Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia telah menjamin bahwa memperoleh pendidikan
merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa “setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”. Ini berarti bahwa pendidikan dapat diperoleh
oleh semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Warga negara Indonesia yang
mengalami kebutuhan khusus juga berhak memperoleh pendidikan. Hak warga
Indonesia berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan juga telah diatur
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 Ayat 2 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa “warga negara yang mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Siswa berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan
yang dapat menunjang segala kebutuhan khususnya dan disesuaikan dengan
kemampuannya masing-masing. Salah satu konsep pendidikan bagi siswa
berkebutuhan khusus yang dikembangkan di Indonesia yaitu konsep pendidikan
inklusif (Irawati, 2015).
Anak berkelainan mental subnormal dapat disebut juga dengan
keterbelakangan mental, lemah ingatan (feebleminded), tunagrahita. Semua istilah
di atas menunjuk kepada anak tunagrahita mempunyai daya ingat yang rendah dan
hal ini sejalan dengan pendapat Soemantri (2012) yang menyatakan berkenaan
dengan memori, anak tungrahita berbeda de ngan anak normal pada short term
memory. Direktorat PKLK Ditjen dikdasmen (2017:3) mengemukakan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan
yang spesifik, berbeda dengan anak yang lainya. Secara umum, anak berkebutuhan
khusus meliputi dua kategori yaitu anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
bersifat permanen akibat dari kelainan tertentu dan anak berkebutuhan k husus yang
bersifat temporer yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang
disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Anak berkebutuhan khusus yang

1
2

memiliki keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang


membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang
maksimal.
Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
dalam aspek intelekual adalah anak tunagrahita. Menurut Hermawan (2013: 1)
tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, yang ditunjukan oleh fungsi
intelektual yang secara signifikan berada dibawah rata-rata dan mengalami
hambatan dalam perilaku adaptif dan berlangsung pada masa perkembangannya.
Anak tunagrahita juga mengalami hambatan dalam latihan berhitung yang
disebabkan oleh pengaruh kemampuan persepsinya sehingga konsep pemahaman
dan penyimpanan anak pada materi yang ada pada buku pelajaran mengalami
hambatan. Anak tunagrahita mengalami lemah ingatan sehingga sulit mengingat
materi pelajaran yang diberikan. Pada umumnya, bentuk kesulitan yang dialami
anak tunagrahita adalah kemampuan dasar akademik (membaca, menulis,
berhitung). Oleh karena itu, guru harus mampu menemukan cara ataupun media
mengajar yang tepat, kreatif, dan inovatif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kemampuan berhitung merupakan salah satu dari kemampuan dasar
akademik yang perlu dikuasai anak. Kemampuan berhitung perlu dikembangkan
karena kemampuan berhitung sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,
terutama kemampuan berhitung terkait konsep bilangan yang merupakan dasar dari
kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.
Menurut Melianingsih & Sugiman (2015, p. 214) pendekatan problem
solving mampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Pelajaran berhitung berkesan dengan obyek abstrak yaitu mengembangkan
kemampuan berhitung angka 1-10 dalam pelajaran matematika dan menurut
kemampuan berhitung permulaan menurut Slamet (2011) dalam kemampuan yang
dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik
perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat sendirinya, sejalan
dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkatkan.
3

Salah satu media yang dapat digunakan untuk membantu siswa belajar
berhitung adalah flash card. Berhitung menggunakan flash card dapat membantu
siswa mempermudah dan mengembangkan kemampuan berhitungnya dengan
melihat secara langsung gambar dan angkanya. Menurut Rahmawati (dalam
Susanto, 2011: 108), “Permainan flash card dapat merangsang anak agar lebih
cepat mengenal angka, membuat minat anak semakin kuat dalam menguasai konsep
bilangan, serta merangsang kecerdasan dan ingatan anak”. Sementara itu,
kelemahan media flash card adalah anak hanya dapat mengetahui dan memahami
angka dan gambar hanya sebatas angka dan gambar yang ada pada media flash card
(Astro, dalam Nurjanah, 2014: 294).
Salah satu media yang mampu menciptakan proses pembelajaran yang
efektif adalah media flash card. Menurut Yusuf (2011:141) flash card adalah media
pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25X30 cm. Gambar-
gambar yang ada pada flash card merupakan rangkaian pesan yang disajikan
dengan keterangan setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya.
Menurut pendapat lain dikemukakan Surana (tahun) bahwa flash card merupakan
salah satu permainan edukatif berupa pias-pias kartu yang memuat gambar dan kata
yang sengaja dirancang oleh Glenn Doman untuk meningkatkan berbagai aspek,
diantaranya: mengembangkan daya ingat, melatih kemandirian dan meningkatkan
kosa kata.
Penggunaan media flash card akan mempermudah proses penerimaan
pengetahuan, karena media kartu bergambar ini secara langsung akan menampilkan
gambar-gambar asli, praktis, menarik dan mudah untuk mengajarkansiswa
ketrampilan khusus yang baru. Menurut Rahmawati (dalam Susanto, 2011:108),
“permaianan flash card dapat merangsang anak agar lebih cepat mengenal angka,
membuat minat anak semakin kuat menguasai konsep bilangan serta merangsang
kecerdasan dan ingatan anak”. Model penerimaan pengetahuan, media flash card
ini juga dapat digunakan sebagai media permainan (Maslakah, 2017). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Agung, dan Tirtayani (2015)
penggunaan flash card mampu meningkatkan kemampuan berhitung permulaan
pada anak.
4

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, siswa kelas 1 tunagrahita


sedang di SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun mengalami kesulitan dalam
mengingat angka dan menghitung angka. Siswa kelas 1 tunagrahita sedang di SLB
Pancaran Kasih Caruban Madiun masih kesulitan dalam mengingat angka 1-10.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG
MENGGUNAKAN FLASH CARD PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS 1 DI
SLB PANCARAN KASIH CARUBAN MADIUN TAHUN PELAJARAN
2019/2020”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diketahui masalah yang muncul. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1. Anak tunagrahita memiliki hambatan kemampuan intelektual sehingga
mengalami hambatan dalam kemampuan pemahaman, kemampuan mengingat,
serta konsentrasi terhadap pelajaran.
2. Masih terdapat permasalahan dalam pembelajaran berhitung pada anak
tunagrahita.
3. Media yang digunakan belum dapat mengoptimalkan kemampuan berhitung
anak.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah sangat diperlukan dalam suatu penelitian, karena
dapat membantu peneliti memusatkan perhatian pada sasaran penelitian. Dalam
penelitian ini pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Anak tunagrahita yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita
kelas 1 di SLB Pancaran Caruban Kasih Madiun, yang berjumlah 2 siswa, 1
laki-laki, 1 perempuan dengan kecerdasan di bawah rata-rata dan hasil belajar
atau nilai mata pelajaran matematika masih kurang memuaskan.
2. Kemampuan berhitung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemmpuan
berhitung angka 1-10.
5

3. Media pembelajaran berhitung dalam penelitian ini menggunakan media


permainan berhitung flash card dimana anak diperlihatkan bentuk angka dan
gambar beberapa jumlah benda yang terdapat pada flash card agar anak
memahami, mengingat, dan menghitung angka sesuai gambar.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Apakah penggunaan flash card dapat meningkatkan
kemampuan berhitung pada siswa tunagrahita kelas 1 SLB Pancaran Kasih Caruban
Madiun tahun pelajaran 2020/2021?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berhitung
menggunakan flash card pada anak tunagrahita kelas 1 SLB Pancaran Kasih
Caruban Madiun tahun pelajaran 2020/2021.

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi terkait penggunan flash
card untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada anak tunagrahita.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Anak Didik
Anak didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai
pembelajaran secara aktif, kreatif, dan menyenangkan melalui media flash
card. Selain itu, anak diharapkan dapat tertarik mempelajari pelajaran
matematika dalam berhitung angka melalui media flash card.
b. Bagi Guru,
6

Guru diharapkan dapat memperoleh pengetahuan tentang cara menggunakan


media flash card pada siswa tunagrahita dalam berhitung.
c. Bagi Sekolah
Sekolah diharapkan dapat menjadikan hasil peneltian ini sebagai bahan
pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta menentukan
media yang tepat untuk mengembangkan kemampuan berhitung anak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tijauan Tentang Tunagrahita


1. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam
kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation,
mentally retarded (retardasi mental), mental deficiency, mental defective,
down syndrome dan lain-lain. Pengertian tunagrahita sendiri merupakan
anak-anak dengan tingkat kecerdasan jauh di bawah anak-anak dengan
tingkat kecerdasan normal sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan
khusus (Wikasanti: 2014). Menurut Kemis (2013) tunagrahita adalah
sebagai berikut:
a. Kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata
(sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah.
b. Kelainan yang muncul sebelum usia 16 tahun.
c. kelainan lain yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di
bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam
menyusahkan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit
(Nunung: 2014).
Menurut Gunar Dybwar (1964:3) mengemukakan: Mental
retardation is a condition which originates during the developmental
period and is characterized by markedly subavarage intellectual in social
inadequacy.
AAMD (American Assotiation of Mental Deficiency) menjelaskan
bahwa anak yang tunagrahita menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-
rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian
perilaku dan terjadi pada masa perkembangan (Kauffman dan Hallahan

7
8

dalam Somantri, 2007). Somantri (2007), menyatakan tunagrahita atau


keterbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan
kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap
perkembangan yang optimal.
Tunagrahita atau retardasi mental adalah kondisi sebelum usia 18
tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya
dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. IQ rendah
dan kemampuan beradaptasi yang rendah biasanya tampak sejak kanak-
kanak, dan tidak tampak pada periode normal, dan keadaan retardasi ini
bukan disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit atau cedera otak (Subini:
2012). Retardasi mental juga disebut dengan oligorfrenia, yang berasal dari
kata oligo yang berarti sedikit (kurang), dan fren yang berarti jiwa. Orang
yang mengalami retardasi mental biasanya disertai dengan berkurangnya
kemampuan dalam beradaptasi terhadap segala sesuatu disekitarnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual di
bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam komunikasi dan sosial, terjadi
pada masa perkembangan, memerlukan layanan pendidikan khusus. Karena
keterbatasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah
biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan
layanan pendidikan khusus, yakni sesuai dengan kemampuan anak tersebut.
2. Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang dikemukakan
oleh AAMD (Hallahan dalam Apriyanto 2012; 31) sebagai berikut:
a. Mild Mental Retardation(tunagrahita ringan), IQ nya 70-55
b. Moderate Mental Retardation (tunagrahita sedang), IQ nya 55-40
c. Severe Mental Retardation (tunagrahita berat), IQ nya 40-25
d. Profound Mental Retardation (tunagrahita sangat berat), IQ nya 25 ke
bawah.
9

Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP


72 Tahun 1991 adalah tunagrahita ringan IQnya 50-70, tunagrahita sedang
IQnya 30-50, tunagrahita berat dan sangat berat IQnya kurang dari 30.
Pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran
(Apriyanto, 2012:31) sebagai berikut:
a. Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam
akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.
b. Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri,
dan penyesuaian sosial sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat
pendidikan secara akademik.
c. Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat
melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan
pengawasan dan dukungan yang terus menerus.
Klasifikasi anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut
B3PTKSM sebagai berikut:
a. Taraf perbatas (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar
(slow learner) dengan IQ 70-85.
b. Tunagrahita mampu didik (educabie mentally retarded) dengan IQ 50-75.
c. Tunagrahita mampu latih (trainabie mentally retarded) IQ 30-50 atau 35-55.
d. Tunagrahita butuh rawat (dependent or protoundly mentally retarded) dengan
IQ dibawah 25-30.
Klasifikasi tunagrahita menurut (Roan; 1979) dalam B3PTKSM sebagai
berikut:
a. Klasifikasi secara medis-biologis yaitu:
1) Tunagrahita tarap perbatasan (IQ: 68-85).
2) Tunagrahita ringan (IQ: 36-51).
3) Tunagrahita sedang (IQ: 36-51).
10

4) Tunagrahita sangat berat (IQ: kurang dari 20).


