Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Respirologi atau respiratory medicine atau ilmu kedokteran respirasi adalah


pengembangan pulmonology. Respirologi tidak hanya berorientasi pada diagnosis
dan terapi, melainkan juga pada pencegahan penyakit, diagnosis dini, penyembuhan
curable disease, dan pencegahan kecacatan.

Untuk mempelajari ilmu kedokteran respirasi, tidak cukup mengikuti


perkembangan ilmu kedokteran saja tetapi factor lingkungan juga harus dipelajari.
Paru merupakan satu-satunya organ dalam tubuh yang berhubungan langsung dengan
udara luar, akibatnya paru sangat dipengaruhi oleh suasana lingkungan seperti
pencemaran udara, termasuk pencemaran oleh asap rokok dan pencemaran akibat
proses industry di amosfer maupun di dalam gedung.

Di masa mendatang, diperkirakan akan ada perubahan besar cara pendekatan


penyakit akibat perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Meskipun demikian,
dasar-dasar pulmonoligi masih tetap diperlukan sebagai dasar pengetahuan tentang
ilmu penyakit paru untuk menuju ke respiratory medicine.

Walaupun yang akan terlibat dalam respirologi adalah para professional dalam
respirologi, dokter umum sebagai dokter keluarga dan sebagai general practicioner
diharapkan aktif mengikuti perkembangan respirologi yang mutakhir.

Dokter umum cukup tahu istilah-istilah dalam pulmonology-respiratologi


secara superfisial, karena yang harus memahami adalah dokter spesialis paru
sedangkan yang harus mendalami secara khusus adalah dokter spesialis paru
konsultan atau dokter spesialis paru yang menaruh perhatian atau interest pada item
tersebut. Dengan mengetahui istilah-istilah dalam pulmonology-respiratology dengan
tepat, dokter umum dapat membantu pasien yang mempunyai masalah berkaitan
dengan istilah tersebut, misalnya dengan mengonsultasi kepada para professional
sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dokter keluarga harus dapat melindungi pelanggannya dari ancaman penyakit


paru yang mempunyai kecendrungan menjadi penyakit kronik, apalagi yan sifatnya
preventable disease. Harus disadari bahwa tahun-tahun yang akan datang penyakit
paru akan didominasi oleh penyakit kronik. Dengan pesatnya kemajuan teknologi
kedokteran, untuk menambah harapan hidup seseorang dengan penyakit kronik, akan
banyak dilakukan [enatalaksanaan pasien dengan alat-alat canggih. Namun,
konsekuensinya beban finansial keluarga pasien meningkat, kecuali jika pengobatan
ditanggung oleh pihak asuransi. Itulah sebabnya dokter keluarga diharapkan
mengutamakan pencegahan penyakit, salah satunya dengan penyuluhan kepada
pelanggannya.

Perilaku merokok masih merupakan masalah kesehatan dunia karena dapat


menyebabkan berbagai penyakit dan bahkan kematian (BKKBN, dalam Lizam 2009).
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, rokok adalah salah satu kebutuhan hidup.
Data pada Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tahun
2006 (dalam Supriadi, 2010) mencatat bahwa “rokok merupakan pengeluaran
terbesar kedua yaitu sebesar 11,89% setelah pengeluaran untuk padi-padian yang
mencapai 22,10%, dan lebih tinggi dari pengeluaran untuk biaya listrik, telepon dan
bahan bakar minyak (BBM) yang sebesar 10,95 % dan sewa dan kontrak tempat
tinggal yang mencapai 8,82%” (10 Fakta-Fakta Rokok di Indonesia, para. 5).
Menurut Setyoadi (2011, dalam Indonesia Menempati Urutan Pertama, para. 1),
Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah perokok remaja terbanyak di
dunia. Sekitar 80% perokok di Indonesia memulai kebiasaannya tersebut sebelum
berumur 19 tahun” (“Mengarahkan Sasaran,” para. 3). Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 pun menunjukkan bahwa usia pertama kali merokok tiap hari
yaitu usia 10–14 tahun sebanyak 9,6%, 15–19 tahun sebanyak 36,3%, 20–24 tahun
16,3%, 25–29 tahun sebanyak 4,4% dan ≥ 30 tahun sebanyak 3,2%. Riset ini
dilakukan di 33 provinsi dan secara nasional persentase usia mulai merokok tiap hari
yang menduduki tempat tertinggi adalah usia 15–16 tahun yaitu sebanyak 36,3%.
Berita Metro TV, 15 Februari 2013 pukul 16.20 pun memberitakan bahwa Indonesia
mendapat label, “Baby Smoker” karena prevalensi jumlah perokok anak yang
meningkat secara signifikan dan usia mulai merokok yang semakin muda. Kondisi ini
tentu saja memprihatinkan karena anak merupakan kelompok yang rentan dan
berpotensi menjadi perokok jangka panjang (Soerojo, dalam Astuti 2010). Perilaku
merokok yang dimulai pada usia anakanak dan remaja juga seringkali disertai dengan
perilaku kekerasan dan penggunaan narkoba.

