Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu perilaku yang cukup banyak dilakukan
oleh masyarakat Indonesia. Sebagian penduduk Indonesia menganggap perilaku
ini sebagai suatu hal yang bermanfaat, mulai dari sebagai penghilang stres,
penambah rasa percaya diri, suatu yang membuat seseorang mendapat pengakuan
di lingkungan sekitar dan sebagainya. Namun, perilaku merokok merupakan suatu
kebiasaan yang dapat membahayakan kesehatan raga dan jiwa para pelakunya.
Kesehatan seseorang merupakan suatu hal yang cukup penting yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan orang tersebut, terlebih lagi dampaknya bagi negara.
Perilaku merokok dapat membuat kesehatan pelakunya menjadi tidak terjaga
dengan baik sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja pelakunya. Para
dokter perlu mengadakan suatu bentuk promosi kesehatan untuk dapat mengatasi
masalah perilaku merokok ini, khususnya pada aspek edukasi dan kebijakan.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, Rerata batang rokok yang dihisap
perhari penduduk umur ≥10 tahun di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu
bungkus). Proporsi penduduk umur ≥10 tahun di Sumatera Selatan sebesar 24,7
orang yang merokok setiap hari, dan 5,4 orang merokok kadang-kadang.
Berdasarkan data survey badan pusat statistik dan dinas kesehatan kota
Palembang pada tahun 2014, prevalensi perokok di kota Palembang adalah
sebesar 58,17 %. Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan
di Bangka Belitung (18 batang). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada
umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan
perokok perempuan (47,5% banding 1,1%).
Merokok dapat menyebabkan berbagai dampak gangguan kesehatan,
termasuk penurunan kognitif dan kemampuan fisik seseorang. Menurut American
Lung Association (2016), ada sekitar 600 bahan beracun di dalam rokok dan
banyak dari senyawa kimia tersebut merupakan senyawa karsinogenik serta
memberikan dampak negatif pada sistem kardiovaskular. Penyakit yang dapat
disebabkan oleh merokok yaitu gangguan penyakit saluran pernapasan (PPOK),
2

gangguan kardiovaskular, berbagai kanker, yaitu kanker kandung kemih, kanker


darah (acute myeloid leukimia), kanker serviks, kanker kolon dan rektum
(colorectal), kanker esofagus, kanker ginjal dan ureter, kanker laring, kanker hati,
kanker oroparing (termasuk tenggorokan, lidah, tonsil, palatum), kanker pankreas
dan perut, kanker trakea, bronkus, dan yang paling seering kanker paru (Smoking
And Cancer, 2014, Parsons, 2010). Menurut WHO (2017), lebih dari 1,1 miliyar
orang yang merokok di seluruh dunia pada tahun 2015 dan 1 dari 10 kematian di
dunia pada usia dewasa disebabkan oleh merokok serta sekitar 6 juta orang
meninggal karena rokok setiap tahunnya.
Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan merupakan salah satu aspek
yang mempengaruhi perilaku seseorang untuk merokok. Berdasarkan teori model
kepercayaan kesehatan (health belief model), edukasi merupakan faktor yang
penting mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang (Bayat et al., 2013).
Kurangnya pengetahuan sesorang akan menyebabkan individu merasa tidak
rentan terhadap gangguan kesehatan yang terjadi pada dirinya. Berbagai bentuk
promosi kesehatan yang dilakukan oleh berbagai fasilitas kesehatan pemerintah
ataupun swasta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
bahayanya merokok.
Kebijakan juga menjadi salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh
pengatur lembaga terkait untuk mengurangi jumlah orang yang merokok dalam
masyarakat lembaga tersebut (Pedoman KTR, 2011). Kebijakan mengenai rokok
yang baik dan tepat diharapkan dapat mempengaruhi perilaku seseorang sebagai
pencetus tindakan untuk berhenti merokok. hal ini pun diuraikan dalam teori
model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model). Faktor-faktor yang berperan
dalam teori Health Belief Model adalah perceived susceptibility, perceived
seriousness, perceived barrier, perceived benefit, self efficacy, dan Cues to action.
(Hayden, 2014).
FK Unsri merupakan salah satu tempat dimana terdapat perkembangan
yang cukup tinggi dalam hal pengetahuan kesehatan bagi masyarakat di dalamnya.
Masyarakat di FK Unsri merupakan orang-orang yang terdidik dalam menjaga
kesehatan dan mencegah sakit masing-masing individu dan masyarakat di
3

sekitarnya, khususnya mengenai perilaku merokok. FK Unsri juga merupakan


lembaga yang sadar akan pentingnya kebijakan-kebijakan yang dapat
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang tinggal di dalam FK Unsri
(KKI, 2012).
Penelitian dibutuhkan untuk membahas lebih dalam mengenai gambaran
pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas terhadap perilaku merokok di FK
Unsri. Terdapat faktor-faktor yang perlu dipelajari secara lebih teliti untuk
membahas gambaran pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas terhadap
perilaku merokok di FK Unsri secara lebih objektif dan akurat.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana gambaran perilaku (perceived susceptibility, perceived
seriousness, perceived barrier, perceived benefit, self efficacy, dan Cues to action)
merokok di FK Unsri berdasarkan pada aspek pengetahuan kesehatan dan
kebijakan fakultas di FK Unsri?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi gambaran pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas
dengan perilaku merokok di FK Unsri.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap risiko akibat
dari perilaku merokok.
2. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap keparahan
dampak perilaku merokok.
3. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap kesadaran
akan penyakit terkait gaya hidup tidak sehat akibat merokok
4. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap manfaat dari
berhenti merokok.
5. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap faktor-faktor
penghambat dari berhenti merokok
4

6. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap kepercayaan


seseorang untuk berhenti merokok
7. Mengetahui pandangan perokok aktif di FK Unsri terhadap faktor-faktor
pemicu berhenti merokok.
8. Mengidentifikasi pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas tentang
rokok terhadap perilaku merokok di FK Unsri.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai landasan ilmiah untuk
penelitian selanjutnya mengenai hubungan pengetahuan kesehatan dan kebijakan
fakultas dengan perilaku merokok.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Memberikan informasi tentang respons civitas akademika FK Unsri terhadap
perilaku merokok
2. Sebagai masukan untuk pembuat kebijakan langkah-langkah pengembangan
kawasan tanpa rokok agar lebih efektif.
3. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan promosi
kesehatan tentang lingkup pengendalian penyakit kronik dan degeneratif
terutama pada civitas akademika untuk meningkatkan faktor-faktor
pendukung agar para perokok berhenti merokok.
4. Memberikan gambaran tentang perilaku merokok di FK Unsri.
5. Sebagai masukan untuk memperhatikan faktor pengetahuan dan kebijakan
bagi pihak yang akan melakukan kegiatan promosi kesehatan terkait perilaku
merokok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengetahuan
2.1.1.1. Definisi Pengetahuan
5

Menurut Bloom (1997) pengetahuan adalah pemberian bukti seseorang


setelah melewati proses pengenalan atau pengingatan informasi atau ide yang
sudah diperolehnya sebelumnya. Pengetahuan dikelompokkan ke dalam ranah
kognitif dari tiga ranah perilaku, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Arvianti,
2009). Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2011).
Berdasarkan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari eleh
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yang disebut AIETA, yakni: (Sunaryo, 2004)
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana
didasari dengan pengetahuan dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo, 2011). Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni:
6

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat, menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
7

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi


atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada.

2.1.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan


Menurut Putra Fadlil (2011) dalam Ali Ma’ruf (2015), yang didukung oleh
penelitian Considine (2002), pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan
dipengaruhi oleh beberapa hal, sebagai berikut:
1. Faktor internal
a. Usia
Semakin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik. Akan tetapi, pada usia tertentu bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun
b. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman
pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal
ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
c. Intelegensia
Intelegensia diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir
abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar.
Intelegensia bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berfikir dan
mengolah berbagai informasi secara terarah, sehingga ia mampu menguasai
lingkungan.
d. Jenis Kelamin
Beberapa orang beranggapan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi
oleh jenis kelaminnya. Hal ini sudah tertanam sejak zaman penjajahan. Namun,
hal itu di zaman sekarang ini sudah terbantah karena apapun jenis kelamin
8

seseorang, bila dia masih produktif, berpendidikan, atau berpengalaman maka ia


akan cenderung mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi.
2. Faktor eksternal
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan tertentu, sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri
sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuannya.
b. Pekerjaan
Memang secara tidak langsung pekerjaan turut andil dalam mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan pekerjaan berhubungan erat
dengan faktor interaksi sosial dan kebudayaan, sedangkan interaksi sosial dan
budaya berhubungan erat dengan proses pertukaran informasi. Dan hal ini
tentunya akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
c. Sosial budaya dan ekonomi
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain,
karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh
suatu pengetahuan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi
seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-
hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang
memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir seseorang.
e. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapatkan
9

informasi yang baik dari berbagai media, missal TV, radio atau surat kabar maka
hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

2.1.1.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2011).
Seseorang dikatakan mengerti suatu bidang tertentu apabila orang tersebut
dapat menjawab secara lisan atau tulisan. Sekumpulan jawaban verbal yang
diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan (knowledge). Pengukuran
pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang bersangkutan
mengungkapkan apa yang diketahui dalam bentuk bukti atau jawaban, baik secara
lisan maupun tulisan. Pertanyaan atau tes dapat digunakan untuk mengukur
pengetahuan. Secara umum pertanyaan dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis
yaitu:
1. Pertanyaan subjektif, misal jenis pertanyaan lisan.
2. Pertanyaan objektif, misal pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), betul
atau salah dan pernyataan menjodohkan (Ali Ma’ruf, 2015).

