Perbandingan Kadar Albumin Dan Kadar Enzim Transaminase Pada Pasien DBD Yang Mengalami Dss Dan Tidak Mengalami Dss
Perbandingan Kadar Albumin Dan Kadar Enzim Transaminase Pada Pasien DBD Yang Mengalami Dss Dan Tidak Mengalami Dss
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan oleh:
J500150023
Pembimbing Utama
NIP/NIK
NIK
Proposal Skripsi
Telah disetujui dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari . . . . . . . , tanggal . . . . . . . . . . . . . 2018
Ketua Penguji
Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . )
NIP/NIK :
Anggota Penguji
Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(. . . . . . . . . . . . . . . . . . )
Pembimbing Utama
Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(. . . . . . . . . )
NIP/NIK :
A. Latar Belakang
Dengue adalah virus penyakit yang menyebar paling cepat di dunia
(WHO-TDR, 2009). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. (Kemenkes
R.I., 2016) Kosasih dan Alisjahbana (2016) berpendapat Infeksi virus dengue
dapat mengakibatkan infeksi asimtomatik, demam berdarah (DB), atau bentuk
yang lebih parah, demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue
(SSD).
Dalam 50 tahun terakhir, insiden infeksi virus dengue meningkat 30
kali lipat, diperkirakan 50 juta orang terinfeksi setiap tahun dan 2, 5 milyar orang
tinggal di daerah endemis. Berdasarkan jumlah kasus demam berdarah dengue
(DBD), Indonesia menempati kasus tertinggi di kawasan Asia Tenggara. (WHO
2011) Infeksi virus dengue telah menyebar di 33 provinsi dan 436 kabupaten /
kota dari 497 kabupaten / kota di Indonesia. Data Kementrian Kesehatan RI
menunjukkan kenaikan signifikan angka kesakitan dari 0, 05 per 100 000 pada
tahun 1968 menjadi 39, 8 per 100 000 penduduk tahun 2014, dengan angka
kematian (case fatality rate) 0, 90%. Kejadian epidemik tertinggi dilaporkan
terjadi pada tahun 2010, yaitu 86 per 100 000 kasus. (Karyanti et al, 2014)
Dinas Kesehatan Kota Solo (2017) melaporkan ditemukan kasus
Penyakit Demam Berdarah sebanyak 751 kasus yang tersebar di 17 wilayah
Puskesmas di Kota Surakarta. Dengan jumlah kasus sebanyak 751, maka
didapatkan angka kesakitan (insidence rate/IR) sebesar 13, 58 per 10. 000
penduduk. Angka ini meningkat cukup tajam dibandingkan tahun 2015 dimana
IR tahun 2015 sebesar 9, 23 per 10. 000 penduduk. Dengan demikian target
2
3
Renstra Kota Surakarta untuk indikator Incidence rate (IR) DBD < 4
per 10. 000 penduduk tidak tercapai, termasuk untuk target nasional yaitu IR < 2
%.
Keterlambatan pasien datang berobat, kesalahan dalam
mendiagnosis, kurangnya memahami tanda-tanda keparahan DBD dan
pengobatannya menyebabkan penyakit DBD lebih parah dan dapat terjadinya
syok (Pujiati, 2009).Penyakit DBD mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan
kematian apabila berkembang menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) dengan
angka kematian sebesar 40%-50% apabila terlambat dalam penanganan. Hal ini
dikarenakan pasien mengalami defisit volume cairan akibat meningkatnya
permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar dari
pembuluh. Akibatnya hampir 35% pasien DBD yang terlambat ditangani akan
mengalami syok hipovolemik hingga meninggal (Saniathi, 2009).
Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah kegagalan sirkulasi darah
karena kebocoran plasma dalam darah akibat permeabilitas kapiler darah yang
meningkat ditandai dengan denyut nadi lemah dan cepat (tidak teraba),
penyempitan pembuluh darah atau nadi, hipotensi (tekanan darah tidak terukur),
kulit yang dingin dan lembab, tampak lesu, lemah dan gelisah hingga terjadinya
syok/renjatan berat (WHO, 2009) (Kemenkes RI, 2013).
Kebocoran plasma merupakan komplikasi infeksi dengue yang dapat
mengakibatkan cairan plasma intravaskular dan albumin ke luar ke ruang ekstra
vaskular. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan hipovolemia dan
hipoalbuminemia. (WHO-TDR, 2009) (Suwarto et al,2017) Hipovolemia yang
tidak mendapat penatalaksanaan secara dini dapat mengakibatkan sindroma
renjatan dengue (DSS).(Srikiatkhachorn 2009)
Pada penelitian imunopatogenesis infeksi virus Dengue
menunjukkan adanya peningkatan antibodi, inflammatory cells dan berbagai
sitokin yang berakibat pada gangguan permeabilitas endotel dan disfungsi organ. (
Yati, AW dan Ronald MN, 2017) Adanya defek pada endotel sangat
mempengaruhi kadar albumin dalam darah. Penurunan kadar albumin digunakan
sebagai penanda awal kebocoran plasma, yang artinya perjalanan penyaki
4
infeksi dengue menjadi bertambah berat. ( Suvarna JC dan Rane PP, 2009)
Kemudian, disfungsi organ hepar merupakan salah satu akibat dari infeksi
dengue yang sering muncul dalam bentuk hepatomegali dan peningkatan ringan
sampai sedang kadar enzim aminotransferase walaupun jaundice dan gagal hepar
akut jarang terjadi. Dalam sebuah penelitian ditemukan hanya 3% pasien dengue
yang memilki SGOT dan SGPT normal. Dan juga, kadar SGOT ditemukan lebih
tinggi dibanding kadar SGPT pada pasien dengue. (Trunk et al, 2010) Hal ini
sesuai dengan kriteria WHO 2009 ,dimana menurut WHO 2009 peningkatan
SGOT / SGPT ≥ 1000 U/liter juga merupakan tanda bahwa penyakit sudah
memberat
Penelitian lain oleh W. Petdachai (2005) menemukan dari total 38
sampel pada 13 pasien ( 34,2% ) ditemukan memiliki tingkat SGOT lebih tinggi
daripada SGPT. Dimana kadar SGPT 5 kali lebih tinggi dari batas normal (SGPT
> 200 U/liter). Tingkat rata rata SGPT pasien dengan gangguan hepar adalah
1466,9 U/liter dibanding 83,1 U/liter tidak mengalami gangguan hepar.
Gangguan hepar ditemukan 8 dari 31 pasien (25,8%) dengan DHF derajat 3, dan 5
dari 7 pasien (71,4%) dengan DHF derajat 4 (P=0,034).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penetian mengenai hubungan kadar albumin dan kadar enzim
transaminase pada pasien demam berdarah dengue yang mengalami DSS dan
tidak mengalami DSS.
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan hasil pemeriksaan albumin dan enzim
transaminase pada pasien DBD yang mengalami DSS dan tidak mengalami
DSS?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kadar albumin dan kadar enzim transaminase
pada pasien demam berdarah dengue yang mengalami DSS dan tidak
mengalami DSS.
5
2. Tujuan Khusus
a. Menilai hubungan antara kadar albumin pada pasien demam
berdarah dengue yang mengalami DSS dan tidak mengalami DSS.
b. Menilai hubungan antara kadar enzim transaminase pada pasien
demam berdarah dengue yang mengalami DSS dan tidak mengalami
DSS.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai bahan referensi mengenai
hubungan kadar albumin dan kadar enzim transaminase pada pasien
demam berdarah dengue yang mengalami DSS dan tidak mengalami DSS.
2. Bagi peneliti, menambah wawasan terhadap pemeriksaan
penunjang infeksi dengue dan menambah keterampilan dalam penulisan
karya tulis ilmiah.
3. Bagi praktisi, menjadi sumber informasi hubungan kadar
albumin dan kadar enzim transaminase pada pasien demam berdarah
dengue yang mengalami DSS dan tidak mengalami DSS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Definisi
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabka oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik. (Suhendro et al, 2014)
2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue. Virus
yang termasuk ke dalam genus Flavivirus ini memiliki serotipe (DEN 1-4)
yang semuanya dapat menyebabkan penyakit DBD. Serotipe yang paling
banyak ditemukan di Indonesia adalah DEN-3. (Suhendro et al. , 2014)
Virion dengue merupakan virus ssRNA sensitif positif sebagai
geniomnya berbentuk sferis dengan diameter 50nm. Protein virus ini
terdiri dari protein C untuk kapsid dan core. Kemudian dilapisi k
membrandan terdapat protein selubung serta NS untuk protein non-
struktural. Protein non struktural NS-1 sering digunakan sebagai antigen
diagnostik di awal penyakit. (Samanta et al, 2015)
Virus ini ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti dan sedikit
oleh Aedes albopictus. Masa laten infeksi in vitro virus ini kira kira 12-16
jam, setelah itu virus dapat ditemukan di ekstrasel. Virus dengue terutama
menyerang sel-sel yang termasuk sistem retikuloendotelial, yaitu sel
mosoit dan progenitornya, sel limfosit B, sel Kupfer, dan juga makrofag.
(Agus,424-34)
6
7
3. Epidemiologi
Virus dengue merupakan virus yang paling cepat menyebar di
dunia. (WHO 2009) Virus ini tersebar di benua Afrika, Asia, Amerika,
dan Austalia dengan kominasi tipe virus yang berbeda-beda. (Agus, 424-
34) Peningkatan insidens terjadi sebesar 30 kali lipat dengan peningkatan
perluasan geografis ke negara-negara baru dalam 50 tahun terakhir.
Diperkirakan 50 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunya. (WHO
2009)
Penyakit DBD berhubungan dengan kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang terutama berpengaruh
adalah tersedianya tempat perindukan bagi namuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih seperti kaleng bekas, bak mandi, dan tempat
penampungan air lainnha. (Suhendro et al, 2014) Penyakit DBD dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
(Kemenkes RI 2016)
Menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2016, jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 204. 171 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 1. 598 orang. Jumlah kasus DBD tahun 2016
meningkat dibandingkan jumlah kasus tahun 2015 (129. 650 kasus).
Jumlah kematian akibat DBD tahun 2016 juga meningkat dari tahun 2015
(1. 071 kematian). IR atau angka kesakitan DBD tahun 2016 juga
meningkat dari tahun 2015, yaitu 50, 75 menjadi 78, 85 per 100. 000
penduduk. Namun, Case Fatality Rate (CFR) mengalami penurunan dari
0, 83% pada tahun 2015 menjadi 0, 78% pada tahun 2016. (Kemenkes RI
2016)
Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan transmisi
virus dengue yaitu (Suhendro et al, 2014) :
a. Vektor: kebiasaan menggit, perkembangan vektor, kepadatan
vektor di lingkungan, dan transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lainnya.
b. Hospes: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
8
4. Patogenesis
DHF seringkali terdiagnosis pada pasien dengan infeksi sekunder.
Hal ini berhubungan dengan sistem imun penderita dan patogenesis dari
DHF itu sendiri. Baik imunitas innate (sistem komplemen dan sel natural
killer atau sel NK) dan imunitas adaptif (sel humoral dan sel imun
termediasi) terlibat dalam proses ini. Peningkatan aktivasi sistem imun,
terutama pada infeksi sekunder, menimbulkan respon sitokin besar-
besaran yang menyebabkan perubahan vaskuler. Sedangkan, hasil
produksi virus, seperti NS1 (non-structural protein 1) berperan dalam
pengaturan aktivasi komplemen dan permeabilitas vaskuler. (WHO,
2011)
Beberapa sitokin dengan efek peningkatan permeabilitas kapiler
berperan dalam patogenesis DHF. Beberapa penelitian menunjukkan, pola
dari respon sitokin-sitokin ini berhubungan dengan pola sel T spesifik
untuk virus dengue yang memproduksi TNF-α, IFN-γ, dan kemokin.