Perilaku merokokpun membuat seseorang cenderung untuk mencoba obat-


obatan terlarang di masa depan (Fleming et al., dalam Taylor, 2006). Perokok aktif
berisiko untuk terkena kanker hati dan paru, bronkitis kronis, emphysema, gangguan
pernafasan, kerusakan dan luka bakar, berat badan rendah dan perkembangan yang
terhambat pada bayi (Center for The Advancement of Health dalam Taylor 2006).
Dampak rokok bahkan sudah terlihat pada perokok di umur 20-an yaitu terdapat
kerusakan permanen pada saluran kecil di paru-paru dan pembuluh darah mereka
serta cairan dari paru-paru perokok menunjukkan peningkatan sel radang dan
meningkatnya level kerusakan pada paru-paru (U.S. DHHS, dalam Slovic, 2001).
Perokok yang tidak berhenti sebelum berusia 35 tahun memiliki peluang sebesar 50%
meninggal disebabkan oleh penyakit yang berkaitan dengan rokok (Doll, et al., dalam
Mc.Vea, 2006). Sarafino (1998) menyatakan bahwa perilaku yang berkaitan dengan
kesehatan tidak terlepas dari keyakinan mereka dalam pengendalian diri. Seseorang
yang percaya bahwa ia memiliki kontrol penuh terhadap perilakunya maka ia akan
memiliki pengendalian diri internal sementara orang yang percaya bahwa faktor di
luar dirinyalah yang bertanggung jawab bagi perilakunya tersebut maka ia akan
memiliki pengendalian diri eksternal.

Pusat kendali kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan


perilaku kesehatan dan secara tidak langsung menentukan status sehat seseorang.
Dengan kata lain, pusat kendali kesehatan dimediasi oleh perilaku kesehatan yang
akan mempengaruhi status kesehatan orang tersebut. Hal ini terjadi karena keyakinan
ini telah dipelajari selama mereka hidup dan menjadi status kesehatan mereka pada
masa lalu dan juga pengalaman kesehatan yang bersifat pribadi dan nyata (Wallston
dalam Wallston, Stein & Smith, 1994). Lefcourt (1982) memiliki pendapat bahwa
pengendalian perilaku kesehatan pada individu tidak terlepas dari informasi yang
dimilikinya. Individu yang memiliki pusat kendali internal cenderung akan lebih
sensitif dan siap untuk mempelajari keadaan di sekitar mereka. Mereka memiliki rasa
ingin tahu untuk mencari, menerima dan memproses informasi lebih banyak daripada
mereka yang memiliki pusat kendali eksternal.