2.1.1.4. Pengetahuan Tentang Rokok


Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica
dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa tambahan (Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan). Hal ini juga termasuk pada penggunaan rokok kretek, rokok putih,
cerutu atau bentuk lainnya. Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran
panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung Negara) dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang tela dicacah, biasanya
berasal dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya
10

atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa
bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun
2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan).
Pengetahuan tentang rokok adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang
tentang zat-zat yang dikandung oleh rokok, penyakit yang disebabkan oleh
perilaku merokok dan pengetahuan umum seputar rokok seperti akibat rokok pada
wanita hamil, remaja dan orang dewasa serta perokok pasif, prevalensi jumlah
rokok remaja di negara-negara berkembang, aturan periklanan rokok dan hari
bebas rokok sedunia (Amalia, 2014).
Menurut Sarafino (dalam Alawiyah), rokok mengandung bebarapa unsur
zat antara lain:
1. Nikotin
Nikotin terdapat dalam tumbuhan tembakau dengan kadar sekitar 1-4%.
Dalam setiap batang rokok terdapat sekitar 1,1 mg nikotin. Nikotin menimbulkan
ketergantungan. Dalam tembakau terdapat ratusan jenis zat lainnya selain dari
nikotin.
2. Tar
Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok,
tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker.
Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan
risiko timbulnya kanker. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok
dan bahan organik lain yang terbakar.

3. Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang bersifat toksin/ gas beracun yang tidak
berwarna, zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga membuat darah
tidak mampu mengikat oksigen. Kandungannya yang ada di dalam asap rokok 2-
6%.
4. Gas oksidan
11

Gas ini bisa bereaksi dengan oksigen. Keberadaannya pada tubuh lebih
meningkatkan risiko stroke dan serangan jantung akibat penggumpalan darah.
5. Benzene
Zat yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak ini bisa merusak sel
pada tingkat genetik. Zat ini juga dikaitkan dengan berbagai jenis kanker seperti
kanker ginjal dan leukimia.
6. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hidrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu
kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga bila disuntikkan sedikit pada
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan dan koma.
Tindakan merokok berbahaya bagi kesehatan bukan hanya untuk diri
sendiri, namun juga berbahaya bagi lingkungan di sekitar perokok tersebut.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 meyatakan bahwa sebesar 85% rumah tangga
di Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok meninggal
karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena terpapar asap rokok
orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio ini maka setidaknya 25.000 kematian di
Indonesia terjadi dikarenakan asap rokok orang lain (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berikut beberapa masalah kesehatan yang
ditimbulkan akibat merokok:
1. Penyakit saluran pernapasan
Menurut Kemkes tahun 2015, dampak dari perilaku merokok yang paling
pertama merusak organ tubuh akibat asap rokok adalah paru-paru. Asap rokok
tersebut terhirup dan masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru
mengalami radang, bronchitis, pneumonia. Bahaya dari zat nikotin yang
menyebabkan kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru dapat mengakibatkan
kanker paru-paru. Bahaya merokok bagi kesehatan ini tentu sangat berisiko dan
bisa menyebabkan kematian. Para perokok berisiko 12-13 kali lebih rentan untuk
meninggal akibat PPOK dibandingkan dengan bukan perokok (Better health
channel, 2016). PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) merupakan penyakit yang
80% kasusnya disebabkan karena merokok baik secara aktif maupun pasif (ASH.
12

2011). Penyakit ini biasanya bersifat progresif dan berhubungan dengan proses
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun, khususnya asap rokok.
Selain PPOK, tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan terbanyak di Indonesia juga lebih berisiko dialami oleh perokok
dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena terjadinya
gangguan status imunitas host serta struktur dan fungsi paru-paru (Better health
channel. 2016). Kebiasaan merokok juga meningkatkan kejadian eksaserbasi asma
pada dewasa (U.S. Department of Health and Human Services, 2010). Merokok di
usia dini akan memperlambat pertumbuhan paru sehingga fungsi paru menurun
dibandingkan dengan fungsi normal pada usianya.
2. Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Menurut Kemkes tahun 2015, stroke pada perokok aktif bisa saja
menderita serangan stroke, karena efek samping rokok bisa menyebabkan
melemahnya pembuluh darah. Kelemahan pembuluh darah dapat menyebabkan
aliran darah terhambat sehingga menyebabkan kerusakan di pembuluh darah di
otak. Hal tersebut dapat mengakibatkan stroke meskipun orang tersebut tidak ada
latar belakang darah tinggi atau penyakit penyebab stroke lainnya. Penyebab
stroke tersebut bersumber dari kandungan kimia berbahaya seperti nikotin, tar,
karbon monoksida dan gas oksidan yang terkandung dalam rokok. Sehingga
bahaya merokok bagi kesehatan terkena stroke hampir 505 terjadi pada seorang
perokok aktif. Teori menurut Dr. Judith Mackay dan Dr. George A. Mensah dalam
Afriyanti tahun 2015, menunjukkan Insiden infark miokard dan kematian akibat
PJK meningkat progresif sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap. Penyakit
kardiovaskular terkait kebiasaan merokok yang paling sering adalah penyakit
jantung koroner. Menurut penelitian Elisabeth, risiko terjadinya penyakit jantung
koroner meningkat 2-4 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok (Fezi, 2010). Nicotin dan karbon monoksida dapat membebani jantung
dengan cara membuat jantung bekerja lebih cepat. Zat kimia yang ada di asap
rokok dapat menggumpalkan darah dan membentuk gumpalan pada arteri koroner.
Selain itu, merokok juga dapat merusak dinding dari arteri koroner yang akan
menimbulkan terbentuknya trombus pada dinding arteri (Thun MJ et al. 2013).
13

3. Penyakit impotensi dan organ reproduksi


Efek bahaya merokok bagi kesehatan lainnya adalah bisa mengakibatkan
impotensi. Kasus seperti ini sudah banyak dialami oleh para perokok. Kandungan
bahan kimia yang sifatnya beracun tersebut bisa mengurangi produksi sperma
pada pria bahkan hingga terjadi kanker di bagian testis. Dampak dari merokok
bagi kesehatan remaja dapat meningkatkan risiko tidak memiliki keturunan.
Sedangkan pada wanita yang merokok, efek dari rokok juga bisa mengurangi
tingkat kesuburan wanita.
4. Penyakit lambung
Menghisap rokok dapat meningkatkan aktifitas otot di bawah
kerongkongan. Otot sekitar saluran pernafasan bagian bawah akan lemah secara
perlahan sehingga proses pencernaan menjadi terhambat. Bahaya merokok bagi
kesehatan juga bisa dirasakan sampai ke lambung, karena asap rokok yang masuk
ke sistem pencernaan akan menyebabkan meningkatnya asam lambung.
Peningkatan asam lambung yang terus menerus akan mengakibatkan penyakit
yang lebih kronis seperti tukak lambung yang lebih sulit diobati (Kemkes, 2015).
5. Kanker
Rokok menyebabkan sekitar 60.000 kasus baru kanker dalam setahun dan
22% kematian karena kanker di dunia (Eriksen et al.,2012). Merokok adalah
penyebab utama kanker paru-paru (U.S. Department of Health and Human
Services, 2010). Merokok juga meningkatkan risiko menderita paling tidak 13 tipe
kanker lain, termasuk kanker mulut, faring, hidung dan sinus, laring, esofagus,
hepar, pankreas, gaster, renal, intestinal, ovarium, vesica urinaria, serviks, dan
beberapa tipe leukemia. Kandungan tar dalam rokok yang bersifat karsinogenik
akan menempel di permukaan saluran napas cukup lama yang akan menyebabkan
perubahan sel normal menjadi sel ganas (Tobing, 2001).
6. Pengaruh Rokok terhadap Gigi
Hubungan antara merokok dengan kejadian karies, berkaitan dengan
penurunan fungsi saliva yang berperan dalam proteksi gigi. Risiko terjadinya
kehilangan gigi pada perokok, tiga kali lebih tinggi dibanding pada bukan perokok
(Andina, 2012 dalam Saraswati 2015)
14

7. Pegaruh Rokok Terhadap Mata


Rokok merupakan penyebab penyakit katarak nuklear, yang terjadi di
bagian tengah lensa. Meskipun mekanisme penyebab tidak diketahui, banyak
logam dan bahan kimia lainnya yang terdapat dalam asap rokok dapat merusak
protein lensa (Muhibah, 2011 dalam Saraswati 2015).
Menurut Satiti (2009), merokok membahayakan setiap organ di dalam
tubuh. Merokok menyebabkan penyakit dan memperburuk kesehatan. Berhenti
merokok memberikan banyak keuntungan. Hal ini dapat menurunkan risiko
penyakit dan kematian yang disebabkan oleh rokok dan dapat memperbaiki
kesehatan. Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok yaitu kanker
serviks, pankreas, ginjal, lambung, aneurisma aorta, leukemia, katarak,
pneumonia, dan penyakit gusi (Amalia, 2014)

2.1.2. Kebijakan
2.1.2.1. Definisi Kebijakan
Menurut Kent Buse (2012), Kebijakan (policy) adalah pernyataan yang
luas tentang maksud, tujuan dan cara yang membentuk kerangka kegiatan yang
dibuat oleh organisasi yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu.
Kebijakan Kesehatan dapat dipahami sebagai dokumen formal tertulis,
peraturan-peraturan, dan petunjuk-petunjuk dari keputusan para pembuat
kebijakan tentang tindakan yang tepat dan penting untuk meningkatkan sistem
kesehatan sehingga meningkakan kesehatan masyarakat (WHO, 2012).
Menurut Kent Buse (2012), kebijakan kesehatan adalah segala arah
tindakan yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan
aturan pembiayaan dalam sistem kesehatan. Kebijakan kesehatan merupakan
aplikasi dari kebijakan publik ketika pedoman yang ditetapkan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan nasional
ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan penduduk suatu
negara (Jurnal DPR, 2014, Ayuningtyas, 2014).
Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena Sektor
kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara. Sejumlah
15

pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons - menyerap


banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan.
Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit
perekonomian, melalui inovasi dan investasi dibidang technologi biomedis atau
produksi dan penjualan obat-obatan, atau dengan menjamin adanya populasi yang
sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian warga masyarakat mengunjungi
fasilitas kesehatan sebagai pasien atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah
sakit, klinik atau apotik atau sebagai profesi kesehatan–perawat, dokter, tenaga
pendukung kesehatan, apoteker, atau manajer. Karena pengambilan keputusan
kesehatan berkaitan dengan hal kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan
dalam kedudukan yang lebih istimewa dibanding dengan masalah sosial yang
lainnya (Buse et al., 2012).

