BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu perilaku yang cukup banyak dilakukan
oleh masyarakat Indonesia. Sebagian penduduk Indonesia menganggap perilaku
ini sebagai suatu hal yang bermanfaat, mulai dari sebagai penghilang stres,
penambah rasa percaya diri, suatu yang membuat seseorang mendapat pengakuan
di lingkungan sekitar dan sebagainya. Namun, perilaku merokok merupakan suatu
kebiasaan yang dapat membahayakan kesehatan raga dan jiwa para pelakunya.
Kesehatan seseorang merupakan suatu hal yang cukup penting yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan orang tersebut, terlebih lagi dampaknya bagi negara.
Perilaku merokok dapat membuat kesehatan pelakunya menjadi tidak terjaga
dengan baik sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja pelakunya. Para
dokter perlu mengadakan suatu bentuk promosi kesehatan untuk dapat mengatasi
masalah perilaku merokok ini, khususnya pada aspek edukasi dan kebijakan.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, Rerata batang rokok yang dihisap
perhari penduduk umur ≥10 tahun di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu
bungkus). Proporsi penduduk umur ≥10 tahun di Sumatera Selatan sebesar 24,7
orang yang merokok setiap hari, dan 5,4 orang merokok kadang-kadang.
Berdasarkan data survey badan pusat statistik dan dinas kesehatan kota
Palembang pada tahun 2014, prevalensi perokok di kota Palembang adalah
sebesar 58,17 %. Jumlah rerata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan
di Bangka Belitung (18 batang). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada
umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, pada laki-laki lebih banyak di bandingkan
perokok perempuan (47,5% banding 1,1%).
Merokok dapat menyebabkan berbagai dampak gangguan kesehatan,
termasuk penurunan kognitif dan kemampuan fisik seseorang. Menurut American
Lung Association (2016), ada sekitar 600 bahan beracun di dalam rokok dan
banyak dari senyawa kimia tersebut merupakan senyawa karsinogenik serta
memberikan dampak negatif pada sistem kardiovaskular. Penyakit yang dapat
disebabkan oleh merokok yaitu gangguan penyakit saluran pernapasan (PPOK),
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengetahuan
2.1.1.1. Definisi Pengetahuan
5
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat, menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
7
informasi yang baik dari berbagai media, missal TV, radio atau surat kabar maka
hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa
bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun
2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan).
Pengetahuan tentang rokok adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang
tentang zat-zat yang dikandung oleh rokok, penyakit yang disebabkan oleh
perilaku merokok dan pengetahuan umum seputar rokok seperti akibat rokok pada
wanita hamil, remaja dan orang dewasa serta perokok pasif, prevalensi jumlah
rokok remaja di negara-negara berkembang, aturan periklanan rokok dan hari
bebas rokok sedunia (Amalia, 2014).
Menurut Sarafino (dalam Alawiyah), rokok mengandung bebarapa unsur
zat antara lain:
1. Nikotin
Nikotin terdapat dalam tumbuhan tembakau dengan kadar sekitar 1-4%.
Dalam setiap batang rokok terdapat sekitar 1,1 mg nikotin. Nikotin menimbulkan
ketergantungan. Dalam tembakau terdapat ratusan jenis zat lainnya selain dari
nikotin.
2. Tar
Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok,
tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker.
Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan
risiko timbulnya kanker. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok
dan bahan organik lain yang terbakar.
3. Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang bersifat toksin/ gas beracun yang tidak
berwarna, zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga membuat darah
tidak mampu mengikat oksigen. Kandungannya yang ada di dalam asap rokok 2-
6%.
4. Gas oksidan
11
Gas ini bisa bereaksi dengan oksigen. Keberadaannya pada tubuh lebih
meningkatkan risiko stroke dan serangan jantung akibat penggumpalan darah.
5. Benzene
Zat yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak ini bisa merusak sel
pada tingkat genetik. Zat ini juga dikaitkan dengan berbagai jenis kanker seperti
kanker ginjal dan leukimia.
6. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hidrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu
kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga bila disuntikkan sedikit pada
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan dan koma.