Orang yang memiliki pusat kendali internal, umumnya akan lebih berhati-hati
dan mempertimbangkan pilihan dan keterlibatan mereka dalam perilaku tertentu.
Sementara individu eksternal yang lebih dogmatis dan lebih percaya dengan hal-hal
yang gaib maka mereka lebih mudah dipengaruhi, merasa tidak berdaya dan tidak
mampu berurusan dengan kegagalan. Mereka juga dengan mudah mengalami
kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, orang yang memiliki pusat kendali eksternal
cenderung tidak memiliki solusi alternatif terhadap permasalahan mereka yang
bersumber dari pengetahuan yang memadai. Individu yang memiliki pusat kendali
eksternal mengalami kesulitan dalam membuat keputusan terkait dengan pemenuhan
kebutuhan mereka, tidak memiliki pandangan yang jelas tentang masa depan atau
kurang mampu mengintegrasikan fakta dan ide-ide baru. Perbedaan-perbedaan ini
juga dimulai dari fakta bahwa individu dengan pusat kendali internal percaya bahwa
mereka dapat bertindak atas keinginan mereka sendiri sehingga mereka memerlukan
informasi lebih. Sedangkan individu dengan pusat kendali eksternal cepat menerima
ketergantungan pada orang lain yang lebih kompeten dan situasi ini tidak
memerlukan banyak informasi (Lefcourt dalam Clarke, MacPherson & Holmes,
1982).

Penelitian yang dilakukan oleh Kenkel (1991) menunjukkan bahwa di antara


perilaku mengkonsumsi alkohol, merokok dan olahraga maka perilaku merokoklah
yang memiliki hubungan yang paling erat dengan pengetahuan tentang kesehatan. Hal
ini berarti bahwa perilaku merokok dapat dengan mudah berubah jika pengetahuan
tentang rokok dan dampaknya pada kesehatan meningkat. Lipperman-Kreda & Grube
(2009) menemukan bahwa perilaku merokok pada remaja sebagian besar merupakan
hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi terhadap konsekuensi
terkait dengan perilaku-perilaku mereka. Perilaku merokok mereka pun ditentukan
oleh keyakinan mereka terhadap perilaku tersebut diantaranya penghayatan sosial dan
resikoresiko kesehatan atau keuntungan-keuntungan dari merokok, kemudahan
mendapatkan rokok dan persepsi terhadap perilaku merokok yang berasal dari teman.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan


aspek yang menghubungkan antara pusat kendali kesehatan dan perilaku seseorang.
Artinya pengetahuan seseorang tentang rokok akan meningkatkan kontrol dirinya
pada masalah kesehatan. Orang yang memiliki pengetahuan yang benar tentang rokok
dan konsekuensinya akan cenderung memiliki pusat kendali kesehatan internal dan
tidak merokok. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sedikit pengetahuan tentang
rokok maka ia cenderung memiliki pusat kendali kesehatan eksternal dan merokok.

RUMUSAN MASALAH

1. Kandungan rokok dan bahaya merokok


2. Perilaku merokok
3. Penanggulangan dan edukasi merokok
BAB II PEMBAHASAN

ROKOK DAN KANDUNGANNYA

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003


tantang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, yang dimaksud dengan rokok adalah
hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan species lainnya
atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan
tambahan. Tembakau juga mengandung alkaloid yang beracun yaitu nikotin,
nikotinin, nikotein dan nikotelin. Gejala kerancunannya berupa diare, muntah, kejang-
kejang dan sesak nafas (Suryo Sukendro, 2007 : 28).

Kandungan yang terdapat pada rokok yaitu :


1. Tar. Yang dimaksud dengan tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon
aromatika yang bersifat karsinogenik (PP RI No. 19 Tahun 2003). Tar
terbentuk selama pemanasan tembakau dan kadar tar yang terdapat asap rokok
inilah yang menyebabakan adanya resiko kanker (Suryo Sukendro, 2007 : 83)
2. Nikotin Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat dalam
Nikotiana Tobacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sistesisnya
yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan (PP RI No. 19
Tahun 2003). Formula kimia dari nikotin adalah C10H14N2 yaitu cairan
berminyak yang beracun dan tidak berwarna atau terkadang berwarna
kekuningan. Nikotin merupakan obat perangsang yang memiliki efek
berlawanan yaitu memberikan rangsangan sekaligus menenangkan. Nikotin
menyababkan ketagihan karena dapat memicu dopamine yaitu unsur kimia di
dalam otak yang berhubungan dengan perasaan senang (Yumaria, 2002 : 17)
3. Karbon Monoksida
Merupakan gas beracun yang tidak berwarna dan terdapat pada rikok dengan
2% - 6%. Karbon monoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat
(afinitas) dengan hemoglogin (Hb) sejitar 200 kali lebih kuat dibandingkan
dengan daya ikat oksigen (O2) dengan Hb. Berbagai macam anggota tubuh
dapat terkena penyakit yang disebabkan oleh rokok.