2.1.2.2 Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan


Dalam membuat sebuah kebijakan kesehatan, perlu memperhatikan
segitiga kebijakan yang terdiri dari aktor, konten, konteks dan proses. Pada
kenyataannya, aktor baik individu, kelompok, atau organisasi dipengaruhi oleh
konteks, lingkungan di mana aktor hidup dan bekerja. Konteks dipengaruh oleh
banyak faktor seperti politik, ideologi, sejarah budaya, ekonomi, dan sosial baik
yang terjadi pada skala nasional maupun internasional yang memengaruhi
kebijakan kesehatan (Jurnal DPR, 2014). Proses pembuatan kebijakan dipengaruhi
oleh aktor yaitu posisi dalam struktur kekuasaan, nilai, pendapat dan harapan
pribadi. Konten kebijakan mencerminkan dimensi tersebut. Konten merupakan
substansi dari kebijakan yang secara detail menggambarkan bagian pokok dari
kebijakan tersebut. Aktor merupakan pusat dari kerangka kebijakan kesehatan.
Aktor merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut suatu individu,
kelompok dan organisasi yang memengaruhi suatu kebijakan. Aktor pada
dasarnya memang memengaruhi kebijakan namun seberapa luas dan mendalam
dalam memengaruhi kebijakan tergantung dari kekuasaannya. Kekuasaan
merupakan campuran dari kekayaan individu, tingkat pengetahuan, dan otoritas
yang tinggi (Buse et al., 2012).
16

Gambar 1. Segitiga Kebijakan Kesehatan


Melalui analisis kebijakan akan diketahui mengenai apa dan bagaimana
hasil (outcome) kebijakan dan sekaligus sebagai piranti untuk membuat model
kebijakan yang akan datang dan mengimplementasikan kebijakan tersebut dengan
lebih efektif (Buse et al., 2012).

2.1.2.3. Peraturan Larangan Merokok di Indonesia (Kawasan Tanpa Rokok)


Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di
tempat-tempat yang ditetapkan. Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan
peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian enam pasal 22 – 25. Pasal 25
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan
Tanpa Rokok. Kesehatan merupakan hak fundamental masyarakat, dan negara
berkewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan termasuk mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan diantaranya masalah rokok. Mengingat asap
rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi membahayakan orang
disekitarnya yang menghirup asap rokok atau perokok pasif. Berkaitan dengan itu
pemerintah melalui Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang
menyatakan Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di
wilayahnya (Pangestu, 2016).
Kemenkes RI menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah
satu upaya untuk melindungi masyarakat terhadap dampak paparan asap rokok
17

terhadap kesehatan. KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan
rokok. Ruang lingkup KTR meliputi tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup,
sarana kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat
ibadah, dan angkutan umum. Sampai dengan tahun 2014 (Juni 2014), sebanyak
144 kab/kota di 32 provinsi telah memiliki kebijakan mengenai KTR (Profil
Kesehatan Indonesia, 2013).
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau (Pedoman KTR,
2011). Kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif
dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain.
Menurut WHO, cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap rokok
dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya.
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, juga mencantumkan
peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat
Adiktif, pasal 115. Menindaklanjuti pasal 25 PP 19/2003, beberapa pemerintah
daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (Pangestu, 2016).
Provinsi Sumatera Selatan juga telah membuat kebijakan mengenai KTR ini yaitu
pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 7/ Tahun 2015.
Palembang merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki
Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100%
Kawasan Tanpa Rokok yaitu tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan
Daerah No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan
satu-satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan
standard internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak
menyediakan ruang untuk merokok (Pangestu, 2016). Area Kawasan Tanpa
Rokok meliputi: (Bawanta, 2015, Pedoman KTR, 2011)
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Suatu tempat atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
18

yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Faslitias pelayanan kesehatan


yang dimaksud adalah Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Poliklinik, Puskesmas,
Balai pengobatan, Laboratorium, Posyandu, Tempat praktek kesehatan swasta.
2. Tempat Proses Belajar Mengajar
Sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan
pelatihan. Tempat kegiatan proses belajar mengajar yang di maksud adalah
sekolah, perguruan tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja,
bimbingan belajar, dan tempat kursus.
3. Tempat Anak Bermain
Area atau tempat baik terbuka maupun tertutup, yang digunakan untuk
kegiatan bermain anak-anak. Tempat anak bermain yang dimaksud adalah
kelompok bermain, penitipan anak, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan taman
kanak-kanak.
4. Tempat Ibadah
Bangunan atau ruang tertutup atau terbuka yang memiliki ciri-ciri tertentu
yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga. Tempat ibadah
yang dimaksud adalah pura, masjid atau mushola, gereja, vihara, dan klenteng.
5. Angkutan Umum
Alat trasnportasi bagi masyarakat yang berupa kendaraan darat, air, dan
udara biasanya dengan kompensasi. Angkutan umum yang dimaksud adalah bus
umum, taxi, angkutan kota termasuk kendaraan wisata, bus angkutan anak sekolah
dan bus angkutan karyawan, angkutan antar kota, angkutan pedesaan, angkutan
air, dan angkutan udara.
6. Tempat Kerja
Ruang atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap dimana
tenaga bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber bahaya. Tempat kerja yang dimaksud adalah perkantoran
pemerintah baik sipil maupun TNI dan POLRI, perkantoran swasta, industri, dan
bengkel.
7. Tempat Umum
19

Semua tempat terbuka atau tertutup yang dapat diaskses oleh masyarakat
umum dan atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan
masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tempat
umum yang dimaksud adalah pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata,
tempat hiburan, hotel, restoran, tempat rekreasi, halte, terminal angkutan umum,
terminal angkutan barang, pelabuhan, dan bandara.
8. Tempat Lain yang ditetapkan
Tempat terbuka yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan
masyarakat.

2.1.2.4. Langkah-Langkah Pengembangan kawasan Tanpa Rokok


Menurut Pedoman KTR (2011) dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia No. 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok di Lingkungan Sekolah, petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada
pimpinan/pengelola tempat proses belajar mengajar dengan menjelaskan perlunya
Kawasan Tanpa Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan Kawasan Tanpa
Rokok di area tersebut. Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan/pengelola
tempat belajar mengajar setuju untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok.
Contoh tempat proses belajar mengajar adalah sekolah, kampus, perpustakaan,
ruang praktikum dan lain sebagainya. Yang perlu dilakukan oleh
pimpinan/pengelola untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok adalah
sebagai berikut :

1. Analisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan
pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan
bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/guru/dosen/siswa) terhadap
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai
dasar membuat kebijakan.
20

2. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan Kawasan


Tanpa Rokok.
Pihak pimpinan mengajak bicara karyawan/guru/dosen/siswa yang
mewakili perokok dan bukan perokok untuk :
• Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat Kawasan Tanpa Rokok.
• Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok.
• Meminta masukan tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, antisipasi
kendala dan sekaligus alternatif solusi.
• Menetapkan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme
pengawasannya.
• Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi karyawan/guru/dosen/ siswa.
Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok kerja
penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
3. Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan
cara melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur antara lain :
• Membuat surat keputusan dari pimpinan tentang penanggung jawab dan
pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses belajar mengajar.
• Instrumen pengawasan.
• Materi sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
• Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok.
• Mekanisme dan saluran penyampaian pesan tentang KTR di tempat proses
belajar mengajar melalui poster, stiker larangan merokok dan lain sebagainya.
• Pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok.
• Pelatihan kelompok sebaya bagi karyawan/guru/dosen/siswa tentang cara
berhenti merokok.
5. Sosialisasi Penerapan Kawasan
Tanpa Rokok antara lain :
• Sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan internal bagi
karyawan/guru/ dosen/siswa.
21

• Sosialisasi tugas dan penanggung jawab dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa


Rokok.
6. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok
• Penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok kepada karyawan/
guru/dosen/siswa melalui poster, tanda larangan merokok, pengumuman,
pengeras suara dan lain sebagainya.
• Penyediaan tempat bertanya.
• Pelaksanaan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok.
7. Pengawasan dan Penegakan Hukum
• Pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses belajar mengajar mencatat
pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
• Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan yang ditunjuk, baik
diminta atau tidak.
8. Pemantauan dan Evaluasi
• Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah
dilaksanakan.
• Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap masalah kebijakan.
Denda yang diberlakukan berdasarkan Perda Provinsi Sumatera Selatan
No. 7 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok:
(1) Pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah ini, diancam dengan hukum
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.

2.1.3. Merokok
2.1.3.1. Definisi Merokok
Merokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan aktivitas
menghisap rokok. Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian
menghisap asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Merokok
adalah suatu kebiasaan mengisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-
22

hari, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan lagi bagi orang yang
mengalami kecenderungan terhadap rokok. Rokok merupakan salah satu bahan
addiktif. Zat addiktif dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Sifat
addiktif rokok berasal dari nikotin yang dikandungnya. Setelah seseorang
menghirup asap rokok, dalam 7 detik nikotin akan mencapai otak (Amalia, 2014,
Soetjiningsih, 2010).
Orang yang merokok bisa disebut sebagai perokok, yang artinya adalah
orang yang dalam satu hari menghisap satu batang selama 1 tahun atau pernah
mengonsumsi rokok setidaknya 100 batang selama hidup. WHO dalam Depkes
tahun 2004 mendefinisikan perokok sebagai mereka yang merokok setiap hari
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 6 bulan selama hidupnya, dan masih
merokok saat survey penelitian dilakukan (Octafrida, 2011)

2.1.3.2 Prevalensi Merokok


Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, rerata proporsi perokok saat ini di
Indonesia adalah 29,3 persen. Proporsi penduduk umur ≥10 tahun di Sumatera
Selatan sebesar 24,7 orang yang merokok setiap hari, dan 5,4 orang merokok
kadang-kadang. Berdasarkan data survey badan pusat statistik dan dinas kesehatan
kota Palembang pada tahun 2014, prevalensi perokok di kota Palembang adalah
sebesar 58,17 %. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau dengan
perokok setiap hari 27,2 persen dan kadang-kadang merokok 3,5 persen. Perilaku
merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke
2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen
tahun 2013. 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap
rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen
perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil
indeks kepemilikan terendah. Rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah
sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan
tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang). Menurut The Tobacco Atlas 3rd edition
tahun 2009, persentase penduduk dunia yang mengkonsumsi tembakau
didapatkan paling banyak yaitu pada penduduk Asia dan Australia yang mencapai
23

57%, yang 10% nya berada di kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai
negara paling tinggi pengkonsumsi rokok di ASEAN yaitu mencapai 46,16%
(Infodatin, 2014). WHO memperkirakan jumlah perokok di Indonesia yang terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, perokok di Indonesia mencapai 35,7%
dan meningkat hingga 3,8%, yaitu mencapai 39,5% pada tahun 2015. WHO
memprediksi perokok di Indonesia dapat mecapai 42,7% jika pemerintah tidak
melakukan tindakan tegas. Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) dan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyatakan bahwa
prevalensi perokok pada laki-laki lebih tinggi 16 kali (65,8%) dibandingkan
perempuan (4,2%) (Infodatin, 2014).
Pada umumnya, orang yang mencoba merokok dimulai sejak muda
sehingga mereka belum mengetahui risiko yang diakibatkan oleh bahaya adiktif
rokok ini. Hal ini dibuktikan bahwa hampir 80% perokok mulai merokok saat
usianya belum mencapai 19 tahun. Hal ini dibuktikan berdasarkan data GYTS
tahun 2014 (Global Youth Tobbaco Survey), anak sekolah merokok mencapai
20,3% (laki-laki 36%, perempuan 4,3%), anak sekolah pada usia 13-15 tahun
yang terpapar asap rokok di dalam rumah mencapai 57,3% dan di tempat umum
mencapai 60%. Dari data ini didapat 6 dari setiap 10 anak sekolah usia 13-15
tahun terpapar asap rokok didalam rumah dan di tempat-tempat umum atau bisa
disebut menjadi perokok pasif (GYTS Indonesia, 2014).
2.1.3.3 Klasifikasi Perokok
Menurut Sitepoe pada tahun 1999, perilaku merokok dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya, antara
lain: (Khrisna, 2016)
1. Perokok ringan adalah perokok yang mengonsumsi satu hingga sepuluh
batang rokok per hari.
2. Perokok sedang adalah perokok yang mengonsumsi sebelas hingga dua puluh
empat batang per hari.
3. Perokok berat adalah perokok yang mengonsumsi lebih dari dua puluh empat
batang rokok per hari.
24

Sementara Mu’tadin juga membuat klasfikasi berdasarkan jumlah dan


intensitas waktu merokok sehingga membagi perokok menjadi empat golongan,
perokok ringan(Sekitar 10 batang per hari, selang waktu 60 menit setelah bangun
tidur) perokok sedang (11-21 batang rokok per hari, selang waktu 31-60 menit
setelah bangun tidur), perokok berat (21-30 batang rokok per hari, selang waktu 6-
30 menit setelah bangun tidur) dan perokok sangat berat (Lebih dari 31 batang
rokok per hari, selang waktu lima menit setelah bangun tidur)
Sedangkan menurut laporan kesehatan yang dituliskan oleh Kemenkes RI
tahun 2011, (Hidayat 2012) kategori perilaku perokok di bagi menjadi empat,
antara lain.
1. Merokok setiap hari: jika individu merokok setiap hari, tidak dilihat berapa
jumlah rokok setiap hari.
2. Merokok kadang-kadang: jika individu merokok dan tidak merokok setiap hari
tapi pasti merokok dalam satu bulan.
3. Mantan perokok: jika individu pernah merokok dan dalam satu tahun terakhir,
individu tersebut sudah tidak merokok.
4. Bukan perokok: jika individu tidak pernah sekalipun merokok dalam hidupnya.
Indeks Brinkman (IB) juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi
perokok yaitu dengan rumus: jumlah rata-rata konsumsi rokok perhari (batang) x
lama merokok (tahun), dengan hasil ringan (0-199), sedang (200-599) dan berat
(>600) (Bustan, 2007)

2.1.3.4 Tahapan Merokok


Menurut Leventhal & Cleary tahun 1980 dan Flay tahun 1993, seseorang
akan melalui empat tahapan untuk menjadi perokok, yakni (Sulati, 2015):
1. Tahap preparatory (persiapan)
Pada tahap ini, keinginan merokok ditimbukna akibat seseorang yang
mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan cara
mendengar, melihat, atau dapat juga dari hasil bacaan.
2. Tahap initiation (permulaan)
Pada tahap ini, seseorang akan mulai untk mencoba merokok. Selanjutnya
dia akan memutuskan apakah akan meneruskan perilaku merokok ini atau
berhenti.
25

3. Tahap becoming a smoker (menjadi perokok)


Pada tahap ini, seseorang telah dianggap sebagai perokok. Seseorang akan
sendrung terus merokok bila dia telah merokok minimal 4 batang sehari.
4. Tahap maintenance of smoking (perokok tetap)
Pada tahap ini, merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri
(self-regulating). Merokok dianggap memberikan efek fisiologis yang
menyenangkan. Semakin panjang tahapan yang sudah dilewati pelaku merokok,
maka akan semakin sulit pula perilaku merokok untuk dihentikan.

2.1.4. Perilaku
2.1.4.1. Definisi Perilaku
Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup:
berjalan, berbicara, bereaksi berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan
internal (internal activity) seperti berpikir persepsi, dan emosi juga merupakan
perilaku manusia Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan
oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara
tidak langsung (Notoatmodjo, 2011).
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor lain dari orang yang bersangkutan
(Azwar, 2007).
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat
merugikan bagi bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Meskipun
semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan oleh aktivitas
merokok, hal itu tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang
masih dapat di tolerir oleh masyarakat (Aula, 2013).
Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat
suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya
terbatas hanya pada tiga hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap
umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi
tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma objektif (subjective norms)
26

yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita
perbuat.Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma- norma subjektif
membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu. Teori perilaku beralasan
diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori
Perilaku Terencana (theory of planned behavior). Inti teori ini mencakup 3 hal
yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku
tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan
tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan
kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).

2.1.4.2. Health Belief Model


Health Belief Model merupakan model kepercayaan kesehatan yang
merupakan hasil penjabaran dari model sosiopsikologi. HBM dikenal sebagai
model pengharapan suatu nilai, yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang
akan melibatkan diri dalam perilaku sehat bila mereka menilai hasil (menjadi
sehat) terkait perilakunya dan mereka pikir bahwa perilaku tersebut sepertinya
dapat memberikan hasil (Edberg, 2007 dalam Larasati, 2016)
Teori HBM ini mengacu pada Rosenstock (1966) yaitu perceived threat
yaitu penilaian individu akan ancaman yang akan terjadi akibat masalah kesehatan
yang mungkin akan berisiko terhadap penyakitnya. Terletak pada aspek perceived
susceptibility dan perceived severity. Serta perceived effectiveness, yaitu penilaian
akan keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tingkah laku kesehatan yang
komponennya penting untuk memprediksi perilaku sehat protektif. dilakukan
untuk menanggulangi masalah kesehatanya. Terdiri dari perceived benefits dan
perceived barriers (Sholihah, M. 2014)
Menurut WHO, Sehat (Health) dapat dipahami sebagai sebuah kata
abstrak atau suatu istilah yang memiliki fungsi agar seseorang dapat hidup secara
produktif dalam kehidupan individual, sosial dan ekonomi. Kesehatan adalah
sumber dari kehidupan sehari-hari namun bukan benda diartikan sebagai benda
yang hidup. Ini adalah konsep positif yang mengutamakan pada bidang sosial dan
27

personal dan juga kemampuan fisik. Sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut
peneliti belief adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku
tertentu. Misalnya individu percaya bahwa belajar sebelum ujian akan
berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan tersebut terkadang tanpa
didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara logika (Putri, 2016).
Model adalah seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam
perilaku, cita-cita dan tujuan hidup yang akan dicapai individu. Health Belief
Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu untuk
mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Health
Belief Model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai
kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner, 2005 dalam Putri 2016).
Health Belief Model adalah suatu model yang digunakan untuk
menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga
individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa
perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health Belief Model
ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga
respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.
Namun akhir-akhir ini teori Health Belief Model digunakan sebagai prediksi
berbagai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Putri 2016).
Perkembangan dari HBM tumbuh pesat dengan sukses yang terbatas pada
berbagai program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di tahun 1950-an. Apabila
individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat
variabel kunci dua tambahan yang baru-baru ini diungkapkan para ahli yang
terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap
suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan
yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi
28

tindakan tersebut. Di mana komponen-komponennya disebutkan di bawah ini.


