Anda di halaman 1dari 18

2.

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Komunikasi Harold Lasswell


Harold Lasswell menggambarkan proses komunikasi dengan
menjawab pertanyaan Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect, yang artinya Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa
Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana. Berdasarkan definisi tersebut
dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama
lain, yaitu:
1. Sumber, adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan
untuk berkomunikasi.
2. Pesan, adalah seperangkat simbol verbal maupun nonverbal yang
mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber kepada
penerima.
3. Saluran atau media, adalah alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.
4. Penerima, adalah orang yang menerima pesan dari sumber.
5. Efek, adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan
tersebut, misalnya penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan sikap,
perubahan keyakinan, perubahan perilaku, dan sebagainya (Mulyana,
2005, p.69-71).
Teori komunikasi yang digambarkan oleh Harold Lasswell tersebut
kemudian diturunkan menjadi model komunikasi dalam Public Relations
oleh Soleh Soemirat dan Ardianto Elvinaro. Dalam model komunikasi
tersebut dijelaskan bahwa pesan yang disampaikan oleh Public Relations
melalui media akan memiliki efek pada khalayak.

2.1.1. Model Komunikasi dalam Public Relations


Soleh Soemirat dan Ardianto Elvinaro menggambarkan model
komunikasi dalam Public Relations sebagai berikut :

12 Universitas Kristen Petra


Sumber Komunikator Pesan Komunikan Efek

Perusahaan Divisi Kegiatan- Publik Citra publik


Lembaga Public kegiatan Public terhadap
Organisasi Relations Relations perusahaan

Gambar 2.1. Model Komunikasi dalam Public Relations


(Sumber : Soleh Soemirat dan Ardianto Elvinaro, “Dasar-Dasar Public
Relations”, 2010, p.118)

Perusahaan (sumber) melalui Public Relations atau juru bicara


perusahaan (komunikator) menyampaikan pesan kepada masyarakat
(komunikan) dan menghasilkan citra publik terhadap perusahaan (efek).

2.1.2. Public Relations


Ada beberapa definisi Public Relations yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh profesional dalam bidang ini, antara lain definisi dari Dr.
Rex F. Harlow yang mengatakan bahwa,
“Public Relations adalah fungsi manajemen tertentu yang membantu
membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama,
penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan publiknya;
PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR
membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi
terkini tentang opini publik; PR mendefinisikan dan menekankan
tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR
membantu manajemen tetap mengikuti perubahan dan
memanfaatkan perubahan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah
sebagai sistem peringatan dini untuk mengantisipasi arah perubahan
(trends); dan PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan
etis sebagai alat utamanya” (Cutlip, Center, & Broom, 2006, p.5).
Selain itu, ada pula definisi Public Relations yang dinyatakan dalam
pertemuan asosiasi Public Relations seluruh dunia di Mexico City pada

13 Universitas Kristen Petra


bulan Agustus 1978, yaitu “Public Relations adalah sebuah seni sekaligus
ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan
setiap kemungkinan konsekuensinya, memberi masukkan dan saran – saran
kepada para pemimpin organisasi, serta menerapkan program – program
tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan
kepentingan khalayaknya” (Jefkins, 2004, p. 10).
International Public Relations Association (IPRA) mendefinisikan
Public Relations sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
goodwill (niat baik), kepercayaan, saling pengertian, dan citra baik dari
masyarakat (Ruslan, 2010, p.16).
Dari tiga definisi di atas mengenai Public Relations diatas, dapat
disimpulkan bahwa Public Relations memiliki tujuan untuk memperoleh
goodwill (niat baik), kepercayaan, saling pengertian, dan citra baik dari
masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila perusahaan dapat
menjaga hubungan baik dengan publiknya, dan hal ini tidak terlepas dari
aspek komunikasi. Komunikasi yang lancar antara perusahaan dengan
publiknya akan menciptakan saling pengertian diantara keduanya. Dengan
begitu, Public Relations dapat mengetahui opini publik, mengantisipasi isu
yang terjadi serta konsekuensinya, dan ketika isu itu sudah menjadi krisis,
Public Relations pun dapat membantu untuk menyelesaikannya dengan
melibatkan manajemen isu.
Joe Marconi (2004, p.81) mengatakan bahwa Public Relations
practitioners are often describe as”image maker”. Artinya, Public
Relations sering dideskripsikan sebagai “pembuat citra”. Jadi, untuk dapat
menciptakan sebuah citra, keberadaan Public Relations dalam suatu
perusahaan sangat diperlukan. Segala kegiatan yang dilakukan oleh Public
Relations adalah untuk menghasilkan citra yang baik.