Tindakan merokok berbahaya bagi kesehatan bukan hanya untuk diri
sendiri, namun juga berbahaya bagi lingkungan di sekitar perokok tersebut.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 meyatakan bahwa sebesar 85% rumah tangga
di Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok meninggal
karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena terpapar asap rokok
orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio ini maka setidaknya 25.000 kematian di
Indonesia terjadi dikarenakan asap rokok orang lain (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berikut beberapa masalah kesehatan yang
ditimbulkan akibat merokok:
1. Penyakit saluran pernapasan
Menurut Kemkes tahun 2015, dampak dari perilaku merokok yang paling
pertama merusak organ tubuh akibat asap rokok adalah paru-paru. Asap rokok
tersebut terhirup dan masuk ke dalam paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru
mengalami radang, bronchitis, pneumonia. Bahaya dari zat nikotin yang
menyebabkan kerusakan sel-sel dalam organ paru-paru dapat mengakibatkan
kanker paru-paru. Bahaya merokok bagi kesehatan ini tentu sangat berisiko dan
bisa menyebabkan kematian. Para perokok berisiko 12-13 kali lebih rentan untuk
meninggal akibat PPOK dibandingkan dengan bukan perokok (Better health
channel, 2016). PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) merupakan penyakit yang
80% kasusnya disebabkan karena merokok baik secara aktif maupun pasif (ASH.
12
2011). Penyakit ini biasanya bersifat progresif dan berhubungan dengan proses
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun, khususnya asap rokok.
Selain PPOK, tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan terbanyak di Indonesia juga lebih berisiko dialami oleh perokok
dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena terjadinya
gangguan status imunitas host serta struktur dan fungsi paru-paru (Better health
channel. 2016). Kebiasaan merokok juga meningkatkan kejadian eksaserbasi asma
pada dewasa (U.S. Department of Health and Human Services, 2010). Merokok di
usia dini akan memperlambat pertumbuhan paru sehingga fungsi paru menurun
dibandingkan dengan fungsi normal pada usianya.
2. Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Menurut Kemkes tahun 2015, stroke pada perokok aktif bisa saja
menderita serangan stroke, karena efek samping rokok bisa menyebabkan
melemahnya pembuluh darah. Kelemahan pembuluh darah dapat menyebabkan
aliran darah terhambat sehingga menyebabkan kerusakan di pembuluh darah di
otak. Hal tersebut dapat mengakibatkan stroke meskipun orang tersebut tidak ada
latar belakang darah tinggi atau penyakit penyebab stroke lainnya. Penyebab
stroke tersebut bersumber dari kandungan kimia berbahaya seperti nikotin, tar,
karbon monoksida dan gas oksidan yang terkandung dalam rokok. Sehingga
bahaya merokok bagi kesehatan terkena stroke hampir 505 terjadi pada seorang
perokok aktif. Teori menurut Dr. Judith Mackay dan Dr. George A. Mensah dalam
Afriyanti tahun 2015, menunjukkan Insiden infark miokard dan kematian akibat
PJK meningkat progresif sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap. Penyakit
kardiovaskular terkait kebiasaan merokok yang paling sering adalah penyakit
jantung koroner. Menurut penelitian Elisabeth, risiko terjadinya penyakit jantung
koroner meningkat 2-4 kali lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan
perokok (Fezi, 2010). Nicotin dan karbon monoksida dapat membebani jantung
dengan cara membuat jantung bekerja lebih cepat. Zat kimia yang ada di asap
rokok dapat menggumpalkan darah dan membentuk gumpalan pada arteri koroner.
Selain itu, merokok juga dapat merusak dinding dari arteri koroner yang akan
menimbulkan terbentuknya trombus pada dinding arteri (Thun MJ et al. 2013).
13
2.1.2. Kebijakan
2.1.2.1. Definisi Kebijakan
Menurut Kent Buse (2012), Kebijakan (policy) adalah pernyataan yang
luas tentang maksud, tujuan dan cara yang membentuk kerangka kegiatan yang
dibuat oleh organisasi yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu.
Kebijakan Kesehatan dapat dipahami sebagai dokumen formal tertulis,
peraturan-peraturan, dan petunjuk-petunjuk dari keputusan para pembuat
kebijakan tentang tindakan yang tepat dan penting untuk meningkatkan sistem
kesehatan sehingga meningkakan kesehatan masyarakat (WHO, 2012).
Menurut Kent Buse (2012), kebijakan kesehatan adalah segala arah
tindakan yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan
aturan pembiayaan dalam sistem kesehatan. Kebijakan kesehatan merupakan
aplikasi dari kebijakan publik ketika pedoman yang ditetapkan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kebijakan kesehatan nasional
ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan penduduk suatu
negara (Jurnal DPR, 2014, Ayuningtyas, 2014).
Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena Sektor
kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai negara. Sejumlah
15
terhadap kesehatan. KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan
rokok. Ruang lingkup KTR meliputi tempat-tempat umum, tempat kerja tertutup,
sarana kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat
ibadah, dan angkutan umum. Sampai dengan tahun 2014 (Juni 2014), sebanyak
144 kab/kota di 32 provinsi telah memiliki kebijakan mengenai KTR (Profil
Kesehatan Indonesia, 2013).
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau (Pedoman KTR,
2011). Kawasan yang bebas dari asap rokok merupakan satu-satunya cara efektif
dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain.
Menurut WHO, cost effectiveness akan naik apabila kawasan tanpa asap rokok
dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian tembakau lainnya.
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, juga mencantumkan
peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat
Adiktif, pasal 115. Menindaklanjuti pasal 25 PP 19/2003, beberapa pemerintah
daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (Pangestu, 2016).
Provinsi Sumatera Selatan juga telah membuat kebijakan mengenai KTR ini yaitu
pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 7/ Tahun 2015.
Palembang merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki
Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100%
Kawasan Tanpa Rokok yaitu tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan
Daerah No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan
satu-satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan
standard internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak
menyediakan ruang untuk merokok (Pangestu, 2016). Area Kawasan Tanpa
Rokok meliputi: (Bawanta, 2015, Pedoman KTR, 2011)
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Suatu tempat atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
18
Semua tempat terbuka atau tertutup yang dapat diaskses oleh masyarakat
umum dan atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan
masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tempat
umum yang dimaksud adalah pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata,
tempat hiburan, hotel, restoran, tempat rekreasi, halte, terminal angkutan umum,
terminal angkutan barang, pelabuhan, dan bandara.
8. Tempat Lain yang ditetapkan
Tempat terbuka yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan
masyarakat.
1. Analisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan
pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan
bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/guru/dosen/siswa) terhadap
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai
dasar membuat kebijakan.
20
2.1.3. Merokok
2.1.3.1. Definisi Merokok
Merokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan aktivitas
menghisap rokok. Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian
menghisap asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Merokok
adalah suatu kebiasaan mengisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-
22
hari, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan lagi bagi orang yang
mengalami kecenderungan terhadap rokok. Rokok merupakan salah satu bahan
addiktif. Zat addiktif dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Sifat
addiktif rokok berasal dari nikotin yang dikandungnya. Setelah seseorang
menghirup asap rokok, dalam 7 detik nikotin akan mencapai otak (Amalia, 2014,
Soetjiningsih, 2010).
Orang yang merokok bisa disebut sebagai perokok, yang artinya adalah
orang yang dalam satu hari menghisap satu batang selama 1 tahun atau pernah
mengonsumsi rokok setidaknya 100 batang selama hidup. WHO dalam Depkes
tahun 2004 mendefinisikan perokok sebagai mereka yang merokok setiap hari
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 6 bulan selama hidupnya, dan masih
merokok saat survey penelitian dilakukan (Octafrida, 2011)
57%, yang 10% nya berada di kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai
negara paling tinggi pengkonsumsi rokok di ASEAN yaitu mencapai 46,16%
(Infodatin, 2014). WHO memperkirakan jumlah perokok di Indonesia yang terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, perokok di Indonesia mencapai 35,7%
dan meningkat hingga 3,8%, yaitu mencapai 39,5% pada tahun 2015. WHO
memprediksi perokok di Indonesia dapat mecapai 42,7% jika pemerintah tidak
melakukan tindakan tegas. Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) dan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) menyatakan bahwa
prevalensi perokok pada laki-laki lebih tinggi 16 kali (65,8%) dibandingkan
perempuan (4,2%) (Infodatin, 2014).
Pada umumnya, orang yang mencoba merokok dimulai sejak muda
sehingga mereka belum mengetahui risiko yang diakibatkan oleh bahaya adiktif
rokok ini. Hal ini dibuktikan bahwa hampir 80% perokok mulai merokok saat
usianya belum mencapai 19 tahun. Hal ini dibuktikan berdasarkan data GYTS
tahun 2014 (Global Youth Tobbaco Survey), anak sekolah merokok mencapai
20,3% (laki-laki 36%, perempuan 4,3%), anak sekolah pada usia 13-15 tahun
yang terpapar asap rokok di dalam rumah mencapai 57,3% dan di tempat umum
mencapai 60%. Dari data ini didapat 6 dari setiap 10 anak sekolah usia 13-15
tahun terpapar asap rokok didalam rumah dan di tempat-tempat umum atau bisa
disebut menjadi perokok pasif (GYTS Indonesia, 2014).
2.1.3.3 Klasifikasi Perokok
Menurut Sitepoe pada tahun 1999, perilaku merokok dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya, antara
lain: (Khrisna, 2016)
1. Perokok ringan adalah perokok yang mengonsumsi satu hingga sepuluh
batang rokok per hari.
2. Perokok sedang adalah perokok yang mengonsumsi sebelas hingga dua puluh
empat batang per hari.
3. Perokok berat adalah perokok yang mengonsumsi lebih dari dua puluh empat
batang rokok per hari.
24
2.1.4. Perilaku
2.1.4.1. Definisi Perilaku
Perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup:
berjalan, berbicara, bereaksi berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan
internal (internal activity) seperti berpikir persepsi, dan emosi juga merupakan
perilaku manusia Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan
oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara
tidak langsung (Notoatmodjo, 2011).
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor lain dari orang yang bersangkutan
(Azwar, 2007).
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat
merugikan bagi bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Meskipun
semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan oleh aktivitas
merokok, hal itu tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang
masih dapat di tolerir oleh masyarakat (Aula, 2013).
Ajzen (1991) yang mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat
suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya
terbatas hanya pada tiga hal; Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap
umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi
tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma objektif (subjective norms)
26
yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita
perbuat.Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma- norma subjektif
membentuk suatu intensi atau niat berperilaku tertentu. Teori perilaku beralasan
diperluas dan dimodifikasi oleh (Ajzen dalam Jogiyanto 2007) dan dinamai Teori
Perilaku Terencana (theory of planned behavior). Inti teori ini mencakup 3 hal
yaitu; yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku
tersebut (behavioral beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan
tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan
kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).
personal dan juga kemampuan fisik. Sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut
peneliti belief adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku
tertentu. Misalnya individu percaya bahwa belajar sebelum ujian akan
berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan tersebut terkadang tanpa
didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara logika (Putri, 2016).
Model adalah seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam
perilaku, cita-cita dan tujuan hidup yang akan dicapai individu. Health Belief
Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu untuk
mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Health
Belief Model juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai
kepercayaan individu dalam berperilaku sehat (Conner, 2005 dalam Putri 2016).
Health Belief Model adalah suatu model yang digunakan untuk
menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga
individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa
perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan. Health Belief Model
ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan preventif dan juga
respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan kronis.
Namun akhir-akhir ini teori Health Belief Model digunakan sebagai prediksi
berbagai perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Putri 2016).
Perkembangan dari HBM tumbuh pesat dengan sukses yang terbatas pada
berbagai program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di tahun 1950-an. Apabila
individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada empat
variabel kunci dua tambahan yang baru-baru ini diungkapkan para ahli yang
terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan terhadap
suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan
yang dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi
28
pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, self-
efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai kemampuan untuk
melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu.