Gambaran Health Belief Model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya:
1. Perceived susceptibility
Dimensi ini merupakan keyakinan/kepercayaan seseorang tentang
kerentanan dirinya untuk terjangkit suatu penyakit atau melakukan suatu
kebiasaan (Hayden, 2014). Jika seseorang tahu ia berisiko terkena suatu penyakit,
maka ia akan lebih berperilaku sehat guna menghindar dari penyakit itu.
Sebaliknya, jika mereka tahu mereka tidak berisiko, mereka akan cenderung
mengadopsi perilaku yang tidak sehat (Rose, 2014). Di dalam kasus penyakit
secara medis, dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa,
perkiraan pribadi terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan
susceptibilily (kepekaan) terhadap penyakit secara umum.
2. Perceived seriousness
Dimensi ini merupakan keyakinan/kepercayaan seseorang tentang
keparahan atau bahayanya suatu penyakit atau kebiasaan. Meskipun keparahan
yang dirasakan biasanya dilatarbelakangi pengetahuan medis, hal ini bisa juga
diperoleh dari pemikiran orang itu tentang kesulitan dan kerugian yang dialami
jika menderita penyakit atau kebiasaan tersebut (McCormick- Brown dalam
Hayden, 2014). Contoh, flu biasanya dianggap penyakit yang umum. Namun pada
orang yang menderita asma, flu menjadi momok yang sangat ditakuti dan bisa
membuat mereka masuk rumah sakit. Atau pada orang yang wirausaha, flu bisa
membuat pekerjaan terbengkalai sehingga pemasukan menjadi terhambat. Maka
perilaku kesehatan orang yang asma atau wirausaha umumnya berbeda dengan
perilaku kesehatan orang biasa. Banyak ahli yang menggabungkan kedua
komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan (perceived threat).
3. Perceived benefitsm
Dasar dari dimensi ini adalah pendapat seseorang mengenai nilai berguna/
manfaat suatu perilaku untuk mengurangi risiko berkembangnya suatu penyakit
(Kim, 2012). Orang sering mengadopsi perilaku sehat jika mereka percaya
perilaku baru itu bisa mengurangi kemungkinan mereka terkena penyakit tertentu.
29

Keuntungan yang dirasakan berperan penting dalam pembangunan


perilaku pencegahan penyakit sekunder (Aboyoun, 2014). Penerimaan
susceptibility sesorang terhadap suatu kondisi yang dipercaya dapat menimbulkan
keseriusan (perceived threat) adalah mendorong untuk menghasilkan suatu
kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini tergantung pada
kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia
dalam mengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan-keuntungan yang
dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut.
Ketika seorang memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan
(susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika upaya
tersebut dirasa manjur dan cocok.
4. Perceived barriers
Dimensi ini adalah pandangan individu terhadap hambatan yang dirasakan
untuk berubah, atau apabila individu menghadapi rintangan yang ditemukan
dalam mengambil tindakan tersebut. Menurut Janz & Becker, halangan yang
dirasakan merupakan yang paling signifikan dalam mengetahui perubahan
perialku kesehatan. Supaya perilaku baru bisa diadopsi, seseorang harus percaya
bahwa keuntungan melakukan perilaku baru lebih banyak dibanding konsekuensi
perilaku lama (Janz dalam Glanz, 2008). Sebagai tambahan untuk empat
keyakinan (belief) atau persepsi. Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu
upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang
dirasakan (seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin
berperan sebagai halangan untuk merekomendasikan suatu perilaku.
5. Cues to action
Suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku (Becker dkk, 1997 dalam
Conner & Norman, 2003). Isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal
maupun internal, misalnya pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran
kawan atau anggota keluarga lain, aspek sosiodemografis misalnya tingkat
pendidikan, lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan orang tua,
30

pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, self-
efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai kemampuan untuk
melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu.
6. Self-Efficacy/ Confidence
Self efficacy adalah kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya
sendiri untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Orang cenderung tidak akan
melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka yakin mereka bisa melakukannya.
Jika seseorang yakin suatu perilaku berguna, namun ia tidak yakin bisa
melakukannya, maka ia tidak akan melakukannya (Hayden, 2014).
Health Belief Model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik
psikologis (Conner & Norman, 2003), dan juga dipengaruhi oleh structural
variable, contohnya adalah ilmu pengetahuan (Sarafino, 1994).
Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi Health
Belief Model individu (Bayat et al., 2013). Kurangnya pengetahuan akan
menyebabkan individu merasa tidak rentan terhadap gangguan, yang dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Edmonds dan kawan-kawan adalah osteoporosis
(Edmonds dkk, 2012). Karakteristik psikololgis merupakan faktor yang
mempengaruhi Health Belief Individu (Conner & Norman, 2003). Dalam
penelitian ini, karakteristik psikologis yang mempengaruhi Health Belief Model
kedua responden adalah ketakutan kedua responden menjalani pengobatan secara
medis (Hayden, 2014).
Beberapa faktor Health Belief Model berbasis kognitif (seperti keyakinan
dan sikap) dan berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan
keputusan individu dalam menentukan cara sehat individu. Dalam kajian
psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih perilaku
sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model
kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner, 2005).
31

Gambar 2. Bagan Health Belief Model


Sumber: Jones & Bartlett Learning, 2014
32

Gambar 3. Bagan Health Belief Model


Sumber: Forest Research, 2012

2.2. Kerangka Teori

Kerentanan(risiko)
mendapat penyakit
(kanker, penyakit
jantung)

Perasaan
terancam
Keparahan penyakit penyakit
yang dapat timbul
dan akibatnya (usia Pemicu untuk
dan produktivitas kesiapan berhenti
semakin rendah merokok
karena kesehatan - Kebijakan
menurun)

Perubahan Perilaku
Kepercayaan perokok atas Keinginan/ niat (mengadopsi atau
kemampuannya untuk untuk berhenti meninggalkan)
berhenti merokok merokok berhenti dari
kebiasaan merokok

Manfaat berhenti
merokok yang dapat
dirasakan (Sehat,
Hambatan
hemat, yang
produktivitas
dirasakan
meningkat)secara
nyata untuk berhenti
merokok (ajakan
teman, lingkungan)
33

Efektivitas yang
dirasakan

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi observasional deskriptif
dengan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gambaran pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas terhadap
perilaku merokok di FK Unsri menggunakan data primer melalui observasi,
wawancara mendalam, dan focus group discussion (FGD). Analisis perilaku
kesehatan menggunakan konsep Health-Belief Model. Ciri penelitian kualitatif
adalah deskriptif dimana laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Maleong, 2014).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017 hingga November 2017.
3.2.2. Tempat Penelitian
34

Penelitian dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya Bukit dan Madang di Palembang.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perokok aktif di lingkungan FK
Unsri. Pemilihan informan ini didasari sifat populasi perokok aktif di Fakultas
Kedokteran Unsri yang dianggap sudah homogen secara definisi memiliki
perilaku merokok, sehingga mampu memenuhi persyaratan FGD yang
mengharuskan informannya memiliki sifat yang homogen agar tidak tercipta
kesenjangan persepsi atau perception gap (Gunawan, 2015).
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
Purposive sampling digunakan untuk mendapatkan informasi sesuai dengan
tujuan penelitian. Penelitian membutuhkan penentuan informan kunci (key
informant) yang sesuai dengan fokus penelitian. Pemilihan informan memiliki
kriteria sesuai dengan topik penelitian dan kecukupan data yang dapat
mengambarkan semua fenomena dalam topik penelitian yang dimaksudkan untuk
mengarah kepada pemahaman secara mendalam (Moleong, 2014).
Responden in-depth interview dalam penelitian ini yaitu:
Beberapa orang dari civitas akademika FK Unsri yang terdiri dari:
- 1 orang pembuat kebijakan rokok FK Unsri
- 1 orang pelaku edukator kesehatan tentang rokok FK Unsri
- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan profesi FK Unsri.
- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan preklinik FK Unsri
- 1 orang staf administrasi perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga keamanan/kebersihan perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga kantin perokok aktif FK Unsri

Responden focus group discussion 1 dalam penelitian ini yaitu:


- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan profesi FK Unsri.
- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan preklinik FK Unsri
- 1 orang staf administrasi perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga keamanan/kebersihan perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga kantin perokok aktif FK Unsri

Responden focus group discussion 2 dalam penelitian ini yaitu:


35

- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan profesi FK Unsri.


- 1 orang mahasiswa perokok aktif pendidikan preklinik FK Unsri
- 1 orang staf administrasi perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga keamanan/kebersihan perokok aktif FK Unsri
- 1 orang penjaga kantin perokok aktif FK Unsri

Pengumpulan data dianggap selesai jika penambahan data dan responden


tidak lagi memberikan informasi baru dalam analisis.
3.4 Definisi Operasional
3.4.1. Perilaku Merokok
Merokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan aktivitas
menghisap rokok. Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian
menghisap asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Suatu
kebiasaan mengisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,
merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan lagi bagi orang yang
mengalami kecenderungan terhadap rokok (Amalia, 2014).
3.4.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah pemberian bukti seseorang setelah melewati proses
pengenalan atau pengingatan informasi atau ide yang sudah diperolehnya
sebelumnya (Bloom, 1997). Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2011).
3.4.3 Kesehatan
Sehat (Health) dapat dipahami sebagai sebuah kata abstrak atau suatu
istilah yang memiliki fungsi agar seseorang dapat hidup secara produktif dalam
kehidupan individual, sosial dan ekonomi.
3.4.4 Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah pernyataan yang luas tentang maksud, tujuan
dan cara yang membentuk kerangka kegiatan yang dibuat oleh organisasi yang
bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu (Buse et al., 2012).
36

3.4.5 Fakultas Kedoteran


Institusi Pendidikan (Fakultas) Profesi Dokter adalah institusi yang
melaksanakan pendidikan profesi dokter dalam bentuk fakultas yang merupakan
pendidikan universitas (KKI, 2012).
3.4.6 Kerentanan yang dirasakan (Perceived Susceptibilty)
Keyakinan/kepercayaan seseorang tentang kerentanan dirinya untuk
terjangkit suatu penyakit atau melakukan suatu kebiasaan
3.4.7 Keparahan yang dirasakan (Perceived Seriousness)
Keyakinan/kepercayaan seseorang tentang keparahan atau bahayanya
suatu penyakit atau kebiasaan
3.4.8 Keuntungan yang dirasakan (Perceived Benefitsm)
Pendapat seseorang mengenai nilai berguna suatu perilaku untuk
mengurangi risiko berkembangnya suatu penyakit
3.4.9 Hambatan yang dirasakan (Perceived Barrier)
Hambatan apa saja yang menghalanginya dalam mengadopsi perilaku baru
3.4.10 Pencentus untuk bertindak (Cues to Action)
Pemicu (bisa berupa orang, kejadian, atau benda) yang menggerakkan
orang untuk mengadopsi suatu perilaku atau mengubah suatu perilaku
3.4.11 Self-Efficacy/ Confidence
Kepercayaan perokok atas kemampuannya untuk berhenti merokok
3.4.12 Sikap
Sikap adalah reaksi individu terhadap promosi kesehatan Kawasan Tanpa
Rokok di FK Unsri (bisa berupa perasaan, pernyataan, atau perilaku) sebagai
tindak lanjut dari kepercayaan dan pemahaman.
3.4.13 Fenomena
KBBI (2016) menyatakan bahwa fenomena adalah hal-hal yang dapat
disaksikan dengan panca indra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
3.4.14 Kawasan Tanpa Rokok
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun
2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan pada pasal 1 ayat 11, Kawasan Tanpa Rokok adalah
37

ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk
Tembakau.