5) Tunagrahita tak tergolongkan.

b. Tunagrahita secara social-psikologis berdasarkan kriteria psikometrik yaitu:


1) Tunagrahita ringan (mild mental retardation)= IQ 55-69.
2) Tunagrahita sedang (moderate mental retardation) dengan IQ: 40-54.
3) Tunagrahita berat (severse mental retadation) dengan IQ: 20-39.
c. Secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri
jasmani adalah:
1) Sindroma down atau sindroma mongoloid merupakan kelainan genetik yang
terjadi pada kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi
klinis yang cukup khas merupakan kelainan yang berdampak pada
keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental.
2) Hydrocephalus yaitu ukuran kepala besar dan berisi cairan.
3) Microcephalus yaitu ukuran kepala terlalu kecil dan makrocephalus yaitu
ukuran kepala terlalu besar.
Berdasarkan teori-teori di atas maka dapat disimpulkan klasifikasi tunagrahita
ada 3, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat.
3. Karakteristik Tunagrahita
Menurut Wahyuningrum dan Rianto (2015: 6) karakteristik anak tunagrahita
yang mengalami hambatan dalam intelektual, membuat kemampuan berhitung anak
tunagrahita yang kurang memuaskan.
Wardani, dkk (2012) dalam Apriyanto (2012: 31), mengemukakan
karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaanya sebagai berikut :
a. Karakteristik Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya,
mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga
perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat
bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada
usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.
11

b. Karakteristik Tunagrahita Sedang


Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran
akademik. Namun mereka masih memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri
dan dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan,
mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu
mereka selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan orang
lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6
tahun.
c. Karakteristik Tunagrahita berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat
memelihara diri sendiri dan tidak dapat membedakan bahaya dan bukan
bahaya. Mereka juga tidak dapat berbicara, kalaupun bicara hanya mampu
mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun
mencapai usia dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.
Menurut Prasadino (Wardani, dkk., 2008), ciri-ciri pada perkembangan ini
penting karena segera dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu.
Beberapa ciri dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan anak
pada umumnya. Karakteristik atau ciri-ciri pada masa perkembangan adalah
sebagai berikut:
a. Masa bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakan tetapi para ahli
mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah: tampak mengantuk
saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus
menerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.
b. Masa kanak-kanak
Pada masa itu anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak
tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-
ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi
anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperhatikan ciri-ciri: sukar memulai
dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi tidal ada
12

variasi, penglihatannya tampak kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada


pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-
ciri: mereaksi cepar tetapi tidak tepat, tampak akti sehingga memberi kesan
anak ini pintar, pemusatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan
tanganya sendiri, cepar bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
c. Masa sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak
tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri
mereka munculkan adalad sebagai berikut:
1) Adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran (membaca,
menulis dan berhitung).
2) Prestasi yang kurang.
3) Kebiasaan kerja kurang baik.
4) Kebiasaan kerja tidak baik.
5) Perhatian yang mudah beralih.
6) Kemampuan motorik yang kurang.
7) Perkembangan bahasa yang jelek.
8) Kesulitan menyesuaikan diri.
d. Masa puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja
biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal tetapi perkembangan berpikir
dan kepribadiannya berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami
kesulitan dalam pergaulan dan pengendalian diri.

4. Penyebab Ketunagrahitaan
Menurut Wikasanti (2014: 48), tunagrahita dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:

a. Faktor keturunan
Telah ditemukan sebelumnya bahwa faktor keturunan terhadap pada sel
khusus yang pada pria disebut spetamatozoa dan pada wanita ovarium.
13

1) Mengenal kromosom
2) Kelainan kromosom
3) Kelainan gen
4) Gangguan metabolisme dan gizi
5) Infeksi dan keracunan
6) Trauma dan zat radioaktif
b. Faktor lingkungan (sosial-budaya)
Menurut penelitian yang dilakukan para ahli untuk mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap fungsi intelektual anak. Misal studi yang dilakukan Kirk
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya
rendah menunjukkan kecenderungan mempertahankan mentalnya pada tarf
yang sama, bahkan prestasi belajarnya semakin kurang seiring dengan
meningkatnya usia. Sedangkan Patton dan Polloway menunjukkan bahwa para
orang tua yang selalu khawatir dengan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tidak menganggap masalah anak untuk memperoleh pendidikan
prasekolah pada waktunya atau memberikan program latihan sebagai prioritas.
c. Usaha pencegahan ketunagrahitaan
Berbagai alternatif upaya pencegahan yang disarankan antara lain sebagai
berikut:
1) Penyuluhan genetik yaitu suatu usaha mengomukasikan berbagai informasi
mengenal masalah genetika. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui
posyandu dan klinik.
2) Diasnotig prenatal yaitu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat
diketahui lebih dini apakah janin mengalami kenainan.
3) Imunisasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita.
4) Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuk
menghindari kelainan.
5) Melalui program keluarga berencana.
6) Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan bila ada kelahiran dengan resiko tinggi.
7) Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan tercapainya lingkungan yang baik
sehingga tidak menghambat bayi/anak.
14

8) Pemeliharaan kesehatan, pemeriksaan selama hamil.


9) Intervensi diri, dibutuhkan orang tua agar dapat membantu perkembangan
anaknya secara dini.

B. Tinjauan Tentang Kemampuan Berhitung


1. Pengertian Berhitung
Menurut Abdurrahman 2012 (dalam Kuntarto, 2017), konsep menunjuk
pada pemahaman dasar. Peserta didik mengembangkan suatu konsep ketika mereka
mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika
mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu.
Masa kelas awal dimulai dengan kegiatan berhitung dasar secara
sederahana. Menurut Kuntarto (2017: 67), pemahaman konsep matematika pada
anak, yang paling mendasar adalah pemahaman tentang operasi hitung. Untuk
mengajarkan konsep operasi hitung pada anakharus senantiasa memperhatikan
tahap perkembangan berpikir anak. Sedangkan Sriningsih (2008: 63),
mengungkapkan bahwa berhitung untuk anakkelas rendah disebut juga sebagai
kegiatan menyebutkan urutan bilangan dan bilangan.
Menurut Susanto (2011: 98), berhitung permulaan adalah kemampuan
yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuan, karakteristik
perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya,
perkembangan kemampuan anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai
jumalah yaitu berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berhitung dasar
adalah kemampuan atau kesanggupan yang dimiliki olek anak untuk
mengembangkan kemampuannya sehingga kemampuan anak meningkat.
2. Kemampuan Berhitung
Menurut munandar, (dalam Susanto, 2011: 97), bahwa kemampuan
merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan
dan latihan”. Sesorang dapat melakukan sesuatu karena adanya kemampuan yang
dimiliki anak. Kemampuan berhitung permulaan merupakan kemampuan yang
dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki setiap anak
15

untuk mengembangkan kemampuan, karakteristik perkembangan dimulai dari


lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan
kemampuannya anak dapat meningkat kehadap pengertian mengenai jumlah, yaitu
berhubungan dengan jumlah dan pengurangan.
Menurut Khadijah (2016 :143) kemampuan berhitung adalah kemampuan
yang dimiliki oleh setiap anak dalam matematika, kegiatan yang dilakukan dalam
berhitung pada anak dengan cara mengurutkan bilangan atau membilang serta
mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari anak.
Menurut Ismayati (2010: 17), pengenalan berhitung permulaan yang
dilakukan sambil bermain dan bernyanyi membuat anak lebih mudah untuk
menerima pembelajaran. Berhitung merupakan bagian dari matematika. Menurut
Ismayati (2010: 7), matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan
pola, bentuk, struktur, dan hampir setiap aktivitas manusia merupakan bagian dari
matematika.
Sriningsih (2008: 120), berpendapat bahwa berhitung bertujuan untuk
mengembangkan pemahaman anak melalui proses eksplorasi dengan benda-benda
konkret. Eksplorasi melalui benda-benda konkret diharapkan mampu memberikan
fondasi yang kokoh bagi anak dalam mengembangkan kemampun matematika pada
tahap selanjutnya. Untuk itu guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar
yang dapat menggantikan benda-benda konkret dengan alat-alat yang dapat
mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental (abstrak).
3. Aspek-aspek berhitung
Konsep Rijt dalam Rijt et al (2003:161) terdapat delapan aspek dalam
kemampuan berhitung awal anak yaitu:
1. Konsep perbandingan. Anak usia empat tahun dapat membandingkan seperti
rendah, terendah, lebih dan lebih sedikit.
2. Klasifikasi. Mengelompokkan objek dalam satu atau lebih.
3. Koresponden satu-ke-satu. Memahami tentang hubungan satu-satu objek yang
disajikan bersamaan.
4. Serasi. Berurusan dengan entitas diskrit dan teratur.
16

5. Penggunaan kata-kata angka. Menggunakan kata-kata angka dalam urutan


hingga 20. Anak dibawah berusia 3 ½ tahun dapat mempelajari urutan angka
hingga 10. Sementara anak usia 3 ½ tahun dan 6 tahun mampu mempelajari
urutan angka sampai 10-20.
6. Penghitungan tersetruktur. Menghitung dengan menunjukkan benda-benda.
7. Perhitungan hasil. Anak mampu menghitung hasil jumlah terakhir yang
ditunjukkan oleh anak.
8. Pemahaman umum angka. Menerapkan berhitung dalam situasi kehidupan
nyata sehari-hari.
4. Faktor – faktor kemampuan berhitung
Menurut khadijah (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
berhitung terdiri dari faktor internal dan eksternal.
Adapun faktor internal dibagi menjadi dua:
1. Faktor jasmani, yang meliputi faktor kesehatan (kemampuan mengingat,
kemampuan pengindraan seperti melihat, mendengarkan dan merasakan) dan
cacat tubuh.
2. Faktor psikologis, yang meliputi usia, jenis kelamin, kebiasaan belajar,
intelegensi, perhatian, bakat, minat, emosi, dan motivasi/ cita-cita, perilaku/
sikap, konsentrasi, kemampuan/ unjuk hasil kerja, rasa percaya diri,
kematangan dan kelelahan.
Kemudian faktor eksternal dibagi menjadi:
1. Faktor keluarga, karena keluarga adalah lingkungan pertama yang paling
berpengaruh pada kondisi anak sebelum kondisi disekitar anak (masyarakat
dan sekolah).
2. Faktor sekolah, karena sekolah merupakan tempat belajar anak setelah di
keluarga.
3. Faktor masyarakat, selain di keluarga dan sekolah, anak juga berinteraksi
dengan lingkungan di masyarakat.
17

