F.111.15.0110 05 Bab Ii 20190307121524
F.111.15.0110 05 Bab Ii 20190307121524
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Merokok
Menurut Martin dan Pear (2015: 3) perilaku (behavior) adalah apa pun yang
dikatakan atau dilakukan seseorang. Secara teknis, perilaku adalah apa pun aktivitas
tersebut dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang menampak (overt behavior)
dan perilaku yang tidak menampak (innert behavior), demikian pula aktivitas-
aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik juga termasuk aktivitas emosional dan
kognitif (Walgito, 2002: 13). Menurut Lewin (dalam Walgito, 2002: 14) perilaku
perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh karena itu dari segi biologis, semua makhluk
hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia mempunyai aktivitas masing-
masing.
Menurut Chaplin (dalam Pieter dan Lubis, 2010: 26) perilaku adalah kumpulan
reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan, gerakan, tanggapan atau jawaban dari yang
dilakukan seseorang. Perilaku merupakan proses mental dari reaksi seseorang yang
12
13
sudah tampak atau masih sebatas keinginan (Kartini Kartono, dalam Pieter dan Lubis,
2010: 26). Menurut Pavlov (dalam Pieter dan Lubis, 2010: 26) perilaku merupakan
keseluruhan atau totalitas akibat belajar dari pengalaman belajar sebelumnya, dan
(dalam Pieter dan Lubis, 2010: 26) perilaku merupakan reaksi manusia akibat
kegiatan kognitit, afektif, dan psikomotorik yang saling berkaitan. Jika salah satu
aspek mengalami hambatan, maka aspek perilaku juga terganggu. Menurut Kwick
(dalam Notoatmojo, 2011: 141) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuataan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan makhluk hidup baik yang dapat diamati secara
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang apabila digunakan dapat
rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus dan merupakan hasil dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan lainnya, atau sintetisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa adanya bahan tambahan. Rokok
adalah silinder dari kertas yang panjangnya berukuran sekitar 70-120 mm (bervariasi
yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara
agar asapnya dapat dihirup melalui mulut pada ujung lainnya (Aula, 2010: 11-12).
manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok
14
adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada diri si perokok sendiri namun juga
merugikan orang lain yang ada di sekitarnya. Menurut Santrock (2007: 245) merokok
(di mana obat aktifnya adalah nikotin) adalah salah satu sumber utama timbulnya
masalah kesehatan meskipun sebetulnya dapat dicegah. Menurut McRee dan Gebelt
(dalam Santrock, 2007: 246) mengatakan bahwa kelompok kawan sebaya berperan
penting bagi timbulnya kebiasaan merokok, sedangkan menurut Dariyo (2008: 36)
merokok merupakan sebuah kebiasaan (life style) yang sudah mendarah daging dan
sulit untuk dihentikan. Padahal merokok memiliki efek yang membahayakan, seperti
kanker (kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker perut, kanker paru), penyakit
jantung dan gangguan pernafasan kronis. Beberapa penyakit tersebut terserang karena
adanya kandungan atau unsur zat dari rokok yaitu berupa karbomonoksida, tar dan
nikotin (Sarafino dalam Dariyo, 2008: 40-41). Nikotin merupakan bahan psikoaktif
utama di semua bentuk rokok dengan dan tanpa tembakau (King, 2010: 325).
