Anda di halaman 1dari 12

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Secara umum, public relations berperan sebagai penjembatan antara
organisasi dan publiknya. Untuk menciptakan suasana yang kondusif, public
relations sebagai penjembatan perlu untuk memberikan informasi seputar
organisasi sehingga timbul pemahaman yang baik di ranah publik mengenai
organisasi tersebut. Hal ini membuat public relations memiliki tanggung
jawab terhadap publik dan organisasi dimana public relations tersebut berada.
(Newsom, 2004, p.2). Menurut Newsom (2004, p.2), praktek public relations
didefinisikan sebagai :
“the art and social science of analyzing trends, predicting their
consequences, counseling organizational leaders, and implementing
planned programs of action which will serve both the organization
and the public interest” (sebuah seni dan merupakan ilmu sosial
dalam menganalisa tren, melakukan prediksi terhadap resiko,
memberikan masukan atau nasehat kepada pemimpin organisasi dan
mengaplikasikan program yang terencana dalam sebuah aksi yang
ditujukan untuk melayani organisasi maupun kepentingan publik).
Sehingga dapat dilihat bahwa seorang public relations dibutuhkan
untuk mengatur komunikasi agar dapat berjalan dengan lancar dan tujuan
dapat tercapai. Menurut Widjaja (1997, p.54), public relations juga
memberikan penerangan kepada masyarakat, pembujukan langsung terhadap
masyarakat guna mengubah sikap dan tindakan. Hal ini diperkuat oleh
pendapat Frank Jefkins (1992, p.71), bahwa public relations senantiasa
berkenaan dengan kegiatan menciptakan pemahaman melalui pengetahuan,
dan diharapkan melalui kegiatan tersebut akan muncul suatu dampak, yakni
perubahan yang positif. Sehingga public relations bertanggung jawab atas
penyampaian informasi atau pesan secara lisan, tertulis, gambar (visual) dan
media lainnya kepada publik, agar publik memiliki pengertian yang benar
tentang hal terkait dengan organisasi, baik tujuan organisasi, serta berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh organisasi (Rachmadi, 1992, p. 23).

1
Universitas Kristen Petra
Fungsi dan tugas public relations dapat dijalankan melalui events,
campaign, dan program (Ardianto, 2011, p. 261). Salah satu kegiatan yang
dapat dilakukan oleh public relations dalam menyampaikan informasi adalah
dengan menggunakan kampanye public relations. Menurut Newsom (2004, p.
301), kampanye public relations adalah usaha yang terkoordinasi yang dibuat
untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik atau menjawab misi suatu
organisasi. Selain itu, kampanye public relations adalah kegiatan yang
memberikan penerangan terus menerus dan memotivasi masyarakat dan
membujuk atau mendidik mengenai kegiatan atau untuk mendukung program
kerja tertentu dan tujuan serta jangka waktu tertentu (Ruslan, 2008, p.123).
Suatu kampanye public relations setidaknya harus mengandung lima
hal yaitu (1) adanya aktivitas proses komunikasi kampanye untuk
memengaruhi khalayak, (2) untuk membujuk dan memotivasi khalayak untuk
berpartisipasi, (3) ingin menciptakan efek atau dampak tertentu, (4)
dilaksanakan dengan tema spesifik, (5) dalam waktu tertentu atau telah
ditetapkan serta dilaksanakan secara terorganisir dan terencana baik untuk
kepentingan kedua belah pihak atau sepihak.
Untuk menunjang keberhasilan kampanye public relations tersebut,
maka dibutuhkan media yang tepat. Terdapat 4 media yang digunakan dalam
melakukan kampanye public relations, yaitu media umum (surat menyurat,
telepon, faxmile), media khusus (iklan), media internal, media massa (media
cetak, media elektronik (film) (Ruslan, 2008, p.29-31). Dari cakupan media di
atas, dapat dilihat bahwa kampanye public relations dapat dilakukan dengan
berbagai instrumen, salah satunya adalah dengan menggunakan film.
Film adalah media yang bersifat visual dan audio visual untuk
menyampaikan pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu
tempat (Trianton, 2013, p.2). Berbagai jenis film yang digunakan oleh public
relations, diantaranya adalah carik film (motion picture film) dan film hidup.
Carik film dibuat pada film citra bergerak. Film tersebut bisa mengandung
rekaman suara yang disinkronisasikan dengan masing-masing gambar.
Kelemahan carik film adalah tidak ada gerak, sehingga bagi publik yang biasa
melihat gerakan gambar akan sedikit membosankan.