3.4.15 Focus Group Discussion


Focus Group Discussion adalah jenis metode pengumpulan data kualitatif
yang melibatkan beberapa kelompok individu yang homogen secara latar
belakang dan demografi untuk kemudian ditanyakan persepsi, opini, pengetahuan,
kepercayaan, dan sikap mereka terhadap suatu masalah. Jumlah optimal peserta
FGD dalam satu sesi adalah 5-11 informan dengan sesi FGD minimal 2 kali
dengan kelompok berbeda.
3.4.16 Health Belief Model
Health Belief Model adalah teori interpersonal (dalam individu,
pengetahuan, dan kepercayaan) yang dipakai dalam promosi kesehatan untuk
merancang intervensi dan pencegahan program atau perilaku tertentu. Terdiri dari
enam pokok yaitu Kerentanan yang dirasakan, Keparahan yang dirasakan,
Keuntungan yang dirasakan, Hambatan yang dirasakan, Pencentus untuk
bertindak, dan Sadar kemampuan diri.

3.5. Cara Pengumpulan Data dan Alur Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Observasi,
Deep interview dan FGD dilakukan untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran
pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas terhadap perilaku merokok di FK
Unsri. Observasi adalah pengumpulan data dengan cara mengamati secara
langsung aktivitas yang dilakukan di lokasi penelitian, yakni yang berhubungan
dengan kebijakan rokok di FK Unsri. Kegiatan observasi ini dilakukan guna
mendeskripsikan secara sistimatis atas peristiwa, sikap, dan perilaku yang terjadi
pada obyek penelitian. Deep interview adalah penelitian dengan menggali data
seperti halnya diskusi terarah, namun subyek diwawancara secara individual.
Deep interview akan dilakukan berdasarkan dengan pedoman wawancara .
38

Pertanyaan yang ada di dalam pedoman hanyalah pertanyaan utama, dimana jika
dibutuhkan informasi lebih dalam maka informan dapat diwawancarai dengan
pertanyaan baru yang lebih mendalam sampai informasi yang didapatkan sudah
cukup dan sesuai. Selain itu akan dilakukan pengambilan data melalui FGD. FGD
adalah suatu metode penelitian berupa proses pengumpulan data dan informasi
yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok. Jumlah optimal peserta FGD dalam satu sesi adalah 5-
11 informan dengan sesi FGD minimal 2 kali dengan kelompok berbeda. FGD
bertujuan untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan
topik yang dibahas, dan untuk memunculkan informasi mengenai keinginan,
kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki
peserta dengan dipandu oleh seorang moderator. Teknik ini digunakan dengan
tujuan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah
yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna
inter- subjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh
dorongan subjektivitas peneliti. Pada deep interview dan FGD ini akan digunakan
berbagai alat bantu untuk mempermudah proses pengambilan data yakni recorder
dan alat tulis.

3.6. Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini, instrument utama adalah peneliti sendiri. Peneliti
merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan
pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Maleong, 2014).

3.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan hasil FGD, deep
interview, dan observasi telah dicatat dan direkam. Setelah data terkumpul maka
data akan dikelompokan dan diinterpretasikan kedalam bentuk tulisan. Analisis
data dilakukan untuk menyajikan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan, sehingga bisa memberikan penjelasan sebagai jawaban atas
permasalahan penelitian.
39

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis model interaktif (interactive model of analisys) yang dikembangkan oleh
Miles dan Huberman (1992 : 15). Teknik analisis data model interaktif
berlangsung dalam tiga tahap berikut.

1. Reduksi Data
Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data hasil wawancara ke
dalam bentuk uraian secara lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya
dilakukan reduksi atau pemilihan data yang berkaitan dengan topik
penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data yang hanya berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Reduksi data dilakukan secara terus
menerus selama penelitian berlangsung sehingga dapat disusun hasil
wawancara (hasil penelitian) secara lengkap.
2. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dibuat guna memudahkan peneliti dalam
melihat keseluruhan data hasil wawancara atau melihat bagian khusus
dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini, penyajian data disusun
dalam bentuk teks naratif (kumpulan kalimat) yang dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang
mudah dibaca atau diinterprestasikan. Dengan cara ini penelitian dapat
melihat apa yang sedang terjadi dan dapat menarik kesimpulan secara
tepat.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses
penelitian, dan verifikasi dilakukan guna perbaikan dan pencocokan data
secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Setiap
pengambilan kesimpulan senantiasa terus menerus dilakukan verifikasi
selama penelitian berlangsung.
Dalam menjaga validitas data, dilakukan pengujian data terhadap penelitian
ini. Pengujian data dilakukan dengan tringulasi sumber dan triangulasi sumber.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh yang dicapai denganjalan
membandingkan data hasil wawancara dan data hasil pengamatan (Moleong,
40

2014). Kemudian triangulasi metode dilaksanakan dengan strategi, dimana data


didapatkan dari sumber atau informan yang sama dengan teknik pengumpulan
data yang berbeda yakni observasi, in-depth interview dan FGD.
3.8. Kerangka Operasional

Pengumpulan informan dan observasi

Pengumpulan data
Data didapatkan dari hasil FGD, deep interview,dan
hasil observasi

Pengolahan dan analisis data


(uji triangulasi data)

Membandingkan kedua hasil data

Hasil dan kesimpulan

3.9. Rencana/ Jadwal Kegiatan


41

2017
No. Kegiatan
Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1. Pemilihan dan
Pengajuan Topik/
Judul

2. Survey Awal

3. Penyelesaian dan
Bimbingan proposal
dari BAB I sampai
BAB IV

4. Sidang Proposal

5. Revisi Proposal

6. Penelitian

7. Penyelesaian dan
Bimbingan Skripsi

8. Sidang Skripsi

9. Revisi Skripsi

10. Pengesahan Skripsi

3.10 Anggaran

Jenis Kebutuhan Anggaran


Kertas HVS A4 70 gram 1 rim Rp 37.000,00
Biaya internet untuk mencari literatur Rp 50.000,00
Alat tulis dan map Rp 20.000,00
42

Tinta Printer Rp 200.000,00


Reward 15 Responden (@Rp 20.000) Rp 300.000,00
Penggandaan dan penjilidan laporan Rp 150.000,00
Transportasi Rp 100.000,00
Biaya tidak terduga Rp 85.000,00
Total Rp. 942.000

BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK
4.1. Rangkuman Karakteristik Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan kesehatan dan kebijakan
fakultas terhadap perilaku merokok di Universitas Sriwijaya. Penelitian dilakukan
43

dari bulan Agustus hingga November 2017. Subjek penelitian adalah perokok
aktif di lingkungan FK Unsri. Perlakuan pada subjek penelitian meliputi
observasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Data diambil dari
pemeriksaan secara langsung dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta
akan dijelaskan secara narasi.

4.2. Analisis Kelayakan Etik


Penelitian disusun berdasarkan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya dan
tinjauan pustaka yang menyangkut topik penelitian. Penelitian ini menggunakan
data primer hasil observasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion
dengan subjek penelitian. Responden yang menjadi subjek penelitian tidak
memiliki beban khusus bila ikut serta dalam penelitian ini. Semua biaya
pemeriksaan penunjang dan obat ditanggung oleh peneliti.
Responden yang ikut serta dalam penelitian ini mendapatkan manfaat yaitu
daapat mengetahui informasi secara ilmiah faktor-fakor apa saja yang membuat
responden belum bisa berhenti merokok, mendapatkan pengetahuan mengenai
dampak merokok bagi kesehatan, manfaat dari berhenti merokok, serta mendapat
dukungan sosial untuk berhenti merokok. Kerahasiaan subjek penelitian akan
dijaga walaupun responden meninggal dunia. Semua subjek penelitian
diperlakukan secara adil tanpa dibeda-bedakan. Hasil dari penelitian ini akan
dilaporkan sejujur-jujurnya sesuai hasil penelaahan.

4.3. Prosedur Informed Consent


Sebelum mengambil data, peneliti akan melakukan informed consent.
Kemudian mengisi surat pernyataan kesediaan ikut dalam penelitian, setelah
diberikan penjelasan yang jelas tentang perlakuan terhadap subjek penelitian.
Tidak ada unsur paksaan dalam penelitian ini. Responden dapat menolak untuk
dijadikan subjek penelitian dan dapat mengundurkan diri atau berubah pikiran
setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi apapun. Bila responden bersedia,
44

pengambilan data akan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan Focus
Group Discussion.

4.4. Kesimpulan
Peneliti berpendapat bahwa penelitian akan dilaksanakan berdasarkan
landasan scientific yang kuat, bermanfaat untuk dilaksanakan, tidak
membahayakan subjek penelitian, dan dilaksanakan dengan menghormati
martabat subjek penelitian sebagai manusia. Peneliti yakin penelitian ini layak etik
untuk dilaksanakan.

Daftar Pustaka
Aditama, T. Y. 2015. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia Report,
2014. In: World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.
(ed.). Indonesia.