2.1.3. Fungsi Public Relations


Fungsi Public Relations yang dilaksanakan dengan baik benar-benar
merupakan alat yang ampuh untuk memperbaiki, mengembangkan
peraturan, budaya organisasi atau perusahaan, suasana kerja yang

14 Universitas Kristen Petra


kondusif, peka terhadap karyawan yang perlu pendekatan khusus, perlu
dimotivasi dalam meningkatkan kinerjanya, dan lain-lain. Public Relations
menyadari bahwa komunikasi yang baik dan etis serta hubungan
manusiawi yang benar- benar manusiawi merupakan alat dalam mengatasi
hubungan yang tegang ataupun sampai terjadi konflik.
Sebagai “jalan penengah” antara organisasi dengan publik internal
atau eksternal, dapat dikatakan bahwa fungsi Public Relations adalah
memelihara, mengembangtumbuhkan, mempertahankan adanya
komunikasi timbal balik yang diperlukan dalam menangani, mengatasi
masalah yang muncul, atau meminimalkan munculnya masalah. Public
Relations bersama-sama mencari dan menemukan kepentingan organisasi
yang mendasar, dan menginformasikan kepada semua pihak yang terkait
dalam menciptakan adanya saling pengertian, yang didasarkan pada
kenyataan, kebenaran dan pengetahuan yang jelas, lengkap dan perlu
diinformasikan secara jujur, jelas, dan objektif (Assumpta, 2002, p.34-35).
Hubungan baik antara publik internal dan eksternal dapat dicapai
jika Public Relations menjalankan fungsinya dengan baik. Publik internal
adalah orang-orang di dalam organisasi, seluruh karyawan dari top
management sampai seluruh jajaran terbawah. Sedangkan publik eksternal
adalah orang-orang diluar organisasi yang terkait dan diharapkan akan ada
hubungannya dengan organisasi (Asumpta, 2002, p.27). Dengan
terjalinnya hubungan yang baik, maka Public Relations dapat mencapai
tujuannya.

2.1.4. Tujuan Public Relations


Frank Jefkins mengatakan bahwa tujuan dari Public Relations adalah
meningkatkan favorable citra yang baik dan mengurangi atau mengikis
habis sama sekali unfavorable citra yang buruk terhadap organisasi tersebut.
Secara umum tujuan Public Relations adalah untuk menciptakan,
memelihara, dan meningkatkan citra yang baik dari organisasi kepada
publik yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi daripada publik yang
bersangkutan, dan memperbaikinya jika citra itu menurun atau rusak

15 Universitas Kristen Petra


Dengan demikian ada empat hal yang prinsip dari tujuan Public Relations,
yakni:
1. Menciptakan citra yang baik
2. Memelihara citra yang baik
3. Meningkatkan citra yang baik
4. Memperbaiki citra jika citra organisasi menurun atau rusak.
Dari serangkaian tujuan di atas pada umumnya Public Relations
menekankan tujuan pada aspek citra. (Yulianita, 2007, p.42). Oleh sebab
itu, komunikasi yang dilakukan oleh Public Relations akan memiliki efek
pada citra perusahaan, sesuai dengan model komunikasi yang disampaikan
oleh Soleh Soemirat dan Ardianto Elvinaro, dimana dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:

Sumber Komunikator Pesan Komunikan Efek

Perusahaan Public Berita Masyarakat Citra Lion


Lion Air Relations penangkapan Air di
pilot narkoba
masyarakat

Gambar 2.2. Model Komunikasi Public Relations Lion Air


(Sumber : Olahan Peneliti, 2012)

Melalui Public Relations dan juru bicara perusahaan, pihak Lion Air
memberikan tanggapan dan konfirmasi kepada masyarakat mengenai
berita tertangkapnya pilot Lion Air yang menggunakan narkoba melalui
media massa. Satu hari setelah penangkapan pilot Lion Air di Hotel
Garden Palace pada 4 Februari 2012, Edward Sirait selaku direktur Lion
Air dan juru bicara perusahaan mengatakan kepada media bahwa Lion Air
langsung memberhentikan pilot tersebut karena telah menyalahi peraturan
perusahaan (Radar Surabaya, “Lion Air Pecat Pilot yang Nyabu”, 6
Februari 2012, p.1). Informasi yang diberikan oleh Edward Sirait

16 Universitas Kristen Petra


sehubungan dengan kasus tersebut dapat mempengaruhi citra Lion Air di
mata masyarakat.

2.2. Media Relations


Bagian utama dari tugas praktisi Public Relations adalah membangun
media relations, yaitu dengan memahami bagaimana cara bekerja sama
dengan setiap media, cara menghasilkan isi (content) untuk masing-masing
media, cara memenuhi persyaratan spesifik dan menangani audien media.
Praktisi Public Relations harus membangun dan menjaga hubungan saling
menghormati dan saling mempercayai dengan awak media. Hubungan ini,
meskipun saling menguntungkan, pada intinya tetap bertentangan, karena
jurnalis tidak dalam bisnis yang sama dan sering kali punya tujuan
komunikasi yang berbeda (Cutlip, 2006, p.305).

2.2.1. Pengertian Media Relations


Media Relations adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh
individu ataupun praktisi Public Relations suatu organisasi, untuk menjalin
pengertian dan hubungan yang baik dengan media massa, dalam rangka
pencapaian publikasi dan organisasi yang maksimal serta berimbang
(Nova, 2009, p.208). Definisi lain diungkapkan oleh Rosady Ruslan dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Public Relations, dikatakan bahwa
“Hubungan pers adalah suatu kegiatan Public Relations dengan
maksud menyampaikan pesan komunikasi mengenai aktivitas yang
bersifat kelembagaan, perusahaan atau institusi, produk, serta
kegiatan yang sifatnya perlu dipublikasikan melalui kerja sama
dengan media massa untuk menciptakan publisitas dan citra positif
di mata masyarakat” (Dalam Nova, 2009, p.208).
Definisi media relations dari Rosady Ruslan tersebut merupakan
definisi yang sesuai dengan penelitian ini. Dimana dalam definisi tersebut
dikatakan bahwa publikasi di media dapat menciptakan publisitas dan citra
positif di mata masyarakat. Namun, hal tersebut juga bergantung pada jenis
publikasi di media, apakah negatif atau positif.