2
Universitas Kristen Petra
Film hidup dengan citra bergerak seringkali digunakan dalam
komunikasi public relations (Moore, 1988, p.283). Film tersebut biasanya
digunakan sesuai dengan lebar ukuran bioskop. Biasanya digunakan untuk
pendidikan, warna menegaskan realisme, hal ini sangat berguna untuk
menciptakan suasana batin dan untuk meningkatkan nilai perhatian (Moore,
2005, p. 308). Mayoritas penonton film adalah mereka yang bersekolah,
perguruan tinggi, yang terbesar kedua adalah di perusahaan industri dan
bisnis. Beberapa film dibuat khusus untuk kelompok kecil dimana minat
penonton tertentu lebih dipentingkan daripada jumlah penontonnya.
Sementara itu, beberapa film disiapkan untuk para penonton umum yang
jumlahnya ribuan bahkan milyaran orang (Moore, 2005, p. 309). Keefektifan
kampanye melalui film juga harus dapat diukur. Salah satu caranya adalah
dengan mengumpulkan pendapat dari para penonton seusai pertunjukan film
(Moore, 2005, p. 316).
Beberapa lembaga telah menggunakan film untuk kegiatan kampanye
mereka. Sebagai contohnya perusahaan Unilever Wall’s Paddle Pop kembali
merilis kampanye dalam bentuk film animasi untuk yang ke-6 kalinya. Lewat
film yang berjudul “Paddle Pop Dinotera” ini diluncurkan pada awal Januari
2014. Perusahaan tersebut mencoba untuk memberikan pengalaman yang
berbeda sekaligus mengedukasi anak-anak tentang nilai-nilai kebaikan yang
dimunculkan Paddle Pop lewat deretan karakter di film tersebut
(http://mix.co.id/marketing-update/efektivitas-kampanye-paddle-pop-lewat-
film-animasi/).
Selain itu, WWF juga mengeluarkan kampanye melalui film yang
berjudul “Let Elephants be Elephants” untuk memerangi maraknya aksi
perdagangan gading gajah. Hal ini ditujukan agar masyarakat sadar dan tidak
melakukan perburuan gajah demi mendapatkan gadingnya. Film tersebut
diputar di berbagai kota di Indonesia hingga kawasan Asia Tenggara
(http://www.kabar24.com/infotainment/read/20140422/36/216816/nadya-
hutagalung-buat-film-kampanye-anti-penjualan-gading-gajah-)
Salah satu lembaga pemerintahan yang mengadakan kampanye adalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kampanye digunakan oleh Komisi

3
Universitas Kristen Petra
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai cara tunggal untuk melakukan
pencegahan terhadap tindak pidana korupsi (TPK) yang tercantum pada poin
nomor 4 dalam misi lembaga tersebut. “KPK tidak hanya berfokus pada
pemberantasan korupsi tetapi juga berusaha untuk membenahi masyarakat
dengan memberikan edukasi dan informasi melalui kampanye sebagai sebuah
cara yang dapat dilakukan untuk saat ini (Wawancara peneliti dengan Johan
Budi selaku Ketua Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), 6 Maret 2014). Organisasi ini menggaungkan kampanye anti korupsi
sebagai kampanye public relations dengan mengamalkan sembilan nilai dasar
anti korupsi atau pencegahan korupsi : jujur, disiplin, tanggungjawab, kerja
keras, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli. “Tentu saja kampanye anti
korupsi tersebut menjadi sebuah kampanye PR bagi kami, karena kembali
pada fungsi PR dimana PR berfungsi sebagai penjembatan agar tujuan
organisasi dapat tercapai” (Wawancara peneliti dengan Irawati selaku
Public Campaign Specialist Education and Public Service Directorate
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 18 April 2014).
Permasalahan korupsi perlu untuk ditanggapi secara serius karena
berkaitan dengan kepentingan orang banyak (masyarakat luas), pembangunan
dan kemajuan suatu bangsa dan negara dalam jangka panjang. Dari skor 0
hingga 100, pada tahun 2013 Indonesia berada pada skor nilai 32 sehingga
dapat dikategorikan sebagai negara dengan kasus korupsi cukup tinggi. Dari
177 negara, Indonesia berada pada posisi 114, sehingga membawa Negara
Indonesia menjadi Negara terkorup ke-63 dunia pada tahun 2013
(http://www.transparency.org/cpi2013/results).
Seringkali masyarakat melihat aksi pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia yang
direpresentasikan dengan berbagai pemberitaan penangkapan dan
pengungkapan kasus korupsi di tubuh pemerintahan Indonesia. Untuk
memenuhi tugas dan tanggung jawab organisasi tersebut dalam melakukan
pencegahan perilaku korupsi, maka dibuatlah kegiatan kampanye anti korupsi
di berbagai media seperti media cetak, dan media elektronik. Kampanye