Peningkatan fragmen komplemen juga terdeteksi pada DHF diantaranya
C3a dan C5a yang diketahui memiliki efek meningkatkan permeabilitas
kapiler. (WHO, 2011)
Patogenesis dari DHF sendiri sebenarnya belum jelas diketahui.
Namun ada beberapa teori yang dikemukakan, diantaranya: 1) teori
secondary heterologues infection; 2) teori ADE (antibody dependent
enhancement); 3) mediator inflamasi; dan 4) virulensi virus. Teori
pertama dan kedua memiliki prinsip yang sama namun dengan sudut
pandang yang berbeda. Teori pertama melihat patogenesis penyakit
berdasarkan serotipe virus dengue. Sedangkan teori kedua, yaitu teori
ADE dibuat berdasarkan reaksi antigen dan antibodi yang terjadi. (Yasa et
al, 2012).
Teori ADE menjelaskan bahwa pembentukan antibodi yang tidak
netral dapat mempermudah infeksi sel oleh virus dan mempercepat
replikasi. Pada infeksi sekunder dengan serotipe virus yang berbeda akan
9
5. Patofisiologi
Ciri khas dari DHF yaitu adanya kebocoran plasma sebagai akibat
dari peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal ini juga merupakan dasar
dari terjadinya shock dan penurunan volume intravaskuler. Kebocoran ini
hanya terjadi pada tempat-tempat tertentu seperti pleura dan kavum
peritoneum dalam waktu 24 – 48 jam. Shock yang pulih cepat tanpa gejala
sisa dan tidak adanya inflamasi pada pleura maupun peritoneum
mengindikasikan adanya perubahan fungsional pada integritas vaskuler
sebagai mekanisme yang mendasari. (WHO, 2011).
Trombositopena pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1)
supresi sumsum tulang; 2) destruksi dan pemendekan usia tombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukan
keadaan hiposelular dan terjadi supresi megakariosit. Setelah keadaan
nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses-proses hematopoiesis
termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Sementara, destruksi trombosit terjadi
akibat pengikatan fragmen C3g, adanya antibodi virus dengue, dan
konsumsi trombosit selama proses koagulopati di perifer. Adanya
gangguan pelepasan ADP serta kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
10
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bervariasi
tergantung dari strain virus dan faktor pejamu seperti usia, status imun,
dan lain lain. Manifestasi klinis dapat berupa asimtomatik, viral syndrome,
demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), termasuk sindrom
renjatan dengue/ dengue hock syndrome (DSS). Infeksi oleh satu macam
serotipe virus dengue bisa memberikan imunitaas sepanjang hidup namun
pada serotipe virus yang berbeda hanya bertahan dalam watu yang singkat.
(WHO 2011)
11
Asymptomatic Symptomatic
Without
haemorrhage With unusual
DHF DHF with shock
haemorrhage
non-shock Dengue shock
syndrome (DSS)
a. Undifferentiated fever
Orang yang terinfeksi virus dengue terutama saat pertama kali
atau infeksi primer akan mengalami gejala demam yang sulti dibedakan
dari infeksi virus lainnya. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah
ruam makulopapupar, gejala saluran napas atas, dan gejala gastrointestinal.