6. Self-Efficacy/ Confidence
Self efficacy adalah kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya
sendiri untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Orang cenderung tidak akan
melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka yakin mereka bisa melakukannya.
Jika seseorang yakin suatu perilaku berguna, namun ia tidak yakin bisa
melakukannya, maka ia tidak akan melakukannya (Hayden, 2014).
Health Belief Model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor
demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik
psikologis (Conner & Norman, 2003), dan juga dipengaruhi oleh structural
variable, contohnya adalah ilmu pengetahuan (Sarafino, 1994).
Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi Health
Belief Model individu (Bayat et al., 2013). Kurangnya pengetahuan akan
menyebabkan individu merasa tidak rentan terhadap gangguan, yang dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Edmonds dan kawan-kawan adalah osteoporosis
(Edmonds dkk, 2012). Karakteristik psikololgis merupakan faktor yang
mempengaruhi Health Belief Individu (Conner & Norman, 2003). Dalam
penelitian ini, karakteristik psikologis yang mempengaruhi Health Belief Model
kedua responden adalah ketakutan kedua responden menjalani pengobatan secara
medis (Hayden, 2014).
Beberapa faktor Health Belief Model berbasis kognitif (seperti keyakinan
dan sikap) dan berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan
keputusan individu dalam menentukan cara sehat individu. Dalam kajian
psikologi kesehatan, persepsi individu dalam melakukan atau memilih perilaku
sehat dikaji dalam teori Health Belief Model (HBM). HBM adalah model
kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner, 2005).
31
Kerentanan(risiko)
mendapat penyakit
(kanker, penyakit
jantung)
Perasaan
terancam
Keparahan penyakit penyakit
yang dapat timbul
dan akibatnya (usia Pemicu untuk
dan produktivitas kesiapan berhenti
semakin rendah merokok
karena kesehatan - Kebijakan
menurun)
Perubahan Perilaku
Kepercayaan perokok atas Keinginan/ niat (mengadopsi atau
kemampuannya untuk untuk berhenti meninggalkan)
berhenti merokok merokok berhenti dari
kebiasaan merokok
Manfaat berhenti
merokok yang dapat
dirasakan (Sehat,
Hambatan
hemat, yang
produktivitas
dirasakan
meningkat)secara
nyata untuk berhenti
merokok (ajakan
teman, lingkungan)
33
Efektivitas yang
dirasakan
BAB III
METODE PENELITIAN
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk
Tembakau.
Pertanyaan yang ada di dalam pedoman hanyalah pertanyaan utama, dimana jika
dibutuhkan informasi lebih dalam maka informan dapat diwawancarai dengan
pertanyaan baru yang lebih mendalam sampai informasi yang didapatkan sudah
cukup dan sesuai. Selain itu akan dilakukan pengambilan data melalui FGD. FGD
adalah suatu metode penelitian berupa proses pengumpulan data dan informasi
yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik
melalui diskusi kelompok. Jumlah optimal peserta FGD dalam satu sesi adalah 5-
11 informan dengan sesi FGD minimal 2 kali dengan kelompok berbeda. FGD
bertujuan untuk mengeksplorasi masalah yang spesifik, yang berkaitan dengan
topik yang dibahas, dan untuk memunculkan informasi mengenai keinginan,
kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki
peserta dengan dipandu oleh seorang moderator. Teknik ini digunakan dengan
tujuan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap masalah
yang diteliti. FGD digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap makna-makna
inter- subjektif yang sulit diberi makna sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh
dorongan subjektivitas peneliti. Pada deep interview dan FGD ini akan digunakan
berbagai alat bantu untuk mempermudah proses pengambilan data yakni recorder
dan alat tulis.
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis model interaktif (interactive model of analisys) yang dikembangkan oleh
Miles dan Huberman (1992 : 15). Teknik analisis data model interaktif
berlangsung dalam tiga tahap berikut.