4
Universitas Kristen Petra
dilakukan melalui website, lagu, media pembelajaran (buku), spanduk,
roadshow (www.acch.kpk.go.id).
Pada pertengahan tahun 2014 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) melakukan kampanye anti korupsi dengan menggunakan media baru
yaitu film yang diputar di bioskop CINEMA XXI Indonesia secara serentak,
di Surabaya film tersebut diputar di bioskop CINEMA XXI Pakuwon City
dan Lenmarc. Di tahun 2012, organisasi tersebut pernah melakukan
kampanye dengan menggunakan media film, namun yang membedakan
adalah jenis filmnya. Selain itu, film Kita versus Korupsi Jilid 1 hanya
ditayangkan dengan sistem roadshow ke 17 kota di Indonesia. Dalam film
Kita versus Korupsi Jilid 1 terangkum empat film pendek dengan judul
“Rumah Perkara, “Aku Padamu”, “Selamat Siang, Risa” “Pssst.... Jangan
Bilang Siapa-Siapa” dimana masing-masing film memiliki durasi waktu
sekitar 15 menit. Sedangkan pada film Kita versus Korupsi Jilid 2 dengan
judul “Sebelum Pagi Terulang Kembali”, kampanye anti korupsi dibuat
dalam sebuah film panjang dengan balutan drama keluarga dan terdiri dari
lebih banyak tokoh, konflik, setting serta memiliki tingkat kompleksitas cerita
yang lebih tinggi dibanding film sebelumnya
(http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/1605-kejujuran-dalam-
balutan-drama-keluarga).
Film Kita versus Korupsi Jilid 2 dengan judul “Sebelum Pagi
Terulang Kembali” menceritakan tentang Yan (55 tahun) yang merupakan
seorang pejabat pemerintah yang lurus; Isterinya, Ratna (55 tahun) adalah
dosen filsafat di sebuah universitas terkemuka. Mereka berdua memiliki 3
anak yang sangat berbeda sifatnya satu sama lain. Yang tertua, Firman, paling
lemah di antara saudara-saudaranya. Baru saja cerai dan dalam kondisi
menganggur. Anak kedua, Satria, kondisinya jauh berbeda; kontraktor muda
yang punya ambisi besar untuk mengembangkan bisnisnya. Satria tentu saja
jadi anak emas keluarga, contoh keberhasilan yang perlu ditiru. Dan yang
terakhir adalah Dian, bungsu kesayangan seluruh anggota keluarga; kini telah
bertunangan dengan Hassan; anggota DPR yang masih muda, haus
kekekuasaan dan punya banyak koneksi para pejabat. Kemudian hidup

5
Universitas Kristen Petra
bersama keluarga ini adalah sang Nenek (Soen); Ibu dari Yan, yang menjaga,
menemani, dan menjadi tempat mengadu dari seluruh anggota keluarga.
Cerita ini bermula ketika Satria dibujuk Hasan untuk meminta "jatah"
proyek pembangunan pelabuhan dari Ayahnya. Sementara Hassan bersama-
sama teman-temannya di DPR akan mengatur anggaran proyek tersebut dari
dalam. Perusahaan Satria memenangkan tender tersebut. Sementara Yan
mulai terganggu dengan bisik-bisik di kantornya; rumor beredar bahwa Yan
yang dikenal selama ini sangat "lurus," akhirnya sama saja dengan pejabat
lainnya. Stress karena gunjingan kanan-kiri, Yan memutuskan mengundurkan
diri. Sang Nenek, Soen, bukan tidak paham apa yang sedang dialami
anaknya, ia ikut stress dan akhirnya masuk rumah sakit. Soen, sang Nenek,
akhirnya wafat. Kehidupan keluarga ini kemudian berubah drastis menjadi
lebih suram dan tak sehangat dahulu. Uang ternyata mengubah semua dan
nilai-nilai dalam keluarga mulai runtuh sejalan dengan terkuaknya kepalsuan
di sekitar mereka (http://sebelumpagiterulang.com/#rubrik).

Gambar 1.1 : Cuplikan adegan dalam Film Kita versus Korupsi Jilid 2
“Sebelum Pagi Terulang Kembali”

Di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kampanye 9 nilai


anti korupsi ini merupakan salah satu tugas public relations yaitu sebagai
back up management, dimana public relations berperan untuk mendukung
fungsi organisasi (Uchjana, 2002, p.36). Selain itu, kampanye 9 nilai anti
korupsi ini juga berkaitan dengan public relations yang senantiasa berkenaan
dengan kegiatan menciptakan pemahaman melalui pengetahuan, dan

6
Universitas Kristen Petra
diharapkan melalui kegiatan tersebut akan muncul suatu dampak, yakni
perubahan yang positif. Kampanye 9 nilai anti korupsi melalui media film
juga merupakan salah satu tugas public relations yaitu menyelenggarakan dan
bertanggung jawab atas penyampaian informasi atau pesan secara lisan,
tertulis, atau melalui gambar (visual) atau media lainnya kepada publik,
sehingga publik mempunyai pengertian yang benar tentang hal yang
menyangkut organisasi, segenap tujuan serta kegiatan yang dilakukan
(Rachmadi, 1992, p.23).
Di samping itu, kampanye anti korupsi melalui film “Sebelum Pagi
Terulang Kembali” ini juga menjawab karakteristik kampanye public
relations yaitu (1) adanya aktivitas proses komunikasi kampanye untuk
memengaruhi khalayak, tentunya dalam kampanye ini terdapat aktivitas
proses komunikasi dimana terdapat komunikator (Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK)), media (Film), Pesan (9 Nilai anti korupsi), Komunikan
(Masyarakat), (2) untuk membujuk dan memotivasi khalayak untuk
berpartisipasi (Setiap adegan, karakter, maupun materi penting dalam film
tersebut digunakan untuk mentransferkan berbagai pandangan mengenai 9
nilai anti korupsi yang dapat memengaruhi pemikiran audiensnya, melalui
film itu juga dapat menjadi sebuah contoh bagi masyarakat bagaimana harus
bersikap dengan tidak bersahabat ketika berhadapan dengan kegiatan yang
berbau korupsi) (3) ingin menciptakan efek atau dampak tertentu
(memunculkan atau menguatkan sikap anti korupsi dalam diri individu), (4)
dilaksanakan dengan tema spesifik (Film Kita versus Korupsi Jilid 2
“Sebelum Pagi Terulang Kembali” dengan balutan drama keluarga), (5)
dalam waktu tertentu atau telah ditetapkan serta dilaksanakan secara
terorganisir dan terencana baik untuk kepentingan kedua belah pihak atau
sepihak (Penayangan film pada tanggal 8 Mei 2014 hingga 16 Mei 2014).
Public relations memiliki tanggung jawab untuk melihat efektivitas
segala kegiatan yang dilakukannya, baik dari segi media yang digunakan,
maupun pesan yang disampaikan. Public relations involves research into all
audiences: receiving information from them, advising management of their
attitudes and response, helping to set policies that demonstrate responsible

7
Universitas Kristen Petra
attention to them and constantly evaluating the effectiveness of all programs
(Newsom, 2004, p.2). Selain itu menurut Newsom (2004, p.135), “Public
relations involves deciding what to tell, whom to tell it to, how to tell it and
through what media to communicate. The choice of medium is critical.”.
Dalam berkomunikasi akan tercipta efek. Jika seluruh bauran komunikasi
yang terdiri dari komunikator, media, pesan, dan komunikan dapat
berkorelasi dengan baik maka efek yang ditimbulkan akan positif (Ruslan,
2008, p. 34). Sehingga dapat dilihat bahwa media memiliki peran yang sangat
penting bagi seorang public relations dalam proses penyampaian pesan.
Efektivitas dalam public relations memiliki pengertian bahwa segala goal
yang dirancang dapat tercapai melalui kegiatan yang dibuat (Grunig, 1984, p.
118).
Terdapat 4 hal yang perlu menjadi perhatian untuk mengukur
efektivitas dalam kegiatan public relations atau yang biasa disebut sebagai
hirarki efek, yaitu awareness, comprehension, conviction, dan action.
Awareness merupakan tahap awal dimana berkaitan dengan kesadaran atas
informasi yang masuk, kemudian tahap comprehension berkaitan dengan
tahap dimana informasi yang disadari tersebut dapat dipahami. Tahap ketiga
adalah tahap conviction, berkaitan dengan keyakinan responden akan
informasi yang ada. Tahap terakhir adalah tahap action dimana informasi
tersebut diterapkan oleh responden. Setiap tahapan merupakan tahapan yang
tidak dapat dipisahkan, karena setiap tahapan memiliki andil untuk tahapan
selanjutnya. Jika dikaitkan dengan tujuan kampanye melalui Film “Sebelum
Pagi Terulang Kembali”, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin
menguatkan sikap anti korupsi dalam diri individu, sehingga dapat
dikategorikan bahwa kampanye melalui film tersebut dapat dikatakan efektif
jika sampai pada tahap action. Karena perilaku anti korupsi berbicara tentang
tindakan nyata mereka terhadap korupsi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka Shinta
Kusumawati dengan judul “Strategi Kampanye Public Relations Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Tentang Anti Korupsi” dapat dilihat bahwa
media yang digunakan dalam melakukan kampanye anti korupsi seperti

8
Universitas Kristen Petra
website, roadshow, media pembelajaran, dan iklan layanan sudah terbukti
efektif. Sedangkan kampanye melalui media film masih belum diteliti
efektivitasnya. Hal ini dikarenakan media film masih tergolong media baru
yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
melakukan kampanye.
Berdasarkan data yang ada, jumlah pajak hiburan dari bioskop
mengalami penurunan di kota DKI Jakarta hingga mencapai 50%
(http://finance.detik.com/read/2013/07/22/145907/1687109/4/bisnis-lesu-
pendapatan-pajak-bioskop-dki-jakarta-melorot-50), sedangkan di Kota
Surabaya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
(http://antarajatim.com/lihat/berita/68285/pendapatan-pajak-hiburan-bioskop-
di-surabaya-meningkat). Menurut Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan (DPPK) Kota Surabaya Suhartoyo, “selain hotel, banyak juga
pemasukan pajak lainnya seperti restoran dan bioskop. Kedua tempat itu
sudah menjadi sasaran yang tepat untuk memperoleh pajak. Pendapatan di
kedua sektor tersebut tiap tahun selalu merangkak naik”
(http://ekbis.sindonews.com/read/2013/07/30/33/767128/pendapatan-pajak-
surabaya-dari-perhotelan-meningkat-tajam). Beberapa film yang tayang pada
bulan Mei 2014 ini adalah Sang Pemberani, The Colony, Brick Mansion,
serta Sebelum Pagi Terulang Kembali.
(http://www.21cineplex.com/comingsoon). Film “Sebelum Pagi Terulang
Kembali” memiliki durasi waktu 100 menit yang menceritakan tentang
sebuah keluarga dan interaksinya dengan korupsi.
Penelitian serupa mengenai efektivitas yang dilakukan oleh Putiarsa
Bagus Wibowo dengan judul efektivitas komunikasi “Pepsodent School
Program” sebagai sebuah kampanye public relations (2006). Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pepsodent school program cukup efektif untuk
mengedukasi anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut. Dalam penelitian
tersebut, peneliti menggunakan teori efektivitas dari Ishak yang mengandung
empat indikator yaitu audience coverage, audience respons, communication
impact, dan process of influence. Juga terdapat penelitian serupa mengenai
kampanye public relations Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang

9
Universitas Kristen Petra
berjudul Strategi Kampanye Public Relations Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tentang Anti Korupsi yang dipublikasikan pada tahun 2014 oleh Eka
Shinta Kusumawati. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa diperlukan iklan
layanan masyarakat dengan durasi yang lebih panjang, selain itu strategi KPK
untuk menggunakan media-media sebagai media kampanye sudah cukup
bagus. Penelitian ini hanya meneliti pada tataran strategi yang digunakan oleh
KPK dan tidak melihat pada efektivitas.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas kampanye
9 Nilai Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Film
“Sebelum Pagi Terulang Kembali”. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif, dan merupakan penelitian deskriptif.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah :
“Apakah kampanye 9 Nilai Anti Korupsi Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) melalui Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali”
efektif dalam menguatkan perilaku anti korupsi dalam diri
individu”?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
kampanye 9 nilai anti korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui
Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali”.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat akademis :
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat :
 Menambah referensi kepustakaan dan pengetahuan serta sebagai
referensi pembanding, khususnya di bidang ilmu komunikasi
bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan mengadakan penelitian

10
Universitas Kristen Petra
mengenai efektivitas kampanye yang dilakukan melalui melalui
media film.

1.4.2 Manfaat praktis :


Melalui hasil penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan :
 Dapat menjadi media untuk mengimplementasikan ilmu
pengetahuan dan teori yang pernah diperoleh di bangku kuliah
dalam dunia kerja yang nyata sehingga dapat memberikan
pengalaman yang berharga bagi peneliti di masa depan.
 Dapat memberi masukan dan bahan pertimbangan bagi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan kampanye.

1.5. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini hanya dilakukan untuk mengetahui efektivitas
kampanye 9 nilai anti korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melalui Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali”
2. Teori Efektivitas yang digunakan adalah Teori Efektivitas dari
Grunig.
3. Durasi pemutaran Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali” adalah 100
menit.
4. Responden dalam penelitian ini diambil dari penonton Film “Sebelum
Pagi Terulang Kembali” di bioskop CINEMA XXI Pakuwon City atau
Lenmarc Surabaya dengan total 100 responden.
5. Peneliti akan meneliti efektivitas kampanye 9 nilai anti korupsi
melalui Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali” yang diputar di
bioskop CINEMA XXI Pakuwon City dan Lenmarc Surabaya pada 8
Mei 2014-16 Mei 2014.

11
Universitas Kristen Petra
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian proposal ini adalah sebagai berikut :
1. PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti menguraikan latar belakang masalah
yang peneliti angkat dalam mengambil topik penelitian ini yaitu
mengenai efektivitas kampanye 9 nilai anti korupsi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Film “Sebelum Pagi
Terulang Kembali”. Kemudian juga dijelaskan mengenai rumusan
masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, serta sistematika
penulisan.
2. LANDASAN TEORI
Pada bagian ini, peneliti menjelaskan teori yang digunakan
dalam penelitian ini, diantaranya adalah Public Relations, Fungsi
Public Relations, Kampanye Public Relations, Jenis-Jenis
Kampanye Public Relations, Bauran Komunikasi dalam Public
Relations, Film dalam Public Relations, Produksi Film dalam
Public Relations, Efektivitas, Nisbah Antar Konsep, Kerangka
Pemikiran
3. METODE PENELITIAN
Pada bagian ini, dijelaskan bagaimana dimensi konseptual,
metode yang digunakan, penentuan sampel dan populasi dalam
penelitian ini.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini, peneliti melakukan analisis dari hasil
kuesioner yang telah didapatkan. Peneliti juga memberikan
deskripsi tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Analisis
dilakukan pada setiap pernyataan dalam kuesioner.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai kesimpulan dari
penelitian berikut saran atau masukan. Saran dibagi menjadi dua,
yaitu praktis dan akademis.

12
Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai