Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pendidikan yang diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun
yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Disamping itu, pada usia ini
anak – anak masih sangat rentan yang apabila penagganannya tidak tepat justru
dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu penyelenggaraan Pendidikan
Anak Usia Dini harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap – tahap
perkembangan anak. Program Pendidikan Anak Usia Dini untuk memberikan
fasilitasi pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada saatnya memiliki
kesiapan baik secara fisik, mental maupun sosial emosionalnya dalam rangka
memasuki pendidikan lebih lanjut. Sehingga upaya pengembangan seluruh potensi
anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai
secara optimal.
Pendidikan Anak Usia Dini sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan
anak usia dini yang dalam proses pembelajarannya menekankan pada prinsip
bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain adalah bagian integral
dalam kehidupan setiap anak dan merupakan cara yang paling baik untuk
mengembangkan potensi anak secara optimal. Penggunaan metode bermain
disesuaikan dengan perkembangan anak (keperluan usia anak). Permainan yang
digunanakan pada Pendidikan Anak Usia Dini adalah permainan yang merangsang
kreativitas dan menyenangkan (tidak ada unsur paksaan) dan sederhana.
Teori Pendidikan Anak Usia Dini pada dasarnya terkait dengan pemberian
stimulasi atau rangsangan yang mengindahkan tahap – tahap tumbuh kembang
anak. Stimulasi atau rangsangan pada anak usia dini harus diberikan dengan penuh
kasih sayang, dalam suasana gembira, berulang, konsisten, bervariasi dan tuntas.
Stimulasi atau rangsangan tersebut tidak hanya terkait dengan pertumbuhan fisisk
anak (aspek gizi, kesehatan,dll), tetapi juga terkait dengan aspek mental (stimulasi

1
2

pendidikan dalam rangka melejitkan semua potensi kecerdasan anak, termasuk


potensi kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan soial).
Perkembangan kognitif anak amat tergantung pada pengalaman yang kaya
stimulasi, baik dari orang tuanya, pengasuhnya maupun orang - orang disekitarnya.
Interaksi anak dengan benda – benda dan situasi yang ada di sekitarnya juga amat
berpengaruh bagi perkembangan kognitif anak. Pengembangan kognitif adalah
pengembangan yang bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk
dapat megolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam
alternatip pemecahan masalah,membantu anak untuk mengembangkan kemampuan
logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu serta mempunyai
kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokan serta mempersiapkan
pengembangan berpikir teliti.
Permainan congklak (dakon) adalah permainan yang menggunakan papan
yang berlubang dan menggunakan biji-bijian, ini merupakan permainan yang
terbilang sangat populer sekitar tahun 70-an sampai 80-an, menjadi favorit saat
“keluar main” di sekolah dan setelah mandi sore di rumah. Sederhana tapi
bermanfaat, bisa dijadikan sarana bermainan sekaligus belajar berhitung. Adapun
data anak yang saya teliti sebagai berikut : jumlah siswa 12 anak dengan rincian 5
anak perempuan dan 7 anak laki-laki. Yang mendapat nilai 1 yaitu Iwan, dan
Angga, yang mendapat 2 adalah David, Niko, Pandu dan Sevia, sedangkan anak
yang mendapat 3 adalah Lala, Kiki, Desta, dan yang mendapat 4 Putri, Ayu,
Samuel. Selain mampu meningkatkan kognitif, maka saya melakukan penelitian
dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mengenal Konsep Bilangan 1-
10 Melalui Permainan Congklak Pada Anak Kelompok B TK PGRI 01 Bajang
Kecamatan Talun Kabupaten Blitar”.

B. Identifikasi masalah
3

Belum berkembangnya kemampuan kognitif anak Kelompok B TK PGRI 01


Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar dapat terjadi karena faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran di dalam kelas kurang berjalan dengan optimal
2. Metode yang di gunakan guru kurang relevan
3. Media yang digunakan guru kurang menarik
4. Minat anak untuk berkembang dalam aspek kognitif masih lemah
5. Guru belum mampu menarik minat anak untuk melaksanakan kegiatan kognitif
yang telah diprogramkan.

C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian tindakan dapat terarah, maka secara operasional
permalasahan penelitian ini difokuskan pada pokok masalah yang diajukan maka
permasalah yang akan dibahas dibatasi sebagai berikut:
1. Aspek yang ditinjau adalah kemampuan membilang.
2. Media yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan membilang adalah
congklak dan biji-bijian.
3. Subyek penelitian adalah anak Kelompok B TK PGRI 01 Bajang Kecamatan
Talun Kabupaten Blitar Semester I Tahun Ajaran 2013/2014.

D. Perumusan Dan Pemecahan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas dan dibatasi ruang
lingkupnya maka penelitian ini dapat dirumuskan:
“Apakah permainan congklak dalam pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan kognitif mengenal konsep bilangan 1-10 pada anak Kelompok B TK
PGRI 01 Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar?” Adapun indikator
keberhasilan tindakannya adalah: kemampuan kognitif anak setelah dilakukan
tindakan lebih baik daripada kemampuan kognitif anak sebelum dilakukan
tindakan.

E. Tujuan Penelitian
4

Penelitian dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Kognitif Mengenal


Konsep Bilangan 1-10 Melalui Permainan Congklak Pada Anak Kelompok B TK
PGRI 01 Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar” dilakukan dengan tujuan:
1. Memperoleh data tentang kemampuan kognitif anak Kelompok B TK PGRI 01
Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar sebelum tindakan.
2. Melakukan tindakan berupa permainan congklak dalam pembelajaran sebagai
upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan kemampuan kognitif anak
kelompok B TK PGRI 01 Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar.
3. Mengumpulkan data tentang kemampuan kognitif Kelompok B TK PGRI 01
Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar sesudah dilaksanakan tindakan.
4. Mengetahui ada tidaknya kemampuan kognitif anak Kelompok B TK PGRI 01
Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar antara waktu sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan.

