Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Proses Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13-28 Desember tahun 2020
di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis dengan responden
sebanyak 50 responden mengenai factor- factor yang mempengaruh
terjadinya scabies di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis.
Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu
data yang langsung diperoleh dari objek penelitian yang dilakukan dengan
cara pengisian kuesioner kepada responden.
2. Data Demografi
a. Usia

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Usia

No Kategori Frekuensi Presentase


1 < Rata- rata 33 66.0
2 > Rata- rata 17 34.0
Jumlah 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa frekuensi usia


terbanyak adalah usia kurang dari rata- rata sebanyak 33 responden
(66.0%).
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Presentase
No. Kategori Frekuensi
(%)
1 Laki-laki 27 54.0
58
59

2 Perempuan 23 46.0
Jumlah 50 100.0
Bedasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa frekuensi jenis kelamin
terbanyak yaitu laki- laki sebanyak 27 responden (54,0%).
c. Pendidikan

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pendidikan

Presentase
No. Kategori Frekuensi
(%)
1 Sekolah 36 72.0
2 Tidak Sekolah 14 28.0
Jumlah 50 100.0

Bedasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa frekuensi pendidikan


responden terbanyak yaitu sekolah sebanyak 36 responden (72,0%).
d. Lama Tinggal
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Lama Tinggal

Presentase
No. Kategori Frekuensi
(%)
1 < 1 Tahun 23 46.0
2 >1 Tahun 27 54.0
Jumlah 50 100.0

Bedasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa frekuensi lama tinggal


terbanyak yaitu > 1 tahun sebanyak 27 responden (54,0%).

3. Analisis Data
1) Hasil Analisis Univariat factor – factor yang mempengaruhi terjadinya
scabies pada santri di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten
Ciamis
60

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Santri di Pondok Pesantren
Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

No Kategori f %
1 Baik 22 44.0
2 Kurang 28 56.0
Jumlah 50 100
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa pengetahuan santri di
pondok pesantren miftahul amin kabupaten ciamis didapatkan
frekuensi tertinggi yaitu kategori kurang sebanyak 28 responden
(56,0%), frekuensi terendah yaitu kategori baik sebanyak 22
responden (44,0%).

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Sikap Santri di Pondok Pesantren
Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

No Kategori f %
1 Positif 19 38,0
2 Negatif 31 62,0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sikap santri di pondok


pesantren miftahul Ciamis mayoritas pada kategori negatif yaitu
sebanyak 31 orang (62,0%).

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Perilaku Personal Hygiene Santri di
Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis
61

No Kategori f %
1 Positif 14 28,0
2 Negatif 36 72,0
Total 50 100
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa perilaku personal
hygiene santri di pondok pesantren miftahul amin kabupaten Ciamis
mayoritas pada kategori negatif yaitu sebanyak 36 orang (72,0%).

Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Sanitasi Lingkungan Santri di Pondok
Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

No Kategori f %
1 Sehat 20 40,0
2 Tidak Sehat 30 60,0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa sanitasi lingkungan


santri di pondok pesantren miftahul amin kabupaten Ciamis mayoritas
pada kategori tidak sehat yaitu sebanyak 30 orang (60,0%).

Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi kejadian skabies Santri di Pondok
Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

No Kategori F %
1 Skabies 34 68,0
2 Riwayat Skabies 16 32,0
Total 50 100
62

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa kejadian scabies santri


di pondok pesantren miftahul amin kabupaten Ciamis mayoritas pada
kategori scabies yaitu sebanyak 34 orang (68,0%).
2) Hasil Analisis Bivariat factor – factor yang mempengaruhi terjadinya
scabies pada santri di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten
Ciamis
Tabel 4.11
Hubungan Pengetahuan dengan kejadian scabies pada Santri
di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

Kejadian Skabies
Kategori Riwayat Total
No Scabies P value
Pengetahuan Scabies
F % F % F %
1 Baik 11 22 11 22 22 44
2 Kurang 23 46 5 10 28 56
0.03
68 32 10
Total 34 16 50
0

Berdasarkan tabel 4.11 proporsi responden dengan pengetahuan

kategori baik yang terserang penyakit skabies sebanyak 11 (22,0%)

responden dan yang memiliki riwayat skabies sejumlah 11 (22,0%).

Dan responden dengan pengetahuan kategori kurang yang terserang

penyakit skabies sebanyak 23 (46,0%), dan yang memiliki riwayat

skabies sejumlah 5 (10,0%) responden.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menunjukkan nilai

signifikan p-value= 0,03 < α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian skabies.

Tabel 4.12
Hubungan Sikap dengan kejadian scabies pada Santri
di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

No Kategori Kejadian Skabies Total P value


63

Riwayat
Scabies
Sikap Scabies
F % F % F %
1 Positif 9 10 11 22 20 40
2 Negatif 25 6 5 10 30 60
0.03
68 32 10
Total 34 16 50
0

Berdasarkan tabel 4.12 proporsi responden dengan sikap kategori


positif yang terserang penyakit skabies sebanyak 9 (18,0%) responden
dan yang memiliki riwayat skabies sejumlah 11 (22,0%). Dan
responden dengan sikap kategori negatif yang terserang penyakit
skabies sebanyak 25 (50,0%), dan yang memiliki riwayat skabies
sejumlah 5 (10,0%) responden.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menunjukkan nilai
signifikan p-value= 0,03 < α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara sikap dengan kejadian skabies.
Tabel 4.13
Hubungan Perilaku Personal Hygiene dengan kejadian scabies
pada Santri di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten
Ciamis

Kejadian Skabies
Kategori Riwayat Total
No Scabies P value
perilaku Scabies
F % F % F %
1 Positif 6 12 8 16 14 28
2 Negatif 28 56 8 16 36 68
0.04
68 32 10
Total 34 16 50
0

Berdasarkan tabel 4.13 proporsi responden dengan perilaku


personal hygiene kategori positif yang terserang penyakit skabies
sebanyak 6 (12,0%) responden dan yang memiliki riwayat skabies
sejumlah 8 (16,0%). Dan responden dengan perilaku personal hygiene
kategori negatif yang terserang penyakit skabies sebanyak 28 (56,0%),
dan yang memiliki riwayat skabies sejumlah 8 (16,0%) responden.
64

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menunjukkan nilai


signifikan p-value= 0,04 < α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian
skabies.

Tabel 4.14
Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian scabies pada
Santri di Pondok Pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

Kejadian Skabies
Kategori
Riwayat Total
No Sanitasi Scabies P value
Scabies
Lingkungan
F % F % F %
1 Positif 8 12 12 16 14 28
2 Negatif 26 56 4 16 36 68
0.04
68 32 10
Total 34 16 50
0

Berdasarkan tabel 4.14 proporsi responden dengan sanitasi


lingkungan kategori sehat yang terserang penyakit skabies sebanyak 8
(16,0%) responden dan yang memiliki riwayat skabies sejumlah 12
(24,0%). Dan responden dengan sanitasi lingkungan kategori tidak
sehat yang terserang penyakit skabies sebanyak 26 (52,0%), dan yang
memiliki riwayat skabies sejumlah 4 (8,0%) responden.
Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menunjukkan nilai
signifikan p-value= 0,03 < α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies.
3) Hasil analisis multivariat
Tabel 4.15 Hasil analisis regresi logistik berganda antara variabel
independen dengan variabel dependen di Pondok Pesantren Miftahul
Amin Kabupaten Ciamis
Variabel B S.E Df Sig.
Pengetahuan 0,076 0,267 1 0,776
Sikap 0,296 0,331 1 0,377
Perilaku personal
-0,016 0,225 1 0,943
hygiene
65

Sanitasi lingkungan -0,777 0,269 1 0,006


Constant 1,992 0,238 1 0,000

Pada tabel 5.13 diatas terlihat bahwa dari semua variabel diperoleh nilai
sig. > 0,05, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor dominan diantara
faktor-faktor penyebab skabies pada santriwati di pondok pesantren.

