dapat meningkatkan kemampuan

memahami lambang bilangan 1-5 pada siswa tunarungu kelas 1 di SLB

Negeri 2 Makassar berada pada kategori meningkat.

3. Terdapat peningkatan kemampuan memahami lambang bilangan 1-5 pada

siswa tunarungu kelas 1 SLB Negeri 2 Makassar.

B. Saran

Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang dapat

mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memahami lambang bilangan

1-5 maka peneliti mengemukakan saran saran sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada guru, untuk mengoptimalkan pembelajaran maka

guru mengembangkan media media yang dapat memudahkan siswa

tunarungu dalam memaksimalkan menerima pembelajaran yang telah di

ajarakan di sekolah

2. Bagi siswa, selain menerima pembelajaran dari guru di sekolah siswa

juga perlu untuk kembali mengulang pembelajarannya di rumah.

51
52

3. Bagi peneliti selanjutnya, semoga dalam mewujudkan pendidikan dan

pembelajaran yang sesuai dengan di butuhkan oleh siswa maka perlu di

tingkatakan serta berinovasi dalam merencanakan pembelajaran yang

sesuai karakteristik siswa.


53

DAFTAR PUSTAKA

Dali S. Naga. (1980). Berhitung Sejarah dan Pengembangannya. Jakarta: PT.


Gramedia.
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Departemen Pendidikan nasional. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi
Pendidikan Anak usia Dini Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal
(Katalog dalam Terbitan). Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Pendidikan
dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Dina Indriana. (2011). Ragam Alat Bantu Media Pembelajaran. Yogyakarta: Diva
Press.
Hallahan, Daniel P, Kuffan, James M, dan Pullen, Paige C. (2009).
Exceptional learner An Introduction to Special Education. Boston: Person.
Hamzah B Uno Dan Nina Lamatenggo. (2010). Teknologi Komunikasi &
Informasi pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hujair AH Sanaky. (2011). Media Pembelajaran: Buku Pegangan Guru dan
Dosen. Yogyakarta: Kaukaba.
Jasa Ungguh Muliawan . (2009). Manajemen Play Group & Taman Kanak-
Kanak. Jogjakarta: Diva press.
Jurnal Skripsi Endah Resnandari Puji Astuti.(2010). Penggunaan Media
Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu
Wicara Kelas D1. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Di Akses Pada
Tanggal 20 Desember 2019.

Mohammad Takdir Ilahi. (2013). Pendidikan inklusi. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media.Nana Sudajana dan Ahmad Rivai. (2002). Media Pembelajaran.
Bandung:Sinar Baru Algesindo.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu.
Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
Rudi Susilana dan Cepi Riyana. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilain. Bandung: Jurusan Kurtekpend
FIP UPI.
Sriningsih. (2009). Pembelajaran Matematika Terpadu untuk Anak Usia Dini.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
54

Sudaryanti. (2006). Pengenalan Matematika Anak Usia Dini. Yogyakarta: UNY


Press.
T. Sutjihati Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar biasa. Bandung: Refika
Adiatma.
Tejo Nurseto. (2011). Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal
Ekonomi dan Pendidikan, No. 1, Vol 8:19-35.
Tin Suharmini. (2009). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai