Anda di halaman 1dari 27

PENGANTAR INVESTASI REAL ESTATE

Aspek Perpajakan Real Estate di Indonesia

KELAS 2-6

PROGRAM STUDI D III PBB/PENILAI

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

DOSEN PEMBIMBING :

Warlan, S.E., S.ST., M.Ec.Dev

OLEH KELOMPOK 5 :

Ahmad Hifdi Bayu Pramana ( 03 )

Anastasya Caroline Vebriani ( 05 )

Fitria Salsabila ( 13 )

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2018
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis merupakan hal yang penting di era globalisasi seperti ini. Tanpa

adanya bisnis suatu negara akan sulit berkembang dan maju karena terhentinya

proses pembaruan dan inovasi melalui jalan-jalan bisnis. Karena dari bisnis itu

sendiri lah yang membuat suatu negara bisa maju dan dikenal negara

lain. Dalam dunia ekonomi, banyak terdapat pelaku ekonomi dan jenis-jenis

bisnis yang berkecimpung dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Salah satunya

adalah bisnis properti. Bisnis properti merupakan bisnis yang dijalankan guna

melakukan kegiatan transaksi berupa properti seperti perumahan, tanah,

apartemen, kondomonium, dan lain sebagainya.

Real estate sebagai salah satu jenis properti juga menjadi objek utama

dalam bisnis properti. Real estate atau dalam bahasa Indonesia disebut lahan

yasan merukapan sebuah istilah hukum yang mencakup tanah bersama dengan

apa pun yang tinggal tetap d atas tanah tersebut (Wikipedia, 2017). Real estate

merupakan salah satu jenis properti yang hanya berupa tanah dan bangunan

yang ada di atasnya di luar dari hak kepemilikan atas tanah atau bangunan

tersebut.

Dewasa ini, bisnis yang berbau real estate kian semakin besar dan

berkembang, baik di dunia maupun di Indonesia sendiri. Semakin tingginya

permintaan akan kebutuhan tanah dan bangunan yang merupakan kebutuhan

primer berupa papan membuat bisnis properti ini semakin marak di Indonesia.

Selain karena permintaan real estate sebagai lahan atau bangunan hunian,

banyaknya permintaan real estate sebagai lahan maupun bangunan komersial


2

juga semakin membawa bisnis real estate terus berkembang dan dapat

menjanjikan hasil yang cukup besar bagi pelaku-pelaku usaha yang bergerak

dibidang bisnis properti ini. Tidak hanya menjanjikan bagi para pelaku bisnis,

tetapi jika kita lihat dari sisi penerimaan negara, maka bisnis real estate ini juga

merupakan lahan potensi penerimaan pajak yang cukup meyakinkan, karena

bisnis ini pasti akan terus berkembang seiring dengan bertambahnya permintaan

akan kebutuhan properti real estate. Dalam peraturan perundang-undangan di

Indonesia sendiri telah dijelaskan bahwa setiap transaksi jual beli tanah atau pun

bangunan akan dikenakan pungutan pajak baik dari pihak penjual maupun pihak

pembeli. Seperti yang kita ketahui, pajak merupakan penyumbang penerimaan

terbesar dalam APBN di Indonesia. Pemajakan atas transaksi dalam bisnis real

estate merupakan salah satu penyumbang penerimaan pajak yang dapat

menopang pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, melalui makalah ini, penulis hendak

memaparkan aspek perpajakan real estate di Indonesia sebagai salah satu

penyumbang penerimaan negara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat kami

ambil adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana aspek pemajakan properti real estate yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana potensi pemajakan properti real estate?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui aspek pemajakan real estate yang berlaku di Indonesia.


3

2. Untuk mengetahui potensi pemajakan properti real estate

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan

mahasiswa mengenai aspek pemajakan real estate di Indonesia sebagai salah

satu penyumbang penerimaan negara dari sisi perpajakan yang berfungsi

sebagai media pembangunan nasional dan pendorong kesejahteraan

masyarakat.
4

BAB II

PEMBAHASAN

Bisnis properti real estate merupakan salah satu jenis bisnis yang sedang

berkembang di masa sekarang ini. Perkembangannya yang sangat pesat membuat

pelaku-pelaku bisnis properti real estate dapat menerima keuntungan yang cukup

besar. Tidak hanya itu, bisnis ini juga merupakan lahan potensi pemasukan negara

berupa pajak. Aspek-aspek perpajakan yang dapat dikenai dalam properti real

estate ini terdiri dari lima aspek pemajakan, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh),

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

2.1 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang

dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik

properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya

dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya

dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan

selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD

maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan

oleh pemerintah daerah.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan

kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Tagihannya dilayangkan

pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat, dalam bentuk

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun pembayarannya harus

dilakukan paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket

terdekat yang disediakan atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah.