B. Pembahasan
1) Hubungan pengetahuan dengan kejadian scabies pada santri di
pondok pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

Berdasarkan penelitian hubungan antara pengetahuan dengan


kejadian skabies pada santri di pondok pesantren miftahul amin terlihat
bahwa proporsi responden yang berpengetahuan kurang sejumlah 28
(56,0%) responden, lebih tinggi dari responden yang berpengetahuan baik
sejumlah yaitu sejumlah 22 (44,0%) responden. Dari uji statistika
didapatkan nilai signifikan p-value = 0,03 < α = 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
kejadian skabies. Hal yang sama juga dilakukan oleh Harmawati (2018)
di pondok pesantren miftahul nurul huda kabupaten magetan sebanyak
52,3% responden mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap perilaku
hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena penyakit
scabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukung seseorang
terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.
Banyak peneliti yang sejalan dengan hasil yang diperoleh pada
penelitian ini diantaranya hasil penelitian Rohmawati (2010) menyatakan
bahwa sebanyak 74,74% responden dipondok pesantren Al-Muayyad
Surakarta menderita penyakit scabies yang diakibatkan karena mereka
mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat.
Dari data yang didapat oleh peneliti, mayoritas tingkat pengetahuan
santri berada di kategori kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
66

informasi yang diterima. Selama di asrama pondok pesantren santri tidak


diperbolehkan membawa handphone dan tidak ada media elektronik
seperti televisi. Jadi santriwati tidak bisa mengakses informasi tentang
penyakit kulit skabies dari media elektronik. Tidak adanya petugas
kesehatan di lingkungan pondok pesantren menyebabkan penularan
penyakit scabies semakin mudah terjadi.
Azizah (2011) menyampaikan dalam penelitiannya bahwa
rendahnya pengetahuan dipengaruhi antara lain oleh pendidikan,
pengalaman, dan usia. Dimana usia memepengaruhi pengetahuan yang
dimilki seseorang menuju tingkat kematangan. Responden dengan usia
yang rendah cenderung mempunyai pola pikir yang sederhana,
pemahaman yang kurang, serta pengendalian diri yang kurang terhadap
penyakit scabies. Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yaitu
bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang dan
mayoritas responden berusia < rata- rata sehingga informasi dan
pengalaman yang didapat responden juga masih sangat kurang
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
abdillah (2020) dengan hasil terdapat Hubungan tingkat pengetahuan
dengan kejadian skabies di pondok pesantren.
2) Hubungan sikap dengan kejadian scabies pada santri di pondok
pesantren Miftahul Amin Kabupaten Ciamis

Berdasarkan analisis hubungan antara pengetahuan dengan


kejadian skabies pada santri di pondok pesantren miftahul amin terlihat
bahwa proporsi responden yang bersikap negatif sejumlah 31 (62,0%)
responden, lebih tinggi dari responden yang bersikap positif yaitu
sejumlah 19 (38,0%) responden. Dari uji statistika didapatkan nilai
signifikan p-value = 0,03 < α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara sikap dengan kejadian skabies. Hal yang sama
juga dilakukan oleh Ma’rufi (2018) Terdapat Hubungan antara sikap
Santri Terhadap Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren kabupaten
67

Lamongan.
Dari data yang didapat oleh peneliti, mayoritas sikap santri
berkategori negatif. Hal ini bisa disebabkan oleh pengetahuan santri yang
mayoritas berkategori kurang. Kurangnya pengetahuan mampu
mempengaruhi sikap santri dalam pengambilan kepuusan untuk
melakukan pencegahan penyakit scabies. Sikap santri di asrama sangat
berpengaruh terhadap pencegahan penyakit scabies di lingkungan
pesantren yang membutuhkan kebersihan perorangan serta perilaku yang
sehat. Sikap yang dimiliki oleh santri diharapkan dapat berpengaruh
terhadap perilaku mereka guna mencegah terjadinya scabies dilingkungan
asrama tempat mereka tinggal.