(WHO 2011)
b. Dengue fever
Dengue fever atau demam dengue paling sering ditemukan pada
anak yang lebih tua, remaja, atau dewasa. Demam bersifat akut, tinggi, dan
biasanya bifasik. Demam bisa bertahan 2-7 hari dan biasanya disertai
mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Sakit kepala hebat, nyeri retro-
12
orbital, nyeri otot, nyeri sendi, ruam, leukopenia, dan trombositopeia juga
sering ditemukan. (WHO 2011)
c. Dengue haemorrhagic fever
Dengue haemorrhagic fever atau demam berdarah dengue lebih
sering terjadi pada anak usia < 15 tahun terutama pada daerah
hiperendemis karena ifeksi berulang virus dengue ini. Namin fenomena ini
juga nampaknya sudah mulai meningkat pada orang dewasa. Gejala yang
sering muncul berupa diathesis hemoragik seperti tes tourniquet (+),
petekie, dan perdarahan saluran cerna pada kasus yang berat. (WHO 2011)
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan hematokrit
>20% ( dibandingkan standar usia dan jenis kelamin atau bila
dibandingkan dengan nilai Hematokrit sebelumnya). Adanya fusi pleura,
asites, maupun hipoproteinemua menandakan telah terjadi kebocoran
plsma. (Suhendro et al, 2014)
d. Dengue Shock Syndrome
Lekopenia progesif yang diikuti oleh penurunan kadaar trombosit
dengan cepat biasanya mendahului kebocoran plasma yag nantinya jika
volume plasma berkurang drastis akan terjadi syok. Syok pada pasien
DBD yang biasa disebut dengue shock syndrome (DSS) sering terjadi pada
hari ke 4-5 oenyakit. DSS akan muncul dengan gejala nadi yang cepat dan
lemah, bahkan dalam keadaan berat tidak teraba, tekanan darah turun
(<20mmHg), hipotensi, CRT > 2 detik, kulit dingin dan lembab disertai
gelisah. (WHO 2011)
e. Expanded dengue syndrome
Pada beberapa kasus, infeksi dengue dapat terjadi tanpa adanya
tanda-tanda kebocoran plasma. Namun terdapat manifestasi yang jarang
ditemukan yang dapat meliatkan hati, ginjal, otak, atau jantung. Diduga hal
inibehubungan dengan koinfeksi, komorbiditas, atau komplikasi dari syok
berkepanjangan. (WHO 2011)
13
7. Diagnosis
Menurut WHO tahun 2011 diagnosis infek dengue dapat
ditegakan melalui kriteria berikut: (WHO 2011)
a. Demam Dengue (DD)
Demam akut disertai minimal 2 dari tanda berikut:
1) Sakit kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Nyeri oto
4) Nyeri sendi
5) Ruam
6) Manifestasi perdarahan
7) Leupenia ≤ 5000 sel/mm3
8) Trombositopenia ≤ 150.000 sel/mm3
9) Peningkatan hematokrit 5-10%
Dan disertai 1 dari tanda berikut:
1) Tes serologi positif
2) Terdapat kasus DBD di waktu dan lokasi tempat
tinggal yang sama dengan pasien
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Semua tanda dibawah ini :
1) Demam akut 2-7 hari
2) Manifestasi perdarahan: tes tourniquest positif,
petekie, ekimosis atau purpura, atau perdarahan
mukosa, perdarahan saluran cerna, dan lainnya.
3) Hitung trombosit ≤ 100.000 sel/mm3
4) Tanda kebocoran plasma: peningkatan
hematokrit/hemokonsentrasi ≥20%, efusi pleura,
asites, atau hipoproteinemia/albuminemia
c. Sindrom Syok Dengue
Kriteria demam berdarah dengue seperti diatas dengan
tanda-tanda syok dibawah ini.
14
8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti untuk meegakan infeksi virus dengue dapat
diperoleh dari hasil isolasi irus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reacton)< namun karena teknik yang lebih rumit, saat
ini tes serologi yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antobodi total, IgM dan IgG. Parameter laboratoris yang dapat
diperiksa adalah: (Suhendro et al, 2014)
a. Leukosit: jumlah dapat normal atau menurun. Mulai
hari ke-3 dapat ditemui limfosit relatif (> 45% dari total
leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase DSS akan
meningkat.
b. Trombosit: umunya akan trombositopenia pada hari ke
3-8.
c. Hematokrit: kebocoran plsma dibuktikan awal,
umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
e. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat
kebocoran plasma.
f. SGOT/SGPT: dapat meningkat.