Amalia, D. R. 2014. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Perilaku


Merokok pada Remaja Usia 12 – 15 Tahun di Desa Ngumpul. Program
Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.
45

American Lung Association. 2016. What's in a Cigarette.


(http://www.lung.org/stop-smoking/smoking-facts/e-cigarettes-and-lung-
health.html, Diakses 15 Juli 2017)

Arvianti, K. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Gaya Hidup Sehat
Mahasiswa S1 Peminatan Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2009. Program Sarjana,
Universitas Indonesia.

ASH 2015. Action on Smoking and Health Factsheet: Smoking and Respiratory
Disease. ASH Fact Sheet.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. In:
Kementerian Kesehatan RI. (ed.). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Bawanta, K. Y. 2015. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Anggota Sekaa Teruna


Teruni tentang Peraturan Daerah Kawasan tanpa Rokok di Desa Kesiman.
Gelar Sarjana, Universitas Udayana.

Bayat, F., Shojaeezadeh, D., Baikpour, M., Heshmat, R., Baikpour, M.,
&Hosseini, M. (2013). The Effect of Education on Extended Health Belief
Model in Type 2 Diabetic Patients: a Randomized Controlled Trial. Journal
of Diabetes & Metabolic Disorder, 1-6.

Bondy, S. J. & Bercovitz, K. L. 2013. “Hike up Yer Skirt, and Quit.” What
Motivates and Supports Smoking Cessation in Builders and Renovators.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 10,
623-637.

Buse, K., Mays, N. & Walt, G. 2012. Making Health Policy, Maidenhead,
Mcgraw-Hill Education.

Considine, G. And G. Zappala, 2002. .Factors Influencing The Educational


Performance Of Students From Disadvantaged Backgrounds., In T.
Eardley And B. Bradbury, Eds, Competing Visions: Refereed Proceedings
Of The National Social Policy Conference 2001, Sprc Report 1/02, Social
Policy Research Centre, University Of New South Wales, Sydney, 91-107.

Elshatarat, R. A., Yacoub, M. I., Khraim, F. M., Saleh, Z. T. & Afaneh, T. R. 2016.
Self-efficacy in Treating Tobacco Use: A Review Article. Proceedings of
Singapore Healthcare, 25(4), 243–248.

Eriksen, M., Mackay, J., Schluger, N., Gomeshtapeh, F. I. & Drope, J. 2012. The
Tobacco Atlas. In: Society, A. C. (Ed.). Atlanta, USA: American Cancer
Society.
46

Gilson, L. 2012. Health Policy and Systems Research. In: WHO (ed.).
Switzerland: WHO.

Hayden, J. 2014. Health Behavior Theory Second Edition, Burlington, Jones &
Bartlett Learning.

Herdiansyah, H. 2013. Wawancara, Observasi, dan Focus Groups sebagai


Instrumen Data Penggalian Data Kualitatif, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada.

Hidayat, T. 2012. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok


pada Mahasiswa Keperawatan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Program Magister, Universitas Indonesia.

Jannah, D. P. S. 2016. Gambaran Health Belief Model pada Penderita Kanker


yang Memilih dan Menjalani Pengobatan Alternatif. Program Strata Satu
(S1), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. In:
Kementrian Kesehatan RI. (Ed.). Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Inilah 4 Bahaya Merokok


Bagii Kesehatan Tubuh. In: Kementerian Kesehatan RI. (ed.). Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Khotijah, A. H. 2015. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dan


Pengetahuan Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Remaja. Program
Strata Satu (S1), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Khrisna, M. B. 2016. Perbedaan Kadar Malondialdehida pada Subyek bukan


Perokok, Perokok Ringan dan Sedang-Berat. Universitas Diponegoro.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia.


Jakarta.

Kota Palembang. 2009. Perda Kota Palembang No. 7 Tahun 2009 tentang
Kawasan Tanpa Rokok. In: Sekretariat Kota Palembang. (ed.). Palembang.

Larasati, H. 2016. Studi Deskriptif Mengenai Health Belief pada Mahasiswa


Perokok Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Program
Sarjana, Universitas Islam Bandung.

Ma’ruf, A. 2015. Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok pada Siswa


Kelas V SD Negeri Pucung Lor 02 Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap
Tahun Pelajaran 2014/2015. Gelar Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta.
47

Michael J. Thun, M. D., Brian D. Carter, M. P. H., Diane Feskanich, S. D., Neal
D. Freedman, P. D., M.P.H., R. P., Ph.D., Alan D. Lopez, P. D., Patricia
Hartge, S. D. & Susan M. Gapstur, P. D. M. P. H. 2013. 50-Year Trends in
Smoking-Related Mortality in the United States. The New England
Journal Of Medicine, Jan, 351-364.

Maleong, L. J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, PT.


Remaja Rosdakarya.

Morris, J., Marzano, M., Dandy, N. & O’brien, L. 2012. Theories and Models of
Behaviour and Behaviour Change. Forest Research.

Mulyani, T. S. I. 2015. Dinamika Perilaku Merokok pada Remaja. Program


Magister Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni, Jakarta, Rineka Cipta.

Octafrida, Md. 2011. Hubungan Merokok dengan Katarak di Poliklinik Mata


Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera
Utara.

Pangestu, A. P. 2016. Pengaruh Penggunaan Gambar Seram pada Kemasan Rokok


terhadap Sikap Remaja untuk Tidak Merokok (Studi pada Siswa SMP N
19 Bandar Lampung). Gelar Sarjana, Universitas Lampung.

Parsons, A., Daley, A., Begh, R. & Aveyard, P. 2010. Influence of Smoking
Cessation after Diagnosis of Early Stage Lung Cancer on Prognosis:
Systematic Review of Observational Studies With Meta-Analysis. BMJ.

Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No.
7 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. In: Sekretariat Provinsi
Sumatera Selatan. (ed.). Sumatera Selatan.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2013. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia. In: Kementrian Kesehatan RI (ed.). Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

Rahmat, P. S. 2009. Penelitian Kualitatif. Equilibrium, Vol. 5, 1-8.

Republik Indonesia. 2003. PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok


Bagi Kesehatan. In: Sekretariat Negara. (ed.). Jakarta.

Republik Indonesia. 2009. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. In:


Sekretariat Negara. (ed.). Jakarta.
48

Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia No. 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di
Lingkungan Sekolah. In: Sekretariat Negara. (ed.). Jakarta.

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109


Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. In: Sekretariat Negara. (ed.).
Jakarta.

Renuka, P. & Pushpanjali, K. 2014. Effectiveness of Health Belief Model in


Motivating for Tobacco Cessation and to Improving Knowledge, Attitude
and Behavior of Tobacco Users. Cancer and Oncology Research, 2(4), 43-
50.

Saraswati, A. 2015. Hubungan Sikap tentang Peringatan Bahaya Merokok berupa


Gambar pada Kemasan Rokok dengan Tahapan Berhenti Merokok pada
Kepala Keluarga Perokok di Desa Restu Baru Kecamatan Rumbia
Lampung Tengah. Gelar Sarjana, Universitas Lampung.

Savia, F. F., Suarnianti & Mato, R. 2013. Pengaruh Merokok terhadap Terjadinya
Penyakit Jantung Koroner (PJK) di RSUP Dr. Whidin Sudirhusodo.
STIKES Nani Hasanuddin Makassar.

Sharma, M. 2017. Introduction to Health Education, Health Promotion, and


Theory, Burlington, Jones & Bartlett Learning

Sholihah, M. 2014. Gambaran Peluang Perubahan Perilaku Perokok dengan


Health Belief Model pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Ciputat
Tangerang Selatan. Strata-1 (S-1), Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Somantri, G. R. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial Humaniora,


9, 57-65.

Sulistyowati, L. S. 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. In:


Kementerian Kesehatan RI. (ed.). Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan.

Sunaryo 2004. Psikologi Untuk Keperawatan, Jakarta, EGC Penerbit Buku


Kedokteran.

Surgeon General Report. 2014. Smoking And Cancer. In: U.S. Department of
Health & Human Services. (ed.). USA: CDC.

Tobing, N.H. 2001. Rokok dan Kesehatan Respirasi. (dalam


http://www.klikpdpi.com/jurnal-warta/rokok/rokok-kes-03.Html, Diakses
15 Juli 2017)
49

Twyman, L., Bonevski, B., Paul, C. & Bryant, J. 2014. Perceived Barriers to
Smoking Cessation in Selected Vulnerable Groups: a Systematic Review
of the Qualitative and Quantitative Literature. BMJ Open.

U.S. Department of Health and Human Services. 2010. U.S. Department Of


Health and Human Services. How Tobacco Smoke Causes Disease: What
it Means to You. In: U.S. Department of Health and Human Services.
(ed.). Atlanta: Centers For Disease Control and Prevention, National
Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion.

WHO. 2017. Tobacco. (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/,


Diakses 15 Juli 2017)

Weinberger, A. H., Mazure, C. M. & Mckee, S. A. 2010. Perceived Risks and


Benefits of Quitting Smoking in Non-Treatment Seekers. NIH Public
Access, 18(4), 456–463.

Yuningsih, R. 2014. Analisis Segitiga Kebijakan Kesehatan dalam Pembentukan


Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Aspirasi, 5, 93-105.

LAMPIRAN
Lampiran 1.

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Assalamualaikum Wr. Wb,


50

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi


informan dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Muhamad Taufan
Kurniawan yang berjudul Gambaran Pengetahuan Kesehatan dan Kebijakan
Fakultas terhadap Perilaku Merokok di Universitas Sriwijaya.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap
diri saya dan akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti serta hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Oleh karena itu saya bersedia menjadi informan
dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana
mestinya.

Palembang……………. 2017
Tertanda

( ………………….)

Lampiran 2.