1. Reduksi Data
Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data hasil wawancara ke
dalam bentuk uraian secara lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya
dilakukan reduksi atau pemilihan data yang berkaitan dengan topik
penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data yang hanya berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Reduksi data dilakukan secara terus
menerus selama penelitian berlangsung sehingga dapat disusun hasil
wawancara (hasil penelitian) secara lengkap.
2. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dibuat guna memudahkan peneliti dalam
melihat keseluruhan data hasil wawancara atau melihat bagian khusus
dari hasil wawancara. Dalam penelitian ini, penyajian data disusun
dalam bentuk teks naratif (kumpulan kalimat) yang dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang
mudah dibaca atau diinterprestasikan. Dengan cara ini penelitian dapat
melihat apa yang sedang terjadi dan dapat menarik kesimpulan secara
tepat.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses
penelitian, dan verifikasi dilakukan guna perbaikan dan pencocokan data
secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Setiap
pengambilan kesimpulan senantiasa terus menerus dilakukan verifikasi
selama penelitian berlangsung.
Dalam menjaga validitas data, dilakukan pengujian data terhadap penelitian
ini. Pengujian data dilakukan dengan tringulasi sumber dan triangulasi sumber.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh yang dicapai denganjalan
membandingkan data hasil wawancara dan data hasil pengamatan (Moleong,
40
Pengumpulan data
Data didapatkan dari hasil FGD, deep interview,dan
hasil observasi
2017
No. Kegiatan
Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1. Pemilihan dan
Pengajuan Topik/
Judul
2. Survey Awal
3. Penyelesaian dan
Bimbingan proposal
dari BAB I sampai
BAB IV
4. Sidang Proposal
5. Revisi Proposal
6. Penelitian
7. Penyelesaian dan
Bimbingan Skripsi
8. Sidang Skripsi
9. Revisi Skripsi
3.10 Anggaran
BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK
4.1. Rangkuman Karakteristik Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan kesehatan dan kebijakan
fakultas terhadap perilaku merokok di Universitas Sriwijaya. Penelitian dilakukan
43
dari bulan Agustus hingga November 2017. Subjek penelitian adalah perokok
aktif di lingkungan FK Unsri. Perlakuan pada subjek penelitian meliputi
observasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Data diambil dari
pemeriksaan secara langsung dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta
akan dijelaskan secara narasi.
pengambilan data akan dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan Focus
Group Discussion.
4.4. Kesimpulan
Peneliti berpendapat bahwa penelitian akan dilaksanakan berdasarkan
landasan scientific yang kuat, bermanfaat untuk dilaksanakan, tidak
membahayakan subjek penelitian, dan dilaksanakan dengan menghormati
martabat subjek penelitian sebagai manusia. Peneliti yakin penelitian ini layak etik
untuk dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Aditama, T. Y. 2015. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia Report,
2014. In: World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.
(ed.). Indonesia.
Arvianti, K. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Gaya Hidup Sehat
Mahasiswa S1 Peminatan Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2009. Program Sarjana,
Universitas Indonesia.
ASH 2015. Action on Smoking and Health Factsheet: Smoking and Respiratory
Disease. ASH Fact Sheet.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar. In:
Kementerian Kesehatan RI. (ed.). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Bayat, F., Shojaeezadeh, D., Baikpour, M., Heshmat, R., Baikpour, M.,
&Hosseini, M. (2013). The Effect of Education on Extended Health Belief
Model in Type 2 Diabetic Patients: a Randomized Controlled Trial. Journal
of Diabetes & Metabolic Disorder, 1-6.
Bondy, S. J. & Bercovitz, K. L. 2013. “Hike up Yer Skirt, and Quit.” What
Motivates and Supports Smoking Cessation in Builders and Renovators.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 10,
623-637.
Buse, K., Mays, N. & Walt, G. 2012. Making Health Policy, Maidenhead,
Mcgraw-Hill Education.
Elshatarat, R. A., Yacoub, M. I., Khraim, F. M., Saleh, Z. T. & Afaneh, T. R. 2016.
Self-efficacy in Treating Tobacco Use: A Review Article. Proceedings of
Singapore Healthcare, 25(4), 243–248.
Eriksen, M., Mackay, J., Schluger, N., Gomeshtapeh, F. I. & Drope, J. 2012. The
Tobacco Atlas. In: Society, A. C. (Ed.). Atlanta, USA: American Cancer
Society.
46
Gilson, L. 2012. Health Policy and Systems Research. In: WHO (ed.).
Switzerland: WHO.
Hayden, J. 2014. Health Behavior Theory Second Edition, Burlington, Jones &
Bartlett Learning.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. In:
Kementrian Kesehatan RI. (Ed.). Jakarta.
Kota Palembang. 2009. Perda Kota Palembang No. 7 Tahun 2009 tentang
Kawasan Tanpa Rokok. In: Sekretariat Kota Palembang. (ed.). Palembang.
Michael J. Thun, M. D., Brian D. Carter, M. P. H., Diane Feskanich, S. D., Neal
D. Freedman, P. D., M.P.H., R. P., Ph.D., Alan D. Lopez, P. D., Patricia
Hartge, S. D. & Susan M. Gapstur, P. D. M. P. H. 2013. 50-Year Trends in
Smoking-Related Mortality in the United States. The New England
Journal Of Medicine, Jan, 351-364.
Morris, J., Marzano, M., Dandy, N. & O’brien, L. 2012. Theories and Models of
Behaviour and Behaviour Change. Forest Research.
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni, Jakarta, Rineka Cipta.
Parsons, A., Daley, A., Begh, R. & Aveyard, P. 2010. Influence of Smoking
Cessation after Diagnosis of Early Stage Lung Cancer on Prognosis:
Systematic Review of Observational Studies With Meta-Analysis. BMJ.
Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No.
7 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. In: Sekretariat Provinsi
Sumatera Selatan. (ed.). Sumatera Selatan.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2013. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia. In: Kementrian Kesehatan RI (ed.). Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Savia, F. F., Suarnianti & Mato, R. 2013. Pengaruh Merokok terhadap Terjadinya
Penyakit Jantung Koroner (PJK) di RSUP Dr. Whidin Sudirhusodo.
STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Surgeon General Report. 2014. Smoking And Cancer. In: U.S. Department of
Health & Human Services. (ed.). USA: CDC.
Twyman, L., Bonevski, B., Paul, C. & Bryant, J. 2014. Perceived Barriers to
Smoking Cessation in Selected Vulnerable Groups: a Systematic Review
of the Qualitative and Quantitative Literature. BMJ Open.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Palembang……………. 2017
Tertanda
( ………………….)
Lampiran 2.
Tanggal :
Waktu :
Tempat:
Moderator :
Notulen :
A. Pembukaan
1. Salam dan ucapan terima kasih kepada informan.
51
Pernyataan Catatan
I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak pengetahuan kesehatan dan
kebijakan fakultas terhadap perilaku merokok
II. Inti
2. Perceived Susceptibility
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai hal
apa saja yang dapat menyebabkan penyakit akibat
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan
mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah menurut anda, anda memiliki
risiko untuk terkena penyakit akibat merokok?
- Apakah informasi tersebut membuat anda takut
dan ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?
3. Perceived Seriousness
52
4. Perceived Benefitsm
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai
manfaat dari berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai manfaat dari berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin
berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?
53
5. Perceived Barrier
- Apakah ada mengetahui informasi mengenai
hambatan untuk berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai hambatan untuk berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda tidak
dapat berhenti merokok?
- Apakah anda merasa bersalah karena tidak mampu
menghadapi hambatan tersebut?
6. Cues To Action
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai apa
saja hal yang dapat yang membuat anda berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi
tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan
mengenai peraturan yang ada di FK Unsri tentang
larangan merokok? Apakah anda mengetahui
bahwa ada denda akibat pelanggaran peraturan
tersebut?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi
tersebut? Apakah anda menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin
54
berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui
informasi tersebut?
- Apakah kebijakan di fakultas membuat anda ingin
berhenti merokok? Kebijakan rokok apa saja yang
ada di sekitar lingkungan anda?
- Apakah dukungan lingkungan sosial membuat
anda ingin berhenti merokok?
7. Self Efficacy
- Apakah anda merasa memiliki keinginan, motivasi
dan rasa percaya diri untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa memiliki pengalaman dan
rasa takut untuk gagal dalam berhenti merokok
- Apa saja kesulitan yang anda rasakan saat
berusaha berhenti merokok?
- Apakah anda pernah melihat contoh orang lain di
sekitar anda yang berhasilatau gagal untuk berhenti
merokok?
- Apakah anda merasa kondisi tubuh fisiologis anda
dapat membantu anda untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa mendapatkan dukungan
lingkungan sekitar yang membantu anda untuk
berhenti merokok?
- Sejak kapan dan seberapa sering anda merasakan
diri mampu untuk behenti merokok?
- Mengapa anda masih belum bisa berhenti merokok
setelah mengetahui hal tersebut?
I. Pembukaan
Penjelasan mengenai dampak pengetahuan kesehatan dan kebijakan fakultas
terhadap perilaku merokok
II. Inti
2. Perceived Susceptibility
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai hal apa saja yang dapat
menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan mengenai faktor-faktor
apa saja yang dapat menyebabkan penyakit akibat merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah
menurut anda, anda memiliki risiko untuk terkena penyakit akibat
merokok?
- Apakah informasi tersebut membuat anda takut dan ingin berhenti
merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?
3. Perceived Seriousness
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai penyakit-penyakit yang
disebabkan merokok bagi tubuh?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi dari informasi yang anda dapatkan mengenai penyakit-
penyakit yang disebabkan perilaku merokok bagi tubuh?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah menurut
anda peyakit tersebut parah dan anda merasa terancam?
58
4. Perceived Benefitsm
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai manfaat dari berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai manfaat dari
berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?
5. Perceived Barrier
- Apakah ada mengetahui informasi mengenai hambatan untuk berhenti
merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai hambatan untuk
berhenti merokok?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda tidak dapat berhenti merokok?
- Apakah anda merasa bersalah karena tidak mampu menghadapi hambatan
tersebut?
6. Cues To Action
59
- Apakah anda mengetahui informasi mengenai apa saja hal yang dapat
yang membuat anda berhenti merokok?
- Dimana anda mendapatkan informasi tersebut?
- Seberapa sering anda mendapatkan informasi tersebut?
- Bagaimana isi informasi yang anda dapatkan mengenai peraturan yang ada
di FK Unsri tentang larangan merokok? Apakah anda mengetahui bahwa
ada denda akibat pelanggaran peraturan tersebut?
- Bagaimana tanggapan anda mengenai informasi tersebut? Apakah anda
menyetujuinya?
- Apakah informasi tersebut membuat anda ingin berhenti merokok?
- Mengapa anda masih merokok setelah mengetahui informasi tersebut?
- Apakah kebijakan di fakultas membuat anda ingin berhenti merokok?
Kebijakan rokok apa saja yang ada di sekitar lingkungan anda?
- Apakah dukungan lingkungan sosial membuat anda ingin berhenti
merokok?
7. Self Efficacy
- Apakah anda merasa memiliki keinginan, motivasi dan rasa percaya diri
untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa memiliki pengalaman dan rasa takut untuk gagal
dalam berhenti merokok
- Apa saja kesulitan yang anda rasakan saat berusaha berhenti merokok?
- Apakah anda pernah melihat contoh orang lain di sekitar anda yang
berhasilatau gagal untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa kondisi tubuh fisiologis anda dapat membantu anda
untuk berhenti merokok?
- Apakah anda merasa mendapatkan dukungan lingkungan sekitar yang
membantu anda untuk berhenti merokok?
- Sejak kapan dan seberapa sering anda merasakan diri mampu untuk
behenti merokok?
60
- Mengapa anda masih belum bisa berhenti merokok setelah mengetahui hal
tersebut?
Foto Berwarna
3x4
BIODATA
Telp/Hp : 081330075954
Email : taufan_mtknight@yahoo.com
62
Agama : Islam
Jumlah Saudara : 3
Anak Ke : 2
Palembang, .............................
(.................................................)
17