F. Kegunaan Penelitian
Dengan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) kami berharap dapat
bermanfaat terutama:
1. Bagi lembaga TK PGRI 01 Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar
a. Dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan permainan
congklak
b. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan metode bermain
dan media yang menarik serta menantang rasa petualangan anak.
2. Bagi Guru TK Pada Umumnya
Sebagai media untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas mengajar,
mempermudah kegiatan pembelajaran yang disampaikan kepada anak didik
serta meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran dikelas.
3. Bagi Anak Didik Kelompok B TK PGRI 01 Bajang Kecamatan Talun
Kabupaten Blitar
Memudahkan anak didik untuk memahami kegiatan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru, memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan
serta bermakna dan meningkatkan kemampuan kognitif.
5

4. Bagi Sekolah Lain


Sebagai contoh dan bahan perbandingan dalam mengembangkan kemampuan
kognitif bagi anak didik serta sebagai inspirasi untuk turut serta
mengembangkan metode-metode yang lain.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian tindakan kelas pada bidang
pengembangan yang lain dan bidang pengembangan yang sama, tetapi
dilakukan pada situasi yang berbeda.

G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah: Penggunaan permainan congklak dalam pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuan kognitif mengenal bilangan 1-10 pada anak Kelompok B TK PGRI 01
Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Kemampuan Kognitif
a. Pengertian Kognitif
Menurut Sujiono, dkk (2008: 1.3) kognitif adalah suatu proses dalam
berpikir, yaitu kemampuan setiap individu untuk menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Selanjutnya menurut Sujiono, dkk (2008: 3.3) kemampuan kognitif
merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku
anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut
terstruktur dalam berbagai aspeknya. Piaget sendiri mengemukakan bahwa
perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan
pula pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara keduanya.
Dalam pandangan ini organisme aktif mengadakan hubungan dengan
lingkungan. Perbuatan atau lebih jelas lagi penyesuaian terhadap objek-
objek yang ada di lingkungannya, yang merupakan proses interaksi yang
dinamis.
Menurut Suyanto (2005: 53) perkembangan kognitif
menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi
sehingga dapat berfikir. Menurut Padmonodewo (2003: 7) kognitif
diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah pengertian
yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku
yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang
dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif
menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan intelek adalah berpikir,
sedangkan yang dimaksud dengan intelegen adalah kemampuan
kecerdasan. Pada dasarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama,
sebenarnya perbedaannya hanya terletak pada waktunya saja. Didalam

6
7

kata berpikir terkandung perbuatan menimbang-nimbang, menguraikan,


menghubungkan, sampai akhirnya mengambil keputusan.
Montessori (dalam Sujiono, 2008: 2.6) menyatakan bahwa pada
rentang usia 3-6 tahun anak mulai memasuki masa prasekolah, masa ini
ditandai dengan masa peka terhadap stimulus yang diterimanya melalui
panca indranya. Masa ini memiliki arti yang penting bagi perkembangan
setiap anak. Dengan memberi stimulasi yang tepat dapat mempercepat
penguasaan terhadap tugas perkembangan sesuai usianya. Jean Piaget juga
mengatakan pada usia ini sifat egosentris anak semakin nyata, memiliki
perspektif yang berbeda dengan orang lain yang berada di sekitarnya.
Sedangkan Gessel dan Amatruda (dalam Sujiono, 2008: 2.8)
menjelaskan bahwa anak usia 3-4 tahun mulai berbicara dengan jelas dan
berarti, masa ini disebut masa perkembangan fungsi bicara. Pada masa usia
4-5 tahun merupakan masa belajar matematika/berhitung, anak sudah
mulai belajar berhitung sederhana, misalnya menyebutkan bilangan,
menghitung urutan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil dari benda-
benda (Wasty Soemanto, dalam Sujiono, 2008: 8).
Menurut Jerome Bruner (dalam Sujiono, 2008: 1.20)
mengemukakan bahwa pada dasarnya segala ilmu dapat diajarkan pada
semua anak dalam segala usia asalkan materinya benar-benar sesuai.
Menurutnya ada tiga tingkat perkembangan yaitu pertama, enactiva.
Dijelaskan bahwa bayi akan belajar dengan baik bila belajar dilakukan
lewat sensori motoriknya. Kedua iconic, tahap ini terjadi pada saat anak
telah memasuki pendidikan Taman Kanak-Kanak. Pada tahap ini seorang
anak belajar dari contoh yang dilihatnya untuk menjadi gambaran dan
mempengaruhi perkembangan mentalnya. Tingkatan berikutnya adalah
penggunaan symbolic. Pada tahap ini anak telah duduk di SD kelas akhir
atau SMP, dimana anak telah secara prima mampu menggunakan bahasa
dan berpikir secara abstrak.
Pengembangan kognitif (Sujiono, 2008: 1.20) sangat penting, hal ini
dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia
8

sekitar melalui panca indranya sehingga dengan pengetahuan yang


didapat, anak dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang
utuh sesuai dengan kodratnya sesuai dengan makhluk Tuhan yang harus
memberdayakan apa yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya dan
orang lain.
Menurut Poerwadarmita, (2007: 65) pengenalan adalah perbuatan
yaitu hal ataupun usaha untuk mengenali sesuatu. Mengenal sangatlah
penting dalam kehidupan anak. Hal ini karena kegiatan mengenal adalah
pekerjaan seluruh umat manusia karena melalui mengenal dapat
membantu anak untuk menguasai lingkungannya melalui benda-benda
yang ada di sekitarnya.
Mengenal adalah ciri khas anak, karena sesuai dengan dunia anak
yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap segala sesuatu terutama
yang menarik minatnya. Melalui rasa ingin tahu, anak memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan potensipotensi yang ada padanya
untuk meningkatkan penalaran dan memahami keberadaannya di
lingkungan, membentuk daya imajinasi, mengikuti peraturan, tata tertib,
dan disiplin. Penjumlahan termasuk salah satu operasi dasar aritmatika.
Dalam mempelajari penjumlahan membutuhkan begitu banyak hafalan
misalnya berhitung, konsep, dan paham tentang angka.
Menurut Poerwadarminta (2007: 298) bahwa penjumlahan adalah
perbuatan menjumlahkan, sedangkan menjumlahkan adalah menyatukan
bilangan atau mengumpulkan bilangan. Penjumlahan pada dasarnya
merupakan satu aturan yang mengaitkan setiap pasang bilangan yang
lainnya. Jika A dan B adalah bilangan maka jumlah dari kedua bilangan
tersebut dilambangkan “A + B” yang dibaca A ditambah B atau jumlah A
dan jumlah B ini diperoleh dengan menentukan gabungan himpunan yang
mempunyai sebanyak anggota-anggota dengan himpunan, asalkan kedua
anggota himpunan tersebut tidak mempunyai unsur persekutuan.
Sedangkan menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (1990: 116)
penjumlahan adalah proses, pembuatan, cara menjumlahkan, hitungan
9