PEDOMAN Focus Group Discussion (FGD)

Tanggal :
Waktu :
Tempat:
Moderator :
Notulen :

A. Pembukaan
1. Salam dan ucapan terima kasih kepada informan.
51

2. Perkenalan moderator dan notulen dilanjutkan dengan informan.


3. Penjelasan tujuan FGD
4. Peraturan FGD
 Partisipasi aktif dari informan
 Teratur dalam berpendapat
 Tidak ada jawaban yang benar atau salah
 Semua informasi yang didapat di ruangan ini bersifat rahasia
 Jalannya diskusi akan direkam

Pernyataan Catatan
I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak pengetahuan kesehatan dan
kebijakan fakultas terhadap perilaku merokok

II. Inti
2. Perceived Susceptibility
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai hal
apa saja yang dapat menyebabkan penyakit akibat
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan
mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah menurut anda, anda memiliki
risiko untuk terkena penyakit akibat merokok?
- Apakah informasi tersebut membuat anda takut
dan ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?

3. Perceived Seriousness
52

- Apakah anda mengetahui informasi mengenai


penyakit-penyakit yang disebabkan merokok bagi
tubuh?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan
mengenai penyakit-penyakit yang disebabkan
perilaku merokok bagi tubuh?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah menurut anda peyakit tersebut
parah dan anda merasa terancam?
- Apakah informasi tersebut membuat anda takut
dan ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?

4. Perceived Benefitsm
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai
manfaat dari berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai manfaat dari berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin
berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?
53

5. Perceived Barrier
- Apakah ada mengetahui informasi mengenai
hambatan untuk berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai hambatan untuk berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda tidak
dapat berhenti merokok?
- Apakah anda merasa bersalah karena tidak mampu
menghadapi hambatan tersebut?

6. Cues To Action
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai apa
saja hal yang dapat yang membuat anda berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai peraturan yang ada di FK Unsri tentang
larangan merokok? Apakah anda mengetahui
bahwa ada denda akibat pelanggaran peraturan
tersebut?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin
54

berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?
- Apakah kebijakan di fakultas membuat anda ingin
berhenti merokok? Kebijakan rokok apa saja yang
ada di sekitar lingkungan anda?
- Apakah dukungan lingkungan sosial membuat
anda ingin berhenti merokok?

7. Self Efficacy
- Apakah anda merasa memiliki keinginan, motivasi
dan rasa percaya diri untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa memiliki pengalaman dan
rasa takut untuk gagal dalam berhenti merokok
- Apa saja kesulitan yang anda rasakan saat
berusaha berhenti merokok?
- Apakah anda pernah melihat contoh orang lain di
sekitar anda yang berhasilatau gagal untuk berhenti
merokok?
- Apakah anda merasa kondisi tubuh fisiologis anda
dapat membantu anda untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa mendapatkan dukungan
lingkungan sekitar yang membantu anda untuk
berhenti merokok?
- Sejak kapan dan seberapa sering anda merasakan
diri mampu untuk behenti merokok?
- Mengapa anda masih belum bisa berhenti merokok
setelah mengetahui hal tersebut?

8. Perilaku merokok terhadap pengetahuan kesehatan


dan kebijakan fakultas
55

- Langkah kebijakan apa saja yang telah anda


terapkan di lingkungan FK Unsri untuk membuat
Kawasan Tanpa Rokok?
- Apakah anda sudah melaksanakan analisis situasi,
pembentukan komite atau kelompok kerja
penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok,
membuat kebijakan kawasan tanpa rokok,
penyiapan infrastruktur, sosialisasi penerapan
kawasan, penerapan kawasan tanpa rokok,
pengawasan dan penegakan hukum, serta
pemantauan dan evaluasi?
- Apakah anda mengetahui dan pernah
mendapatkan informasi bahwa pengetahuan
kesehatan dan kebijakan di suatu lingkungan dapat
membuat seseorang berhenti merokok?
- Bagaimana menurut pandangan anda mengenai hal
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Dalam kehidupan nyata, apakah pengetahuan
kesehatan seseorang dapat membuat seseeorang
berhenti merokok secara efektif?
- Dalam kehidupan nyata, apakah kebijakan di FK
Unsri sudah dapat membuat seseeorang berhenti
merokok secara efektif?
- Apa tanggapan anda mengenai langkah
peningkatan pengetahuan kesehatan yang
dilakukan FK Unsri untuk mengedukasi seluruh
civitas akademika terhadap dampak rokok sudah
terlaksana dengan baik?
- Apa tanggapan anda mengenai langkah kebijakan-
kebijakan kesehatan yang dilakukan FK Unsri
untuk membuat kawasan tanpa rokok kepada
56

seluruh civitas akademika sudah terlaksana dengan


baik?
- - Apa harapan anda mengenai langkah-langkah
yang semestinya dilakukan untuk mengurangi
jumlah perokok di FK Unsri?

PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN

“GAMBARAN PENGETAHUAN KESEHATAN DAN KEBIJAKAN FAKULTAS


TERHADAP PERILAKU MEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA”
(Studi Kualitatif pada perokok aktif di FK Unsri)

Dari berbagai informan kunci pada penelitian ini, akan dilakukan


wawancara dengan berbagai pertanyaan sebagai berikut :
57

I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas
terhadap perilaku merokok

II. Inti
2. Perceived Susceptibility
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai hal apa saja yang dapat
menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan mengenai faktor-faktor
apa saja yang dapat menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah
menurut anda, anda memiliki risiko untuk terkena penyakit akibat
merokok?
- Apakah informasi tersebut membuat anda takut dan ingin berhenti
merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?

3. Perceived Seriousness
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai penyakit-penyakit yang
disebabkan merokok bagi tubuh?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan mengenai penyakit-
penyakit yang disebabkan perilaku merokok bagi tubuh?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah menurut
anda peyakit tersebut parah dan anda merasa terancam?
58

- Apakah informasi tersebut membuat anda takut dan ingin berhenti


merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?

4. Perceived Benefitsm
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai manfaat dari berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai manfaat dari
berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?

5. Perceived Barrier
- Apakah ada mengetahui informasi mengenai hambatan untuk berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai hambatan untuk
berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda tidak dapat berhenti merokok?
- Apakah anda merasa bersalah karena tidak mampu menghadapi hambatan
tersebut?

6. Cues To Action
59

- Apakah anda mengetahui informasi mengenai apa saja hal yang dapat
yang membuat anda berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai peraturan yang ada
di FK Unsri tentang larangan merokok? Apakah anda mengetahui bahwa
ada denda akibat pelanggaran peraturan tersebut?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?
- Apakah kebijakan di fakultas membuat anda ingin berhenti merokok?
Kebijakan rokok apa saja yang ada di sekitar lingkungan anda?
- Apakah dukungan lingkungan sosial membuat anda ingin berhenti
merokok?

7. Self Efficacy
- Apakah anda merasa memiliki keinginan, motivasi dan rasa percaya diri
untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa memiliki pengalaman dan rasa takut untuk gagal
dalam berhenti merokok
- Apa saja kesulitan yang anda rasakan saat berusaha berhenti merokok?
- Apakah anda pernah melihat contoh orang lain di sekitar anda yang
berhasilatau gagal untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa kondisi tubuh fisiologis anda dapat membantu anda
untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa mendapatkan dukungan lingkungan sekitar yang
membantu anda untuk berhenti merokok?
- Sejak kapan dan seberapa sering anda merasakan diri mampu untuk
behenti merokok?
60

- Mengapa anda masih belum bisa berhenti merokok setelah mengetahui hal
tersebut?

8. Perilaku merokok terhadap pengetahuan kesehatan dan kebijakan


fakultas
- Langkah kebijakan apa saja yang telah anda terapkan di lingkungan FK
Unsri untuk membuat Kawasan Tanpa Rokok?
- Apakah anda sudah melaksanakan analisis situasi, pembentukan komite
atau kelompok kerja penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok,
membuat kebijakan kawasan tanpa rokok, penyiapan infrastruktur,
sosialisasi penerapan kawasan, penerapan kawasan tanpa rokok,
pengawasan dan penegakan hukum, serta pemantauan dan evaluasi?
- Apakah anda mengetahui dan pernah mendapatkan informasi bahwa
pengetahuan kesehatan dan kebijakan di suatu lingkungan dapat membuat
seseorang berhenti merokok?
- Bagaimana menurut pandangan anda mengenai hal tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Dalam kehidupan nyata, apakah pengetahuan kesehatan seseorang dapat
membuat seseeorang berhenti merokok secara efektif?
- Dalam kehidupan nyata, apakah kebijakan di FK Unsri sudah dapat
membuat seseeorang berhenti merokok secara efektif?
- Apa tanggapan anda mengenai langkah peningkatan pengetahuan
kesehatan yang dilakukan FK Unsri untuk mengedukasi seluruh civitas
akademika terhadap dampak rokok sudah terlaksana dengan baik?
- Apa tanggapan anda mengenai langkah kebijakan-kebijakan kesehatan
yang dilakukan FK Unsri untuk membuat kawasan tanpa rokok kepada
seluruh civitas akademika sudah terlaksana dengan baik?
- Apa harapan anda mengenai langkah-langkah yang semestinya dilakukan
untuk mengurangi jumlah perokok di FK Unsri?
61

Foto Berwarna
3x4
BIODATA

Nama : Muhamad Taufan Kurniawan

Tempat Tanggal Lahir : Purwakarta, 2 Desember 1995

Alamat : Jln. D.I. Panjaitan, Lrg. Sunia, RT.36, RW.13, No.83,

Kecamatan Plaju Ulu, Kota Palembang

Telp/Hp : 081330075954

Email : taufan_mtknight@yahoo.com
62

Agama : Islam

Nama Orang Tua


Ayah : Ir. Sarifudin

Ibu : Siti Rohmana

Jumlah Saudara : 3

Anak Ke : 2

Riwayat Pendidikan : : 1. TK Cut Nyak Din


2. SD Negeri Karawaci Baru 1 Kota Tangerang
3. SMP Negeri 1 Kota Tangerang
4. SMA Negeri 1 Kota Tangerang

Palembang, .............................

(.................................................)

17

Anda mungkin juga menyukai