Menurut Puspita (2014), sikap perlu diperhatikan karena bisa


menjadi dasar seseorang bertindak atau bertingkah laku jika ada faktor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan, hal ini dapat dikatakan
bahwa sikap sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bentuk reaksi yang
dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi
dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam
bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan, tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi.
3) Hubungan perilaku personal hygiene dengan kejadian scabies di
pondok pesantren Miftahul Amin kabupaten Ciamis

Berdasarkan analisis hubungan antara perilaku personal hygiene


dengan kejadian skabies pada santri di pondok pesantren miftahul amin
terlihat bahwa proporsi responden yang berperilaku personal hygiene
negatif sejumlah 36 (72,0%) responden, lebih tinggi dari responden yang
berperilaku personal hygiene positif yaitu sejumlah 14 (28,0%)
responden. Dari uji statistika didapatkan nilai signifikan p-value = 0,03 <
68

α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap


dengan kejadian skabies. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pertiwi
(2020) Terdapat Hubungan Perilaku Santri Tentang Personal Hygiene
Terhadap Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren X Kota Semarang
Tahun 2019.
Dari data yang didapat oleh peneliti, mayoritas perilaku personal
hygiene santri berkategori negatif. Hal ini bisa disebabkan karena
mayoritas dari santri masih tidak peduli mengenai kebersihan diri dan
lingkungan pondok pesantren. Santri di asrama sering saling meminjam
handuk, sering menggantung menumpukkan pakaian, jarang
membersihkan kamar dan jarang mencuci kasur lantai. Santri juga
terbiasa mandi kurang dari 2 kali sehari. Hal tersebut dapat memperparah
penularan penyakit kulit skabies.

Hal ini sejalan dengan penelitian Batari Sekar Saraswati Ardata Putri
(2001), dimana didapatkan nilai p value = 0,0001 dengan nilai OR 5,96.
Maka secara statistic terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku
personal hygiene dengan kejadian scabies. Perilaku adalah suatu kegiatan
makhluk hidup yang berhubungan dengan berbagai aktifitas. Perilaku
atau aktifitas manusia dapat diamati baik secara langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dalam kaitannya dengan
pemeliharaan kesehatan, individu merespon perilaku lingkungan, perilaku
kesehatan untuk dirinya sendiri. Perilaku kesehatan yang berkaitan
dengan upaya kebersihan diri dilakukan dengan upaya pencegahan
penyakit dilakukan dengan berbagai cara contohnya seperti kebiasaan
mandi, mencuci tangan dan kaki serta kebersihan pakaian (Wijayanti
Yuni, 2006).

4) Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian scabies di pondok


pesantren Miftahul Amin kabupaten Ciamis
69

Berdasarkan analisis dari hubungan antara sanitasi lingkungan


dengan kejadian skabies pada santriwati di pondok pesantren miftahul
amin terlihat bahwa proporsi responden dengan sanitasi lingkungan
kategori tidak sehat sebanyak 30 (60%) dan santri hidup dengan
menggunakan fasilitas lingkungan dengan kategori sehat sejumlah 20
(40%). Berdasarkan hasil pengujian data diatas menunjukkan nilai
signifikan p- value = 0,007< α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies.
Dari data yang didapat oleh peneliti, mayoritas sanitasi lingkungan
santri berkategori tidak sehat. Hal ini bisa disebabkan karena mayoritas
dari santri masih tidak peduli mengenai kebersihan diri dan lingkungan
pondok pesantren. Santri di asrama sering saling meminjam handuk,
sering menggantung menumpukkan pakaian, jarang membersihkan kamar
dan jarang mencuci kasur lantai. Santri juga terbiasa mandi kurang dari 2
kali sehari. Hal tersebut dapat memperparah penularan penyakit kulit
skabies.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afienna
(2020) Terdapat Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian
Penyakit Scabies Di Pondok Pesantren Marifatul Ulum Bringin
Kabupaten Ngawi.

Anda mungkin juga menyukai