menjumlahkan. Sedangkan menjumlahkan adalah menghitung berapa


banyaknya, menambah dalam berhitung atau berhitung permulaan. Maka
penjumlahan merupakan suatu proses cara menghitung sesuatu dengan
cara menambahkan dimana menambahkan dalam berhitung permulaan
menggunakan symbol “+”.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Negoro (2005: 260) bahwa penjumlahan
adalah operasi yang dipergunakan untuk memperoleh jumlah dari dua
bilangan. Penjumlahan merupakan operasi hitung yang pertama sekali
diajarkan kepada anak-anak, penjumlahan dapat diterangkan dengan
penggabungan himpunan-himpunan. Penjumlahan termasuk salah satu
operasi dasar aritmatika. Dalam mempelajari penjumlahan membutuhkan
begitu banyak hafalan misalnya berhitung, konsep, dan paham tentang
angka. Penjumlahan dapat diajarkan kepada anak Taman Kanak-kanak
tetapi harus didahului dengan pengenalan konsep bilangan, sehingga anak
telah mengenal bilangan (dalam suatu jumlah tertentu). Penjumlahan yang
dikenalkan pada anak kelompok B menurut KBK 2004 yaitu menyebutkan
hasil penambahan (menggabungkan dua kumpulan benda) dan
pengurangan (memisahkan kumpulan benda) dengan benda sampai 10.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka kemampuan berhitung
dalam penjumlahan dapat diartikan sebagai suatu kecakapan dalam ilmu
berhitung permulaan terutama dalam hal penjumlahan dengan benda-
benda konkret.
b. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Suyanto, 2005: 53), (dalam Sujiono, dkk,
2008: 3.7), dan (dalam Mutiah, 2010: 53) semua anak memiliki pola
perkembangan kognitif yang sama yaitu melalui empat tahapan yang
meliputi :
1). Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks
dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kelak hasil
10

pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini amat berguna untuk


berpikir lebih lanjut.
2) Praoperational (2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang
lebih jelas. Ia mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk
bahasa dan gambar. Anak menunjukkan kemampuannya melakukan
permainan symbolis ( symbolic play atau pretend play ).
3) Konkret Operasional (7-11 tahun)
Pada tahap ini anak sudah dapat memecahkan persoalan-
persoalan sederhana yang bersifat konkrit. Ia dapat berfikir reversibel.
Yang dimaksud dengan berpikir secara reversibel (berkebalikan) ialah
anak dapat memahami suatu pernyataan.
4) Formal Operasional (11 tahun ke atas)
Menurut Piaget tahap ini dicapai anak usia 11-15 tahun. Pikiran
anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian yang terjadi di
depan matanya. Pikiran anak telah terbebas dari kejadian langsung. Ia
dapat menjumlahkan dan mengurangi angka dalam kepalanya dengan
menggunakan operasi logisnya.
Piaget (dalam Hildayani, dkk, 2007: 3.11) mengatakan bahwa anak
usia TK (4-6 tahun) berada pada perkembangan berpikir pra operasional.
Dikatakan pra operasional karena anak telah menggunakan logika pada
tempatnya, dan apa yang sebelumnya diperoleh anak dikembangkan
kembali dalam bentuk representasi mental. Anak juga dapat mentransfer
gagasan tentang objek, hubungan sebab akibat, ruangan, dan waktu ke
dalam perantara baru. Pada tahap pra operasional anak berpikir simbolik
dan bahasa mulai jelas terlihat untuk menggambarkan objek dan kejadian.
Dapat memanipulasi objek symbol termasuk kata-kata yang merupakan
karakteristik penting dalam tahapan ini.
Masa ini juga merupakan masa peniruan dan imajinasi pura-pura
ketika bermain. Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Piaget (dalam Sujiono,
11

2008: 2.7), cara berpikir anak belum logis dan belum menyerupai cara
berpikir orang dewasa yang sudah berpikir secara abstrak.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Menurut Yuliani Nurani Sujiono,dkk (2008: 1.25) faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai
berikut:
1) Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat
Schopenhauer. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa
potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan.
Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak
dilahirkan, faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya.
2) Faktor Lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Dia
berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa.
Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan
oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat John Locke tersebut
perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman
dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3) Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia
telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis (usia kalender).
4) Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi.
5) Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Sedangkan bakat diartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan
dan dilatihagar dapat terwujud.
12

6) Kebebasan
Kebebasan yaitu kebebasan manusia berpikir divergen (menyebar)
yang berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode tertentu
dalam memecahkan masalah-masalah.
Berdasarkan posting dari (Wiriana, 2008), kemampuan kognitif
seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor herediter atau keturunan
dan faktor non herediter. Faktor herediter merupakan faktor yang bersifat
statis, lebih sulit untuk berubah. Sebaliknya, faktor non herediter
merupakan faktor yang lebih plastis, lebih memungkinkan untuk diutak-
atik oleh lingkungan. Pengaruh non herediter antara lain peranan gizi,
peran keluarga, dalam hal ini lebih mengarah pada pengasuhan, dan peran
masyarakat atau lingkungan termasuk pengalaman dalam menjalani
kehidupan.
d. Ciri-ciri Kemampuan Kognitif
Renzulli (dalam Sujiono, dkk, 2008: 1.18) menggambarkan ciri-ciri
kemampuan kognitif diantaranya adalah mudah menangkap pelajaran,
ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis,
kritis memahami sebab akibat), daya konsentrasi baik, menguasai banyak
bahan, senang dan sering membaca, cepat memecahkan masalah, dan
mampu membaca pada usia lebih muda. Selain hal tersebut, ciri-ciri
kemampuan kognitif juga dijelaskan oleh Depdiknas (2007: 3) antara lain,
kemampuan berpikir anak lancar yaitu menghasilkan banyak gagasan, arus
pemikiran lancar, dapat memberikan jawaban pertanyaan yang relevan.
Kemampuan berpikir luwes, yaitu mampu mengubah cara
pendekatan dan arah pemikiran yang berbeda, dan jika diberi suatu
masalah biasanya memikirkan macam-macam cara untuk
menyelesaikannya. Kemampuan berpikir orisinal, yaitu anak dapat
memberikan jawaban yang tidak lazim, anak biasanya memikirkan hal-hal
yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Kemampuan berpikir
terperinci, yaitu mengembangkan, menambah, memperkaya, dan
memperluas suatu gagasan, anak biasanya mencari arti yang lebih
13

mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan


langkahlangkah yang terperinci.
Setiap anak yang dilahirkan menurut Sujiono, (2008: 2.1) memiliki
sejumlah potensi yang berbeda-beda. Perbedaan individual(individual
differences) inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kemampuan pada
setiap anak walaupun usianya sama.
e. Tahap Perkembangan Kognitif dalam Penguasaan Konsep Hitung
Dalam pengenalan konsep lambang bilangan pada anak disesuaikan
dengan karakteristik anak dan sesuai dengan tahap perkembangannya,
dimana anak usia 2-7 tahun berada pada masa pra operasional. Berarti di
usia ini anak membutuhkan benda konkrit untuk memahami konsep hitung
/ bilangan. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2000: 229),
penguasaan konsep hitung / bilangan melalui beberapa tahap yaitu:
1) Tahap Konsep / Pengertian
Pemahaman atau pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan
benda/peristiwa konkrit seperti pengenalan warna, bentuk, dan
menghitung bilangan kegiatan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
menarik dan dapat dipahami oleh anak.
2) Tahap Transisi / Pengalihan
Peralihan dari konkrit ke abstrak dari konsep lambang bilangan,
tahap ini adalah saat anak mulai bnar-benar memahami konsep dengan
cara apa saja. Saat inilah guru mulai menunjukkan dengan
memvariasikan cara penulisan lambang bilangan secara bertahap sesuai
dengan kecepatan kemampuan perkembangan anak. Anak tidak lepas
begitu saja diamati dan cara penulisannya tidak terburu-buru dengan
diberi pertolongan ingatan visual sehingga penguasaan tidak terbolak
balik.
3) Tahap Lambang Bilangan
Tahap ini anak sudah mulai diberi kesempatan menuliskan
lambang bilangan sendiri tanpa paksaan. Misal lambang bilangan 5
untuk menggambarkan jumlah hitungan 5. Piaget (dalam Departemen
14

Pendidikan Nasional, 2007: 5) menyatakan bahwa kegiatan belajar


memerlukan kesiapan dari dalam diri anak. Artinya belajar dalam suatu
proses membutuhkan aktivitas baik fisik maupun psikis. Selain itu,
kegiatan belajar pada anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan mental anak, karena belajar dari anak harus keluar dari
anak itu sendiri. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan
dan belajar. Apabila anak sudah menunjukkan masa peka (kematangan)
untuk berhitung maka orang tua dan guru di TK harus tanggap untuk s
egera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak
dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju
perkembangan kemampuan berhitung yang optimal. Rasa ingin tahu
yang tinggi akan tersalurkan apabila mendapat stimulasi
/rangsangan/motivasi yang sesuai dengan tugas perkembangannya.
Berdasarkaan hasil penelitian yang dilakukan oleh Osborn (1981)
(dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 5) perkembangan
intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada kurun usia nol
sampai dengan usia pra sekolah (4-6 tahun). Oleh sebab itu, usia pra
sekolah seringkali disebut sebagai masa peka belajar. Pernyataan ini
didukung oleh Bloom (dalam Depdiknas, 2007: 5) yang menyatakan
bahwa 50% potensi intelektual anak sudah terbentuk di usia 4 tahun
kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun.
f. Metode yang Digunakan pada Pengembangan Kognitif
Anak merupakan pribadi yang unik yang kadang tidak bisa
dimengerti oleh orang dewasa. Ada anak yang mudah untuk diajak belajar
dan langsung mudah menangkap apa yang disampaikan guru. Tetapi
banyak juga anak-anak yang sulit sekali untuk diajak belajar. Butuh
kesabaran dan metode yang tepat untuk mengatasinya masalah
tersebut.Ada banyak metode pengajaran yang dapat dipakai untuk
mengembangkan kemampuan kognitif untuk anak usia dini.
Menurut Sujiono (2008: 7.3) metode adalah cara menyampaikan
ilmu yang tepat sesuai dengan anak usia Taman Kanak-kanak sehingga
15

menghasilkan pemahaman yang maksimal bagi anak didik. Lebih lanjut


Hildebrand (dalam Sujiono, 2008: 7.5) berpendapat untuk membantu
perkembangan kognitif, anak perlu dibekali dengan pengalaman belajar
yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi dan mendengarkan
dengan tepat.
Menurut Depdiknas (2000: 235) metode yang digunakan oleh guru
adalah salah satu kunci pokok keberhasilan suatu kegiatan belajar.
Pemilihan metode yang akan digunakan harus relevan dengan tujuan
penguasaan konsep, transisi, dan lambang dengan berbagai variasi materi,
media dan bentuk kegitan yang akan dilakukan. Lebih lanjut Depdiknas
(2000: 235) menyatakan metode yang dapat digunakan antara lain, metode
bercerita, metode bercakap-cakap, metode tanya jawab, metode pemberian
tugas, metode demonstrasi, dan metode eksperimen.
Sedangkan menurut Sujiono (2008: 7.5) macam-macam metode
yang dapat digunakan untuk pengembangan kognitif anak Taman Kanak-
kanak adalah bermain, pemberian tugas, demonstrasi, tanya jawab,
mengucapkan syair, eksperimen, bercerita, karyawisata, dan dramatisasi.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa metode yang
dapat diterapkan untuk pengembangan kognitif dalam mengenal
penjumlahan permulaan antara lain metode tanya jawab, pemberian tugas,
dan bermain . Penggunaan metode yang tepat dalam pengajaran pada anak
akan sangat menentukan keberhasilan pengajaran kognitif dalam
mengenal penjumlahan permulaan.