5

Setelah melakukan pembayaran, bukti pembayarannya atas Pajak Bumi dan

Bangunan haruslah disimpan. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan

wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2% per bulan hingga

maksimal 24 bulan. Adapaun tarif dan cara penghitungan pajak bumi dan

bangunan adalah sebagai berikut.

1. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan = 0,5%

2. Besar PBB terutang = 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

3. NJKP = 20% dari Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) untuk

properti dengan NJOP dibawah Rp 1 miliar dan 40 % untuk NJOP diatas 1

miliar

4. NJOPKP = NJOP – NJPOKTP. Besarnya NJOPTKP dapat berbeda-beda

disetiap daerah yang disesuaikan dengan kebijakan daerah setempat.

Adapun contoh penghitungan pajak bumi dan bangunan adalah sebagai

berikut.

“Sebuah rumah dengan bangunan 100 m2 berdiri di atas lahan 200 m2.

Misalnya, berdasarkan NJOP (nilai jual obyek pajak) harga tanah

Rp700.000 per m2 dan nilai bangunan Rp600.000 per m2. Berapa besaran

PBB yang harus dibayar oleh pemilik rumah tersebut?”

Penyelesaiaan :

 Harga tanah : 200 m2 x Rp. 700.000 = Rp 140.000.000

 Harga Bangunan: 100 m2 x Rp600.000 = Rp 60.000.000 +

 NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp 200.000.000

 NJOP Tidak Kena Pajak = Rp 12.000.000

 NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 188.000.000

 NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) = Rp 37.600.000


20% x Rp188.000.000
6

 Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang = Rp 188.000


0,5% x Rp37.600.000

 Faktor Pengurangan / Stimulus = Rp 15.000 -

 Jumlah PBB terutang = Rp 173.000

2.2 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dalam melakukan transaksi jual beli properti, maka tidak hanya penjual

yang akan dikenai pajak, tetapi sang pembeli juga akan dikenai pajak berupa

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Hal ini didasarkan

pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan

atas UU No. 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan. BPHTB akan dikenakan kepada pembeli dan dibayarkan ketika

terjadi peralihan hak atau penandatanganan akta jual beli di notaris/pejabat

pembuat akta tanah (PPAT). Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang ditunjuk

sebagai tempat pembayaran pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak

setempat. Adapun tarif dan cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut.

1. Tarif BPHTB adalah 5%

2. Besar BPHTB = [Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) – Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)] x 5%

3. Besar NPOPTKP berbeda-beda disetiap daerah yang disesuaikan dengan

kebijakan daerah setempat.

Adapun contoh penghitungan bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan adalah sebagai berikut.

“Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah

200 m2 dan luas bangunan 100 m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah

Rp700.000 per m2 dan nilai bangunan Rp600.000 per m2. Berapa besaran

BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?”


7

Penyelesaiian

 Harga Tanah: 200 m2 x Rp700.000 = Rp 140.000.000

 Harga Bangunan: 100 m2 x Rp600.000 = Rp 60.000.000 +

 Jumlah Harga Pembelian Rumah = Rp 200.000.000

 NPOPTKP *) = Rp 60.000.000 -

 Nilai untuk penghitungan BPHTB = Rp 140.000.000

 BPHTB yang harus dibayar = Rp 7.000.000


5% x Rp140.000.000

*) Besar NPOPTKP untuk wilayah Jakarta Rp 60.000.000, Bogor

Rp40.000.000, Tangerang Rp30.000.000 dan sebagainya. Besaran ini dapat

berubah sesuai peraturan pemerintah setempat.

2.3 Pajak Penghasilan (PPh)

Sejak 1 Januari 2009, Wajib Pajak real estate dikenakan Pajak

Penghasilan yang bersifat final (PPh Final). Tarif yang dikenakan adalah 5% dari

jumlah bruto nilai pengalihan. Tetapi terdapat tarif khusus sebesar 1% dari

jumlah bruto nilai pengalihan dikenakan atas pengalihan hak rumah sederhana

dan rumah susun sederhana. Batasan rumah sederhana dan rumah susun

sederhana mengacu kepada ketentuan PPN yang mengatur batasan rumah

sederhana dan rumah susun sederhana yang mendapatkan fasilitas

pembebasan PPN.

I. Dasar Hukum

a. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran

Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau

Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008


8

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 Tentang

Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 Tentang

Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 Tentang

Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final Atas Penghasilan

Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Yang Diterima

Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Usaha Pokoknya Melakukan

Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

II. Hak Pengalihan

Adapun yang dimaksud dengan nilai pengalihan hak adalah nilai

yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai

Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak

menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan

(SPPT PBB) tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT belum terbit,

adalah NJOP menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya.


9

III. Subjek Dan Objek PPh Final Usaha Real Estate

a. Subjek PPh Final Usaha Real Estate

Yang menjadi Subjek Pajak PPh Final Usaha Real Estate adalah

orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah

dan/atau bangunan sebagai barang dagangan (Wajib Pajak Real

Estate) atau mempunyai usaha pokok melakukan pengalihan hak atas

tanah dan/atau bangunan.

b. Objek PPh Final Usaha Real Estate

Yang menjadi Objek Pajak PPh Final Usaha Real Estate adalah

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Real Estate dari

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang

dagangan.

IV. Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana

a. KETENTUAN RUMAH SEDERHANA

 Harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta

rupiah) .

 Merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri

sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka

waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

b. KETENTUAN RUMAH SUSUN SEDERHANA

 Harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi

Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

 Luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m 2 (dua

puluh satu meter persegi).


10

 Pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis

Pembangunan Rumah Susun.

 Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri

sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka

waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

Adapun contoh penghitungan pengenaan pajak penghasilan yang bersifat

final dalam transaksi jual beri properti real estate adalah sebagai berikut.

“PT. ABC Real Estate membangun town house sebanyak 20 buah

rumah dengan luas masing-masing 150 m2/250m2 dengan harga jual

Rp.1.500.000.000,- per-unit. Pada bulan Juni 2010 terjual 5 unit, dan pada

tanggal 5 Juni 2010 dibuat akta jual beli antara konsumen dengan PT

ABC Real Estat. Berdasarkan data Kantor Pajak besarnya NJOP PBB

tahun 2010 masing-masing unit Rp. 1.300.000.000,- Berapakah PPh Final

terutang PT ABC Real Estat atas penjualan town house tersebut?”

Penyelesaian :

Nilai Bruto yang digunakan untuk menghitung PPh final atas pengalihan

hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar Rp.1.500.000.000,-,

karena nilai tersebut lebih tinggi daripada NJOP PBB tahun 2010

Nilai Bruto 5 unit x Rp.1.500.000.000,- = Rp.7.500.000.000,-

PPh Final terutang = 5% x Rp.7.500.000.000,- = Rp. 375.000.000,-

Jadi PPh Final yang harus disetor sebesar Rp.375.000.000,-

2.4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Real estate merupakan salah satu bentuk dari aset.Perwujudan real

estate ini tidak hanya berupa kepemilikan hunian mewah, karena pada
11

essensinya, real estate adalah hak untuk memiliki sebidang tanah dan

memanfaatkan apa saja yang ada didalamnya.

I. Dasar Hukum

a. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-55/Pj.3/1985 bertanggal 20

Agustus 1985.

b. Surat Dirjen Pajak Nomor S-1376/PJ.31/ 1986 bertanggal 16 Mei 1986.

c. SE Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.51/2002 bertanggal 21 Mei 2002.

d. SE-14/PJ.53/2002

II. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Real Estate

a. DPP Untuk kepentingan Komersial

DPP atas penyerahan tanah dan atau bangunan adalah harga

jual. Sehingga DPP atas tanah matang atau bangunan berikut tanah

matangnya yang diserahkan oleh perusahaan real estate adalah sama

dengan harga jual dikurangi potongan harga yang dicantumkan dalam

faktur pajak. Persentase DPPnya adalah 100% dari harga jual. Contoh

Perhitungan adalah sebagai berikut.

“Developer X membangun perumahan sebanyak 100 unit

dengan harga per rumah Rp. 500.000.000,-. Dengan Dasar

Pengenaan Pajak Sebesar 100%, maka perhitungan Pajak

Pertambahan Nilainya developer X adalah”

Penyelesaian :

 PPN = Tarif Pajak x DPP

 DPP = 100 % x Total Harga Jual Rumah

= 100 % x (100 x Rp. 500.000.000,-)

= 100 % x Rp 50.000.000.000,-
12

= Rp 50.000.000.000,-

 PPN = 10 % x DPP

= 10 % x Rp 50.000.000.000,-

= Rp. 5.000.000.000,-

b. DPP Untuk Kegiatan Membangun Sendiri Diluar Kegiatan Usaha atau

Pekerjaan

Dasar Pengenaan Pajaknya adalah sebesar 40% dari seluruh

pengeluaran pada bulan yang bersangkutan (termasuk PPN).

Sehingga PPN yang dibayar sehubungan dengan kegiatan

membangun sendiri yaitu :

i. PPN = 10% x DPP

ii. DPP = 40% x jumlah seluruh pengeluaran dalam satu bulan

Contoh Perhitungan adalah sebagai berikut.

“A membangun rumah tinggal dengan biaya pengeluaran

sebesar Rp. 200.000.000,- maka perhitungan Pajak

Pertambahan Nilai A adalah”

Penyelesaiaan :

 DPP = 40 % x Rp. 200.000.000,-

= Rp 80.000.000,-

 PPN = Tarif Pajak x DPP

 PPN = 10 % x Rp 80.000.000,-

= Rp 8.000.000,-
13

c. DPP penyerahan Jasa Persewaan Ruangan

Sesuai dengan SE-14/PJ.53/2002 mulai tanggal 3 Juni 2003,

DPP Penyerahan Jasa Persewaan Ruangan adalah penggantian,

yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa. Definisi penggantian adalah

nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena

Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang

PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak

III. Situasi Khusus Tidak Terutang PPN

a. Bagi Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana.

b. Bagi Rumah Susun Sederhana.

c. Bagi Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami).

d. Pondok Boro.

e. Asrama Mahasiawa atau Pelajar .

f. Perumahan lainnya (rumah pekerja atau bangunan yang diperuntukkan

bagi korban bencana alam).

2.5 Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Disamping rumah murah ada juga produk properti yang terhutang

PPnBM, yaitu atas penyerahan apartemen, town house, rumah mewah dan

kondominium, sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun

2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 145 tahun

2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang

Dikenakan PPnBM. Menurut ketentuan dalam PP ini penyerahan apartemen,

town house, rumah mewah dan kondominium terhutang PPnBM sebesar 20 %.


14

Mulai tanggal 1 Juni 2009 penyerahan bangunan yang terutang PPnBM

dengan tarif 20% adalah sebagai berikut.

a. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,

town house, dan sejenisnya.

b. Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan luas bangunan 350

meter persegi atau lebih.

c. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, clan sejenisnya

dengan luas bangunan 150 meter persegi atau lebih.

Perlu dilakukan pengawasan terhadap penyerahan bangunan yang

kurang atau mendekati luas bangunan 350M2 karena terdapat kemungkinan luas

bangunan yang sebenarnya lebih dari luas yang tercantum dalam dokumen.

Pengujian kebenaran harga bangunan PerM2 dapat menggunakan

pendekatan harga pokok ditambah dengan margin atau apabila harga jual tanah

dan bangunan diketahui maka harga jual bangunan dapat dihitung secara

proposional antara harga NJOP bangunan dibandingkan dengan NJOP tanah.

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan

memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi

antar perorangan. Sebagai contoh Sebuah Apartemen/town house dengan

kriteria tertentu dan menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan

membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10%, dan PPnBM 20% (bila

memenuhi kriteria yang dipersyaratkan). Contoh penghitungan PPnBM adalah

sebagai berikut.

“Seorang pengusaha membeli 1 buah rumah mewah dengan harga

Rp. 8.000.000.000,00 pengusaha tersebut dikenai PPnBM sebesar 20%.

Berapa harga perolehan rumah tersebut?”


15

Penyelesaian:

Catatan: Penghitungan PPnBM seharusnya dilakukan bersama dengan

perhitungan PPN namun agar perhitungan lebih sederhana, perhitungan

PPN tidak dilakukan jadi langsung menghitung PPnBM.

 Harga Mobil (DPP PPnBM) = Rp. 8.000.000.000,00

 PPnBM (Rp. 8.000.000.000,00 x 20%) = Rp. 1.600.000.000,00 +

 Harga Perolehan Mobil = Rp. 9.600.000.000,00

2.6 Potensi Perpajakan Properti Real Estate

Bisnis properti real estate di Indoensia kini semakin berkembang.

Banyaknya permintaan akan properti, baik properti residensial (rumah hunian)

maupun properti komersial membuat semakin banyakya pelaku-pelaku usaha

bisnis properti real estate. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh situs

lamudi.co.id diketahui bahwa pada tahun 2016, permintaan properti akan rumah

merupakan permintaan tertinggi diantara permintaan properti lainya.

Grafik 1. Permintaan Properti Tahun 2016

80%

70%

60%

50% Lainnya
Komersial
40%
Apartemen

30% Tanah
Rumah
20%

10%

0%
Perminaan
16

Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa permintaan akan properti real

estate berupa rumah bahkan mencapai angka 70% dari survey yang dilakukan.

Permintaan ini merupakan sebuah potensi besar bagi para pelaku bisnis properti

real estate. Semakin besarnya potensi bisnis properti real estate ini, pastinya

juga akan membawa besarnya potensi pemajakan properti real estate, karena

semakin banyak permintaan akan suatu properti, maka pihak pengembang akan

terus berinnovasi menciptakan properti-properti hunian yang terjangkau bagi

masyarakat sehingga objek pajak real estate akan semakin tinggi.

Sesuai dengan hukum ekonomi, semakin tinggi permintaan akan suatu

barang, maka semakin tinggi pula harga yang akan ditawarkan. Berdasarka data

yang dikeluarkan oleh Departemen Statistik Bank Sentral Republik Indonesia,

diketahui bahwa indeks harga properti komersial maupun properti residensial

terus meningkat. Pada Kuartil IV tahun 2017, indeks harga properti residensial

secara umum mencapai angka 159,35 naik dari 156,89 pada Kuartil IV tahun

2016. Jika kita lihat dari daerah Jabodebek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok,

dan Bekasi) harga properti rumah menengah pada Kuartil III tahun 2013

berdasarkan data dari Departemen Statistik Bank Sentral Republik Indonesia

mencapai Rp 3.245.325.272,- (termasuk tanah dan bangunan). Jika kita

konversi ke tahun 2017 dengan indeks harga pada Kuartil III tahun 2013 sebesar

142,66 dan pada Kuartil IV tahun 2017 sebesar 159,35, maka dapat diperkirakan

harga properti jenis rumah menengah pada akhir tahun 2017 adala sebesar Rp

3.625.022.915,- (termasuk tanah dan bangunan). Tingginya harga rumah yang

mencapai angka Rp 3,5 Miliar dan tingginya permintaan akan rumah merupakan

salah satu potensi besar di sektor pemajakan real estate. Karena pada dasarnya

objek pajak dari pemajakan real estate adalah properti itu sendiri dan dasar
17

pengenaannya adalah berdasarkan harga perolehan maupun nilai pasar dari

properti tersebut. Sehingga semakin tinggi permintaan dan harga properti, maka

semakin tinggi pula potensi pajak yang bisa didapatkan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aspek pemajakan real estate

tidak hanya sebatas PBB maupun BPHTB, tetapi masih ada 3 aspek pemajakan

lainnya. Dalam bisnis real estate itu sendiri, pemajakan terhapat kegiatan bisnis

ini tidak hanya ketika terjadi pada proses transaksi jual beli saja. Misalkan PT.

Real Estate Jaya merupakan pelaku bisnis properti real estate di Jakarta. Lalu

bagaimana 5 aspek perpajakan tersebut dapat terhutang terhadap PT. Real

Estate Jaya tersebut? Berdasarkan artikel yang dipublikasikan oleh Badan

Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, berbagai tahapan yang umum terjadi

dalam bisnis real estate akan menimbulkan beberapa aspek pajak disetiap

tahapan bisnis tersebut. Adapun proses bisnis dan aspek pemajakan yang

terutang dalam bisnis properti real estate yang dapat dikenai oleh PT. Real

Estate Jaya berdasarkan data tersebut adalah sebagai berikut.

I. Persiapan

Persiapan adalah tahap awal dari bisnis real estate. Tahapan ini

meliputi kegiatan penelitian pendahuluan, penelitian potensi pasar dan

kelayakan bisnis. Selanjutnya disusul dengan kegiatan perencanaan

konstruksi dan rencana anggaran biaya. Kegiatan ini bisa dilakukan sendiri

oleh pengembang atau menggunakan jasa konsultan. Aspek perpajakan

pada tahap ini berupa:

a. PPh Pasal 21/23 dari penghasilan bruto yang diterima konsultan yang

melakukan kegiatan penelitian maupun studi kelayakan.


18

b. PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai tarif P3B dari penghasilan

bruto yang diterima konsultan luar negeri yang melakukan kegiatan

penelitian maupun studi kelayakan.

c. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk penghasilan pengusaha jasa

konstruksi dengan tarif sesuai kualifikasi usaha Pengusaha Jasa

Konstruksi tersebut.

d. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari Nilai Jasa yang diterima

pengusaha jasa konstruksi.

II. Pengadaan Lahan

Tahapan lanjutan setelah persiapan selesai dan menetapkan bahwa

proyek dapat dijalankan adalah pengadaan lahan. Lahan dapat diperoleh

melalui beberapa cara, yaitu:

 membeli secara langsung kepada pemilik lahan,

 menggunakan jasa perantara (makelar) atau,

 melalui kerjasama dengan pemilik tanah.

Adapun aspek perpajakan pada tahap ini berupa sebagai berikut.

a. PPh Final dengan tarif 5% dari harga jual/harga transaksi, umumnya

pihak penjual dan pembeli sepakat menggunakan harga sesuai NJOP

pada SPPT PBB saja, bukan mengunakan harga jual/harga transaksi

yang sebenarnya.

b. BPHTB dengan tarif 5% dari harga jual/harga transaksi setelah

dikurangi NPOPTKP sesuai peraturan daerah masing-masing,

Umumnya pihak penjual dan pembeli sepakat menggunakan harga

sesuai NJOP pada SPPT PBB saja, bukan mengunakan harga

jual/harga transaksi yang sebenarnya.


19

c. PPh Pasal 21/23 dari penghasilan yang diterima oleh makelar apabila

jual beli tersebut dibantu oleh makelar.

d. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari harga jual/harga

transaksi apabila penjual adalah PKP yang bergerak di bidang usaha

penjualan tanah dan/atau bangunan.

III. Administrasi Perizinan

Terdapat banyak perizinan harus dipenuhi oleh pelaku bisnis real

estate ini. Izin dikeluarkan oleh pemerintah daerah dimana lahan yang

akan dikembangkan menjadi real estate berada. Potensi pajak yang dapat

digali pada tahap adalah sebagau berikut.

a. PPh Pasal 21/23 atas nilai yang dibayarkan apabila pengurusan

perizinan menggunakan jasa pihak ketiga.

b. PPN dengan tarif 10% dari nilai yang dibayarkan apabila pihak pemberi

jasa adalah PKP

c. PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan yang diterima seorang

notaris.

d. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari nilai jasa yang diterima

notaris

Langkah perizinan selanjutnya yang harus dilakukan pelaku bisnis real

estate khususnya properti residensial untuk mempermudah proses

penjualan kepada konsumen adalah melakukan pemecahan sertipikat (split

sertipikat). Proses ini biasanya dibantu oleh notaris/PPAT.

IV. Kegiatan Pembangunan

Tahapan selanjutnya setelah lahan dan perizinan selesai adalah

kegiatan pembangunan produk real estat. Pada tahap ini terdapat


20

beberapa pekerjaan yang melibatkan pihak lain dan terdapat potensi pajak

didalamnya.

a. Pematangan Lahan

Pekerjaan pematangan lahan/tanah dan pembuatan kavling biasanya

dikerjakan oleh pihak lain yaitupengusaha jasa konstruksi. Lingkup

kegiatan ini meliputi pembersihan, penimbunan dan perataan lahan

agar siap untuk dikembangkan. Biasanya pekerjaan ini menggunakan

alat berat dan peralatan khusus lainnya. Aspek perpajakan pada tahap

ini berupa sebagai berikut.

i. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk penghasilan pengusaha jasa

konstruksi dengan tarif sesuai kualifikasi usaha pengusaha jasa

konstruksi tersebut.

ii. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari nilai jasa yang

diterima pengusaha pemberi jasa.

iii. PPh Pasal 23 apabila ada sewa peralatan/mesin/alat lainnya

dengan tarif 2% dari nilai sewa.

iv. PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli.

b. Pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas

Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) berupa fasilitas

umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) wajib dilakukan oleh

pengembang khususnya produk properti residensial. Bangunan dan

kawasan PSU ini tercantum dalam site plan yang telah disahkan oleh

Pemda. Pembangunan PSU berupa pembangunan jalan, saluran air

(drainase), saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan

sampah, jaringan listrik, air bersih, telepon, gas, transportasi,


21

penerangan jalan, sarana ibadah, taman, kesehatan, pendidikan,

pemakaman dan lain-lain.Pekerjaan ini biasanya dikerjakan oleh

pengusaha jasa konstruksi yang menggunakan alat berat dan

peralatan khusus lainnya. Aspek perpajakan pada tahap ini adalah

sebagai berikut.

i. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk penghasilan pengusaha jasa

konstruksi dengan tarif sesuai kualifikasi usaha pengusaha jasa

konstruksi tersebut.

ii. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari nilai jasa yang

diterima pengusaha pemberi jasa.

iii. PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan bruto yang

dibayarkan kepada selain pengusaha jasa kontruksi (kontraktor

jasa instalasi mesin, peralatan, listrik, air, gas dll)

iv. PPh Pasal 23 apabila ada sewa peralatan/mesin/alat lainnya

dengan tarif 2% dari nilai sewa.

v. PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli.

c. Pembangunan Unit Properti

Tahapan selanjutnya dalam kegiatan pembangunan adalah

pembuatanunit contoh dan unit siap untuk dijual. Pekerjaan ini

biasanya dikerjakan oleh pengusaha jasa konstruksi yang

menggunakan alat berat dan peralatan khusus lainnya. Potensi pajak

yang dapat digali pada tahap ini adalah sebagai berikut.

i. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk penghasilan pengusaha jasa

konstruksi dengan tarif sesuai kualifikasi usaha pengusaha jasa

konstruksi tersebut (2%, 3%, 4% atau 6%).


22

ii. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari nilai jasa yang

diterima pengusaha pemberi jasa.

iii. PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan bruto yang

dibayarkan kepada selain pengusaha jasa kontruksi (kontraktor

jasa instalasi mesin, peralatan, listrik, air, gas dll)

iv. PPh Pasal 23 apabila ada sewa peralatan/mesin/alat lainnya

dengan tarif 2% dari nilai sewa.

v. PPh Pasal 21/26 untuk tenaga ahli.

V. Pemasaran Produk

Tahapan terakhir adalah proses pemasaran produk. Kegiatan ini bisa

dilakukan sendiri oleh pengembang atau menggunakan jasa pihak lain

sebagai pemasar. Pemasaran produk kepada konsumen seringkali sudah

dilakukan oleh perusahaan bahkan sebelum properti selesai dibangun atau

malah belum dibangun. Produk properti yang dibangun kemudian

dipasarkan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Unit properti untuk dijual

Biasanya produk properti residensial seperti perumahan, rusun, rukan,

ruko dan apartemen.

b. Unit properti untuk disewakan

Biasanya produk properti komersial seperti gedung perkantoran,

apartemen sewa, pusat perbelanjaan (mall, pusat grosir, ITC, dll),

kompleks industri dan kompleks pergudangan.

Adapun aspek perpajakan yang dapat terjadi pada tahap ini adalah

sebagai berikut.
23

a. Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% dari harga jual/harga

transaksi/ harga sebenarnya.

b. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pengalihan hak atas tanah dan atau

bangunan dengan tarif 5% dari harga jual/harga transaksi/ harga

sebenarnya.

c. PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk persewaan tanah dan atau bangunan

dengan tarif 10% dari nilai sewa.

d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan PPh Pasal 22 apabila

memenuhi syarat-syarat tertentu.

e. BPHTB dengan tarif 5% dari harga jual/harga transaksi setelah

dikurangi NPOPTKP sesuai peraturan daerah masing-masing.

Tingginya potensi pemajakan dalam bisnis properti real estate merupakan

salah satu penyumbang pemasukan bagi negara. Tentunya pemajakan ini telah

didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Setiap aspek pemajakan yang terutang disetiap tahap dalam bisnis ini akan

menjadi pundi-pundi penerimaan negara. Semakin tingginya angka permintaan

dan harga properti real estate ini akan semakin meningkatkan potensi pajaknya.
24

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa

perkembangan bisnis properti real estate semakin berkembang pesat.

Perkembangan ini juga membawa dampak baik dalam penerimaan perpajakan

dari properti real estate ini. Adapun aspek perpajakan dan potensi pajak dalam

properti real estate adalah sebagai berikut.

1. Aspek-aspek pemajakan yang dapat terutang dalam properti real estate

adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan yang Bersifat Final (PPh Final),

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan Barang Mewah

(PPnBM). Tarif dan besaran pajak yang dikenakan telah diatur dalam

pertauran perundang-undangan terkait mengenai pajak tersebut

2. Potensi pajak dalam sektor properti real estate ini memiliki potensi yang

cukup besar. Dimana pengenaan aspek pajak dalam bisnis poperti real

estate dapat dikenai disetiap tahapan bisnisnya. Selain itu, dewasa ini

permintaan akan properti semakin meningkat, sehingga secara ekonomis

juga akan meningkatka harga dari properti tersebut. Tingginya harga

permintaan dan harga properti akan meningkatkan potensi pemajakannya

juga karena objek pajak dan tarif pajaknya bersumber dari properti itu

sendiri. Jadi pengenaan pajak disetiap proses bisnin dan tinggiya

permintaan serta harga properti real estate membuat potensi pemajakan

properti real estate semakin tinggi.


25

3.2 Saran

Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara ini. Oleh karena itu,

melaui makalah ini disarankan beberapa hal sebagai berikut.

1. Kepada mahasiswa disarankan agar selalu menambah wawasannya

mengenai perpajakan di Indonesia khususnya pemajakan di sektor properti

real estate.

2. Kepada masyarakat disarankan agar sadar akan pajak dan dapat

menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak.

3. Kepada pemerintah disarankan agar dapat mensosialisasikan lebih gencar

mengenai perpajakan khususnya pemajakan properti real estate sehingga

dapat meningkatkan potensi pajak Indonesia.


26

Daftar Pustaka

Afkarina, Izza. 2015. PPN atas real Estate. Diakses pada tanggal 14 Maret 2017
pada situs https://prezi.com/sp7mrkzb4ey-/ppn-atas-real-estate/

Bank Indonesia. 2017. Survei Harga Properti Residensial di Pasar Primer. Diakses
pada tanggal 15 Maret 2017 pada situs
https://www.bi.go.id/id/publikasi/survei/harga-properti-primer/Default.aspx

Doly, Taripar. 2012. Sekilas Perpajakan dalam Properti/Real Estate. Diakses pada
tanggal 15 Maret 2017 pada situs http://www.nusahati.com/2012/05/sekilas-
perpajakan-dalam-propertireal-estate/

Islamudin, Amir. 2011. Ketentuan Pengenaan PPh Final Atas Penghasilan dari
Usaha Real Estate. Diakses pada tanggal 14 Maret 2017 pada situs http://amir-
islamudin.blogspot.co.id/2011/05/ketentuan-pengenaan-pph-final-atas.html

Lamudi.co.id. 2017. Laporan Industri Properti Indonesia 2017. Diakses pada tanggal
15 Maret 2018 pada situs https://www.lamudi.co.id/laporan-2017

Putra, Febrianto. 2014. Contoh Perhitungan Pajak Penjualan Barang Mewah-IPS.


Diakses pada tanggal 15 Maret 2017 pada situs
http://www.febrian.web.id/2014/06/contoh-perhitungan-pajak-penjualan.html

Taufiq, Muhammad. 2015. Mengalir dari Hulu Sampai Hilir Aspek Perpajakan Sektor
Real Estat dari Persiapan Lahan Sampai Pemasaran. Diakses pada tanggal 15
Maret 2018 pada situs http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-
artikel-pajak/21206-mengalir-dari-hulu-sampai-hilir-aspek-perpajakan-sektor-
real-estat-dari-persiapaan-lahan-sampai-pemasaran

Wahyudi, Dudi. 2010. Pajak Penghasilan Atas Usaha Real Estate. Diakses pada
tanggal 14 Maret 2017 pada situs http://spt-pajak.com/pajak-penghasilan-atas-
usaha-real-estate.html

Wikipedia. 2017. Lahan Yasan. Diakses pada tangal 13 Maret 2017 pada situs
https://id.wikipedia.org/wiki/Lahan_yasan

Anda mungkin juga menyukai