C. Tinjauan Tentang Media Flash Card


1. Pengertian Media Flash card
Menurut Susilana dan Riyana (2009: 95), flash card adalah media
pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang ukuran 25 x 30 cm. Gambar-
gambarnya dibuat menggunakan tangan dan foto, atau menfaatkan gambar atau foto
yang sudah ada yang ditempelkan pada lebaran-lembaran flash card.
Menurut Sadiman, dkk (2014) secara umum media pendidikan mempunyai
kegunaan. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
mengatasi sikap pasif anak didik. Media pendidikan berguna untuk menimbulkan
kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih nyata, memngkinkan anak
didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya. Sedangkan Menurut Izzan
(2009:176), bahwa “flash card merupakan alat peraga dari koran berukuran 18 x 16
inci yang dibubuhi gambar-gambar menarik, kata, ungkapan atau kalimat”.
Menurut Suryana (2000:24) mengemukakan bahwa: “flash card merupakan salah
satu bentuk permaianan edukasi kartu-kartu yang memuat gambar dan kata yang
sengaja dirancang oleh doman untuk meningkatkan berbagai aspek di antaranya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa flash card
merupakan media kartu pelajaran dalam bentuk gambar yang berukuran tertentu
seperti bentuk persegi atau persegi panjang yang berisi gambar, teks, atau simbol
yang mengingatkan siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu.
Sedangkan flash card yang digunakan peneliti berukuran 15 x 10 cm dengan kertas
putih dan angka berwarna hitam. Dengan adanya flash card anak dapat
dipermudahkan dalam belajar berhitung.

2. Kelebihan dan kekurangan flash card


Kelebihan media flash card menurut Sadiman, dkk (2012:29-31) adalah:
a. Sifatnya konkret, lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan
dengan media verbal semata.
b. Dapat mengatasi batasan ruang adan waktu. Tidak semua benda, objek, atau
peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu dapat peserta didik dibawa
ke objek atau peristiwa tersebut.
18

c. Dapat mengatasi keterbat asan pengamatan kita.


d. Dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat
usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalah pahaman.
e. Harganya murah, mudah diperoleh dan digunakan tanpa memerlukan
peralatan khusus.
Menurut Kurnia dalam penelitian Kusumawati dan Mariono (2016:27),
menjelaskan kekurangan media fash card sebagai berikut:
a. Semata-mata hanya sebagai media visual.
b. Ukuran gambar sering kali kurang tepat untuk pengajaran dalam kelompok
besar.
c. Memerlukan ketersediaan sumber dan ketrampilan, dan kejelian guru untuk
mendapat memanfaatkanya.
Menurut Sadiman dalam penelitian ilmu (2019:25), menjelasakan bahwa
“media flash card hanya menekankan pada indra penglihatan, ukuran dalam media
flash card sangar kecil apabila digunakan pada kelompok besar, gambar dalam
media flash card hanya menekankan dalam satu pesan”.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa media pembelajaran merupakan salah
satu bentuk peralatan, media, atau teknik yang digunakan menyalurkan pesan
membantu mempertegas bahan pelajaran, sehingga dapar merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat anak dalam proses pembelajaran. Kelebihan dan
kekurangan dalam menggunakan media flash card, kelebihan mudah dibawa tidak
berat terasa ringan, praktis untuk dijadikan bahan mengajar, gampang diingat dan
menyenangkan belajar sambilbermain, kekurangannya hanya berbentuk media
visual atau penglihatan, ukurannya pun tertentu,tidak bisa mengajar dengan
kelompok besar, hanya menekankan dalam satu pesan.

D. Kerangka Pemikiran
Menurut Hastuti dkk (2015), Anak tunagrahita mampu memahami fakta
namun tidak mampu menarik konsep. Misalnya siswa mengetahui ada buku
berjumlah tiga namun tidak memahami makna 3 itu sendiri.
19

Menurut pengamatan di lapangan anak tunagrahita mengalami kesulitan


dalam kegiatan pembelajaran seperti berhitung hal ini disebabkan oleh media
pembelajan yang digunakan guru belum tepat dan menyebabkan perkembangan
anak tidak optimal. Dengan menggunakan media pembelajaran flash card anak
tunagrahita dapat belajar berhitung dengan baik dan menyenangkan.
Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan berhitung untuk
meningkatkan semangat belajar anak. Anak tunagrahita kelas rendah harus
memiliki kemampuan dasar berhitung sebagai bekal memahami operasi hitung
bilangan selanjutnya. Berdasarkan hal tersebut, kemampuan berhitung dapat
meningkat apabila dalam penggunaan media dilaksanakan secara optimal.
Sebuah media yang menarik menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah
pembelajaran terutama pada pembelajaran di kelas 1 tunagrahita, sehingga anak
tunagrahita akan lebih tertarik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas maka media pembelajaran berupa flash card yang
berguna untuk menarik dan memotifasi kemampuan berhitung anak tunagrahita
kelas 1.
Secara singkatnya alur berkerangka pikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :

Kurangnya kemampuan berhitung siswa


tunagrahita kelas I di SLB Pancaran Kasih
Caruban

Penggunaan flash card sebagai media


pembelajaran berhitung siswa tunagrahita kelas I
di SLB Pancaran Kasih Caruban

Adanya peningkatan kemampuan berhitung pada


siswa tunagrahitaBagan
kelas 1I di SLB Pancaran
Kerangka pikir Kasih
Caruban setelah pembelajaran dengan
menggunakan flash card
20

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti dibawah atau lemah, dan
thesa yang berarti kebenaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hipotesa adalah
kebenaran yang kemah. Kebenaran hipotesis dikatakan lemah karena kebenarannya
baru diuji pada tingkat teori (Purwanto, 2012). Menurut Ary D (Darmadi, 2014)
hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Jadi, hipotesis adalah
jawaban sementara berdasarkan uji teori. Adapun hipotesis dalam penelitian ini
adalah penggunaan media flash card dapat meningkatkan kemampuan berhitung
pada siswa tunagrahita kelas 1 di SLB Pancaran Kasih Caruban Tahun Pelajaran
2020/2021.
21

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang digunakan untuk penelitian yaitu SLB Pancaran
Kasih Madiun yang terletak di Kelurahan Krajan Kecamatan Mejayan
Kabupaten Caruban Madiun, tepatnya dilakukan di kelas 1.
Tempat penelitian ini atas dasar pertimbangan bahwa:
a. Peneliti adalah guru pada kelas 1 tunagrahita SLB Pancaran Kasih Madiun.
b. Nilai berhitung pada peserta didik kelas 1 tunagrahita SLB Panacaran
Kasih Madiun berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu mulai dari bulan Agustus
2020 sampai November 2020. Adapun rincian waktu dan kegiatan dalam
penelitian yaitu pada bulan Agustus 2020 hingga September 2020 dilakukan
tahap persiapan seperti penulisan proposal, mengurus perijinan penelitian, dan
penyusunan instrumen. Pada bulan September 2020 hingga Oktober 2020
dilaksanakan penelitian dan analisis data. Pada bulan November 2020 mulai
mengerjakan penyusunan laporan.

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian
yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan
untuk memperbaiki pembelajaran yang telah (baru saja) dilakukan sehingga prestasi
belajar peserta didik meningkat (Hermawan, 2015). Menurut Sugiyono (2016)
bahwa “penelitian pre-eksperimen hasilnya merupakan variabel dependen bukan
semata-mata dipengaruhi oleh variaben independen.”
Jenis penelitian tindakan kelas adalah penelitian kuantitatif yang
dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas

21
22

dan upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari
jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan tugas sehari-hari di kelas.
Penelitian ini menggunakan 3 kali siklus, dengan setiap siklus terdiri dari
penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan yang diiringi observasi,
refleksi serta evaluasi.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah subjek yang ditunjukan diteliti oleh peneliti.
Subyek penelitian itu merupakan sumber informasi yang digali untuk
mengungkapkan fakta-fakta di lapangan. Penentuan subyek penelitian atau sampel
dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Subyek penelitian
ini adalah siswa kelas I tunagrahita di SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun
sebanyak 2 siswa yang terdiri dari 1 siswa putra dan 1 siswa putri.

D. Data dan Sumber Data


Data penelitian adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan
untuk menyusun suatu informasi (Arikunto, 2002: 96) Data penelitian yang
dikumpulkan berupa kemampuan berhitung awal dan akhir. Sumber data penelitian
ini diperoleh dari siswa tunagrahita kelas I SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data harus dirumuskan secara tepat agar dapat
membantu dalam memperoleh data yang benar-benar diinginkan. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Tes
a. Pengertian
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipergunakan
berbentuk Teknik Tes. Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur
seberapa jauh hasil yang diperoleh siswa setelah kegiatan pemberian
tindakan. Menurut Sudjana (1989), “ Tes pada umumnya digunakan untuk
menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif
23

berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan


pendidikan dan pengajaran. Menurut Sudijono (2011: 67), tes adalah cara
(yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk
pemberian tugas atau serangaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan
(yang harus dijawab) atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan), oleh
testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran
tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau
prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang
dicapai oleh testee lainnya atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
b. Tes yang digunakan
Adapun tehnik pengumpulan data dengan tes yang peneliti gunakan
adalah menggunakan tes pilihan ganda. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kemampuan berhitung siswa setelah diberi tindakan. Berikut ini adalah tabel
tentang kisi-kisi tes kemampuan berhitung terdiri beberapa dari delapan
aspek dan yang digunakan untuk kisi-kisi tes kemampuan berhitung anak
tunagrahita kelas 1 SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun terdiri 5 aspek
berdasakan kemampuan siswa.
24

Tabel 1.Kisi-kisi tes kemampuan berhitung anak tunagrahita


Variabel Aspek No. Soal Jumlah %
soal
Konsep 1. Konsep pemahaman 1,2,3 3 30%
berhitung umum angka (1 –
10)
2. Konsep penggunaan 4,5,6 3 30%
kata-kata angka (1 –
10)
3. Konsep 7,8 2 20%
penghitungan
tersetruktur (1 – 10)
4. Konsep klasifikasi 9,10 2 20%
(1 – 10)
Total 10 100%