15
9. Penalalaksanaan
a. Terapi cairan intravena pasien DHF pada masa kritis
1. Indikasi:
a. Jika pasien tidak dapat menerima
intake cairan adekuat secara peroral
atau jika pasien muntah
b. Jika hematokrit terus meningkat 10
– 20 %
c. Shock atau shock yang tertunda
2. Prinsip pemberian:
16
>20%
2. Hemostasis bisa abnormal
Untuk DBD derajat III dan IV digolongkan juga sebagai sindrom syok dengue
(SSD)
11. Efek Infeksi Dengue pada Sel Hati
B. KERANGKA TEORI
Infeksi virus dengue
Trombositopenia
Permeabilitas PGE IL-1 Kematian sel hepar
dan fragilitas TNF-α
pembuluh Gangguan
darah
koagulasi
(koagulopati) Disfungsi
organ hepar
Ekstravasasi
cairan plasma Manifestasi
perdarahan
Demam
Hematokrit
Kadar
Keterangan : Albumin
SGOT SGPT
( ) :Tidakditeliti Demam
Dengue
( ) :Diteliti
C. HIPOTESIS
1. Terdapat Hubungan antara pasien DBD yang mengalami DSS dan tidak
mengalami DSS pada kadar Albumin
2. Terdapat Hubungan antara pasien DBD yang mengalami DSS dan tidak
mengalami DSS pada kadar enzimtransaminase
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui perbedaan
antara kadar albumin dan Kadar enzim transaminase pada pasien
DBD yang mengalami DSS dan tidak mengalami DSS
Populasi Terjangkau
Pasien penderita demam berdarah dengue (DBD) yang menjalani
rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Kota Surakarta
Sampel penelitian
D. Besar Sampel
Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian dihitung dengan
mengunakan rumus:
30
31
2
(Zα √ 2 PQ +Zβ √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2 ( 1−P 2 ))
n1 =n2= 2
(P 1−P 2)
Keterangan:
n1 : Jumlah sampel pada kelompok kasus
n2 : Jumlah sampel pada kelompok kontrol
Zα : Nilai Z pada derajat kepercayaan = 1,645
Zβ : Nilai Z pada kekuatan uji = 0,842
OR : Odds ratio pada kelompok yang sudah diketahui nilainya pada
penelitian terdahulu = 9,65 (Khan et al, 2013; Suryadi et al, 2017)
P1 : Proporsi efek pada kelompok kasus
P2 : Proporsi efek pada kelompok kontrol = 0,5
P : Proporsi total
¿ x P2
P1=
( 1−P2 ) +(¿ x P2 )
9,65 x 0,5
P1=
( 1−0,5 )+(9,65 x 0,5)
4,825
P1= =0,9
5,325
P1 + P2 0,9+ 0,5
P= = =0,7
2 2
Q=1−P=1−0,7=0,3
2
(1,645 √ 2 x 0,7 x 0,3+ 0,842 √ 0,9 ( 1−0,9 )+ 0,5 ( 1−0,5 ) )
n1 =n2=
(0,9−0,5)2
( 1,0528+0,4883 )2 2,3749
n1 =n2= 2
= =14,84=15
( 0,9−0,5 ) 0,16
Sehingga didapatkan hasil untuk kelompok kasus dan kontrol masing-
masing 15 sampel atau total sampel minimal berjumlah 30 sampel.
Namun, untuk mengantisipasi adanya data yang kurang lengkap, dropout,
atau hilang pengamatan, maka jumlah sampel ditambah dengan asumsi
lepas pengamatan 10%, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap besar
sampel dengan menggunakan rumus:
' n
n=
1−f
32
' 30
n=
1−0,1
30
n' =
0,9
'
n =33.33
Jadi, jumlah sampel akhir dari penelitian ini minimal 33 sampel.
E. Teknik Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik
consecutive sampling
F. Kriteria Sampel
Kriteria Inklusi
1. Pasien demam berdarah dengue yang berusia ≥ 18 tahun
2. Pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moewardi Kota Surakarta
3. Pasien yang diperika kadar albuminnya pada hari ke 3, 4, 5, 6,
atau 7 onset demam
4. Pasien yang diperika kadar SGOT dan SGPT nya pada hari ke 3,
4, 5, 6, atau 7 onset demam
Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan penyakit yang dapat mempengaruhi kadar albumin
dan kadar kolesterol total (sepsis, penyakit hepar kronis dan
sindroma nefrotik).
G. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : kadar albumin dan kadar enzim tranaminase
2. Variabel terikat : derajat infeksi virus dengue
3. Varibel luar
Variabel terkendali : jenis kelamin, umur
33
H. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Cara Skala
pengukuran
Derajat penyakit Dibagi menjadi SSD dan Non SSD Rekam Berdasarkan Nominal
menurut WHO 1997, dengan definisi:
infeksi virus 1. Non SSD yaitu DBD derajat I (Gejala medis diagnosis yang
dengue DD ditambah uji bendung positif, di rekam medis.
trombositopenia (<100.000/μl)
dengan bukti ada kebocoran plasma
dan peningkatan nilai hematokrit
>20%) dan DBD derajat II (Gejala
DBD derajat I ditambah perdarahan
spontan yaitu: perdarahan mukosa,
saluran cerna, ekimosis, purpura,
hematemesis atau melena, lalu
trombositopenia (<100.000/μl)
dengan bukti ada kebocoran plasma
dan peningkatan nilai hematokrit
>20%, hemostasis bisa abnormal)
2. SSD (Sindrom Syok Dengue) yaitu
DBD derajat III (Gejala DBD derajat
II ditambah tanda kegagalan sirkulasi
seperti: kulit dingin, lembab serta
gelisah, trombositopenia
(<100.000/μl) dengan bukti
kebocoran plasma dan peningkatan
nilai hematokrit >20%, hemostasis
bisa abnormal) dan DBD derajat IV
(Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur,
trombositopenia (<100.000/μl)
dengan bukti kebocoran plasma dan
peningkatan nilai hematokrit >20%,
hemostasis bisa abnormal).
Albumin Kadar albumin serum yang diambil dari Rekam Kriteria kadar Rasio
sampel darah vena, diperiksa oleh medis albumin
laboratorium Patologi Klinik. Kadar (hasil 1. Normal
normal albumin dalam serum antara 3, pemeriksa Jika 3,4 - 5, 4
4-5, 4 g/dL. an mg/dl
laboratoriu 2. Tidak normal
m Jika < 3, 5 mg/dl
SGOT SGOT(Serum Glutamic Oxaloasetik Rekam 1= kadar ALT Ordinal
Transminase) adalah enzim yang medis normal
34
J. Skema Penelitian
Sampel
K. Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode
uji Chi Square dmenggunakan aplikasi untuk menilai perbedaan antara
derajat infeksi dengue dengan kadar albumin dan kadar enzim. Albumin
dan kadar enzim transaminase pada masing-masing derajat infeksi dengue
menggunakan aplikasi SPSS
37
L. Jadwal Penelitian
TAHUN 2018
Bernal W & Wendon J. 2013. Acute Liver Failure. New England Journal of
Medicine. 369(26): 2525–2534.
Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan R, Kurane I. Elevated Levels of Solube
Tumour Necrosis Factor Receptor 1, Thrombomodulin and Solube
Endothelial Cell adhesion Molecules in Patients with Dengue Hemorrhagic
Fever. Dengue Bulletin. 2007;Vol 31:103-10.
Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun 2016.