17 Universitas Kristen Petra


2.3. Berita
JB. Wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang peristiwa
atau pendapat yang memilki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak,
masih baru dan dipublikasikan melalui media secara periodik. Menurut
William S. Maulsby, berita adalah suatu penuturan secara benar dan tidak
memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang
dapat menarik perhatian pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut
(Dalam Iriantara, 2006, p.79).
Berita yang dihadirkan kepada khalayak merupakan representasi dari
kenyataan. Kenyataan tersebut ditulis kembali dan ditransformasikan lewat
berita (Eriyanto, 2002, p.24-25). Proses membuat peristiwa agar kontekstual
bagi khalayak merupakan proses sosial yang menempatkan kerja jurnalistik
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini menjadi asumsi
yang kira-kira bagi wartawan dan bagi khalayak disepakati bersama
bagaimana peristiwa seharusnya dijelaskan dan dipahami. Aspek penting
dari asumsi tersebut adalah pemberian makna bagi peristiwa, apa yang
diasumsikan oleh wartawan dan apa yang diasumsikan oleh khalayak
(Eriyanto, 2002, p.122). Suatu peristiwa menjadi bermakna dan bernilai bagi
khalayak setelah berita tersebut dikonstruksi dan dibentuk oleh wartawan
(Eriyanto, 2002, p.120).
Realitas yang dikonstruksi kembali oleh pekerja media maupun
institusi media harus sesuai dengan faktanya. Dalam hal ini, seorang jurnalis
hanya dibenarkan menyajikan fakta dan interpretasi ke dalam naskah berita
yang dibuatnya, dan sama sekali tidak dibenarkan memasukkan opini
pribadinya guna menjaga kemurnian dan keobyektifan berita (Siregar, 1998,
p.27). Jika jurnalis memasukkan opininya ke dalam naskah berita yang
dibuatnya, maka berita tersebut tidak lagi obyektif dan dapat mempengaruhi
persepsi realitas sosial. Guther (1998) mengatakan bahwa bias media atau
keberpihakan media dapat mempengaruhi persepsi realitas sosial (Dalam
Donsbach, 2007, p.159).

18 Universitas Kristen Petra


2.3.1. Nilai Berita
Tidak semua kejadian atau peristiwa dapat menjadi sebuah berita
jurnalistik. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dipenuhi agar suatu
kejadian atau peristiwa dalam masyarakat dapat diberitakan pers. Hal ini
disebut sebagai kriteria layak berita (news value, news worthy), yaitu layak
atau tidaknya suatu kejadian dalam masyarakat diberitakan oleh pers atau
bernilainya kejadian tersebut bagi pers. Dengan beberapa kriteria yang ada
dalam news value tersebut, maka reporter dapat dengan mudah mendeteksi
mana peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan (Siregar, 1998, p.27).
Nilai berita merupakan persyaratan awal sebelum menulis berita
jurnalistik, karena nilai berita merupakan tolak ukur kelayakan sebuah
peristiwa dapat diberitakan. Hal yang membuat suatu kejadian atau
peristiwa menjadi layak berita adalah unsur penting dan menarik dalam
kejadian tersebut. Berdasarkan pengertian berita yang disampaikan oleh
JB. Wahyudi dan William S. Maulsby, dapat disimpulkan bahwa berita
adalah laporan tentang peristiwa yang memiliki nilai berita (menarik,
faktual, penting) yang dapat menarik perhatian khalayak. Jika suatu
peristiwa tidak memiliki nilai berita, maka peristiwa tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai berita. Selain itu, nilai berita yang terkandung dalam
kejadian juga akan menjadi magnet yang menyebabkan pembaca tertarik
pada berita yang ditulis (Siregar, 1998, p.27). Oleh sebab itu, nilai berita
merupakan aspek penting dalam berita dan dijadikan sebagai indikator
dalam penelitian ini.
Nilai berita dalam buku-buku jurnalistik pada umumnya dinyatakan
sebagai berikut:
1. Consequences, yaitu besar kecilnya dampak peristiwa pada
masyarakat.
2. Human interest, yaitu menarik atau tidak dari segi ragam cara hidup
manusia.
3. Prominance, adalah besar kecilnya ketokohan orang dalam peristiwa.
4. Proximity, yaitu jauh dekatnya peristiwa dari orang yang mengikuti
beritanya.