Tiap item soal memiliki nilai yaitu :


Skor 1 : Benar secara mandiri
Skor 0 : Salah atau belum mampu
Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal
Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan berdasarkan
nilai KKM 70, maka :
 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas
≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas
2. Observasi / Pengamatan
Menurut Hadi (2000) ”Observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang
diselidiki”. Menurut Arifin (1990) “Observasi adalah suatu cara untuk
mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara
25

sistematis, logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena yang


diselidiki”.
Observasi yang digunakan dalam penelitian menggunakan observasi
partisipan, dimana peneliti terlibat langsung dalam kegiatan proses belajar
mengajar dengan subyek penelitian. Tujuan dengan menggunakan observasi
partisipan adalah untuk mengetahui secara langsung kemampuan berhitung
dalam menggunakan flash card, khususnya anak tunagrahita kelas I SLB
Pancaran Kasih Caruban Madiun yaitu:
a) Konsep pemahaman umum angka (1 – 10)
b) Konsep penggunaan kata-kata angka (1 – 10)
c) Konsep penghitungan tersetruktur (1 – 10)
d) Konsep klasifikasi (1 – 10)

F. Validitas Data
Validitas data adalah alat ukur yang sesuai dengan apa yang akan diukur.
Dalam penelitian ini untuk mencari validitas adalah dengan mengkoralisasikan skor
tiap soal dengan skor total. Untuk mengetahui valid atau tidak hasil koreksi itu
dikonsultasikan dengan tabel. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas
data yaitu triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan member check.
Menurut Sugiyono (2005: 3720), tringulasi adalah pengecekan data dari
berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu. ada beberapa macam triagulasi
yaitu triagulasi sumber, triagulasi teknik pengumpulan data dan triagulasi waktu.
Peneliti menggunakan triagulasi berbagai cara yaitu : tes dan observasi untuk
meningkatkan kemampuan berhitung anak dalam konsep bilangan (1-10), konsep
lambang bilangan (1-10), konsep banyak benda (1-10), konsep urutan bilangan (1-
10).

G. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang telah
berhasil dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriptif komparatif dan analisis
26

kritis. Deskriptif komparatif digunakan untuk membandingkan nilai ulangan harian


dengan hasil tes antar siklus.
Menurut Sugiyono (2016: 193), tehnik pengumpulan data adalah suatu
langkah yang dinilai strategis dalam penelitian, karena mempunyai tujuan yang
utama dalam memperoleh data. Hasil analisis tersebut dijadikan dasar dalam
menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang
ada. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tehnik pengumpulan
data kuantitatif yaitu kuesioner, wawancara terencana, tes, observasi terencana,
interventarisasi, skala rating dan ukuran biasa (Hamid dan Bahruddin, p.47-48).

H. Indikator Kinerja Keberhasilan


Indikator sebagai tolok ukur keberhasilan penelitian yang dilakukan.
Indikator kinerja ini merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam
menentukan keberhasilan penelitian. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila
terdapat peningkatan kemampuan berhitung bilangan dengan keterampilan
berhitung pada siswa kelas I Tunagrahita, yaitu siswa yang memperoleh nilai 70
atau lebih yang dapat dikatakan sudah mencapai KKM.

I. Prosedur Penelitian
Menurut Lewin yang dikutip oleh Arikunto (2006), model penelitian dalam
penelitian tindakan menunjuk pada proses pelaksanaan penelitian tindakan terdiri
dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu :
a) Perencanaan atau planning
b) Tindakan atau acting
c) Pengamatan atau observing
d) Refleksi atau reflecting.
Berikut ini adalah model visualisasi bagan penelitian tindakan yang disusun
oleh Kemmis dan Mc Taggart yang dikutip oleh Arikunto (2006).

Keterangan :
1. Perencanaan I
2. Tindakan dan Observasi I
27

3. Refleksi I
4. Rencana revisi I
5. Tindakan dan Observasi II
6. Refleksi II

Gambar 2. Siklus Kemmis dan Mc Taggart

Setiap siklus terdiri dari penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan


tindakan yang diiringi observasi, refleksi serta evaluasi. Berdasarkan evaluasi siklus
1 maka diidentifikasi kembali kemudian rencana tindakan yang baru untuk
dilakukan pada siklus 2. Rencana perbaikan telah tersusun kemudian dilakukan
pelaksanaan tindakan siklus 2 dengan disertai observasi dilanjutkan dengan refleksi
dan diperoleh hasil akhir berupa peningkatan kemampuan berhitung.

Rencana tindakan sesuai dengan desain penelitian yang berupa “putaran


spiral” sebagai berikut:

1. Putaran pertama atau siklus 1 meliputi :

a. Perencanaan I

Langkah-langkah pengajaran berhitung menggunakan flash card sebagai


persiapan berhitung dengan flash card dilaksanakan sesuai dengan Rencana
Program Pengajaran (RPP) yang telah dibuat, yaitu:

1) Kegiatan awal

Kegiatan pertama yang dilakukan oleh guru pada awal pengajaran


adalah memberikan penjelasan kepada siswa tentang metode berhitung.
Guru juga menjelaskan mengenai urutan kegiatan ini. Setelah siswa
mengerti bagaimana cara berhitung, maka kegiatan selanjutnya adalah siswa
melakukan kegiatan pemanasan. Kegiatan pemanasan menurut peneliti
sangat diperlukan mengingat kegiatan ini melibatkan media flash card pada
tangan siswa tunagrahita yang cenderung lemah.

Kegiatan pemanasan menyanyikan lagu anak ayam dan tanya jawab


28

masalah angka. Semua kegiatan pada pemanasan ini dilakukan siswa setelah
diberi contoh oleh guru dan dalam kegiatannya siswa melakukan dengan
dibantu oleh guru dan peneliti dalam waktu 5 menit.

2) Kegiatan inti

Kegiatan ini dilakukan kurang lebih selama 30 menit, kegiatan ini


meliputi :

a) Konsep pemahaman umum angka (1 – 10)

Dengan membilang banyak benda. Bertujuan agar siswa mampu


menghitung angka dengan mengarah pada benda nyata yang ada
disekitar. Mengitung benda disekitar dengan mengenalkan angka dan
menunjukkan angka pada flash card. Proses kegiatan ini menghitung
menggunakan dengan menunjukkan angka pada flash card dapat
merangsang siswa mengingat angka. Setelah siswa dapat melakukan
kegiatan ini maka digunakan dengan kegiatan selanjutnya.
b) Konsep penggunaan kata-kata angka (1 – 10)
Setelah kegiatan menghitung banyak benda dengan menggunakan flash
card yaitu kegiatan selanjutnya memahami lambang bilangan dengan
melihat angka pada flash card adalah mencari sesuai angka yang benar.
c) Konsep penghitungan tersetruktur (1 – 10)

Setelah kegiatan memahami lambang bilangan, siswa diminta untuk


menghitung banyak benda angka 1 sampai 10 dengan melihat angka pada
flash card. Dengan kegiatan belajar tersebut anak dapat memahami dan
hafal angka 1 sampai 10.

d) Konsep klasifikasi (1 – 10)

Setelah kegiatan konsep banyak bilangan selajutnya, siswa mengurutkan


bilangan terkecil dan terbesar agar siswa memahami angka 1 sampai 10
dengan mengurutkan angka pada flash card agar siswa lebih hafal pada
angka.

3) Kegiatan penutup
29

Kegiatan penutup guru dan siswa melakukan tanya jawab untuk


mengukur kemampuan siswa dalam membilang angka, mengenal lambang
bilangan, menghitung banyak bilangan, dan mengurutkan bilangan. Setelah
melakukan tanya jawab siswa diberikan tugas rumah agar siswa berlatih
mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain.

b. Tindakan

Kegiatan pemberian program pengajaran yang menghitung bilangan angka


1 sampai 10 di dalam kelas. Kegiatan pengajaran bilangan angka 1 sampai 10
ini diikuti oleh seluruh siswa berjumlah 2 siswa yang terdiri dari 1 siswa putra
dan 1 siswa putri. Langkah- langkah proses kegiatan pengajaran sebagai
berikut :

Langkah proses kegiatan pengajaran sebagai berikut:

1) Kegiatan Awal

a) Berdoa, Apresiasi yaitu menyanyi lagu anak ayam

b) Pemanasan, mengenal bilangan dengan tebak-tebakan angka melihat


flash card.

2) Kegiatan Inti (berhitung angka)

a) Menulis lambang bilangan angka 1 sampai 10 dengan melihat flash card.

b) Menghitung banyak benda.

c) Mengurutkan bilangan yang terkecil dan yang terbesar.

3) Kegiatan akhir

a) Melakukan refleksi dengan mengulang pelajaran yang telah


disampaikan.

b) Siswa diberikan tugas rumah agar lebih memahami angka 1 sampai 10.

c) Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.

4) Penilaian

Tiap item soal memiliki nilai:


30

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal
Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan berdasarkan
nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

c. Observasi dan Monitoring


Peneliti melakukan observasi atau pengamatan tentang pelaksanaan
tindakan yang diberikan pada siswa. Hal yang diperhatikan mencakup
pengambilan langkah untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian tujuan
tindakan. Sasaran evaluasi adalah menemukan bukti-bukti nyata dari
peningkatan yang terjadi setelah dilaksanakan tindakan. Dalam penelitian ini
peningkatan tersebut menyangkut masalah berhitung angka 1 sampai 10.
Hal yang akan diobservasi menyangkut dengan penguasaan angka 1
sampai 10 yang dinyatakan dalam penguasaan dengan sederhana saat
melakukan kegiatan berhitung angka. Alat yang akan digunakan untuk
mengobservasi adalah dengan menggunakan flash card sebagai pedoman
observasi yang berisi tentang cara-cara siswa dalam membilang angka, nenulis
lambang bilangna, menghitung bilangan dan mengurutkan bilangan.
Data yang akan diungkap dalam kegiatan pembelajaran dengan
membilang angka ini adalah perkembangan kemampuan berhitung anak
dalam mengenal bilangan, lambang bilangan, menghitung banyak benda dan
mengurutkan angka dengan media flash card.
d. Refleksi
Dalam proses pembelajaran berlangsung dianalisis secara diskriptif
kemudian diadakan refleksi terhadap proses pembelajaran yang yang telah
dilakukan. Refleksi dilakukan untuk mengkaji pembelajaran berhitung
31

menggunakan flash card dengan penguasaan angka 1-10, melihat dan


mempertimbangkan dampak dari tindakan saat melakukan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan siklus sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana keberhasilan dari rencana tindakan yang akan
dilakukan.

2. Putaran Kedua atau Siklus II


Tindakan pada putaran kedua dilakukan apabila materi yang dikuasai anak
tidak mencapai 70% dari keseluruhan soal yang diberikan. Dalam putaran
kedua ini diadakan tindakan perbaikan dari siklus sebelumnya. Tetapi apabila
anak mampumengerjakan soal mencapai 70%, maka tidak dilakukan tindakan
putaran II. Sebab apabila pada putaran ke II anak belum mencapai 70% maka
akan dilanjutkan putaran ke III dan seterusnya. Pada putaran kedua atau siklus
II ini meliputi :
a. Perencanaan II
Rencana tindakan pada putaran kedua ini mengacu kepada hasil dari
refleksi yang dilakukan peneliti setelah bermusyawarah dengan guru kelas.
Rencana tindakan adalah berupa program pembelajaran berhitung
menggunakan flash card yang telah dimodifikasi/ ada perubahan yaitu:
1) Jumlah latihan/frekuensi pembelajaran ditingkatkan .
2) Waktu pembelajaran keterampilan selama 35 menit tiap pertemuan.
3) Pelaksanaan kegiatan menggunakan jam pagi (07.30-09.00)
4) Kegiatan pembukaan harus lebih bervariasi dan waktunya ditambah.

b. Tindakan / Observasi II
Kegiatan pemberian tindakan dilakukan setelah mengadakan refleksi
terhadap tindakan putaran pertama. Kegiatan tindakan pada putaran kedua
dapat dilihat pada gambar berikut:
1) KegiatanAwal

a. Berdoa, Apersepsi yaitu menyanyi lagu anak ayam


32

b. Pemanasan, mengenal bilangan dengan tebak-tebakan angka melihat


flash card.
2) Kegiatan Inti (berhitung angka)
a. Menulis lambang bilangan angka 1 sampai 10 dengan melihat flash
card.
b. Menghitung banyak benda.
c. Mengurutkan bilangan yang terkecil dan yang terbesar.
3) KegiatanAkhir

a. Melakukan refleksi dengan mengulang pelajaran yang telah


disampaikan.

b. Siswa diberikan tugas rumah agar lebih memahami angka 1 sampai


10.

c. Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.

4) Penilaian

Tiap item soal memiliki nilai:

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal
Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan berdasarkan
nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

c. Monitoring II

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan tentang pelaksanaan


tindakan putaran kedua yang diberikan pada siswa. Hal yang diperhatikan
mencakup pengambilan langkah untuk menentukan keberhasilan dan
33

pencapaian tujuan tindakan. Sasaran evaluasi adalah menemukan bukti-bukti


nyata dari peningkatan yang terjadi setelah dilaksanakan tindakan. Dalam
penelitian ini peningkatan tersebut menyangkut masalah berhitung angka
melalui media flash card.
Hal yang akan diobservasi menyangkut dengan penguasaan angka 1
sampai 10 yang dinyatakan dalam mengenal bilangan, menulis bilangan,
menghitung angka dan mengurut angka secara sederhana saat melakukan
kegiatan keterampilan berhitung. Alat yang akan digunakan untuk
mengobservasi adalah dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi
tentang cara-cara siswa dalam mengenal bilangan, menulis bilangan,
menghitung banyak benda dan mengurutkan angka yang lebih disederhanakan.
Data yang akan diungkap dalam kegiatan pembelajaran dengan berhitung
bilangan ini adalah perkembangan kemampuan berhitung anak dan teknik-
teknik dalam mengenal bilangan, menulis bilangan, menghitung banyak benda
dan mengurutkan angka.

d. Refleksi
Dalam proses pembelajaran berlangsung dianalisis secara diskriptif
kemudian diadakan refleksi terhadap proses pembelajaran yang yang telah
dilakukan. Refleksi dilakukan untuk mengkaji pembelajaran berhitung dengan
mengenal bilangan, menulis bilangan, menghitung angka dan mengurut angka
secara sederhana saat melakukan kegiatan keterampilan berhitung dengan
media flash card dapat dilihat dan dipertimbangkan dampak dari tindakan yang
dilakukan siklus sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana
keberhasilan dari rencana tindakan yang akandilakukan.

3. Putaran ke III Siklus III

Tindakan pada putaran ketiga dilakukan apabila masih ada anak yang
belum mencapai KKM dari keseluruhan instrumen yang diberikan. Apabila
pada putaran ke II anak belum mencapai KKM maka akan dilanjutkan putaran
ke III. Pada putaran ketiga atau siklus III ini meliputi :

a. Perencanaan III
34

Rencana tindakan pada putaran ketiga ini mengacu kepada hasil dari
refleksi yang dilakukan peneliti. Rencana tindakan adalah berupa program
pembelajaran berhitung bilangan yang telah dimodifikasi ada perubahan yaitu:
1) Waktu pembelajaran keterampilan selama 35 menit pertemuan.
2) Pelaksanaan kegiatan menggunakan jam pagi (07.30-09.00)
3) Kegiatan pembukaan harus lebih bervariasi dan waktunya ditambah.
4) Pola mengenal bilangan, menulis bilangan, menghitung angka, dan
mengurutkan angka.
5) Pemberian penguatan positif terhadap siswa baik itu mampu menyelesaikan
tugas ataupun tidak mampu menyelesaikan tugas.

1) Penilaian

Tiap item soal memiliki skor yaitu:

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal
Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan berdasarkan
nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

b. Monitoring III

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan tentang pelaksanaan


tindakan putaran ketiga yang diberikan pada siswa. Hal yang diperhatikan
mencakup pengambilan langkah untuk menentukan keberhasilan dan
pencapaian tujuan tindakan. Sasaran evaluasi adalah menemukan bukti-bukti
nyata dari peningkatan yang terjadi setelah dilaksanakan tindakan. Dalam
penelitian ini peningkatan tersebut menyangkut masalah kemampuan
35

berhitung bilangan menggunakan flash card.


Hal yang akan diobservasi menyangkut berhitung menggunakan flash
card yang dinyatakan dalam menghitung secara sederhana saat melakukan
kegiatan media flash card. Menghitung angka 1-10 yang akan digunakan untuk
mengobservasi adalah dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi
tentang cara-cara siswa dalam mengenal bilangan, menulis bilangan,
menghitung banyak benda dan mengurutkan angka yang lebih sederhana.
Data yang akan diungkap dalam kegiatan pembelajaran dengan
keterampilan berhitung ini adalah perkembangan kemampuan berhitung
bilangan anak dan teknik-teknik dalam mengenal bilangan, menulis bilangan,
menghitung banyak benda dan mengurutkan angka.

c. Refleksi
Dalam proses pembelajaran berlangsung dianalisis secara diskriptif
kemudian diadakan refleksi terhadap proses pembelajaran yang yang telah
dilakukan. Refleksi dilakukan untuk mengkaji cara menghitung angka 1-10
dengan menggunakan flash card maka anak dapat mengurutkan dan
menghitung angka dengan baik, dan mempertimbangkan dampak dari tindakan
yang dilakukan siklus sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana keberhasilan dari rencana tindakan yang akan dilakukan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal (Prasiklus)
Dalam proses pembelajaran di sekolah khususnya untuk mata
pelajaran berhitung, masih ada peserta didik yang belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) sehingga prestasi belajar berhitung peserta
didik masih rendah. Berdasarkan keadaan diatas maka peneliti menemukan
berbagai permasalahan yang menyebabkan prestasi belajar berhitung
peserta didik rendah, antara lain:
a. Perhatian peserta didik teralih karena bosan.
b. Kurang perhatian peserta didik saat pembelajaran berhitung.
c. Materi ajar disampaikan hanya dengan metode ceramah.
d. Tujuan materi kurang tersampaikan materi ajar, tidak menggunakan
media atau alat peraga yang menarik dan inovatif.
e. Sarana dan prasana yang tersedia belum diperagakan secara maksimal.
Selain permalasalahan diatas, adapun kondisi anak dari masing-
masing peserta didik juga mempengaruhi prestasi belajarnya. Dari hasil
penelelitian diperoleh bahwa kondisi anak kelas 1 dari masing-masing
peserta didik sebagai berikut:

36
37

1) Nama :J
Tempat/ tanggal lahir : Madiun, 22 Februari 2013
Ketunaan : Tunagrahita
Keaktifan : Kehadiran di kelas cukup baik (jarang
izin tidak masuk sekolah), kurang aktif
dalam pembelajaran di kelas.
Minat belajar anak : Cukup baik
Daya konsentrasi : Kurang baik
Karakteristik anak di :
kelas a) Pendiam
b) Terkadang kurang mampu
menjawab pertanyaan dari guru
c) Suara cukup keras
d) Sudah bisa menulis
e) Belum bisa menghitung angka (1-
10) dengan benar
f) Cukup kreatif
2) Nama :N
Tempat/ tanggal lahir : Madiun/ 09 juli 2014
Ketunaan : Tunagrahita
Keaktifan : Kehadiran di kelas cukup baik ( jarang
izin tidak masuk sekolah), aktif dalam
pembelajaran di kelas
Minat belajar anak : Cukup baik
Daya konsentrasi : Cukup baik
Karakteritik anak di :
kelas a) Pendiam
b) Cukup aktif menjawab pertanyaan
guru saat pembelajaran di kelas
c) Suara cukup keras
d) Sudah bisa menulis
e) Belum bisa menghitung angka (1-
10) dengan benar
f) Cukup aktif

Dari kondisi peserta didik di atas, maka diperlukan adanya


perbaikan dalam pengajaran dan pembelajaran di kelas khusussnya untuk
materi berhitung, yang terlihat bahwa prestasi belajar peserta didik untuk
mata pelajaran matematika ini masih rendah dan belum mencapai nilai
KKM yang telah ditetapkan. Dengan demikian peneliti sebagai guru di kelas
38

tersebut merasa bahwa perlunya dilakukan penelitian untuk meningkatkan


prestasi belajar peserta didik khususnya prestasi belajar matematika. Untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang ada, maka diperlukan adanya
tindakan yang tepat. Berbagai tidakan tersebut meliputi peningkatan
kualitas proses pembelajaran yang ada, maka meliputi peningkatan kualitas
proses pembelajaran dengan menggunakan media untuk mengkonkritkan
konsep dan menyamakan persepsi terhadap suatu konsep, membangkitkan
minat belajar peserta didik dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran melalui pemberian motivasi dan penggunaan metode
serta media pembelajaran yang inovatif dan tepat sehingga menarik peseta
didik dan membuat peserta didik tidak mudah bosan. Dan mengguanakan
metode dan media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat mengatasi
berbagai permasalahan yang ada sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar peserta didik. Rencana tindakan perbaikan pembelajaran dalam
penelitian ini akan dilaksanakan dalam 3 siklus.
Berikut ini adalah kondisi awal prestasi belajar peserta didik yang
menjadikan dasar penelitian ini.
Tabel 2 Nilai Ulangan Harian dan Nilai PTS
Nilai
Nilai Nilai
Ulangan Ulangan Ulangan Penilaian
Rata-rata Rata-rata
No Nama Harian Harian Harian Tengah
Ulangan Tengah
1 2 3 Semester
Harian Semester 1
1
1 J 60 70 65 58 67 54
2 N 60 65 70 58 40 49
Nilai rata-rata kelas Tengah Semester 1 adalah 52 Tidak Tuntas