Berikut adalah bagian-bagian tubuh dan penyakit yang ditimbulkan akibat


rokok (Suryo Sukendro, 2007 : 84-85; Yumaria, 2002 : 16 – 27) :
1. Mata
Rokok dapat menyebabkan katarak dan menyebabkan kebutaan. Resiko
perokok adalah tiga kali lebih tinggi dibanding dengan bukan perokok.
Mulut, tenggorokan, pita suara dan esophagus Rokok dapat menyebabkan
bagian tubuh mulut, tenggorokan, puat suara dan esofagus dan dapat
menyebabkan penyakit gusi, pilek dan kerongkongan kering. Lebih dari 90%
penderita kanker mulut adalah perokok dan tingkat kematian penderita kanker
mulut pada perokok lebih besar 20 sampai dengan 30 kali dibandingkan
dengan penderita kanker mulut yang bukn perokok.
2. Gigi
Pada perokok, resiko menderita periodontitis (gusi terbakar yang mengarah ke
infeksi dan akan merusak jaringan halus dan tulang) sebesar 10 kali lebih
tinggi.
3. Paru
Paru-paru Penyakit yang mungkin diderita oleh perokok pada fungsi tubuh
paru-paru adalah kanker paru-paru, pnemonia, bronkitis, asma dan batuk
kronis. Kematian akibat kanker paruparu yang disebabkan oleh rokok berkisar
lebih dari 80%. Selain itu, studi di Finlandia menunjukkan bahwa merokok
pasif menyumbang timbulnya penyakit asma pada orang dewasa. Dan di
Inggris, studi yang dilakukan oleh national Asma Campaign menunjukkan
bahwa rokok memicu serangan asma pada 80% penderita.
4. Perut
Perut Penyakit akibat merokok yang menyerang perut adalah kanker perut dan
lambung. Penelitian menunjukkan bahawa tingkat resiko kanker perut
berbanding lurus dengan jumlah dan lama merokok.
5. Ginjal
Ginjal Kanker ginjal dapat juga menyerang perokok dan kanker ini lebih
sering ditemukan di antara perokok dibandingkan dengan yang tidak
merokok.
6. Pancreas
Pankreas Tingkat kesembuhan kanker pankeas tidak lebih dari 4% pada
penderita yang lebih dari lima tahun menderita kanker ini.
7. Kandung kemih
Kantung kemih Kanker kandung kemih merupakan salah satu resiko yang
dapat diderita oleh perokok.
8. Leher rahim
Leher Rahim Kanker juga dapat menyerang di bagian leher rahim pada
perokok. Kehamilan Pada ibu hamil, merokok dapat menyebabkan bayi lahir
prematur, berat badan lahir rendah dan keguguran. Menurut WHO, wanita
merokok pada negara maju adalah 15%, pada negara berkembang adalah 8%.
Sedangkan di Amerika Serikat, wanita perokok mencapai 15%-30% dan
sebagian dari mereka adalah wanita hamil.
9. Tulang
Tulang Merokok dapat menyebabkan tulang rapuh.
10. Darah
Darah Resiko terkena kanker darah (leukimia) pada perokok adalah 1,53
sedangkan pada mantan perokok adalah 1,39.

Gambar 1. Perbedaan Paru Bukan Perokok


dan Paru Perokok
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2005 : 50), pengetahuan adalah hasil
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang
dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Waktu penginderaan sampai
menghasilkannya pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).

PERILAKU MEROKOK

Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi


masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika dia
masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus
dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo,
2004). Aktifitas yang secara langsung dapat diamati pada remaja laki – laki adalah
perilaku merokok. Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan
dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain
disekitarnya (Aula, 2010). Menurut Levy (dalam Nasution, 2007) perilaku merokok
adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan individu berupa membakar dan
menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya.