19 Universitas Kristen Petra


5. Timeliness, berarti baru tidaknya atau penting tidaknya saat peristiwa
terjadi (Iriantara, 2006, p.81).
Terkait dengan nilai timeliness, satu hal yang perlu diketahui tentang
barunya suatu informasi, yaitu selain peristiwanya yang baru, suatu berita
yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian ditemukan sesuatu yang baru
dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita tersebut menjadi baru lagi
(Sumadiria, 2005:80).
Selain itu, Fraser Bond (1961) mencatat ada empat faktor utama
yang dapat merangsang bangkitnya perhatian orang banyak dan
menghasilkan berita bernilai tinggi, yaitu:
1. Ketepatan waktu (timeliness)
Timeliness adalah jika peristiwa sedang terjadi saat ini, atau berita
yang menarik bagi pembaca, pendengar, dan penonton saat ini.
Umumnya mereka menginginkan berita yang selalu baru dan aktual.
2. Kedekatan tempat kejadian (proximity)
Proximity adalah jika peristiwa atau situasi tersebut terjadi di dekat
pembaca. Khalayak lebih tertarik perhatiannya terhadap berita tentang
peristiwa kecil yang bisa dijangkau daripada peristiwa yang terjadi
bermil-mil jauhnya.
3. Besarnya (size)
Size adalah ukuran suatu berita itu dimuat di media. Sesuatu yang
sangat kecil maupun sangat besar selalu memikat perhatian orang
banyak. Salah satu contohnya adalah jumlah korban bencana atau
kecelakaan.
4. Kepentingan (importance)
Importance adalah peristiwa yang memiliki nilai-nilai penting bagi
kehidupan, keluarga, pendidikan, atau kesejahteraan khalayak (Dalam
Suhandang, 2004, p.144-145).
Dalam penelitian ini, nilai berita menurut Iriantara dijadikan sebagai
indikator oleh peneliti, karena nilai-nilai berita tersebut dianggap paling
relevan dengan penelitian ini. Namun, penilaian antara satu orang dengan
yang lain terhadap nilai berita tersebut tidaklah sama karena setiap orang

20 Universitas Kristen Petra


mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai hal penting dan menarik
baginya (Siregar, 1998, p.27). Perbedaan persepsi masyarakat mengenai
nilai berita yang terdapat pada berita penangkapan pilot pengguna narkoba
tersebut akan menghasilkan citra Lion Air yang berbeda-beda pula,
mengingat citra juga berangkat dari persepsi.

2.4. Citra
2.3.1. Pengertian Citra
Citra adalah suatu gambaran yang mengimplikasikan kebenaran
dimana citra itu mengandung konotasi yang dangkal bahkan ilusi
sekalipun (Marconi, 2004. P.81). Selain itu, ada juga defnisi lain dari citra,
yaitu kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan.
Pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap juga
akan menghasilkan citra yang tidak sempurna (Kasali, 1994, p.28).
Definisi serupa juga disampaikan oleh Philip Henslowe dalam bukunya
yang berjudul Public Relations The Basic of Public Relations A Practical
Guide, citra adalah kesan yang diperoleh menurut level pengetahuan dan
pengertian mengenai fakta (mengenai orang, produk, atau situasi).
Informasi yang kurang lengkap atau salah akan memberikan citra yang
salah (Henslowe, 2003, p.6).

2.3.2. Jenis-Jenis Citra


Citra dibedakan menjadi empat, yaitu (Henslowe, 2003, p.6 – 7):
1. Citra Bayangan (The Mirror Image)
Citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai
pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidaklah
tepat bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya
informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh
kalangan dalam organisasi mengenai pendapat atau pandangan pihak –
pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi „semua
orang menyukai kita‟ (Jefkins, 2004, p.20).

21 Universitas Kristen Petra


2. Citra yang Berlaku (The Current Image)
Citra yang berlaku merupakan kebalikan dari citra bayangan. Citra yang
berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak –
pihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra
bayangan, citra yang berlaku tidak selamanya, bahkan jarang, sesuai
dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau
pengetahuan orang-orang luar yang biasanya serba terbatas. Biasanya
citra ini cenderung negatif. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak
sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya
(Jefkins, 2004, p.20).

3. Citra Perusahaan (The Corporate Image)


Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan,
jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. Citra
perusahaan ini terbentuk dari banyak fakta, seperti sejarah, atau riwayat
hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan stabilitas di bidang
keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri
yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut
memikul tanggung jawab sosial, dan komitmen mengadakan riset
(Jefkins, 2004, p.22).