2. Permainan Congklak
a. Pengertian Permainan Congklak
Di Indonesia, (seperti dikutip dalam situs), permainan congklak
dikenal dengan nama yang berbeda dari daerah ke daerah. Nama yang
paling umum congklak, diambil dari kerang cowrie, yang biasa digunakan
untuk bermain permainan. Di Sumatra, permainan ini kebanyakan dikenal
sebagai congkak. Di Jawa, permainan ini dikenal sebagai congklak, dakon,
16

dhakon atau dhakonan. Di Lampung, permainan ini disebut dentuman


lamban. Di Sulawesi, permainan ini disebut sebagai Mokaotan,
Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata.
Referensi historis untuk congklak merujuk pada permainan yang
dimainkan oleh perempuan-perempuan muda dari bangsawan Jawa. Hal
ini paling mungkin bahwa pedagang asing, karena kontak dekat mereka
dengan kelas atas, congklak memperkenalkan kepada mereka. Dengan
berlalunya waktu. Popularitas congklak tumbuh sampai sekarang yang
banyak dimainkan oleh rakyat biasa. Di sebagian besar wilayah, bermain
congklak adalah terbatas pada perempuan-perempuan muda, dan remaja
wanita di waktu luang mereka dan dilihat sebagai permainan gadis. Dalam
hanya beberapa daerah yang congklak dimainkan oleh laki-laki dan anak
laki-laki juga.
Di Sulawesi permainan hanya disediakan untuk bermain hanya
selama periode berduka, setelah kematian orang yang dicintai. Ini
dianggap tabu untuk bermain game pada waktu lainnya. Di Jawa Tengah,
pada masa pra-sejarah kali, congklak digunakan oleh petani untuk 6
menghitung musim, untuk tahu kapan untuk menanam dan panen, serta
untuk memprediksi masa depan.
Pemutaran papan yang terbuat dari kayu, dengan jumlah lubang pada
masing-masing pihak, baik lima (5), enam (6), tujuh (7) atau sembilan (9)
lubang. Alat yang digunakan terbuat dari kayu atau plastik berbentuk mirip
perahu dengan panjang sekitar 75 cm dan lebar 15 cm. Pada kedua
ujungnya terdapat lubang yang disebut induk. Diantara keduanya terdapat
lubang yang lebih kecil dari induknya berdiameter kira-kira 5 cm. Semua
papan ada dua lubang, satu persatu pada setiap akhir.
Di Jawa Tengah papan congklak didesain dengan rumit yaitu
memanfaatkan bentuk Jawa naga (naga) yang umum. Bentuk wajah nag
adan ekornya didekorasi dibagian sisi sudut setiap lubang induk serta
kakinya dibagian sisi samping bawah papan. Papan congklak dapat diukir
dan dilukis dengan warna emas dan merah yang populer. Sebagian
17

besarnya, namun yang relatif sederhana yang terbuat dari kayu. (Mutiatin,
2010). Sedangkan papan congklak yang saat ini terbuat dari bahan plastik.

Gambar 1. Papan dan biji congklak


b. Kelengkapan yang dDibutuhkan untuk Permainan Congklak
Permainan congklak dimainkan dengan menggunakan landasan

lonjong dimana terletak deretan berlubang. Lubang masing-masing

sedalam 2 cm dan berdiameter sekitar 6 cm berbaris berpasangan. Jumlah

lubang biasanya 5-9 pasang ditambah masing-masing 1 buah disisi ujung

barisnya, dua lubang terakhir biasanya lebih besar dan lebar sebagai

lumbung/indung.

Jadi jumlah lubang antara 12 sampai 20 buah. Permainan biasanya

menggunakan kuwuk (sejenis kerang laut), biji-bijian, atau batu kerikil,

kita sebut saja biji congklak. Jumlah biji tergantung jumlah pasangan

lubangnya. Jadi bila menggunakan lubang 5 pasang, maka tiap luang diisi

lima butir, demikian juga bila menggunakan lubang 7 pasang, maka tiap

lubang diisi 7 butir. Jadi jumlah biji yang digunaka adalah jumlah lubang

pasangan kali dua kali jumlah masing-masing butir (contoh ; 5 x 2 x 5 =

50 butir).

c. Prosedur Bermain Congklak


18

Fariha (2011), pemainan dilakukan oleh dua orang, saling


berhadapan dengan papan congklak di antara mereka. Setiap lubang
berpasangan diisi biji congklak sesuai dengan jumlah pasangan
congklaknya. Permainan congklak dilakukan dengan mengambil salah
satu isi di lubang congklak kemudian sesuai arah jarum jam membagi
masing-masing satu biji congklak yang berada di tangan pada setiap
lubang yang dilewati termasuk lubang induk, setiap biji habis maka
pemain langsung mengambil isi dilubang terakhir termasuk biji terakhir
tersebut dan membagikannya kembali. Demikian terus menerus sampai
pemain menemukan lubang yang kosong dan berhenti. Dengan demikian
giliran bermain pindah pada lawannya.
Bila salah satu pemain berhenti pada lubang yang pasangan
didepannya terdapat sejumlah biji congklak, maka semua biji congklak
yang ada di lubang pasangannya tersebut boleh dimilikinya dan masuk ke
lubang induknya. Hal ini sering disebut nembak. Setiap pemain hanya
mengisi lubang induknya sendiri. Pemain yang pada akhir permainan
memiliki jumlah biji conglak yang lebih banyak adalah pemenangnya.
Aturan permainan :
1. Pemainan dilakukan oleh dua orang, masing-masing saling berhadapan
dengan papan congklak di antara mereka.
2. Setiap lubang berpasangan diisi biji congklak sesuai dengan jumlah
pasangan congklaknya.
3. permainan dimulai bersama-sama sampai salah satu pemain kehabisan
biji congklak di tangannya. Kemudian permainan dilakukan secara
bergiliran sampai seluruh biji congklak habis..
4. Permainan congklak dilakukan dengan mengambil salah satu isi di
lubang congklak kemudian sesuai arah jarum jam membagi masing-
masing satu biji congklak yang berada di tangan pada setiap lubang yang
dilewati termasuk lubang induk, setiap biji habis maka pemain langsung
mengambil isi dilubang terakhir termasuk biji terakhir tersebut dan
membagikannya kembali. Demikian terus menerus sampai pemain
19

menemukan lubang yang kosong dan ia berhenti. Dengan demikian


giliran bermain pindah pada lawannya.
5. Bila salah satu pemain berhenti pada lubang yang pasangan didepannya
terdapat sejumlah biji congklak, maka semua biji congklak yang ada di
lubang pasangannya tersebut boleh dimilikinya dan masuk ke lubang
induknya. Hal ini sering disebut nembak.
6. Setiap pemain hanya mengisi lubang induknya sendiri. Pemain yang
pada akhir permainan memiliki jumlah biji conglak yang lebih banyak
adalah pemenangnya. Tetapi itu hanya sementara, karena permainan
bila di ulang terus menerus sampai salah satu pemain benar-benar
kehabisan biji congklaknya dan bangkrut.
7. Bila permainan dilanjutkan dan salah satu pemain tidak mampu mengisi
semua lubang congklaknya ia disebut pecong. Tetapi permainan dimulai
dari orang yang terakhir main dengan biji congklaknya pada permainan
sebelumnya.
8. Bila salah satu pemain sudah sangat berkurang biji congklaknya, isi
setiap lubang congklak juga dapat dikurangi berdasarkan kesepakatan,
misalnya hanya 3 butir pada setiap lubang meskipun menggunakan
congklak 5 pasang.
9. Pemainan congklak juga bisa dihentikan meskipun belum ada pemain
yang benar-benar bangkrut.
10. Permainan congklak sering menghabiskan waktu tanpa terasa dan
biasanya berhenti karena benar-benar bosan. Benar-benar keranjingan.
20

Gambar 2. Bermain Congklak


d. Manfaat Permainan Congklak
Sekilas permainan ini terlihat sangat sederhana, tetapi dibalik
kesederhanaan tersebut sesungguhnya ada manfaat yang dapat diperoleh
dari permainan tersebut. Permainan congklak mampu meningkatkan
kemampuan bersosialisasi karena selalu dimainkan bersama-sama,
mengasah kemampuan menganalisis, sekaligus melatih kemampuan
motorik halus, juga melatih kesabaran dan ketelitian.
Ada beberapa manfaat yang terdapat pada permainan tersebut(Mutiatin,
2010) yaitu;
1) Melatih kemampuan motorik halus
Saat memegang dan memainkan biji-biji congklak tersebut, yang
paling berperanan adalah motorik halus, yaitu jari jemari. Bagi
individu yang kemampuan motorik halusnya tidak terlalu baik, maka
ia tidak dapat menjalankan permainan tersebut dengan cepat, dan
mungkin saja biji-biji congklak tersebut akan tersebar dan terlepas dari
genggamannya. Kemampuan motorik halus ini sangat bermanfaat bagi
anak untuk memegang dan menggenggam alat tulis. Dengan
kemampuan motorik halus yang baik, maka anak, dapat menulis atau
mengetik dengan baik dan cepat.
2) Melatih Kesabaran dan Ketelitian
21

Permainan ini sangat memerlukan kesabaran dan ketelitian. Terutama


pada saat si pemain harus membagikan biji congklak ke dalam lubang-
lubang yang ada di papan congklak. Jika si pemain tidak sabar dan tidak
teliti, maka permainan tidak akan berjalan dengan baik.
3) Melatih jiwa sportivitas
Dalam permaianan ini diperlukan kemampuan untuk menerima
kekalahan. Karena permainan ini dilakukan hanya dua (2) orang saja,
maka akan terlihat jelas antara menang dan kalah. Kekalahan akan
sangat terasa manakala pemenang hanya meninggalkan satu (1) butir
biji congklak saja. Kondisi kalah tentu saja sangat tidak menyenangkan,
namun bagaimana pun kondisi tersebut harus diterima dengan besar
hati.Situasi ini sangat berbeda, jika dibandingkan saat bermain
permainan di komputer. Disaat merasa akan mengalami kekalahan,
maka dengan mudah dapat mematikan (off) atau mengulang (restart)
permainan tersebut.
4) Melatih kemampuan menganalisa
Untuk bisa menjadi pemenang, maka kemampuan untuk menganalisa
sangat diperlukan, terutama saat lawan mendapatkan giliran untuk
bermain. Bagi yang mampu menganalisa dengan baik, anak dapat
memenangkan permain tersebut dengan hanya meninggalkan satu (1)
butir biji congklak.
5) Menjalin kontak sosial
Dapat dikatakan, faktor ini merupakan hal terpenting dalam permainan
ini.Karena dilakukan secara bersama-sama, maka terjalin suatu kontak
sosial antara pemainannya. Berbagai macam informasi dapat
disampaikan saat permainan ini dilakukan. Tak jarang senda gurau dan
tawa terdengar saat permainan ini berlangsung.
Congklak sebagai salah satu alternatif alat permainan edukatif (APE).
Sebuah alat dinamakan sebagai APE ketika ia memiliki nilai manfaat
yakni untuk menstimulasi potensi anak. Misalnya saja yang terstimulasi
dalam congklak adalah kemampuan motorik halus, anak menggenggam
22

biji congklak dan memindahkan dari tangannya dan dimasukkan dalam


lubang. Kemampuan numerik, untuk anak yang belum dapat berhitung
bisa distimulasi dengan memancingnya dengan sebutan angka yang
tidak utuh.
Selain itu bermain adalah suatu kegiatan yang dapat membuat
kesenangan, bermain juga adalah kegiatan yang sangat dekat dengan dunia
anak. Sesungguhnya bermain memberi manfaat yang besar bagi
perkembangan anak, setidaknya ada beberapa manfaat dari kegiatan
bermain bagi anak, yaitu;
1) Rangsangan bagi kreativitas
Ketika anak-anak bermain, mereka kerap merasakan adanya kejenuhan
ataupun rasa bosan. Pada saat seperti inilah mereka biasanya mencoba
melakukan sebuah variasi permainan. Di sini mereka belajar untuk
mengembangkan daya kreativitas dan imajinasinya. Ide-ide spontan
yang dikemukakan oleh seorang anak, dan jika kemudian diterima oleh
teman sepermainannya, akan menimbulkan adanya rasa penghargaan
dari lingkungan serta menjadi motivasi munculnya ide-ide kreatif
lainnya. Permainan pun akan kembali terasa menyenagkan.
2) Perkembangan wawasan diri
Melalui bermain, seorang anak dapat mengetahui kemampuan teman-
teman sepermainannya, kemudian membandingkannya dengan
kemampuan yang dimiliki. Hal ini memungkinkan terbangunnya
konsep diri yang lebih jelas dan pasti. Anak akan berusaha
meningkatkan kemampuannya, jika ternyata anak jauh tertinggal
dibandingkan teman-teman sepermainannya. Hal ini menjadi faktor
pendorong yang sehat dalam pengembangan diri seorang anak.
3) Belajar bersosialisasi
Bersosialisasi dengan teman-teman sebaya merupakan hal penting yang
perlu dilakukan oleh anak. Kegiatan bermain menjadikan proses
bersosialisai tersebut terbangun dengan cara yang wajar dan
menyenangkan. Tidak jarang timbul beberapa masalah ketika anak-
23

anak bermain. Mereka belajar untuk menghadapi dan memecahkan


persoalan yang timbul dalam sebuah permainan secara bersama-sama.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan dalam pembelajaran di TK PGRI 01 Bajang
Kecamatan Talun pada kemampuan kognitif masih belum dapat tercapai tujuan
pembelajarannya, maka peneliti mengambil tindakan untuk menggunakan
permainan congklak dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif
anak dalam mengenal konsep bilangan 1-10, sehingga pada proses
pembelajaran anak akan terasa senang dan dapat tercapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
Pelaksanaan pembelajaran dengan permainan congklak harus ditata
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran sesuai kurikulum dapat tercapai
secara optimal. Dalam proses pembelajaran guru memfokuskan kegiatan pada
pengembangan kognitif anak, sehingga permainan dan media yang digunakan
dalam menarik perhatian anak agar mau melakukan kegiatan kognitif dengan
semangat dan tidak terpaksa. Dengan permainan ini akan menghasilkan
kesenangan, memberikan pengalaman yang bermakna dan seluruh aspek
perkembangan dapat berkembang secara optimal.
24

Kerangka dasarnya adalah sebagai berikut:

IDENTIFIKASI PENETAPAN
MASALAH MASALAH

Alternatif Pemecahan
Masalah
Pelaksanaan PTK
PELAKSANAAN
TINDAKAN
PERENCANAAN
Penyusunan RKH

REFLEKSI
Evaluasi pelaks.PBM

REVISI
Belum Berhasil
REKOMENDASI
dilanjut pada siklus
Berhasil Mencapai
berikutnya
Target Ketuntasan
Belajar

Bagan 2.1 Kerangka berpikir


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Setting Penelitian


Penelitian ini di laksanakan di Taman Kanak-kanak PGRI 01 Bajang
Kecamatan Talun Kabupaten Blitar,yang lokasinya berada di sebelah utara
kurang lebih 1 Km dari pusat kota Kecamatan Talun.Sekolah ini memiliki 2(dua)
rombongan belajar yaitu kelas A dan kelas B. Lokasi penelitian ini di pilih
karena jarak antara lokasi penelitian dengan peneliti cukup berdekatan dan
peneliti mengajar pada Lembaga Taman Kanak-kanak tersebut.Penelitian
tindakan kelas ii di laksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013.
Penelitian ini di laksanakan pada anak kelas B Taman Kanak-kanak PGRI
01 Bajang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar dengan jumlah 12 anak terdiri
dari 7 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Guru pembimbing sebanyak 2
orang.

B. Prosedur Penilaian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
PTK merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan yang sengaja di munculkan dan terjadi dalam sebuah kelas yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas prosesdan hasil pembelajaran di kelas.
(Sutama, 2012:3). Ada empat langkah utama dalam PTK yaitu (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Keempat langkah tersebut
merupakan satu siklus dan dalam PTK siklus selalu berulang.Setelah satu siklus
selesai, barangkali guru menemukan masalah baru atau masalah lama yang
belum tuntas dipecahkan, dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang sama
seperti siklus pertama dan seterusnya. Dengan demikian, berdasarkan hasil
tindakan atau pengalaman pada siklus pertama guru akan kembali mengikuti
langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi pada siklus kedua.
(Arikunto, 2008:20)
Siklus penelitian dapat di lihat pada bagan alur penelitian tindakan kelas di
bawah ini

25
26

Refleksi awal

Perencanaan Pelaksanaan
Tindakan I Tindakan 1 Refleksi

Perencanaan
Tindakan I Pelaksanaan
(Perencanaan Refleksi
Tindakan 2
Tindakan 2)

Perencanaan
Tindakan
2(Perencanaan
Dan seterusnya
Tindakan 3)
I
Gambar 3.1
Bagan Prosedur Penelitian (model Kemmis & Taggart)

Pelaksanaan penelitian menggunakan model pendekatan praktek


langsung yang berlangsung selama 4 tatap muka setiap minggu. Masing-
masing tatap muka untuk setiap harinya diperinci : pembukaan selama 30
menit, inti selama 70 menit, istirahat 30 menit, dan penutup selama 30 menit.
Hal ini dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan dengan rincian untuk siklus
pertama minggu ke-3 bulan Oktober.
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang
yang didalamnya terdapat empat tahapan utama kegiatan yaitu: perencanaan,
tindakan, pengamatan, observasi dan refleksi. Adapun 4 langkah tersebut yaitu
:
1. Siklus Pertama
a. Tahap Perencanaan
27

Dalam tahap ini peneliti merencanakan suatu tindakan


dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Beberapa
perangkat yang disiapkan dalam tahap ini adalah:
- Rencana Kegiatan Harian (RKH)
- Bahan Ajar
- Skenario Pembelajaran
- Sumber Kegiatan Anak
- Media
- Lembar Observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahapan tindakan mengacu pada langkah-langkah
pembelajaran yang tertulis dalam RKH dan akan dilakukan oleh guru
dalam mengajarkan konsep bilangan 1-10 melalui permainan congklak.
c. Tahap Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung, peneliti yang bertindak sebagai observer
melakukan pengamatan dan mencatat perkembangan-perkembangan
dan kegiatan yang terjadi, berfokus pada format yang tersedia.
Pengamatan ini dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana
keberhasilan yang dicapai oleh guru dalam pembelajarannya.
d. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang
sudah dilaksanakan dan dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau
keberhasilan yang telah dialami guru. Dari sini juga akan diketahui
kelebihan dan kelemahan dari tindakan yang baru dilakukan dan
peneliti menentukan apakah penelitian dihentikan atau dilanjutkan pada
siklus berikutnya.
2. Siklus Kedua
a. Tahap Perencanaan
Dalam tahap ini ada beberapa perangkat yang disiapkan yaitu
sebagai berikut :
- Rencana Kegiatan Harian (RKH)
28

