Anda di halaman 1dari 8

FRAUD DAN CONTOH KASUS FRAUD

PENGERTIAN KECURANGAN (FRAUD)


Kecurangan (FRAUD) perlu dibedakan dengan kesalahan (Errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai
“Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam
pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit,
pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam
aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan / kelalaian, atau
kesalahan dalam interprestasi fakta. “ Commission ” merupakan kesalahan prinsip (error of principle), seperti perlakuan
pengeluaran pendapatan sebagai pengeluaran modal. Sedangkan “Omission” berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan
sehingga menyebabkan informasi tidak benar. Apabila suatu kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut
merupakan kecurangan (FRAUDulent). Istilah “Irregulary” merupakan kesalahan penyajian keuangan yang disengaja
atas informasi keuangan.
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “FRAUD is
criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah
penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap
tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat
dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/ theact., (2)
Penyembunyian atau the concealment dan (3) konversi atau the conversion. Misalnya pencurian atas harta
persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat
bukti transaksi pengeluaran fiktif.
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok orang secara sengaja
atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok
lain.FRAUDulent financial reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah
dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Kecurangan dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu :
a.         Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD).
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk
salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau
kecurangan non financial.
b.        Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset
Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (FRAUDulent disbursement).
c.         Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU
Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of
interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

KARAKTERISITK KECURANGAN (FRAUD)


Dilihat dari pelaku FRAUD auditing maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
a.         Oleh pihak perusahaan, yaitu :
Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan
(misstatements arising from FRAUDulent financial reporting, untuk menghidari hal tersebut ada
baiknya karyawan mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop). Pegawai untuk keuntungan
individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan.

b.        Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu


Pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
PENYEBAB TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Penyebab Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R. Venables dan KW Impley dalam buku “Internal
Audit” (1988, hal 424) mengemukakan kecurangan terjadi karena :
a.         Penyebab Utama.
- Penyembunyian (concealment), Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan
hukuman sebagai akibatnya.
- Kesempatan/Peluang (Opportunity), Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan
keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.
- Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi
seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
- Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
- Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari penuntutan atau
deteksi.
b.        Penyebab Sekunder.
- “A Perk”, Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan
karyawan.
- Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat
mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.
- Pembalasan dendam (Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha
merugikan organisasi tersebut.
- Tantangan (Challenge), Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha
untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau pembebasan frustasi
(relief of frustation) Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu kesempatan pemeriksa intern
melakukan penugaan langsung dalam penyelidikan kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih besar dari
usahanya yang berorientasi kecurangan merupakan suatu bagian yang integral dari penugasan audit yang lebih luas. Usaha
yng berorientasi pada kecurangan ini dapat dalam bentuk prosedur khusus, termasuk dalam program audit yang lebih luas.
Usaha yang berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern
ketika ia melaksanakan seluruh bagian dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk berbagai area, kondisi dan
pengembangan yang memberikan tanda-tanda peringatan.
KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENANDAI TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Dibawah ini adalah suatu daftar yang disusun oleh American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) pada tahun 1979 mengenai kondisi-kondisi atau kejadian-kejadian yang dapat menandai
adanya kecurangan :
a.         Manajemen senior yang sangat menguasai/ mendominasi dan terdapat satu atau lebih kondisi berikut atau yang
sama :
- Dewan direksi dan/ atau panitia audit yang tidak efektif.
- Indikasi dari penolakan manajemen atas pengendalian akuntansi internal yang penting.
- Kompensasi atau opsi saham yang signifikan yang berkaitan dengan kinerja yang dilaporkan atau terhadap transaksi
khusus, yaitu manajemen senior mempunyai pengendalian nyata atau penuh.
- Indikasi kesulitan keuangan pribadi dari manajemen senior.
- Perebutan perwalian yang melibatkan pengendalian perusahaan atau status dari manajemen senior.
b.        Kemerosotan atau kemunduran dari mutu pendapatan yang dibuktikan oleh :
- Penurunan dalam volume atau mutu penjualan (misalnya, risiko kredit yang meningkat atau penjualan sama dengan atau
dibawah harga pokok).
- Perubahan yang signifikan dalam praktik usaha.
- Kepentingan yang berlebihan oleh manajemen senior dalam laba per saham (EPS/Earnings per Share) yang dipengaruhi
oleh pilihan akuntansi.
c.         Kondisi usaha yang dapat menciptakan tekanan yang tidak biasa :
- Modal kerja yang tidak memadai.
- Kelenturan/ fleksibilitas yang kecil dalam pembatasan hutang, seperti rasio modal kerja dan keterbatasan dalam pinjaman
tambahan.
- Perluasan atau ekspansi yang cepat dari suatu produk atau lini usaha yang menyolok sekali dengan melebihi rata-rata
industri.
- Investasi yang besar dari sumber daya pemisahan dalam suatu industri yang mengalami perubahan cepat,seperti suatu
industri yang bertekhnologi tinggi.
d.        Struktur korporat yang rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak tampak diperlukan oleh operasi atau ukuran
perusahaan.
e.         Lokasi usaha yang menyebar secara luas disertai oleh manajemen yang didesentralisasi secara ketat dengan system
pelaporan tanggungjawab yang tidak memadai.
f.         Kekurangan staf yang tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja pada jam yang tidak biasa, tidak memerlukan
cuti dan/atau melakukan kerja lembur yang substansial.
g.        Tingkat perputaran yang tinggi dalam posisi keuangan penting, seperti bendaharawan atau kontroler.
h.        Sering terjadi perubahan auditor atau penasihat hukum.
i.          Kelemahan material yang diketahui dalam pengendalian intern yang dapat secara praktis dikoreksi akan tetapi
tidak diperbaiki, seperti :
- Akses terhadap peralatan computer atau alat pemasukan data elektronik tidak cukup dikendalikan.
- Kewajiban yang tidak sesuai/bertentangan tetapi tidak digabungkan.
j.          Terdapat transaksi yang material dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau terdapat transaksi yang
mencakup benturan kepentingan.
k.        Pengumuman yang terlalu cepat atau premature atas hasil operasi atau pengharapan masa depan yang positif.
l.          Prosedur penelaahan analitis mengungkapkan fluktuasi yang signifikan yang tidak dapat secara wajar dijelaskan,
seperti:
- Saldo akun yang material.
- Antar hubungan keuangan dan operasional.
- Selisih perhitungan persediaan.
- Tingkat perputaran persediaan.
m.      Transaksi besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan pengaruh yang material atas pendapatan.
n.        Pembayaran besar yang tidak biasa berhubungan dengan jasa yang diberikan dalam usaha normal kepada
pengacara, agen, atau pihak lain (termasuk karyawan).
o.        Kesulitan dalam memperoleh bukti audit yang berhubungan dengan :
- Ayat jurnal yang tidak biasa atau tidak dapat dijelaskan.
- Dokumentasi dan/atau otorisasi yang tidak lengkap atau hilang.
- Pengubahan dalam dokumentasi atau akun.
p.        Dalam pelaksanaan pengujian laporan keuangan masalah yang tidak dapat diramalkan ditemukan, seperti:
- Tekanan klien untuk menyelesaikan audit dalam waktu singkat yang tidak biasa atau dalam kondisi yang sulit.
- Situasi pemindahan yang mendadak.
- Tanggapan yang bersifat mengelakkan dari manajemen terhadap penyelidikan audit.

SALAH SAJI YANG TIMBUL KARENA KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN


Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja
manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan
istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen
(management FRAUD), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau
dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau
sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan
keuangan, untuk itu sebaiknya anda mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop. Salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva. Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan ( employee FRAUD). Salah saji
yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan
tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh
karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada
pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah
Penggelapan terhadap penerimaan kas, Pencurian aktiva perusahaan, Mark-up harga dan Transaksi “tidak resmi”.

STUDI KASUS PELANGGARARAN PROFESI AKUNTANSI


“Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk”
Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31
Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di
audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba
bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan
keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp
32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu
kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstatedpersediaan sebesar Rp 8,1 miliar
dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga
persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan
nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan
ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN
memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi
penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini
terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus
huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan
kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara
retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan
melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi
penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda


Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45
tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan
sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan
atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas
risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah
gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor
Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari
auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama
direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik
(Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma
tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi
setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas
laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi
dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan
publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT.
Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang
bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal
1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus
sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai
pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten
yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan
bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta &
Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan
fiktif atau tidak.

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk


Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan
penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor
Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan
keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3
miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur
rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya
sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan
keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera
dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001,
jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham
luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma
hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia
Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan
laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia
Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait
dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau
memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai
investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar
dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma,
yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali ( restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM
sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk
penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum
pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui
tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan.
Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak
menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan
keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur
tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik
yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.

PEMBAHASAN
Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM selaku badan
independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan
klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi
kepentingan stakeholderadalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal
ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh atas semua
elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan
penggelembungan nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal,
KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia
Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM
dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya
kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk
adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.

Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya
kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM
terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM
antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina
hubungan strategis denganstakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika


Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat
diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja parastakeholder yang berkepentingan beserta
harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka
KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor
senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak
sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung
jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya
peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat
secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder


KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan
kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam
penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM

Anda mungkin juga menyukai