Tabel 4.2 Ketuntasan belajar peserta didik nilai rata-rata tengah semester1
Jumlah peserta
No. Nilai Ketuntasan 
didik
1.  70 Tidak tuntas 2 100
2. ≥ 70 Tuntas 0 0
Jumlah 2 100
39

80

70

60

50

40 NILAI
KKM
30

20

10

0
J N

Grafik 4.1 nilai ulangan harian dan nilai PTS


2. Hasil Tindakan Siklus 1
Siklus I terdiri dari 4 tahap : (1) Perencanaan (2) Tindakan (3) Pengamatan (4)
Refleksi. Dalam pelaksanaan di Siklus I dilakukan satu kali pertemuan.
Pertemuan berlangsung selama dua jam pelajaran atau 2 x 30 menit.

a. Perencanaan Tindakan Siklus 1

Langkah-langkah pengajaran kemampuan berhitung menggunakan flash


card dilaksanakan sesuai dengan rencana program pengajaran (RPP) yang
telah dibuat, yaitu :
1) KegiatanAwal
Kegiatan pertama yang dilakukan oleh guru pada awal pengajaran
adalah memberikan penjelasan kepada siswa tentang berhitung
menggunakan flash card. Guru juga menjelaskan mengenai urutan
kegiatan ini. Setelah siswa mengerti cara menggunakan flash card ini,
maka kegiatan selanjutnya adalah siswa melakukan kegiatan
pemanasan. Kegiatan pemanasan menurut peneliti sangat diperlukan
mengingat kegiatan ini melibatkan panca indra penglihatan dan
tangan siswa tunagrahita yang cenderung lemah.

Kegiatan pemanasan berhitung menyanyikan lagu satu-satu aku


40

sayang ibu dengan tepuk tangan. Semua kegiatan pada pemanasan ini
dilakukan siswa setelah diberi contoh oleh guru dan dalam
kegiatannya siswa melakukan dengan dibantu oleh guru dan peneliti
dalam waktu 5menit.
2) Kegiatan inti
Kegiatan ini dilakukan kurang lebih selama 25 menit, kegiatan ini
meliputi:

e) Konsep pemahaman umum angka (1 – 10)

Dengan membilang banyak benda. Bertujuan agar siswa mampu


menghitung angka dengan mengarah pada benda nyata yang ada
disekitar. Mengitung benda disekitar dengan mengenalkan angka
dan menunjukkan angka pada flashcard. Proses kegiatan ini
menghitung menggunakan dengan menunjukkan angka pada
flashcard dapat merangsang siswa mengingat angka. Setelah siswa
dapat melakukan kegiatan ini maka digunakan dengan kegiatan
selanjutnya.
f) Konsep penggunaan kata-kata angka (1 – 10)
Setelah kegiatan menghitung banyak benda dengan menggunakan
flashcard yaitu kegiatan selanjutnya memahami lambang bilangan
dengan melihat angka pada flashcard adalah mencari sesuai angka
yang benar.
g) Konsep penghitungan tersetruktur (1 – 10)

Setelah kegiatan memahami lambang bilangan, siswa diminta


untuk menghitung banyak benda angka 1 sampai 10 dengan
melihat angka pada flashcard. Dengan kegiatan belajar tersebut
anak dapat memahami dan hafal angka 1 sampai 10.

h) Konsep klasifikasi (1 – 10)

Setelah kegiatan konsep banyak bilangan selajutnya, siswa


mengurutkan bilangan terkecil dan terbesar agar siswa memahami
angka 1 sampai 10 dengan mengurutkan angka pada flashcard agar
41

siswa lebih hafal pada angka.

3) Kegiatan penutup

Kegiatan penutup guru dan siswa melakukan tanya jawab untuk


mengukur kemampuan siswa dalam membilang angka, mengenal
lambang bilangan, menghitung banyak bilangan, dan mengurutkan
bilangan. Setelah melakukan tanya jawab siswa diberikan tugas rumah
agar siswa berlatih mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain.

b. Tindakan

Kegiatan pemberian program pengajaran yang menghitung


bilangan angka 1 sampai 10 di dalam kelas. Kegiatan pengajaran bilangan
angka 1 sampai 10 ini diikuti oleh seluruh siswa berjumlah 2 siswa yang
terdiri dari 1 siswa putra dan 1 siswa putri. Langkah- langkah proses
kegiatan pengajaran sebagai berikut :

Langkah proses kegiatan pengajaran sebagai berikut:

5) Kegiatan Awal

c) Berdoa, Apresiasi yaitu menyanyi lagu satu-satu.

d) Pemanasan, mengenal bilangan dengan tebak-tebakan angka


melihat flashcard.

6) Kegiatan Inti (berhitung angka)

d) Menulis lambang bilangan angka 1 sampai 10 dengan melihat


flashcard.

e) Menghitung banyak benda.

f) Mengurutkan bilangan yang terkecil dan yang terbesar.

7) Kegiatan akhir

d) Melakukan refleksi dengan mengulang pelajaran yang telah


disampaikan.

e) Siswa diberikan tugas rumah agar lebih memahami angka 1 sampai


10.
42

f) Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.

8) Penilaian

Tiap item soal memiliki nilai:

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal

Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan berdasarkan


nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

c. Hasil Pengamatan Observasi


Pada saat pembelajaran peserta didik terlihat masih belum menguasai dan
kurang angka dan cara menghitung angka. Adapun data hasil pengamatan
pada siklus I lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan grafik sebagai
berikut:
Tabel 3 nilai hasil tes akhir pembelajaran siklus I

No. Nama Nilai Keterangan

1. J 60 Tidak tuntas

2. N 70 Tuntas

Nilai rata-rata kelas 65 Tidak tuntas

Tabel 4.6 Ketuntasan belajar siswa hasil tes akhir pembelajaran siklus I

No. Nilai Ketuntasan Jumlah peserta didik 


43

1.  70 Tuntas 1 50

2. ≥ 70 Tidak tuntas 1 50

Jumlah 2 100

72

70

68

66

64
NILAI
62
KKM
60

58

56

54
J N

Grafik 4.2 Nilai hasil tes akhir pembelajaran siklus I

d. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan peneliti terhadap upaya meningkatkan
kemampuan berhitung dengan menggunakan flash card menunjukkan
bahwa pada evaluai siklus I bahwa 1 peserta didik belum dapat mencapai
KKM. KKM yang harus dicapai 70. Rerata kelas pada siklus I sebesar 65.
Siswa yang sudah tuntas sebanyak anak dan siswa yang belum tuntas
sebanyak 1 orang karena mendapat nilai kurang dari KKM.
Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai
ketuntasan. Kondisi ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
kemampuan berhitung sebelum ada tindakan, namun peneliti ingin
memperbaiki pembelajaran lagi pada siklus II.
3. Hasil Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil tindakan dari siklus II diperoleh data bahwa ada 1 anak
44

yang belum mendapatkan nilai diatas KKM maka akan dilaksanakan


Tindakan pada putaran kedua, pada putaran kedua atau siklus II ini meliputi
:

a. Perencanaan II

Rencana tindakan pada putaran kedua ini mengacu kepada hasil dari
refleksi yang dilakukan peneliti. Rencana tindakan adalah berupa
program pembelajaran flash card yang yaitu:
1) Pelaksanaan kegiatan menggunakan jam pagi (07.30-09.00).
2) Gerakan pada pemanasan harus lebih bervariasi dan waktunya
ditambah.

b. Tindakan / Observasi II

Kegiatan pemberian tindakan dilakukan setelah mengadakan


refleksi terhadap tindakan putaran pertama. Kegiatan ini dilaksanakan
satu kali pertemuan hari rabu tanggal 14 oktober 2020 dengan alokasi
waktu 2 x 30 menit. Kegiatan pengajaran media flash card ini diikuti
oleh seluruh siswa yang berjumlah 2 orang yang terdiri dari 1 siswa
putra dan 1 siswa putri. Langkah - langkah proses kegiatan pengajaran
sebagai berikut:
5) KegiatanAwal

a. Berdoa, Apersepsi yaitu menyanyi lagu anak ayam

b. Pemanasan, mengenal bilangan dengan tebak-tebakan


angka melihat flashcard.
6) Kegiatan Inti (berhitung angka)
a. Menulis lambang bilangan angka 1 sampai 10 dengan
melihat flashcard.
b. Menghitung banyak benda.
c. Mengurutkan bilangan yang terkecil dan yang terbesar.
7) KegiatanAkhir

a. Melakukan refleksi dengan mengulang pelajaran yang


45

telah disampaikan.

b. Siswa diberikan tugas rumah agar lebih memahami


angka 1 sampai 10.

c. Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.

8) Penilaian

Tiap item soal memiliki nilai:

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal

Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan


berdasarkan nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

c. Hasil Pengamatan Observasi II


Pada siklus II, Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran. Dari
kegiatan ini peneliti mencatat bahwa proses pembelajaran / kegiatan berjalan
dengan baik. Lebih dari 50% peserta didik sudah mampu melaksanakan tugas
sesuai dengan perintah dengan prestasi yang maksimal.dan arahan peneliti.
Adapun data hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada siklus II
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4 Nilai kemampuan berhitung menggunanakan flash card pada siswa
tunagrahita kelas 1 SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun siklus II

No. Nama Nilai Keterangan

1. J 75 Tuntas
46

2. N 60 Tidak tuntas

Nilai rata-rata kelas 68 Tidak tuntas

Tabel 5 Ketuntasan belajar siswa hasil tes akhir pembelajaran siklus II

No. Nilai Ketuntasan Jumlah peserta didik 

1.  70 Tuntas 1 50

2. ≥ 70 Tidak tuntas 1 50

Jumlah 2 100

80

70

60

50

40 NILAI
KKM
30

20

10

0
J N

Grafik 4.3 Nilai hasil tes akhir pembelajaran siklus II


d. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan peneliti terhadap upaya meningkatkan
kemampuan berhitung dengan keterampilan flash card menunjukkan bahwa
pada evaluai siklus II bahwa 1 peserta didik dapat belum mencapai KKM,
Sedangkan 1 peserta didik yang belum mencapai KKM yang harus dicapai
70. Nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 68.
47

Berdasarkan data tersebut, ada 2 peserta didik yang dapat mencapai


ketuntasan. Dan ada 1 peserta didik yamg belum mencapai ketuntasan.
Kondisi ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kemampuan
motorik halus setelah siklus ke 1. Kondisi ini mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan kemampuan berhitung sebelum ada tindakan, namun
peneliti ingin memperbaiki pembelajaran lagi pada siklus III, karena pada
siklus II masih ada 1 peserta didik yang belum mencapai ketuntasan.
2. Hasil Tindakan Siklus III
Tindakan pada putaran ketiga dilakukan apabila masih ada anak yang belum
mencapai KKM dari keseluruhan instrumen yang diberikan. Apabila pada
putaran ke II anak belum mencapai KKM maka akan dilanjutkan putaran ke
III. Pada putaran ketiga atau siklus III ini meliputi :

a. Perencanaan III
Rencana tindakan pada putaran ketiga ini mengacu kepada hasil dari
refleksi yang dilakukan peneliti setelah bermusyawarah dengan guru kelas.
Rencana tindakan adalah berupa program pembelajaran berhitung
menggunakan flash card yang telah dimodifikasi ada perubahan yaitu:
1) Waktu pembelajaran keterampilan selama 35 menit pertemuan.
2) Pelaksanaan kegiatan menggunakan jam pagi (07.30-09.00)
3) Kegiatan pembukaan harus lebih bervariasi dan waktunya ditambah.
4) Pola mengenal bilangan, menulis bilangan, menghitung angka, dan
mengurutkan angka.
5) Pemberian penguatan positif terhadap siswa baik itu mampu
me1nyelesaikan tugas ataupun tidak mampu menyelesaikan tugas.

b. Tindakan / Observasi III

Kegiatan pemberian tindakan dilakukan setelah mengadakan refleksi


terhadap tindakan putaran kedua. Kegiatan ini dilaksanakan satu kali
pertemuan hari rabu tanggal 28 oktober 2020 dengan alokasi waktu 2 x 35
menit. Kegiatan pengajaran berhitung angka 1-10 ini diikuti oleh seluruh
siswa yang berjumlah 2 orang yang terdiri dari 1 siswa putra dan 1 siswa
48

putri. Langkah - langkah proses kegiatan pengajaran sebagai berikut:

1)KegiatanAwal

a. Berdoa, Apersepsi yaitu menyanyi lagu anak ayam

b. Pemanasan, mengenal bilangan dengan tebak-tebakan


angka melihat flash card.
2) Kegiatan Inti (berhitung angka)
a. Menulis lambang bilangan angka 1 sampai 10 dengan
melihat flash card.
b. Menghitung banyak benda.
c. Mengurutkan bilangan yang terkecil dan yang terbesar.
3) KegiatanAkhir

a. Melakukan refleksi dengan mengulang pelajaran yang


telah disampaikan.

b. Siswa diberikan tugas rumah agar lebih memahami angka 1


sampai 10.

c. Berdoa untuk mengakhiri pelajaran.

4) Penilaian

Tiap item soal memiliki skor yaitu:

Skor 1 : benar

Skor 0 : salah

Nilai akhir :
Skor Perolehan
X 100
Skor Maksimal

Pelaksanaan penelitian menggunakan skala nilai KKM dan


berdasarkan nilai KKM 70, maka :

 70 : Memenuhi kriteria atau tuntas


49

≤ 70 : Belum memenuhi kriteria atau belum tuntas

c. Hasil Pengamatan Observasi III

Pada siklus III, Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran. Dari


kegiatan ini peneliti mencatat bahwa proses pembelajaran / kegiatan
berjalan dengan baik. Lebih dari 80% peserta didik sudah mampu
melaksanakan tugas sesuai dengan perintah dari arahan peneliti.

Adapun data hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada


siklus IIIdapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6 Nilai kemampuan berhitung menggunanakan flash card pada


siswa tunagrahita kelas 1 SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun siklus
III

No. Nama Nilai Keterangan


1. J 75 Tuntas
2. N 70 Tuntas
Nilai rata-rata kelas 73 Tuntas
Tabel 7 Ketuntasan belajar siswa hasil tes akhir pembelajaran siklus III
No. Nilai Ketuntasan Jumlah peserta didik 
1.  70 Tuntas 2 100
2. ≥ 70 Tidak tuntas 0 0
Jumlah 2 100
50

76

75

74

73

72
NILAI
71
KKM
70

69

68

67
J N

Grafik 4.4 nilai hasil tes akhir pembelajaran siklus III


5) Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan peneliti terhadap upaya
meningkatkan kemampuan berhitung menggunakan flash card
menunjukkan bahwa pada evaluai siklus III bahwa 2 peserta didik
dapat mencapai KKM, Nilai rata-rata kelas pada siklus III sebesar
73. Berdasarkan data tersebut, ada 2 peserta didik yang dapat
mencapai ketuntasan. Kondisi ini mengalami peningkatan
kemampuan berhitung setelah siklus ke 2. Sehingga peneliti
mengakhiri penelitian dikarenakan semua peserta didik sudah
mencapai KKM.
5. Perbandingan Antar Siklus
Berdasarkan hasil pratindakan kemampuan mengerjakan bilangan
angka 1-10, diperoleh nilai rata-rata sebesar 50. Sebanyak 2 peserta didik
atau 50 % peserta didik dari seluruh peserta didik mendapat nilai ≥ 70,
sedangkan jumlah peserta didik yang belum tuntas adalah 2 peserta didik
atau 50 % peserta didik dari jumlah seluruh peserta didik mendapat nilai ≤
70.Peserta didik yang belum mencapai KKM lebih banyak daripada peserta
didik yang sudah mencapai KKM. Padahal dikatakan berhasil (tuntas) jika
51

semua peserta didik mendapat nilai ≥ 70 ( mencapai KKM), data tersebut


dapat dilihat pada tabel 4.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I yang sudah mencapai KKM
sebanyak 2 peserta didik, adapun 2 peserta didik mendapat nilai diatas
KKM atau dari seluruh peserta didik. Dan peserta didik yang belum
mencapai KKM 3 peserta didik atau 70%. Dari data tersebut sudah tampak
peningkatan hasil belajar peserta didik dibandingkan dengan kegiatan pra
tindakan, data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II yang sudah mencapai KKM
sebanyak 2 peserta didik. Adapun ada 1 peserta didik yang mendapat nilai
diatas KKM atau dengan prosentase 50 % dari keseluruhan peserta didik.
Dan terdapat 1 peserta didik yang memiliki nilai kurang dari KKM ≥ 70
atau 50 % dari keseluruhan peserta didik, data tersebut dapat dilihat pada
tabel 6.
Berdasarkan hasil tes pada siklus IIIyang sudah mencapai KKM
sebanyak 2 peserta didik atau 100% dari jumlah peserta didik. Adapun 2
peserta didik yang mendapat nilai diatas KKM atau dengan prosentase 100
% dari keseluruhan peserta didik, data tersebut dapat dilihat pada tabel 7.
Hasil evaluasi pada siklus III telah menunjukkan bahwa persentase jumlah
peserta didik yang sudah tuntas telah mencapai100 % dari jumlah peserta
didik yaitu sebesar 100%. Karena itu penelitian untuk meningkatkan
kemampuan motorik halus anak tunagrahita di SLB Pancaran Kasih sudah
dapat dikatakan berhasil dan peneliti mengakhiri tindakan.
Adapun data hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada
pratindakan sampai siklus III dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8 Perbandingan hasil setiap siklus
Evaluasi/ Nilai
Nama Peserta
No. Pra
didik Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Tindakan
1. J 54 60 75 75
2. N 49 70 60 70
Nilai rata-rata kelas 52 65 68 73
Tidak Tidak Tidak
Keterangan Tuntas
tuntas tuntas tuntas
52

Berdasarkan tabel diatas dilihat dari kenaikan nilai tiap siklus maka dapat
dijelaskan dalam bentuk diagram batang dibawah ini.
80

70

60

50 PRA TINDAKAN

40 SIKLUS I
SIKLUS II
30
SIKLUS III2
20

10

0
N J

Berdasarkan tabel diatas dari rata-rata nilai tiap siklus maka dapat dijelaskan
dalam bentuk diagram batang dibawah ini.
Grafik 4.5 perbandingan nilai rata-rata antar siklus

B. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan awal dan setelah adanya siklus I, siklus II
dan siklus III, media flash card. Meningkatkan kemampuan berhitung pada
anak tunagrahita. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan keberhasilan siswa
pada pra tindakan, siklus I, siklus II dan siklus III. Peningkatan kemampuan
berhitung yang diperoleh anak pada siklus III dengan mencapai nilai rata-
rata 73 memenuhi target yang ditentukan yaitu 70 dan dikatakan tuntas.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hasil tes pada Pra
kondisiyang sudah mencapai KKM sebanyak 2 peserta didik atau 100% dari
jumlah peserta didik mendapat nilai diatas KKM yaitu ≥ 70 dan peserta
didik yang belum mencapai KKM sebanyak 2 peserta didik atau 100%.
Adapun nilai peserta didik yang mencapai KKM yaitu mendapat nilai 52.
Sebanyak 2 peserta didik mendapat nilai dibawah KKM dengan nilai antara
49-54. Dengan nilai tertinggi yaitu 54, nilai terendah 49 dan rata-rata nilai
peserta didik 52. Prosentase peserta didik belum tuntas dari keseluruhan
53

peserta didik dan Prosentase peserta didik tidak tuntas dari keseluruhan
peserta didik. Peserta didik cenderung hanya asal-asalan berhitung dengan
asal-asalan
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa hasil tes pada siklus I yang
sudah mencapai KKM sebanyak 2 peserta didik dari jumlah peserta didik
mendapat nilai diatas KKM yaitu ≥ 70 dan peserta didik yang belum
mencapai KKM sebanyak 1 peserta didik . Adapun nilai peserta didik yang
mencapai diatas KKM yaitu mendapat nilai 60 dan 70. Sedangkan 1 peserta
didik mendapat nilai dibawah KKM dengan nilai 60. Dengan nilai tertinggi
yaitu 70, nilai terendah 60 dan rata-rata nilai peserta didik 65. Prosentase
peserta didik tuntas 50 % dari keseluruhan peserta didik dan Prosentase
peserta didik tidak tuntas 50 % dari keseluruhan peserta didik.Dari
pengamatan proses dan hasil berhitung, banyak peserta didik yang belum
melakukan perintah sesuai peneliti, dan belum bisa menghitung
menggunakan dengan flash card dengan baik.
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa hasil tes pada siklus II
yang sudah mencapai KKM sebanyak 2 peserta didik atau 50% dari jumlah
peserta didik mendapat nilai diatas KKM yaitu ≥ 70 dan peserta didik yang
belum mencapai KKM sebanyak 1 peserta didik . Adapun nilai peserta didik
yang mencapai diatas KKM yaitu mendapat nilai antara 60 sampai 75.
Sedangkan 1 peserta didik mendapat nilai dibawah KKM dengan nilai 60.
Dengan nilai tertinggi yaitu 75, nilai terendah 60 dan rata-rata nilai peserta
didik 68. Prosentase peserta didik tuntas 50 % dari keseluruhan peserta didik
dan Prosentase peserta didik tidak tuntas 50 % dari keseluruhan peserta
didik. Dari pengamatan proses dan hasil belajar, banyak peserta didik yang
sudah melakukan pembelajaran flash card dengan baik, meskipun ada 1
peserta didik yang belum bisa menggunakan flash card dengan benar yang
baik.
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa hasil tes pada siklus
IIIyang sudah mencapai KKM sebanyak 2 peserta didik atau 100% dari
jumlah peserta didik mendapat nilai diatas KKM yaitu ≥ 70. Dengan nilai
54