- Bahan Ajar
- Skenario Pembelajaran
- Sumber Kegiatan Anak
- Media
- Lembar Observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahapan tindakan mengacu pada langkah-langkah
pembelajaran yang tertulis dalam RKH dan akan dilakukan oleh guru
dalam mengajarkan mengajarkan konsep bilangan 1-10 melalui
permainan congklak.
c. Tahap Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung, peneliti yang bertindak sebagai observer
melakukan pengamatan dan mencatat perkembangan-perkembangan
dan kegiatan yang terjadi, berfokus pada format yang tersedia.
Pengamatan ini dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana
keberhasilan yang dicapai oleh guru dalam pembelajarannya
d. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang
sudah dilaksanakan dan dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau
keberhasilan yang telah dialami guru. Dari sini juga akan diketahui
kelebihan dan kelemahan dari tindakan yang baru dilakukan dan
peneliti menentukan apakah penelitian dihentikan atau dilanjutkan pada
siklus berikutnya.
3. Siklus Ketiga
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini ada beberapa perangkat yang disiapkan yaitu
sebagai berikut :
- Rencana Kegiatan Harian (RKH)
- Bahan Ajar
- Skenario Pembelajaran
- Sumber Kegiatan Anak
29

- Media
- Lembar Observasi
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan perbakan tetap mengacu pada
langkah-langkah pembelajaran yang tertulis dalam RKH dan akan
dilakukan oleh guru dalam mengajarkan mengajarkan konsep bilangan
1-10 melalui permainan congklak.
c. Tahap Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung, peneliti yang bertindak sebagai observer
melakukan pengamatan dan mencatat perkembangan-perkembangan
dan kegiatan yang terjadi, berfokus pada format yang tersedia.
Pengamatan ini dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana
keberhasilan yang dicapai oleh guru dalam pembelajaran.
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan refleksi selama 3 siklus dalam pelaksanaan
perbaikan kemampuan berbahasa permulaan melalui media gambar
anak meningkat lebih baik dari pada siklus 1 dan siklus 2 baik dalam
binat, kemampuan dan ketuntasan, jadi penelitian dihentikan pada sikus
ketiga.

C. Instrumen Pengumpulan Data


1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari hal
sebagai berikut:
a. RKM dan RKH
Dalam RKH memuat aspek perkembangan dan indikator
kemampuan yang akan dicapai dalam satu minggu, dalam SKH memuat
indikator, waktu, kegiatan pembelajaran, metode, media dan evaluasi.
b. Lembar observasi siswa
30

Lembar observasi ini digunakan untuk memantau setiap


perkembangan siswa mengenai kemampuan mengajarkan konsep
bilangan 1-10 melalui permainan congklak.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penilaian unjuk
kerja dan observasi. Observasi ini dilakukan untuk memantau proses dan untuk
memperoleh data secara efektif. Sedangkan unjuk kerja digunakan untuk
mengamati apakah kemampuan membaca permulaan yang terdapat pada
indikator pembelajaran dalam RKH sudah tersampaikan.
Penelitian ini disajikan dengan tampilan sebagai berikut:
Teknik Instrumen
No Jenis data yang dibutuhkan pengumpulan pengumpulan
data data
Mengetahui tentang kejadian
Lembar /
atau tingkah laku yang
1 Observasi pedoman
digambarkan akan terjadi pada
observasi
pelaksanaan pembelajaran
Instrumen
2 Kemampuan membilang Unjuk kerja pedoman / rubrik
unjuk kerja
31

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA


(ALAT PENILAIAN PERKEMBANGAN ANAK)
1. Subyek yang dinilai : TK PGRI 01 Bajang
2. Kemampuan yang dinilai : Kognitif membilang 1-10
3. Indikator : - Anak mampu membilang 1-10
4. Teknik penilaian : Unjuk kerja
5. Prosedur : 1) Guru menyiapkan alat permainan
congklak
2) Anak diberi penjelasan
3) Anak diminta bermain congklak sesuai
aturan
6. Kriteria Penilaian : 1) Anak mendapat bintang empat jika
bermain dengan sangat tepat
2) Anak mendapat bintang empat jika
bermain dengan tepat
3) Anak mendapat bintang dua jika bermain
dengan cukup tepat
4) Anak mendapat bintang satu jika bermain
belum tepat sama sekali

D. Teknik Analisa Data

Tehnik analisis data penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara


kualitatif dan kuantitatif. Kegiatan analisis data menggunakan observasi dan
unjuk kerja anak dalam kegiatan permainan congklak. Hasil observasi terhadap
kemampuan kognitif mengenal konsep bilangan 1-10 kemudian direfleksi dan
dianalisis. Peningkatan kemampuan kognitif mengenal konsep bilangan 1-10
melalui permainan congklak ada beberapa komponen pada lembar observasi
dan penilaian unjuk kerja antara lain:
32

1. Anak tanggap dan cepat dalam melakukan permainan


2. Anak mampu menaati aturan permainan
Tehnik analisis data yang digunakan untuk mengolah data yang dihasilkan
dari penilaian kemampuan kognitif mengenal konsep bilangan 1-10 sebagai
berikut:

P = F x 100%
N
P : Prosentase anak yang mendapatkan bintang tertentu
F : Jumlah anak yang mendapatkan bintang tertentu
N : Jumlah anak keseluruhan
Seorang anak dikatakan mencapai ketuntasan jika taraf penugasan

mencapai lebih dari 75% dan belum mencapai ketuntasan apabila penugasan

kurang dari 75%

E. Rencana Jadwal Penelitian

Bulan
No Jenis Kegiatan
Oktober Nopember Desember Januari Pebruari Maret
1 Pengarahan
bimbingan
skripsi
2 Pengajuan
judul
3 Penyusunan
proposal
4 Pengembangan
instrumen
5 Pengumpulan
data
6 Analisis data
7 Penarikan
kesimpulan
8 Penyusunan
laporan
DAFTAR PUSTAKA

http://www.expat.or.id/info/congklak.html

http://experiencingindonesia.blogspot.com/search/label/traditionalgames. 7

Sumber : www.keluargacaladine.com/photo,491 8

33
34

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF MENGENAL


KONSEP BILANGAN 1-10 MELALUI PERMAINAN
CONGKLAK PADA ANAK KELOMPOK B TK PGRI 01
BAJANG KECAMATAN TALUN KABUPATEN BLITAR
TAHUN AJARAN 2013-2014

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Pada Jurusan PG PAUD FKIP UNP Kediri

OLEH :
TITIK SAFITRI
NPM: 10.1.01.11.0326

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2013

Anda mungkin juga menyukai