Menurut Kovasc, Lajtha & Sershen (dalam King, 2016: 211) nikotin memiliki
peranan yang dapat menstimulasi pusat kesenangan otak dengan menaikkan tingkat
dopamin. Menurut Levinthal (dalam King, 2016: 211) efek perilaku dari nikotin
meliputi atensi dan kesiagaan yang meningkat, penurunan rasa marah dan kecemasan,
serta hilangnya rasa sakit. Pada akhirnya, perilaku merokok menjadi sebuah
seorang perokok merasa bahwa tidak merokok memerlukan usaha atau menyebabkan
dirinya dan merokok menjadi bagian dari konsep dirinya, bahkan, merokok dapat
nikotin (bahan utama dari tembakau yang sangat mudah menimbulkan kecanduan)
Tembakau dapat dibuat rokok, dikunyah atau dihirup. Merokok baik sigaret atau
impotensi, gangguan kehamilan dan janin, masalah jantung dan penyakit vaskular
ferifer. Merokok merupakan penyebab kematian dini dan kecacatan terbesar yang
perilaku merokok dimulai pada usia remaja, dan percobaan merokok tersebut
berkembang menjadi pengguna secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun
kemudian, meskipun pada awalnya remaja yang mencoba merokok kurang dapat
mual dan pusing, namun karena dorongan sosial (dorongan teman-teman), perilaku
pertama tersebut menjadi menetap. Perasaan mual dan pusing disebabkan karena
yang tidak dapat diterima tubuh, namun lama kelamaan menjadi kebiasaan dan
Menurut Wismanto dan Sarwo (2007: 3-4) menyatakan bahwa sebagian besar
terdidik dengan baik (memiliki tingkat pendidikan yang tinggi), yang bekerja di
bidang kesehatan akan menghindarkan diri dari perilaku merokok, namun dalam
16
berpendidikan tinggi bahkan sebagian yang bekerja di bidang kesehatan pun (seperti
perawat dan dokter) juga memiliki kebiasaan merokok. Terlebih lagi sebenarnya
peringatan akan bahaya merokok telah ditulis secara jelas dan besar di setiap bungkus
Menurut Kessler (dalam Nevid, dkk, 2003: 19) kebiasaan merokok bukan cuma
kebiasaan yang buruk, tetapi juga merupakan bentuk adiksi fisik terhadap obat
stimulan, nikotin, yang ditemukan dalam produk tembakau termasuk rokok, cerutu,
dan tembakau tanpa asap. Merokok (atau penggunaan tembakau lainnya) merupakan
adalah aktivitas menghisap rokok (gulungan daun tembakau kering) yang dilakukan
seseorang.
a. Frekuensi (frequency)
b. Durasi (duration)
c. Latensi (latency)
Latensi memiliki sifat tersembunyi atau tidak diketahui oleh orang yang
d. Intensitas (Intensity)
Menurut Martin dan Pear (2015: 5) menyebutkan bahwa dimensi perilaku ada
3 yaitu:
a. Durasi
Durasi adalah sebuah perilaku merujuk panjangnya waktu yang dibutukan perilaku
melakukan aksinya
b. Frekuensi
Frekuensi adalah sebuah perilaku merujuk pada jumlah tindakan yang muncul di
c. Intensitas
Intensitas atau kekuatan adalah sebuah perilaku merujuk pada upaya fisik atau
Kondisi dimana individu merokok menjadi sebuah kebiasaan (life style). Secara
fisik individu merasa ketagihan dan tidak dapat menghindar atau menolak
d. Ketergantungan psikologis
terus-menerus. Dalam keadaan dimana saja dan seperti apa, individu tersebut
selalu merokok
Menurut Aula (2010: 54) menyebutkan bahwa ada 3 indikator yang muncul
a. Aktivitas Fisik
b. Aktivitas Psikologis
Aktivitas yang muncul bersamaan dengan aktivitas fisik. Aktivitas tersebut berupa
Hal ini menunjukkan seberapa sering atau seberapa banyak seseorang menghisap
Dimana nilai-nilai orang tua memainkan peran penting dalam penggunaan obat.
Remaja yang berasal dari keluarga yang tidak bahagia, yang orang tuanya tidak
b. Pengaruh Teman
c. Faktor Kepribadian
Hal ini tidak dipengaruhi dari orang lain tetapi dalam diri individu itu sendiri.
Dimana orang yang memiliki konformitas rendah akan sulit terkena dampak dari
a. Faktor Sosial
Faktor terbesar dari kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan.
b. Faktor Psikologis
merokok:
1) Ketagihan
2) Kebutuhan Mental
3) Kebiasaan
c. Faktor Genetika
Faktor genetik atau biologis dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain, seperti faktor
merokok meliputi:
a. Faktor Genetika
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan memiliki penyebab utama dari perilaku merokok. Iklan menjadi salah
satu maraknya pengaruh media terhadap perilaku merokok. Selain itu pengaruh
faktor sosial, dan faktor psikologis, maka penelitian ini peneliti memilih pengaruh
faktor sosial berupa teman atau biasa disebut konformitas sebagai variabel bebas yang
B. Konformitas
1. Pengertian Konformitas
Menurut Cialdini & Goldstein (dalam Taylor, dkk, 2009: 253) menyatakan
bahwa konformitas adalah suatu tendensi untuk mengubah keyakinan atau perilaku
seseorang agar sesuai dengan perilaku orang lain. Dapat diartikan perilaku yang
dilakukan dengan sukarela karena orang lain melakukan hal yang sama. Menurut
Baron dan Byrne (2005: 53) menyatakan tekanan untuk melakukan konformitas
berakar dari kenyataan bahwa di berbagai konteks ada aturan-aturan eksplisit ataupun
bertingkah laku. Aturan-aturan ini dikenal sebagai norma sosial (social norms), dan
aturan-aturan ini sering kali menimbulkan efek yang kuat pada tingkah laku.
Terlepas dari budaya yang ada, bagaimanapun juga setiap orang pasti akan
melakukan konformitas dalam situasi tertentu dan untuk alasan yang sama dengan
kelompok dan anggota kelompok, serta ingin tampil serupa dengan kelompok.
dipromosikan, atau memenangkan pemilihan umum. Selain itu, tidak mudah untuk
menjadi orang yang nonkonformis, sebagaimana yang akan kita lihat nanti. Anggota
23
kelompok sering kali merasa tidak nyaman dengan individu yang berbeda pendapat
dan akan selalu mencoba untuk mempersuasi individu untuk mengikuti aturan
kelompok. Bila persuasi dengan cara yang menyenangkan gagal, kelompok dapat saja
mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain
(baik desakan nyata atau pun tidak). Desakan untuk konform pada kawan-kawan
sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja. Sejalan dengan pendapat diatas,
menurut Wade dan Tavris (2007:301) terdapat satu hal yang seseorang lakukan ketika
berada dalam suatu kelompok ialah konform, sedangkan konform itu sendiri
merupakan suatu tindakan atau perilaku yang diadopsi sebagai hasil dari adanya
konformitas adalah suatu perilaku yang dilakukan individu karena adanya keinginan
agar seragam atau sesuai dengan norma kelompok atau orang lain.
2. Aspek-aspek Konformitas
macam yaitu:
a. Internalisasi
b. Compliance
publik tidak sesuai (bukan jawaban pribadi) dengan jawaban yang diyakininya
konformitas yaitu:
a. Karakteristik kelompok
Konformitas jauh lebih tinggi ketika seseorang harus merespons secara terbuka
c. Jenis tugas
Seseorang yang mengerjakan tugas dan pertanyaan yang ambigu (yang tidak
a. Kekompakan
Kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan membuat
ingin tetap menjadi anggotanya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu
terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari
25
b. Kesepakatan
Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan
c. Ketaatan
Harapan dari orang yang menduduki posisi tertentu terutama adalah menimbulkan
terhadap perilakunya sendiri atau menonjolkan aspek negatif dari apa yang
C. Klub Motor
akan lepas dari proses sosialisasi. Manusia akan selalu memerlukan orang lain.
Sekaya atau sekuat apa pun, manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya orang lain di
sekitarnya. Karena itu, kebutuhan manusia akan sosialisasi memang sangat penting,
sepenting kebutuhan manusia akan makanan dan minuman. Demikian halnya dengan
komunitas sebagai sarana bersosialisasi. Arti komunitas berasal dari bahasa latin
26
communitas yang berasal dari kata dasar communis. Artinya adaa masyarakat, publik,
Dasar ilmu sosiologi, komunitas atau klub dapat diartikan sebagai kelompok
orang yang saling berinteraksi yang ada di lokasi tertentu. Namun, definisi ini terus
Menurut ahli sosiologi, sebuah komunitas atau klub akan memiliki empat tipe
utama, yaitu:
anggota di dalamnya
Jadi, inti komunitas adalah adanya kelompok orang yang memiliki identitas yang
hampir mirip sama dimana faktor lokasi tidak terlalu relevan lagi. Yang penting,
anggota komunitas harus berinteraksi secara regular (E- Media Solusindo, 2013: 15-
16).
Keberadaan sebagai anggota klub adalah untuk memperoleh apa yang mereka tidak
peroleh di tempat lain. Bagi anggota klub motor materi bukan yang utama. Lewat
klub motor, anggota klub motor akan menemukan orang yang memiliki kesamaan
interest. Anggota klub motor memiliki perilaku sebagai pemuja kenangan. Tidak itu
27
saja, anggota klub motor adalah orang-orang yang romantis, melankolis, dan
pengagum harmonisasi alam. Jika di tengah mengadakan safari VM atau Tour Harley
Davidson Club, Safari Vespa, dan sebagainya. Anggota klub motor pasti akan
merambah alam, yang setiap tour atau safari pasti berpindah tempat, dan dengan
membawa ciri dan kekhasan yang ada pada klub Harley Davidson. Meski musik
klub motor yang tidak bergabung ke dalamnya, akan merasa bahwa “nggak gaul,
nggak ikut, nggak level”. Klub-klub ini keberadaannya menjadi simbol baru, simbol
remaja yang berlanjut ke masa dewasa atau bahkan hingga usia lanjut. Dalam masa
remaja adalah masa transisi menuju dewasa, tak jarang masa-masa ini merupakan
masa yang sangat penting dalam pembentukan karakter, namun ironisnya, masa ini
remaja masih dalam kondisi labil, tidak memiliki pijakan atau prinsip yang kuat
dalam menghadapi kehidupannya, maka tak jarang individu terbawa arus konform
dari teman-temannya. Jika konform tersebut bersifat positif tidak masalah, tetapi jika
bersifat negatif tentu menjadi masalah. Salah satu perilaku konform yang bersifat
beragam penyakit baik disadari atau tidak. Tak jarang, beberapa dari individu
bahkan ada yang memang sengaja merokok agar diakui keren, jantan oleh
kelompoknya.
kesehatannya. Dalam hal ini, ada beberapa penelitian yang mengangkat tema tentang
fenomena yang muncul yaitu perilaku merokok. Menurut (Sari, dkk, 2003: 87)
Berdasarkan hasil penelitian alasan merokok yang paling dominan adalah karena
pergaulan 8%, enak rasanya 7,33%, suka 4,67%, banyak masalah 4,33%, cari
merokok baik sigaret atau cerutu (rokok yang dibuat dari gulungan daun tembakau
sebelumnya telah ditemukan hasil yang mendukung bahwa ada hubungan antara
perilaku merokok dan konformitas. Menurut Komasari dan Helmi (2000: 40-46)
kepuasan, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok dan pengaruh teman
sebaya. Berdasarkan dari beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan keluarga dan
merokok. Merokok bagi individu mempunyai kaitan yang erat dengan aspek
psikologi terutama efek yang positif yaitu sejumlah 92,5% sedangkan efek negatif
hanya sebesar 7,4555% (pusing, ngantuk, dan pahit). Hasil ini menunjukkan bahwa
28% subyek menyatakan bahwa konsumsi terbesar rokok ketika sedang berkumpul
kumpul-kumpul saja.
diadopsi dari orang lain karena merasa didesak oleh orang lain (baik desakan nyata
atau pun tidak). Desakan untuk konform pada kawan-kawan sebaya cenderung sangat
kuat selama masa remaja. Menurut Pratiwi (2009: 12-13) mengatakan dalam
orang lain sesuai dengan norma yang ada. Jadi, individu yang konformis akan
berperilaku merokok, maka akan mengikuti perilaku tersebut. Dalam penelitian ini
E. Hipotesis
mengajukan hipotesis, yaitu ada hubungan positif antara konformitas dengan perilaku
merokok, semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku merokok pada