4. Citra Majemuk (The Multiple Image)


Banyaknya jumlah pegawai, cabang, atau perwakilan dari sebuah
perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum
tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan tersebut secara
keseluruhan. Jumalah citra yang dimiliki suatu perusahaan boleh
dikatakan sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimilikinya.
Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, variasi citra
harus ditekan seminimal mungkin dan citra perusahaan secara
keseluruhan harus ditegakkan. Banyak cara untuk melakukan hal itu,
antara lain dengan mewajibkan semua karyawan mengenakan pakaian
seragam, menyamakan jenis dan warna mobil dinas, simbol, lencana,
pelatihan staf, bentuk bangunan atau interior toko yang khas, desai

22 Universitas Kristen Petra


papan nama toko, letak interior, dan materi display seperti yang terlihat
dalam toko yang memiliki banyak cabang (Jefkins, 2004, p.22).
Dalam penelitian ini, citra yang ingin diketahui oleh peneliti adalah
citra perusahaan, yaitu citra Lion Air saat ini, khususnya setelah
masyarakat mengetahui pemberitaan mengenai penangkapan pilot Lion
Air pengguna narkoba. CK. Prahalad dalam bukunya The Competing for
The Future, mengatakan bahwa sebuah perusahaan tidak hanya bisa
bersandar pada citra yang sekarang berkembang, tapi juga harus bisa
memprediksi dan menggali apa yang menjadi citra masa mendatang
(Dalam Macnamara, 2006, p.243). Dengan mengetahui citra yang sedang
berkembang saat ini, diharapkan hal tersebut dapat memberikan masukan
kepada pihak Lion Air untuk mengantisipasi dan mengambil langkah demi
memajukan citranya di masa yang akan datang.

2.3.3. Elemen-elemen Citra


Ada lima elemen yang digunakan untuk mengukur citra, antara lain:
(Vos, 1992, p.122-123)
1. Kesan Utama (primary impression). Kesan utama yang dimiliki
orang terhadap organisasi. Kesan utama ini merupakan deskripsi
singkat mengenai organisasi yang diberikan oleh seseorang
dengan kata-katanya sendiri. Masyarakat akan membentuk kesan
pertama dengan mengingat perusahaan melalui event atau
kejadian terakhir yang terkait dengan perusahaan tersebut.
2. Keakraban (Familiarity). Agar masyarakat familiar dengan
perusahaan, maka yang harus dilakukan adalah menciptakan
kesadaran masyarakat mengenai keberadaan perusahaan.
Pengetahuan terhadap perusahaan dapat melalui produk atau
service, orang yang bekerja di dalamnya dan kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh perusahaan. Orang yang tidak mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan perusahaan tidak perlu menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan perusahaan tersebut.

23 Universitas Kristen Petra


3. Persepsi (Perception). Citra perusahaan dapat terbentuk melalui
karakteristik dari atribut-atributnya. Untuk mengetahui
karakteristik dari atribut organisasi, maka perlu dilakukan riset
awal. Hal ini dilakukan agar diketahui sejauh mana responden
merasa bahwa berbagai karakteristik masih berlaku.
4. Pilihan (Preference). Untuk menambah opini masyarakat
mengenai karakteristik perusahaan maka masyarakat dapat
bertanya apa kelebihan karakteristik tersebut, dan berapa
bobotnya.
5. Posisi (Position). Posisi atribut organisasi di masyarakat dalam
hubungannya dengan organisasi lain sangatlah penting.
Seperangkat karakteristik umum dapat diselidiki antara
organisasi yang sebanding, dimana karakteristik utama yang
memiliki unsur diskriminatif tinggi harus diidentifikasi dalam
kaitannya dengan pesaing atau organisasi yang sifatnya serupa.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, citra yang diberikan
orang terhadap sesuatu tergantung pada informasi yang mereka miliki.
Informasi-informasi tersebut diperoleh masyarakat melalui media massa.
Oleh sebab itu, penting bagi praktisi Public Relations untuk menjaga
hubungan baik dengan media, karena hubungan kerja yang kuat antara
Public Relations dengan jurnalis akan menjadi aset yang sangat berharga
(Guth, 2005,p.114).