tertinggi yaitu 75, nilai terendah 70 dan rata-rata nilai peserta didik 73.
Prosentase peserta didik tuntas 100 % dari keseluruhan peserta didik dan
Prosentase peserta didik tidak tuntas 0 % dari keseluruhan peserta didik.Dari
pengamatan proses dan hasil berhitung, semua peserta didik sudah
melakukan belajar berhitung dengan baik, dan dapat mencapai nilai diatas
KKM
Berdasarkan hasil penelitian tentang berhitung bahwa flash card
merupakan media yang menyenangkan digunakan untuk pembelajaran.
Kemampuan berhitung dengan media flash card dapat meningkat, kegiatan
berhitung dasar secara sederahana. Menurut Kuntarto (2017: 67),
pemahaman konsep matematika pada anak, yang paling mendasar adalah
pemahaman tentang operasi hitung. Untuk mengajarkan konsep operasi
hitung pada anak harus senantiasa memperhatikan tahap perkembangan
berpikir anak. Sedangkan Sriningsih (2008: 63), mengungkapkan bahwa
berhitung untuk anakkelas rendah disebut juga sebagai kegiatan
menyebutkan urutan bilangan dan bilangan.
Menurut Susilana dan Riyana (2009: 95), flash card adalah media
pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang ukuran 25 x 30 cm.
Gambar-gambarnya dibuat menggunakan tangan dan foto, atau menfaatkan
gambar atau foto yang sudah ada yang ditempelkan pada lebaran-lembaran
flash card.
Data yang diperoleh sebelum dan setelah dilakukan tindakan
menunjuk-kan adanya peningkatan hasil kemampuan peserta didik yang
ditunjukkan dengan hasil tes yang diperoleh. Sebelum menggunakan flash
card, diperoleh sebanyak 2 anak (100 %) mendapat nilai di atas KKM yaitu
72, sedangkan 2 anak peserta didik mendapat nilai kurang dari KKM 70.
Namun setelah diterapkan pembelajaran dengan menggunakan
keterampilan berhitung pada siklus I, iklus II dan siklus III diperoleh data
bahwa kemampuan berhitung mengalami peningkatan. Hasil tes siklus I
diperoleh sebanyak 2 (100%) peserta didik mendapat nilai di atas KKM
yaitu diatas 70, dan sebanyak2 peserta didik mendapat nilai dibawah KKM.
55

Kemudian pada hasil tes siklus II yang merupakan perbaikan dari siklus I
sebanyak 1 (50 %) peserta didik mendapat nilai diatas KKM. Pada siklus
III yang merupakan perbaikan dari siklus II sebanyak (50 %) peserta didik
mendapat nilai diatasKKM.
Ditinjau dari nilai rata-rata tes yang diperoleh peserta didik, saat
dilakukan tes pra tindakan yaitu 52. Nilai rata-rata hasil tes pada siklus I
yaitu sebesar 65, nilairata-rata siklus II yaitu sebesar 65 dan nilai rata-rata
siklus III sebesar 73.Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan nilai rata-rata peserta didik dari pra tindakan, siklus I ,siklus II
dan kemudian siklus III.
Sebelum diterapkan pembelajaran menggunakan berhitung angka
hasil yang didapat peserta didik rendah.Penggunaan media pembelajaran
flash card diperlukandalam menyampaikan pembelajaran untuk peserta
didik tunagrahita.Hal tersebut sebagai upaya mempermudah guru dalam
menyampaikan materi dan memudahkan peserta didik dalam menguasai
materi.
Penelitian yang dilakukan ada beberapa kelebihan dan keterbatasan
dalam penelitian. Adapun kelebihan dan keterbatasan dari penelitian itu
adalah :
1. Kelebihan dalam penelitian sebagai berikut:
a) Penelitian dengan media flash card ini sangat menarik perhatian
siswa karena dilakukan dengan menyenangkan dan menggunakan
bahan-bahan yang menarik juga.
b) Tidak membuat anak untuk berfikir, tetapi dilakukan dengan santai.
c) Dengan flash card anak dapat berhitung sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
d) Meskipun dilakukan berulang-ulang tetapi tidak membuat anak
bosan dengan kegiatan berhitung menggunakan flash card ini karena
pada setiap pertemuan dengan menggunakan cara berhitung yang
berbeda-beda.
e) Media flash card dapat mudah dibawa kemana-mana.
56

2. Keterbatasan dalam penelitian sebagai berikut :


a) Pada permulaan anak tidak paham dengan kegiatan berhitung
menggunakan flash card, sehingga anak hanya bermain-main yang
dapat di lempar-lempar.
b) Terdapat anak yang belum bisa dan belum mampu untuk mengikuti
proses kegiatan berlangsung, misalnya seperti anak menggunakan
flash card untuk menghitung angka dengan benar seperti yang
dilakukan oleh peneliti.
c) Anak tidak fokus dengan kegiatan berhitung karena ada siswa dari
kelas lain yang menggangu dan sering keluar masuk kelas.
d) Peneliti tidak bisa mengamati anak satu persatu dengan maksimal
karena harus mengamati beberapa anak yang lain.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui
media flash card dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada peserta didik
tunagrahita kelas I di SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun 2020/2021

B. IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan serta dalam rangka ikut menyumbang
pemikiran untuk meningkatkan prestasi belajar berhitung pada peserta didik
tunagrahita kelas 1 di SLB Pancaran Kasih Caruban Madiun, maka saran yang dapat
diberikan sebagai berikut:

1. Bagi Peserta didik


Peserta didik hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran
serta selalu patuh dan taat pada guru dalam mengerjakan tugas dan rajin belajar
berhitung menggunakan flash card sehingga memperoleh prestasi belajar yang
optimal.
2. Bagi Guru
Guru hendaknya selalu mempersiapkan secara matang dan cermat
perangkat pembelajaran khususnya media pembelajaran yang efektif dan
inovatif sehingga dapat menciptakan pembelajaran berhitung flash card yang
menyenangkan dan menarik minat belajar peserta didik yang akhirnya dapat
meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
3. Bagi Sekolahan
Sekolah hendaknya menyediakan berbagai media maupun alat peraga yang
dapat mendukung dalam setiap proses belajar mengajar sehingga peserta didik
akan lebih antusias dan berminat dalam belajar.

57
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. M (1994). Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta: Depdikbud


, (2012). Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis dan Remediasinya,
Jakarta: Rineka Cipta

Apriayanto, Nunung (2012). Seluk Beluk Tunagrahita& Strategi Pembelajarannya.


Jogjakarta. Javalitera

Anastasi, Anne. Susana Unbina. (1997) Tes Spikologi. Jakarta: Prehalindo

Arikunto, Suharsimi( 2006) . “Penelitian Tindakan Kelas (classroom Action


Research-CAR)”, Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Z. (2014). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada

B3PTKSM. 2012. Tunagrahita. http://id.wikipedia.org/Tunagrahita. diakses tanggal


20 Oktober 2019

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. (2017). Pedoman Pelaksanaan
Identifikasi dan Asesmen Pada Satuan Pendidikan Khusus. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Efendi, M. (2006). Pengantar psikologi anak berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

Hamdi, Asep Saipul. (2014) Metode Penelitian Kualitatif Aplikasi Dalam


Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish

Hermawan, (2012). Pengelolaan Kelas Anak Berkebutuhan Khusus. Surakarta:


UNS Press

Hermawan,(2015). Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah


(Juknis).Surakarta: Sebelas Maret University Press

Iskandar. (2009) Metidologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan


Kuantitif) Jakarta GP Press

Ismayati, Ani. (2010). Fun Math With Children, Jakarta : PT. Komputindo
Izza Fitri.(2014). Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Melalui Media Gambar
Di TK Kusuma 1 NologatenYogyakarta (TESIS). Yogyakarta. UNY

Kemis, S.Pd, M.M.Pd., Ati Rosnawati, S.Pd, M.Pd. (2013). Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Tunagrahita. Bandung. Luxima Metro Media

Khadijah. 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana


Publishing

Kurtanto, Eko.2017. PembelajaranCalistung (Handout Modul Kuliah). Tersedia


http://webcache.googlesercontent.com/search?q=cache:udBM4T0cAI0J:re
pository.unja.ac.id/634/I/BUKU%2520CALISTUNG.pdf+&cd+2&hl=id&
ct=clnk&glid. Diakses 5 Nopember 2020

Kusumawati, R.,&Mariono,A. (2016) Pengembangan Media Flash Card Tema


binatang Untuk anakKelompok B di Taman Kanak-kanak Asemjajar-
Surabaya Teknologi-Surabaya

Nini Subini, (2012). Panduan Mendidik Anak dengan Kecerdasan di Bawah Rata-
rata. Jogyakarta. Javalitera

Melaningsih, N., & Sugiman, S (2015) Keaktifan pendekatan open-endel dan


problem solving pada pembelajaran bangun ruang sisi datar di SMP. Jurnal
Riset Pendidikan Matematika, 2(2), 211-223

Silver, E. A., Downs, J.M., Leung, S. S., et al. (1996). Posing mathematical
problems: an exploratory study. Journal for Research in Mathematics
Education, 27(3),293-309

Sadiman, Arief S,dkk, (2018). Media Pendidikan. Yogyakarta: Rajawali Press

Sadiman, As dkk (2014) Media Pendidikan (pengertian, pengembangan,


pemantapan) Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

S Arikunto. (2002) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Paktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Slamet Suyanto. (2011) Dasar-dasar PAUD. Bandung: Hikayat

Slavin, Robert E. (2011) Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media

Somantri, Sujhihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika
Aditama

Sriningsih, N.(2009). Pembelajaran Matematika terpadu Untuk Anak Usia Dini.


Bandung: Pustaka Sebelas
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Susanto, Ahmad. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media
Grup: Jakarta

Susilana, R & Riyana, C (2009) Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan,


Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: Wacana Prima

Wahyuningrum,A.C & Rianto, E.(Tt) Pengaruh Tehnik Touch Math terhadap


Kemampuan Berhitung Anak Tunagrahita Ringan di SLB Putra Idhata
Madiun. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:FIP UNESA

Wardani, IGAK dan Wihardit, Kuswaya. 2008. Penelitan Tindakan Kelas. Jakarta:
Universitas Terbuka

Wikasanti,S.S, Esti (2014). Retardasi Mental Sampai Lambat Belajar. Jogjakarta.


Redaksi Masima.

Windayana, Husen. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik dalam


Meningkatkan Kemampuan Berfikir Logis, Kreatif, dan Kritis, Serta
Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar.

Anda mungkin juga menyukai