Menurut Laventhal dan Clearly ada empat tahap dalam perilaku merokok.
Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahapan Prepatory, Tahapan
Intination (Tahapan Perintisan Merokok),Tahap Becoming a smoker, Tahap
Maintaining of Smoking.Kandungan rokok membuat seseorang tidak mudah berhenti
merokok karena dua alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan
faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika
berhenti merokok (Aula, 2010).

Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbukan akibat


rokok, tetapi hal ini tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak
orang yang sedang merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang
oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki (Susilo, 2009). Ada 3 fase klinik
penting dalam kecanduan tembakau yaitu: mencoba, kadang-kadang menggunakan,
menggunakan setiap har (Subanada, 2008). Seperti penggunaan zat-zat (substances)
lainnya, terdapat beberapa faktor bagi remaja sehingga mereka menjadi perokok,
misalnya faktor psikologi, faktor biologi, faktor lingkungan (Subanada, 2008).

Menurut lembaga survey WHO tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat


ke 3 sebagai jumlah perokok terbesar di Dunia, dan kini Indonesia juga mencetak
rekor baru, yakni jumlah perokok remaja tertinggi di Dunia. Sebanyak 13,2 % dari
total keseluruhan remaja di Indonesia adalah perokok aktif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur remaja perokok 16-17 tahun dan semua telah memulai
merokok pada umur dibawah 15 tahun.

Perilaku merokok yang dinilai merugikan telah bergeser menjadi perilaku


yang menyenangkan dan menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Faktor terbesar dari
kebiasaan merokok adalah faktor sosial atau lingkungan. Terkait hal itu, kita tentu
telah mengetahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar,
baik keluarga, tetangga, ataupun teman pergaulan (Aula, 2010). Mereka merokok
disebabkan berbagai faktor ada yang bermula dari coba-coba, pengaruh dari teman
yang merokok. Orang yang merokok tersebut cenderung merokok pada saat
berkumpul dengan teman-temanya waktu pulang kuliah dan waktu santai.

Beragam kalangan memandang perilaku merokok sebagian besar mengarah


bahwa rokok memiliki dampak negatif. Merokok yaitu demi relaksasi dan
ketenangan, terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun
orang di sekitar perokok yang bukan perokok. Rokok memiki kandungan yang sangat
berbahaya. Bahkan masyarakat umum pun mengerti bahwa rokok dapat
membahayakan kesehatan. Dampak perilaku merokok bagi kesehatan yaitu dapat
menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin,
penyakit stroke, katarak, merusak gigi, osteoporosis, kelainan sperma (Aula, 2010).

Upaya mengatasi perilaku merokok pada orang yang merokok yaitu keputusan
untuk menggurangai konsumsi rokok secara bertahap serta dengan niat dan motivasi
yang kuat untuk tidak merokok, maka dari itu dibutuhkan suatu kesadaran yang tinggi
dari masing-masing mahasiswa, dalam hal ini pengelola asrama berperan aktif dalam
memperingatkan tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Menurut Wetherall, 2008
ada 5 langkah berhenti merokok yaitu pertama, tentukan sebab-sebab yang
mendorong keinginan kita untuk berhenti merokok. Kedua klasifikasikan rokok
sesuai tingkat esensinya. Ketiga, kurangi konsumsi rokok secara teratur dan bertahap.
Keempat, berhenti merokok secara total. Kelima, konsisten berhenti merokok
sepanjang waktu.

EDUKASI TERHADAP ORANG YANG MEROKOK


Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan Soekidjo Notoatmodjo (2003:21). Selain itu, sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan (Rogers disitasi oleh Soekidjo Notoatmodjo (2003:21) yaitu:
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

Tetapi berdasarkan penelitian, Rogers mengungkapkan bahwa perubahan


perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru
atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran,
dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan berlangsung lama. Penyuluhan berasal dari terjemahan counseling yang
merupakan bagian dari bimbingan. Dan penyuluhan adalah hubungan timbal balik
antara dua orang individu (penyuluh dan klien) untuk mencapai pengetian tentang diri
sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi pada waktu yang
akan datang (Natawijaya, 1987 disitasi oleh Heri DJ, 200 : 136). Pada dunia
kesehatan, sasaran penyuluhan kesehatan adalah masyarakat umum dengan orientasi
masyarakat pedesaan, masyarakat kelompok khusus, dan individu.

Proses Berhenti Merokok Secara mandiri:


1. Tiga bulan pertama dapat mengurangi subjek menyediakan banyak waktu
jumlah rokok yang dikonsumsi sebanyak untuk membantu subjek dalam
setengah bungkus rokok menjalani proses berhenti merokok.
2. Lima sampai tujuh bulan berikutnya dapat merokok tiga sampai lima batang
dalam satu hari
3. Memerlukan waktu selama satu setengah tahun untuk menjalani proses
berhenti merokok secara mandiri sehingga bisa menjalani gaya hidup sehat
4. Menghindar dari pergaulan teman-teman yang merokok
5. Mengalihkan perhatian jika ingin merokok dengan banyak melakukan
kegiatan
Faktor yang Mendukung Proses Berhenti Merokok Secara Mandiri:
1. Adanya dukungan dari keluarga besar
2. Keyakinan subjek untuk berhasil menjalani proses tersebut
3. Keinginan subjek untuk tidak ingin mengalami penyakit komplikasi yang
umumnya terjadi pada orang yang merokok

Adapun hal-hal yang dapat menghambat keinginan seseorang untuk berhenti


merokok
1. Niat dan keyakinan subjek masih tidak menentu
2. Awal menjalani program tersebut subjek masih sering terpengaruh oleh
teman-teman pergaulannya
Bentuk-bentuk dukungan sosial yang diperoleh
1. Dukungan emosi : keluarga subjek selalu memberikan perhatian penuh kepada
subjek, agar subjek dapat dengan lancar dan nyaman menjalani proses
berhenti merokok
2. Dukungan penghargaan : keluarga subjek sangat menyetujui niat subjek yang
ingin berhenti merokok
3. Dukungan instrumental : keluarga subjek menyediakan banyak waktu untuk
membantu subjek dalam menjalani proses merokok
4. Dukungan informasi ; keluarga banyak memberikan nasehat-nasehat saat
subjek ingin berhenti merokok
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat kita ketahui bahwa kebanyakan orang yang
merokok mengenal rokok itu dari lingkungan sekitarnya yaitu lingkungan pergaulan
di sekolah seperti teman-temannya atau di ligkungan keluarganya yang sebagian
besar juga melakukan aktivitas merokok dan bisa dikatakan sebagai perokok aktif.
Berbagai banyak lagi factor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mencoba
rokok dan akhirnya kecanduan. Hal ini yang dapat menyebabkan penurunan kualitas
generasi muda kebanggaan bangsa ini. Oelh karena saat sejak dini peranan keluarga
sangat penting dan sangat diperlukan untuk memantau perkembangan dan perilaku
anak sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP. 2009. RESPIROLOGI (Respiratory


Medicine). Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sitti Chotidjah. 2012. PENGETAHUAN TENTANG ROKOK, PUSAT KENDALI


KESEHATAN EKSTERNAL DAN PERILAKU MEROKOK. Bandung:Jurusan
Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

Bambang Wahyono, Chatila Maharani. 2010. PENINGKATAN PENGETAHUAN


TENTANG BAHAYA MEROKOK PADA SISWA SLTP NEGERI LIMBANGAN
KENDAL. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang

Samrotul Fikriyah, Yoyok Febrijanto. 2012. FACTORS THAT INFLUENCE THE


SMOKING BEHAVIOUR OF MALE STUDENTS IN DORMITORIES.
Kediri:STIKES RS. Baptis Kediri

Ratih Fatma Ardini, Wiwin Hendriani, S.Psi.,M.Si. 2012. Proses Berhenti Merokok
Secara Mandiri Pada Mantan Pecandu Rokok Dalam Usia Dewasa Awal. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Anda mungkin juga menyukai