Surakarta: Dinas Kesehatan Kota Surakarta;2016. H. 56-59
Gowda S, Desai PB, Hull VV, Math AK, Vernekar SN, & Kulkarni SS. 2009. A
review on laboratory liver function tests. The Pan African medical journal.
3:17.
38
39
Huerre MR, Lan NT, Marianneau P, Hue NB, Khun H, Hung NT, et al. 2001.
Liver histopathology and biological correlates in five cases of fatal dengue
feverin Vietnamese children. Virchows Arch. 438(2):107-15.
Khan MI, Anwar E, Agha A, et al. Factors predicting severe dengue in patients
with dengue fever. Mediterr J Hematol Infect Dis 2013; 5: e2013014.
Kuo CH, Dar IT, Chi SC, Chi KL, Shue SC, & Yun FL. 1992. Liver biochemical
test and dengue fever. Am J Trop Med Hyg. 47(3):265-70.
Lee LK, Gan VC, Lee VJ, Tan AS, Leo YS, & Lye DC. 2012. Clinical relevance
and discriminatory value of elevated liver aminotransferase levels for
dengue severity. PLOS Negleted Tropical Diseases. 6(6):1-8.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA. Biokimia harper. Diterjemahkan Hartono
A. Edisi 25. Jakarta: EGC. 2003; 254-702.
Nicolas, Suryadi et al. 2017. Albumin Level as Predictor of Shock and Reccurent
Shock in Children with Dengue Hemorrhagic Fever, Vol. 20, No. 2
Price, Sylvia A, & Wilson LM. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-
prosespenyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
42
Rena NMRA, Utama S, & Parwati, T. 2009. Kelainan hematologi pada demam
berdarah dengue. Journal Penyakit Dalam. 10(3):218-25.
Samanta J & Sharma V. 2015. Dengue and its effects on liver. WJCC.
3(2):125-32.
Sisjufri, Ahmad, 2014. Hubungan Kadar SGOT dan SGPT dengan DBD derajat
I dan II pada Pasien Dewasa Rawat Inap DI Rumah Sakit Umum (RSU)
Kot Tangerang Selatan Tahun 2014-2015. Jakarta : UIN
SyarifHidayatullah. Skripsi.
Saniathi, Elmy, 2009, Obesitas Sebagai Faktor Risiko Sindrom Syok Dengue. Sari
Pediatri, Vol. 11, No.4, 238-243.
Suhendro, Nainggolan L, L dkk. Demam berdarah denue dalam: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Ed 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. H. 539-48
Suvarna JC, Rane PP. Serum lipid profile: a predictor of clinical outcome in
dengue infection. Holy Spirit Hospital, Mumbai, India; 2009. [ cited
2011 Sep 30]. Available from:http://www. ncbi. nlm. nih.
gov/pubmed/1001286.
Thepparit C & Smith DR. 2004. Serotype-specific entry of dengue virus into
livercells: identification of the 37-kilodalton/67-kilodalton high-affinity
lamininreceptor as a dengue virus serotype 1 receptor. J Virol. 78:12647-
56.
Trung DT, Thao LTT, Hien TT, dkk. Liver involvement associated with dengue
infection in adults in Vietnam. Am J Trop medHyg. 2010;83(4):774-80
Villar LA, Diaz FA, Martinez RA. Biochemical Alteration as Marker of Dengue
Hemorragic. Am J Trop Med Hyg. 2008;370-4.
44
WHO. Dengue dan severe dengue [internet]. World Health Organization; 2014
[disitasi tanggal 25 Juni 2018]. Tersedia dari: http://www. who.
int/mediacentre/factsheets/fs117/en/.
Yasa, Wayan Putu Sutirta. et al. 2012. Trombositopenia Pada Demam Berdarah
Dengue. Medicina, Vol. 43, No.2, 114-21
Yati, AW dan Ronald MN. 2017. Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Kadar
Albumin dengan Kebocoran Plasma pada Demam Berdarah Dengue. Vol 6
(3).