2.5. Tahap Transisi Kehidupan


Dalam kuesioner, peneliti membagi usia responden ke dalam tiga
kategori, yaitu usia 18-22 tahun, 23-30 tahun, dan 30-40 tahun. Pembagian
usia tersebut dilakukan berdasarkan teori yang disampaikan oleh Levison,
dimana pada masa dewasa muda, Levinson membagi dua fase transisi
kehidupan, yaitu fase memasuki masa dewasa awal (usia 17-33) tahun dan
fase puncak dewasa awal (usia 33-45 tahun)
1. Fase memasuki dewasa awal (usia 17-33) tahun terdiri dari:

24 Universitas Kristen Petra


- Transisi dewasa awal early adulth transtition (17-22 tahun). Pada masa
ini individu masih berada pada masa remaja. Secara fisik bentuk
tubuhnya tampak seperti orang dewasa lainnya, tetapi secara mental
individu belum memiliki tanggung jawab penuh karena masih hidup
bergantung secara ekonomi dari orang tuanya. Namun demikian, ada
hasrat untuk hidup mandiri dan lepas dari bantuan ekonomi orang tua.
Untuk bisa mewujudkan keinginan tersebut, individu mempersiapkan
diri dengan cara menimba ilmu dan keahlian melalui pendidikan
formal ataupun pendidikan non-formal.
- Memasuki struktur kehidupan dewasa awal (22-28 tahun).umumnya
pada masa ini individu telah menyelesaikan taraf pendidikan formal.
Untuk masyarakat yang maju wawasannya, mereka telah menempuh
pendidikan (SMU), akademi atau universitas. Namun, bagi masyarakat
yang belum maju secara intelektual, kemungkinan individu hanya
menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas (SMU) bahkan ada
yang lebih rendah (SD/SMP). Setelah itu individu memilih dan
menekuni karir sesuai dengan minat-bakat dan kemampuannya.
Kadang-kadang ditemukan, adanya ketidakmantapan dalam menekuni
pekerjaannya, (misalnya karena faktor penerimaan besarnya gaji,
ketidakpuasan kerja) sehingga individu sering mengambil keputusan
pindah atau berganti pekerjaan ke tempat lain. Selain itu, individu juga
sedang membangun kehidupan rumah tangga, mewujudkan impian
pribadi melalui kreativitas karir pekerjaan, dengan selalu tetap
menerima bimbingan dari orang lain yang lebih dewasa atau lebih
ahli/pengalaman.
- Usia transisi 30-an (28-33 tahun). Masa ini secara prinsip sama pada
masa sebelumnya, yaitu individu masih tetap membangun karir
pekerjaan dan membentuk kehidupan keluarga, serta berkarya untuk
membangun struktur kehidupan berikutnya.
2. Fase puncak dewasa awal (usia 33-45 tahun) terbagi menjadi dua tahap,
yaitu puncak kehidupan dewasa awal (usia 33-40 tahun) dan transisi

25 Universitas Kristen Petra


dewasa menengah (mildlife transtition usia 40-45 tahun). Pada puncak
kehidupan dewasa awal:
- Individu merasa mantap atau memantapkan diri dengan pilihan
pekerjaannya saat ini.
- Karena menanggung kehidupan keluarga, individu memperkuat
komitmen (tekad) untuk membangun pekerjaan.
- Membentuk kehidupan pribadi yang bertanggung jawab sesuai dengan
cita-cita masyarakat bangsa.
- Mewujudkan aspirasi dan cita-cita yang tertanam sejak masa mudanya
dulu.
Sedangkan pada transisi dewasa menengah, Individu telah menempuh
perjalanan hidup yang panjang , diantaranya meniti karir pekerjaan sampai
mencapai posisi penting sebagai ahli atau pimpinan (kepala, manajer,
direktur), membangun kehidupan rumah tangga yang ditandai dengan
kehadiran anak-anak, dan lain-lain (Dariyo, 2003, p.119-120)

2.6. Nisbah Antar Konsep


International Public Relations Association (IPRA) mendefinisikan
Public Relations sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
goodwill (niat baik), kepercayaan, saling pengertian, dan citra baik dari
masyarakat. Disamping itu, Joe Marconi juga mengatakan bahwa Public
Relations adalah “image maker”. Dari kedua pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Public Relations identik dengan pembentukan citra. Hal
ini diperjelas dengan pernyataan Rhenald Kasali dalam bukunya yang
berjudul Manajemen Public Relations mengatakan bahwa tugas Public
Relations adalah menegakkan citra perusahaan atau organisasi yang
diwakilinya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan tidak melahirkan
isu-isu yang dapat merugikan.
Citra perusahaan ini terbentuk dari banyak fakta, seperti sejarah, atau
riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan dan stabilitas di
bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industri
yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut

26 Universitas Kristen Petra


memikul tanggung jawab sosial, dan komitmen mengadakan riset. Fakta-
fakta tersebut tidak dapat diketahui oleh publik tanpa campur tangan dari
media. Proses pembentukan citra tidak lepas dari adanya peran media
masaa, karena salah satu peran dari Public Relations adalah membangun
hubungan dengan media. Tanpa media, Public Relations bukan apa-apa.
Pada awal tahun 2012, dua orang pilot Lion Air tertangkap
menggunakan narkoba. Berita ini muncul di berbagai media, baik media
cetak, maupun media elektronik dan menarik perhatian banyak orang,
khususnya para pengguna jasa penerbangan. Berita yang menyangkut
kepentingan banyak orang tersebut diekspos di media dalam kurun waktu
beberapa minggu setelah kejadian tersebut. Banyaknya berita yang beredar
di media hingga berkembang menjadi berita yang baru tentu saja dapat
mempengaruhi citra Lion Air di mata masyarakat. Citra Lion Air bisa
menjadi baik atau buruk akibat pemberitaan tersebut, maka dalam penelitian
ini dilakukan pengukuran untuk mengetahui pengaruh berita penangkapan
pilot Lion Air pengguna narkoba terhadap citra Lion Air di masyarakat.
Variabel citra diukur dengan menggunakan lima elemen citra, yaitu primary
impresion, familiarity, perception, preference, dan position. Sedangkan
variabel berita diukur dengan lima nilai berita, yaitu consequences, human
interest, prominance, proximity, dan timeliness.

27 Universitas Kristen Petra


2.7. Kerangka Pemikiran

Public Relations dideskripsikan sebagai “pembuat


citra” (Marconi, 2004, p.81). Media sangat dibutuhkan
untuk mendefinisikan citra perusahaan bagi khalayak
(Nova, 2010, p.204)

Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara


keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan
pelayanannya(Jefkins, 2004, p.22).

Berita mengenai pilot Lion Air yang menggunakan narkoba. (“Lagi, Pilot
Lion Air Tertangkap Nyabu”,Kompas, 5 Februari 2012)

Nilai Berita ( variabel X) : Enam elemen citra


- Konsekuensi (variabel Y) :
(Consequences) - Kesan utama (Primary
- Ketertarikan (Human impression)
interest) - Keakraban
- Kepentingan (familiarity)
(Prominance) - Persepsi (perception)
- Kedekatan (Proximity) - Pilihan (preference)
- Ketepatan waktu - Posisi (position)
(Timeliness) (Vos, 1992, p.122-123)
(Iriantara, 2006, p.81)

Pengguna Jasa Penerbangan

Pengaruh Berita Penangkapan Pilot Lion Air Pengguna Narkoba


terhadap citra Lion Air

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran


Sumber : Olahan Peneliti, 2012

28 Universitas Kristen Petra


2.8. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan di dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak Ada Pengaruh antara pemberitaan Pilot Lion Air pengguna
narkoba terhadap citra Lion Air.
H1 : Ada Pengaruh antara pemberitaan Pilot Lion Air pengguna narkoba
terhadap citra Lion Air

29 Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai